SlideShare a Scribd company logo
1 of 4
Pikiran Rakyat 
Sabtu, 30 Juni 2007 
Sepasang Mata untuk Perempuan 
Cerpen: Salman Rusydie Anwar 
Untuk malam yang kesekian kalinya, Indrian kembali mengeluarkan alat-alat lukisnya dari 
sebuah kardus bekas yang sudah lapuk. Ditatapnya kanvas yang terpancang di 
hadapannya. Lukisan yang tak selesai selama dua malam. Dan malam itu, ia berniat 
menyelesaikan lukisannya. Sebuah sketsa wajah perempuan yang acak. Lalu dia 
mendengus pelan. 
Harus selesai. Harus sempurna," ia berbisik kepada dirinya sendiri. 
Di luar, malam semakin pekat. Di atas langit, rembulan berwarna putih perak. Kuncup daun 
cemara di kejauhan, bersepuh warna bulan. Sekali waktu sampai pula ke dalam telinganya 
suara-suara burung malam. Tidak, itu jelas burung hantu. Berkukuk-kukuk. Barangkali 
itulah suara-suara alam yang akan dinikmatinya malam itu sambil tangan kanannya menari 
pelan di atas kanvas. 
Sebagai seorang pelukis, Indrian meyakini satu hal. Apa pun saja yang dilihat, didengar, 
dan dirasakan semuanya harus dinikmati sebagai sebuah inspirasi. Alam menyediakan 
segalanya untuk dibaca. Untuk dilukis. 
"Ah. Ira. Kau tak ubahnya anak alam yang gesit untuk kutangkap dalam lukisanku." 
Lelaki kurus berambut panjang, seperti ciri khas kebanyakan orang sepertinya, itu masih 
terus asyik memindahkan lesatan-lesatan otaknya ke atas kanvas yang terlihat berwarna 
kuning keemasan ditimpa lampu dingklik yang berkeredip-keredip ditiup angin. 
Namun selalu saja tangannya terhenti ketika ia bermaksud melukis kedua bola mata 
perempuan yang dipanggilnya Ira itu. Ia seperti tak memiliki kekuatan untuk 
menerjemahkan sorot mata perempuan itu ke dalam lukisannya. Dan karena itu ia menjadi 
sedikit kesal. 
Dirogohnya saku celana yang telah sobek beberapa bagiannya. Mencari rokok, dan 
kemudian menjumputnya sebatang. Menyulutnya ke lampu dingklik karena tak ada korek 
di dekatnya. Api di ujung rokoknya menyala merah setelah ia mengisapnya keras-keras. 
Kemudian menghembuskan asap-asapnya sekeras ia menghisapnya. Asap bergulung-gulung 
di hadapannya sebelum terberai oleh angin. 
Ditatapnya kembali lukisan wajah perempuan yang tak memiliki mata itu. Semuanya sudah 
hampir sempurna. Tinggal kau menyelesaikan bentuk kedua bola matanya, Indrian. 
Kemudian kau memberinya ruh pada tatapannya agar lukisanmu memiliki kesan sebagai 
lukisan yang hidup. 
Lama Indrian memandang lukisannya. Kedua kakinya ia selonjorkan untuk melenturkan 
kembali otot-ototnya. Kedua tangannya ia lipat di depan dadanya yang tipis yang 
terbungkus oleh kaos dalam yang tak kalah tipis dengan dadanya. Sekali-sekali 
terlemparlah suara batuknya yang berat ke tengah-tengah malam. Sunyi yang menyergap 
membuat suara batuknya itu terlempar sampai jauh. Seperti memantul dari rerimbunan 
daun yang merunduk beku. 
Sebatang rokoknya telah habis. Tak sepenuhnya dihisap. Melainkan dijumput sedikit-
sedikit oleh angin yang lesau. 
"Ira. Sebaiknya tak kulukis matamu di sini," guman Indrian sambil meraba-raba bagian 
wajah yang hendak diisi dengan lukisan mata perempuan itu. Barangkali ada pasir yang 
akan mengganggu dan mengotori wajah perempuannya itu. Namun ia tak menemukan 
sebutir pasir pun di sana. 
"Ya. Matamu tak akan aku lukis di sini. Sebab pada matamulah letak keindahanmu. Aku 
khawatir, jika sampai aku melukisnya, akan banyak orang yang menginginkan matamu 
sebagaimana aku pertama kali jatuh cinta kepadamu lewat mata itu," Indrian kemudian 
tersenyum dan memasukkan kembali alat-alat lukisnya. 
"Matamu hanya akan aku lukis di dalam ingatan dan mimpi-mimpiku." 
Demikian katanya sambil bergegas masuk kamar untuk berangkat tidur. Untuk malam yang 
kesekian ia gagal lagi menyelesaikan lukisannya. Namun ia merasa tak akan menyesal. 
Karena ia sudah memiliki alasan. Setidaknya alasan untuk dirinya sendiri. 
Di atas amben tua tempat ia membaringkan tubuhnya yang kurus, Indrian tertegun sejenak. 
Ingatannya kembali terusik oleh lukisan mata kekasihnya yang tak selesai. Sepasang mata 
