SlideShare a Scribd company logo
1 of 167
PENDAHULUAN
Menurut Kerlinger (2002, 4), ilmu adalah seperangkat konsep
dan pola konseptual yang memenuhi kebutuhan praktis umat manusia;
teruji konsistensi internalnya. Ilmu adalah seperangkat pengetahuan
suatu bidang yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk
menerangkan gejala atau fenomena tertentu dalam bidang itu. Ilmu
bahasa yang mengkaji kata dan bagian-bagiannya ialah morfologi.
Dalam kata terdapat fenomena. Fenomena dikaji untuk men-
deskripsikan (menerangjelaskan) hakikatnya. Pendeskripsian memer-
lukan konsep yang saling berkaitan dan proposisi yang menyajikan
pandangan sistematis. Himpunan konsep (pengertian) yang saling
berkaitan, definisi dan proposisi (pernyataan) yang menyajikan
pandangan sistematis tentang gelaja (fenomena) adalah teori (lihat
Ary 1979: 14). Misalnya, teori tentang kata kompleks, teori tentang
morfem, teori tentang reduplikasi, dan teori tentang model proses.
1. Tinjauan Matakuliah
Apakah morfologi itu? Morf ialah bentuk dan logi ialah ilmu.
Secara ontologis (ontos arti ‘yang berada’ dan logos arti ‘pikiran’),
morfologi membahas/mengkaji tentang hakikat kata secara konkrit,
komprehensif dan holistik.
Secara epistimologis (episteme arti ‘pengetahuan atau
kebenaran’ dan logos arti ‘pikiran’), morfologi membahas/mengkaji
bagaimana asal muasal, sumber, metode, struktur dan validasi
(pengetahuan) kata. Dalam aspek epistimologi terdapat beberapa
logika, yaitu analogi, silogisme, premis mayor dan premis minor.
Analogi dalam ilmu kata adalah persamaan antarbentuk yang menjadi
dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Silagisme adalah penarikan
simpulan, konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya
ditarik dari premis yang disediakan sekaligus. Premis mayor bersifat
umum yang berisi pengetahuan, kebenaran dan kepastian. Premis
1
minor bersifat spesifik yang berisi struktur berpikir dan dalil-dalilnya.
Dalam epistemology terdapat dua aliran, yaitu rasionalisme dan
empirisme. Rasionalisme adalah pentingnya akal yang menentukan
hasil atau keputusan, sedangkan empirisme adalah realita kebenaran
yang terletak pada benda konkrit yang dapat diindera karena ilmu atau
pengalaman empiris.
Secara aksiologis (aksios arti ‘nilai’, logos arti ‘teori atau
ilmu’), morfologi membahas penggunaan (kegunaan) ilmu tentang
kata. Jujun S. Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Misalnya, sistem dan karakteristik kata yang ditemukan digunakan
untuk bertutur dalam suatu konstruksi.
Morfologi merupakan cabang ilmu bahasa (linguistik) yang
mengkaji kata dan bagian-bagiannya yang memiliki makna (leksikal
dan atau gramatikal). Kata adalah (1) satuan-bahasa yang dapat berdiri
sendiri dalam suatu konstruksi secara leksikal atau gramatikal; (2)
satuan-bahasa terkecil yang bermakna yang dapat diujarkan sebagai
bentuk bebas.
Kata dapat dideskripsikan, alih-alih dikaji, yang berikut ini,
bahwa kata pemberdayaan dapat dilihat dari berbagai aspek: (1)
proses morfologisnya, pemberdayaan ialah kata turunan, Kata
pemberdayaan didasari oleh kata daya (model penataan) atau didasari
oleh verba memberdayakan (model proses), (2) unsurnya,
pemberdayaan termasuk kata polimorfemik yang terdiri atas pem--
an, ber-, daya: unsur pem--an dan ber- ialah morfem terikat, afiks,
daya ialah morfem bebas terikat, bentuk tunggal. (3)
morfofonemiknya, daya + ber-  berdaya, berdaya + peN--an 
pemberdayaan, peN--an direalisasi menjadi pem--an karena peN--an
melekat pada kata berdaya yang berfonem awal /b/, dan (4)
maknanya, pemberdayaan bermakna ‘proses memberdayakan’ atau
‘proses menjadikan ... berdaya’.
2
Kata dikaji untuk memahami karakteristik kata dan untuk
menemukan sistem kata. Karakteristik dan sistem kata ini membentuk
kemampuan batiniah (kemampuan kognisi), selanjutnya memupuk
intuisi kebahasaan. Intuisi kebahasaan ini mendasari kegiatan
berbahasa, kemampuan lahiriah atau kemampuan performa atau
psikomotor secara cermat. Kecermatan yang ajek atau konsisten
dalam berbahasa merupakan implementasi kemampuan terhadap nilai-
nilai bahasa (kemampuan afeksi).
Kutipan berikut berasal dari tulisan yang berjudul “Satu Baha-
saku, Bahasa Indonenglish!” Dalam hirarki bahasa, keseluruhan
kutipan ini merupakan satuan-bahasa tertinggi atau terbesar, satuan-
bahasa terbesar ini disebut wacana. Kutipan di atas terdiri atas satuan-
bahasa yang terdiri atas satu kalimat atau lebih (ditandai dengan
menjorok ke dalam) mendukung satu ide, satuan bahasa ini disebut
paragraf atau alinea. Setiap paragraf didukung oleh satuan-bahasa
yang ditandai dengan kesenyapan (#), dalam bahasa tulis, ditandai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan kesenyapan (#) pula, dalam
bahasa tulis ditandai dengan pungtuasi dan yang menunjukkan
pengertian lengkap, satuan-bahasa ini disebut kalimat. Setiap kalimat
didukung satu atau beberapa satuan-bahasa, satuan- bahasa yang
bermakna dengan penanda dapat diujudkan sebagai bentuk bebas
secara leksikal disebut kata. Setiap kata didukung satuan-bahasa
terkecil yang bermakna yang tidak dapat diperkecil lagi, satuan-
bahasa ini disebut morfem. Kata (tunggal) atau morfem terdiri atas
satuan bunyi bahasa yang dapat membedakan makna, satuan bunyi ini
disebut fonem.
3
Ujud bahasa berupa wacana. Dalam tataran bahasa, wacana
adalah satuan-bahasa terbesar; satuan-bahasa terlengkap. Untuk
keperluan kajian (keilmuan), wacana yang panjang dipotong-potong
menjadi satuan-bahasa di bawahnya berupa paragraf, paragraf
dipotong-potong didapatkan kalimat dan klausa, klausa dipotong-
potong didapatkan frasa, dan seterusnya kata, morfem dan fonem.
Sebagai hirarki bahasa, kata perlu dikaji. Pengkajian dilakukan
dengan cara menjabarkan kata untuk memahami karakteristik dan
menemukan sistem kata. Atas dasar sistem kata, penutur membentuk
kata, yaitu kata bentukan yang sesuai dengan sistem, kata bentukan
digunakan secara tepat. Pengkajian tentang seluk beluk kata dalam
kajian kebahasaan ini dipelajari dalam ilmu bahasa (linguistik) yang
disebut morfologi.
4
Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!
Terus terang saja, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang tidak
pernah baik dan benar (sehingga pemerintah perlu menggembar-
gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar) itu
bukan hal baru lagi. Sudah tak terhitung lagi artikel, makalah, berita,
seminar, dan karikatur yang dibuat untuk menyentil pemakaian bahasa
Indonesia yang centang perenang atau karut marut.
Salah satu gejala paling nyata pemakaian bahasa kita yang tak pernah
beres itu adalah lebih sukanya orang-orang Indonesia menggunakan
bahasa asing, terutama bahasa Inggris, untuk mengungkapkan idenya. Dari
percakapan sehari-hari sampai nama kompleks perumahan, orang
Indonesia banyak memakai bahasa Inggris.
Saking parahnya gejala ini, pada masa 1980-1990-an pemerintah otoriter
Orde Baru menerapkan keotoriterannya untuk menertibkan pemakaian
bahasa. Gubernur Jawa Tengah H Ismail pada tahun 1983 pernah mela-
rang pemberian nama toko dan perusahaan yang ke-inggris-inggris-an di
Semarang dan kota-kota lain di Jawa Tengah. ….
(Dikutip sebagian dari lampiran buku ini)
Ilmu Bahasa Tataran Satuan Bahasa
discouse (wacana) wacana
paragraf
kalimat
sintaksis klausa
frasa
morfologi kata
morfem
fonologi  fonem
a. Deskripsi Matakuliah
Bahasa Indonesia (BI) digunakan oleh anggota masyarakat
untuk mengadakan kerja sama, BI ini berfungsi sebagai alat
komunikasi. BI dapat dimanfaatkan untuk bahan pengkajian,
misalnya pengkajian kata dalam buku ini. BI dapat pula dimanfaatkan
untuk media, artinya BI dijadikan dalam mengajarkan dan belajar
kata, misalnya teks lampiran buku ini “Satu Bahasaku, Bahasa
Indonenglish” .
Wacana adalah satuan bahasa tertinggi atau terbesar. Unsur
wacana yang berupa kalimat atau gugus kalimat (paragraph) dapat
digunakan untuk media pengajaran kata. Karena itu, strategi yang
perlu dikembangkan dalam pengajaran (mengajarkan) kata ialah
penggunaan media wacana atau media kalimat (satuan bahasa yang
merupakan unsur wacana). Pengajaran kata seperti ini dapat
membangun intuisi kebahasaan secara holistik.
5
Untuk mengimplementasikan media wacana dan media
kalimat dalam pengajaran kata, kata ditentukan dari konstruksi
(misalnya kalimat dalam wacana, wacana sesuai perkembangan
anak/siswa), kemudian kata dikaji untuk menemukan sistem dan
memahami karakteristik kata. Ini pengajaran kata secara induktif.
Berdasarkan sistem kata yang ditemukan, kata dibentuk. Ini
pengajaran kata secara deduktif.
pengkajian kata dilakukan dari pengkajian kata dari sistem kata
fakta kata menuju ke sistem dan menuju pembentukan kata
atau karaktersitik kata
kata sistem kata
kata kata → dari konstruksi
kata
membangun konstruksi ← kata kata
sistem kata
(berpikir induktif) (berpikir deduktif)
Pengajaran kata (mulai pengkajian kata) secara tuntas jika kata
dikaji dengan menggunakan: (1) model penataan, misalnya pengkajian
kata tentang morfem dan morfofonemik, (2) model proses, misalnya
pemaknaan dalam penjabaran dan pembentukan kata: kata bentukan
yang berbeda, khususnya kata turunan yang mirip dan kata turunan
yang sama, (3) model paradigma, misalnya pengajian kata
perusahaan bersama kata lain yang pangkalnya sama untuk
menemukan sistem kata secara menyeluruh.
Proses belajar mengajarkan teori morfologi dan pengkajian
kata yang dibarengi dengan perlatihan yang disesuaikan dengan
kebutuhan. Proses ini diakhiri dengan kegiatan uji kompetensi.
6
b. Manfaat Matakuliah
Teori adalah himpunan pengertian, konsep atau konstruk yang
saling berkaitan yang terdapat definisi dan proposisi (ungkapan/per-
nyataan) dan pandangan sistematis tentang gejala (fenomena) dengan
cara menetapkan hubungan antara variabel dengan tujuan untuk
menjelaskan dan meramalkan fenomena itu. Teori adalah seperangkat
pendapat yang digunakan untuk menjelaskan fakta atau data. Dalam
morfologi terdapat pendapat yang digunakan untuk menjelaskan fakta
(data), artinya dalam morfologi terdapat teori-teori.
Seluk-beluk kata, kata dan bagian-bagiannya diajarkan dalam
matakuliah Morfologi dengan kemanfaatan:
a. mahasiswa mampu memahami teori morfologi untuk dijadikan
dasar, sudut pandang dan alat untuk menganalisis kata (fakta
bahasa). Cara berpikir induktif.
b. mahasiswa mampu menjabarkan satuan-kata untuk menemukan
sistem dan memahami karakteristik kata sebagai kemampuan bati-
niah (kompetensi kognitif), selanjutnya memupuk intuisi kebahasa-
an. Intuisi kebahasaan ini akan mengalir terealisasi menjadi satuan
bahasa kata. Ini merupakan cara berpikir induktif dan berpikir
deduktif. Cara berpikir induktif deduktif ini perlu dibiasaan dalam
kegiatan belajar kata dan belajar bidang yang lain.
c. mahasiswa mampu membentuk dan membangkitkan satuan kata
secara tepat berdasarkan sistem kata untuk digunakan dalam
konstruksi kalimat. Cara berpikir deduktif.
d. Mahasiswa, calon guru dan penyuluh bahasa Indonesia, mampu
memformulasi materi-ajar tentang kata untuk diajarkan kepada
siswa di berbagai tingkatan sekolah.
c. Standar Kompetensi
7
Kecapakan minimal (standar kompetensi) yang harus dimiliki
mahasiswa, calon guru bahasa Indonesia, mencakupi (1) kecakapan
kognisi: mengetahui dan memahami sistem-kata dengan melakukan
kegiatan menganalisis kata dan merealisasi sistem-kata ke dalam ujud
satuan kata (membentuk kata), menganalisis dan mencipta kata (2)
kecakapan psikomotor: mengujarkan (menggunakan) kata tunggal,
kata bentukan dan kata turunan dalam konstruksi (misalnya frasa dan
kalimat), (3) kecakapan afeksi: kata dibentuk secara tepat, yaitu
penerapan nilai kebahasaan secara konsisten. Ketiga kecakapan ini
dirumuskan dalam standar kompetensi yang harus dikuasai mahasis-
wa:
(1) memahami teori-teori morfologi secara utuh (holistik) sehingga
membangun ilmu morfologi.
(2) menganalisis satuan kata untuk menemukan sistem-kata dan
karakteristik-kata.
(3) membentuk dan membangkitkan satuan-kata berdasarkan
sistem dan atau karakteristik kata yang digunakan dalam
konstruksi.
(4) menyusun materi-ajar tentang kata.
d. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL)
Teori dalam ilmu kata (morfologi) dicapai mahasiswa setelah
mahasiswa mengikuti pembelajaran. Makna kata pembelajaran
‘proses membelajarkan’, sedangkan makna membelajarkan ‘melaku-
kan mengajar dan belajar’, maksudnya ‘dosen mengajar mahasiswa
agar mahasiswa belajar’, yaitu dosen mengelola mahasiswa agar
mahasiswa belajar.
Setelah mengikuti proses belajar mengajar (=pembelajaran),
dengan indikator-indikator dan materi yang ditentukan, mahasiswa
mampu mencapai pembelajaran sehingga mahasiswa dinyatakan lulus:
8
(1) mahasiswa memiliki ilmu morfologi sebagai dasar menganalisis
kata dan bagian-bagiannya,
(2) mahasiswa mampu menganalisis kata untuk menemukan sistem
dan karakteristik kata,
(3) mahasiswa mampu membentuk dan membangkitkan kata dalam
konstruksi (frasa atau kalimat).
(4) Mahasiswa mampu menyusun (memformula) materi-ajar tentang
kata yang berupa deskripsi kata serta argumen-argumennya
dengan sistem dan karakteristik kata.
9
BAB I: CAKUPAN MORFOLOGI
Jika seseorang bertutur secara lisan, tuturannya berupa bahasa,
tuturan ini disebut bahasa lisan. Bahasa adalah sistem simbol vokal
yang diahasilkan alat bunyi manusia yang mengandung makna. Sim-
bol vokal terjadi oleh arus udara yang keluar dari paru-paru melalui
rongga tenggorok (terdapat pita suara) dan rongga mulut (terdapat
artikulator dan daerah artikulasi) dan atau rongga hidung. Karena
dalam bentuk buku ini, terbatas sarana, tuturan itu dilambangkan
secara ortografiks, selanjutnya disebut bahasa tulisan. Kutipan berikut,
contoh bahasa tulis:
Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!
….
Salah satu gejala paling nyata pemakaian bahasa kita yang tak pernah beres itu
adalah lebih sukanya orang-orang Indonesia menggunakan bahasa asing, terutama
bahasa Inggris, untuk mengungkapkan idenya. Dari percakapan sehari-hari sampai
nama kompleks perumahan, orang Indonesia banyak memakai bahasa Inggris.
(paragraf kedua kutipan lampiran buku ini)
Bahasa mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi. Bahasa
juga merupakan bahan pengkajian. Bahasa dikaji untuk mengatur
bahasa itu karena pengkajian menemukan sistem dan atau karakte-
ristik bahasa itu. Bahasa juga dapat dipakai sebagai media.
Satuan-bahasa yang berupa kata dan bagian-bagiannya meru-
pakan pengkajian cakupan morfologi.
A. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan Indikator
10
Teori dalam ilmu kata (morfologi) di dalamnya terdapat
istilah-istilah morfologi. Teori ini wajib dicapai oleh mahasiswa
dalam pembelajaran sehingga mahasiswa dinyatakan lulus.
Capaian Pembelajaran Lulusan, setelah mahasiswa menye-
lesaikan kegiatan pembelajaran, maka:
1. Mahasiswa mampu menjelaskan teori-teori morfologi yang
digunakan untuk menganalisis kata, dan
2. Mahasiswa mampu mendefinisikan istilah-istilah bidang morfologi.
Indikator, bahwa capaian pembelajaran terpenuhi jika
mahasiswa mampu:
• Menyebutkan istilah-istilah teknis bidang morfologi,
• Menentukan satuan bahasa dalam wacana: kata, kata kompleks,
kata turunan, bentuk tunggal, kata tunggal, bentuk dasar, kata dasar,
bentuk asal, kata asal, morfem dan afiks.
• Menjelaskan kata, kata kompleks, kata turunan, bentuk tunggal,
kata tunggal, bentuk dasar, kata dasar, bentuk asal, dan kata asal
• Mendefinisikan istilah-istilah bidang morfologi.
B. Gambaran Umum Materi
Secara teoretis, bidang morfologi terdapat berbagai istilah
teknis yang mengandung konsep, contoh dan batasan atau definisi.
Istilah teknis morfologis, misalnya: (a) bentuk kompleks dan kata
turunan, (b) bentuk tunggal dan kata tunggal, (c) bentuk dasar dan
kata dasar, (d) bentuk asal dan kata asal, (e) morfem, dan (f) afiks.
11
Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!
Terus terang saja, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang tidak
pernah baik dan benar (sehingga pemerintah perlu menggembar-
gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar) itu
bukan hal baru lagi. Sudah tak terhitung lagi artikel, makalah, berita,
seminar, dan karikatur yang dibuat untuk menyentil pemakaian bahasa
Indonesia yang centang perenang atau karut marut.
Salah satu gejala paling nyata pemakaian bahasa kita yang tak pernah
beres itu adalah (ialah) lebih sukanya orang-orang Indonesia mengguna-
kan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, untuk mengungkapkan
idenya. Dari percakapan sehari-hari sampai nama kompleks perumahan,
orang Indonesia banyak memakai bahasa Inggris.
(Dikutip sebagian dari lampiran buku ini)
C. Relevansi Pengetahuan
Istilah teknis bidang morfologi relevan dengan upaya pema-
haman teori morfologi secara holistik. Bahwa istilah teknis ini
merupakan bagian dalam teori morfologi.
Istilah teknis bidang morfologi merupakan dasar untuk
memahami ilmu morfologi. Istilah teknis ini dijadikan dasar mengkaji
bidang morfologi secara makro. Istilah teknis ini dibahas secara
induktif, yaitu pengkajian kata dalam konteks wacana. Kata
ditentukan (diambil) dalam wacana, kemudian kata itu dikaji dan
dideskripsikan perihalnya. Dalam kegiatan pengkajian dan
pendeskripsian muncul istilah teknis. Cara berpikir ini ialah berpikir
induktif.
Cara berpikir perlu dilatihkan dan dilakukan mahasiswa
sehingga mahasiswa terbiasa berpikir secara induktif. Contoh berpikir
induktif melalui pengkajian kata. Kata pemakaian (p2, k1) dan
menerapkan (p3, k1) dari wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indo-
nenglish”. Kata pemakaian terdiri atas pem--an dan (p)akai. Bahwa
pemakaian terdiri konfiks pem—an dan kata dasar (p)akai. Kata
menerapkan terdiri atas men- + (t)erap + -kan. Bahwa menerapkan
terdiri afiks men- , -kan + (t)erap.
Selanjutnya, istilah teknis bidang morfologi ini dijelaskan
hakikinya dengan melakukan pembentukan satuan kata. Istilah teknis
ini didefinisikan dan diberi contoh-contohnya pembentukannya. Cara
ini disebut berpikir secara deduktif. Contoh berpikir deduktif melalui
12
pembentukan kata: konfiks pem--an (peN--an) yang melekat pada kata
pakai sehingga membentuk kata turunan/bentukan pemakaian.
Pengetahuan tentang istilah teknis ini relevan dengan
penguasaan ilmu kata (morfologi) dan berlatih berpikir induktif-
deduktif dalam mengkaji fakta-fakta bahasa (kata). Cara berpikir
induktif dan deduktif perlu dilakukan mahasiswa, keduanya penting.
D. Istilah Teknis Morfologi
Istilah teknis morfologi dihafal. Pengertian istilah teknis
morfologi dipahami. Hafal dan paham ini digunakan untuk pengu-
asaan ilmu morfologi secara holistik (utuh) dan komprehensif (selu-
ruh).
1. Kata
Wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!” pada lampiran
dalam buku ini terdapat satuan-satuan bahasa. Satuan-bahasa pada paragraf 1
kalimat 1 didahului dengan kesenyapan (#) dan diakhiri dengan kesenyapan
(#), selnajutnya satuan-bahasa ini disebut kalimat (pengkajian sintaktis).
#terus terang saja, masalah pemakaian bahasa Indonesia
yang tidak pernah baik dan benar (sehingga pemerintah perlu
menggembar-gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia yang
baik dan benar) itu bukan hal baru lagi#
Jika, satuan-bahasa di antara kesenyapan dicermati (dikaji),
kalimat itu terdapat satuan-bahasa terus terang saja // masalah
pemakaian bahasa Indonesia yang tidak pernah baik dan benar //
(sehingga pemerintah perlu menggembar-gemborkan anjuran untuk
berbahasa Indonesia yang baik dan benar) itu // bukan hal baru lagi.
Satuan-bahasa terus terang saja disebut frasa (pengkajian
sintaksis). Frasa terus terang saja terdiri tiga satuan-bahasa yang
mempunyai kebebasan dalam konstruksi itu dan bermakna, bahwa
terus bermakna ‘lurus menuju …; langsung pada (arah ke); lantas’,
13
terang bermakna ‘dalam keadaan dapat dilihat (didengar); nyata;
jelas’, saja bermakna ‘melulu (tiada lain hanya; semata-mata)’.
Masing-masing, satuan-bahasa terus, terang, saja disebut kata. Kata
adalah satuan-bahasa terkecil yang bermakna yang mempunyai
kebebasan dalam suatu konstruksi.
Kata dilihat dari bentuk atau unsur dan prosesnya, kata dan
bagian-kata dapat dibedakan kata kompleks, kata turunan, bentuk
dasar, kata dasar, bentuk asal, kata asal, morfem, afiks.
2. Kata Kompleks dan Kata Turunan
Kalimat 1 pada paragraf 1 terdapat satuan bahasa pemakaian,
pemerintah, menggembar-gemborkan, anjuran, berbahasa. Setiap
satuan-bahasa ini memiliki unsur-unsur yang bermakna: makna leksi-
kal atau makna gramatikal. Satuan-bahasa (1) pemakaian berunsur
pakai ‘kenakan sesuatu’ dan berunsur pem--an (peN--an), pemakaian
bermakna ‘proses pakai’; (2) pemerintah berunsur perintah ‘perkataan
yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’ dan berunsur pem-
(peN-), pemerintah bermakna ‘(sekelompok) orang yang perintah’; (3)
menggembar-gemborkan berunsur gembor ‘suara lantang’ dan
berunsur R (reduplikasi) dengan afiksasi; menggembar-gemborkan
bermakna ‘terus-menerus suara secara lantang’ atau ‘terus-menerus
gembor; (4) anjuran berunsur anjur ‘pernyataan supaya diturut
(dilakukan dan dilaksanakan)’; ‘menyatakan agar pernyataan supaya
diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’ atau ‘menyatakan anjur’ dan
berunsur –an; anjuran ‘hasil anjur’, (5) berbahasa berunsur bahasa
‘sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat
untuk bekerja sama’ dan berunsur ber-; berbahasa bermakna
‘menggunakan bahasa’.
14
Perlatihan: 1. Dilihat dari bentuknya, tentukan berbagai macam satuan-
bahasa yang disebut kata! 2. Apakah kata itu? Definisikan!
Analisis (1)-(5) di atas menggunakan model penataan, yaitu
unsur dan unsur ditata. Dilihat dari unsurnya, satuan bahasa
pemakaian, pemerintah, menggembar-gemborkan, anjuran, berbaha-
sa yang terdiri lebih satu unsur disebut kata kompleks.
Bahwa unsur dan unsur peN- + perintah menurunkan satuan-
bahasa pemerintah. Satuan-bahasa yang merupakan penurunan unsur
dan unsur disebut kata turunan (berpikir deduktif). Dengan kata lain,
unsur dan unsur peN- + perintah membentuk satuan-bahasa pemerin-
tah. Satuan-bahasa yang merupakan pembentukan unsur dan unsur
disebut kata bentukan.
Analisis model proses, misalnya, kata/bentuk dasar yang
mengalami afiksasi. Satuan-bahasa (a) pemakaian berunsur memakai
‘mengenakan sesuatu’ dan berunsur pem--an (peN--an), pemakaian
bermakna ‘proses memakai’; (b) pemerintah berunsur memerintah
‘perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’ dan
berunsur pem- (peN-), pemerintah bermakna ‘(sekelompok) orang
yang memerintah’; (c) menggembar-gemborkan berunsur menggem-
borkan ‘menyuarakan secara lantang’ dan berunsur R (reduplikasi);
menggembar-gemborkan bermakna ‘terus-menerus menyuarakan
secara lantang’ atau ‘terus-menerus menggemborkan’; (d) anjuran
berunsur menganjur ‘pernyataan supaya diturut (dilakukan dan dilak-
sanakan)’; ‘menyatakan agar pernyataan supaya diturut (dilakukan
dan dilaksanakan)’ atau ‘menyatakan anjur’ dan berunsur –an;
anjuran ‘hasil menganjur’, (e) berbahasa berunsur bahasa ‘sistem
lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk
bekerja sama’ dan berunsur ber-; berbahasa bermakna ‘menggunakan
bahasa’.
Analisis (a)-(b) di atas menggunakan model proses, yaitu
kata/bentuk dasar dan pengafiksan.
15
Perlatihan: 1. Tentukan bentuk kompleks dari wacana! 2. Tentukan kata
turunan dari satuan wacana! 3. Apakah perbedaan kata kompleks dan kata
turunan? Jelaskan!
3. Kata Dasar dan Bentuk Dasar
Satuan-bahasa pemakaian didasari kata pakai ‘kena sesuatu’
(model penataan) atau didasari kata memakai* ‘mengenakan sesuatu’
(model proses). Bentuk pakai dan memakai merupakan inti dalam
konstruksi pemakaian ‘proses mengenakan sesuatu’.
Satuan-bahasa pemerintah didasari kata perintah ‘perkataan
yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’ (model penataan) atau
kata memerintah* ‘memberi perintah kepada’ (model proses). Kata
perintah dan memerintah merupakan inti dalam konstruksi
pemerintah ‘sekelompok orang yang memerintah’.
Satuan bahasa menggembar-gemborkan didasari bentuk
gembor ‘suara lantang’. Kata menggemborkan merupakan inti dalam
konstruksi menggembar-gemborkan ‘terus-menerus menyuarakan
secara lantang’.
Satuan-bahasa anjuran didasari bentuk anjur ‘pernyataan
supaya diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’ atau menganjurkan
‘menyatakan supaya diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’. Bentuk
anjur atau kata menganjurkan merupakan inti dalam konstruksi
ajuran ‘hasil menganjurkan”.
Satuan-bahasa berbahasa didasari kata bahasa ‘sistem
lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk beker-
ja sama’. Kata bahasa merupakan inti dalam konstruksi berbahasa
‘menggunakan bahasa’.
Satuan-bahasa berupa kata yang mendasari dan yang
merupakan unsur inti kata turunan disebut kata dasar. Lihat istilah
kata pada subbab D nomor satu di atas!
16
Satuan bahasa pemakaian didasari kata pakai. Satuan bahasa
