SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Batam Pos 
Minggu, 15 April 2007 
Sepasang Mata yang Menyimpan Duka 
Cerpen: Noer Mursidi 
AKU tidak ingin tenggelam dalam linang air matamu. Sepasang mata yang setiap kali 
kutatap lekat-lekat, selalu kutemukan peta kesedihan yang mirip dasar sebuah sumur 
yang keruh. Ada genangan lumpur, bongkahan karang dan sorot matamu yang tajam 
menatap itu, ah seperti mengundangku untuk basah kuyup diguyur hujan. 
Di luar, hujan memang turun dengan deras. Aku sungguh tak tega meninggalkanmu 
sendirian di sebuah rumah yang asing, karena aku (kamu juga tujuh teman yang lain) baru 
memasuki kampung itu seminggu lalu untuk sebuah penelitian. Petir menjerit. Aku pun 
mendekapmu. Demi air matamu yang mulai menitik. 
Setelah hujan reda, aku sadar jika aku ini sungguh picik sebagai lelaki yang masih ingat 
akan dosa. Aku melepas dekapan, hangat tubuhmu sirna bersama tatapan matamu yang 
tajam. Aku tahu, kau tak rela ketika aku akan meninggalkanmu malam itu. Matamu terlihat 
pedih. Dan aku berdiri melangkah menuju pintu. Tetapi sebelum itu masih sempat kulihat 
matamu basah oleh air mata. Kutatap matamu, lagi-lagi kulihat ada gelap malam dan 
gelombang laut yang tak bertepi. 
"Tidurlah di sini, setidaknya untuk semalam!" 
"Tidak! Aku harus pergi. Orang sepertiku adalah pengembara yang tak punya tempat 
singgah". 
"Ini tempat singgahmu! Aku nanti akan bercerita padamu tentang malam, bintang 
gemintang dan bulan purnama sebelum kau menemukan tidur yang nyenyak." 
Aku diam, tak menjawab juga tak mengangguk. Aku pergi, seperti angin, hilang dalam 
gelap malam. Aku tak mau menoleh, tetapi cerita dan tatapan matamu yang sedih 
sungguh merajut malamku ketika perjalananku menempuh gunung di sebelah barat 
kampung yang kamu huni itu masih belum aku taklukkan. Ah, entah kapan, aku bisa jadi 
lelaki dewasa yang bisa memberi air untuk dahagamu. Kabut masih bertebaran bak 
selimut putih yang membuatku sejenak berteduh, dan lagi-lagi sepasang matamu yang 
terlihat pedih itu masih menghantui perjalananku. 
Aku akhirnya kembali padamu saat fajar merekah. 
*** 
AKU adalah lelaki terluka. Hanya ada dua pilihan tatkala aku beranjak dewasa; jadi 
pembunuh atau penolong. Ah, dua pilihan itu, kurasa tidak ada yang baik. Pernah aku jadi 
penolong untuk sebuah pertarungan dalam perjalananku melintas tepian hutan. Aku 
berjumpa dengan sekelompok lelaki bengis yang hendak memperkosa seorang gadis. 
Namun, ujung-ujungnya aku pun menjadi seorang pembunuh. 
Masih kuingat peristiwa itu. Senja jatuh dari sela-sela pohon jati, kudengar sebuah jeritan. 
Aku tahu, itu jeritan perempuan terluka. Lalu, kuhentikan langkah kakiku. Kusibak 
dedaunan dan tepat saat mataku melihat sekelompok lelaki buas disanjung degup berahi, 
dengan lantang aku berteriak...
Sontak, mereka ‘lima orang’ terkejut, melihatku. Aku tantang mereka bertarung. Dengan 
nada mengejek kulontarkan tantangan, "Jangan hanya berani kepada seorang gadis kalau 
hanya ingin sekadar selangkangan!" 
"Kau tak usah ikut campur, lelaki ingusan!" 
"Hadapi aku atau kalian sama sekali tak akan mendapatkan apa yang kalian inginkan." 
Mereka mengeroyokku. Tetapi bukan aku, jika hanya menghadapi lima orang sekaligus, 
mati sekarat. Aku, terus terang saja adalah lelaki sakti yang hanya mati oleh tangisan 
perempuan. Jujur, itu kelemahanku. Untuk itu, aku hanya mengibaskan sebilah pedang ke 
udara, dalam sekejap mata, mereka sudah bergelimpangan di tanah, tak bernyawa. 
Ujung pedangku meneteskan darah, menyiratkan sedih. Aku tahu gadis yang aku 