milik kekasihnya, tentu. Di kedua bola mata perempuan ia seperti melihat kelembutan yang 
selama ini tak dirasakan. 
Betapa jujur mata perempuan mengungkap segalanya. Mata yang menyimpan kasih sayang 
yang tak bisa ia ukur. Tak bisa ia lukis lewat cat-cat berwarna. Betapa lelaki itu merindukan 
perempuannya malam itu. Lebih tepatnya ia merindukan untuk bisa melihat kedua bola 
matanya. Sejurus kemudian Indrian tersenyum sendiri. 
Mengenangkan saat-saat ketika ia duduk berhadapan di salah satu tempat di taman kota. 
Menyelami kedua bola mata Ira. Perempuan yang saat ini berada di negeri jauh. Bertaruh 
keberuntungan. Indrian bangkit dan duduk di tepi amben yang terdengar berderit-derit 
parau menahan beban. 
"Jangan cemaskan aku, Indrian. Aku bisa menjaga diriku untukmu," kata Ira sebelum 
meninggalkannya. 
"Tapi aku mengkhawatirkan matamu, Ira," balas Indrian sambil menggenggam erat kedua 
tangan Ira dan matanya menyorot tajam ke dalam mata Ira. 
Mendengar kata itu Ira tersenyum. Indrian gemas. 
"Mataku tak pernah akan beranjak untuk melihat yang lain. Ia hanya akan melihat dirimu. 
Percayalah," terdengar Ira meyakinkan lelaki di hadapannya. 
Seekor cecak jatuh tepat di hadapan Indrian kemudian lari terbirit-birit dan menghilang ke 
bawah kolong yang tampak gelap. Indrian melirik jam dindingnya yang tak berkaca. Tepat 
jam sepuluh waktu itu. Sama dengan ketika ia berduaan dengan Ira di suatu taman 
menghabiskan malam terakhir sebelum kekasihnya itu pergi. 
Indrian bergegas mendekati jendela dan membukanya. Di luar, terlihat bayang-bayang 
pohon yang tampak berwarna gelap. Rembulan sudah tak seterang waktu dia melukis tadi. 
Terlihat agak bergeser dan saat itu berada tepat di atas uwung-uwung rumahnya. Cukup 
lama ia di situ sebelum akhirnya ia memutuskan untuk keluar rumah.
Indrian berdiri tepat di tengah-tengah halaman rumahnya sambil menghadap ke arah barat. 
Tak jauh dari tempatnya berdiri, terdapat pohon mangga yang sudah dua tahun tak berbuah. 
Pohon itu sengaja tidak ia tebang dan hanya digunakan sebagai tempat ia berteduh sambil 
melukis pada siang yang panas. Sebentar kemudian Indrian menatap rembulan yang berada 
tepat di atasnya. Itu membuatnya bermandikan cahaya. Saat itu juga ia seperti melihat mata 
kekasihnya. Ya, mata kekasihnya itu seperti rembulan. Selalu menimpakan cahaya. Betapa 
sempurna perempuan yang memiliki mata rembulan. Yang bisa menatapnya dengan cahaya 
ketulusan yang begitu lembut. 
Bukankah lebih baik jika ia melukis mata Ira dengan bentuk dua rembulan. Tentu saja 
begitu, pikir Indrian. Lagi pula ia tak mau mengingkari kalau mata kekasihnya itu seperti 
dua buah rembulan yang terpasang di wajahnya. Namun sebentar kemudian Indrian 
mengurungkan niatnya. 
"Masihkah Ira menjaga kedua matanya untukku?" 
Keraguan tiba-tiba menyergapnya. Tapi kenapa ia mesti meragukan perempuan. Bukankah 
makhluk itu dicipta tidak untuk disangsikan atau diragukan. Perempuan adalah makhluk 
yang memiliki kedekatan sifat dengan kelembutan dan kasih Tuhan. Dan setiap kelembutan 
atau kasih sayang tak pernah menyimpan pengkhianatan. Untuk apa ia meragukan Ira. 
Indrian kembali menatap rembulan itu. 
Malam itu, Indrian seperti berada dalam kedamaian. Kedamaian seorang pecinta yang 
sedang merindukan kedua bola mata kekasihnya yang jauh di rantau. Begitu besarnya rasa 
rindunya sehingga ia berjanji akan melewatkan malam itu sambil menatap rembulan dan 
mengiringinya sampai benar-benar tenggelam di siang nanti. Betapa rembulan itu mampu 
mengingatkannya kepada Ira yang dicintainya. 
"Silakan bermimpi tentang aku, Ira. Malam ini aku akan menjaga malammu di halaman ini. 
Setidaknya agar engkau tak pernah lupa bahwa aku masih berdiri menantimu," Indrian 
bergumam. Dilipatnya kedua lengannya di atas dadanya yang tipis. Indrian seperti 
mengucapkan kalimat itu kepada malam dan angin. Dalam hati ia berharap semoga akan 
sampailah kata-katanya ke alam di mana kekasihnya berada. 
