Dokumen tersebut membahas tentang asuhan kebidanan pada pra konsepsi yang mencakup konsep fertilitas dan infertilitas, diagnosa infertilitas, dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan infertilitas baik pada pria maupun wanita.
2. Materi yang akan di bahas
1. Konsep Fertilitas dan infertilitas
2. Persiapan dan Perencanaan Kehamilan
3. Psikologi perempuan dan keluarga dalam
persiapan kehamilan
4. Definisi
• Fertilitas adalah kemampuan seorang istri
untuk menjadi hamil oleh dan melahirkan
bayi hidup dari suami yang mampu
menghamilinya
• Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan
setelah menikah 1 tahun atau lebih dengan
catatan pasangan tersebut melakukan
hubungan seksual secara teratur tanpa
adanya pemakaian kontrasepsi
5. Menurut WHO, infertilitas dibedakan
menjadi:
1. Infertilitas Primer
Infertilitas primer adalah belum pernah hamil pada
wanita yang telah berkeluarga meskipun hubungan
seksual dilakukan secara teratur tanpa perlindungan
kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12
bulan.
2. Infertilitas sekunder
Infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan
setelah berusaha dalam waktu 1 tahun atau lebih
pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan
hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan
kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah hamil.
7. 1. Faktor Pria (Khusus)
Penyebab infertilitas pada pria di bagi menjadi 3
kategori utama yaitu :
a. Gangguan produksi sperma misalnya akibat
kegagalan testis primer (hipergonadotropik
hipogonadisme) yang disebabkan oleh faktor
genetik (sindrome Klinefelter, mikrodelesi
kromosom Y) atau kerusakan langsung lainnya
terkait anatomi (crytorchidism,varikokel), infeksi
(mumps orchitis), atau gonadotoksin.
8. Stimulasi gonadotropin yang tidak adekuat
yang disebabkan karena faktor genetik
(isolated gonadotropin deficiency), efek
langsung maupun tidak langsung dari tumor
hipotalamus atau pituitari, atau penggunaan
androgen eksogen, misalnya Danazol,
Metiltestoteron (penekanan pada sekresi
gonadotropin) merupakan penyebab lain dari
produksi sperma yang buruk.
9. b. Gangguan fungsi sperma, misalnya akibat
antibodi antisperma, radang saluran genital
(prostatitis), varikokel, kegagalan reaksi
akrosom, ketidaknormalan biokimia, atau
gangguan dengan perlengketan sperma ( ke
zona pelusida) atau penetrasi.
c. Sumbatan pada duktus, misalnya akibat
vasektomi, tidak adanya vas deferens bilateral,
atau sumbatan kongenital atau yang didapat
(acquired) pada epididimis atau duktus
ejakulatorius (penanganan interil).
10. Faktor Pria (Umum)
1. Umur
Kesuburan pria usia pubertas ditandai
dengan perkembangan organ reproduksi pria.
Perkembangan organ reproduksi pria mencapai
keadaan stabil umur 20 tahun. Tingkat
kesuburan akan bertambah sesuai dengan
pertambahan umur dan akan mencapai
puncaknya pada umur 25 tahun. Setelah usia
25 tahun kesuburan pria mulai menurun secara
perlahan-lahan, dimana keadaan ini disebabkan
karena perubahan bentuk dan faal organ
reproduksi.
11. 2. Frekuensi senggama
Fertilisasi (pembuahan)
merupakan pertemuan
antara spermatozoa dan
ovum,akan terjadi bila
koitus berlangsung pada
saat ovulasi. Ovum
seorang wanita umurnya
lebih pendek lagi yaitu
lx24 jam, sehingga bila
kiotus dilakukan-pada
waktu’ tersebut
kemungkinan besar bisa
terjadi pembuahan.
3. Lama berusaha
Penyelidikan lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk
menghasilkan kehamilan
menunjukkan bahwa 32,7%
hamil dalam satu bulan
pertama . 57,0% dalam tiga
bulan pertama, 72.1 %
dalam enam bulan pertama.
