SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Media Indonesia 
Minggu, 03 Juni 2007 
Orang-Orang Berpayung Hitam 
Cerpen: Iyut Fitra 
SELAIN angin yang bertiup terasa aneh, udara kecut, dan kesepian yang bungkam, hanya 
terlihat orang-orang berpayung hitam. Wajah mereka muram, menunduk dan gelisah. 
Sebentar-sebentar mereka mengusap wajah seolah-olah sedang mengusap air mata. 
Sebentar-sebentar mereka berjalan lagi, bergegas, berputaran di antara tumpukan dan 
runtuhan. 
Tak banyak di antara mereka yang bicara selain menikmati udara yang berbau 
perkabungan. Mereka adalah orang-orang yang datang mencari saudaranya setelah gempa 
membumiratakan bangunan-bangunan dan nyawa-nyawa di kota kecil itu. Ada yang 
menggali-gali runtuhan mencari-cari sesuatu, mungkin istri atau anak-anaknya. Ada yang 
menjerit-jerit histeris di depan sebuah gundukan berbentuk kuburan. Ada yang tersenyum-senyum 
kecil memperhatikan bekas rumah yang sudah hancur. Dan ada seseorang 
termangu di depan sebuah ayunan yang berbuai-buai lemah. Ayunan? 
* * * 
Suluh menjerit, dan kadang seolah tertawa, ketika ayunan itu kubuai begitu tinggi. Matanya 
berbinar-binar bercampur cemas. Tangannya berpegangan kuat pada dua tali ayunan. 
Setelah puas melihat ekspresi Suluh yang memesona itu, aku mulai memperlambat ayunan. 
Lalu ayunan pun berhenti. Kini giliran Suluh yang membuaikan ayunan. Begitu kami 
bergantian bermain. Dan terkadang kami naiki ayunan itu berdua. Tiang kayu yang diberi 
tali untuk menyangkutkan selembar papan berukuran 60 sentimeter kali 30 sentimeter, 
tidaklah terlalu sempit untuk ukuran bocah seperti kami. Kanak-kanak desa yang sedang 
riang dan girang. 
Rumahku dan rumah Suluh bersebelahan. Tetangga. Aku bocah laki-laki, dan Suluh 
seorang gadis kecil. Setiap pulang sekolah, atau setiap waktu bermain tiba, kami tiba-tiba 
begitu saja telah berada di bawah ayunan tersebut. Ayunan yang dibuat ayah Suluh dan 
terletak di halaman rumahnya yang cukup luas dan asri. Ayunan yang sangat mengasyikkan 
bagi bocah kelas tiga SD seperti kami. 
Kami tidak pernah berjanji. Tapi entah kenapa, setiap aku ingin bermain ayunan, Suluh 
seolah-olah sudah menunggu di sana. Selalu begitu. 
"Kamu kok datangnya telat?" tanya Suluh agak cemberut ketika kulihat ia berusaha 
membuai ayunan sendiri dengan kesulitan. Kakinya yang tak sampai menggapai-gapai 
tanah agar bisa mendorong ayunan dan berbuai. 
"Aku disuruh mama ke warung dulu. Beli kopi buat bapak," jawabku menjelaskan. "Kamu 
jelek kalau lagi sedih," gurauku menggoda kecemberutannya seraya berdiri di belakang 
Suluh dan mulai membuai ayunan. 
Tiang ayunan itu bergoyang-goyang. Talinya berderit-derit. Wajah Suluh yang tadi 
cemberut tiba-tiba berubah riang. Ceria. Gembira. Ia pun menjerit-jerit bercampur tawa. 
Melihat paras wajah Suluh yang seperti itu, aku semakin bersemangat pula untuk 
membuainya. Sampai lelah. Sampai ayunan itu memelan. Dan kami bergantian lagi. Terus. 
Sampai senja jatuh menimpa.
Dan waktu pun berpulun-pulunan tak terasa. Hingga kami kelas enam SD, kami masih tetap 
bermain. Saling membuaikan ayunan seraya bercerita dan bercanda. 
"Suluh, sampai kapan kita akan bermain ayunan seperti ini. Bukankah tidak lama lagi kita 
akan menjadi siswa SMP?" tanyaku sambil menghentikan ayunan. Suluh pun turun. Kami 
duduk berdampingan di masing-masing tiang ayunan tersebut. Melihat ke luar perkarangan 
rumah Suluh. Pemandangan pohon-pohon rimbun. Sketsa alam desa di sebuah kota kecil. 