Entah berapa lama Indrian berada di halaman itu. Duduk di atas kursi yang biasa ia 
gunakan sebagai tempat duduk jika sedang melukis. Namun waktu ia membuka kedua 
matanya, hari sudah nampak siang. Sepertinya aku tertidur, bisiknya. Ia mengangkat kedua 
tangannya sebelum mengusapkan telapaknya ke wajah. 
Matanya kemudian menangkap sesuatu di atas meja yang terletak tak jauh dari hadapannya. 
Secarik amplop surat baru. Ia menengok ke semua arah berharap mengetahui siapa yang 
telah meletakkan surat itu tanpa membangunkannya terlebih dahulu. Namun keadaan masih 
sunyi. Dan sepertinya tak ada tanda-tanda kalau seseorang baru saja keluar dari halaman 
rumahnya. 
Sejenak Indrian menatap surat itu. Tertera namanya di sana. Namun ia tak tahu siapa 
pengirimnya. Di bagian belakang amplop memang tertulis, Martin Hesse. Tapi Indrian 
merasa tak pernah kenal kepada orang yang memiliki nama seperti itu. Indrian membuka 
surat itu dan membacanya. Darahnya tersirap, pandangannya kabur, dan kemudian ia 
terjerembap ke atas kursinya kembali. 
"Bagaimana mungkin Ira harus kehilangan kedua matanya. Apa yang terjadi?" Indrian 
seperti gelisah setelah membaca surat itu. Semula ia tak mau memercayai begitu saja isi 
surat yang menyatakan kalau kekasihnya tertimpa suatu kecelakaan yang membuat kedua
matanya buta. Tidak, ini tak boleh terjadi. Apa pun alasannya aku tetap mengagumi kedua 
bola mata itu. Isi surat itu menjadikan Indrian seperti orang yang kehilangan kesadarannya. 
Dengan langkah tergesa ia bergerak menuju toko yang tak jauh dari rumahnya. Ia 
bermaksud membalas surat itu. Ira harus segera mendapat balasan darinya. Sejurus 
kemudian ia sudah memegang selembar kertas yang sudah ia tulis, amplop yang sudah 
tertempel perangko kilat balasan, sebilah pisau dapur mengkilat. Surat yang baru saja 
ditulisnya sudah ia masukkan ke dalam amplop. Kemudian ia raih pisau itu dan menatap 
dengan agak lama kilatannya. 
Pada pagi hari yang sunyi itu, sesuatu akan dimulai dalam hidup Indrian. Ia telah 
mengambil keputusan mantap akan apa yang harus ia lakukan pagi itu. Sebuah 
pengorbanan seorang kekasih akan ia buktikan pagi itu. Kemudian... 
Crass.... 
Ujung pisau itu menancap di mata kanan Indrian. Dengan tangannya Indrian mencongkel 
mata kanannya dan mengeluarkannya. Darah mengalir melalui pipinya dan menggenang di 
atas perutnya. Namun ia tak peduli. Dipandu mata kirinya ia memasukkan bola matanya itu 
ke dalam kantong plastik. Betapa ia mengagumi bola matanya sendiri waktu itu. Namun 
sesudah itu ia kembali mengarahkan ujung pisaunya ke mata kirinya dan mencongkelnya 
dengan agak keras sehingga mata itu terlontar. Lepas dari tangannya. 
Indrian meraba bola matanya yang satu. Ia mendapatkan bola mata itu tidak jauh dari 
kakinya dan terasalah kalau bola mata itu dipenuhi pasir. Perih kembali menyergap. Namun 
ia tahan sambil tangannya membersihkan pasir yang menempel di bola matanya. Tak ada 
yang bisa ia lihat saat itu kecuali gelap dan rasa perih yang ia tahan. Dengan kedua 
tangannya Indrian memasukkan kedua bola matanya ke dalam amplop dan merekatkannya 
dengan lem yang sudah ia sediakan. Lalu bergegas dengan langkah tertatih menuju kotak 
surat yang berada di pinggir jalan depan rumahnya. 
Indrian kembali masuk ke dalam kamarnya dengan langkah yang meraba-raba. 
"Ira. Aku sudah merasakan bagaimana rasanya kau kehilangan kedua matamu yang selama 
ini aku sanjung-sanjung. Namun jangan khawatir, sebentar lagi kau akan mendapatkan 
gantinya. Mata antara yang mencinta dan yang dicintai tak jauh berbeda. Jangan ragu. 
Pakailah mataku dan lekas kembalilah ke padaku. Aku akan segera menyelesaikan lukisan 
matamu dengan keadaanku yang sekarang. Keadaanku yang tak bisa melihat apa-apa, 
namun mengerti akan keindahan matamu yang sesungguhnya" kata Indrian sebelum 
merebahkan dirinya di atas amben. 
Kini, semua yang dilihatnya hanyalah gelap. Indrian tersenyum. Ia telah berkorban, dan itu 
sempurna.*** 
Yogyakarta, 2007