85,4% dalam 12 bulan
pertama, dan 93,4% dalam
24 bulan pertama. Waktu
rata~rata yang dibutuhkan
untuk menghasi1kan
kehamilan adaleh. 2,3-2.8
bulan.
12. 2. Faktor Wanita
a. Gangguan ovulasi
Terjadinya anovulasi dapat disebabkan tidak
ada atau sedikitnya produksi gonadotropin
releasing hormon (GnRH) oleh hipotalamus (
40 % kasus), sekresi hormon prolaktin oleh
tumor hipopise (20 % kasus), PCOS ( 30 %
kasus), kegagalan ovarium dini (10%).
13. Lanjutan
WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 4
kelas
• Kelas 1 : Kegagalan pada hipotalamus
hipopise (hipogonadotropin
hipogonadism). Karakteristik dari kelas
ini adalah gonadotropin yang rendah,
prolaktin normal, dan rendahnya estradiol.
Kelainan ini terjadi sekitar 10 % dari
seluruh kelainan ovulasi.
14. • Kelas 2 : Gangguan
fungsi ovarium
Karakteristik dari kelas ini
adalah kelainan pada
gonadotropin namun
estradiol normal.
Anovulasi kelas 2 terjadi
sekitar 85 % dari seluruh
kasus kelainan ovulasi.
Manifestasi klinik
kelainan kelompok ini
adalah oligomenorea
atau amenorea yang
banyak terjadi pada
• Kelas 3 :
Kegagalan ovarium
( hipogonadotropin
hipogonadism).
Karakteristik
kelainan ini adalah
kadar gonadotropin
yang tinggi dengan
kadar estradiol yang
rendah. Terjadi
sekitar 4-5 % dari
seluruh gangguan
ovulasi.Kelompok
wanita yang
mengalami
gangguan ovulasi
akibat gangguan
15. • Kelas 4 : Kelompok wanita yang
mengalami gangguan ovulasi akibat
disfungsi ovarium, memiliki kadar prolaktin
yang tinggi (hiperprolaktinemia).
16. b. Kelainan Anatomis
Kelainan anatomis yang sering ditemukan
berhubungan dengan infertilitas adalah
abnormalitas tuba fallopii dan peritoneum,
faktor serviks, serta faktor uterus.
17. 1. Infertilitas faktor tuba dan peritoneum
Faktor tuba dan peritoneum menjadi penyebab kasus
infertilitas yang cukup banyak dan merupakan
diagnosis primer pada 30-40% pasangan infertil.
Faktor tuba mencakup kerusakan atau obstruksi tuba
fallopii, biasanya berhubungan dengan penyakit
peradangan panggul, pembedahan panggul atau tuba
sebelumnya. Adanya riwayat PID, abortus septik,
ruptur apendiks, pembedahan tuba, atau kehamilan
ektopik sebelumnya menjadi faktor resiko besar untuk
terjadinya kerusakan tuba. PID tidak diragukan lagi
menjadi penyebab utama infertilitas faktor tuba dan
kehamilan ektopik
18. Lanjutan
Infeksi pelvis subklinik oleh Chlamydia
Trachomatis yang menyebabkan infertilitas
karena faktor tuba. Meskipun banyak wanita
dengan penyakit tuba atau perlekatan pelvis
tidak diketahui adanya riwayat infeksi
sebelumnya, terbukti kuat bahwa “silent
infection” sekali lagi merupakan penyebab
yang paling sering. Penyebab lain faktor
infertilitas tuba adalah peradangan akibat
endometriosis, Inflammatory Bowel Disease,
atau trauma pembedahan
19. 2. Faktor serviks
Faktor serviks berjumlah tidak lebih dari 5 % penyebab infertilitas
secara keseluruhan. Tes klasik untuk evaluasi peran potensial faktor
serviks pada infertilitas adalah Post Coital Test (PCT). Dibuat untuk
menilai kualitas mukus serviks, adanya sperma dan jumlah sperma
motil pada saluran genitalia wanita setelah koitus, serta interaksi
antara mukus serviks dan sperma
20. Kelainan serviks yang dapat
menyebabkan infertilitas
• Perkembangan serviks yang abnormal sehingga dapat
mencegah migrasi sperma
• Tumor serviks (polip,mioma) dapat menutupi saluran
sperma atau menimbulkan discharge yang
mengganggu spermatozoa. atau tidak mampu
mempertahankan produk kehamilan.