pemerintah didasari kata perintah. Satuan bahasa menggembar-
gemborkan didasari bentuk (kompleks) menggemborkan, menggem-
borkan didasari bentuk kompleks gemborkan, dan gemborkan didasari
bentuk tunggal gembor. Satuan bahasa anjuran didasari bentuk
(tunggal) anjur. Satuan bahasa berbahasa didasari kata bahasa.
Kata tunggal pakai, perintah, dan bahasa dalam konstruksi di
atas bisa disebut kata dasar karena kata ini mendasari kata turunan
(status dasar) dan status kata-kata ini dapat berdiri sendiri (memiliki
kebebasan) secara fungsional dalam konstruksi kalimat (status kata).
Dalam proses morfologis, kata ulang menggembar-gemborkan
didasari kata kompleks menggemborkan*. Kata dasar
menggemborkan berupa kata turunan. Kata menggemborkan didasari
kata kompleks gemborkan, sedangkan gemborkan didasari bentuk
dasar gembor. Sudut pandang yang berbeda, menggemborkan dan
gemborkan dalam konstruksi menggembar-gemborkan disebut bentuk
dasar pula bentuk/kata turunan.
Dalam proses morfologis, menggemborkan mendasari meng-
gembar-gemborkan dan menggemborkan dapat berdiri sendiri secara
fungsional dalam konstruksi, maka kata menggemborkan* (model
proses) disebut kata dasar. Lain halnya, kata anjuran didasari bentuk
anjur yang statusnya bukan kata, karena status anjur tidak fungsional,
artinya tidak dapat berdiri sendiri dalam konstruksi tertentu atau tidak
dapat diujarkan sebagai satuan bebas. Bentuk anjur sebagai bentuk
dasar dan inti dalam kata turunan berafiks anjuran, tetapi tidak
fungsional, kata ini disebut bentuk dasar atau pokok kata. Bahwa
anjur bukanlah kata dasar pada konstruksi anjuran tetapi bentuk
dasar.
Kata dasar adalah bentuk tunggal atau bentuk kompleks yang
mendasari kata turunan. Kata dasar dapat berupa bentuk tunggal
17
(terdiri atas satu morfem) dan bentuk kompleks (terdiri atas dua
morfem atau lebih).
Satuan-bahasa, berupa bentuk, yang mendasari dan yang
merupakan unsure inti kata turunan disebut bentuk dasar. Satuan-
bahasa, misalnya anjur pada kata anjuran, disebut bentuk dasar
karena satuan-bahasa belum berstatus kata.
Teori morfologi terdapat tiga pandangan: model penataan
(word and arrangement), model proses (word and process) dan model
paradigma (word and paradigm). Bentuk dasar yang bertanda (*),
berdasarkan pandangan model proses, sedangkan bentuk dasar yang
lain berdasarkan model penataan (penjelasan perihal ini terdapat pada
uraian berikut).
Bentuk Asal dan Kata Asal
4. Kata Asal dan Bentuk Asal
Kata asal dan bentuk asal terdapat kemiripan proses
morfologis. Dalam proses morfologis, ujud satuan-bahasa bisa disebut
kata/bentuk dan juga bisa disebut kata/bentuk asal.
Satuan-bahasa menggunakan pada kalimat 1 paragraf 2
didasari gunakan, bentuk gunakan didasari bentuk guna. Satuan-
bahasa guna dalam hirarki menggunakan merupakan bentuk asal.
(a) menggunakan (kata turunan)
meN- + gunakan (prefiks + kata dasar berupa kata turunan)
guna + -kan (bentuk dasar berupa bentuk tunggal + sufiks)
(b) menggunakan
18
Perlatihan: 1. Tentukan bentuk dasar pada kata turunan yang berasal dari
wacana! 2. Tentukan kata dasar pada kata turunan yang berasal dari
wacana! 3. Jelaskan (persamaan dan perbedaan) istilah bentuk dasar dan
kata dasar! Penjelasan menggunakan proses morfologis!
gunakan
meN- guna - kan
(meng-)
(c) meN- + guna + -kan
Jabaran di atas terdapat guna; guna disebut bentuk dasar
karena mendasar gunakan, gunakan disebut kata dasar karena
gunakan mendasari menggunakan. Satuan-bahasa gunakan disebut
kata turunan karena hasil menurunkan guna + -kan.
Selian itu, bentuk dasar guna disebut pula bentuk asal karena
asal dari menggunakan, dan bentuk guna disebut bentuk tunggal
karena guna terdiri atas satu unsur.
Satuan-bahasa menggembar-gemborkan didasari oleh kata
menggemborkan, menggemborkan didasari oleh kata gemborkan, dan
gemborkan didasari oleh bentuk gembor. Bentuk gembor dalam
konstruksi menggembar-gemborkan merupakan bentuk asal. Bentuk
gembor dalam hirarki morfologis ini yang mula-mula memben-
tuk/menurunkan menggembar-gemborkan.
menggembar-gemborkan (kata turunan berulang-bervariasi fonem)
menggemborkan + R (kata dasar - kata turunan + R (Reduplikasi))
meN- + gemborkan (prefix + kata dasar - kata turunan)
gembor + -kan (bentuk dasar - bentuk tunggal + sufiks)
gembor disebut bentuk dasar karena mendasari gemborkan
disebut bentuk asal karena mula-mula asal dari menggembar-
gemborkan
19
disebut bentuk tunggal karena terdiri satu unsur/morfem
Satuan-bahasa, mislnya gembor, yang statusnya bukan kata
tetapi potensi menjadi kata dan yang mula-mula membentuk kata
turunan, dua tingkat proses morfologis atau lebih, disebut bentuk
asal. Jika statusnya sebagai kata, kata itu disebut kata asal.
5. Kata Tunggal dan Bentuk Tunggal
Kalimat 1 pada paragraf 1 (bagian wacana di atas) terdapat
satuan bahasa, antara lain, saja, masalah, yang, itu. Satuan-bahasa
masalah dan itu memiliki kebebasan secara leksikal, artinya satuan-
bahasa ini mampu berdiri sendiri secara leksikal, misalnya ya,
masalah, itu (milik saya). Satuan-bahasa saja dan yang dalam suatu
konstruksi diapit oleh kesenyapan (#) atau jeda sesaat #saja# dan
#yang#, artinya saja dan yang dalam konstruksi, secara gramatikal
bebas, sehingga disebut kata (juga), misalnya dua saja, bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
Dilihat dari keanggotaannya, satuan-satuan bahasa ini tidak
memiliki unsur. Misalnya, satuan-bahasa saja ‘melulu, juga, pun,
selalu’ tidak berunsur yang masih memiliki makna; sa dan ja disebut
suku kata (silabe) tidak memiliki makna.
Satuan-bahasa pernah dan perlu dalam konstruksi bersama
dengan satuan-bahasa yang lain, msalnya pernah hadir dalam Saya
pernah hadir. dan Saya perlu menyumbang korban bencana.
20
Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana yang mengalami
dua proses morfologis atau lebih! 2. Tentukan bentuk asal dan kata asal
pada kata turunan yang ditentukan pada nomor 1! Jelaskan perihal
bentuk asal dan bentuk asal!
Satuan-bahasa yang bermakna yang terdiri atas satu unsur
(satu morfem) dan dapat berdiri sendiri secara gramatikal disebut
bentuk tunggal. Bentuk tunggal ini belum fungsional, artinya bentuk
tunggal itu belum bisa digunakan secara langsung. Kehadiran bentuk
tunggal perlu bersama bentuk/kata lain atau afiks.
Satuan bahasa Terus terang saja, masalah pemakaian bahasa
Indonesia yang tidak pernah baik dan benar (sehingga pemerintah
perlu menggembar-gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia
yang baik dan benar) itu bukan hal baru lagi. terdiri atas 30 kata: 25
kata yang terdiri satu unsur (satu morfem) dan 5 kata yang terdiri lebih
dari satu unsur. Kata yang terdiri atas satu unsur ialah terus, terang,
saja, masalah, bahasa, Indonesia, yang, tidak, pernah, baik, dan,
benar, sehingga, perlu, untuk, Indonesia, yang, baik, dan, benar, itu,
bukan, hal, baru, lagi.
Satuan-bahasa yang bermakna yang terdiri atas satu unsur
(satu morfem) yang dapat berdiri sendiri secara leksikal disebut kata
tunggal.
Dari ujud satuannya, bentuk tunggal hampir sama dengan kata
tunggal, tetapi tidak semua bentuk tunggal dapat disebut kata tunggal,
misalnya anjur dan aju disebut bentuk tunggal, bukan kata tunggal.
Perbedaannya secara tegas, bahwa kata merupakan unsur fungsional.
6. Morfem
Sesuatu yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda
dapat menghasilkan jabaran yang berbeda. Demikian juga pada satu-
an-bahasa, bahwa satuan-bahasa pemakaian, pemerintah, menggem-
bar-gemborkan, anjuran, berbahasa dan menggunakan, masing-
21
Perlatihan: 1. Tentukan bentuk tunggal dari suatu wacana! 2. Tentukan
kata tunggal dari suatu wacana! 3. Jelaskan perbedaan bentuk tunggal dan
kata tunggal dalam konstruksi kalimat!
masing, memiliki satuan-satuan bahasa yang terkecil yang bermakna.
Satuan bahasa yang terkecil yang bermakna pada pemakaian ialah
peN--an dan pakai; pakai bermakna leksikal ‘kenakan sesuatu’,
setelah mengalami pengafiksan peN--an, pakai + peN--an 
pemakaian terdapat makna gramatikal ‘proses kenakan sesuatu’.
Satuan bahasa yang terkecil yang bermakna pada pemerintah ialah
peN- dan perintah, perintah bermakna leksikal ‘perkataan yang
bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’, setelah mengalami penga-
fiksan peN-, perintah + peN  pemerintah terdapat makna gramatikal
‘sekelompok orang yang perkataan yang bermaksud menyuruh
melakukan sesuatu’. Satuan bahasa yang terkecil yang bermakna pada
menggembar-gemborkan ialah gembor ‘suara lantang’, gemborkan
dan menggemborkan ‘menyuarakan secara (lantang)’ dan R, setelah
mengalami pengulangan (sebagian dan variasi bunyi), menggem-
borkan + R  menggembar-gemborkan terdapat makna gramatikal
‘terus-menerus (menyuarakan secara lantang)’. Satuan bahasa yang
terkecil yang bermakna pada anjuran ialah anjur dan -an; anjur
terdapat makna leksikal ‘pernyataan supaya diturut (dilakukan dan
dilaksanakan)’, setelah mengalami pengafiksan –an: anjur + -an 
anjuran bermakna gramatikal ‘hasil (menganjurkan)’. Satuan bahasa
yang terkecil yang bermakna pada berbahasa ialah ber- + bahasa,
bahasa bermakna leksikal ‘lambang bunyi yang digunakan oleh
anggota masyarakat untuk bekerja sama’, setelah mengalami
pengafiksan ber-, ber- + bahasa  berbahasa terdapat makna
gramatikal ‘menggunakan (bahasa)’. Satuan-bahasa pem—an, pem-,
meng-R-kan, ber-, pakai, perintah, gembor, anjur, bahasa, dan guna,
masing-masing, tidak beranggota satuan-bahasa yang kecil lagi yang
bermakna, satuan-bahasa itu tidak dapat diperkecil lagi, maka bentuk
ini disebut morfem.
Satuan bahasa yang bermakna leksikal atau gramatikal yang
tidak beranggota kecil disebut morfem. Satuan bahasa yang terkecil
22
yang bermakna leksikal atau gramatikal yang tidak dapat diperkecil
lagi disebut morfem.
7. Afiks
Kata tunggal bahasa dapat diimbuhi ber- sehingga menjadi
berbahasa, kemunculan ber- melekat (morfem terikat) pada bahasa.
Karena itu ber- disebut bentuk terikat. Bentuk terikat ber- pada
berbahasa mengubah makna gramatikal, bahasa ‘lambang bunyi yang
digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama’, berbahasa
‘menggunakan bahasa’ atau ‘memakai bahasa’.
Bentuk terikat yang kemunculannya bersama dengan satuan
bahasa lain dan yang mengubah makna gramatikal disebut afiks.
Afiks yang melekat di depan satuan bahasa disebut prefiks,
contoh ber- pada bersama, peN- pada pemerintah, meN- pada
menyentil, dan ter- pada terhitung. Afiks yang melekatnya di tengah
satuan bahasa disebut infiks, contoh –el- pada gelembung, -er- pada
gerigi, -em- pada gemetar. Infiks ini dalam bahasa Indonesia tidak
produktif, artinya infiks ini melekat pada beberapa kata bahasa
Indonesia. Afiks yang melekat di belakang satuan bahasa disebut
sufiks, contoh –kan pada bacakan, -i pada tulisi, dan –an pada
bacaan. Afiks yang melekat di depan dan di belakang satuan bahasa
disebut konfiks, jika kemunculannya bersamaan dan mendukung
kesatuan makna, contoh peN--an + pakai  pemakaian dan per--an
+ usaha  perusahaan.
23
Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana! 2. Tentukan
morfem-morfem pada kata turunan yang ditentukan pada nomor 1!
Berilah penjelasan!
Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana! 2. Tentukan afiks
pada kata turunan yang ditentukan pada nomor 1! Jelaskan perihal afiks
itu!
Uji Capaian Pembelajaran
1. Sebutkan delapan istilah teknis bidang morfologi yang belum
terdapat dalam cakupan materi ini!
2. Tentukan satuan-bahasa perihal: kata, kata kompleks, kata
turunan, kata dasar, bentuk dasar, kata asal, bentuk asal, kata
tunggal, bentuk tunggal, morfem dan afiks dalam wacana “Satu
Bahasaku, Bahasa Indonenglish!” pada paragraf 2, 3 dan 4!
3. Jelaskan delapan istilah teknis bidang morfologi yang disebutkan
pada nomor 1 di atas!
4. Bedakan bentuk tunggal dan kata tunggal, bentuk dasar dan kata
dasar, bentuk asal dan kata asal dalam kata kompleks!
5. Definisikan perihal: kata, kata kompleks, kata turunan, kata
tunggal, bentuk tunggal, kata dasar, bentuk dasar, morfem dan
afiks? Jelaskan dan berilah contoh!
24
BAB II MORFEM DALAM KATA
A. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan Indikator
Kata kompleks pemerintahan terdiri atas unsur peN--an +
perintah. Unsur peN--an mempunyai makna gramatikal, sedangkan
perintah mempunyai makna leksikal. Atas pengertian ini, satuan-
bahasa terkecil bermakna dapat digunakan untuk menganalisis kata
atau mengontruksi kata. Satuan-bahasa terkecil bermakna wajib dica-
pai mahasiswa dalam pembelajaran sehingga mahasiswa dinyatakan
lulus.
Capaian Pembelajaran Lulusan, setelah mahasiswa menyelesaikan
kegiatan pembelajaran, maka mahasiswa memahami morfem dalam
kata yang berasal dari wacana.
Indikator, bahwa capaian pembelajaran terpenuhi jika
mahasiswa mampu:
• Menjelaskan prinsip pengenalan morfem
• Mengidentifikasi morfem dalam kata yang berasal dari wacana
• Menjelaskan macam-macam morfem
25
B. Gambaran Umum Materi
Secara teoretis, morfem dalam kata kompleks dapat dikenali
dengan beberapa prinsip. Kata kompleks bersifat polimorfemik,
artinya terdiri beberapa morfem. Morfem ini mencakupi morfem
bebas, morfem terikat, morfem dasar terikat.
C. Relevansi Pengetahuan
Morfem dikenali untuk menentukan morfem-morfem dalam
kata polimorfemik. Morfem ini digunakan dalam kegiatan analisis
kata polimorfemik.
D. Prinsip Mengenal Morfem
Dalam Bab I telah diuraikan perihal morfem. Masing-masing,
kata polimorfemik (kata kompleks) pemakaian, pemerintah,
menggembar-gemborkan, anjuran, berbahasa dan menggunakan, ini
memiliki satuan-satuan bahasa yang bermakna yang tidak
beranggotakan lebih kecil lagi.
Kata kompleks pemakaian, pemerintah, anjuran, berbahasa
dan menggunakan mudah ditentukan atas morfem-morfemnya,
terutama oleh mahasiswa, penutur asli bahasa Indonesia. Kata
kompleks pemakaian terdiri atas morfem pem--an (peN--an) dan
pakai, kata kompleks pemerintah terdiri atas morfem pem- (peN-) dan
perintah, kata kompleks anjuran terdiri atas morfem anjur dan -an,
kata kompleks berbahasa terdiri atas morfem ber- dan bahasa, dan
kata kompleks menggunakan terdiri atas morfem meN-, guna, dan
-kan.
26
Kata kompleks yang agak sulit ditentukan morfemnya ialah,
misalnya, menggembar-gemborkan dan pemberlakuan. Kata ini
diuraikan setelah memahami prinsip pengenalan morfem.
Satuan-satuan bahasa yang struktur fonologis dan makna
sama merupakan satu morfem.
Satuan bahasa bahasa pada konstruksi … pemakaian bahasa
Indonesia …. (pada kalimat 1 dalam paragraf 1) dan bahasa pada
konstruksi … menertibkan pemakaian bahasa (pada kalimat 1 dalam
paragraf 3) merupakan satu morfem (morfem yang sama), karena
struktur fonologisnya sama b a h a s a dan maknanya sama, bahwa
bahasa bermakna ‘simbol bunyi vokal yang digunakan untuk kerja
sama’. Satuan bahasa per--an pada konstruksi perkantoran (pada
kalimat 1 dalam paragraf 4) dan per--an pada konstruksi perbelan-
jaan merupakan satu morfem, karena struktur fonologisnya sama
per--an dan maknanya sama, dalam konstruksi ini, per--an bermakna
‘perihal atau tempat ber…(D)’.
Satuan bahasa -an pada gantian yang bermakna ‘berganti-
ganti’ tidak dapat dimasukkan dalam satu morfem dengan –an pada
tulisan ‘hasil menulis’ karena maknanya berbeda meskipun struktur
fonologisnya sama.
Satuan-satuan bahasa yang struktur fonologis berbeda
yang perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan dari segi
fonologi dapat dimasukkan dalam satu morfem apabila maknanya
sama.
Bentuk mem- pada konstruksi membuat (paragraf 17), men-
pada konstruksi menulis, meny- pada konstruksi menyebut (paragraf
27
Prinsip 1
Prinsip 2
21), me- pada konstruksi merancang (paragraf 23), dan meng- pada
konstruksi mengganti (paragraf 4) berstruktur fonologis berbeda.
Perbedaan struktur fonologisnya disebabkan oleh perbedaan fonem
awal pada satuan bahasa yang dilekatinya. Jika meN- melekat pada
satuan bahasa yang berfonem awal /b/, meN- berujud mem-. Jika meN-
melekat pada satuan bahasa yang berfonem awal /t/, meN- berujud
men-. Jika meN- melekat pada satuan bahasa yang berfonem awal /s/,
meN- berujud meny- atau /məñ-/. Jika meN- melekat pada satuan
bahasa berfonem awal /l/, meN- berujud me- atau /mə-/. Jika meN-
melekat pada satuan bahasa yang berfonem awal /g/, meN- berujud
meng- atau /məŋ-/. Bentuk mem-, men-, meng, meny-, me- bermakna
sama ‘melakukan …(D)’. Karena itu mem-, men-, meng-, meny-, me-,
merupakan satu morfem, diwakili berupa morfem meN-.
Satuan-satuan bahasa yang struktur fonologis berbeda
yang perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan dari segi
morfologi dapat dimasukkan dalam satu morfem apabila maknanya
sama.
Satuan bahasa ber- pada konstruksi bercerita, be- pada
konstruksi bekerja, dan bel- pada konstruksi belajar berstruktur
fonologis berbeda yang dapat dijelaskan dari segi morfologis.
Perbedaan struktur fonologisnya disebabkan oleh satuan bahasa yang
dilekatinya. Bentuk ber- atau /bər-/ berujud ber- jika melekat pada
satuan-bahasa cerita (misalnya): ber- + cerita  bercerita dan ber-
28
Prinsip 3
mem- + /b/ baca  membaca
men- + /t/ tulis  menulis
meN- meny- + /s/ sapu  menyapu
me-Ø + /l/ lukis  melukis
meng- + /g/ gambar  menggambar
+ main  bermain. Bentuk ber- berujud be- jika ber- melekat pada
satuan bahasa yang bersuku kata pertama terdapat /ər/, contoh ber- +
kerja  bekerja. Bentuk ber- berujud bel- jika ber- melekat pada
satuan bahasa ajar (misalnya): ber- + ajar  belajar.
Jika dalam konstruksi terdapat keparalelan yang
kosong, kekosongan ini merupakan morfem (morfem zero).
1. Parmin mencangkul tanah.
2. Siti menjahit baju.
3. Adik menangis.
4. Kakak Ømakan pisang.
Satuan bahasa mencangkul, menjahit, menangis berunsur meN-
bermakna ‘melakukan …(D)’, sedangkan makan berunsur Ø (zero)
yang bermakna ‘melakukan … (D)’. Unsur ini disebut morfem zero.
Hockett (1954: 341-342) mengidentifikasi morfem (hanya
morfem afiks yang dibicarakan di sini) dalam suatu ujaran dengan
cara berikut:
Langkah 1 : Bentuk-bentuk berulang dan makna sama dikelompok-
kan satu morfem, misalnya di- pada kata dihukum,
digali, dikail.
Langkah 2 : Bentuk-bentuk yang berbeda fonemnya dikelompokkan
satu morfem apabila makna sama atau identik dan
perbedaan itu merupakan variasi satu morfem,
misalnya peN- + hina → penghina, peN- + lupa →
pelupa, peN- + balas → pembalas, peN- + dengar →
pendengar, peN- + sapa → penyapa /meñapa/. Bentuk
peng-, pe-, pem-, pen-, dan peny- merupakan variasi
morfem peN-.
29
Prinsip 4
Langkah 3 : Bentuk yang berbeda fonemnya dikelompokkan satu
morfem apabila makna sama atau identik dan perbe-
daan itu disebabkan distribusi komplementer, misalnya:
ber- + sila → bersila, ber- + rakit → berakit, ber- +
ajar → belajar. Bentuk ber-, be-, dan bel- berbeda
yang disebabkan distribusi yang komplementer.
Prosedur pengenalan morfem-morfem ialah membanding-
bandingkan bagian-bagian yang berulang dan dengan mengadakan
substitusi. Urutan-urutan bentukan terpeleset, tersengat, termakan,
masing-masing, berunsur ter- dan berunsur peleset, sengat, makan.
Unsur ter- merupakan bentuk berulang dan mempunyai makna sama
‘tidak sengaja di-(D)’. Unsur peleset, sengat, makan bisa saling
disubstitusikan sehingga bisa dimasukkan ke dalam rangka:
ter-
bila unsur-unsur yang lain disubstitusikan terdapat rangka:
peleset
ter- sengat
makan
dan didapatkan suatu perubahan pengertian serentak pada setiap
ucapan pada setiap substitusi itu. Bagian-bagian yang dapat
disubstitusikan disebut di dalam kontras. Dengan cara membanding-
bandingkan dan mengontras-ngontraskan, morfem-morfem suatu
bahasa dapat dikenali. Contoh, (1) bentuk ke--an pada bentuk turunan
keadaan, kesenangan, kerugian, dan ketulusan memiliki struktur
fonem yang sama dan makna sama, ke--an ini termasuk morfem yang
sama. Bentuk buku pada buku gambar, buku saya, buku tulis memiliki
struktur fonem yang sama dan makna sama, buku termasuk morfem
yang sama, (2) bentuk meN- dan variannya pada membungkus,
30
mendalang, menghukum, menyuap, melalap mempunyai makna sama
‘melakukan perbuatan pada (D)’, maka bentuk-bentuk mem-, men-,
meng-, meny-, me- termasuk morfem yang sama, (3) bentuk-bentuk
berusaha, berhasil, bekerja, dan berakit dapat diterangkan secara
fonologis, tetapi bentuk belajar dapat dijelaskan secara morfologis.
Bentuk bel- pada belajar disebabkan morfem ajar, kondisi ini disebut
kondisi morfologis. Perbedaan ber-, be- dan bel- bisa diterangkan
secara morfologis dan distribusinya komplementer, artinya ber-
maupun be- tidak berpasangan dengan ajar, sedangkan bel- tidak
berpasangan dengan bentuk selain ajar.
Atas dasar prinsip pengenalan morfem di atas, bentuk-bentuk
bahasa Indonesia dapat ditentukan morfemnya:
(1) Bentuk meng-(D), meny-(D), mem-(D), men-(D), me-(D), dan
menge-(D) masing-masing pada menggali, menyapu, membuat,
mendengar, melukis, dan mengebom ialah satu morfem meN- dan
bentuk peng-(D), pem-(D), pen-(D), pe-(D), dan penge-(D)
masing-masing pada penggali, penyapu, pembuat, pendengar,
pelukis, dan pengebom ialah satu morfem peN-, karena makna
sama, meN-(D) ‘melakukan perbuatan pada (D)’ dan peN-(D)
‘orang yang melakukan perbuatan pada (D)’, meskipun ada
perbedaan nasal (N). Perbedaan ini dapat dijelaskan secara
fonologis atau perbedaan nasal disebabkan perbedaan fonem awal
bentuk dasar yang dilekati.
(2) Bentuk ter-(D) dan te-(D) pada tertawa dan terasa ialah satu
morfem [tər-] karena makna sama, ter-(D) ‘tidak disengaja (D)’,
meskipun ada perbedaan fonem. Perbedaan ini dapat dijelaskan
secara fonologis.
(3) Bentuk ber-(D), be-(D), bel-(D) pada bertinju, bekerja, belajar
ialah satu morfem [bər-] dan bentuk pel-(D), pe-(D), pada
pelajar, pedagang, satu morfem [pə-] karena makna sama, pe-(D)
‘orang yang (D)’ (yang tersebut pada bentuk dasar), meskipun ada
31
perbedaan fonem akhir. Perbedaan ini dapat dijelaskan secara
morfologis. Morfemnya disarankan dengan pelambangan pe- atau
[pe-].
(4) Bentuk peng--an(D), peny--an(D), pem--an(D), pen--an(D), dan
penge--an(D) pada pengawetan, penyinaran, pembukuan,
penarikan, dan pengecatan ialah satu morfem [peN—an].
Morfem [peN--an] bermakna ‘proses melakukan (D)’, perbedaan
realisasi karena ada perbedaan fonem awal pada bentuk dasar
yang dilekati. Sedangkan, peN--an pada cat direalisasi berupa
peng--an dapat dijelaskan secara morfologis, yaitu bentuk dasar
berupa satu silabe.
(5) bentuk per--an(D), pe--an(D), dan pel--an(D) pada pertikaian,
perakitan, dan pelajaran ialah satu morfem per--an karena
makna sama; per--an ‘hal/tempat (D)’, meskipun ada perbedaan
fonem, perbedaan ini dapat dijelaskan secara morfologis untuk
pel--an(D).
32
Perlatihan: 1. Tentukan morfem-morfem pada kata turunan: penggali,
pembuat, pendengar, penyuap, pelupa, pengelas! 2. Berilah argumen,
bahwa peng- pada penggali, pem- pada pembuat, pen- pada pendukung,
peny- pada penyuap, pe- pada pelukis termasuk morfem yang sama! 3.
Tentukan morfem pada kelompok kata turunan yang berikut:
a. menggilas penggilas penggilasan
membahas pembahas pembahasan
menulis penulis penulisan
menyiram penyiram penyiraman
melukis pelukis pelukisan
b. berakit perakit perakitan
bekerja pekerja pekerjaan
bertelur petelur perteluran
bersaudara pesaudara persaudaraan
bertutur petutur pertuturan
Morfem Bebas
Morfem bahasa dapat muncul tanpa dilekati morfem ber- atau
morfem lain dalam suatu konstruksi, contoh Tino menggunakan
bahasa dengan benar. Morfem pergi, datang, baca, rumah juga
mampu muncul tanpa kehadiran satuan bahasa lain. Morfem yang
kemunculannya bebas dalam konstruksi tanpa dilekati satuan-bahasa
lain disebut morfem bebas.
Satuan bahasa ketidakadilan terdapat morfem bebas tidak dan
adil. Morfem tidak dan adil disebut morfem bebas karena tidak dan
adil menunjukkan kebebasan dalam kemunculannya pada suatu
konstruksi, misalnya Purnomo tidak datang. dan Kita harus adil.
Morfem Terikat
Kemunculan morfem ber- perlu berpasangan dengan morfem
lain, misalnya berbahasa, bersepeda, dan berpakaian. Morfem yang
kemunculannya bersama dengan satuan bahasa lain disebut morfem
terikat. Satuan-bahasa ketidakadilan terdapat morfem terikat ke--an.
Disebut morfem terikat karena ke--an menunjukkan keterikatan dalam
kemunculannya.
Morfem Dasar Terikat
33
Perlatihan: Tentukan morfem bebas dari suatu wacana! Jelaskan perihal
morfem bebas!
Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana! 2. Tentukan
morfem terikat pada kata turunan dari suatu wacana! Jelaskan perihal
morfem terikat ini!
Sesuatu yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda akan
menghasilkan pernyataan yang berbeda. Demikian juga dalam kajian
bahasa.
Kata anjuran diturunkan dari morfem dasar anjur dan morfem
terikat –an. Morfem anjur tidak dapat berdiri sendiri atau kemunculan
anjur diperlukan morfem lain. Morfem anjur tidak dapat dimasukkan
ke dalam morfem bebas, tetapi morfem anjur merupakan inti atau
anjur dalam konstruksi anjuran merupakan morfem dasar. Morfem
anjur ini disebut morfem dasar terikat.