Ada barisan bukit-bukit dan gunung di ujung tatapan kami. 
"Sampai kapan saja!" jawab Suluh tegas. Seolah-olah ia sama sekali tidak menginginkan 
pertanyaanku. Sore itu kota kecil kami terasa cerah. Angin bertiup damai. Burung-burung 
saling mengejar ranting. Suaranya mempertegas keindahan alam yang betapa menggoda. 
Itu juga salah satu bagian yang aku dan Suluh suka. 
"Kamu kok diam?" tanya Suluh tiba-tiba menyentak keheningan. "Kamu sudah bosan ya 
bermain ayunan?" lanjutnya lagi. 
Aku hanya menggeleng. Terlalu sulit untuk membiarkan Suluh kecewa. Seperti sangat sulit 
membayangkan paras Suluh yang ceria, yang selama ini sangat kusukai, tiba-tiba berubah 
menjadi sedih. Aku tidak ingin kehilangan semua itu. Tidak! 
"Aku takut menjadi dewasa!" jawabku kemudian seadanya. 
"Maksud kamu?" Suluh bertanya bingung. 
"Orang dewasa tidak boleh lagi main ayunan." 
"Kalau seandainya kita tidak peduli dengan hal itu?" 
"Kita akan ditertawakan orang-orang." 
"Lo kok ditertawakan?" 
Sebelum aku sempat menjawab, ayah dan ibu Suluh sudah berdiri di depan pintu, dan tidak 
lama kemudian suara mamaku juga terdengar memanggil-manggil. Percakapan kami pun 
terhenti. Aku harus pulang. Suluh harus pulang. Kami berpisah. Mungkin dalam hati sama-sama 
berjanji, besok akan bertemu lagi, di ayunan itu, bergantian saling membuaikan. 
Dan kami menepati janji yang tumbuh dalam hati itu. Kami kembali bermain berdua, 
bertemu di ayunan, saling membuaikan, bercerita, menjelang hari senja. Adakah ayunan 
memang sebuah permainan yang mengasyikkan atau pertemuan-pertemuanlah yang kini 
menjadi kebutuhan bagi kami? 
Ya, kebutuhanlah yang menuntut kami sampai ke bangku SMP. Meski kami tidak sesering 
dulu lagi bertemu di ayunan itu, ada waktu-waktu tertentu yang kami sepakati untuk bisa 
bersama. Kadang kami tetap bermain ayunan. Kadang hanya sekedar bercerita. 
"Bapak menyuruhku sekolah di Jakarta. Tinggal bersama tante, adik bapak yang paling 
kecil," ucapku perlahan. Kuperhatikan wajah Suluh yang beranjak remaja. Sebuah garis 
kecantikan yang mulai tumbuh. Meresap. Pelan-pelan seolah memancarkan cahaya yang 
tak mampu kuberi makna. Tapi mendengar ucapanku, tiba-tiba cahaya itu seakan memudar 
seketika. Mendadak murung. Apakah ucapanku tadi yang sudah merampasnya? 
"Kamu mau meninggalkanku?" Suluh bertanya setengah bergumam. Ada lenguh giris dari
nada suaranya. Dan tatapannya tiba-tiba seakan menghujamku. 
"Ini kehendak bapak," jawabku berusaha mengelak. 
"Tapi kamu setuju kan?" balas Suluh terus mendesak. 
Aku tak bisa menjawab. Satu sisi aku tidak ingin berpisah dengan Suluh. Di sisi yang lain 
bapak menggambarkan tentang masa depan yang indah buatku bila bersekolah di Jakarta. 
Sebuah persimpangan yang rawan. Pilihan atas dua yang sama menggoda. Aku ada di 
antaranya. Berdiam bagai sebuah tonggak rapuh yang tak sanggup berbuat apa-apa. Rapuh 
karena usiaku yang belum matang untuk menentukan pilihan. 
"Mungkin itu yang dulu pernah kamu katakan, kamu takut menjadi dewasa. Dan sekarang 
saat itu telah tiba," ucap Suluh dalam suara yang bergetar, barangkali karena rasa haru yang 
coba ditahannya. ?Aku tidak mungkin menghalangi kepergianmu. Tidak mungkin! Hanya 
aku berharap, suatu saat nanti kita akan kembali bertemu di ayunan ini. Bertemu lagi. Tapi 
tak perlu berjanji!? lanjut Suluh mengulang-ulang kalimatnya. 
Lalu Suluh berlari meninggalkanku. Masuk ke rumahnya. Dan aku sempat melihat air 