• Servisitis yang menghasilkan asam atau sekresi purulen
yang bersifat toksin terhadap spermatozoa.
Streptococcus,staphylococcus,gonococcus, tricomonas
dan infeksi campuran merupakan penyebab terbanyak.
21. 3. Faktor Uterus
a. Septum Uteri
Hal ini dapat menghambat
maturasi normal embrio
karena kapasitas uterus
yang kecil. Septum uteri
menurut tingkatan
berdasarkan ukuran
septum dibagi menjadi 3
kelompok yakni :
-Stadium I : 0-1 cm
-Stadium II : 1-3
-III : >3 cm
b. Mioma uteri
Pembesaran dari rahim dan
distorsi dari kontur uterus
mungkin mempengaruhi
implantasi, menyebabkan
disfungsional kontraktilitas
uterus, yang pada gilirannya
bisa mengganggu dengan
migrasi sperma, transportasi
sel telur atau mengganggu
nidas
c. Kelainan endometrium,
seperti adanya polip,
endometritis, hiperplasia dan
perlengketean intrauterin
(Sindroma Asherman).
22. d. Endometriosis
• Endometriosis klasik tampak sebagai pigmen
hitam-kebiruan seperti lesi( “powder-burn”)
pada permukaan kandung kemih, ovarium,
tuba falopi, kantong rekto-uterina, dan usus
besar. Endometriosis non klasik tampak
seperti lesi dan vesikel merah, coklat atau
putih. Endometriosis berat dengan kerusakan
tuba falopi dan ovarium menyebabkan adhesi
atau munculnya endometrioma, merupakan
penyebab infertilitas.
23. Selain itu pada endometriosis yang ringan pun
dapat menyebabkan infertilitas melalui beberapa
mekanisme, yaitu :
1. Produksi prostaglandin sehingga mempengaruhi
motilitas tuba atau dan fungsi korpus luteum.
2. Melalui makrofag peritoneum, ditemukan
peningkatan aktifitas makrofag yang akan
memfagosit sperma.
3. Dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan
folikel, disfungsi ovulasi dan kegagalan
perkembangan embrio
25. Dampak Sosial Budaya pada
Perempuan yang Mengalami
Infertilitas
Dampak psikologis yang dialami menyangkut kondisi internal,
hubungan interpersonal dan seksual suami istri. Berdasarkan
beberapa penelitian mengungkapkan bahwa infertilitas yang
dialami oleh seorang istri akan menimbulkan dampak
psikologis yang cukup berat. Dampak psikologis yang dialami
yaitu munculnya perasaan frustasi, depresi, isolasi, marah,
dan rasa bersalah perasaan tidak sempurna dan kurang
berarti. Selain itu infertilitas berdampak buruk terhadap
hubungan suami istri. Mereka menjadi jauh satu sama lainnya,
hubungan menjadi kurang harmonis, kehidupan seks antara
suami tidak lagi hangat dan mesra
27. a. Tahap Pertama (Fase I)
1. Pemeriksaan riwayat infertilitas (anamnesis).
Anamnesis masih merupakan cara terbaik
untuk mencari penyebab infertilitas pada
wanita. Faktor-faktor penting yang berkaitan
dengan infertilitas yang harus ditanyakan
kepada pasien adalah mengenai usia pasien,
riwayat kehamilan sebelumnya, panjang siklus
haid, riwayat penyakit sebelumnya dan
sekarang, riwayat operasi, frekuensi koitus dan
waktu koitus.