selamatkan itu melihatku dengan takjup. Matanya terkagum-kagum, juga menyiratkan rasa 
takut. Tapi saat mataku menemukan sayatan luka di tubuhnya, tiba-tiba aku ditimpali 
birahi. 
"Kamu sudah aman, pulanglah!" 
"Aku tak ingin pulang, aku ingin bersamamu." 
"Aku pengelana, nanti kau menemui banyak derita." 
"Tak apa! Aku sudah terbiasa menderita..." 
Aku pun mengembara bersamanya melewati laut, gunung, samudra dan sungai. Tetapi, 
ketika suatu hari ia ditimpa sakit panas dan terpaksa harus kutinggal di sebuah kampung 
di tepian pantai dan aku terpaksa melanjutkan kembara, betapa terkejutnya diriku setelah 
tiga bulan menemuinya. Ia hamil. Demi langit dan bumi, aku tak pernah merabanya, 
apalagi menyetubuhinya. Jelas, dalam kandungan itu bukan anakku. 
Tak perlu alasan untuk ajalnya, saat malam tiba, aku membunuhnya. Terus terang, demi 
luka di hatiku sebab ada goresan yang tak mungkin bisa diobati sampai kapan pun. 
Kenanganku bersamanya hanya menjadikan hidupku sia-sia jika aku tidak membunuh 
sesamanya. Dan, sejak itu aku jadi seorang pembunuh. Jika tak salah hitunganku, sudah 
98 gadis yang kubunuh semata-mata karena aku tak ingin peristiwa tragis itu menyanyat 
hatiku. 
Hingga pengembaraanku demi sebuah kematian, aku berjumpa denganmu di sebuah 
kampung terpencil. Lewat suatu perkenalan yang tak istimewa untuk sebuah 
persabahatan, apalagi saat pertama kali kau menatapku, sepasang matamu sudah 
menghukumku. Dan akupun berikrar dalam hati; sejak saat itu aku berencana akan 
membunuhmu. 
Tetapi setiap kali aku mau membunuhmu, entah kenapa sepasang matamu selalu 
mencegahku. Aku, akhirnya menunggu saat yang tepat untuk membunuhmu. Sepasang 
bola matamu itu akan kutunggu sampai tak membuatku basah kuyup sehingga aku bisa 
leluasa membunuhmu, sebagai mangsaku yang ke 99 dari perempuan yang pernah aku 
kenal dengan baik. 
*** 
SUNGGUH, aku tidak ingin tenggelam dalam linang air matamu. Sudah cukup, aku 
terganggu dengan bayangan bola matamu yang keruh setiap kali kita habis 
bercengkrama. Aku selalu tidak betah menatapmu sekadar membaca kesedihan yang 
tertampung di matamu. Selalu kutemukan masa lalu yang sudah kukubur dalam rajutan
waktu. Jika kemudian malam-malamku mirip malam-malammu yang tanpa gemintang, aku 
hanya bisa tertegun dan termangu, gematar saat aku harus mendengar kisah sedihmu. 
Aku tidak ingin mengenalmu lebih jauh. Untuk itu, aku memilih pergi untuk sementara 
waktu. Tetapi, karena aku tahu tanggung jawabku sebagai anggota kelompok yang punya 
kewajiban memberi penyuluhan kepada warga kampung, aku pun kembali padamu. Aku 
harus kembali ke kampung itu untuk menemuimu dan bekerja membangun jembatan, 
membuat batu bata, membuat kolam lele dan mencakul di ladang. Meski ada juga tugas 
yang menurutku sungguh munafik untuk aku lakukan, memberi ceramah sehabis shalat 
maghrib. 
Demi tugas itu, aku terus kembali ke kampung itu dan menemuimu. Juga mendengar 
ceritamu dan akhirnya mendakapmu ketika hujan turun lebat dan air matamu mulai 
menetes di pipi. Jelas sekali, kulihat gemuruh di sudut matamu yang tak akan mampu 
kauhapuskan. Lentik bulu tipis di atas matamu itu bak rerumputan kering dan di kelopak 
matamu yang bulat itu adalah cermin yang mengabariku akan sebuah petaka. 
Petaka itulah yang membuatku selalu pergi ketika malam telah merajut gelap langit, dan 
aku kembali begitu fajar menyingsing. Lalu, saat mentari bersinar dari pohon-pohon jati di 
sebelah timur, aku mulai bekerja setelah meneguk secangkir teh manis buatanmu. 
Sungguh aneh, lambat laut aku justru kasihan padamu. Perhatian yang kutumpahkan 
padamu setiap kali aku ke kampung itu, bisa berwujud aku bawakan oleh-oleh untukmu. 