More Related Content

What's hot (17)

Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )Legenda Tuhan ( the legend of God )
Legenda Tuhan ( the legend of God )
 
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
Bakauheni yang merenda rindu penyesalan (badarudin)
 
Sepatu tuhan (ugoran prasad)
Sepatu tuhan (ugoran prasad)Sepatu tuhan (ugoran prasad)
Sepatu tuhan (ugoran prasad)
 
HaPPy16rd
HaPPy16rdHaPPy16rd
HaPPy16rd
 
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)
Ajak aku melihat kunang kunang (mustafa ismail)
 
Cerpen bahasa indonesia
Cerpen bahasa indonesiaCerpen bahasa indonesia
Cerpen bahasa indonesia
 
PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"
 
Antologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur AmienAntologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur Amien
 
Puisi untuk ibu
Puisi untuk ibuPuisi untuk ibu
Puisi untuk ibu
 
When speak heart
When speak heartWhen speak heart
When speak heart
 
Teror via email part 1
Teror via email part 1Teror via email part 1
Teror via email part 1
 
Paku di kepala istri sanusi (gita nuari)
Paku di kepala istri sanusi (gita nuari)Paku di kepala istri sanusi (gita nuari)
Paku di kepala istri sanusi (gita nuari)
 
Bertujuh
BertujuhBertujuh
Bertujuh
 
Perempuan bunga kertas (yetti a ka)
Perempuan bunga kertas (yetti a ka)Perempuan bunga kertas (yetti a ka)
Perempuan bunga kertas (yetti a ka)
 
Cerpen - Pelajaran Unik
Cerpen - Pelajaran UnikCerpen - Pelajaran Unik
Cerpen - Pelajaran Unik
 
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko PinurboSebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
Sebotol Hujan untuk Sapardi - Joko Pinurbo
 
Kumpulan puisi
Kumpulan puisiKumpulan puisi
Kumpulan puisi
 

Viewers also liked

Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)Arvinoor Siregar SH MH
 
Recomendaciones espeleo sostenible
Recomendaciones espeleo sostenibleRecomendaciones espeleo sostenible
Recomendaciones espeleo sostenibleAntoniobelen
 
Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)
Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)
Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)Arvinoor Siregar SH MH
 
BookBuilder is yours to keep it yours
BookBuilder is yours to keep it yoursBookBuilder is yours to keep it yours
BookBuilder is yours to keep it yoursHans Goetze
 

Viewers also liked (6)

Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
Sopir taksi dan sebuah kepala (naning pranoto)
 
Recomendaciones espeleo sostenible
Recomendaciones espeleo sostenibleRecomendaciones espeleo sostenible
Recomendaciones espeleo sostenible
 
Tanah merah (dwicipta)
Tanah merah (dwicipta)Tanah merah (dwicipta)
Tanah merah (dwicipta)
 
Skandal utang (nugroho sukmanto)
Skandal utang (nugroho sukmanto)Skandal utang (nugroho sukmanto)
Skandal utang (nugroho sukmanto)
 
Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)
Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)
Tasbih dari gunung slamet (sigit emwe)
 
BookBuilder is yours to keep it yours
BookBuilder is yours to keep it yoursBookBuilder is yours to keep it yours
BookBuilder is yours to keep it yours
 

Similar to Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)

Presentasi teknik penulisan-cerpen3
Presentasi teknik penulisan-cerpen3Presentasi teknik penulisan-cerpen3
Presentasi teknik penulisan-cerpen3Aldon Samosir
 
Cendana+dan+cendini
Cendana+dan+cendiniCendana+dan+cendini
Cendana+dan+cendiniradikalzen
 
Aduh! jatuh lagi...
Aduh! jatuh lagi...Aduh! jatuh lagi...
Aduh! jatuh lagi...Ah Ling
 
Andai a lebih dekat dengan z
Andai a lebih dekat dengan zAndai a lebih dekat dengan z
Andai a lebih dekat dengan zAlfian Akatsuki
 
Resensi novel - Dia Tanpa Aku by Diana Fitria
Resensi novel - Dia Tanpa Aku by Diana FitriaResensi novel - Dia Tanpa Aku by Diana Fitria
Resensi novel - Dia Tanpa Aku by Diana FitriaSabrianah Badaruddin
 
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknyaCerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknyaNingrum Handayani
 
Wangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibuWangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+iburadikalzen
 

Similar to Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar) (11)

Presentasi teknik penulisan-cerpen3
Presentasi teknik penulisan-cerpen3Presentasi teknik penulisan-cerpen3
Presentasi teknik penulisan-cerpen3
 
Cendana+dan+cendini
Cendana+dan+cendiniCendana+dan+cendini
Cendana+dan+cendini
 
Cintadalamgelas
CintadalamgelasCintadalamgelas
Cintadalamgelas
 
Guruji.docx
Guruji.docxGuruji.docx
Guruji.docx
 
Aduh! jatuh lagi...
Aduh! jatuh lagi...Aduh! jatuh lagi...
Aduh! jatuh lagi...
 