Kata Polimorfemik
Kata pemakaian, pemerintah, menggembar-gemborkan,
anjuran, berbahasa terdiri atas dua morfem atau lebih. Kata
pemakaian terdiri atas morfem bebas pakai dan morfem terikat pem--
an (peN--an). Kata pemerintah terdiri atas morfem bebas perintah dan
morfem terikat peN-. Kata menggembar-gemborkan terdiri atas
morfem dasar terokat gembor dan morfem terikat meN-, -kan, dan R
(reduplikasi). Kata anjuran terdiri atas morfem dasar terikat anjur dan
morfem terikat –an. Kata berbahasa terdiri atas morfem bebas bahasa
dan morfem terikat ber-.
Satuan bahasa yang terdiri atas dua morfem atau lebih, salah
satunya morfem bebas, disebut kata polimorfemik.
34
Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana! 2. Tentukan
morfem dasar terikat pada kata turunan yang berasal dari suatu wacana!
Jelaskan perihal morfem dasar terikat ini!
Perlatihan: Tentukan kata polimorfemik dari suatu wacana! Jelaskan
perihal kata polimorfemik ini!
Uji Capaian Pembelajaran
1. Jelaskan empat prinsip pengenalan morfem dengan menggunakan
satuan bahasa!
2. Identifikasi morfem-morfem dalam kata:
a. keren-kerenan (paragraf 24)
b. mengeluarkan (paragraf 18)
Jelaskan hasil Saudara mengidentifikasi!
3. Sebutkan macam-macam morfem! Berilah contoh morfem yang
terdapat dalam wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!”
atas macam-macam morfem yang Saudara sebutkan!
35
BAB III TEORI DALAM MORFOLOGI
A. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan Indikator
Dalam ilmu kata (morfologi) terdapat teori yang digunakan
untuk mengkaji kata. Antara lain, teori mengkaji kata model penataan,
model proses, dan model paradigma.
Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), setelah mahasiswa
menyelesaikan kegiatan pembelajaran, maka:
1. Menjelaskan perbedaan model penataan, model proses dan model
paradigma, dan
2. Menerapkan model penataan, model proses dan model paradigma
dalam kegiatan analisis dan pembentukan kata turunan.
Indikator, bahwa capaian-pembelajaran terpenuhi jika
mahasiswa mampu:
• Menjelaskan pengertian model penataan, model proses dan model
paradigma,
• Menganalisis kata turunan dengan menggunakan model penataan,
• Menganalisis kata turunan dengan menggunakan model proses,
• Menganalisis kata turunan dengan menggunakan model paradigma,
• Membangkitkan kata turunan dengan menggunakan model proses,
dan
• Membangkitkan kata turunan dengan menggunakan paradigma.
36
B. Gambaran Umum Materi
Secara komprehensif dan holistik, kata dideskripsikan dengan
ilmu morfologi. Dalam pendekripsian kata (kata berafiks, kata ulang
dan kata majemuk) terdapat tiga model: model penataan, model
proses, dan model paradigma. Tiga teori ini mempunyai keunggulan
dalam pengkajian kata. Keungggulan model penataan dalam pengkaji-
an kata tentang morfofonemik. Keunggulan model proses dalam
pengkajian kata tentang bentuk dan makna. Keunggulan model
paradigma dalam pengkajian kata tentang sistem dan karakteristik.
C. Relevansi Pengetahuan
Relevansi (1) model penataan dalam mendeskripsikan
morfofonemik kata kompleks, (2) model penataan dalam mendeskrip-
sikan kata dari segi bentuk dan makna, dan model paradigma
mendeskripsikan kata dari segi sistem bentuk dan makna. Ketiga
model dapat diterapkan secara terpisah dalam mengkaji kata. Dengan
pertimbangan keunggulannya, ketiga model pengkajian kata dapat
dipadukan, diterapkan secara bersama, bahwa (1) model penataan dan
model paradigma bisa dipadukan untuk mendeskripsikan kata secara
komprehensif dan holistik, atau (2) model proses dan model
paradigma bisa dipadukan untuk mendeskripsikan kata secara
komprehensif dan holistik.
Dengan model penataan, kata kompleks dapat diuraikan dan
dibentuk. Dengan model proses, kata kompleks dapat diuraikan,
dibentuk dan dibangkitkan. Dengan model paradigma, kata dapat
dirumuskan bentuk dan maknanya sehingga membangun sistem kata
dan menandai karakteristik kata.
D. Pengertian Model sebagai Teori
37
Menurut Samsuri (1988: 3), pemerian sistem pembentukan
kata bahasa Indonesia sangat penting dan perlu sekali diadakan, untuk
keperluan pengembangan ilmu bahasa sendiri, maupun untuk menyi-
apkan bahan pengajaran bahasa Indonesia yang pada waktu ini sangat
diperlukan.
Pengkajian kata secara morfologis dilakukan dengan cara
memotong-motong kata atas morfem-morfem. Struktur kata dikenali
dengan menentukan morfem-morfem yang membentuknya. Pandang-
an ini menunjukkan pengkajian kata dengan menggunakan model
penataan (Item and Arrangement). Kata pembacaan dijabarkan
menjadi peN--an (peng--an) + (kata dasar) baca dan kata perjuangan
diturunkan dari per--an + (bentuk dasar) juang. Dengan model
penataan, afiks peN--an dan bentuk dasar baca dibentuk atau
diturunkan menjadi pembacaan. Pemaknaan dalam pengkajian,
analisis atau penjabaran ini sebagai berikut.
pembacaan ‘proses baca’ terdiri atas peN--an + baca
perjuangan ‘hal/perihal juang’ terdiri atas per--an + juang
perceraian ‘hal/perihal cerai’ terdiri atas per--an + cerai
(Penjabaran Kata Model Penataan)
Hockett (1954: 321) menyatakan bahwa analisis dengan
memisah-misahkan ujaran atas unsur-unsur bermakna dan menentu-
kan unsur-unsur bermakna minimum itu tidak menunjukkan analisis
gramatikal. Kata turunan pembacaan ‘proses baca’ dan perceraian
‘hal cerai’ dipotong-potong terdiri atas unsur-unsur peN--an + baca
dan per--an + cerai.
Kata bahasa Indonesia dalam kajian morfologi dapat dilihat
dari bentuk dasar dan proses. Pandangan ini didasarkan pada analisis
morfologis model proses (Item and Process). Dengan model proses,
kata pembacaan diturunkan dari bentuk dasar membaca dan
pengafiksan pem--an (peN--an). Kata turunan pembacaan bermakna
‘proses membaca’ dan kata perjuangan dibentuk dari bentuk dasar
38
berjuang dan pengafiksan per--an. Kata turunan perjuangan
bermakna ‘hal berjuang’. Dengan model proses, kata dasar (berbeda)
membaca pengafiksan peN--an dibentuk menjadi pembacaan, dan
verba berjuang dan pengafiksan pe--an dibentuk menjadi perjuangan.
Hockett (1954: 227-228) menyatakan bahwa deskripsi gramatik model
proses mengakui dasar dan proses. Pandangan ini menyatakan bahwa
bentuk bahasa dapat berupa sederhana (tunggal) dan bentuk turunan
atau kata bentukan (hasil penurunan atau pembentukan). Bentuk
sederhana berupa satu akar, sedangkan bentuk turunan, antara lain,
hasil dari dasar + proses.
Bentuk turunan nomina (N) perjuangan dibentuk dari bentuk
dasar verba (V) berjuang dan pengafiksan per--an, berjuang dibentuk
dari bentuk dasar juang dan pengafiksan ber-. Bentukan N pemukulan
dibentuk dari proses dasar memukul, memukuli atau memukulkan dan
pengafiksan peN--an. Bentuk dasar memukul/-i/-kan ini dibentuk dari
kata asal pukul dan pengafiksan meN-, memukuli dibentuk dari pukuli
dan pengafiksan meN-, dan pukuli dibentuk dari pukul dan
pengafiksan –I, dan memukulkan dibentuk dari pukulkan dan
pengafiksan meN-, dan pukulkan dibentuk dari pukul dan pengafiksan
-kan. Bentuk turunan perjuangan dan pemukulan berkategori N yang
dibentuk dari V, selanjutnya bentuk turunan ini disebut nomina
deverbal (Nv).
membaca
baca pembacaan
membacakan
berjuang
juang perjuangan
memperjuangkan
memukul
pukul pukuli memukuli pemukulan
39
pukulkan memukulkan
(Pembentukan Kata Model Proses)
Konsep tentang kata/bentuk dasar dan proses ini dapat
digunakan secara jelas dan tegas untuk menjabarkan berbagai
kategori, termasuk Nv. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harris (1946
dalam Hockett, 1954: 227-228), bahwa perbedaan dua bentuk yang
hampir sama dapat dijelaskan sebagai suatu proses yang menghasilkan
bentuk yang berbeda dengan bentuk lain. Bentuk turunan petinju dan
peninju hasil pembentukan dari bertinju dan pengafiksan pe- dan
meninju dan pengafiksan peN-, bertinju dan meninju masing-masing
dibentuk dari tinju dan pengafiksan ber- dan tinju dan pengafiksan
meN-.
tinju  bertinju  petinju
tinju  meninju  peninju
Kata turunan pemukul dapat dikaji bersama-sama dengan kata
turunan lain yang mempunyai panhkal (bentuk) yang sama: pemukul-
an, pukulan, memukul, memukulkan. Kata turunan ini menunjukkan
kesamaan bentuk dan makna dalam deret paradigma. Pengkajian suatu
kata bersama dengan kata-kata lain yang pangkalnya sama disebut
model paradigma. Dengan kombinasi model proses, pangkal pukul
dan latih dapat diparadigmakan yang berikut:
PANGKAL
KATA
DASAR (D)
(VERBA)
NOMINA
‘orang
yang (D)’
‘proses (D)’ ‘hal/tempat
(D)’
‘hasil (D)’
pukul
memukul
memukuli
memukulkan
Pemukul pemukulan - pukulan
latih Melatih Pelatih pelatihan - latihan
latih Berlatih Pelatih - perlatihan -
40
Model Paradigma V dan Nv dengan “Kombinasi Model Proses
Pertautan bentuk
Kata dasar dan proses pengafiksan di dalam paradigma di atas
menunjukkan bahwa kata turunan bertautan bentuk dan bertalian
makna dengan kata dasarnya. Bahwa, (1) kata turunan pemukul yang
berafiks peN- (pem-) memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna
dengan kata dasarnya yang berafiks meN- (mem-), yaitu memukul, (2)
kata turunan pemukulan yang berafiks peN—an memiliki pertautan
bentuk dan pertalian makna dengan kata dasarnya yang berafiks meN-
(mem-), yaitu memukul, (3) kata turunan pukulan yang berafiks -an
pertalian makna makna dengan kata dasar memukul yang berafiks
meN-.
Bahwa, (1). kata turunan pelatih yang berafiks peN- memiliki
pertautan bentuk dan pertalian makna kata dengan kata dasarnya yang
berafiks meN-: melatih, (2) kata turunan pelatihan yang berafiks peN
—an memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna dengan kata
dasarnya yang berafiks meN- (mem-): memukul, dan (3) latihan yang
berafiks -an bertalian makna dengan kata dasar melatih yang berafiks
me- (meN-).
Bahwa, (1) kata turunan pelatih memiliki pertautan bentuk dan
pertalian makna dengan kata dasarnya yang berafiks ber-: berlatih, (2)
kata turunan perlatihan yang berafiks per--an bertautan bentuk dan
pertalian makna dengan kata dasarnya yang berafiks ber-: berlatih.
Bahwa, kata dasar memukul yang bermakna ‘mengenai suatu
benda yang keras dengan kekuatan’ memiliki pertautan makna dengan
(a) kata turunan yang berafiks peN-, yaitu pemukul ‘orang yang
memukul’, (b) kata turunan yang berafiks peN—an, yaitu pemukulan
‘proses memukul’, dan (c) kata turunan yang berafiks –an, yaitu
pukulan ‘hasil memukul’.
Bahwa, kata dasar melatih ‘melakukan latih kepada seseorang’
memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna dengan kata
41
turunannya: (a) pelatih ‘orang yang melatih’, (b) pelatihan ‘proses
melatih’, dan (c) latihan ‘hasil melatih’, dan bahwa kata dasar
berlatih ‘membiasakan diri agar mampu melakukan sesuatu’ memiliki
pertautan makna dan pertalian makna dengan kata turunannya: (a)
pelatih ‘orang yang berlatih atau dilatih’, dan (2) perlatihan ‘hal
berlatih’.
Kata turunan pelatih ‘orang yang melatih’ dan pelatih ‘orang
yang berlatih atau dilatih’ ini memiliki kesamaan bentuk. Berdasarkan
model proses, kedua kata yang sama bentuknya dapat dijelaskan
perbedaan maknanya, kata pelatih ‘orang yang melatih’ berasal dari
kata dasar melatih. Prefiks peN- pada pelatih direalisasi pe-,
sedangkan pelatih ‘orang yang berlatih’ berasal dari kata dasar
berlatih. Prefiks pe- pada pelatih tetap berujud pe-.
Jika, kedua kata ini dianalisis berdasarkan model penataan,
pelatih ‘orang yang latih’ dibentuk oleh peN- + latih. Kata turunan
pelatih ‘orang yang latih’ dibentuk oleh pe- + latih menjadi pelatih.
Analisis terakhir ini tidak menunjukkan perbedaan yang tegas. Kata-
kata ini ada kesamaan pola pembentukan berdasarkan contoh, yang
disebut analogi.
Moeliono (1988: 26) menyatakan, bahwa model proses, pola
pembentukan seperti di atas dapat diterapkan pada kata lain, jika ada
kata dasar berjoget dan berbisnis dapat diturunkan atau dibangkitkan
menjadi pejoget ‘orang yang berjoget’ dan pebisnis ‘orang yang
berbisnis’; perjogetan ‘hal berjoget’ dan perbisnisan ‘hal berbisnis’.
Dengan model proses, jika ada kata dasar, kata turunan dapat dibentuk
atau dibangkitkan. Jika ada kata turunan, kata dasar dapat ditentukan.
42
Perlatihan: 1. Sebutkan macam-macam model kajian kata secara
morfologis! 2. Tentukan bentuk turunan dari wacana! 3. Analisislah
bentuk turunan yang ditentukan pada nomor 1 dengan model kajian
kata secara morfologis! 4.a Tentukan dua kata turunan yang mirip dan
satu kata turunan yang sama bentuknya tetapi maknanya berbeda! 4.b
Analisislah kata turunan yang ditentukan pada nomor 4.a!
Model Teori dalam Morfologis
Kata dijabarkan atau dibentuk dengan tiga macam model
analisis secara morfologis, yaitu model penataan (unsur dan penataan),
model proses, (bentuk dasar dan proses pengafiksan), dan model
paradigma (kata-kata diparadigmakan). Hal ini masing-masing sesuai
dengan tiga pendekatan umum dalam bidang morfologi (Malmkjǽr
1991, 321), yaitu Item and Arrangement (model penataan), Item and
Process (model proses) dan Word and Paradigm (model paradigma).
(1) Model Penataan
Model penataan membicarakan unsur-unsur dan penataan
unsur-unsur itu. Dengan asumsinya bahwa suatu ujaran bahasa terdiri
atas sejumlah unsur gramatikal minimum yang disebut morfem.
Struktur suatu ujaran dapat dikenali dengan menentukan morfem-
morfem dan penataan morfem itu yang membentuk ujaran.
Pandangan formal model penataan ialah (1) suatu bentuk
bahasa bisa sederhana dan gabungan, (2) bentuk sederhana disebut
morfem, dan (3) bentuk gabungan terdiri atas dua unsur atau lebih
yang membentuk susunan. Susunan itu dapat membentuk susunan
lainnya yang lebih kompleks unsurnya.
Kata-kata bahasa Indonesia dapat dibentuk dari unsur-unsur
pembangunnya, kata turunan persahabatan dibentuk dari per--an +
sahabat. Kata sahabat merupakan dasar, setelah mengalami afiksasi
per--an menjadi kata turunan persahabatan.
persahabatan
per--an sahabat
43
Analisis kata turunan di atas didasarkan pada model penataan.
Morfem terikat per--an sebagai unsur persahabatan ditentukan lebih
dahulu, unsur lain ialah bentuk dasarnya.
Model penataan tidak dapat digunakan untuk membangkitkan
bentuk turunan, karena (1) model penataan tidak menunjukkan
analisis gramatikal pada berbagai bentukan, (2) model penataan
menentukan lebih dahulu unsur-unsur yang akan membentuk susunan,
dan (3) model penataan menyamakan proses analisis pada bentukan
yang mirip, misalnya penyuruh dan pesuruh dibentuk dari peny- +
suruh dan pe- + suruh, dan (4) model penataan tidak bisa
membedakan bentukan yang sama, misalnya perangkul ‘orang yang
rangkul’ dan perangkul ‘orang yang rangkul.
(2) Model Proses
Kata turunan pembacaan dibentuk dari kata baca dan afiks
peN--an, kata turunan penyeberang dibentuk dari kata seberang dan
afiks peN-. Fenomena bahasa ternyata tidak sederhana dengan
44
Perlatihan: Jabarkan bentuk turunan berikut dengan menggunakan model
penataan!
a. menggilas penggilas penggilasan
membahas pembahas pembahasan
menulis penulis penulisan
menyiram penyiram penyiraman
melukis pelukis pelukisan
b. berakit perakit perakitan
bekerja pekerja pekerjaan
bertelur petelur perteluran
bersaudara pesaudara persaudaraan
bertutur petutur pertuturan
dijabarkan berupa unsur dan susunan. Kata turunan ini dapat
dijabarkan dengan model proses, bahwa kata turunan pembacaan
(nomina deverbal atau Nv) dibentuk dari dasar membaca (V) atau
membacakan (V) dan pengafiksan peN--an, kata turunan
penyeberang dibentuk dari kata dasar menyeberang atau
menyeberangkan (V) dan pengafiksan peN-.
Kata kunci model proses ialah proses. Kata turunan pengairan
dan pekerja merupakan hasil dari proses: kata dasar mengairi dan
pengafiksan peN--an dan kata dasar bekerja dan pengafiksan pe-. Kata
turunan penyuruh dan pesuruh merupakan proses dari menyuruh dan
pengafiksan peN- dan proses dari bersuruh dan pengafiksan pe-;
menyuruh dan bersuruh merupakan kata dasarnya. Lebih lanjut
dengan model proses, dua bentuk yang sama dapat dijelaskan
perbedaannya. Kata turunan pewawancara ‘orang yang mewawanca-
rai’ diturunkan dari kata dasar mewawancarai dan pengafiksan peN-,
sedangkan kata turunan pewawancara ‘orang yang berwawancara’
diturunkan dari kata dasar berwawancara dan pengafiksan pe-.
Perbedaan peN- dan pe- dapat dijelaskan, bahwa peN- direalisasi
berupa pe- karena berpasangan dengan prefiks meN- yang direalisasi
berupa me-, sedangkan pe- pada pewawancara ‘orang yang
berwawancara’ berpasangan dengan bentuk dasar berafiks ber-.
Pernyataan yang mendasar model proses ialah 1. bentuk
bahasa dapat berbentuk sederhana dan bentukan atau turunan, 2.
bentuk sederhana disebut akar atau pangkal, 3. bentukan terdiri atas
bentuk dasar yang mengalami proses. Dengan demikian, model
proses mengenal dua komponen dalam pembentukan kata, yaitu dasar
dan proses.
dasar + proses kata
dasar + proses kata
45
verba pengafiksan Nv
Pembentukan Kata: Model Proses
Kata turunan pembiayaan dibentuk dari proses kata dasar
membiayai. Kata membiayai dibentuk dari biayai, biayai dibentuk
dari biaya. Kata turunan pengukuran dibentuk dari proses kata dasar
mengukur atau mengukurkan, selanjutnya mengukur dan
mengukurkan dibentuk dari bentuk dasar ukur dan ukurkan, dan
ukurkan dibentuk dari bentuk dasar ukur. Kata turunan memahami
didasari pahami, pahami didasari paham, karena pahami merupakan
morfem sentral kata dasar memahami dan paham merupakan morfem
sentral pahami. Menurut Ekodardono (1982: 56-57), bahwa morfem
sentral menjadi inti atau menjadi dasar kata-kata polimorfemik.
Model proses mendeskripsikan bahasa (kata) atas bentuk dasar
dan proses; suatu kata sebagai dasar mengalami proses menjadi kata
turunan. Kata turunan dapat mengalami proses lagi (dan proses
seterusnya) untuk menghasilkan kata turunan lain.
mengukur
ukur ukuri mengukuri pengukuran
ukurkan mengukurkan
Kata turunan keadilan dan pengadilan berproses morfologi
secara simultan. Proses pembentukan keadilan dari ke--an + adil.
Kata turunan keadilan bukan dari bentuk keadil dan adilan karena
bentuk keadil dan adilan tidak ada. Proses pembentukan pengadilan
bukan dari bentuk pengadil atau adilan, meskipun ada kata pengadil.
Dari segi makna pengadil tidak berelasi dengan makna pengadilan.
Seperti yang dikatakan Moeliono dan Dardjowidjojo (1988: 81),
bahwa pemenggalan salah satu dari afiks tidak akan meninggalkan
bentuk yang masih berujud kata yang hubungan maknanya masih
dapat ditelusuri. Prefiks dan sufiks yang bersama dan makna berpadu
dalam penurunan kata merupakan konfiks.
46
menulis
tulis tulisi menulisi penulisan
tuliskan menuliskan
berjuang
juang
perjuangan
perjuangkan memperjuangkan
Kata turunan menulis, menulisi dan menuliskan, masing-
masing, diturunkan dari kata dasar tulis, tulisi dan tuliskan. Kata tulisi
dan tuliskan dari dasar tulis. Kata turunan berjuang dari kata dasar
juang, dan memperjuangkan dari kata dasar perjuangkan,
perjuangkan dari kata dasar perjuang dan pangkal juang. Kata turunan
penulisan dan perjuangan tidak dibentuk atau diturunkan dari
kata/bentuk dasar tulis dan juang, tetapi dari kata dasar menulis,
menulisi atau menuliskan, dan berjuang atau memperjuangkan.
Dengan kata lain, bentuk-bentuk turunan yang dibentuk dari bentuk
dasar tertentu dapat pula menjadi dasar pembentukan kata turunan
yang lain.
Jika dilihat sepintas lalu, bentuk turunan pembeli, pembelian,
kotoran, perbuatan, persatuan, dan kekuatan dibentuk oleh afiks –
peN-, peN—an, -an, per—an, per—an, ke--an dan kata dasar beli, beli,
kotor, buat, satu, kuat. Jika diselidiki lebih mendalam, kata turunan
sering dibentuk dari kata turunan pula. Kata turunan keadaan dibentuk
dari ada, tetapi pembeli dan pembelian tidak dibentuk dari kata dasar
beli, melainkan dari kata dasar membeli. Demikian pula perbuatan
dan persatuan masing-masing dibentuk dari verba berbuat dan
bersatu dan tidak dari kata dasar buat dan satu. Kata turunan
perbuatan ‘hal berbuat’, bukan ‘hal buat’ dan persatukan ‘hal bersatu’
bukan ‘hal satu’.
47
Kata turunan merupakan hasil dari dasar dan proses
pengafiksan. Jika ada kata dasar, tentu saja kata turunan dapat
dibentuk dan kata turunan dapat dibentuk lagi menjadi kata turunan
yang lain. Kata turunan seperti bepergian dibentuk dari kata dasar
pergi. Demikian pula kata turunan pemarah dibentuk oleh
pengafiksan peN- dan kata dasar marah, selain kata dasar memarahi.
Tentang model proses, Moeliono (1986: 93-94) menyatakan:
Jika ditinjau dari sudut makna, pengeras dan penguasa
tidak langsung terjadi karena penggabungan peng- (peN-) +
keras atau peng- + kuasa kalau peng- diartikan ‘pelaku, alat,
yang melakukan, orang atau alat yang berbuat’. Sebabnya,
pengeras dan penguasa bukanlah ‘pelaku, alat, atau barang,
yang berbuat keras atau kuasa’. Pertalian makna yang
langsung terdapat di antara pengeras dan mengeraskan serta
di antara penguasa dan menguasai. (Alat) pengeras ialah alat
yang mengeraskan.
Dengan cara menggambarkan proses penjabaran
bentukan peng- lewat bentuk verba seperti di ataslah, kita
dapat mengerti bagaimana terjadi petinju dan peninju,
pesuruh dan penyuruh sebab petinju bertalian dengan bertinju,
sedangkan peninju bertalian dengan meninju: pesuruh
berpautan dengan bersuruh, sedangkan penyuruh berpautan
dengan menyur‍uh.
Nomina penguasa bertalian makna dengan verba menguasai.
Kata turunan penguasa ‘orang yang menguasai’ diturunkan dari verba
menguasai dan pengafiksan peN-. Verba menguasai sebagai dasar
dalam proses pembentukan Nv penguasa.
Kata turunan penatar dan petatar dengan analisis model
penataan didapatkan unsur-unsur peN- + tatar dan pe- + tatar.
Analisis morfemis ini tidak membedakan hakikat bentuk itu. Analisis
yang membedakannya, dengan model proses, tentu dapat menjelaskan
perbedaan proses pembentukan bentuk turunan penatar dan petatar.
Parera (1988: 27) mengemukakan bahwa:
48
Berdasarkan teknik dan proses analisis morfologi
secara toksonomi, maka kita dapat dengan mudah mengem-
balikan bentuk petinju ke bentuk dasar tinju dan bentuk
peninju ke bentuk dasar tinju pula. Analisis ini tidak dapat
menjelaskan mengapa ada bentuk petinju dan peninju dan
bagaimana proses kejadian dan perbedaan antara dua bentuk
itu.
Kata turunan penatar dibentuk dari bentuk dasar menatar,
menatar dibentuk dari dasar tatar. Bentuk turunan petatar dibentuk
dari bentuk dasar bertatar, bertatar dibentuk dari bentuk dasar tatar.
Bentuk turunan yang mirip ini tidak dijabarkan secara tegas, apalagi
bentukan yang sama juga tidak diselesaikan secara tepat. Selanjutnya
Parera (1988: 28) mengemukakan bahwa:
Struktur-dalam pada umumnya berupa kalimat dalam
modelnya yang terkecil. Melalui kaidah transformasi, struktur-
dalam ditransformasikan ke struktur luar. Kaidah morfologi
transformasi generatif bentuk tersebut di atas dapat dilukiskan
seperti di bawah ini.
Orang itu bertinju.
Orang itu menang.
Petinju itu menang.
Jadi, bentuk petinju diturunkan dari kalimat Orang itu bertinju.
Demikian pula dengan bentuk luar peninju. Struktur-dalam
peninju adalah:
Orang itu meninju bola.
Orang itu kuat sekali.
Peninju bola itu kuat sekali.
49
Perlatihan:
1. Deskripsikan atau jabarkan bentuk turunan yang dicetak tebal pada
dua kalimat di bawah ini dengan menggunakan model proses! Berilah
argumentasinya!
a. Pembukaan bursa belum pasti.
b. Taufik Hidayat merasa bukan penyelamat kubu Indonesia.
2. Bangkitkan nomina turunan dengan bentuk dasar bertahan.
(3) Model Paradigma
Model paradigma merupakan analisis berpusat pada suatu kata
yang dibicarakan bersama-sama dengan kata lain yang pangkalnya
sama. Seperangkat kata yang memiliki kesamaan bentuk maupun arti
berada dalam deretan paradigma. Kata menjadi pusat analisisnya.
Rustono (1994: 30-31) menyatakan bahwa model paradigma muncul
karena kenyataan bahwa tidak setiap bentuk morfologis dapat
disegmentasikan. Kegagalan segmentasi bentuk-bentuk morfologis
suatu bahasa menyebabkan analisis morfologis bahasa yang
bersangkutan tidak tuntas.
Pandangan model paradigma, bahwa pembentukan kata
sebagai unit yang bebas. Robins (1959 dalam Malmkjǽr 1991: 322)
memberi kriteria bahwa bentuk-bentuk kata yang mempunyai akar
atau dasar yang sama dikategorikan menjadi satu paradigma.
Matthews (1974, dalam Malmkjǽr 1991: 322) memaparkan bahwa
bentuk-bentuk yang identik dapat muncul dalam paradigma yang
berbeda dan dapat dipahami dalam kaitannya dengan anggota-anggota
lain dalam paradigmanya. Kata turunan pembukuan dan perbankan
merupakan bentukan dalam paradigma yang berbeda. Kata turunan
pembukuan dalam satu deret paradigma dengan kata turunan yang
berpangkal sama, yaitu buku. Deret paradigma yang lengkap sebagai
berikut:
PANGKAL
KATA DASAR
(D)
(VERBA)
BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL
‘orang yang
(D)’
‘proses (D)’
‘hal/tempat
(D)’
‘hasil (D)’
buku membukukan pembuku pembukuan - bukuan
buku berbuku pebuku - perbukuan -
50
Bentuk Turunan yang Mirip
Dengan cara kerja model proses, berbagai pembentukan dan
penjabaran kata turunan dapat dijelaskan di dalam paradigma.
(1) Nv yang identik peninju dan petinju dapat dipahami dengan