matanya menetes. Kutatap ayunan kayu itu. Dua tiang yang selalu menyatukan kami. 
Selembar papan tempat kami membagi kegembiraan. Diam-diam ada catatan panjang 
tentang kehidupan kami yang telah disimpannya. Masa kanak-kanak. Sebuah masa di mana 
hidup terasa sangat indah. Kami menabur keindahan tersebut di atas ayunan. Kini aku 
sendiri di depan ayunan itu. Dan Suluh telah berlari ke dalam rumah sambil menangis. Tapi 
aku harus pergi. Karena kata bapak hidup perlu masa depan. 
* * * 
Gegas Jakarta ternyata tak membuatku lupa pada Suluh begitu saja. Demikian juga 
kesibukanku sebagai seorang siswa SMA yang kemudian kuliah di fakultas teknik. Tak ada 
yang mampu menahan. Kami tetap menjalin komunikasi. Bahkan terasa makin dekat, 
akrab, dalam rindu yang coba melawan jarak di depan kami. 
Seperti di atas ayunan dulu, kami bergantian untuk memulai komunikasi. Bila Suluh tak 
meneleponku, akulah yang mengambil inisiatif untuk memulai. Kami masih saja seolah-olah 
terus digerakkan sesuatu yang tak pernah kami janjikan. Itu berlangsung selama tujuh 
tahun. 
Dalam tujuh tahun tersebut hanya dua kali aku pulang berlibur. Menuntaskan sesuatu yang 
tiba-tiba tak kumengerti. Berdegup. Mengguncang dadaku di saat-saat sendiri. Dan semua 
itu kuungkapkan pada Suluh. Lepas sejujurnya. 
"Mungkin yang kurasa lebih kuat daripada apa yang kamu rasa," kata Suluh di sebuah 
taman kota tempat kami bertemu menanggapi apa yang kuungkapkan. "Hanya saja, entah 
kenapa, aku begitu yakin bahwa kita akan kembali bertemu di ayunan itu. Kita memang tak 
pernah berjanji. Tapi siapakah di antara kita yang mampu mendustai diri?" 
Suluh sudah menjadi gadis yang sempurna kini. Cahaya yang dulu menggetarkan di 
parasnya semakin menguat dan seakan-akan menyedotku untuk tidak pernah berpisah lagi 
dengannya. Rambut panjangnya. Bibir rekahnya. Mata bulatnya. Dan alisnya. Ah, Suluh. 
Aku akan pulang menjemputmu bila waktunya tiba. 
"Ketika berangkat dulu, aku belum tahu apa makna pilihan. Kini waktu membuatku 
mengerti. Suluh, bersediakah kamu kupilih menjadi teman hidupku?"
Suluh tertunduk. 
"Tahun ini kuliahku selesai. Sebuah perusahaan telah memberikan gambaran untuk 
menampungku bekerja di sana. Aku akan segera menjemputmu, Suluh. Kita menikah. 
Tinggal di Jakarta. Di halaman rumah akan kita buat sebuah ayunan tempat bermain setiap 
senja. Kamu bersedia, Suluh?" 
Suluh mengangguk. 
* * * 
Selain angin yang bertiup terasa aneh, udara kecut, dan kesepian yang bungkam, hanya 
terlihat orang-orang berpayung hitam. Wajah mereka muram, menunduk dan gelisah. 
Sebentar-sebentar mereka mengusap wajah seolah-olah sedang mengusap air mata. 
Sebentar-sebentar mereka berjalan lagi, bergegas, berputaran di antara tumpukan dan 
runtuhan. 
Tak banyak di antara mereka yang bicara selain menikmati udara yang berbau 
perkabungan. Mereka adalah orang-orang yang datang mencari saudaranya setelah gempa 
membumiratakan bangunan-bangunan dan nyawa-nyawa di kota kecil itu. Ada yang 
menggali-gali runtuhan mencari-cari sesuatu, mungkin istri atau anak-anaknya. Ada yang 
menjerit-jerit histeris di depan sebuah gundukan berbentuk kuburan. Ada yang tersenyum-senyum 
kecil memperhatikan bekas rumah yang sudah hancur. Dan ada seseorang 
termangu di depan sebuah ayunan yang berbuai-buai lemah. 
"Di mana kamu , Suluh?" gumamnya, lalu membaur bersama orang-orang berpayung hitam 
yang terus saja mengitari runtuhan demi runtuhan di desa itu.*** 
Payakumbuh, Maret 2007