Andai a lebih dekat dengan z
Andai a lebih dekat dengan zAndai a lebih dekat dengan z
Andai a lebih dekat dengan z
 
Resensi novel - Dia Tanpa Aku by Diana Fitria
Resensi novel - Dia Tanpa Aku by Diana FitriaResensi novel - Dia Tanpa Aku by Diana Fitria
Resensi novel - Dia Tanpa Aku by Diana Fitria
 
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknyaCerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
Cerpen Mawar Biru untuk Novia beserta unsur intrinsiknya
 
Teror via email part 4
Teror via email part 4Teror via email part 4
Teror via email part 4
 
Wangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibuWangi+kaki+ibu
Wangi+kaki+ibu
 
Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)Hujan pagi (dwicipta)
Hujan pagi (dwicipta)
 

More from Arvinoor Siregar SH MH (20)

Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212Unschooling your-child-212
Unschooling your-child-212
 
Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223Montessori homeschooling-223
Montessori homeschooling-223
 
Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501Homeschooling the-darker-side-501
Homeschooling the-darker-side-501
 
Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225Homeschooling the teenager-225
Homeschooling the teenager-225
 
Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572Homeschooling methods-572
Homeschooling methods-572
 
Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223Homeschooling and-college-223
Homeschooling and-college-223
 
Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184Homeschool field-trips-184
Homeschool field-trips-184
 
Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223Homeschool burnout-223
Homeschool burnout-223
 
Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433Financing homeschooling-433
Financing homeschooling-433
 
Thurgood marshall
Thurgood marshallThurgood marshall
Thurgood marshall
 
The rainbow coalition
The rainbow coalitionThe rainbow coalition
The rainbow coalition
 
The halls of power
The halls of powerThe halls of power
The halls of power
 
The dred scott decision
The dred scott decisionThe dred scott decision
The dred scott decision
 
Slavery
SlaverySlavery
Slavery
 
Rosa parks
Rosa parksRosa parks
Rosa parks
 
Martin luther king's dream
Martin luther king's dreamMartin luther king's dream
Martin luther king's dream
 
Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.Martin luther king, jr.
Martin luther king, jr.
 
Jordon and ali
Jordon and aliJordon and ali
Jordon and ali
 
Jackie robinson
Jackie robinsonJackie robinson
Jackie robinson
 
Harriet tubman
Harriet tubmanHarriet tubman
Harriet tubman
 

Recently uploaded

BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot BesarBAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot BesarBambu hoki88
 
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024Sizi99
 
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024Neta
 
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasissupi412
 
SLOT RAHFFI AHMAD > LINK DAFTAR GACOR 2024
SLOT RAHFFI AHMAD  > LINK DAFTAR GACOR 2024SLOT RAHFFI AHMAD  > LINK DAFTAR GACOR 2024
SLOT RAHFFI AHMAD > LINK DAFTAR GACOR 2024dombatoto
 
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang TerbaruKisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang TerbaruKisetoto
 
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin Terpercaya
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin TerpercayaPapilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin Terpercaya
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin TerpercayaPapilo99
 
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala Terpercaya
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala TerpercayaLim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala Terpercaya
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala TerpercayaLim4D
 
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAW
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAWIDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAW
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAWNeta
 
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024dombatoto
 
tugas kelompok irsyad aldey.pdf
tugas kelompok irsyad aldey.pdftugas kelompok irsyad aldey.pdf
tugas kelompok irsyad aldey.pdfhobitzz0101
 

Recently uploaded (12)

BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot BesarBAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
 
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024
Sizi99 Rekomendasi Bo Slot Gacor Anti Nawala Gampang Jackpot 2024
 
Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
Obat Aborsi Papua Barat 082223109953 ( Pills Cytotec Asli ) Jual Obat Penggug...
 
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024
IDMPO : SITUS SLOT PALING PROVITE & REKOMENDASI 2024
 
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan KonsultasiJual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
Jual Cytotec Jakarta Barat 👗082322223014👗Pusat Peluntur Kandungan Konsultasi
 
SLOT RAHFFI AHMAD > LINK DAFTAR GACOR 2024
SLOT RAHFFI AHMAD  > LINK DAFTAR GACOR 2024SLOT RAHFFI AHMAD  > LINK DAFTAR GACOR 2024
SLOT RAHFFI AHMAD > LINK DAFTAR GACOR 2024
 
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang TerbaruKisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
Kisetoto Daftar Situs Slot Gacor Anti Nawala RTP Mudah Menang Terbaru
 
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin Terpercaya
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin TerpercayaPapilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin Terpercaya
Papilo99 Link Slot Online Gacor Hari Ini & Slot Mudah Maxwin Terpercaya
 
