Dokumen tersebut membahas tentang kebiasaan memberikan nasi papah di Kabupaten Lombok Timur dari sudut pandang budaya dan kesehatan. Nasi papah telah menjadi tradisi turun-temurun di masyarakat namun kurang sesuai dari segi gizi dan kesehatan bagi bayi. Upaya meningkatkan pemberian ASI eksklusif perlu melibatkan tokoh agama setempat untuk menjelaskan pemahaman keagamaan masyarakat.
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
Nasi Papah Budaya dan Kesehatan
1. NASI PAPAH,
ANTARA BUDAYA DAN KESEHATAN
(Tinjauan Kebiasaan pemberian Nasi Papah dari segi budaya dan kesehatan di
Kabupaten Lombok Timur)
Oleh : Lalu Muhammad Anwar,SST,MPH
Pendahuluan
Praktek menyusui dan menyapih merupakan factor determinan yang
penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan mental tidak saja pada masa
bayi tapi juga untuk kehidupan selanjutnya. Pemberian ASI dan makanan
tambahan yang kurang sesuai dengan umur atau pemberian makanan sebelum
waktunya akan menyebabkan pertumbuhan anak menjadi pendek, terhambatnya
perkembangan mental dan psikomotorik anak, rendahnya imunitas bayi dan
meningkatnya resiko terkena penyakit infeksi seperti diare.( Hediger ML ,et,al,
2000).
Menyusui terutama pemberian ASI Ekslusif memiliki keuntungan yang
sangat banyak terutama pada kelompok ekonomi rendah, dimana susu ibu akan
selalu sedia setiap saat, tidak perlu membeli dan jika diberikan susu botol akan
mudah terpapar bakteri pathogen yang berdampak pada meningkatnya resiko
kematian dan kurang gizi pada bayi. Bahkan bayi yang mendapatkan ASI Esklusif
dapat mencegah anak menjadi overweight.(WHO, 2002)
Rendahnya pemberian ASI eksklusif di keluarga menjadi salah satu pemicu
rendahnya status gizi bayi dan balita. Data SUSENAS menunjukkan status gizi-
kurang pada balita menurun dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada
tahun 1999. Tetapi untuk kasus gizi buruk terjadi peningkatan 6,3% (1989)
menjadi 11,4% (1995). Pada tahun 1999 sekitar 1,7 juta balita di Indonesia
menderita gizi buruk berdasarkan indikator berat badan terhadap umur (BB/U).
Sekitar 10% dari 1,7 juta balita tersebut menderita gizi buruk tingkat berat seperti
marasmus, kwashiorkor atau bentuk kombinasi marasmik kwashiorkor. Sampai
akhir tahun 1999 terdapat sekitar 24.000 balita gizi buruk tingkat berat. Prosentase
bayi dengan status gizi baik menurun sejak bayi usia 6-10 bulan dan terus menurun
hingga kira-kira separuh pada anak-anak berusia 48 - 59 bulan. Anak-anak di
perdesaan cenderung memiliki status gizi lebih buruk dibandingkan dengan anak-
anak di daerah perkotaan.
Lancet dalam laporan terbarunya mengatakan bahwa salah satu upaya yang
efektif untuk menurunkan angka kekurangan gizi pada balita adalah dengan
memberikan ASI Eksklusif sampai 6 bulan. Hal ini dapat mengurangi angka
kematian bayi, mengurangi angka kejadian diare dan mengurangi kejadian balita
obesitas. ASI eksklusif akan memberikan keuntungan yang sangat banyak baik
kepada bayi maupun kepada ibunya, antara lain memenuhi kebutuhan bayi akan
semua zat gizi sampai usia enam bulan, murah, tidak repot.