Meski aku pengembara yang tak terikat apapun tapi aku sungguh sulit meninggalkanmu 
begitu saja saat ceritamu semakin seru. Kisah yang selalu membuatku seperti anak kecil 
yang haus kasih sayang dan aku membayangkan semua itu seperti masa kecilku, pada 
saat-saat ibuku bercerita untuk menghantarkanku tidur. 
Entah kenapa, aku akhirnya terbius ceritamu. Kau mungkin pencerita ulung yang 
membuatku terkesima. Setidak-tidaknya, kamu selalu membuatku kembali, meski dalam 
perjalanan, aku dirundung capek. Tapi ada semacam kerinduan, meski aku harus dihajar 
derai tangismu ‘dari sorot matamu yang sedih itu’ setelah aku bertemu denganmu kembali. 
*** 
KAMU itu adalah perempuan terluka, yang kebetulan aku kenal. Setidaknya, itulah 
penilaianku tentangmu. Entah kenapa saat angin malam berhembus dan aku haus darah 
ingin membunuh perempuan yang sudah kukenal, kau justru memulai sebuah cerita. Aku 
hanyut dalam linang air matamu. Sepasang mata yang setiap kali aku tatap lekat-lekat, 
selalu mencegahku untuk membunuh. Karena itu, aku selalu urung membunuhmu. 
Terus terang, aku kasihan padamu. Sorot matamu yang sedih itu, membuatku menunggu 
saat yang tepat. Sudah banyak perempuan yang kubunuh. Tetapi aku tidak bisa berbuat 
seperti itu padamu. Aku seperti mati di pelukanmu dan selalu lupa akan niatku; kalau sejak 
awal aku akan membunuhmu. 
Kurasa, dua bulan hidup bersamamu di sebuah kampung terpencil bersama tujuh teman, 
sudah cukup membuatku dewasa sebagai lelaki. Ceritamu telah menghantarkanku punya 
perhatian pada setiap perempuan dan kau juga telah mengajariku bagaimana cara 
bercinta yang dahsyat. 
Tetapi, aku adalah pengembara yang harus pergi dan tak terikat pada apa pun, tak 
terkecuali padamu. Untuk itu, saat tugasku selesai, kutinggalkan kampung itu untuk 
selamanya, aku pun berpisah denganmu setelah bercinta di bawah bulan purnama. Lalu, 
aku pergi jauh. Tak jadi membunuhmu. Itu sepenuhnya, karena aku banyak berhutang 
padamu, ceritamu dan sorot matamu yang sepenuhnya sorot mataku sendiri sepuluh 
tahun yang lalu.
*** 
TETAPI selang satu tahun sejak berpisah itu, kami bertemu kembali di sebuah pelabuhan. 
Aku tatap matamu, kamu masih terus menceracau dengan cerita sedihmu seperti dahulu. 
Akan tetapi, aku sudah tidak lagi menemukan sorot matamu yang kelabu. Sudah tak ada 
batu karang, lumpur dan keruh sebuah dasar sumur yang membuatku sedih. Kau tampak 
sudah berubah. 
Ketika kapalmu akan berlayar dan kita akan berpisah, sekelebat camar menyibak duka; 
kamu bercerita sudah memiliki kekasih dan sebulan lagi mau melangsungkan pernikahan. 
Betapa terkejutnya aku. Di sudut mataku, keruh dengan kabar itu. Aku kecewa. Hampa. 
Kosong, tapi sepenuhnya tak basah kuyup oleh dukaku sendiri seperti sepuluh tahun yang 
lalu. 
Rasanya, aku Ingin membunuhmu. Setidaknya, karena kamu telah mengobarkan obor 
duka di mataku. Sepasang mataku tiba-tiba sedih akibat rencana pernikahanmu yang 
akan membuatku terlunta. Tapi entah kenapa, aku lagi-lagi tak tega menyibakkan 
pedangku di lehermu. Aku rasa, mungkin karena kamu telah membekaliku pelajaran 
bercinta, menebar simpati pada perempuan dan membuatku sebagai lelaki kembali secara 
psikologis akibat ceritamu yang tidak kusadari telah menjadi obat lukaku yang pernah aku 
kira tak ada obatnya. 
Ketika kapal berlayar meninggalkan pelabuhan membawamu ke seberang pulau, aku 
menatap layar yang mengembang diterpa angin. Kapal semakin menjauh, dan aku tahu 
kalau mataku mulai nanar oleh air mata. Juga aku tahu, ternyata sepasang mataku 
menatap kepergianmu dengan sedih.***