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala Terpercaya
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala TerpercayaLim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala Terpercaya
Lim4D Link Slot Super Maxwin Anti Nawala Terpercaya
 
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAW
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAWIDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAW
IDMPO : SITUS SLOT MPO KEMENANGAN JACKPOT TERPERCAYA & PASTI WITHDRAW
 
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024
DOMBATOTO Sensasi Togel Online dengan Bet 100 Rupiah di 2024
 
tugas kelompok irsyad aldey.pdf
tugas kelompok irsyad aldey.pdftugas kelompok irsyad aldey.pdf
tugas kelompok irsyad aldey.pdf
 

Sepasang mata untuk perempuan (salman rusydie anwar)

  • 1. Pikiran Rakyat Sabtu, 30 Juni 2007 Sepasang Mata untuk Perempuan Cerpen: Salman Rusydie Anwar Untuk malam yang kesekian kalinya, Indrian kembali mengeluarkan alat-alat lukisnya dari sebuah kardus bekas yang sudah lapuk. Ditatapnya kanvas yang terpancang di hadapannya. Lukisan yang tak selesai selama dua malam. Dan malam itu, ia berniat menyelesaikan lukisannya. Sebuah sketsa wajah perempuan yang acak. Lalu dia mendengus pelan. Harus selesai. Harus sempurna," ia berbisik kepada dirinya sendiri. Di luar, malam semakin pekat. Di atas langit, rembulan berwarna putih perak. Kuncup daun cemara di kejauhan, bersepuh warna bulan. Sekali waktu sampai pula ke dalam telinganya suara-suara burung malam. Tidak, itu jelas burung hantu. Berkukuk-kukuk. Barangkali itulah suara-suara alam yang akan dinikmatinya malam itu sambil tangan kanannya menari pelan di atas kanvas. Sebagai seorang pelukis, Indrian meyakini satu hal. Apa pun saja yang dilihat, didengar, dan dirasakan semuanya harus dinikmati sebagai sebuah inspirasi. Alam menyediakan segalanya untuk dibaca. Untuk dilukis. "Ah. Ira. Kau tak ubahnya anak alam yang gesit untuk kutangkap dalam lukisanku." Lelaki kurus berambut panjang, seperti ciri khas kebanyakan orang sepertinya, itu masih terus asyik memindahkan lesatan-lesatan otaknya ke atas kanvas yang terlihat berwarna kuning keemasan ditimpa lampu dingklik yang berkeredip-keredip ditiup angin. Namun selalu saja tangannya terhenti ketika ia bermaksud melukis kedua bola mata perempuan yang dipanggilnya Ira itu. Ia seperti tak memiliki kekuatan untuk menerjemahkan sorot mata perempuan itu ke dalam lukisannya. Dan karena itu ia menjadi sedikit kesal. Dirogohnya saku celana yang telah sobek beberapa bagiannya. Mencari rokok, dan kemudian menjumputnya sebatang. Menyulutnya ke lampu dingklik karena tak ada korek di dekatnya. Api di ujung rokoknya menyala merah setelah ia mengisapnya keras-keras. Kemudian menghembuskan asap-asapnya sekeras ia menghisapnya. Asap bergulung-gulung di hadapannya sebelum terberai oleh angin. Ditatapnya kembali lukisan wajah perempuan yang tak memiliki mata itu. Semuanya sudah hampir sempurna. Tinggal kau menyelesaikan bentuk kedua bola matanya, Indrian. Kemudian kau memberinya ruh pada tatapannya agar lukisanmu memiliki kesan sebagai lukisan yang hidup. Lama Indrian memandang lukisannya. Kedua kakinya ia selonjorkan untuk melenturkan kembali otot-ototnya. Kedua tangannya ia lipat di depan dadanya yang tipis yang terbungkus oleh kaos dalam yang tak kalah tipis dengan dadanya. Sekali-sekali terlemparlah suara batuknya yang berat ke tengah-tengah malam. Sunyi yang menyergap membuat suara batuknya itu terlempar sampai jauh. Seperti memantul dari rerimbunan daun yang merunduk beku. Sebatang rokoknya telah habis. Tak sepenuhnya dihisap. Melainkan dijumput sedikit-