penjabaran model proses di dalam paradigma yang berikut:
PANGKAL
KATA DASAR
(D)
(VERBA)
BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL
‘orang yang
(D)’
‘proses (D)’
‘hal/tempat
(D)’
‘hasil (D)’
tinju meninju peninju peninjuan - tinjuan
tinju bertinju petinju - pertinjuan -
Penjabaran Bentuk Turunan yang Mirip
Model paradigma dapat digunakan untuk menjelaskan bentukan
yang identik seperti pennju dan petinju.
(2) Nv yang sama penoda ‘orang yang menodai’ dan penoda ‘orang
yang bernoda’ dapat dipahami dengan penjabaran model proses di
dalam paradigma yang berikut:
PANGKAL
KATA
DASAR (D)
(VERBA)
BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL
‘orang yang
(D)’
‘proses (D)’
‘hal/tempat (D)’ ‘hasil (D)’
noda menodai penoda penodaan - nodaan
noda bernoda penoda - pernodaan -
Bentuk Turunan yang Sama
(3) Nv dengan pangkal yang berbeda ‍ambil dan nyanyi dapat
dijelaskan dengan model proses dalam paradigma yang berikut:
PANGKAL
KATA DASAR
(D)
(VERBA)
BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL
‘orang yang (D)’ ‘proses (D)’
‘hal/tempat
(D)’
‘hasil (D)’
ambil mengambil pengambil pengambilan - ambilan
nyanyi bernyanyi penyanyi - pernyanyian -
51
Bentuk Turunan yang Berbeda
Pertautan bentuk antara katabentuk turunan Nv dengan
verba-dasarnya dapat diidentifikasi apabila V berprefiks meN-
(dan variasinya), maka bertaut dengan Nv berprefiks peN- (dan
variasinya) atau peN--an (dan variasinya). Pertautan ini
selengkapnya dipaparkan yang berikut.
KATA DASAR
(D)
(VERBA)
NOMINA DEVERBAL (Nv)
‘orang yang (D)’
‘proses (D)’
‘hal/tempat (D)’
mengambil pengambil pengambilan -
membaca pembaca Pembacaan -
mendengar pendengar pendengaran -
menyapu penyapu Penyapuan -
merakit perakit Perakitan -
mengebor pengebor Pengeboran -
bertani petani - pertanian
bekerja pekerja - pekerjaan
belajar pelajar - pelajaran
Pertautan Bentuk dan Makna V dan Nv
Pertalian makna pada kata turunan Nv dengan verba-dasarnya
atas dasar semantik.
Pertautan bentuk dan pertalian makna kata-kata bahasa
Indonesia dalam deret pertalian seperti di atas dideskripsikan untuk
mendapatkan kesistematisannya sehingga kaidah-kaidah tentang
penjabaran dan pembentukan dapat dirumuskan atau ditentukan.
Kaidah-kaidah itu dapat digunakan sebagai materi pengajaran bahasa
dan cara pengajaran kata bahasa Indonesia.
Membangkitkan Kata
52
Perlatihan: 1. Buatlah paradigma bentuk turunan pembukaan dan
penyelamat! Buatlah dua deret! 2. Paradigmakan verba bertahan menjadi
nomina turunan dan pangkalnya!
Dengan kaidah model proses, kata turunan dapat dibentuk,
bahkan dapat dibangkitkan apabila ada bentuk dasar. Pembangkitan
kata adalah proses menurunkan atau membentuk kata yang belum
mengalami prosede (belum pernah mengalami proses morfologis).
Dengan model proses, pembangkitan kata dapat dilakukan, misalnya
pembangkitan kata bentukan pernyanyian ‘hal bernyanyi’. Bentuk
turunan pernyanyian belum mengalami prosede. Bentuk turunan
pernyanyian berkaitan bentuk dan makna dengan bentuk dasar
bernyanyi. Dalam proses morfologis ini, bernyanyi sebagai bentuk
dasar. Dilihat dari unsurnya, bernyanyi merupakan bentuk kompleks
karena terdiri atas afiks dan bentuk dasar.
Kata turunan pensyukur ‘orang yang mensyukuri’ dan
pensyukuran ‘proses mensyukuri’, dengan model proses, dimungkin-
kan ada pembangkitannya. Berdasarkan pola pembentukan yang ada,
pensyukur dapat dianalogikan dengan bentuk turunan penyimpan
‘orang yang menyimpan’, sedangkan pensyukuran dapat dianalogikan
dengan bentuk turunan penyimpanan ‘proses menyimpan’.
Berdasarkan model proses, kata bentukan penghasil dan
penghukum dibentuk dari:
hasilkan → menghasilkan → penghasil
hukum → menghukum → penghukum
Secara lengkap, kata dasar dan proses pengafiksan
dibentuk menjadi kata turunan dalam paradigma yang berikut:
PANGKAL
BENTUK
DASAR (D)
BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL
‘orang yang
(D)’
‘proses (D)’
‘hal/tempat
(D)’
‘hasil
(D)’
hasil menghasilkan penghasil penghasilan - hasilan
hukum Menghukum Penghukum penghukuman - hukuman
Pembentukan dan Pembangkitan Nv
53
Berdasarkan model penataan, kata turunan penghasil,
penghukum, perakit dibentuk dari:
peN- + hasil → penghasil
peN- + hukum → penghukum
peN- + rakit → perakit
pe- + rakit → perakit
Berdasarkan penjabaran Nv dengan kedua model analisis
morfologis, model proses menghasilkan kata turunan, misalnya
memburu dapat dibentuk menjadi pemburu dan berburu dapat
dibentuk menjadi peburu. Kata turunan peburu belum mengalami
prosede. Kata turunan peburu disebut pembangkitan kata.
Model proses dapat digunakan untuk menjabarkan Nv secara
tegas dan tuntas, misalnya kata turunan pemburuan dan perburuan
dibentuk dari dasar memburu dan berburu. Model proses dapat
digunakan untuk membentuk dan membangkitkan Nv secara tepat,
kata dasar mengatur dapat dibentuk menjadi pengatur ‘orang yang
mengatur’ dan kata dasar mengizinkan dapat dibangkitkan menjadi
pengizin ‘orang yang mengizinkan’, pengizinan ‘proses mengizinkan’,
dan izinan ‘hasil mengizinkan’.
Jika ada kata turunan, kata dasar tentu dapat ditentukan. Jika
ada kata turunan pengkajian ‘proses mengkaji’ dan pengkaji ‘orang
yang mengkaji’ dapat ditentukan kata dasarnya, yaitu mengkaji. Apa-
bila ada kata turunan perkotaan, kata dasarnya dapat ditentukan, yaitu
berkota.
Begitu pula, apabila ada kata dasar tentu dapat dibentuk kata
turunannya. Ada kata dasar membuka dapat dibentuk menjadi Nv
pembuka ‘orang yang membuka’, pembukaan ‘proses membuka’, dan
bukaan ‘hasil membuka’. Apabila ada kata dasar melangkah dan
menjatuhkan, masing-masing kata dasar ini dapat dibangkitkan
menjadi Nv pelangkah ‘orang yang melangkah’, pelangkahan ‘proses
54
melangkah’, dan langkahan ‘hasil melangkah’ dan penjatuh ‘orang
yang menjatuhkan’, penjatuhan ‘proses menjatuhkan’ dan jatuhan
‘hasil menjatuhkan’. Pembangkitan kata ini dapat dilakukan oleh
penutur bahasa Indonesia dengan memahami sistem model proses.
Berdasarkan kaidah model proses, kata turunan pegadaian dan
pedesaan dapat diluruskan. Kata turunan pegadaian bermakna
‘hal/tempat bergadai’. Kata dasar pegadaian ialah bergadai. Kata
turunan pegadaian dianalogikan dengan permukiman ‘hal/tempat
bermukim’, sedangkan pemukiman ‘proses memukimkan’. Jika bentuk
dasar berafiks ber- pada bermukim, bentuk turunannya berafiks per--
an pada permukiman, bukan peN--an. Jika kata dasar berafiks meN-
pada memukimkan, kata turunannya berafiks peN--an pada
pemukiman. Karena kata dasar berafiks ber- pada bergadai, kata
turunannya berafiks per--an pada pergadaian.
Bentuk turunan yang perlu dipertegas dengan kaidah model
proses ialah pedesaan menjadi perdesaan, pasangannya perkotaan
yang sesuai dengan kaidah model proses.
Pembentukan dan penjabaran bentuk turunan dengan model
proses yang dipaparkan di atas membentuk kecakapan ranah kognitif.
Kecakapan ranah kognitif yang dimiliki seseorang membentuk intuisi
kebahasaan. Intuisi kebahasaan akan mengalir dalam komunikasi
sehari-hari.
Uji Kompetensi
1. Sebutkan model kajian kata secara morfologis! Jelaskan
perbedaan model morfologis!
2. Tentukan bentuk turunan dari suatu wacana!
55
Perlatihan: 1. Bangkitkan verba menyanyi dan berbicara menjadi
nomina deverbal! 2.a Tentukan suatu verba yang dapat dibangitkan! 2.b
Buatlah paradigma verba 2.a!
3. Analisislah bentuk turunan yang sudah ditentukan pada nomor
dua dengan model kajian kata secara morfologis yang
disebutkan pada nomor satu!
4. a. Tentukan dua kata turunan yang mirip dan satu kata turunan
yang sama bentuknya tetapi maknanya berbeda!
b. Analisislah kata turunan yang ditentukan pada nomor 4.a!
5. Analisis bentuk turunan dalam suatu wacana dengan
menggunakan model penataan!
6. Analisis bentuk turunan dalam suatu wacana dengan
menggunakan model proses!
7. Analisis bentuk turunan dalam suatu wacana dengan menggu-
nakan model paradigma!
8. Bangkitkan bentuk turunan dengan menggunakan model
proses!
9. Bangkitkan bentuk turunan dengan menggunakan model
paradigma!
56
BAB … ANALISIS KATA TURUNAN
A. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan Indikator
Kata turunan dapat dianalisis: (1) secara teoretis, mengguna-
kan model penataan, model proses, dan model paradigma, (2) segi
bentuk, mendapatkan unsur-unsur dan struktur, (3) segi makna, dapat
dibahas makna leksikal dan gramatikal, (4) morfofonemik, menemu-
kan gejala fonologis. Aspek-aspek ini yang perlu dicapai mahasiswa
dalam pembelajaran sehingga mahasiswa dinyatakan lulus.
Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), setelah mahasiswa
menyelesaikan kegiatan pembelajaran, maka mahasiswa mampu
menganalisis kata turunan dalam wacana.
Indikator, bahwa capaian pembelajaran terpeuhi jika mahasis-
wa mampu:
• Menguraikan bagian-bagian kata turunan: kata berafiks, kata
ulang, kata majemuk dalam wacana
• Menjelaskan bagian-bagian kata turunan; kata berafiks, kata
ulang, kata majemuk.
B. Gambaran Umum Materi
Kata turunan: kata berafiks, kata ulang, kata majemuk yang
berasal dari wacana merupakan fakta/data asli. Kata turunan ini
dianalisis dengan menerapkan teori-teori dalam ilmu morfologi. Kata
turunan juga dapat dianalisis dari segi bentuk, struktur, makna dan
morfofonemik.
C. Relevansi Pengetahuan
Kata turunan dianalisis untuk menemukan sistem satuan-
bahasa dan menemukan karaktersitik satuan-bahasa itu. Atas sistem
satuan-bahasa, pengguna bahasa Indonesia bisa memmbentuk satuan-
57
satuan-bahasa sesuai sistem. Atas karakteristik satuan-bahasa,
pengguna bahasa Indonesia bisa berbahasa secara tepat.
D. Kata Turunan
Kata turunan adalah kata yang sudah mengalami proses
morfologis: afiksasi, reduplikasi, pemajemukan.
Satuan-bahasa pakai, perintah, gembor, bahasa ialah kata
tunggal. Satuan-bahasa anjur dan gembor ialah bentuk tunggal.
1. Kata Berafiks
Satuan bahasa pemakaian, pemerintah, anjuran, berbahasa
ialah kata turunan berafiks. Kata-kata ini hasil menurunkan dari
morfem bebas dan morfem terikat (afiks). Kata turunan berafiks
pemakaian diturunkan dari morfem bebas pakai dan afiks (konfiks)
peN--an. Kata turunan berafiks pemerintah diturunkan dari morfem
bebas perintah dan pengafiksan peN-. Kata turunan berafiks anjuran
diturunkan dari anjur dan pengafiksan –an.
Kata turunan berafiks adalah kata yang diturunkan morfem
bebas dan morfem terikat (afiks): prefiks, infiks, sufiks dan konfiks.
Kata Ulang
Kata menggembar-gemborkan dapat dijabarkan satu tingkat di
bawahnya menjadi menggemborkan dan proses pengulangan atau
reduplikasi (R). Kata ulang menggembar-gemborkan termasuk kata
58
Perlatihan: 1. Tentukan kata berafiks dari wacana! 2. Tentukan bagian-
bagian kata berafiks yang berasal dari wacana! Jelaskan perihal kata
berafiks itu!
ulang sebagian bervariasi fonem. Kata ulang ini menurunkan kata
dasar menggemborkan + R. Kata menggemborkan menurunkan kata
dasar gembor.
Kata ulang orang-orang (Indonesia), (percakapan) sehari-
hari, ke-inggris-inggris-an, masing-masing, diturunkan satu tingkat di
bawahnya: orang-orang  orang, sehari-hari  sehari, dan ke-
inggris-ingris-an  inggris. Kata orang pada orang-orang
mengalami pengulangan penuh (sejati), kata sehari pada sehari-hari
mengalami pengulangan sebagian, dan kata inggris pada ke-inggris-
inggris-an mengalami pengulangan dengan pengafiksan.
Satuan bahasa menggembar-gemborkan, orang-orang, sehari-
hari, ke-inggris-inggris-an dikatakan sebagai kata ulang, karena
satuan bahasa ini memiliki (1) kata dasar; menggembar-gemborkan
memiliki kata dasar menggemborkan, orang-orang memiliki kata
dasar orang, sehari-hari memiliki kata dasar sehari, ke-inggris-
inggris-an memiliki kata dasar inggris, (2) hubungan makna;
menggembar-gemborkan ‘terus-menerus menyuarakan secara lantang’
memiliki hubungan makna dengan kata dasarnya, yaitu menggembor-
kan ‘menyuarakan secara lantang’, orang-orang ‘manusia banyak’
memiliki hubungan makna dengan kata dasarnya, yaitu orang
‘manusia’, sehari-hari ‘setiap hari’ memiliki hubungan makna dengan
kata dasarnya, yaitu sehari ‘satu hari’, ke-inggris-inggris-an ‘perihal
(berujar) menyerupai atau menyamai bahasa Inggris’ memiliki hu-
bungan makna dengan kata dasarnya, yaitu inggris ‘bahasa Inggris’,
dan (3) kategori kata sama; menggembar-gemborkan berkategori
verba dan kata dasarnya (menggemborkan) juga berkategori verba,
orang-orang berkategori nomina dan kata dasarnya (orang) berkate-
gori nomina pula, sehari-hari berkategori nomina dan kata dasarnya
(sehari) berkategori nomina pula, ke-inggris-inggris-an berkategori
nomina dan kata dasarnya (inggris) berkategori nomina pula.
59
Contoh kata ulang-kata ulang di atas dapat disimpulkan bahwa
suatu kata disebut kata ulang jika 1. terdapat bentuk dasar, 2.
maknanya berkaitan, dan 3. kategori kata sama.
Kata Majemuk
Dalam paragraf 1 kutipan di atas terdapat satuan bahasa
tulisan tangan. Satuan bahasa tulisan tangan memiliki makna ‘yang
ditulis dengan tangan’. Satuan bahasa tulisan tangan ini membentuk
kesatuan makna. Satuan bahasa tulisan tangan terdiri atas dua pokok
kata. Pokok kata adalah satuan bahasa yang tidak dapat berdiri
sendiri yang berpotensi menjadi kata. Satuan-bahasa tulisan tangan
membentuk kesatuan makna sehingga tulisan tidak bisa mewakili
tulisan tangan dan tangan juga tidak bisa mewakili tulisan tangan,
misalnya tulisan tangan pada kalimat Tulisan tangan itu menyerupai
cetakan. bahwa tulisan tidak mewakili Tulisan itu menyerupai
cetakan. dan tangan juga tidak bisa mewakili Tangan itu menyerupai
cetakan.
Dalam paragraf 3 kutipan di atas terdapat satuan bahasa orde
baru ‘masa pemerintahan dengan sistem baru di Indonesia yang
berlangsung sejak 11 Maret 1966’. Satuan bahasa orde baru disebut
kata majemuk karena orde baru membentuk satu-kesatuan makna,
jika ditelusuri makna unsur-unsurnya: orde ‘sistem (pemerintahan)‘
dan baru ‘belum pernah ada (dilihat) sebelumnya’.
Satuan bahasa yang terdiri atas dua pokok kata atau lebih yang
membentuk kesatuan makna disebut kata majemuk.
60
Perlatihan: 1. Tentukan kata ulang dari suatu wacana! 2. Tentukan
bagian-bagian pada kata ulang yang berasal dari suatu wacana!
Analisislah kata ulang itu!
Satuan bahasa centang perenang ‘letak tidak beraturan/malang
melintang/carut marut’ tidak dapat ditelusuri makna unsur-unsurnya:
centang /céntaŋ/ ‘memukul (menempeleng)’ atau ‘tanda koreksi’ dan
perenang ‘orang yang berenang’. Artinya, centang tidak bisa
mewakili centang perenang dan perenang juga tidak bisa mewakili
centang perenang. Satuan bahasa centang perenang membentuk
idiom.
Uji Kompetensi
1. Uraikan kata turunan terutama, mengungkapkan, percakapan,
perumahan, sehari-hari, orang-orang Indonesia, ke-inggris-ing-
gris-an, sempat-sempatnya, “virus” bahasa Inggris atas bagian-
bagiannya!
2. Kata-kata pada nomor 1 berasal dari wacana “Satu Bahasaku,
Bahasa Indonenglish”. Jelaskan bagian-bagian kata turunan pada
nomor 1!
61
Perlatihan: 1. Tentukan kata majemuk dari suatu wacana! 2. Tentukan
bagian-bagian pada kata majemuk yang berasal dari suatu wacana!
Jelaskan perihal kata majemuk yang telah ditentukan!
BAB … MORFOFONEMIK
A. Capaian Pembelajaran (CPL) dan Indikator
Morfem terikat yang melekat pada morfem bebas/morfem
bebas terikat mengalami gejala fonologis. Artinya, fonem anggota
morfem terikat dan fonem anggota morfem bebas/morfem bebas
terikat yang bersinggungan atau berdekatan mengalami gejala fonolo-
gis. Gejala fonologis ini perlu dikenali dan dipahami agar ucapan kata
turunan bisa tepat.
Capaian Pembelajaran Umum, setelah mahasiswa
menyelesaikan kegiatan pembelajaran, maka mahasiswa menentukan
morfofonemik kata turunan berafiks dalam kalimat yang berasal dari
wacana.
Indikator, bahwa capaian-pembelajaran terpenuhi jika
mahasiswa mampu:
• Menjelaskan pengertian morfofonemik,
• Menentukan morfofonemik kata turunan berafiks dalam wacana,
• Menyebutkan macam-macam morfofonemik kata turunan berafiks,
• Membuat contoh kata turunan berafiks atas macam-macam morfo-
fonemik,
• Menentukan fenomena morfofonemik, dan
• Menjelaskan fenomena morfofonemik.
B. Gambaran Umum Materi
Kata berafiks (morfem terikat) ada yang tidak terjadi gejala
fonologis, terjadi satu gejala fonologis, atau beberapa gejala fonologis.
Gejala fonologi pada kata berafiks: berprefiks, berinfiks, bersufiks,
dan berkonfiks
Jika kata turunan berafiks dalam wacana “Satu Bahasaku,
Bahasa Indonenglish!” dicermati, kata-kata turunan itu terjadi gejala
62
fonologis pada fonem-fonem anggota morfem yang bersinggungan
atau berdekatan. Kata turunan membuat beranggotakan [meN-] dan
buat. Morfem [meN-] direalisasi berupa mem- karena melekat pada
kata yang berfonem awal /b/ sehingga berujud membuat. Nasal (N)
anggota morfem [meN-] terjadi gejala fonemik, yaitu (N) pada meN-
berujud /m/ karena meN- melekat pada kata yang berfonem awal /b/.
Gejala fonologis pada fonem yang bersinggungan atau
berdekatan anggota morfem yang bergabung disebut morfofonemik.
Kata Berprefiks
Bentuk tunggal dapat dilekati afiks. Afiks yang dilekatkan
pada depan satuan-bahasa (bentuk tunggal), misalnya ber- + tamu 
bertamu, disebut prefiks. Afiks yang dilekatkan pada belakang bentuk
(dasar), misalnya tulis + –kan  tuliskan, disebut sufiks. Afiks yang
dilekatkan pada tengah bentuk (dasar), misalnya gigi + -er-  gerigi,
disebut infiks. Satu afiks yang dilekatkan secara terpisah pada depan
dan belakang kata (morfem dasar) yang membentuk kesatuan makna,
misalnya ke--an + ada  keadaan disebut konfiks. Fonem-fonem
anggota morfem pada kata turunan berprefiks terjadi morfofonemik
dengan klasifikasi yang berikut:
(1) gejala fonemik zero (Ø)
berbahasa  ber - + bahasa
dibuat  di- + buat
swalayan  swa- + layan
bernama  ber- + nama
bertambah  ber- + tambah
terkenal  ter- + kenal
dikarang  di- + karang
ditulis  di- + tulis
berjudul  ber- + judul
dianggap  di- + angap
63
terbaru  ter- + baru
diberi  di- + beri
berbeda  ber- + beda
diambil  di- + ambil
mengganti  meng- + ganti
awas!!! (hal 30)
Fonem-fonem yang bersinggungan dari anggota morfem yang
bergabung tidak terjadi gejala fonemik. Fonem-fonem itu tetap dalam
kesatuan, tidak terjadi pengubahan fonem, penambahan fonem,
penghilangan fonem mapun penggeseran fonem. Dengan kata lain,
penggabungan morfem terikat dan morfem bebas tidak terjadi gejala
fonemis atau gejala fonemis zero (Ø).
(2) Pengubahan fonem
membuat  meN- (mem-) + buat
pembawa  peN- (pem-) + bawa
mempermudah  meN- (mem-) + per- + mudah
Fonem anggota morfem berubah setelah bergabung dengan morfem
lain, misalnya meN- berujud mem- karena meN- melekat pada morfem
buat yang berfonem awal /b/.
(3) Penghilangan fonem
melarang  meN- (me-) + larang
merancang  meN- (me-) + rancang
Nasal (N) anggota morfem [meN-] tidak direalisasi atau hilang karena
morfem terikat [meN-] melekat pada morfem larang yang berfonem
awal /l/ dan pada rancang yang berfonem awal /r/.
(4) Penggeseran fonem
mengaku  meng- + aku /mə-ŋaku/
64
mengubah  meng- + ubah /mə-ŋubah/
berubah  ber- + ubah /bə-rubah/
berusaha  ber- + usaha /bə-rusaha/
berarti  ber- + arti /bə-rarti/
Fonem akhir anggota morfem terikat bergeser ke bentuk dasarnya,
misalnya fonem /ŋ/ realisasi (N) anggota morfem terikat [meN-]
menggeser ke morfem bebas (bentuk dasar) aku sehingga menjadi
/mə–ŋaku/.
(5) Gejala fonem kompleks
menyentil  meN- (meny-) + (s)entil /mə-ñəntIl/
memakai  meN- (mem-) + (p)akai /mə-makay/
penulis  peN- (pen-) + tulis /pə-nulIs/
pemakai  peN- (pem-) + (p)akai /pə-makay/
penonton  peN- (pen-) + (t)onton /pə-nonton/
menengah  meN- (men-) + (t)engah /mə-nəŋah/
menurut  meN- (men-) + (t)urut /mə-nurUt/
menyambut meN- (meny-) + (s)ambut /mə-ñambUt/
memancing meN- (mem-) + (p)ancing /mə-mancIŋ/
pengarang  peN- + (k)arang /pə-ŋaraŋ/
menyangkut meN- (meny-) + (s)angkut /mə-ñaŋkUt/
Penggabungan morfem terikat dan morfem bebas di atas
menyebabkan gejala fonemis kompleks. Misalnya kata turunan
menyentil, bahwa kata menyentil terjadi gejala fonemis: (a)
pengubahan nasal (N) pada morfem terikat [meN-] menjadi /ñ/, (b)
fonem /ñ/ anggota morfem [meN-] bergeser ke morfem dasar sehingga
menjadi /mə-ñəntIl/ (dalam tuturan lisan), dan (c) penghilangan fonem
/s/ anggota morfem bebas sentil
65
Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan berprefiks dari suatu wacana! 2.
Tentukan macam-macam morfofonemik pada kata turunan berprefiks
yang berasal dari suatu wacana!
Kata Berinfiks
Dalam wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!” tidak ada kata
berinfiks. Data yang dimunculkan atau dibuat oleh penulis, misalnya
-el-, -er-, -em- yang masing-masing melekat pada bentuk:
gembung + -el-  gelembung
gigi + -er-  gerigi
getar + -em-  gemetar
Secara morfologis, infiks mengalami penggeseran fonem anggota
morfem terikat ke bagian bentuk dasarnya. Fonem /ə/ pada anggota
infiks –el- menggeser ke fonem /g/ pada gembung, sedangkan fonem
/l/ pada anggota infiks –el- menggeser ke fonem /ə/ pada gembung.
Secara morfologis, fonem /ə/ pada anggota infiks –er- menggeser ke
fonem /g/ pada gigi, sedangkan fonem /r/ pada anggota infiks –er-
menggeser ke fonem /i/ pada gigi. Juga, fonem /ə/ pada anggota infiks
–em- menggeser ke fonem /g/ pada getar, sedangkan fonem /m/ pada
anggota infiks –em- menggeser ke fonem /ə/ pada getar.
Kata Bersufiks
(1) Penggeseran fonem
anjuran  anjur + -an /anju-ran/
karangan  karang + -an /kara-ŋan/
Fonem akhir anggota morfem bebas menggeser ke morfem terikat,
bahwa (a) fonem /r/ anggota morfem bebas anjur /anjUr/ menggeser
ke sufiks –an sehingga menjadi /anju-ran/, dan (b) fonem /η/ anggota
morfem bebas karang /karaŋ/ menggeser ke sufiks –an sehingga
menjadi /kara-ηan/.
66
Fenomena: jika diamati lebih saksama, selain terjadi
penggeseran fonem, bahwa variasi fonem /U/ pada /anjUr/ berujud
fonem /u/ pada /anju-ran/,
(2) Penghilangan fonem
komentator  komenta(r) + -tor
Fonem /r/ anggota morfem komentar mengalami penghilangan setelah
pelekatan morfem terikat –tor.
Kata Berkonfiks
(1) Gejala Fonemis Kompleks
Gejala fonemik kompleks terjadi jika pelekatan afiks pada
bentuk dasar terjadi lebih dari satu gejala fonemis, misalnya:
pemakaian  peN--an (pem--an) + (p)akai + -an
/pə-makay-yan/
perumahan  per--an (pe--an) + rumah
/pə-ruma-Xan/
pemberian  peN--an (pem--an) + beri
/pəmbəri-yan/
penamaan  peN--an (pe--an) + nama
/pə-nama?an/
pemasaran  peN--an (pem--an) + (p)asar
/pə-masa-ran/
pertengahan  per--an + tengah
/pərtəŋa-Xan/
Penggabungan morfem terikat dan morfem bebas di atas
menyebabkan gejala fonemis kompleks. Misalnya kata turunan
67
Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan bersufiks dari suatu wacana! 2.
Tentukan macam-macam morfofonemik pada kata turunan bersufiks yang
berasal dari suatu wacana!
pemakaian, bahwa kata pemakaian terjadi gejala fonemis (a)
pengubahan fonem /η/ pada morfem peN--an menjadi fonem /m/, (b)
fonem /m/ anggota morfem pem- bergeser ke morfem bebas sehingga
menjadi /pə-makay-yan/ (dalam tuturan lisan), dan (c) penghilangan
fonem /p/ anggota morfem bebas pakai.
Fenomena: jika diamati lebih saksama, fonem /h/ menggeser
ke bagian konfiks dan fonem /h/ berujud /X/.
(2) Penggeseran fonem
penginapan  peN--an + inap /pə-ŋina-pan/
percakapan  per--an +cakap /pərcaka-pan/
keotoriteran  ke--an + otoriter /kəotorite-ran/
perkantoran  per--an + kantor /pərkanto-ran/
bertaburan  ber—an + tabur /bərtabu-ran/
persimpangan  per--an + simpang /pərsimpa-ŋan/
perempatan  per--an + empat /pərəmpa-tan/
percakapan  per--an + cakap /pərcaka-pan/
keakraban  ke--an + akrab /kəakra-ban/
Fonem-fonem anggota suatu morfem menggeser ke anggota morfem
yang lain, misalnya fonem /η/ anggota morfem terikat peN--an /pəŋ--
an] + inap menggeser ke morfem bebas dan fonem akhir /p/ anggota
morfem bebas menggeser ke morfem terikat (bagian akhir konfiks).
(3) Penambahan fonem
perbelanjaan  per--an + belanja /pərbəlanja?an/
penggunaan  peN--an + guna /pəŋguna?an/
kesederhanaan  ke--an + sederhana /kəsədərhana?an/
Morfem terikat dan morfem bebas bergabung dan terjadi penambahan
fonem di antara morfem-morfem itu, misalnya per--an bergabung
dengan belanja terjadi penambahan fonem /?/ sehingga menjadi
/pərbəlanja?an/.
(4) Gejala fonemis zero
68
pertokoan  per--an + toko
Fonem-fonem anggota morfem terikat maupun morfem bebas tidak
terjadi gejala fonemis (gejala fonemis zero).
Uji Kompetensi
1. Jelaskan pengertian morfofonemik!
2. Tentukan morfofonemik kata turunan berafiks dalam wacana
“Satu bahasaku, Bahasa Indonenglish!”, yaitu:
a. pembantaian
b. persamaan
c. perubahan
d. terbawa
e. membelajarkan
g. jangkauan
3. Sebutkan macam-macam morfofonemik kata turunan berafiks!
4. Buatlah contoh kata turunan berafiks atas macam-macam morfofo-
nemik yang disebutkan pada nomor 3!
5. Tentukan fenomena morfofonemik!
6. Jelaskan fenomena morfofonemik pada nomor 5!
69
Perlatihan: Tentukan macam-macam morfofonemik pada kata turunan
berkonfiks yang berasal dari suatu wacana!
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi
Morfologi 2 april-2019 isi