More Related Content

What's hot

What's hot (19)

Rembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata IbuRembulan di Mata Ibu
Rembulan di Mata Ibu
 
07. pendekar super sakti
07. pendekar super sakti07. pendekar super sakti
07. pendekar super sakti
 
Asmanadia rembulandimataibu.
Asmanadia rembulandimataibu.Asmanadia rembulandimataibu.
Asmanadia rembulandimataibu.
 
Analisis stilistika pada cerpen penglihatan karya mashdar zainal
Analisis stilistika pada cerpen penglihatan karya mashdar zainalAnalisis stilistika pada cerpen penglihatan karya mashdar zainal
Analisis stilistika pada cerpen penglihatan karya mashdar zainal
 
Siti nurbaya marah rusli
Siti nurbaya   marah rusliSiti nurbaya   marah rusli
Siti nurbaya marah rusli
 
SITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
SITI NURBAYA -- MARAH RUSLISITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
SITI NURBAYA -- MARAH RUSLI
 
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)
 
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko PinurboSebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
 
Bahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - CerpenBahasa Indonesia - Cerpen
Bahasa Indonesia - Cerpen
 
Deja Vu
Deja VuDeja Vu
Deja Vu
 
When speak heart
When speak heartWhen speak heart
When speak heart
 
HaPPy16rd
HaPPy16rdHaPPy16rd
HaPPy16rd
 
"CERPEN"
"CERPEN""CERPEN"
"CERPEN"
 
Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)
 
Cintadalamgelas
CintadalamgelasCintadalamgelas
Cintadalamgelas
 
W.S. RENDRA, TAUFIK ISMAIL, SUTARDJI CALZOUM BACHRI, CHAIRIL ANWAR
W.S. RENDRA, TAUFIK ISMAIL, SUTARDJI CALZOUM BACHRI, CHAIRIL ANWARW.S. RENDRA, TAUFIK ISMAIL, SUTARDJI CALZOUM BACHRI, CHAIRIL ANWAR
W.S. RENDRA, TAUFIK ISMAIL, SUTARDJI CALZOUM BACHRI, CHAIRIL ANWAR
 
Hikayat Tanjung Lesung
Hikayat Tanjung LesungHikayat Tanjung Lesung
Hikayat Tanjung Lesung
 
Tinc ebook #7
Tinc ebook #7Tinc ebook #7
Tinc ebook #7
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 

Viewers also liked

Viewers also liked (14)

Mimpi berwarna kelabu (rama dira j)
Mimpi berwarna kelabu (rama dira j)Mimpi berwarna kelabu (rama dira j)
Mimpi berwarna kelabu (rama dira j)
 
Tukang urut di tepi danau (martin aleida)
Tukang urut di tepi danau (martin aleida)Tukang urut di tepi danau (martin aleida)
Tukang urut di tepi danau (martin aleida)
 
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)
Bertahan di selatan (nugroho sukmanto)
 
Hujan mulai deras, malam! (palti r. tamba)
Hujan mulai deras, malam! (palti r. tamba)Hujan mulai deras, malam! (palti r. tamba)
Hujan mulai deras, malam! (palti r. tamba)
 
Rahasia kumari (agus dermawan t)
Rahasia kumari (agus dermawan t)Rahasia kumari (agus dermawan t)
Rahasia kumari (agus dermawan t)
 
Tuan hillario dan taman magdalena (dwicipta)
Tuan hillario dan taman magdalena (dwicipta)Tuan hillario dan taman magdalena (dwicipta)
Tuan hillario dan taman magdalena (dwicipta)
 
Hujan mulai deras, malam! (palti r. tamba)
Hujan mulai deras, malam! (palti r. tamba)Hujan mulai deras, malam! (palti r. tamba)
Hujan mulai deras, malam! (palti r. tamba)
 
Anak inkubator (yonathan rahardjo)
Anak inkubator (yonathan rahardjo)Anak inkubator (yonathan rahardjo)
Anak inkubator (yonathan rahardjo)
 
Sungai yang tenang (hudan hidayat)
Sungai yang tenang (hudan hidayat)Sungai yang tenang (hudan hidayat)
Sungai yang tenang (hudan hidayat)
 
Ini anak aku, bukan anak kau (hang kafrawi)
Ini anak aku, bukan anak kau (hang kafrawi)Ini anak aku, bukan anak kau (hang kafrawi)
Ini anak aku, bukan anak kau (hang kafrawi)
 
Nana sarea (dina oktaviani)
Nana sarea (dina oktaviani)Nana sarea (dina oktaviani)
Nana sarea (dina oktaviani)
 
Ilusi musim gugur (nugroho sukmanto)
Ilusi musim gugur (nugroho sukmanto)Ilusi musim gugur (nugroho sukmanto)
Ilusi musim gugur (nugroho sukmanto)
 