More Related Content

What's hot (17)

Penyair muda, istri muda (leo kelana)
Penyair muda, istri muda (leo kelana)Penyair muda, istri muda (leo kelana)
Penyair muda, istri muda (leo kelana)
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan1000 puisi kehidupan
1000 puisi kehidupan
 
Doa emak untuk asa
Doa emak untuk asaDoa emak untuk asa
Doa emak untuk asa
 
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
Seorang ibu menunggu (an. ismanto)
 
Cerpe
CerpeCerpe
Cerpe
 
Koleksi puisi
Koleksi puisiKoleksi puisi
Koleksi puisi
 
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanitaKumpulan 30 puisi tentang wanita
Kumpulan 30 puisi tentang wanita
 
Puisi
PuisiPuisi
Puisi
 
Cintadalamgelas
CintadalamgelasCintadalamgelas
Cintadalamgelas
 
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruKumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
 
doa dan puisi
doa dan puisidoa dan puisi
doa dan puisi
 
Lirik lagu
Lirik laguLirik lagu
Lirik lagu
 
Puisi guru
Puisi guruPuisi guru
Puisi guru
 
Enam prajurit ciliwung
Enam prajurit ciliwungEnam prajurit ciliwung
Enam prajurit ciliwung
 
Puisi tanpa judul
Puisi tanpa judulPuisi tanpa judul
Puisi tanpa judul
 
08. Imaji Musim Gugur
08. Imaji Musim Gugur08. Imaji Musim Gugur
08. Imaji Musim Gugur
 

Viewers also liked (11)

Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)Anggang dari laut (pinto anugrah)
Anggang dari laut (pinto anugrah)
 
Hujan februari (tary)
Hujan februari (tary)Hujan februari (tary)
Hujan februari (tary)
 
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)
Aryati (dodiek adyttya dwiwanto)
 
Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)
 
Ibu tahu rahasiaku (puthut ea)
Ibu tahu rahasiaku (puthut ea)Ibu tahu rahasiaku (puthut ea)
Ibu tahu rahasiaku (puthut ea)
 
Perut (yanusa nugroho)
Perut (yanusa nugroho)Perut (yanusa nugroho)
Perut (yanusa nugroho)
 
Pasangan muda (ni komang ariani)
Pasangan muda (ni komang ariani)Pasangan muda (ni komang ariani)
Pasangan muda (ni komang ariani)
 
Badai bunga (triyanto triwikromo)
Badai bunga (triyanto triwikromo)Badai bunga (triyanto triwikromo)
Badai bunga (triyanto triwikromo)
 
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)
Dongeng untuk anjeli (willy hangguman)
 
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
Perempuan dan puisi tuhan (restoe prawironegoro ibrahim)
 
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)Perempuan petelur (iggoy el fitra)
Perempuan petelur (iggoy el fitra)
 

Similar to Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)

KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFAKUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFANurul Shufa
 
Tenggelamnya kapal van der wijck
Tenggelamnya kapal van der wijckTenggelamnya kapal van der wijck
Tenggelamnya kapal van der wijckHisyam Fayrus
 
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)Arvinoor Siregar SH MH
 
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)arvin2014
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)arvin2014
 
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanAku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanRicky L
 
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruKumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruAbrar Farisi
 
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)Andri Goodwood
 

Similar to Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi) (20)

bung!
bung!bung!
bung!
 