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistik
Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistikPengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistik
Pengertian dan ruang lingkup kajian psikolinguistik
 
Morfologi
MorfologiMorfologi
Morfologi
 
Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia Ragam IlmiahBahasa Indonesia Ragam Ilmiah
Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah
 
Diksi
DiksiDiksi
Diksi
 
Makalah pembentukan kata dan kalimat
Makalah pembentukan kata dan kalimatMakalah pembentukan kata dan kalimat
Makalah pembentukan kata dan kalimat
 
Materi fonologi bahasa indonesia
Materi fonologi bahasa indonesiaMateri fonologi bahasa indonesia
Materi fonologi bahasa indonesia
 
Makalah semantik
Makalah semantikMakalah semantik
Makalah semantik
 
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
Variasi bahasa -Sosiolinguistik (S1)
 
Ppt bahasa baku dan bahasa nonbaku
Ppt bahasa baku dan bahasa nonbakuPpt bahasa baku dan bahasa nonbaku
Ppt bahasa baku dan bahasa nonbaku
 
Pragmatik
PragmatikPragmatik
Pragmatik
 
Fonologi
FonologiFonologi
Fonologi
 
PPT-FONOLOGI-2020.pptx
PPT-FONOLOGI-2020.pptxPPT-FONOLOGI-2020.pptx
PPT-FONOLOGI-2020.pptx
 
KEDWIBAHASAAN (BILINGUALISME)
KEDWIBAHASAAN (BILINGUALISME)KEDWIBAHASAAN (BILINGUALISME)
KEDWIBAHASAAN (BILINGUALISME)
 
MAKALAH PENGEMBANGAN PARAGRAF.docx
MAKALAH PENGEMBANGAN PARAGRAF.docxMAKALAH PENGEMBANGAN PARAGRAF.docx
MAKALAH PENGEMBANGAN PARAGRAF.docx
 
Unsur unsur wacana
Unsur unsur wacanaUnsur unsur wacana
Unsur unsur wacana
 
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa IndonesiaMakalah Ragam Bahasa Indonesia
Makalah Ragam Bahasa Indonesia
 
PRINSIP KESANTUNAN
PRINSIP KESANTUNANPRINSIP KESANTUNAN
PRINSIP KESANTUNAN
 
Kelompok 4 berbicara sebagai keterampilan berbahasa indonesia
Kelompok 4 berbicara sebagai keterampilan berbahasa indonesia Kelompok 4 berbicara sebagai keterampilan berbahasa indonesia
Kelompok 4 berbicara sebagai keterampilan berbahasa indonesia
 
makalah Transformasi generatif
makalah Transformasi generatif makalah Transformasi generatif
makalah Transformasi generatif
 
Ppt sejarah sastra
Ppt sejarah sastraPpt sejarah sastra
Ppt sejarah sastra
 

Similar to Morfologi 2 april-2019 isi

Similar to Morfologi 2 april-2019 isi (20)

Semantik makna
Semantik maknaSemantik makna
Semantik makna
 
Makalah Sintaksis Bahasa Indonesia
Makalah Sintaksis Bahasa IndonesiaMakalah Sintaksis Bahasa Indonesia
Makalah Sintaksis Bahasa Indonesia
 
Sintaksis
SintaksisSintaksis
Sintaksis
 
Sintaksis
SintaksisSintaksis
Sintaksis
 
Assignement
AssignementAssignement
Assignement
 
BAHASA INDONESIA
BAHASA INDONESIABAHASA INDONESIA
BAHASA INDONESIA
 
Transformasi generatif tambahan
Transformasi generatif tambahanTransformasi generatif tambahan
Transformasi generatif tambahan
 
semantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesiasemantik dalam bahasa indonesia
semantik dalam bahasa indonesia
 
Diksi dan arti
Diksi dan artiDiksi dan arti
Diksi dan arti
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2
 
Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2Linguistik umum 1,2
Linguistik umum 1,2
 
Morfologi Bahsa Indonesia
Morfologi Bahsa IndonesiaMorfologi Bahsa Indonesia
Morfologi Bahsa Indonesia
 
Bab 3-modul-bahasa-keimluan-edt1
Bab 3-modul-bahasa-keimluan-edt1Bab 3-modul-bahasa-keimluan-edt1
Bab 3-modul-bahasa-keimluan-edt1
 
New microsoft office word document
New microsoft office word documentNew microsoft office word document
New microsoft office word document
 
Semantik
SemantikSemantik
Semantik
 
Linguistik
LinguistikLinguistik
Linguistik
 
Artikel
ArtikelArtikel
Artikel
 
Semantik 1-abs2
Semantik 1-abs2Semantik 1-abs2
Semantik 1-abs2
 
Materi M4KB4 - Semantik dan Pragmatik
Materi M4KB4 - Semantik dan PragmatikMateri M4KB4 - Semantik dan Pragmatik
Materi M4KB4 - Semantik dan Pragmatik
 
Tugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayuTugasan bahasa melayu
Tugasan bahasa melayu
 

Recently uploaded

Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.aechacha366
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxssuser0239c1
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPCMBANDUNGANKabSemar
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 

Recently uploaded (20)

Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
PUEBI.bahasa Indonesia/pedoman umum ejaan bahasa Indonesia pptx.
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptxMTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
MTK BAB 5 PENGOLAHAN DATA (Materi 2).pptx
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptxPRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
PRESENTASI EEC social mobile, and local marketing.pptx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 