Gajah di pelupuk mata (sunaryono basuki ks)
Gajah di pelupuk mata (sunaryono basuki ks)Gajah di pelupuk mata (sunaryono basuki ks)
Gajah di pelupuk mata (sunaryono basuki ks)
 
Tanah merah (dwicipta)
Tanah merah (dwicipta)Tanah merah (dwicipta)
Tanah merah (dwicipta)
 

Similar to Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)

Similar to Orang orang berpayung hitam (iyut fitra) (20)

[Ficlet] rain sound
[Ficlet] rain sound[Ficlet] rain sound
[Ficlet] rain sound
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Biarkan Cinta Kami Bersemi
Biarkan Cinta Kami BersemiBiarkan Cinta Kami Bersemi
Biarkan Cinta Kami Bersemi
 
Doa emak untuk asa
Doa emak untuk asaDoa emak untuk asa
Doa emak untuk asa
 
Cerpen -our tale
Cerpen -our taleCerpen -our tale
Cerpen -our tale
 
Novel anak anak langit
Novel anak anak langitNovel anak anak langit
Novel anak anak langit
 
The Unforgetable
The UnforgetableThe Unforgetable
The Unforgetable
 
08. Imaji Musim Gugur
08. Imaji Musim Gugur08. Imaji Musim Gugur
08. Imaji Musim Gugur
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)
 
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
Oh, begitu (sunaryono basuki ks)
 
Para Penanti
Para PenantiPara Penanti
Para Penanti
 
Mutiara hitam kho ping hoo
Mutiara hitam kho ping hooMutiara hitam kho ping hoo
Mutiara hitam kho ping hoo
 
Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)Ibu meninggal (hudan hidayat)
Ibu meninggal (hudan hidayat)
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
 
Garwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docxGarwo Omah Dowo.docx
Garwo Omah Dowo.docx
 
M46314 n6
M46314 n6M46314 n6
M46314 n6
 
Banyuwangi jenggirat tangi
Banyuwangi jenggirat tangiBanyuwangi jenggirat tangi
Banyuwangi jenggirat tangi
 
Teruntuk Ibuk Tercinta
Teruntuk Ibuk TercintaTeruntuk Ibuk Tercinta
Teruntuk Ibuk Tercinta
 

More from Arvinoor Siregar SH MH (20)

Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212
 
Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223
 
Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501
 
Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225
 
Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572
 
Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223
 
Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184
 
Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223
 
Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433
 
Thurgood marshall
Thurgood marshallThurgood marshall
Thurgood marshall
 
The rainbow coalition
The rainbow coalitionThe rainbow coalition
The rainbow coalition
 
The halls of power
The halls of powerThe halls of power
The halls of power
 
The dred scott decision
The dred scott decisionThe dred scott decision
The dred scott decision
 
Slavery
SlaverySlavery
Slavery
 
Rosa parks
Rosa parksRosa parks
Rosa parks
 
Martin luther king's dream
Martin luther king's dreamMartin luther king's dream
Martin luther king's dream
 
Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.
 
Jordon and ali
Jordon and aliJordon and ali
Jordon and ali
 
Jackie robinson
Jackie robinsonJackie robinson
Jackie robinson
 
Harriet tubman
Harriet tubmanHarriet tubman
Harriet tubman
 

Recently uploaded

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................teeka180806
 
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang MaxwinLim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang MaxwinLim4D
 
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang MenangRyu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang MenangRyu4D
 
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024idmpo grup
 
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikMAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikssuser328cb5
 
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah MaxwinBento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah MaxwinBento88slot
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...Neta
 
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdekaSTD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdekachairilhidayat
 
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOTIDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOTNeta
 
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfPEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfachsofyan1
 
Babahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
BabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjfBabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
BabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjfDannahadiantyaflah
 
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandungWa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandungnicksbag
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...Neta
 
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang JackpotWen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang JackpotWen4D
 

Recently uploaded (14)

MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
MONITORING DAN EVALUASI PROGRAM PPI CILOTO oke.pp...............................
 
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang MaxwinLim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
Lim4D Link Daftar Situs Slot Gacor Hari Ini Terpercaya Gampang Maxwin
 
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang MenangRyu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
Ryu4D : Daftar Situs Judi Slot Gacor Terbaik & Slot Gampang Menang
 
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
IDMPO Link Slot Online Terbaru Kamboja 2024
 
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikMAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
 
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah MaxwinBento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
Bento88slot Situs Judi Slot Terbaik & Daftar Slot Gacor Mudah Maxwin
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA & BANYAK BONUS KEMENANGAN DI BAY...
 