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFAKUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
KUMPULAN PUISI - NURUL FAELA SHUFA
 
Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)
 
Tenggelamnya kapal van der wijck
Tenggelamnya kapal van der wijckTenggelamnya kapal van der wijck
Tenggelamnya kapal van der wijck
 
Bertujuh
BertujuhBertujuh
Bertujuh
 
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
 
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
Bohonglah sekali lagi (yustine pravitasmara dewi)
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataanAku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
Aku ingin meraih kembali cintamu menjadi kenyataan
 
Biarkan Cinta Kami Bersemi
Biarkan Cinta Kami BersemiBiarkan Cinta Kami Bersemi
Biarkan Cinta Kami Bersemi
 
Black angel
Black angelBlack angel
Black angel
 
Chairil anwar
Chairil anwarChairil anwar
Chairil anwar
 
Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)Dermaga (lan fang)
Dermaga (lan fang)
 
Kata kata gombal
Kata kata gombalKata kata gombal
Kata kata gombal
 
Tentang aku
Tentang akuTentang aku
Tentang aku
 
Penyair muda, istri muda (leo kelana)
Penyair muda, istri muda (leo kelana)Penyair muda, istri muda (leo kelana)
Penyair muda, istri muda (leo kelana)
 
Document
DocumentDocument
Document
 
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaruKumpulan puisi perpisahan terbaru
Kumpulan puisi perpisahan terbaru
 
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
Di kampung, tak ada kunang kunang (indrian koto)
 

More from Arvinoor Siregar SH MH (20)

Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212
 
Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223
 
Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501
 
Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225
 
Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572
 
Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223
 
Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184
 
Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223
 
Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433
 
Thurgood marshall
Thurgood marshallThurgood marshall
Thurgood marshall
 
The rainbow coalition
The rainbow coalitionThe rainbow coalition
The rainbow coalition
 
The halls of power
The halls of powerThe halls of power
The halls of power
 
The dred scott decision
The dred scott decisionThe dred scott decision
The dred scott decision
 
Slavery
SlaverySlavery
Slavery
 
Rosa parks
Rosa parksRosa parks
Rosa parks
 
Martin luther king's dream
Martin luther king's dreamMartin luther king's dream
Martin luther king's dream
 
Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.
 
Jordon and ali
Jordon and aliJordon and ali
Jordon and ali
 
Jackie robinson
Jackie robinsonJackie robinson
Jackie robinson
 
Harriet tubman
Harriet tubmanHarriet tubman
Harriet tubman
 

Recently uploaded

IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTIDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTNeta
 
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari IniSizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari IniSizi99
 
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikMAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikssuser328cb5
 
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari IniJasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari IniJasatoto99
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...Neta
 
Musik Tradisi FLS2N dan Seni Siswa Nasional 2024
Musik Tradisi FLS2N dan Seni Siswa Nasional 2024Musik Tradisi FLS2N dan Seni Siswa Nasional 2024
Musik Tradisi FLS2N dan Seni Siswa Nasional 2024ADYSULISTIYO2
 
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot
 
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfPEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfachsofyan1
 
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99
 

Recently uploaded (9)

IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOTIDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
IDMPO : SITUS GAME SLOT GACOR & BONUS SLOT 100%, JACKPOT
 
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari IniSizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
Sizi99 : Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya & Slot Terbaik Hari Ini
 
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolikMAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
MAKALAH agama.11docx.docx. ppt agama katolik
 
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari IniJasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
Jasatoto99 : Daftar Situs Slot Gacor Maxwin & Situs Slot Terbaru Hari Ini
 
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
IDMPO : SITUS TARUHAN BOLA ONLINE TERPERCAYA, KEMENANGAN DI BAYAR LUNAS Arnet...
 
Musik Tradisi FLS2N dan Seni Siswa Nasional 2024
Musik Tradisi FLS2N dan Seni Siswa Nasional 2024Musik Tradisi FLS2N dan Seni Siswa Nasional 2024
Musik Tradisi FLS2N dan Seni Siswa Nasional 2024
 
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang MaxwinBento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
Bento88slot : Situs Judi Slot Online Gacor Hari Ini Viral Gampang Maxwin
 
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdfPEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
PEDOMAN PENYELENGGARAAN BEASISWA LPPD JATIM - 2024.pdf
 
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang MaxwinSakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
Sakai99 : Daftar Situs Judi Slot Online Gacor Terpercaya Gampang Maxwin
 

Sepasang mata yang menyimpan duka (noer mursidi)