Morfologi 2 april-2019 isi

  • 1. PENDAHULUAN Menurut Kerlinger (2002, 4), ilmu adalah seperangkat konsep dan pola konseptual yang memenuhi kebutuhan praktis umat manusia; teruji konsistensi internalnya. Ilmu adalah seperangkat pengetahuan suatu bidang yang disusun secara sistematis yang digunakan untuk menerangkan gejala atau fenomena tertentu dalam bidang itu. Ilmu bahasa yang mengkaji kata dan bagian-bagiannya ialah morfologi. Dalam kata terdapat fenomena. Fenomena dikaji untuk men- deskripsikan (menerangjelaskan) hakikatnya. Pendeskripsian memer- lukan konsep yang saling berkaitan dan proposisi yang menyajikan pandangan sistematis. Himpunan konsep (pengertian) yang saling berkaitan, definisi dan proposisi (pernyataan) yang menyajikan pandangan sistematis tentang gelaja (fenomena) adalah teori (lihat Ary 1979: 14). Misalnya, teori tentang kata kompleks, teori tentang morfem, teori tentang reduplikasi, dan teori tentang model proses. 1. Tinjauan Matakuliah Apakah morfologi itu? Morf ialah bentuk dan logi ialah ilmu. Secara ontologis (ontos arti ‘yang berada’ dan logos arti ‘pikiran’), morfologi membahas/mengkaji tentang hakikat kata secara konkrit, komprehensif dan holistik. Secara epistimologis (episteme arti ‘pengetahuan atau kebenaran’ dan logos arti ‘pikiran’), morfologi membahas/mengkaji bagaimana asal muasal, sumber, metode, struktur dan validasi (pengetahuan) kata. Dalam aspek epistimologi terdapat beberapa logika, yaitu analogi, silogisme, premis mayor dan premis minor. Analogi dalam ilmu kata adalah persamaan antarbentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Silagisme adalah penarikan simpulan, konklusi secara deduktif tidak langsung, yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus. Premis mayor bersifat umum yang berisi pengetahuan, kebenaran dan kepastian. Premis 1
  • 2. minor bersifat spesifik yang berisi struktur berpikir dan dalil-dalilnya. Dalam epistemology terdapat dua aliran, yaitu rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme adalah pentingnya akal yang menentukan hasil atau keputusan, sedangkan empirisme adalah realita kebenaran yang terletak pada benda konkrit yang dapat diindera karena ilmu atau pengalaman empiris. Secara aksiologis (aksios arti ‘nilai’, logos arti ‘teori atau ilmu’), morfologi membahas penggunaan (kegunaan) ilmu tentang kata. Jujun S. Suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Misalnya, sistem dan karakteristik kata yang ditemukan digunakan untuk bertutur dalam suatu konstruksi. Morfologi merupakan cabang ilmu bahasa (linguistik) yang mengkaji kata dan bagian-bagiannya yang memiliki makna (leksikal dan atau gramatikal). Kata adalah (1) satuan-bahasa yang dapat berdiri sendiri dalam suatu konstruksi secara leksikal atau gramatikal; (2) satuan-bahasa terkecil yang bermakna yang dapat diujarkan sebagai bentuk bebas. Kata dapat dideskripsikan, alih-alih dikaji, yang berikut ini, bahwa kata pemberdayaan dapat dilihat dari berbagai aspek: (1) proses morfologisnya, pemberdayaan ialah kata turunan, Kata pemberdayaan didasari oleh kata daya (model penataan) atau didasari oleh verba memberdayakan (model proses), (2) unsurnya, pemberdayaan termasuk kata polimorfemik yang terdiri atas pem-- an, ber-, daya: unsur pem--an dan ber- ialah morfem terikat, afiks, daya ialah morfem bebas terikat, bentuk tunggal. (3) morfofonemiknya, daya + ber-  berdaya, berdaya + peN--an  pemberdayaan, peN--an direalisasi menjadi pem--an karena peN--an melekat pada kata berdaya yang berfonem awal /b/, dan (4) maknanya, pemberdayaan bermakna ‘proses memberdayakan’ atau ‘proses menjadikan ... berdaya’. 2
  • 3. Kata dikaji untuk memahami karakteristik kata dan untuk menemukan sistem kata. Karakteristik dan sistem kata ini membentuk kemampuan batiniah (kemampuan kognisi), selanjutnya memupuk intuisi kebahasaan. Intuisi kebahasaan ini mendasari kegiatan berbahasa, kemampuan lahiriah atau kemampuan performa atau psikomotor secara cermat. Kecermatan yang ajek atau konsisten dalam berbahasa merupakan implementasi kemampuan terhadap nilai- nilai bahasa (kemampuan afeksi). Kutipan berikut berasal dari tulisan yang berjudul “Satu Baha- saku, Bahasa Indonenglish!” Dalam hirarki bahasa, keseluruhan kutipan ini merupakan satuan-bahasa tertinggi atau terbesar, satuan- bahasa terbesar ini disebut wacana. Kutipan di atas terdiri atas satuan- bahasa yang terdiri atas satu kalimat atau lebih (ditandai dengan menjorok ke dalam) mendukung satu ide, satuan bahasa ini disebut paragraf atau alinea. Setiap paragraf didukung oleh satuan-bahasa yang ditandai dengan kesenyapan (#), dalam bahasa tulis, ditandai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan kesenyapan (#) pula, dalam bahasa tulis ditandai dengan pungtuasi dan yang menunjukkan pengertian lengkap, satuan-bahasa ini disebut kalimat. Setiap kalimat didukung satu atau beberapa satuan-bahasa, satuan- bahasa yang bermakna dengan penanda dapat diujudkan sebagai bentuk bebas secara leksikal disebut kata. Setiap kata didukung satuan-bahasa terkecil yang bermakna yang tidak dapat diperkecil lagi, satuan- bahasa ini disebut morfem. Kata (tunggal) atau morfem terdiri atas satuan bunyi bahasa yang dapat membedakan makna, satuan bunyi ini disebut fonem. 3
  • 4. Ujud bahasa berupa wacana. Dalam tataran bahasa, wacana adalah satuan-bahasa terbesar; satuan-bahasa terlengkap. Untuk keperluan kajian (keilmuan), wacana yang panjang dipotong-potong menjadi satuan-bahasa di bawahnya berupa paragraf, paragraf dipotong-potong didapatkan kalimat dan klausa, klausa dipotong- potong didapatkan frasa, dan seterusnya kata, morfem dan fonem. Sebagai hirarki bahasa, kata perlu dikaji. Pengkajian dilakukan dengan cara menjabarkan kata untuk memahami karakteristik dan menemukan sistem kata. Atas dasar sistem kata, penutur membentuk kata, yaitu kata bentukan yang sesuai dengan sistem, kata bentukan digunakan secara tepat. Pengkajian tentang seluk beluk kata dalam kajian kebahasaan ini dipelajari dalam ilmu bahasa (linguistik) yang disebut morfologi. 4 Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish! Terus terang saja, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang tidak pernah baik dan benar (sehingga pemerintah perlu menggembar- gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar) itu bukan hal baru lagi. Sudah tak terhitung lagi artikel, makalah, berita, seminar, dan karikatur yang dibuat untuk menyentil pemakaian bahasa Indonesia yang centang perenang atau karut marut. Salah satu gejala paling nyata pemakaian bahasa kita yang tak pernah beres itu adalah lebih sukanya orang-orang Indonesia menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, untuk mengungkapkan idenya. Dari percakapan sehari-hari sampai nama kompleks perumahan, orang Indonesia banyak memakai bahasa Inggris. Saking parahnya gejala ini, pada masa 1980-1990-an pemerintah otoriter Orde Baru menerapkan keotoriterannya untuk menertibkan pemakaian bahasa. Gubernur Jawa Tengah H Ismail pada tahun 1983 pernah mela- rang pemberian nama toko dan perusahaan yang ke-inggris-inggris-an di Semarang dan kota-kota lain di Jawa Tengah. …. (Dikutip sebagian dari lampiran buku ini)
  • 5. Ilmu Bahasa Tataran Satuan Bahasa discouse (wacana) wacana paragraf kalimat sintaksis klausa frasa morfologi kata morfem fonologi  fonem a. Deskripsi Matakuliah Bahasa Indonesia (BI) digunakan oleh anggota masyarakat untuk mengadakan kerja sama, BI ini berfungsi sebagai alat komunikasi. BI dapat dimanfaatkan untuk bahan pengkajian, misalnya pengkajian kata dalam buku ini. BI dapat pula dimanfaatkan untuk media, artinya BI dijadikan dalam mengajarkan dan belajar kata, misalnya teks lampiran buku ini “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish” . Wacana adalah satuan bahasa tertinggi atau terbesar. Unsur wacana yang berupa kalimat atau gugus kalimat (paragraph) dapat digunakan untuk media pengajaran kata. Karena itu, strategi yang perlu dikembangkan dalam pengajaran (mengajarkan) kata ialah penggunaan media wacana atau media kalimat (satuan bahasa yang merupakan unsur wacana). Pengajaran kata seperti ini dapat membangun intuisi kebahasaan secara holistik. 5
  • 6. Untuk mengimplementasikan media wacana dan media kalimat dalam pengajaran kata, kata ditentukan dari konstruksi (misalnya kalimat dalam wacana, wacana sesuai perkembangan anak/siswa), kemudian kata dikaji untuk menemukan sistem dan memahami karakteristik kata. Ini pengajaran kata secara induktif. Berdasarkan sistem kata yang ditemukan, kata dibentuk. Ini pengajaran kata secara deduktif. pengkajian kata dilakukan dari pengkajian kata dari sistem kata fakta kata menuju ke sistem dan menuju pembentukan kata atau karaktersitik kata kata sistem kata kata kata → dari konstruksi kata membangun konstruksi ← kata kata sistem kata (berpikir induktif) (berpikir deduktif) Pengajaran kata (mulai pengkajian kata) secara tuntas jika kata dikaji dengan menggunakan: (1) model penataan, misalnya pengkajian kata tentang morfem dan morfofonemik, (2) model proses, misalnya pemaknaan dalam penjabaran dan pembentukan kata: kata bentukan yang berbeda, khususnya kata turunan yang mirip dan kata turunan yang sama, (3) model paradigma, misalnya pengajian kata perusahaan bersama kata lain yang pangkalnya sama untuk menemukan sistem kata secara menyeluruh. Proses belajar mengajarkan teori morfologi dan pengkajian kata yang dibarengi dengan perlatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan. Proses ini diakhiri dengan kegiatan uji kompetensi. 6
  • 7. b. Manfaat Matakuliah Teori adalah himpunan pengertian, konsep atau konstruk yang saling berkaitan yang terdapat definisi dan proposisi (ungkapan/per- nyataan) dan pandangan sistematis tentang gejala (fenomena) dengan cara menetapkan hubungan antara variabel dengan tujuan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena itu. Teori adalah seperangkat pendapat yang digunakan untuk menjelaskan fakta atau data. Dalam morfologi terdapat pendapat yang digunakan untuk menjelaskan fakta (data), artinya dalam morfologi terdapat teori-teori. Seluk-beluk kata, kata dan bagian-bagiannya diajarkan dalam matakuliah Morfologi dengan kemanfaatan: a. mahasiswa mampu memahami teori morfologi untuk dijadikan dasar, sudut pandang dan alat untuk menganalisis kata (fakta bahasa). Cara berpikir induktif. b. mahasiswa mampu menjabarkan satuan-kata untuk menemukan sistem dan memahami karakteristik kata sebagai kemampuan bati- niah (kompetensi kognitif), selanjutnya memupuk intuisi kebahasa- an. Intuisi kebahasaan ini akan mengalir terealisasi menjadi satuan bahasa kata. Ini merupakan cara berpikir induktif dan berpikir deduktif. Cara berpikir induktif deduktif ini perlu dibiasaan dalam kegiatan belajar kata dan belajar bidang yang lain. c. mahasiswa mampu membentuk dan membangkitkan satuan kata secara tepat berdasarkan sistem kata untuk digunakan dalam konstruksi kalimat. Cara berpikir deduktif. d. Mahasiswa, calon guru dan penyuluh bahasa Indonesia, mampu memformulasi materi-ajar tentang kata untuk diajarkan kepada siswa di berbagai tingkatan sekolah. c. Standar Kompetensi 7
  • 8. Kecapakan minimal (standar kompetensi) yang harus dimiliki mahasiswa, calon guru bahasa Indonesia, mencakupi (1) kecakapan kognisi: mengetahui dan memahami sistem-kata dengan melakukan kegiatan menganalisis kata dan merealisasi sistem-kata ke dalam ujud satuan kata (membentuk kata), menganalisis dan mencipta kata (2) kecakapan psikomotor: mengujarkan (menggunakan) kata tunggal, kata bentukan dan kata turunan dalam konstruksi (misalnya frasa dan kalimat), (3) kecakapan afeksi: kata dibentuk secara tepat, yaitu penerapan nilai kebahasaan secara konsisten. Ketiga kecakapan ini dirumuskan dalam standar kompetensi yang harus dikuasai mahasis- wa: (1) memahami teori-teori morfologi secara utuh (holistik) sehingga membangun ilmu morfologi. (2) menganalisis satuan kata untuk menemukan sistem-kata dan karakteristik-kata. (3) membentuk dan membangkitkan satuan-kata berdasarkan sistem dan atau karakteristik kata yang digunakan dalam konstruksi. (4) menyusun materi-ajar tentang kata. d. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) Teori dalam ilmu kata (morfologi) dicapai mahasiswa setelah mahasiswa mengikuti pembelajaran. Makna kata pembelajaran ‘proses membelajarkan’, sedangkan makna membelajarkan ‘melaku- kan mengajar dan belajar’, maksudnya ‘dosen mengajar mahasiswa agar mahasiswa belajar’, yaitu dosen mengelola mahasiswa agar mahasiswa belajar. Setelah mengikuti proses belajar mengajar (=pembelajaran), dengan indikator-indikator dan materi yang ditentukan, mahasiswa mampu mencapai pembelajaran sehingga mahasiswa dinyatakan lulus: 8
  • 9. (1) mahasiswa memiliki ilmu morfologi sebagai dasar menganalisis kata dan bagian-bagiannya, (2) mahasiswa mampu menganalisis kata untuk menemukan sistem dan karakteristik kata, (3) mahasiswa mampu membentuk dan membangkitkan kata dalam konstruksi (frasa atau kalimat). (4) Mahasiswa mampu menyusun (memformula) materi-ajar tentang kata yang berupa deskripsi kata serta argumen-argumennya dengan sistem dan karakteristik kata. 9
  • 10. BAB I: CAKUPAN MORFOLOGI Jika seseorang bertutur secara lisan, tuturannya berupa bahasa, tuturan ini disebut bahasa lisan. Bahasa adalah sistem simbol vokal yang diahasilkan alat bunyi manusia yang mengandung makna. Sim- bol vokal terjadi oleh arus udara yang keluar dari paru-paru melalui rongga tenggorok (terdapat pita suara) dan rongga mulut (terdapat artikulator dan daerah artikulasi) dan atau rongga hidung. Karena dalam bentuk buku ini, terbatas sarana, tuturan itu dilambangkan secara ortografiks, selanjutnya disebut bahasa tulisan. Kutipan berikut, contoh bahasa tulis: Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish! …. Salah satu gejala paling nyata pemakaian bahasa kita yang tak pernah beres itu adalah lebih sukanya orang-orang Indonesia menggunakan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, untuk mengungkapkan idenya. Dari percakapan sehari-hari sampai nama kompleks perumahan, orang Indonesia banyak memakai bahasa Inggris. (paragraf kedua kutipan lampiran buku ini) Bahasa mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi. Bahasa juga merupakan bahan pengkajian. Bahasa dikaji untuk mengatur bahasa itu karena pengkajian menemukan sistem dan atau karakte- ristik bahasa itu. Bahasa juga dapat dipakai sebagai media. Satuan-bahasa yang berupa kata dan bagian-bagiannya meru- pakan pengkajian cakupan morfologi. A. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan Indikator 10
  • 11. Teori dalam ilmu kata (morfologi) di dalamnya terdapat istilah-istilah morfologi. Teori ini wajib dicapai oleh mahasiswa dalam pembelajaran sehingga mahasiswa dinyatakan lulus. Capaian Pembelajaran Lulusan, setelah mahasiswa menye- lesaikan kegiatan pembelajaran, maka: 1. Mahasiswa mampu menjelaskan teori-teori morfologi yang digunakan untuk menganalisis kata, dan 2. Mahasiswa mampu mendefinisikan istilah-istilah bidang morfologi. Indikator, bahwa capaian pembelajaran terpenuhi jika mahasiswa mampu: • Menyebutkan istilah-istilah teknis bidang morfologi, • Menentukan satuan bahasa dalam wacana: kata, kata kompleks, kata turunan, bentuk tunggal, kata tunggal, bentuk dasar, kata dasar, bentuk asal, kata asal, morfem dan afiks. • Menjelaskan kata, kata kompleks, kata turunan, bentuk tunggal, kata tunggal, bentuk dasar, kata dasar, bentuk asal, dan kata asal • Mendefinisikan istilah-istilah bidang morfologi. B. Gambaran Umum Materi Secara teoretis, bidang morfologi terdapat berbagai istilah teknis yang mengandung konsep, contoh dan batasan atau definisi. Istilah teknis morfologis, misalnya: (a) bentuk kompleks dan kata turunan, (b) bentuk tunggal dan kata tunggal, (c) bentuk dasar dan kata dasar, (d) bentuk asal dan kata asal, (e) morfem, dan (f) afiks. 11 Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish! Terus terang saja, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang tidak pernah baik dan benar (sehingga pemerintah perlu menggembar- gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar) itu bukan hal baru lagi. Sudah tak terhitung lagi artikel, makalah, berita, seminar, dan karikatur yang dibuat untuk menyentil pemakaian bahasa Indonesia yang centang perenang atau karut marut. Salah satu gejala paling nyata pemakaian bahasa kita yang tak pernah beres itu adalah (ialah) lebih sukanya orang-orang Indonesia mengguna- kan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, untuk mengungkapkan idenya. Dari percakapan sehari-hari sampai nama kompleks perumahan, orang Indonesia banyak memakai bahasa Inggris. (Dikutip sebagian dari lampiran buku ini)
  • 12. C. Relevansi Pengetahuan Istilah teknis bidang morfologi relevan dengan upaya pema- haman teori morfologi secara holistik. Bahwa istilah teknis ini merupakan bagian dalam teori morfologi. Istilah teknis bidang morfologi merupakan dasar untuk memahami ilmu morfologi. Istilah teknis ini dijadikan dasar mengkaji bidang morfologi secara makro. Istilah teknis ini dibahas secara induktif, yaitu pengkajian kata dalam konteks wacana. Kata ditentukan (diambil) dalam wacana, kemudian kata itu dikaji dan dideskripsikan perihalnya. Dalam kegiatan pengkajian dan pendeskripsian muncul istilah teknis. Cara berpikir ini ialah berpikir induktif. Cara berpikir perlu dilatihkan dan dilakukan mahasiswa sehingga mahasiswa terbiasa berpikir secara induktif. Contoh berpikir induktif melalui pengkajian kata. Kata pemakaian (p2, k1) dan menerapkan (p3, k1) dari wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indo- nenglish”. Kata pemakaian terdiri atas pem--an dan (p)akai. Bahwa pemakaian terdiri konfiks pem—an dan kata dasar (p)akai. Kata menerapkan terdiri atas men- + (t)erap + -kan. Bahwa menerapkan terdiri afiks men- , -kan + (t)erap. Selanjutnya, istilah teknis bidang morfologi ini dijelaskan hakikinya dengan melakukan pembentukan satuan kata. Istilah teknis ini didefinisikan dan diberi contoh-contohnya pembentukannya. Cara ini disebut berpikir secara deduktif. Contoh berpikir deduktif melalui 12
  • 13. pembentukan kata: konfiks pem--an (peN--an) yang melekat pada kata pakai sehingga membentuk kata turunan/bentukan pemakaian. Pengetahuan tentang istilah teknis ini relevan dengan penguasaan ilmu kata (morfologi) dan berlatih berpikir induktif- deduktif dalam mengkaji fakta-fakta bahasa (kata). Cara berpikir induktif dan deduktif perlu dilakukan mahasiswa, keduanya penting. D. Istilah Teknis Morfologi Istilah teknis morfologi dihafal. Pengertian istilah teknis morfologi dipahami. Hafal dan paham ini digunakan untuk pengu- asaan ilmu morfologi secara holistik (utuh) dan komprehensif (selu- ruh). 1. Kata Wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!” pada lampiran dalam buku ini terdapat satuan-satuan bahasa. Satuan-bahasa pada paragraf 1 kalimat 1 didahului dengan kesenyapan (#) dan diakhiri dengan kesenyapan (#), selnajutnya satuan-bahasa ini disebut kalimat (pengkajian sintaktis). #terus terang saja, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang tidak pernah baik dan benar (sehingga pemerintah perlu menggembar-gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar) itu bukan hal baru lagi# Jika, satuan-bahasa di antara kesenyapan dicermati (dikaji), kalimat itu terdapat satuan-bahasa terus terang saja // masalah pemakaian bahasa Indonesia yang tidak pernah baik dan benar // (sehingga pemerintah perlu menggembar-gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar) itu // bukan hal baru lagi. Satuan-bahasa terus terang saja disebut frasa (pengkajian sintaksis). Frasa terus terang saja terdiri tiga satuan-bahasa yang mempunyai kebebasan dalam konstruksi itu dan bermakna, bahwa terus bermakna ‘lurus menuju …; langsung pada (arah ke); lantas’, 13
  • 14. terang bermakna ‘dalam keadaan dapat dilihat (didengar); nyata; jelas’, saja bermakna ‘melulu (tiada lain hanya; semata-mata)’. Masing-masing, satuan-bahasa terus, terang, saja disebut kata. Kata adalah satuan-bahasa terkecil yang bermakna yang mempunyai kebebasan dalam suatu konstruksi. Kata dilihat dari bentuk atau unsur dan prosesnya, kata dan bagian-kata dapat dibedakan kata kompleks, kata turunan, bentuk dasar, kata dasar, bentuk asal, kata asal, morfem, afiks. 2. Kata Kompleks dan Kata Turunan Kalimat 1 pada paragraf 1 terdapat satuan bahasa pemakaian, pemerintah, menggembar-gemborkan, anjuran, berbahasa. Setiap satuan-bahasa ini memiliki unsur-unsur yang bermakna: makna leksi- kal atau makna gramatikal. Satuan-bahasa (1) pemakaian berunsur pakai ‘kenakan sesuatu’ dan berunsur pem--an (peN--an), pemakaian bermakna ‘proses pakai’; (2) pemerintah berunsur perintah ‘perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’ dan berunsur pem- (peN-), pemerintah bermakna ‘(sekelompok) orang yang perintah’; (3) menggembar-gemborkan berunsur gembor ‘suara lantang’ dan berunsur R (reduplikasi) dengan afiksasi; menggembar-gemborkan bermakna ‘terus-menerus suara secara lantang’ atau ‘terus-menerus gembor; (4) anjuran berunsur anjur ‘pernyataan supaya diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’; ‘menyatakan agar pernyataan supaya diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’ atau ‘menyatakan anjur’ dan berunsur –an; anjuran ‘hasil anjur’, (5) berbahasa berunsur bahasa ‘sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama’ dan berunsur ber-; berbahasa bermakna ‘menggunakan bahasa’. 14 Perlatihan: 1. Dilihat dari bentuknya, tentukan berbagai macam satuan- bahasa yang disebut kata! 2. Apakah kata itu? Definisikan!
  • 15. Analisis (1)-(5) di atas menggunakan model penataan, yaitu unsur dan unsur ditata. Dilihat dari unsurnya, satuan bahasa pemakaian, pemerintah, menggembar-gemborkan, anjuran, berbaha- sa yang terdiri lebih satu unsur disebut kata kompleks. Bahwa unsur dan unsur peN- + perintah menurunkan satuan- bahasa pemerintah. Satuan-bahasa yang merupakan penurunan unsur dan unsur disebut kata turunan (berpikir deduktif). Dengan kata lain, unsur dan unsur peN- + perintah membentuk satuan-bahasa pemerin- tah. Satuan-bahasa yang merupakan pembentukan unsur dan unsur disebut kata bentukan. Analisis model proses, misalnya, kata/bentuk dasar yang mengalami afiksasi. Satuan-bahasa (a) pemakaian berunsur memakai ‘mengenakan sesuatu’ dan berunsur pem--an (peN--an), pemakaian bermakna ‘proses memakai’; (b) pemerintah berunsur memerintah ‘perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’ dan berunsur pem- (peN-), pemerintah bermakna ‘(sekelompok) orang yang memerintah’; (c) menggembar-gemborkan berunsur menggem- borkan ‘menyuarakan secara lantang’ dan berunsur R (reduplikasi); menggembar-gemborkan bermakna ‘terus-menerus menyuarakan secara lantang’ atau ‘terus-menerus menggemborkan’; (d) anjuran berunsur menganjur ‘pernyataan supaya diturut (dilakukan dan dilak- sanakan)’; ‘menyatakan agar pernyataan supaya diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’ atau ‘menyatakan anjur’ dan berunsur –an; anjuran ‘hasil menganjur’, (e) berbahasa berunsur bahasa ‘sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama’ dan berunsur ber-; berbahasa bermakna ‘menggunakan bahasa’. Analisis (a)-(b) di atas menggunakan model proses, yaitu kata/bentuk dasar dan pengafiksan. 15 Perlatihan: 1. Tentukan bentuk kompleks dari wacana! 2. Tentukan kata turunan dari satuan wacana! 3. Apakah perbedaan kata kompleks dan kata turunan? Jelaskan!
  • 16. 3. Kata Dasar dan Bentuk Dasar Satuan-bahasa pemakaian didasari kata pakai ‘kena sesuatu’ (model penataan) atau didasari kata memakai* ‘mengenakan sesuatu’ (model proses). Bentuk pakai dan memakai merupakan inti dalam konstruksi pemakaian ‘proses mengenakan sesuatu’. Satuan-bahasa pemerintah didasari kata perintah ‘perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’ (model penataan) atau kata memerintah* ‘memberi perintah kepada’ (model proses). Kata perintah dan memerintah merupakan inti dalam konstruksi pemerintah ‘sekelompok orang yang memerintah’. Satuan bahasa menggembar-gemborkan didasari bentuk gembor ‘suara lantang’. Kata menggemborkan merupakan inti dalam konstruksi menggembar-gemborkan ‘terus-menerus menyuarakan secara lantang’. Satuan-bahasa anjuran didasari bentuk anjur ‘pernyataan supaya diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’ atau menganjurkan ‘menyatakan supaya diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’. Bentuk anjur atau kata menganjurkan merupakan inti dalam konstruksi ajuran ‘hasil menganjurkan”. Satuan-bahasa berbahasa didasari kata bahasa ‘sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk beker- ja sama’. Kata bahasa merupakan inti dalam konstruksi berbahasa ‘menggunakan bahasa’. Satuan-bahasa berupa kata yang mendasari dan yang merupakan unsur inti kata turunan disebut kata dasar. Lihat istilah kata pada subbab D nomor satu di atas! 16
  • 17. Satuan bahasa pemakaian didasari kata pakai. Satuan bahasa pemerintah didasari kata perintah. Satuan bahasa menggembar- gemborkan didasari bentuk (kompleks) menggemborkan, menggem- borkan didasari bentuk kompleks gemborkan, dan gemborkan didasari bentuk tunggal gembor. Satuan bahasa anjuran didasari bentuk (tunggal) anjur. Satuan bahasa berbahasa didasari kata bahasa. Kata tunggal pakai, perintah, dan bahasa dalam konstruksi di atas bisa disebut kata dasar karena kata ini mendasari kata turunan (status dasar) dan status kata-kata ini dapat berdiri sendiri (memiliki kebebasan) secara fungsional dalam konstruksi kalimat (status kata). Dalam proses morfologis, kata ulang menggembar-gemborkan didasari kata kompleks menggemborkan*. Kata dasar menggemborkan berupa kata turunan. Kata menggemborkan didasari kata kompleks gemborkan, sedangkan gemborkan didasari bentuk dasar gembor. Sudut pandang yang berbeda, menggemborkan dan gemborkan dalam konstruksi menggembar-gemborkan disebut bentuk dasar pula bentuk/kata turunan. Dalam proses morfologis, menggemborkan mendasari meng- gembar-gemborkan dan menggemborkan dapat berdiri sendiri secara fungsional dalam konstruksi, maka kata menggemborkan* (model proses) disebut kata dasar. Lain halnya, kata anjuran didasari bentuk anjur yang statusnya bukan kata, karena status anjur tidak fungsional, artinya tidak dapat berdiri sendiri dalam konstruksi tertentu atau tidak dapat diujarkan sebagai satuan bebas. Bentuk anjur sebagai bentuk dasar dan inti dalam kata turunan berafiks anjuran, tetapi tidak fungsional, kata ini disebut bentuk dasar atau pokok kata. Bahwa anjur bukanlah kata dasar pada konstruksi anjuran tetapi bentuk dasar. Kata dasar adalah bentuk tunggal atau bentuk kompleks yang mendasari kata turunan. Kata dasar dapat berupa bentuk tunggal 17
  • 18. (terdiri atas satu morfem) dan bentuk kompleks (terdiri atas dua morfem atau lebih). Satuan-bahasa, berupa bentuk, yang mendasari dan yang merupakan unsure inti kata turunan disebut bentuk dasar. Satuan- bahasa, misalnya anjur pada kata anjuran, disebut bentuk dasar karena satuan-bahasa belum berstatus kata. Teori morfologi terdapat tiga pandangan: model penataan (word and arrangement), model proses (word and process) dan model paradigma (word and paradigm). Bentuk dasar yang bertanda (*), berdasarkan pandangan model proses, sedangkan bentuk dasar yang lain berdasarkan model penataan (penjelasan perihal ini terdapat pada uraian berikut). Bentuk Asal dan Kata Asal 4. Kata Asal dan Bentuk Asal Kata asal dan bentuk asal terdapat kemiripan proses morfologis. Dalam proses morfologis, ujud satuan-bahasa bisa disebut kata/bentuk dan juga bisa disebut kata/bentuk asal. Satuan-bahasa menggunakan pada kalimat 1 paragraf 2 didasari gunakan, bentuk gunakan didasari bentuk guna. Satuan- bahasa guna dalam hirarki menggunakan merupakan bentuk asal. (a) menggunakan (kata turunan) meN- + gunakan (prefiks + kata dasar berupa kata turunan) guna + -kan (bentuk dasar berupa bentuk tunggal + sufiks) (b) menggunakan 18 Perlatihan: 1. Tentukan bentuk dasar pada kata turunan yang berasal dari wacana! 2. Tentukan kata dasar pada kata turunan yang berasal dari wacana! 3. Jelaskan (persamaan dan perbedaan) istilah bentuk dasar dan kata dasar! Penjelasan menggunakan proses morfologis!