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdekaSTD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
STD BAB 6 STATISTIKA kelas x kurikulum merdeka
 
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOTIDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
IDMPO : GAME SLOT SPACEMAN PRAGMATIC PLAY MUDAH JACKPOT
 
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfPEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
 
Babahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
BabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjfBabahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
Babahhsjdkdjdudhhndjdjdfjdjjdjdjfjdjjdjdjdjjf
 
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandungWa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
Wa + 62 82211599998, TERLARIS, souvenir dompet unik bandung
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
 
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang JackpotWen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
Wen4D Situs Judi Slot Gacor Server Thailand Hari Ini Gampang Jackpot
 

Orang orang berpayung hitam (iyut fitra)

  • 1. Media Indonesia Minggu, 03 Juni 2007 Orang-Orang Berpayung Hitam Cerpen: Iyut Fitra SELAIN angin yang bertiup terasa aneh, udara kecut, dan kesepian yang bungkam, hanya terlihat orang-orang berpayung hitam. Wajah mereka muram, menunduk dan gelisah. Sebentar-sebentar mereka mengusap wajah seolah-olah sedang mengusap air mata. Sebentar-sebentar mereka berjalan lagi, bergegas, berputaran di antara tumpukan dan runtuhan. Tak banyak di antara mereka yang bicara selain menikmati udara yang berbau perkabungan. Mereka adalah orang-orang yang datang mencari saudaranya setelah gempa membumiratakan bangunan-bangunan dan nyawa-nyawa di kota kecil itu. Ada yang menggali-gali runtuhan mencari-cari sesuatu, mungkin istri atau anak-anaknya. Ada yang menjerit-jerit histeris di depan sebuah gundukan berbentuk kuburan. Ada yang tersenyum-senyum kecil memperhatikan bekas rumah yang sudah hancur. Dan ada seseorang termangu di depan sebuah ayunan yang berbuai-buai lemah. Ayunan? * * * Suluh menjerit, dan kadang seolah tertawa, ketika ayunan itu kubuai begitu tinggi. Matanya berbinar-binar bercampur cemas. Tangannya berpegangan kuat pada dua tali ayunan. Setelah puas melihat ekspresi Suluh yang memesona itu, aku mulai memperlambat ayunan. Lalu ayunan pun berhenti. Kini giliran Suluh yang membuaikan ayunan. Begitu kami bergantian bermain. Dan terkadang kami naiki ayunan itu berdua. Tiang kayu yang diberi tali untuk menyangkutkan selembar papan berukuran 60 sentimeter kali 30 sentimeter, tidaklah terlalu sempit untuk ukuran bocah seperti kami. Kanak-kanak desa yang sedang riang dan girang. Rumahku dan rumah Suluh bersebelahan. Tetangga. Aku bocah laki-laki, dan Suluh seorang gadis kecil. Setiap pulang sekolah, atau setiap waktu bermain tiba, kami tiba-tiba begitu saja telah berada di bawah ayunan tersebut. Ayunan yang dibuat ayah Suluh dan terletak di halaman rumahnya yang cukup luas dan asri. Ayunan yang sangat mengasyikkan bagi bocah kelas tiga SD seperti kami. Kami tidak pernah berjanji. Tapi entah kenapa, setiap aku ingin bermain ayunan, Suluh seolah-olah sudah menunggu di sana. Selalu begitu. "Kamu kok datangnya telat?" tanya Suluh agak cemberut ketika kulihat ia berusaha membuai ayunan sendiri dengan kesulitan. Kakinya yang tak sampai menggapai-gapai tanah agar bisa mendorong ayunan dan berbuai. "Aku disuruh mama ke warung dulu. Beli kopi buat bapak," jawabku menjelaskan. "Kamu jelek kalau lagi sedih," gurauku menggoda kecemberutannya seraya berdiri di belakang Suluh dan mulai membuai ayunan. Tiang ayunan itu bergoyang-goyang. Talinya berderit-derit. Wajah Suluh yang tadi cemberut tiba-tiba berubah riang. Ceria. Gembira. Ia pun menjerit-jerit bercampur tawa. Melihat paras wajah Suluh yang seperti itu, aku semakin bersemangat pula untuk membuainya. Sampai lelah. Sampai ayunan itu memelan. Dan kami bergantian lagi. Terus. Sampai senja jatuh menimpa.