  • 2. sedikit oleh angin yang lesau. "Ira. Sebaiknya tak kulukis matamu di sini," guman Indrian sambil meraba-raba bagian wajah yang hendak diisi dengan lukisan mata perempuan itu. Barangkali ada pasir yang akan mengganggu dan mengotori wajah perempuannya itu. Namun ia tak menemukan sebutir pasir pun di sana. "Ya. Matamu tak akan aku lukis di sini. Sebab pada matamulah letak keindahanmu. Aku khawatir, jika sampai aku melukisnya, akan banyak orang yang menginginkan matamu sebagaimana aku pertama kali jatuh cinta kepadamu lewat mata itu," Indrian kemudian tersenyum dan memasukkan kembali alat-alat lukisnya. "Matamu hanya akan aku lukis di dalam ingatan dan mimpi-mimpiku." Demikian katanya sambil bergegas masuk kamar untuk berangkat tidur. Untuk malam yang kesekian ia gagal lagi menyelesaikan lukisannya. Namun ia merasa tak akan menyesal. Karena ia sudah memiliki alasan. Setidaknya alasan untuk dirinya sendiri. Di atas amben tua tempat ia membaringkan tubuhnya yang kurus, Indrian tertegun sejenak. Ingatannya kembali terusik oleh lukisan mata kekasihnya yang tak selesai. Sepasang mata milik kekasihnya, tentu. Di kedua bola mata perempuan ia seperti melihat kelembutan yang selama ini tak dirasakan. Betapa jujur mata perempuan mengungkap segalanya. Mata yang menyimpan kasih sayang yang tak bisa ia ukur. Tak bisa ia lukis lewat cat-cat berwarna. Betapa lelaki itu merindukan perempuannya malam itu. Lebih tepatnya ia merindukan untuk bisa melihat kedua bola matanya. Sejurus kemudian Indrian tersenyum sendiri. Mengenangkan saat-saat ketika ia duduk berhadapan di salah satu tempat di taman kota. Menyelami kedua bola mata Ira. Perempuan yang saat ini berada di negeri jauh. Bertaruh keberuntungan. Indrian bangkit dan duduk di tepi amben yang terdengar berderit-derit parau menahan beban. "Jangan cemaskan aku, Indrian. Aku bisa menjaga diriku untukmu," kata Ira sebelum meninggalkannya. "Tapi aku mengkhawatirkan matamu, Ira," balas Indrian sambil menggenggam erat kedua tangan Ira dan matanya menyorot tajam ke dalam mata Ira. Mendengar kata itu Ira tersenyum. Indrian gemas. "Mataku tak pernah akan beranjak untuk melihat yang lain. Ia hanya akan melihat dirimu. Percayalah," terdengar Ira meyakinkan lelaki di hadapannya. Seekor cecak jatuh tepat di hadapan Indrian kemudian lari terbirit-birit dan menghilang ke bawah kolong yang tampak gelap. Indrian melirik jam dindingnya yang tak berkaca. Tepat jam sepuluh waktu itu. Sama dengan ketika ia berduaan dengan Ira di suatu taman menghabiskan malam terakhir sebelum kekasihnya itu pergi. Indrian bergegas mendekati jendela dan membukanya. Di luar, terlihat bayang-bayang pohon yang tampak berwarna gelap. Rembulan sudah tak seterang waktu dia melukis tadi. Terlihat agak bergeser dan saat itu berada tepat di atas uwung-uwung rumahnya. Cukup lama ia di situ sebelum akhirnya ia memutuskan untuk keluar rumah.
  • 3. Indrian berdiri tepat di tengah-tengah halaman rumahnya sambil menghadap ke arah barat. Tak jauh dari tempatnya berdiri, terdapat pohon mangga yang sudah dua tahun tak berbuah. Pohon itu sengaja tidak ia tebang dan hanya digunakan sebagai tempat ia berteduh sambil melukis pada siang yang panas. Sebentar kemudian Indrian menatap rembulan yang berada tepat di atasnya. Itu membuatnya bermandikan cahaya. Saat itu juga ia seperti melihat mata kekasihnya. Ya, mata kekasihnya itu seperti rembulan. Selalu menimpakan cahaya. Betapa sempurna perempuan yang memiliki mata rembulan. Yang bisa menatapnya dengan cahaya ketulusan yang begitu lembut. Bukankah lebih baik jika ia melukis mata Ira dengan bentuk dua rembulan. Tentu saja begitu, pikir Indrian. Lagi pula ia tak mau mengingkari kalau mata kekasihnya itu seperti dua buah rembulan yang terpasang di wajahnya. Namun sebentar kemudian Indrian mengurungkan niatnya. "Masihkah Ira menjaga kedua matanya untukku?" Keraguan tiba-tiba menyergapnya. Tapi kenapa ia mesti meragukan perempuan. Bukankah makhluk itu dicipta tidak untuk disangsikan atau diragukan. Perempuan adalah makhluk yang memiliki kedekatan sifat dengan kelembutan dan kasih Tuhan. Dan setiap kelembutan atau kasih sayang tak pernah menyimpan pengkhianatan. Untuk apa ia meragukan Ira. Indrian kembali menatap rembulan itu. Malam itu, Indrian seperti berada dalam kedamaian. Kedamaian seorang pecinta yang sedang merindukan kedua bola mata kekasihnya yang jauh di rantau. Begitu besarnya rasa rindunya sehingga ia berjanji akan melewatkan malam itu sambil menatap rembulan dan mengiringinya sampai benar-benar tenggelam di siang nanti. Betapa rembulan itu mampu mengingatkannya kepada Ira yang dicintainya. "Silakan bermimpi tentang aku, Ira. Malam ini aku akan menjaga malammu di halaman ini. Setidaknya agar engkau tak pernah lupa