  • 19. gunakan meN- guna - kan (meng-) (c) meN- + guna + -kan Jabaran di atas terdapat guna; guna disebut bentuk dasar karena mendasar gunakan, gunakan disebut kata dasar karena gunakan mendasari menggunakan. Satuan-bahasa gunakan disebut kata turunan karena hasil menurunkan guna + -kan. Selian itu, bentuk dasar guna disebut pula bentuk asal karena asal dari menggunakan, dan bentuk guna disebut bentuk tunggal karena guna terdiri atas satu unsur. Satuan-bahasa menggembar-gemborkan didasari oleh kata menggemborkan, menggemborkan didasari oleh kata gemborkan, dan gemborkan didasari oleh bentuk gembor. Bentuk gembor dalam konstruksi menggembar-gemborkan merupakan bentuk asal. Bentuk gembor dalam hirarki morfologis ini yang mula-mula memben- tuk/menurunkan menggembar-gemborkan. menggembar-gemborkan (kata turunan berulang-bervariasi fonem) menggemborkan + R (kata dasar - kata turunan + R (Reduplikasi)) meN- + gemborkan (prefix + kata dasar - kata turunan) gembor + -kan (bentuk dasar - bentuk tunggal + sufiks) gembor disebut bentuk dasar karena mendasari gemborkan disebut bentuk asal karena mula-mula asal dari menggembar- gemborkan 19
  • 20. disebut bentuk tunggal karena terdiri satu unsur/morfem Satuan-bahasa, mislnya gembor, yang statusnya bukan kata tetapi potensi menjadi kata dan yang mula-mula membentuk kata turunan, dua tingkat proses morfologis atau lebih, disebut bentuk asal. Jika statusnya sebagai kata, kata itu disebut kata asal. 5. Kata Tunggal dan Bentuk Tunggal Kalimat 1 pada paragraf 1 (bagian wacana di atas) terdapat satuan bahasa, antara lain, saja, masalah, yang, itu. Satuan-bahasa masalah dan itu memiliki kebebasan secara leksikal, artinya satuan- bahasa ini mampu berdiri sendiri secara leksikal, misalnya ya, masalah, itu (milik saya). Satuan-bahasa saja dan yang dalam suatu konstruksi diapit oleh kesenyapan (#) atau jeda sesaat #saja# dan #yang#, artinya saja dan yang dalam konstruksi, secara gramatikal bebas, sehingga disebut kata (juga), misalnya dua saja, bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dilihat dari keanggotaannya, satuan-satuan bahasa ini tidak memiliki unsur. Misalnya, satuan-bahasa saja ‘melulu, juga, pun, selalu’ tidak berunsur yang masih memiliki makna; sa dan ja disebut suku kata (silabe) tidak memiliki makna. Satuan-bahasa pernah dan perlu dalam konstruksi bersama dengan satuan-bahasa yang lain, msalnya pernah hadir dalam Saya pernah hadir. dan Saya perlu menyumbang korban bencana. 20 Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana yang mengalami dua proses morfologis atau lebih! 2. Tentukan bentuk asal dan kata asal pada kata turunan yang ditentukan pada nomor 1! Jelaskan perihal bentuk asal dan bentuk asal!
  • 21. Satuan-bahasa yang bermakna yang terdiri atas satu unsur (satu morfem) dan dapat berdiri sendiri secara gramatikal disebut bentuk tunggal. Bentuk tunggal ini belum fungsional, artinya bentuk tunggal itu belum bisa digunakan secara langsung. Kehadiran bentuk tunggal perlu bersama bentuk/kata lain atau afiks. Satuan bahasa Terus terang saja, masalah pemakaian bahasa Indonesia yang tidak pernah baik dan benar (sehingga pemerintah perlu menggembar-gemborkan anjuran untuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar) itu bukan hal baru lagi. terdiri atas 30 kata: 25 kata yang terdiri satu unsur (satu morfem) dan 5 kata yang terdiri lebih dari satu unsur. Kata yang terdiri atas satu unsur ialah terus, terang, saja, masalah, bahasa, Indonesia, yang, tidak, pernah, baik, dan, benar, sehingga, perlu, untuk, Indonesia, yang, baik, dan, benar, itu, bukan, hal, baru, lagi. Satuan-bahasa yang bermakna yang terdiri atas satu unsur (satu morfem) yang dapat berdiri sendiri secara leksikal disebut kata tunggal. Dari ujud satuannya, bentuk tunggal hampir sama dengan kata tunggal, tetapi tidak semua bentuk tunggal dapat disebut kata tunggal, misalnya anjur dan aju disebut bentuk tunggal, bukan kata tunggal. Perbedaannya secara tegas, bahwa kata merupakan unsur fungsional. 6. Morfem Sesuatu yang dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda dapat menghasilkan jabaran yang berbeda. Demikian juga pada satu- an-bahasa, bahwa satuan-bahasa pemakaian, pemerintah, menggem- bar-gemborkan, anjuran, berbahasa dan menggunakan, masing- 21 Perlatihan: 1. Tentukan bentuk tunggal dari suatu wacana! 2. Tentukan kata tunggal dari suatu wacana! 3. Jelaskan perbedaan bentuk tunggal dan kata tunggal dalam konstruksi kalimat!
  • 22. masing, memiliki satuan-satuan bahasa yang terkecil yang bermakna. Satuan bahasa yang terkecil yang bermakna pada pemakaian ialah peN--an dan pakai; pakai bermakna leksikal ‘kenakan sesuatu’, setelah mengalami pengafiksan peN--an, pakai + peN--an  pemakaian terdapat makna gramatikal ‘proses kenakan sesuatu’. Satuan bahasa yang terkecil yang bermakna pada pemerintah ialah peN- dan perintah, perintah bermakna leksikal ‘perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’, setelah mengalami penga- fiksan peN-, perintah + peN  pemerintah terdapat makna gramatikal ‘sekelompok orang yang perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu’. Satuan bahasa yang terkecil yang bermakna pada menggembar-gemborkan ialah gembor ‘suara lantang’, gemborkan dan menggemborkan ‘menyuarakan secara (lantang)’ dan R, setelah mengalami pengulangan (sebagian dan variasi bunyi), menggem- borkan + R  menggembar-gemborkan terdapat makna gramatikal ‘terus-menerus (menyuarakan secara lantang)’. Satuan bahasa yang terkecil yang bermakna pada anjuran ialah anjur dan -an; anjur terdapat makna leksikal ‘pernyataan supaya diturut (dilakukan dan dilaksanakan)’, setelah mengalami pengafiksan –an: anjur + -an  anjuran bermakna gramatikal ‘hasil (menganjurkan)’. Satuan bahasa yang terkecil yang bermakna pada berbahasa ialah ber- + bahasa, bahasa bermakna leksikal ‘lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama’, setelah mengalami pengafiksan ber-, ber- + bahasa  berbahasa terdapat makna gramatikal ‘menggunakan (bahasa)’. Satuan-bahasa pem—an, pem-, meng-R-kan, ber-, pakai, perintah, gembor, anjur, bahasa, dan guna, masing-masing, tidak beranggota satuan-bahasa yang kecil lagi yang bermakna, satuan-bahasa itu tidak dapat diperkecil lagi, maka bentuk ini disebut morfem. Satuan bahasa yang bermakna leksikal atau gramatikal yang tidak beranggota kecil disebut morfem. Satuan bahasa yang terkecil 22
  • 23. yang bermakna leksikal atau gramatikal yang tidak dapat diperkecil lagi disebut morfem. 7. Afiks Kata tunggal bahasa dapat diimbuhi ber- sehingga menjadi berbahasa, kemunculan ber- melekat (morfem terikat) pada bahasa. Karena itu ber- disebut bentuk terikat. Bentuk terikat ber- pada berbahasa mengubah makna gramatikal, bahasa ‘lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama’, berbahasa ‘menggunakan bahasa’ atau ‘memakai bahasa’. Bentuk terikat yang kemunculannya bersama dengan satuan bahasa lain dan yang mengubah makna gramatikal disebut afiks. Afiks yang melekat di depan satuan bahasa disebut prefiks, contoh ber- pada bersama, peN- pada pemerintah, meN- pada menyentil, dan ter- pada terhitung. Afiks yang melekatnya di tengah satuan bahasa disebut infiks, contoh –el- pada gelembung, -er- pada gerigi, -em- pada gemetar. Infiks ini dalam bahasa Indonesia tidak produktif, artinya infiks ini melekat pada beberapa kata bahasa Indonesia. Afiks yang melekat di belakang satuan bahasa disebut sufiks, contoh –kan pada bacakan, -i pada tulisi, dan –an pada bacaan. Afiks yang melekat di depan dan di belakang satuan bahasa disebut konfiks, jika kemunculannya bersamaan dan mendukung kesatuan makna, contoh peN--an + pakai  pemakaian dan per--an + usaha  perusahaan. 23 Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana! 2. Tentukan morfem-morfem pada kata turunan yang ditentukan pada nomor 1! Berilah penjelasan! Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana! 2. Tentukan afiks pada kata turunan yang ditentukan pada nomor 1! Jelaskan perihal afiks itu!
  • 24. Uji Capaian Pembelajaran 1. Sebutkan delapan istilah teknis bidang morfologi yang belum terdapat dalam cakupan materi ini! 2. Tentukan satuan-bahasa perihal: kata, kata kompleks, kata turunan, kata dasar, bentuk dasar, kata asal, bentuk asal, kata tunggal, bentuk tunggal, morfem dan afiks dalam wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!” pada paragraf 2, 3 dan 4! 3. Jelaskan delapan istilah teknis bidang morfologi yang disebutkan pada nomor 1 di atas! 4. Bedakan bentuk tunggal dan kata tunggal, bentuk dasar dan kata dasar, bentuk asal dan kata asal dalam kata kompleks! 5. Definisikan perihal: kata, kata kompleks, kata turunan, kata tunggal, bentuk tunggal, kata dasar, bentuk dasar, morfem dan afiks? Jelaskan dan berilah contoh! 24
  • 25. BAB II MORFEM DALAM KATA A. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan Indikator Kata kompleks pemerintahan terdiri atas unsur peN--an + perintah. Unsur peN--an mempunyai makna gramatikal, sedangkan perintah mempunyai makna leksikal. Atas pengertian ini, satuan- bahasa terkecil bermakna dapat digunakan untuk menganalisis kata atau mengontruksi kata. Satuan-bahasa terkecil bermakna wajib dica- pai mahasiswa dalam pembelajaran sehingga mahasiswa dinyatakan lulus. Capaian Pembelajaran Lulusan, setelah mahasiswa menyelesaikan kegiatan pembelajaran, maka mahasiswa memahami morfem dalam kata yang berasal dari wacana. Indikator, bahwa capaian pembelajaran terpenuhi jika mahasiswa mampu: • Menjelaskan prinsip pengenalan morfem • Mengidentifikasi morfem dalam kata yang berasal dari wacana • Menjelaskan macam-macam morfem 25
  • 26. B. Gambaran Umum Materi Secara teoretis, morfem dalam kata kompleks dapat dikenali dengan beberapa prinsip. Kata kompleks bersifat polimorfemik, artinya terdiri beberapa morfem. Morfem ini mencakupi morfem bebas, morfem terikat, morfem dasar terikat. C. Relevansi Pengetahuan Morfem dikenali untuk menentukan morfem-morfem dalam kata polimorfemik. Morfem ini digunakan dalam kegiatan analisis kata polimorfemik. D. Prinsip Mengenal Morfem Dalam Bab I telah diuraikan perihal morfem. Masing-masing, kata polimorfemik (kata kompleks) pemakaian, pemerintah, menggembar-gemborkan, anjuran, berbahasa dan menggunakan, ini memiliki satuan-satuan bahasa yang bermakna yang tidak beranggotakan lebih kecil lagi. Kata kompleks pemakaian, pemerintah, anjuran, berbahasa dan menggunakan mudah ditentukan atas morfem-morfemnya, terutama oleh mahasiswa, penutur asli bahasa Indonesia. Kata kompleks pemakaian terdiri atas morfem pem--an (peN--an) dan pakai, kata kompleks pemerintah terdiri atas morfem pem- (peN-) dan perintah, kata kompleks anjuran terdiri atas morfem anjur dan -an, kata kompleks berbahasa terdiri atas morfem ber- dan bahasa, dan kata kompleks menggunakan terdiri atas morfem meN-, guna, dan -kan. 26
  • 27. Kata kompleks yang agak sulit ditentukan morfemnya ialah, misalnya, menggembar-gemborkan dan pemberlakuan. Kata ini diuraikan setelah memahami prinsip pengenalan morfem. Satuan-satuan bahasa yang struktur fonologis dan makna sama merupakan satu morfem. Satuan bahasa bahasa pada konstruksi … pemakaian bahasa Indonesia …. (pada kalimat 1 dalam paragraf 1) dan bahasa pada konstruksi … menertibkan pemakaian bahasa (pada kalimat 1 dalam paragraf 3) merupakan satu morfem (morfem yang sama), karena struktur fonologisnya sama b a h a s a dan maknanya sama, bahwa bahasa bermakna ‘simbol bunyi vokal yang digunakan untuk kerja sama’. Satuan bahasa per--an pada konstruksi perkantoran (pada kalimat 1 dalam paragraf 4) dan per--an pada konstruksi perbelan- jaan merupakan satu morfem, karena struktur fonologisnya sama per--an dan maknanya sama, dalam konstruksi ini, per--an bermakna ‘perihal atau tempat ber…(D)’. Satuan bahasa -an pada gantian yang bermakna ‘berganti- ganti’ tidak dapat dimasukkan dalam satu morfem dengan –an pada tulisan ‘hasil menulis’ karena maknanya berbeda meskipun struktur fonologisnya sama. Satuan-satuan bahasa yang struktur fonologis berbeda yang perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan dari segi fonologi dapat dimasukkan dalam satu morfem apabila maknanya sama. Bentuk mem- pada konstruksi membuat (paragraf 17), men- pada konstruksi menulis, meny- pada konstruksi menyebut (paragraf 27 Prinsip 1 Prinsip 2
  • 28. 21), me- pada konstruksi merancang (paragraf 23), dan meng- pada konstruksi mengganti (paragraf 4) berstruktur fonologis berbeda. Perbedaan struktur fonologisnya disebabkan oleh perbedaan fonem awal pada satuan bahasa yang dilekatinya. Jika meN- melekat pada satuan bahasa yang berfonem awal /b/, meN- berujud mem-. Jika meN- melekat pada satuan bahasa yang berfonem awal /t/, meN- berujud men-. Jika meN- melekat pada satuan bahasa yang berfonem awal /s/, meN- berujud meny- atau /məñ-/. Jika meN- melekat pada satuan bahasa berfonem awal /l/, meN- berujud me- atau /mə-/. Jika meN- melekat pada satuan bahasa yang berfonem awal /g/, meN- berujud meng- atau /məŋ-/. Bentuk mem-, men-, meng, meny-, me- bermakna sama ‘melakukan …(D)’. Karena itu mem-, men-, meng-, meny-, me-, merupakan satu morfem, diwakili berupa morfem meN-. Satuan-satuan bahasa yang struktur fonologis berbeda yang perbedaan struktur fonologisnya dapat dijelaskan dari segi morfologi dapat dimasukkan dalam satu morfem apabila maknanya sama. Satuan bahasa ber- pada konstruksi bercerita, be- pada konstruksi bekerja, dan bel- pada konstruksi belajar berstruktur fonologis berbeda yang dapat dijelaskan dari segi morfologis. Perbedaan struktur fonologisnya disebabkan oleh satuan bahasa yang dilekatinya. Bentuk ber- atau /bər-/ berujud ber- jika melekat pada satuan-bahasa cerita (misalnya): ber- + cerita  bercerita dan ber- 28 Prinsip 3 mem- + /b/ baca  membaca men- + /t/ tulis  menulis meN- meny- + /s/ sapu  menyapu me-Ø + /l/ lukis  melukis meng- + /g/ gambar  menggambar
  • 29. + main  bermain. Bentuk ber- berujud be- jika ber- melekat pada satuan bahasa yang bersuku kata pertama terdapat /ər/, contoh ber- + kerja  bekerja. Bentuk ber- berujud bel- jika ber- melekat pada satuan bahasa ajar (misalnya): ber- + ajar  belajar. Jika dalam konstruksi terdapat keparalelan yang kosong, kekosongan ini merupakan morfem (morfem zero). 1. Parmin mencangkul tanah. 2. Siti menjahit baju. 3. Adik menangis. 4. Kakak Ømakan pisang. Satuan bahasa mencangkul, menjahit, menangis berunsur meN- bermakna ‘melakukan …(D)’, sedangkan makan berunsur Ø (zero) yang bermakna ‘melakukan … (D)’. Unsur ini disebut morfem zero. Hockett (1954: 341-342) mengidentifikasi morfem (hanya morfem afiks yang dibicarakan di sini) dalam suatu ujaran dengan cara berikut: Langkah 1 : Bentuk-bentuk berulang dan makna sama dikelompok- kan satu morfem, misalnya di- pada kata dihukum, digali, dikail. Langkah 2 : Bentuk-bentuk yang berbeda fonemnya dikelompokkan satu morfem apabila makna sama atau identik dan perbedaan itu merupakan variasi satu morfem, misalnya peN- + hina → penghina, peN- + lupa → pelupa, peN- + balas → pembalas, peN- + dengar → pendengar, peN- + sapa → penyapa /meñapa/. Bentuk peng-, pe-, pem-, pen-, dan peny- merupakan variasi morfem peN-. 29 Prinsip 4
  • 30. Langkah 3 : Bentuk yang berbeda fonemnya dikelompokkan satu morfem apabila makna sama atau identik dan perbe- daan itu disebabkan distribusi komplementer, misalnya: ber- + sila → bersila, ber- + rakit → berakit, ber- + ajar → belajar. Bentuk ber-, be-, dan bel- berbeda yang disebabkan distribusi yang komplementer. Prosedur pengenalan morfem-morfem ialah membanding- bandingkan bagian-bagian yang berulang dan dengan mengadakan substitusi. Urutan-urutan bentukan terpeleset, tersengat, termakan, masing-masing, berunsur ter- dan berunsur peleset, sengat, makan. Unsur ter- merupakan bentuk berulang dan mempunyai makna sama ‘tidak sengaja di-(D)’. Unsur peleset, sengat, makan bisa saling disubstitusikan sehingga bisa dimasukkan ke dalam rangka: ter- bila unsur-unsur yang lain disubstitusikan terdapat rangka: peleset ter- sengat makan dan didapatkan suatu perubahan pengertian serentak pada setiap ucapan pada setiap substitusi itu. Bagian-bagian yang dapat disubstitusikan disebut di dalam kontras. Dengan cara membanding- bandingkan dan mengontras-ngontraskan, morfem-morfem suatu bahasa dapat dikenali. Contoh, (1) bentuk ke--an pada bentuk turunan keadaan, kesenangan, kerugian, dan ketulusan memiliki struktur fonem yang sama dan makna sama, ke--an ini termasuk morfem yang sama. Bentuk buku pada buku gambar, buku saya, buku tulis memiliki struktur fonem yang sama dan makna sama, buku termasuk morfem yang sama, (2) bentuk meN- dan variannya pada membungkus, 30
  • 31. mendalang, menghukum, menyuap, melalap mempunyai makna sama ‘melakukan perbuatan pada (D)’, maka bentuk-bentuk mem-, men-, meng-, meny-, me- termasuk morfem yang sama, (3) bentuk-bentuk berusaha, berhasil, bekerja, dan berakit dapat diterangkan secara fonologis, tetapi bentuk belajar dapat dijelaskan secara morfologis. Bentuk bel- pada belajar disebabkan morfem ajar, kondisi ini disebut kondisi morfologis. Perbedaan ber-, be- dan bel- bisa diterangkan secara morfologis dan distribusinya komplementer, artinya ber- maupun be- tidak berpasangan dengan ajar, sedangkan bel- tidak berpasangan dengan bentuk selain ajar. Atas dasar prinsip pengenalan morfem di atas, bentuk-bentuk bahasa Indonesia dapat ditentukan morfemnya: (1) Bentuk meng-(D), meny-(D), mem-(D), men-(D), me-(D), dan menge-(D) masing-masing pada menggali, menyapu, membuat, mendengar, melukis, dan mengebom ialah satu morfem meN- dan bentuk peng-(D), pem-(D), pen-(D), pe-(D), dan penge-(D) masing-masing pada penggali, penyapu, pembuat, pendengar, pelukis, dan pengebom ialah satu morfem peN-, karena makna sama, meN-(D) ‘melakukan perbuatan pada (D)’ dan peN-(D) ‘orang yang melakukan perbuatan pada (D)’, meskipun ada perbedaan nasal (N). Perbedaan ini dapat dijelaskan secara fonologis atau perbedaan nasal disebabkan perbedaan fonem awal bentuk dasar yang dilekati. (2) Bentuk ter-(D) dan te-(D) pada tertawa dan terasa ialah satu morfem [tər-] karena makna sama, ter-(D) ‘tidak disengaja (D)’, meskipun ada perbedaan fonem. Perbedaan ini dapat dijelaskan secara fonologis. (3) Bentuk ber-(D), be-(D), bel-(D) pada bertinju, bekerja, belajar ialah satu morfem [bər-] dan bentuk pel-(D), pe-(D), pada pelajar, pedagang, satu morfem [pə-] karena makna sama, pe-(D) ‘orang yang (D)’ (yang tersebut pada bentuk dasar), meskipun ada 31
  • 32. perbedaan fonem akhir. Perbedaan ini dapat dijelaskan secara morfologis. Morfemnya disarankan dengan pelambangan pe- atau [pe-]. (4) Bentuk peng--an(D), peny--an(D), pem--an(D), pen--an(D), dan penge--an(D) pada pengawetan, penyinaran, pembukuan, penarikan, dan pengecatan ialah satu morfem [peN—an]. Morfem [peN--an] bermakna ‘proses melakukan (D)’, perbedaan realisasi karena ada perbedaan fonem awal pada bentuk dasar yang dilekati. Sedangkan, peN--an pada cat direalisasi berupa peng--an dapat dijelaskan secara morfologis, yaitu bentuk dasar berupa satu silabe. (5) bentuk per--an(D), pe--an(D), dan pel--an(D) pada pertikaian, perakitan, dan pelajaran ialah satu morfem per--an karena makna sama; per--an ‘hal/tempat (D)’, meskipun ada perbedaan fonem, perbedaan ini dapat dijelaskan secara morfologis untuk pel--an(D). 32 Perlatihan: 1. Tentukan morfem-morfem pada kata turunan: penggali, pembuat, pendengar, penyuap, pelupa, pengelas! 2. Berilah argumen, bahwa peng- pada penggali, pem- pada pembuat, pen- pada pendukung, peny- pada penyuap, pe- pada pelukis termasuk morfem yang sama! 3. Tentukan morfem pada kelompok kata turunan yang berikut: a. menggilas penggilas penggilasan membahas pembahas pembahasan menulis penulis penulisan menyiram penyiram penyiraman melukis pelukis pelukisan b. berakit perakit perakitan bekerja pekerja pekerjaan bertelur petelur perteluran bersaudara pesaudara persaudaraan bertutur petutur pertuturan
  • 33. Morfem Bebas Morfem bahasa dapat muncul tanpa dilekati morfem ber- atau morfem lain dalam suatu konstruksi, contoh Tino menggunakan bahasa dengan benar. Morfem pergi, datang, baca, rumah juga mampu muncul tanpa kehadiran satuan bahasa lain. Morfem yang kemunculannya bebas dalam konstruksi tanpa dilekati satuan-bahasa lain disebut morfem bebas. Satuan bahasa ketidakadilan terdapat morfem bebas tidak dan adil. Morfem tidak dan adil disebut morfem bebas karena tidak dan adil menunjukkan kebebasan dalam kemunculannya pada suatu konstruksi, misalnya Purnomo tidak datang. dan Kita harus adil. Morfem Terikat Kemunculan morfem ber- perlu berpasangan dengan morfem lain, misalnya berbahasa, bersepeda, dan berpakaian. Morfem yang kemunculannya bersama dengan satuan bahasa lain disebut morfem terikat. Satuan-bahasa ketidakadilan terdapat morfem terikat ke--an. Disebut morfem terikat karena ke--an menunjukkan keterikatan dalam kemunculannya. Morfem Dasar Terikat 33 Perlatihan: Tentukan morfem bebas dari suatu wacana! Jelaskan perihal morfem bebas! Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana! 2. Tentukan morfem terikat pada kata turunan dari suatu wacana! Jelaskan perihal morfem terikat ini!
  • 34. Sesuatu yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda akan menghasilkan pernyataan yang berbeda. Demikian juga dalam kajian bahasa. Kata anjuran diturunkan dari morfem dasar anjur dan morfem terikat –an. Morfem anjur tidak dapat berdiri sendiri atau kemunculan anjur diperlukan morfem lain. Morfem anjur tidak dapat dimasukkan ke dalam morfem bebas, tetapi morfem anjur merupakan inti atau anjur dalam konstruksi anjuran merupakan morfem dasar. Morfem anjur ini disebut morfem dasar terikat. Kata Polimorfemik Kata pemakaian, pemerintah, menggembar-gemborkan, anjuran, berbahasa terdiri atas dua morfem atau lebih. Kata pemakaian terdiri atas morfem bebas pakai dan morfem terikat pem-- an (peN--an). Kata pemerintah terdiri atas morfem bebas perintah dan morfem terikat peN-. Kata menggembar-gemborkan terdiri atas morfem dasar terokat gembor dan morfem terikat meN-, -kan, dan R (reduplikasi). Kata anjuran terdiri atas morfem dasar terikat anjur dan morfem terikat –an. Kata berbahasa terdiri atas morfem bebas bahasa dan morfem terikat ber-. Satuan bahasa yang terdiri atas dua morfem atau lebih, salah satunya morfem bebas, disebut kata polimorfemik. 34 Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan dari suatu wacana! 2. Tentukan morfem dasar terikat pada kata turunan yang berasal dari suatu wacana! Jelaskan perihal morfem dasar terikat ini! Perlatihan: Tentukan kata polimorfemik dari suatu wacana! Jelaskan perihal kata polimorfemik ini!
  • 35. Uji Capaian Pembelajaran 1. Jelaskan empat prinsip pengenalan morfem dengan menggunakan satuan bahasa! 2. Identifikasi morfem-morfem dalam kata: a. keren-kerenan (paragraf 24) b. mengeluarkan (paragraf 18) Jelaskan hasil Saudara mengidentifikasi! 3. Sebutkan macam-macam morfem! Berilah contoh morfem yang terdapat dalam wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!” atas macam-macam morfem yang Saudara sebutkan! 35
  • 36. BAB III TEORI DALAM MORFOLOGI A. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan Indikator Dalam ilmu kata (morfologi) terdapat teori yang digunakan untuk mengkaji kata. Antara lain, teori mengkaji kata model penataan, model proses, dan model paradigma. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), setelah mahasiswa menyelesaikan kegiatan pembelajaran, maka: 1. Menjelaskan perbedaan model penataan, model proses dan model paradigma, dan 2. Menerapkan model penataan, model proses dan model paradigma dalam kegiatan analisis dan pembentukan kata turunan. Indikator, bahwa capaian-pembelajaran terpenuhi jika mahasiswa mampu: • Menjelaskan pengertian model penataan, model proses dan model paradigma, • Menganalisis kata turunan dengan menggunakan model penataan, • Menganalisis kata turunan dengan menggunakan model proses, • Menganalisis kata turunan dengan menggunakan model paradigma, • Membangkitkan kata turunan dengan menggunakan model proses, dan • Membangkitkan kata turunan dengan menggunakan paradigma. 36
  • 37. B. Gambaran Umum Materi Secara komprehensif dan holistik, kata dideskripsikan dengan ilmu morfologi. Dalam pendekripsian kata (kata berafiks, kata ulang dan kata majemuk) terdapat tiga model: model penataan, model proses, dan model paradigma. Tiga teori ini mempunyai keunggulan dalam pengkajian kata. Keungggulan model penataan dalam pengkaji- an kata tentang morfofonemik. Keunggulan model proses dalam pengkajian kata tentang bentuk dan makna. Keunggulan model paradigma dalam pengkajian kata tentang sistem dan karakteristik. C. Relevansi Pengetahuan Relevansi (1) model penataan dalam mendeskripsikan morfofonemik kata kompleks, (2) model penataan dalam mendeskrip- sikan kata dari segi bentuk dan makna, dan model paradigma mendeskripsikan kata dari segi sistem bentuk dan makna. Ketiga model dapat diterapkan secara terpisah dalam mengkaji kata. Dengan pertimbangan keunggulannya, ketiga model pengkajian kata dapat dipadukan, diterapkan secara bersama, bahwa (1) model penataan dan model paradigma bisa dipadukan untuk mendeskripsikan kata secara komprehensif dan holistik, atau (2) model proses dan model paradigma bisa dipadukan untuk mendeskripsikan kata secara komprehensif dan holistik. Dengan model penataan, kata kompleks dapat diuraikan dan dibentuk. Dengan model proses, kata kompleks dapat diuraikan, dibentuk dan dibangkitkan. Dengan model paradigma, kata dapat dirumuskan bentuk dan maknanya sehingga membangun sistem kata dan menandai karakteristik kata. D. Pengertian Model sebagai Teori 37
  • 38. Menurut Samsuri (1988: 3), pemerian sistem pembentukan kata bahasa Indonesia sangat penting dan perlu sekali diadakan, untuk keperluan pengembangan ilmu bahasa sendiri, maupun untuk menyi- apkan bahan pengajaran bahasa Indonesia yang pada waktu ini sangat diperlukan. Pengkajian kata secara morfologis dilakukan dengan cara memotong-motong kata atas morfem-morfem. Struktur kata dikenali dengan menentukan morfem-morfem yang membentuknya. Pandang- an ini menunjukkan pengkajian kata dengan menggunakan model penataan (Item and Arrangement). Kata pembacaan dijabarkan menjadi peN--an (peng--an) + (kata dasar) baca dan kata perjuangan diturunkan dari per--an + (bentuk dasar) juang. Dengan model penataan, afiks peN--an dan bentuk dasar baca dibentuk atau diturunkan menjadi pembacaan. Pemaknaan dalam pengkajian, analisis atau penjabaran ini sebagai berikut. pembacaan ‘proses baca’ terdiri atas peN--an + baca perjuangan ‘hal/perihal juang’ terdiri atas per--an + juang perceraian ‘hal/perihal cerai’ terdiri atas per--an + cerai (Penjabaran Kata Model Penataan) Hockett (1954: 321) menyatakan bahwa analisis dengan memisah-misahkan ujaran atas unsur-unsur bermakna dan menentu- kan unsur-unsur bermakna minimum itu tidak menunjukkan analisis gramatikal. Kata turunan pembacaan ‘proses baca’ dan perceraian ‘hal cerai’ dipotong-potong terdiri atas unsur-unsur peN--an + baca dan per--an + cerai. Kata bahasa Indonesia dalam kajian morfologi dapat dilihat dari bentuk dasar dan proses. Pandangan ini didasarkan pada analisis morfologis model proses (Item and Process). Dengan model proses, kata pembacaan diturunkan dari bentuk dasar membaca dan pengafiksan pem--an (peN--an). Kata turunan pembacaan bermakna ‘proses membaca’ dan kata perjuangan dibentuk dari bentuk dasar 38
  • 39. berjuang dan pengafiksan per--an. Kata turunan perjuangan bermakna ‘hal berjuang’. Dengan model proses, kata dasar (berbeda) membaca pengafiksan peN--an dibentuk menjadi pembacaan, dan verba berjuang dan pengafiksan pe--an dibentuk menjadi perjuangan. Hockett (1954: 227-228) menyatakan bahwa deskripsi gramatik model proses mengakui dasar dan proses. Pandangan ini menyatakan bahwa bentuk bahasa dapat berupa sederhana (tunggal) dan bentuk turunan atau kata bentukan (hasil penurunan atau pembentukan). Bentuk sederhana berupa satu akar, sedangkan bentuk turunan, antara lain, hasil dari dasar + proses. Bentuk turunan nomina (N) perjuangan dibentuk dari bentuk dasar verba (V) berjuang dan pengafiksan per--an, berjuang dibentuk dari bentuk dasar juang dan pengafiksan ber-. Bentukan N pemukulan dibentuk dari proses dasar memukul, memukuli atau memukulkan dan pengafiksan peN--an. Bentuk dasar memukul/-i/-kan ini dibentuk dari kata asal pukul dan pengafiksan meN-, memukuli dibentuk dari pukuli dan pengafiksan meN-, dan pukuli dibentuk dari pukul dan pengafiksan –I, dan memukulkan dibentuk dari pukulkan dan pengafiksan meN-, dan pukulkan dibentuk dari pukul dan pengafiksan -kan. Bentuk turunan perjuangan dan pemukulan berkategori N yang dibentuk dari V, selanjutnya bentuk turunan ini disebut nomina deverbal (Nv). membaca baca pembacaan membacakan berjuang juang perjuangan memperjuangkan memukul pukul pukuli memukuli pemukulan 39