  • 2. Dan waktu pun berpulun-pulunan tak terasa. Hingga kami kelas enam SD, kami masih tetap bermain. Saling membuaikan ayunan seraya bercerita dan bercanda. "Suluh, sampai kapan kita akan bermain ayunan seperti ini. Bukankah tidak lama lagi kita akan menjadi siswa SMP?" tanyaku sambil menghentikan ayunan. Suluh pun turun. Kami duduk berdampingan di masing-masing tiang ayunan tersebut. Melihat ke luar perkarangan rumah Suluh. Pemandangan pohon-pohon rimbun. Sketsa alam desa di sebuah kota kecil. Ada barisan bukit-bukit dan gunung di ujung tatapan kami. "Sampai kapan saja!" jawab Suluh tegas. Seolah-olah ia sama sekali tidak menginginkan pertanyaanku. Sore itu kota kecil kami terasa cerah. Angin bertiup damai. Burung-burung saling mengejar ranting. Suaranya mempertegas keindahan alam yang betapa menggoda. Itu juga salah satu bagian yang aku dan Suluh suka. "Kamu kok diam?" tanya Suluh tiba-tiba menyentak keheningan. "Kamu sudah bosan ya bermain ayunan?" lanjutnya lagi. Aku hanya menggeleng. Terlalu sulit untuk membiarkan Suluh kecewa. Seperti sangat sulit membayangkan paras Suluh yang ceria, yang selama ini sangat kusukai, tiba-tiba berubah menjadi sedih. Aku tidak ingin kehilangan semua itu. Tidak! "Aku takut menjadi dewasa!" jawabku kemudian seadanya. "Maksud kamu?" Suluh bertanya bingung. "Orang dewasa tidak boleh lagi main ayunan." "Kalau seandainya kita tidak peduli dengan hal itu?" "Kita akan ditertawakan orang-orang." "Lo kok ditertawakan?" Sebelum aku sempat menjawab, ayah dan ibu Suluh sudah berdiri di depan pintu, dan tidak lama kemudian suara mamaku juga terdengar memanggil-manggil. Percakapan kami pun terhenti. Aku harus pulang. Suluh harus pulang. Kami berpisah. Mungkin dalam hati sama-sama berjanji, besok akan bertemu lagi, di ayunan itu, bergantian saling membuaikan. Dan kami menepati janji yang tumbuh dalam hati itu. Kami kembali bermain berdua, bertemu di ayunan, saling membuaikan, bercerita, menjelang hari senja. Adakah ayunan memang sebuah permainan yang mengasyikkan atau pertemuan-pertemuanlah yang kini menjadi kebutuhan bagi kami? Ya, kebutuhanlah yang menuntut kami sampai ke bangku SMP. Meski kami tidak sesering dulu lagi bertemu di ayunan itu, ada waktu-waktu tertentu yang kami sepakati untuk bisa bersama. Kadang kami tetap bermain ayunan. Kadang hanya sekedar bercerita. "Bapak menyuruhku sekolah di Jakarta. Tinggal bersama tante, adik bapak yang paling kecil," ucapku perlahan. Kuperhatikan wajah Suluh yang beranjak remaja. Sebuah garis kecantikan yang mulai tumbuh. Meresap. Pelan-pelan seolah memancarkan cahaya yang tak mampu kuberi makna. Tapi mendengar ucapanku, tiba-tiba cahaya itu seakan memudar seketika. Mendadak murung. Apakah ucapanku tadi yang sudah merampasnya? "Kamu mau meninggalkanku?" Suluh bertanya setengah bergumam. Ada lenguh giris dari
  • 3. nada suaranya. Dan tatapannya tiba-tiba seakan menghujamku. "Ini kehendak bapak," jawabku berusaha mengelak. "Tapi kamu setuju kan?" balas Suluh terus mendesak. Aku tak bisa menjawab. Satu sisi aku tidak ingin berpisah dengan Suluh. Di sisi yang lain bapak menggambarkan tentang masa depan yang indah buatku bila bersekolah di Jakarta. Sebuah persimpangan yang rawan. Pilihan atas dua yang sama menggoda. Aku ada di antaranya. Berdiam bagai sebuah tonggak rapuh yang tak sanggup berbuat apa-apa. Rapuh karena usiaku yang belum matang untuk menentukan pilihan. "Mungkin itu yang dulu pernah kamu katakan, kamu takut menjadi dewasa. Dan sekarang saat itu telah tiba," ucap Suluh dalam suara yang