28. 2. Pemeriksaan Fisik
• Ciri-ciri gangguan endokrin - Jerawat, hirsutisme, kebotakan -
Acanthosis nigrican - Virilisasi - Gangguan lapang pandang -
Gondok,ciri penyakit tiroid
• BMI
• Tekanan Darah
• Persyaratan Kesehatan untuk tindakan anestesi
• Urinalisis
• Pemeriksaan payudara: benjolan, galakthorrhea
• Dapat dilakukan Cervical smear jika diperlukan
• Pemeriksaan abdominal: massa, luka, striae, hirsutisme
• Pemeriksaan pelvis - Perkembangan kelainan/anomali - Nodul
endometriosis vaginal - Adanya rasa sakit ketika disentuh
(tenderness) - Mobilitas uterus - Massa - Endocervical swab -
Pemeriksaan rectal jika diperlukan
29. 3. Penilaian Ovulasi
Cara yang optimal untuk
mengukur ovulasi pada
wanita yang memiliki
siklus menstruasi yang
tidak teratur adalah
dengan
mengkombinasikan
serangkaian pemindaian
ultrasound dan
pengukuran konsentrasi
serum
4. Uji Pasca Senggama
Pengambilan getah serviks
dari kanalis endo-serviks
dilakukan setelah 2 – 12 jam
senggama. Pemeriksaan
dilakukan di bawah
mikroskop. UPS dikatakan
positif, bila ditemukan paling
sedikit 5 sperma perlapangan
pandang besar (LPB). UPS
dapat memberikan gambaran
tentang kualitas sperma,
fungsi getah serviks dan
keramahan getah serviks
terhadap sperma.
30. b.Tahap Kedua (Fase II)
1. Histerosalpingografi (HSG)
Infertilitas tuba didiagnosa sekitar 15%-50%
pada pasangan subfertil. Histerosalpingografi
sinar-X (HSG) memberikan gambar rongga uterus
dan tuba Fallopi. HSG merupakan uji
pendahuluan yang paling sederhana untuk
menggambarkan rongga uterus dan tuba Fallopi
dan sedikit komplikasi. Pada tahap ini dilakukan
pemeriksaan HSG untuk menilai patensi tuba
31. c. Tahap Ketiga (Fase III)
Laparoskopi
Laparoskopi memberikan gambaran panoramik
terhadap anatomi reproduktif panggul dan
pembesaran dari permukaan uterus, ovarium,
tuba, dan peritoneum. Oleh karenanya,
laparoskopi dapat mengidentifikasi penyakit
oklusif tuba yang lebih ringan (aglutinasi fimbria,
fimosis), adhesi pelvis atau adneksa, serta
endometriosis yang dapat mempengaruhi
fertilitas yang tidak terdeteksi oleh HSG
33. 1. Persiapkan mental dan finansial
2. Konsultasi ke dokter Obgyn
3. Hindari depresi maupun stres
4. Konsumsi asam folat
5. Catat jadwal ovulasi
6. Hindari rokok, minuman keras dan obat terlarang
7. Selalu makan makanan yang bergizi
8. Selektif mengkonsumsi ikan
9. Batasi kafein
10. Hindari daging dan ikan mentah
35. 1. Memahami resiko pasca bersalin
2. Memahami apa yang bisa terjadi
3. Mencari support sistem
4. Menyadari pentingnya kesehatan mental
36. Pada awal kehamilan, seorang perempuan
akan beradaptasi terhadap peran barunya
untuk menerima kehamilan dan
meyesuaikan diri terhadap peran barunya
ke dalam kehidupan kesehariannya. Ia
harus bisa merubah konsep diri menjadi
calon orang tua
37. Pencapaian peran seorang ibu dalam masa
kehamilan ini, perlu dukungan keluarga, sosial
dan tenaga kesehatan yang luas. Ibu hamil perlu
diberikan akses asuhan yang terintegrasi antara
fisik dan psikologis, yaitu penerimaan
perilakunya, partnership dan konseling.