  • 1. Batam Pos Minggu, 15 April 2007 Sepasang Mata yang Menyimpan Duka Cerpen: Noer Mursidi AKU tidak ingin tenggelam dalam linang air matamu. Sepasang mata yang setiap kali kutatap lekat-lekat, selalu kutemukan peta kesedihan yang mirip dasar sebuah sumur yang keruh. Ada genangan lumpur, bongkahan karang dan sorot matamu yang tajam menatap itu, ah seperti mengundangku untuk basah kuyup diguyur hujan. Di luar, hujan memang turun dengan deras. Aku sungguh tak tega meninggalkanmu sendirian di sebuah rumah yang asing, karena aku (kamu juga tujuh teman yang lain) baru memasuki kampung itu seminggu lalu untuk sebuah penelitian. Petir menjerit. Aku pun mendekapmu. Demi air matamu yang mulai menitik. Setelah hujan reda, aku sadar jika aku ini sungguh picik sebagai lelaki yang masih ingat akan dosa. Aku melepas dekapan, hangat tubuhmu sirna bersama tatapan matamu yang tajam. Aku tahu, kau tak rela ketika aku akan meninggalkanmu malam itu. Matamu terlihat pedih. Dan aku berdiri melangkah menuju pintu. Tetapi sebelum itu masih sempat kulihat matamu basah oleh air mata. Kutatap matamu, lagi-lagi kulihat ada gelap malam dan gelombang laut yang tak bertepi. "Tidurlah di sini, setidaknya untuk semalam!" "Tidak! Aku harus pergi. Orang sepertiku adalah pengembara yang tak punya tempat singgah". "Ini tempat singgahmu! Aku nanti akan bercerita padamu tentang malam, bintang gemintang dan bulan purnama sebelum kau menemukan tidur yang nyenyak." Aku diam, tak menjawab juga tak mengangguk. Aku pergi, seperti angin, hilang dalam gelap malam. Aku tak mau menoleh, tetapi cerita dan tatapan matamu yang sedih sungguh merajut malamku ketika perjalananku menempuh gunung di sebelah barat kampung yang kamu huni itu masih belum aku taklukkan. Ah, entah kapan, aku bisa jadi lelaki dewasa yang bisa memberi air untuk dahagamu. Kabut masih bertebaran bak selimut putih yang membuatku sejenak berteduh, dan lagi-lagi sepasang matamu yang terlihat pedih itu masih menghantui perjalananku. Aku akhirnya kembali padamu saat fajar merekah. *** AKU adalah lelaki terluka. Hanya ada dua pilihan tatkala aku beranjak dewasa; jadi pembunuh atau penolong. Ah, dua pilihan itu, kurasa tidak ada yang baik. Pernah aku jadi penolong untuk sebuah pertarungan dalam perjalananku melintas tepian hutan. Aku berjumpa dengan sekelompok lelaki bengis yang hendak memperkosa seorang gadis. Namun, ujung-ujungnya aku pun menjadi seorang pembunuh. Masih kuingat peristiwa itu. Senja jatuh dari sela-sela pohon jati, kudengar sebuah jeritan. Aku tahu, itu jeritan perempuan terluka. Lalu, kuhentikan langkah kakiku. Kusibak dedaunan dan tepat saat mataku melihat sekelompok lelaki buas disanjung degup berahi, dengan lantang aku berteriak...
  • 2. Sontak, mereka ‘lima orang’ terkejut, melihatku. Aku tantang mereka bertarung. Dengan nada mengejek kulontarkan tantangan, "Jangan hanya berani kepada seorang gadis kalau hanya ingin sekadar selangkangan!" "Kau tak usah ikut campur, lelaki ingusan!" "Hadapi aku atau kalian sama sekali tak akan mendapatkan apa yang kalian inginkan." Mereka mengeroyokku. Tetapi bukan aku, jika hanya menghadapi lima orang sekaligus, mati sekarat. Aku, terus terang saja adalah lelaki sakti yang hanya mati oleh tangisan perempuan. Jujur, itu kelemahanku. Untuk itu, aku hanya mengibaskan sebilah pedang ke udara, dalam sekejap mata, mereka sudah bergelimpangan di tanah, tak bernyawa. Ujung pedangku meneteskan darah, menyiratkan sedih. Aku tahu gadis yang aku selamatkan itu melihatku dengan takjup. Matanya terkagum-kagum, juga