2. Di kabupaten Lombok Timur angka pemberian ASI Eksklusif berdasarkan
laporan tahunan dinas kesehatan masih sangat rendah, yaitu sekitar 13 %, bahkan
dalam Survey PHBS 2007 menunjukkan cakupan pemberian ASI Eksklusif sebesar
0 %. Banyak factor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif tersebut seperti
karena ibu bekerja, pengaruh iklan, dorongan dari keluarga dan pengaruh tenaga
dan sarana kesehatan. Namun diantara beberapa factor tersebut ada kebiasaan yang
kurang baik yang masih menjadi budaya masyarakat sekitar yaitu membuang ASI
pertama yang keluar (colustrum) dan memberikan makanan sebelum waktunya
kepada bayi dalam bentuk nasi papah.
Nasi papah masih menjadi permasalahan yang sulit diatasi apalagi dalam
upaya meningkatkan cakupan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Lombok
Timur. Oleh karena itu perlu dirancang strategi promosi kesehatan yang dapat
diterima oleh masyarakat sekitar tentang kerugian pemberian nasi papah tersebut.
Nasi papah dari Sisi Budaya.
Sangat sedikit literature yang menjelaskan kapan nasi papah itu mulai
diberikan, bahkan kalau kita menanyakan pada nenek-nenek kita di kampong
mengatakan bahwa kamu besar juga karena dulu diberikan nasi papah dan
kenyataannya kamu bias hidup dan sukses seperti saat ini. Jadi disini dapat
dijelaskan bahwa praktek pemberian nasi papah tersebut sudah berlangsung sangat
lama dan diteruskan secara turun temurun.
Sebagian ibu-ibu percaya bahwa anak-anak memerlukan makanan untuk
dapat tumbuh dan berkembang. Untuk itu diperlukan makanan yang tersedia setiap
saat dan tidak membahayakan kesehatannya baik dari segi ukuran maupun
teksturnya. Indikator yang dapat dilihat untuk menentukan kekenyangan seorang
bayi adalah apabila dia terus menerus menangis walaupun sudah diberikan ASI.
Untuk memenuhi kebutuhan bayi maka ibu-ibu atau nenek akan
memberikan berbagai jenis makanan mulai dari madu, pisang, bubur dan lain
sebagainya. Namun masih ada sebagian masyarakat yang tinggal di daerah-daerah
tertentu masih menerapakan kebiasaan memberikan nasi papah kepada bayinya.
Nasi papah adalah nasi yang dikunyah terlebih dahulu sebelum diberikan
kepada bayinya. Bahkan ada yang sengaja menyimpan untuk beberapa kali
pemberian makanan. Kebiasaan memberikan makanan kepada bayi berupa nasi
papah didapatkan secara turun temurun, dan ini merupakan bentuk kearifan local
tentang hubungan kasih saying antara ibu dan bayinya.
Sebagian masyarakat memberikan nasi papah berdasarkan keyakinan
agama bahwa Rasulullah Muhammad SAW pernah memberikan papahan kurma
kepada anak-anak kecil atau bayi-bayi. Begitu juga dengan anjuran memberikan
madu pada bayi yang baru lahir. Mungkin ini perlu pembahasan yang lebih lanjut
sejauhmana keshahihan hadist-hadist tersebut sehingga pemahaman itu bias
menjadi budaya di Pulau Lombok? Jika memang hadist tersebut shahih kenapa
kebiasaan pemberian nasi papah hanya terdapat di Pulau Lombok tetapi tidak
ditemukan pada masyarakat muslim lainnya? Pertanyaan pertanyaan ini mungkin
akan dibahas pada lain kesempatan.
3. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J.
Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang
terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial,
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik
yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Nasi papah sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat karena
adanya anggapan itu sudah merupakan tradisi yang harus terus dikembangkan dan
dilestarikan. Kebudayaan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk
yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya
pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-
lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat
Banyak hal yang belum bisa dijelaskan secara nyata tentang pemberian nasi
papah tersebut. Ada beberapa factor yang menyebabkan orang memilih suatu
budaya terutama dalam makanan antara lain adanya nilai makanan, pantangan
agama, takhayul dan kepercayaan tentang kesehatan. Pemilihan makanan juga
dapat disebabkan karena makanan itu dianggap baik oleh masyarakat dan yang
tidak kalah penting adalah ketersediaan bahan makanan dan kemampuan
mengekploitasi bahan makanan tersebut.