bergetar, barangkali karena rasa haru yang coba ditahannya. ?Aku tidak mungkin menghalangi kepergianmu. Tidak mungkin! Hanya aku berharap, suatu saat nanti kita akan kembali bertemu di ayunan ini. Bertemu lagi. Tapi tak perlu berjanji!? lanjut Suluh mengulang-ulang kalimatnya. Lalu Suluh berlari meninggalkanku. Masuk ke rumahnya. Dan aku sempat melihat air matanya menetes. Kutatap ayunan kayu itu. Dua tiang yang selalu menyatukan kami. Selembar papan tempat kami membagi kegembiraan. Diam-diam ada catatan panjang tentang kehidupan kami yang telah disimpannya. Masa kanak-kanak. Sebuah masa di mana hidup terasa sangat indah. Kami menabur keindahan tersebut di atas ayunan. Kini aku sendiri di depan ayunan itu. Dan Suluh telah berlari ke dalam rumah sambil menangis. Tapi aku harus pergi. Karena kata bapak hidup perlu masa depan. * * * Gegas Jakarta ternyata tak membuatku lupa pada Suluh begitu saja. Demikian juga kesibukanku sebagai seorang siswa SMA yang kemudian kuliah di fakultas teknik. Tak ada yang mampu menahan. Kami tetap menjalin komunikasi. Bahkan terasa makin dekat, akrab, dalam rindu yang coba melawan jarak di depan kami. Seperti di atas ayunan dulu, kami bergantian untuk memulai komunikasi. Bila Suluh tak meneleponku, akulah yang mengambil inisiatif untuk memulai. Kami masih saja seolah-olah terus digerakkan sesuatu yang tak pernah kami janjikan. Itu berlangsung selama tujuh tahun. Dalam tujuh tahun tersebut hanya dua kali aku pulang berlibur. Menuntaskan sesuatu yang tiba-tiba tak kumengerti. Berdegup. Mengguncang dadaku di saat-saat sendiri. Dan semua itu kuungkapkan pada Suluh. Lepas sejujurnya. "Mungkin yang kurasa lebih kuat daripada apa yang kamu rasa," kata Suluh di sebuah taman kota tempat kami bertemu menanggapi apa yang kuungkapkan. "Hanya saja, entah kenapa, aku begitu yakin bahwa kita akan kembali bertemu di ayunan itu. Kita memang tak pernah berjanji. Tapi siapakah di antara kita yang mampu mendustai diri?" Suluh sudah menjadi gadis yang sempurna kini. Cahaya yang dulu menggetarkan di parasnya semakin menguat dan seakan-akan menyedotku untuk tidak pernah berpisah lagi dengannya. Rambut panjangnya. Bibir rekahnya. Mata bulatnya. Dan alisnya. Ah, Suluh. Aku akan pulang menjemputmu bila waktunya tiba. "Ketika berangkat dulu, aku belum tahu apa makna pilihan. Kini waktu membuatku mengerti. Suluh, bersediakah kamu kupilih menjadi teman hidupku?"
  • 4. Suluh tertunduk. "Tahun ini kuliahku selesai. Sebuah perusahaan telah memberikan gambaran untuk menampungku bekerja di sana. Aku akan segera menjemputmu, Suluh. Kita menikah. Tinggal di Jakarta. Di halaman rumah akan kita buat sebuah ayunan tempat bermain setiap senja. Kamu bersedia, Suluh?" Suluh mengangguk. * * * Selain angin yang bertiup terasa aneh, udara kecut, dan kesepian yang bungkam, hanya terlihat orang-orang berpayung hitam. Wajah mereka muram, menunduk dan gelisah. Sebentar-sebentar mereka mengusap wajah seolah-olah sedang mengusap air mata. Sebentar-sebentar mereka berjalan lagi, bergegas, berputaran di antara tumpukan dan runtuhan. Tak banyak di antara mereka yang bicara selain menikmati udara yang berbau perkabungan. Mereka adalah orang-orang yang datang mencari saudaranya setelah gempa membumiratakan bangunan-bangunan dan nyawa-nyawa di kota kecil itu. Ada yang menggali-gali runtuhan mencari-cari sesuatu, mungkin istri atau anak-anaknya. Ada yang menjerit-jerit histeris di depan sebuah gundukan berbentuk kuburan. Ada yang tersenyum-senyum kecil memperhatikan bekas rumah yang sudah hancur. Dan ada seseorang termangu di depan sebuah ayunan yang berbuai-buai lemah. "Di mana kamu , Suluh?" gumamnya, lalu membaur bersama orang-orang berpayung hitam yang terus saja mengitari runtuhan demi runtuhan di desa itu.*** Payakumbuh, Maret 2007