menyiratkan rasa takut. Tapi saat mataku menemukan sayatan luka di tubuhnya, tiba-tiba aku ditimpali birahi. "Kamu sudah aman, pulanglah!" "Aku tak ingin pulang, aku ingin bersamamu." "Aku pengelana, nanti kau menemui banyak derita." "Tak apa! Aku sudah terbiasa menderita..." Aku pun mengembara bersamanya melewati laut, gunung, samudra dan sungai. Tetapi, ketika suatu hari ia ditimpa sakit panas dan terpaksa harus kutinggal di sebuah kampung di tepian pantai dan aku terpaksa melanjutkan kembara, betapa terkejutnya diriku setelah tiga bulan menemuinya. Ia hamil. Demi langit dan bumi, aku tak pernah merabanya, apalagi menyetubuhinya. Jelas, dalam kandungan itu bukan anakku. Tak perlu alasan untuk ajalnya, saat malam tiba, aku membunuhnya. Terus terang, demi luka di hatiku sebab ada goresan yang tak mungkin bisa diobati sampai kapan pun. Kenanganku bersamanya hanya menjadikan hidupku sia-sia jika aku tidak membunuh sesamanya. Dan, sejak itu aku jadi seorang pembunuh. Jika tak salah hitunganku, sudah 98 gadis yang kubunuh semata-mata karena aku tak ingin peristiwa tragis itu menyanyat hatiku. Hingga pengembaraanku demi sebuah kematian, aku berjumpa denganmu di sebuah kampung terpencil. Lewat suatu perkenalan yang tak istimewa untuk sebuah persabahatan, apalagi saat pertama kali kau menatapku, sepasang matamu sudah menghukumku. Dan akupun berikrar dalam hati; sejak saat itu aku berencana akan membunuhmu. Tetapi setiap kali aku mau membunuhmu, entah kenapa sepasang matamu selalu mencegahku. Aku, akhirnya menunggu saat yang tepat untuk membunuhmu. Sepasang bola matamu itu akan kutunggu sampai tak membuatku basah kuyup sehingga aku bisa leluasa membunuhmu, sebagai mangsaku yang ke 99 dari perempuan yang pernah aku kenal dengan baik. *** SUNGGUH, aku tidak ingin tenggelam dalam linang air matamu. Sudah cukup, aku terganggu dengan bayangan bola matamu yang keruh setiap kali kita habis bercengkrama. Aku selalu tidak betah menatapmu sekadar membaca kesedihan yang tertampung di matamu. Selalu kutemukan masa lalu yang sudah kukubur dalam rajutan
  • 3. waktu. Jika kemudian malam-malamku mirip malam-malammu yang tanpa gemintang, aku hanya bisa tertegun dan termangu, gematar saat aku harus mendengar kisah sedihmu. Aku tidak ingin mengenalmu lebih jauh. Untuk itu, aku memilih pergi untuk sementara waktu. Tetapi, karena aku tahu tanggung jawabku sebagai anggota kelompok yang punya kewajiban memberi penyuluhan kepada warga kampung, aku pun kembali padamu. Aku harus kembali ke kampung itu untuk menemuimu dan bekerja membangun jembatan, membuat batu bata, membuat kolam lele dan mencakul di ladang. Meski ada juga tugas yang menurutku sungguh munafik untuk aku lakukan, memberi ceramah sehabis shalat maghrib. Demi tugas itu, aku terus kembali ke kampung itu dan menemuimu. Juga mendengar ceritamu dan akhirnya mendakapmu ketika hujan turun lebat dan air matamu mulai menetes di pipi. Jelas sekali, kulihat gemuruh di sudut matamu yang tak akan mampu kauhapuskan. Lentik bulu tipis di atas matamu itu bak rerumputan kering dan di kelopak matamu yang bulat itu adalah cermin yang mengabariku akan sebuah petaka. Petaka itulah yang membuatku selalu pergi ketika malam telah merajut gelap langit, dan aku kembali begitu fajar menyingsing. Lalu, saat mentari bersinar dari pohon-pohon jati di sebelah timur, aku mulai bekerja setelah meneguk secangkir teh manis buatanmu. Sungguh aneh, lambat laut aku justru kasihan padamu. Perhatian yang kutumpahkan padamu setiap kali aku ke kampung itu, bisa berwujud aku bawakan