Baliwati, dkk. (2004), mengeksplorasi bahwa komponen ketersediaan dan
stabilitas pangan dipengaruhi oleh sumber daya alam, manusia, sosial dan produksi
pangan. Akses pangan menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan
individu mempunyai sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan
sesuai dengan norma gizi. Kondisi tersebut tercermin dari kemampuan rumah
tangga untuk meningkatkan produksi pangan dan peningkatan pendapatannya.
Selain faktor-faktor di atas faktor sosio budaya dan religi juga dapat
mempengaruhi ketahanan pangan dan konsumsi pangan masyarakat. Kebudayaan
suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang besar terhadap pemilihan bahan
makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Karena aspek sosio budaya
merupakan fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan
keadaan lingkungan, agama, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat tersebut.
Masyarakat menganggap pemberian nasi papah aman-aman saja dan tidak
menimbulkan permasalahan yang berarti bagi kesehatan. Dengan memberikan nasi
papah merupakan bentuk ekspresi kasih saying orang tua kepada anaknya.Mereka
merasa menjadi lebih aman, tenang. Kontak air liur juga dipercaya akan
mempererat hubungan emosional antara orang tua dan si anak.
4. Foster dan Andersen, 1986 mengatakan bahwa Makanan adalah suatu
konsep budaya, suatu pernyataan yang sesungguhnya mengatakan zat ini sesuai
bagi kebutuhan kita. Sedemikian kuat kepercayaan-kepercayaan kita mengenai apa
yang dianggap makanan dan apa yang dianggap bukan makanan sehingga terbukti
sangat sukar untuk meyakinkan orang untuk menyesuaikan makanan tradisional
mereka demi kepentingn kesehatan dan gizi yang lebih baik.
Nasi Papah dari Pandangan Kesehatan
Sebagian besar para ahli sepakat bahwa makanan terbaik bagi bayi adalah
air susu ibu karena mengandung zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi khususnya sampai berumur 6 bulan, dan setelah itu baru
diberikan makanan tambahan berupa makanan pendamping sesuai umurnya. Air
Susu Ibu juga memiliki banyak kelebihan selain yang disebutkan di atas seperti
mengandung zat antibody terutama pada ASI yang pertama keluar yang disebut
colustrum. ASI juga tidak perlu membeli, bias tersedia setiap saat dengan suhu
yang sesuai kebutuhan bayi dan banyak lagi manfaat lainnya.
Pemberian Makanan Pendamping ASI juga perlu memperhatikan tingkatan
umur bayi, dimana semakin besar umurnya maka kebutuhannya juga akan semakin
meningkat. Umumnya makanan pendamping ASI yang dibuat secara rumahan
sangat sedikit mengandung mikronutrient yang justru sangat dibutuhkan bayi untuk
tumbuh dan berkembang terutama untuk perkembangan kecerdasannya.
Pemberian nasi papah jelas sangat kurang dari asfek pemenuhan kebutuhan
gizi tersebut, dimana biasanya yang dipapah hanya makanan sumber karbohidrat
saja seperti beras dan sangat jarang ditambahkan makanan yang lain baik makanan
sumber protein maupun vitamin dan mineral. Sehingga akan sulit memenuhi
kebutuhan zat gizi bayi.
Nasi papah juga dapat menjadi media penyebaran penyakit antara si ibu
dengan bayi, dimana jika seorang ibu menderita penyakit-penyakit infeksi menular
tertentu yang berhubungan dengan gigi dan mulut serta pernapasan maka akan
sangat mudah untuk ditularkan pada bayinya. Misalnya Tuberculosis. Dari segi
kebersihan dan keamanan pangan nasi papah masih perlu dipertanyakan juga,
karena anak bisa tertular penyakit yang diderita ibu melalui air liur, sedangkan dari
segi kuantitas dan kualitas nilai gizi jelas merugikan si bayi, karena ibu-ibu akan
mendapatkan sari makanan sedangkan bayinya akan mendapatkan ampasnya.