bahwa aku masih berdiri menantimu," Indrian bergumam. Dilipatnya kedua lengannya di atas dadanya yang tipis. Indrian seperti mengucapkan kalimat itu kepada malam dan angin. Dalam hati ia berharap semoga akan sampailah kata-katanya ke alam di mana kekasihnya berada. Entah berapa lama Indrian berada di halaman itu. Duduk di atas kursi yang biasa ia gunakan sebagai tempat duduk jika sedang melukis. Namun waktu ia membuka kedua matanya, hari sudah nampak siang. Sepertinya aku tertidur, bisiknya. Ia mengangkat kedua tangannya sebelum mengusapkan telapaknya ke wajah. Matanya kemudian menangkap sesuatu di atas meja yang terletak tak jauh dari hadapannya. Secarik amplop surat baru. Ia menengok ke semua arah berharap mengetahui siapa yang telah meletakkan surat itu tanpa membangunkannya terlebih dahulu. Namun keadaan masih sunyi. Dan sepertinya tak ada tanda-tanda kalau seseorang baru saja keluar dari halaman rumahnya. Sejenak Indrian menatap surat itu. Tertera namanya di sana. Namun ia tak tahu siapa pengirimnya. Di bagian belakang amplop memang tertulis, Martin Hesse. Tapi Indrian merasa tak pernah kenal kepada orang yang memiliki nama seperti itu. Indrian membuka surat itu dan membacanya. Darahnya tersirap, pandangannya kabur, dan kemudian ia terjerembap ke atas kursinya kembali. "Bagaimana mungkin Ira harus kehilangan kedua matanya. Apa yang terjadi?" Indrian seperti gelisah setelah membaca surat itu. Semula ia tak mau memercayai begitu saja isi surat yang menyatakan kalau kekasihnya tertimpa suatu kecelakaan yang membuat kedua
  • 4. matanya buta. Tidak, ini tak boleh terjadi. Apa pun alasannya aku tetap mengagumi kedua bola mata itu. Isi surat itu menjadikan Indrian seperti orang yang kehilangan kesadarannya. Dengan langkah tergesa ia bergerak menuju toko yang tak jauh dari rumahnya. Ia bermaksud membalas surat itu. Ira harus segera mendapat balasan darinya. Sejurus kemudian ia sudah memegang selembar kertas yang sudah ia tulis, amplop yang sudah tertempel perangko kilat balasan, sebilah pisau dapur mengkilat. Surat yang baru saja ditulisnya sudah ia masukkan ke dalam amplop. Kemudian ia raih pisau itu dan menatap dengan agak lama kilatannya. Pada pagi hari yang sunyi itu, sesuatu akan dimulai dalam hidup Indrian. Ia telah mengambil keputusan mantap akan apa yang harus ia lakukan pagi itu. Sebuah pengorbanan seorang kekasih akan ia buktikan pagi itu. Kemudian... Crass.... Ujung pisau itu menancap di mata kanan Indrian. Dengan tangannya Indrian mencongkel mata kanannya dan mengeluarkannya. Darah mengalir melalui pipinya dan menggenang di atas perutnya. Namun ia tak peduli. Dipandu mata kirinya ia memasukkan bola matanya itu ke dalam kantong plastik. Betapa ia mengagumi bola matanya sendiri waktu itu. Namun sesudah itu ia kembali mengarahkan ujung pisaunya ke mata kirinya dan mencongkelnya dengan agak keras sehingga mata itu terlontar. Lepas dari tangannya. Indrian meraba bola matanya yang satu. Ia mendapatkan bola mata itu tidak jauh dari kakinya dan terasalah kalau bola mata itu dipenuhi pasir. Perih kembali menyergap. Namun ia tahan sambil tangannya membersihkan pasir yang menempel di bola matanya. Tak ada yang bisa ia lihat saat itu kecuali gelap dan rasa perih yang ia tahan. Dengan kedua tangannya Indrian memasukkan kedua bola matanya ke dalam amplop dan merekatkannya dengan lem yang sudah ia sediakan. Lalu bergegas dengan langkah tertatih menuju kotak surat yang berada di pinggir jalan depan rumahnya. Indrian kembali masuk ke dalam kamarnya dengan langkah yang meraba-raba. "Ira. Aku sudah merasakan bagaimana rasanya kau kehilangan kedua matamu yang selama ini aku sanjung-sanjung. Namun jangan khawatir, sebentar lagi kau akan mendapatkan gantinya. Mata antara yang mencinta dan yang dicintai tak jauh berbeda. Jangan ragu. Pakailah mataku dan lekas kembalilah ke padaku. Aku akan segera menyelesaikan lukisan matamu dengan keadaanku yang sekarang. Keadaanku yang tak bisa melihat apa-apa, namun mengerti akan keindahan matamu yang sesungguhnya" kata Indrian sebelum merebahkan dirinya di atas amben. Kini, semua yang dilihatnya hanyalah gelap. Indrian tersenyum. Ia telah berkorban, dan itu sempurna.*** Yogyakarta, 2007