oleh-oleh untukmu. Meski aku pengembara yang tak terikat apapun tapi aku sungguh sulit meninggalkanmu begitu saja saat ceritamu semakin seru. Kisah yang selalu membuatku seperti anak kecil yang haus kasih sayang dan aku membayangkan semua itu seperti masa kecilku, pada saat-saat ibuku bercerita untuk menghantarkanku tidur. Entah kenapa, aku akhirnya terbius ceritamu. Kau mungkin pencerita ulung yang membuatku terkesima. Setidak-tidaknya, kamu selalu membuatku kembali, meski dalam perjalanan, aku dirundung capek. Tapi ada semacam kerinduan, meski aku harus dihajar derai tangismu ‘dari sorot matamu yang sedih itu’ setelah aku bertemu denganmu kembali. *** KAMU itu adalah perempuan terluka, yang kebetulan aku kenal. Setidaknya, itulah penilaianku tentangmu. Entah kenapa saat angin malam berhembus dan aku haus darah ingin membunuh perempuan yang sudah kukenal, kau justru memulai sebuah cerita. Aku hanyut dalam linang air matamu. Sepasang mata yang setiap kali aku tatap lekat-lekat, selalu mencegahku untuk membunuh. Karena itu, aku selalu urung membunuhmu. Terus terang, aku kasihan padamu. Sorot matamu yang sedih itu, membuatku menunggu saat yang tepat. Sudah banyak perempuan yang kubunuh. Tetapi aku tidak bisa berbuat seperti itu padamu. Aku seperti mati di pelukanmu dan selalu lupa akan niatku; kalau sejak awal aku akan membunuhmu. Kurasa, dua bulan hidup bersamamu di sebuah kampung terpencil bersama tujuh teman, sudah cukup membuatku dewasa sebagai lelaki. Ceritamu telah menghantarkanku punya perhatian pada setiap perempuan dan kau juga telah mengajariku bagaimana cara bercinta yang dahsyat. Tetapi, aku adalah pengembara yang harus pergi dan tak terikat pada apa pun, tak terkecuali padamu. Untuk itu, saat tugasku selesai, kutinggalkan kampung itu untuk selamanya, aku pun berpisah denganmu setelah bercinta di bawah bulan purnama. Lalu, aku pergi jauh. Tak jadi membunuhmu. Itu sepenuhnya, karena aku banyak berhutang padamu, ceritamu dan sorot matamu yang sepenuhnya sorot mataku sendiri sepuluh tahun yang lalu.
  • 4. *** TETAPI selang satu tahun sejak berpisah itu, kami bertemu kembali di sebuah pelabuhan. Aku tatap matamu, kamu masih terus menceracau dengan cerita sedihmu seperti dahulu. Akan tetapi, aku sudah tidak lagi menemukan sorot matamu yang kelabu. Sudah tak ada batu karang, lumpur dan keruh sebuah dasar sumur yang membuatku sedih. Kau tampak sudah berubah. Ketika kapalmu akan berlayar dan kita akan berpisah, sekelebat camar menyibak duka; kamu bercerita sudah memiliki kekasih dan sebulan lagi mau melangsungkan pernikahan. Betapa terkejutnya aku. Di sudut mataku, keruh dengan kabar itu. Aku kecewa. Hampa. Kosong, tapi sepenuhnya tak basah kuyup oleh dukaku sendiri seperti sepuluh tahun yang lalu. Rasanya, aku Ingin membunuhmu. Setidaknya, karena kamu telah mengobarkan obor duka di mataku. Sepasang mataku tiba-tiba sedih akibat rencana pernikahanmu yang akan membuatku terlunta. Tapi entah kenapa, aku lagi-lagi tak tega menyibakkan pedangku di lehermu. Aku rasa, mungkin karena kamu telah membekaliku pelajaran bercinta, menebar simpati pada perempuan dan membuatku sebagai lelaki kembali secara psikologis akibat ceritamu yang tidak kusadari telah menjadi obat lukaku yang pernah aku kira tak ada obatnya. Ketika kapal berlayar meninggalkan pelabuhan membawamu ke seberang pulau, aku menatap layar yang mengembang diterpa angin. Kapal semakin menjauh, dan aku tahu kalau mataku mulai nanar oleh air mata. Juga aku tahu, ternyata sepasang mataku menatap kepergianmu dengan sedih.***