Peranan Tokoh Agama
Masyarakat Lombok khususnya suku sasak merupakan masyarakat yang
sangat religious, sangat kuat memegang teguh aturan-aturan yang ditetapkan oleh
agama, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Sehingga budaya mereka tidak terlepas dari pengaruh agama islam.
Para ulama yang di sana disebut “Tuan Guru” merupakan tokoh kunci
dalam melakukan penetrasi budaya pemberian nasi papah ini. Tuan guru-tuan guru
yang ada bias dijadikan tokoh panutan untuk merubah kebiasaan itu baik melalui
ceramah-ceramah keagamaan di masjid-masjid, surau-surau, ataupun pada acara
majlis taqlim ibu-ibu. Tuan guru umumnya lebih mudah didengar dan diikuti.
5. Agar kampanye pemasaran ASI Eksklusif dapat berhasil guna maka
pendekatan melalui tuan guru-tuan guru ini merupakan solusi yang cerdas dalam
upaya mengurangi atau mengeleminir pemberian nasi papah. Tuan guru dapat
dijadikan penghubung yang tepat untuk menjembatani kerancuan pemahaman
masyarakat tentang alas an memberikan nasi papah tersebut. Misalnya shahihkah
hadist-hadist yang dijadikan rujukan pemberian nasi papah tersebut? Atau
bagaimanakah sebenarnya perilaku yang ditunjukkan oleh rasulullah SAW. Hal ini
bias dijelaskan secara lebih tepat oleh para tuan guru atau kyai-kyai tersebut.
Disamping dikaji secara keagamaan maka para tuan guru perlu dibekali tentang
pemahaman mengenai nasi papah dari tinjauan kesehatan, sehingga mereka dapat
menjelaskan apa yang sebaiknya dilakukan oleh para ibu-ibu tersebut.
KEPUSTAKAAN
Departemen Kesehatan, 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar 2007.
,Jakarta
Dewey,K.G.,Cohen R.J.,Brown K.H.,&Rivera L.L (2001) Effects of Exclusive
Breasfeeding for four versus sixt month on maternal nutritional status and
infant motor development; Result of two month randomized trial in
Honduras. Jurnal of Nutrition, 13 pp,262-267.
Fawzi WW, Herrera MG, Nestel P, el Amin A, Mohamed KA. A longitudinal
study of prolonged breastfeeding in relation to child undernutrition. Int J
Epidemiol 1998;27:255-60.
Foster.G.M, Andersen B.G, 1986. Antropologi Kesehatan. Penerbit Universitas
Indonesia
Graeff.J.A, Elder.J.P,Booth.E.M. 1996. Communication For Health And Behavior
Change, Gadjah Mada University Press.
Hediger ML, Overpeck MD, Ruan WJ, Troendle JF. Early infant feeding and
growth status of US-born infants and children aged 4-71 mo: analyses
from the third National Health and Nutrition Examination Survey, 1988-
1994. Am J Clin Nutr 2000;72:159-67.
Kotler,P, Andersen, A.R, 1995, Strategi Pemasaran untuk Organisasi Nirlaba,
Edisi Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Kotler,P.1997, Manajemen Pemasaran , Edisi Bahasa Indonesia, PT Prenhallindo,
Jakarta.
Kruger R, Gericke GJ. A qualitative exploration of rural feeding and weaning
practices, knowledge and attitudes on nutrition. Public Health Nutr
2003;6:217-223.
WHO, 'Diet, nutrition and prevention of chronic diseases: Report of the Joint
WHO/FAO Expert Consultation' , Geneva, 2002it