  • 40. pukulkan memukulkan (Pembentukan Kata Model Proses) Konsep tentang kata/bentuk dasar dan proses ini dapat digunakan secara jelas dan tegas untuk menjabarkan berbagai kategori, termasuk Nv. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harris (1946 dalam Hockett, 1954: 227-228), bahwa perbedaan dua bentuk yang hampir sama dapat dijelaskan sebagai suatu proses yang menghasilkan bentuk yang berbeda dengan bentuk lain. Bentuk turunan petinju dan peninju hasil pembentukan dari bertinju dan pengafiksan pe- dan meninju dan pengafiksan peN-, bertinju dan meninju masing-masing dibentuk dari tinju dan pengafiksan ber- dan tinju dan pengafiksan meN-. tinju  bertinju  petinju tinju  meninju  peninju Kata turunan pemukul dapat dikaji bersama-sama dengan kata turunan lain yang mempunyai panhkal (bentuk) yang sama: pemukul- an, pukulan, memukul, memukulkan. Kata turunan ini menunjukkan kesamaan bentuk dan makna dalam deret paradigma. Pengkajian suatu kata bersama dengan kata-kata lain yang pangkalnya sama disebut model paradigma. Dengan kombinasi model proses, pangkal pukul dan latih dapat diparadigmakan yang berikut: PANGKAL KATA DASAR (D) (VERBA) NOMINA ‘orang yang (D)’ ‘proses (D)’ ‘hal/tempat (D)’ ‘hasil (D)’ pukul memukul memukuli memukulkan Pemukul pemukulan - pukulan latih Melatih Pelatih pelatihan - latihan latih Berlatih Pelatih - perlatihan - 40
  • 41. Model Paradigma V dan Nv dengan “Kombinasi Model Proses Pertautan bentuk Kata dasar dan proses pengafiksan di dalam paradigma di atas menunjukkan bahwa kata turunan bertautan bentuk dan bertalian makna dengan kata dasarnya. Bahwa, (1) kata turunan pemukul yang berafiks peN- (pem-) memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna dengan kata dasarnya yang berafiks meN- (mem-), yaitu memukul, (2) kata turunan pemukulan yang berafiks peN—an memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna dengan kata dasarnya yang berafiks meN- (mem-), yaitu memukul, (3) kata turunan pukulan yang berafiks -an pertalian makna makna dengan kata dasar memukul yang berafiks meN-. Bahwa, (1). kata turunan pelatih yang berafiks peN- memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna kata dengan kata dasarnya yang berafiks meN-: melatih, (2) kata turunan pelatihan yang berafiks peN —an memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna dengan kata dasarnya yang berafiks meN- (mem-): memukul, dan (3) latihan yang berafiks -an bertalian makna dengan kata dasar melatih yang berafiks me- (meN-). Bahwa, (1) kata turunan pelatih memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna dengan kata dasarnya yang berafiks ber-: berlatih, (2) kata turunan perlatihan yang berafiks per--an bertautan bentuk dan pertalian makna dengan kata dasarnya yang berafiks ber-: berlatih. Bahwa, kata dasar memukul yang bermakna ‘mengenai suatu benda yang keras dengan kekuatan’ memiliki pertautan makna dengan (a) kata turunan yang berafiks peN-, yaitu pemukul ‘orang yang memukul’, (b) kata turunan yang berafiks peN—an, yaitu pemukulan ‘proses memukul’, dan (c) kata turunan yang berafiks –an, yaitu pukulan ‘hasil memukul’. Bahwa, kata dasar melatih ‘melakukan latih kepada seseorang’ memiliki pertautan bentuk dan pertalian makna dengan kata 41
  • 42. turunannya: (a) pelatih ‘orang yang melatih’, (b) pelatihan ‘proses melatih’, dan (c) latihan ‘hasil melatih’, dan bahwa kata dasar berlatih ‘membiasakan diri agar mampu melakukan sesuatu’ memiliki pertautan makna dan pertalian makna dengan kata turunannya: (a) pelatih ‘orang yang berlatih atau dilatih’, dan (2) perlatihan ‘hal berlatih’. Kata turunan pelatih ‘orang yang melatih’ dan pelatih ‘orang yang berlatih atau dilatih’ ini memiliki kesamaan bentuk. Berdasarkan model proses, kedua kata yang sama bentuknya dapat dijelaskan perbedaan maknanya, kata pelatih ‘orang yang melatih’ berasal dari kata dasar melatih. Prefiks peN- pada pelatih direalisasi pe-, sedangkan pelatih ‘orang yang berlatih’ berasal dari kata dasar berlatih. Prefiks pe- pada pelatih tetap berujud pe-. Jika, kedua kata ini dianalisis berdasarkan model penataan, pelatih ‘orang yang latih’ dibentuk oleh peN- + latih. Kata turunan pelatih ‘orang yang latih’ dibentuk oleh pe- + latih menjadi pelatih. Analisis terakhir ini tidak menunjukkan perbedaan yang tegas. Kata- kata ini ada kesamaan pola pembentukan berdasarkan contoh, yang disebut analogi. Moeliono (1988: 26) menyatakan, bahwa model proses, pola pembentukan seperti di atas dapat diterapkan pada kata lain, jika ada kata dasar berjoget dan berbisnis dapat diturunkan atau dibangkitkan menjadi pejoget ‘orang yang berjoget’ dan pebisnis ‘orang yang berbisnis’; perjogetan ‘hal berjoget’ dan perbisnisan ‘hal berbisnis’. Dengan model proses, jika ada kata dasar, kata turunan dapat dibentuk atau dibangkitkan. Jika ada kata turunan, kata dasar dapat ditentukan. 42 Perlatihan: 1. Sebutkan macam-macam model kajian kata secara morfologis! 2. Tentukan bentuk turunan dari wacana! 3. Analisislah bentuk turunan yang ditentukan pada nomor 1 dengan model kajian kata secara morfologis! 4.a Tentukan dua kata turunan yang mirip dan satu kata turunan yang sama bentuknya tetapi maknanya berbeda! 4.b Analisislah kata turunan yang ditentukan pada nomor 4.a!
  • 43. Model Teori dalam Morfologis Kata dijabarkan atau dibentuk dengan tiga macam model analisis secara morfologis, yaitu model penataan (unsur dan penataan), model proses, (bentuk dasar dan proses pengafiksan), dan model paradigma (kata-kata diparadigmakan). Hal ini masing-masing sesuai dengan tiga pendekatan umum dalam bidang morfologi (Malmkjǽr 1991, 321), yaitu Item and Arrangement (model penataan), Item and Process (model proses) dan Word and Paradigm (model paradigma). (1) Model Penataan Model penataan membicarakan unsur-unsur dan penataan unsur-unsur itu. Dengan asumsinya bahwa suatu ujaran bahasa terdiri atas sejumlah unsur gramatikal minimum yang disebut morfem. Struktur suatu ujaran dapat dikenali dengan menentukan morfem- morfem dan penataan morfem itu yang membentuk ujaran. Pandangan formal model penataan ialah (1) suatu bentuk bahasa bisa sederhana dan gabungan, (2) bentuk sederhana disebut morfem, dan (3) bentuk gabungan terdiri atas dua unsur atau lebih yang membentuk susunan. Susunan itu dapat membentuk susunan lainnya yang lebih kompleks unsurnya. Kata-kata bahasa Indonesia dapat dibentuk dari unsur-unsur pembangunnya, kata turunan persahabatan dibentuk dari per--an + sahabat. Kata sahabat merupakan dasar, setelah mengalami afiksasi per--an menjadi kata turunan persahabatan. persahabatan per--an sahabat 43
  • 44. Analisis kata turunan di atas didasarkan pada model penataan. Morfem terikat per--an sebagai unsur persahabatan ditentukan lebih dahulu, unsur lain ialah bentuk dasarnya. Model penataan tidak dapat digunakan untuk membangkitkan bentuk turunan, karena (1) model penataan tidak menunjukkan analisis gramatikal pada berbagai bentukan, (2) model penataan menentukan lebih dahulu unsur-unsur yang akan membentuk susunan, dan (3) model penataan menyamakan proses analisis pada bentukan yang mirip, misalnya penyuruh dan pesuruh dibentuk dari peny- + suruh dan pe- + suruh, dan (4) model penataan tidak bisa membedakan bentukan yang sama, misalnya perangkul ‘orang yang rangkul’ dan perangkul ‘orang yang rangkul. (2) Model Proses Kata turunan pembacaan dibentuk dari kata baca dan afiks peN--an, kata turunan penyeberang dibentuk dari kata seberang dan afiks peN-. Fenomena bahasa ternyata tidak sederhana dengan 44 Perlatihan: Jabarkan bentuk turunan berikut dengan menggunakan model penataan! a. menggilas penggilas penggilasan membahas pembahas pembahasan menulis penulis penulisan menyiram penyiram penyiraman melukis pelukis pelukisan b. berakit perakit perakitan bekerja pekerja pekerjaan bertelur petelur perteluran bersaudara pesaudara persaudaraan bertutur petutur pertuturan
  • 45. dijabarkan berupa unsur dan susunan. Kata turunan ini dapat dijabarkan dengan model proses, bahwa kata turunan pembacaan (nomina deverbal atau Nv) dibentuk dari dasar membaca (V) atau membacakan (V) dan pengafiksan peN--an, kata turunan penyeberang dibentuk dari kata dasar menyeberang atau menyeberangkan (V) dan pengafiksan peN-. Kata kunci model proses ialah proses. Kata turunan pengairan dan pekerja merupakan hasil dari proses: kata dasar mengairi dan pengafiksan peN--an dan kata dasar bekerja dan pengafiksan pe-. Kata turunan penyuruh dan pesuruh merupakan proses dari menyuruh dan pengafiksan peN- dan proses dari bersuruh dan pengafiksan pe-; menyuruh dan bersuruh merupakan kata dasarnya. Lebih lanjut dengan model proses, dua bentuk yang sama dapat dijelaskan perbedaannya. Kata turunan pewawancara ‘orang yang mewawanca- rai’ diturunkan dari kata dasar mewawancarai dan pengafiksan peN-, sedangkan kata turunan pewawancara ‘orang yang berwawancara’ diturunkan dari kata dasar berwawancara dan pengafiksan pe-. Perbedaan peN- dan pe- dapat dijelaskan, bahwa peN- direalisasi berupa pe- karena berpasangan dengan prefiks meN- yang direalisasi berupa me-, sedangkan pe- pada pewawancara ‘orang yang berwawancara’ berpasangan dengan bentuk dasar berafiks ber-. Pernyataan yang mendasar model proses ialah 1. bentuk bahasa dapat berbentuk sederhana dan bentukan atau turunan, 2. bentuk sederhana disebut akar atau pangkal, 3. bentukan terdiri atas bentuk dasar yang mengalami proses. Dengan demikian, model proses mengenal dua komponen dalam pembentukan kata, yaitu dasar dan proses. dasar + proses kata dasar + proses kata 45
  • 46. verba pengafiksan Nv Pembentukan Kata: Model Proses Kata turunan pembiayaan dibentuk dari proses kata dasar membiayai. Kata membiayai dibentuk dari biayai, biayai dibentuk dari biaya. Kata turunan pengukuran dibentuk dari proses kata dasar mengukur atau mengukurkan, selanjutnya mengukur dan mengukurkan dibentuk dari bentuk dasar ukur dan ukurkan, dan ukurkan dibentuk dari bentuk dasar ukur. Kata turunan memahami didasari pahami, pahami didasari paham, karena pahami merupakan morfem sentral kata dasar memahami dan paham merupakan morfem sentral pahami. Menurut Ekodardono (1982: 56-57), bahwa morfem sentral menjadi inti atau menjadi dasar kata-kata polimorfemik. Model proses mendeskripsikan bahasa (kata) atas bentuk dasar dan proses; suatu kata sebagai dasar mengalami proses menjadi kata turunan. Kata turunan dapat mengalami proses lagi (dan proses seterusnya) untuk menghasilkan kata turunan lain. mengukur ukur ukuri mengukuri pengukuran ukurkan mengukurkan Kata turunan keadilan dan pengadilan berproses morfologi secara simultan. Proses pembentukan keadilan dari ke--an + adil. Kata turunan keadilan bukan dari bentuk keadil dan adilan karena bentuk keadil dan adilan tidak ada. Proses pembentukan pengadilan bukan dari bentuk pengadil atau adilan, meskipun ada kata pengadil. Dari segi makna pengadil tidak berelasi dengan makna pengadilan. Seperti yang dikatakan Moeliono dan Dardjowidjojo (1988: 81), bahwa pemenggalan salah satu dari afiks tidak akan meninggalkan bentuk yang masih berujud kata yang hubungan maknanya masih dapat ditelusuri. Prefiks dan sufiks yang bersama dan makna berpadu dalam penurunan kata merupakan konfiks. 46
  • 47. menulis tulis tulisi menulisi penulisan tuliskan menuliskan berjuang juang perjuangan perjuangkan memperjuangkan Kata turunan menulis, menulisi dan menuliskan, masing- masing, diturunkan dari kata dasar tulis, tulisi dan tuliskan. Kata tulisi dan tuliskan dari dasar tulis. Kata turunan berjuang dari kata dasar juang, dan memperjuangkan dari kata dasar perjuangkan, perjuangkan dari kata dasar perjuang dan pangkal juang. Kata turunan penulisan dan perjuangan tidak dibentuk atau diturunkan dari kata/bentuk dasar tulis dan juang, tetapi dari kata dasar menulis, menulisi atau menuliskan, dan berjuang atau memperjuangkan. Dengan kata lain, bentuk-bentuk turunan yang dibentuk dari bentuk dasar tertentu dapat pula menjadi dasar pembentukan kata turunan yang lain. Jika dilihat sepintas lalu, bentuk turunan pembeli, pembelian, kotoran, perbuatan, persatuan, dan kekuatan dibentuk oleh afiks – peN-, peN—an, -an, per—an, per—an, ke--an dan kata dasar beli, beli, kotor, buat, satu, kuat. Jika diselidiki lebih mendalam, kata turunan sering dibentuk dari kata turunan pula. Kata turunan keadaan dibentuk dari ada, tetapi pembeli dan pembelian tidak dibentuk dari kata dasar beli, melainkan dari kata dasar membeli. Demikian pula perbuatan dan persatuan masing-masing dibentuk dari verba berbuat dan bersatu dan tidak dari kata dasar buat dan satu. Kata turunan perbuatan ‘hal berbuat’, bukan ‘hal buat’ dan persatukan ‘hal bersatu’ bukan ‘hal satu’. 47
  • 48. Kata turunan merupakan hasil dari dasar dan proses pengafiksan. Jika ada kata dasar, tentu saja kata turunan dapat dibentuk dan kata turunan dapat dibentuk lagi menjadi kata turunan yang lain. Kata turunan seperti bepergian dibentuk dari kata dasar pergi. Demikian pula kata turunan pemarah dibentuk oleh pengafiksan peN- dan kata dasar marah, selain kata dasar memarahi. Tentang model proses, Moeliono (1986: 93-94) menyatakan: Jika ditinjau dari sudut makna, pengeras dan penguasa tidak langsung terjadi karena penggabungan peng- (peN-) + keras atau peng- + kuasa kalau peng- diartikan ‘pelaku, alat, yang melakukan, orang atau alat yang berbuat’. Sebabnya, pengeras dan penguasa bukanlah ‘pelaku, alat, atau barang, yang berbuat keras atau kuasa’. Pertalian makna yang langsung terdapat di antara pengeras dan mengeraskan serta di antara penguasa dan menguasai. (Alat) pengeras ialah alat yang mengeraskan. Dengan cara menggambarkan proses penjabaran bentukan peng- lewat bentuk verba seperti di ataslah, kita dapat mengerti bagaimana terjadi petinju dan peninju, pesuruh dan penyuruh sebab petinju bertalian dengan bertinju, sedangkan peninju bertalian dengan meninju: pesuruh berpautan dengan bersuruh, sedangkan penyuruh berpautan dengan menyur‍uh. Nomina penguasa bertalian makna dengan verba menguasai. Kata turunan penguasa ‘orang yang menguasai’ diturunkan dari verba menguasai dan pengafiksan peN-. Verba menguasai sebagai dasar dalam proses pembentukan Nv penguasa. Kata turunan penatar dan petatar dengan analisis model penataan didapatkan unsur-unsur peN- + tatar dan pe- + tatar. Analisis morfemis ini tidak membedakan hakikat bentuk itu. Analisis yang membedakannya, dengan model proses, tentu dapat menjelaskan perbedaan proses pembentukan bentuk turunan penatar dan petatar. Parera (1988: 27) mengemukakan bahwa: 48
  • 49. Berdasarkan teknik dan proses analisis morfologi secara toksonomi, maka kita dapat dengan mudah mengem- balikan bentuk petinju ke bentuk dasar tinju dan bentuk peninju ke bentuk dasar tinju pula. Analisis ini tidak dapat menjelaskan mengapa ada bentuk petinju dan peninju dan bagaimana proses kejadian dan perbedaan antara dua bentuk itu. Kata turunan penatar dibentuk dari bentuk dasar menatar, menatar dibentuk dari dasar tatar. Bentuk turunan petatar dibentuk dari bentuk dasar bertatar, bertatar dibentuk dari bentuk dasar tatar. Bentuk turunan yang mirip ini tidak dijabarkan secara tegas, apalagi bentukan yang sama juga tidak diselesaikan secara tepat. Selanjutnya Parera (1988: 28) mengemukakan bahwa: Struktur-dalam pada umumnya berupa kalimat dalam modelnya yang terkecil. Melalui kaidah transformasi, struktur- dalam ditransformasikan ke struktur luar. Kaidah morfologi transformasi generatif bentuk tersebut di atas dapat dilukiskan seperti di bawah ini. Orang itu bertinju. Orang itu menang. Petinju itu menang. Jadi, bentuk petinju diturunkan dari kalimat Orang itu bertinju. Demikian pula dengan bentuk luar peninju. Struktur-dalam peninju adalah: Orang itu meninju bola. Orang itu kuat sekali. Peninju bola itu kuat sekali. 49 Perlatihan: 1. Deskripsikan atau jabarkan bentuk turunan yang dicetak tebal pada dua kalimat di bawah ini dengan menggunakan model proses! Berilah argumentasinya! a. Pembukaan bursa belum pasti. b. Taufik Hidayat merasa bukan penyelamat kubu Indonesia. 2. Bangkitkan nomina turunan dengan bentuk dasar bertahan.
  • 50. (3) Model Paradigma Model paradigma merupakan analisis berpusat pada suatu kata yang dibicarakan bersama-sama dengan kata lain yang pangkalnya sama. Seperangkat kata yang memiliki kesamaan bentuk maupun arti berada dalam deretan paradigma. Kata menjadi pusat analisisnya. Rustono (1994: 30-31) menyatakan bahwa model paradigma muncul karena kenyataan bahwa tidak setiap bentuk morfologis dapat disegmentasikan. Kegagalan segmentasi bentuk-bentuk morfologis suatu bahasa menyebabkan analisis morfologis bahasa yang bersangkutan tidak tuntas. Pandangan model paradigma, bahwa pembentukan kata sebagai unit yang bebas. Robins (1959 dalam Malmkjǽr 1991: 322) memberi kriteria bahwa bentuk-bentuk kata yang mempunyai akar atau dasar yang sama dikategorikan menjadi satu paradigma. Matthews (1974, dalam Malmkjǽr 1991: 322) memaparkan bahwa bentuk-bentuk yang identik dapat muncul dalam paradigma yang berbeda dan dapat dipahami dalam kaitannya dengan anggota-anggota lain dalam paradigmanya. Kata turunan pembukuan dan perbankan merupakan bentukan dalam paradigma yang berbeda. Kata turunan pembukuan dalam satu deret paradigma dengan kata turunan yang berpangkal sama, yaitu buku. Deret paradigma yang lengkap sebagai berikut: PANGKAL KATA DASAR (D) (VERBA) BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL ‘orang yang (D)’ ‘proses (D)’ ‘hal/tempat (D)’ ‘hasil (D)’ buku membukukan pembuku pembukuan - bukuan buku berbuku pebuku - perbukuan - 50
  • 51. Bentuk Turunan yang Mirip Dengan cara kerja model proses, berbagai pembentukan dan penjabaran kata turunan dapat dijelaskan di dalam paradigma. (1) Nv yang identik peninju dan petinju dapat dipahami dengan penjabaran model proses di dalam paradigma yang berikut: PANGKAL KATA DASAR (D) (VERBA) BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL ‘orang yang (D)’ ‘proses (D)’ ‘hal/tempat (D)’ ‘hasil (D)’ tinju meninju peninju peninjuan - tinjuan tinju bertinju petinju - pertinjuan - Penjabaran Bentuk Turunan yang Mirip Model paradigma dapat digunakan untuk menjelaskan bentukan yang identik seperti pennju dan petinju. (2) Nv yang sama penoda ‘orang yang menodai’ dan penoda ‘orang yang bernoda’ dapat dipahami dengan penjabaran model proses di dalam paradigma yang berikut: PANGKAL KATA DASAR (D) (VERBA) BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL ‘orang yang (D)’ ‘proses (D)’ ‘hal/tempat (D)’ ‘hasil (D)’ noda menodai penoda penodaan - nodaan noda bernoda penoda - pernodaan - Bentuk Turunan yang Sama (3) Nv dengan pangkal yang berbeda ‍ambil dan nyanyi dapat dijelaskan dengan model proses dalam paradigma yang berikut: PANGKAL KATA DASAR (D) (VERBA) BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL ‘orang yang (D)’ ‘proses (D)’ ‘hal/tempat (D)’ ‘hasil (D)’ ambil mengambil pengambil pengambilan - ambilan nyanyi bernyanyi penyanyi - pernyanyian - 51
  • 52. Bentuk Turunan yang Berbeda Pertautan bentuk antara katabentuk turunan Nv dengan verba-dasarnya dapat diidentifikasi apabila V berprefiks meN- (dan variasinya), maka bertaut dengan Nv berprefiks peN- (dan variasinya) atau peN--an (dan variasinya). Pertautan ini selengkapnya dipaparkan yang berikut. KATA DASAR (D) (VERBA) NOMINA DEVERBAL (Nv) ‘orang yang (D)’ ‘proses (D)’ ‘hal/tempat (D)’ mengambil pengambil pengambilan - membaca pembaca Pembacaan - mendengar pendengar pendengaran - menyapu penyapu Penyapuan - merakit perakit Perakitan - mengebor pengebor Pengeboran - bertani petani - pertanian bekerja pekerja - pekerjaan belajar pelajar - pelajaran Pertautan Bentuk dan Makna V dan Nv Pertalian makna pada kata turunan Nv dengan verba-dasarnya atas dasar semantik. Pertautan bentuk dan pertalian makna kata-kata bahasa Indonesia dalam deret pertalian seperti di atas dideskripsikan untuk mendapatkan kesistematisannya sehingga kaidah-kaidah tentang penjabaran dan pembentukan dapat dirumuskan atau ditentukan. Kaidah-kaidah itu dapat digunakan sebagai materi pengajaran bahasa dan cara pengajaran kata bahasa Indonesia. Membangkitkan Kata 52 Perlatihan: 1. Buatlah paradigma bentuk turunan pembukaan dan penyelamat! Buatlah dua deret! 2. Paradigmakan verba bertahan menjadi nomina turunan dan pangkalnya!
  • 53. Dengan kaidah model proses, kata turunan dapat dibentuk, bahkan dapat dibangkitkan apabila ada bentuk dasar. Pembangkitan kata adalah proses menurunkan atau membentuk kata yang belum mengalami prosede (belum pernah mengalami proses morfologis). Dengan model proses, pembangkitan kata dapat dilakukan, misalnya pembangkitan kata bentukan pernyanyian ‘hal bernyanyi’. Bentuk turunan pernyanyian belum mengalami prosede. Bentuk turunan pernyanyian berkaitan bentuk dan makna dengan bentuk dasar bernyanyi. Dalam proses morfologis ini, bernyanyi sebagai bentuk dasar. Dilihat dari unsurnya, bernyanyi merupakan bentuk kompleks karena terdiri atas afiks dan bentuk dasar. Kata turunan pensyukur ‘orang yang mensyukuri’ dan pensyukuran ‘proses mensyukuri’, dengan model proses, dimungkin- kan ada pembangkitannya. Berdasarkan pola pembentukan yang ada, pensyukur dapat dianalogikan dengan bentuk turunan penyimpan ‘orang yang menyimpan’, sedangkan pensyukuran dapat dianalogikan dengan bentuk turunan penyimpanan ‘proses menyimpan’. Berdasarkan model proses, kata bentukan penghasil dan penghukum dibentuk dari: hasilkan → menghasilkan → penghasil hukum → menghukum → penghukum Secara lengkap, kata dasar dan proses pengafiksan dibentuk menjadi kata turunan dalam paradigma yang berikut: PANGKAL BENTUK DASAR (D) BENTUK TURUNAN NOMINA DEVERBAL ‘orang yang (D)’ ‘proses (D)’ ‘hal/tempat (D)’ ‘hasil (D)’ hasil menghasilkan penghasil penghasilan - hasilan hukum Menghukum Penghukum penghukuman - hukuman Pembentukan dan Pembangkitan Nv 53
  • 54. Berdasarkan model penataan, kata turunan penghasil, penghukum, perakit dibentuk dari: peN- + hasil → penghasil peN- + hukum → penghukum peN- + rakit → perakit pe- + rakit → perakit Berdasarkan penjabaran Nv dengan kedua model analisis morfologis, model proses menghasilkan kata turunan, misalnya memburu dapat dibentuk menjadi pemburu dan berburu dapat dibentuk menjadi peburu. Kata turunan peburu belum mengalami prosede. Kata turunan peburu disebut pembangkitan kata. Model proses dapat digunakan untuk menjabarkan Nv secara tegas dan tuntas, misalnya kata turunan pemburuan dan perburuan dibentuk dari dasar memburu dan berburu. Model proses dapat digunakan untuk membentuk dan membangkitkan Nv secara tepat, kata dasar mengatur dapat dibentuk menjadi pengatur ‘orang yang mengatur’ dan kata dasar mengizinkan dapat dibangkitkan menjadi pengizin ‘orang yang mengizinkan’, pengizinan ‘proses mengizinkan’, dan izinan ‘hasil mengizinkan’. Jika ada kata turunan, kata dasar tentu dapat ditentukan. Jika ada kata turunan pengkajian ‘proses mengkaji’ dan pengkaji ‘orang yang mengkaji’ dapat ditentukan kata dasarnya, yaitu mengkaji. Apa- bila ada kata turunan perkotaan, kata dasarnya dapat ditentukan, yaitu berkota. Begitu pula, apabila ada kata dasar tentu dapat dibentuk kata turunannya. Ada kata dasar membuka dapat dibentuk menjadi Nv pembuka ‘orang yang membuka’, pembukaan ‘proses membuka’, dan bukaan ‘hasil membuka’. Apabila ada kata dasar melangkah dan menjatuhkan, masing-masing kata dasar ini dapat dibangkitkan menjadi Nv pelangkah ‘orang yang melangkah’, pelangkahan ‘proses 54
  • 55. melangkah’, dan langkahan ‘hasil melangkah’ dan penjatuh ‘orang yang menjatuhkan’, penjatuhan ‘proses menjatuhkan’ dan jatuhan ‘hasil menjatuhkan’. Pembangkitan kata ini dapat dilakukan oleh penutur bahasa Indonesia dengan memahami sistem model proses. Berdasarkan kaidah model proses, kata turunan pegadaian dan pedesaan dapat diluruskan. Kata turunan pegadaian bermakna ‘hal/tempat bergadai’. Kata dasar pegadaian ialah bergadai. Kata turunan pegadaian dianalogikan dengan permukiman ‘hal/tempat bermukim’, sedangkan pemukiman ‘proses memukimkan’. Jika bentuk dasar berafiks ber- pada bermukim, bentuk turunannya berafiks per-- an pada permukiman, bukan peN--an. Jika kata dasar berafiks meN- pada memukimkan, kata turunannya berafiks peN--an pada pemukiman. Karena kata dasar berafiks ber- pada bergadai, kata turunannya berafiks per--an pada pergadaian. Bentuk turunan yang perlu dipertegas dengan kaidah model proses ialah pedesaan menjadi perdesaan, pasangannya perkotaan yang sesuai dengan kaidah model proses. Pembentukan dan penjabaran bentuk turunan dengan model proses yang dipaparkan di atas membentuk kecakapan ranah kognitif. Kecakapan ranah kognitif yang dimiliki seseorang membentuk intuisi kebahasaan. Intuisi kebahasaan akan mengalir dalam komunikasi sehari-hari. Uji Kompetensi 1. Sebutkan model kajian kata secara morfologis! Jelaskan perbedaan model morfologis! 2. Tentukan bentuk turunan dari suatu wacana! 55 Perlatihan: 1. Bangkitkan verba menyanyi dan berbicara menjadi nomina deverbal! 2.a Tentukan suatu verba yang dapat dibangitkan! 2.b Buatlah paradigma verba 2.a!
  • 56. 3. Analisislah bentuk turunan yang sudah ditentukan pada nomor dua dengan model kajian kata secara morfologis yang disebutkan pada nomor satu! 4. a. Tentukan dua kata turunan yang mirip dan satu kata turunan yang sama bentuknya tetapi maknanya berbeda! b. Analisislah kata turunan yang ditentukan pada nomor 4.a! 5. Analisis bentuk turunan dalam suatu wacana dengan menggunakan model penataan! 6. Analisis bentuk turunan dalam suatu wacana dengan menggunakan model proses! 7. Analisis bentuk turunan dalam suatu wacana dengan menggu- nakan model paradigma! 8. Bangkitkan bentuk turunan dengan menggunakan model proses! 9. Bangkitkan bentuk turunan dengan menggunakan model paradigma! 56
  • 57. BAB … ANALISIS KATA TURUNAN A. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL) dan Indikator Kata turunan dapat dianalisis: (1) secara teoretis, mengguna- kan model penataan, model proses, dan model paradigma, (2) segi bentuk, mendapatkan unsur-unsur dan struktur, (3) segi makna, dapat dibahas makna leksikal dan gramatikal, (4) morfofonemik, menemu- kan gejala fonologis. Aspek-aspek ini yang perlu dicapai mahasiswa dalam pembelajaran sehingga mahasiswa dinyatakan lulus. Capaian Pembelajaran Lulusan (CPL), setelah mahasiswa menyelesaikan kegiatan pembelajaran, maka mahasiswa mampu menganalisis kata turunan dalam wacana. Indikator, bahwa capaian pembelajaran terpeuhi jika mahasis- wa mampu: • Menguraikan bagian-bagian kata turunan: kata berafiks, kata ulang, kata majemuk dalam wacana • Menjelaskan bagian-bagian kata turunan; kata berafiks, kata ulang, kata majemuk. B. Gambaran Umum Materi Kata turunan: kata berafiks, kata ulang, kata majemuk yang berasal dari wacana merupakan fakta/data asli. Kata turunan ini dianalisis dengan menerapkan teori-teori dalam ilmu morfologi. Kata turunan juga dapat dianalisis dari segi bentuk, struktur, makna dan morfofonemik. C. Relevansi Pengetahuan Kata turunan dianalisis untuk menemukan sistem satuan- bahasa dan menemukan karaktersitik satuan-bahasa itu. Atas sistem satuan-bahasa, pengguna bahasa Indonesia bisa memmbentuk satuan- 57
  • 58. satuan-bahasa sesuai sistem. Atas karakteristik satuan-bahasa, pengguna bahasa Indonesia bisa berbahasa secara tepat. D. Kata Turunan Kata turunan adalah kata yang sudah mengalami proses morfologis: afiksasi, reduplikasi, pemajemukan. Satuan-bahasa pakai, perintah, gembor, bahasa ialah kata tunggal. Satuan-bahasa anjur dan gembor ialah bentuk tunggal. 1. Kata Berafiks Satuan bahasa pemakaian, pemerintah, anjuran, berbahasa ialah kata turunan berafiks. Kata-kata ini hasil menurunkan dari morfem bebas dan morfem terikat (afiks). Kata turunan berafiks pemakaian diturunkan dari morfem bebas pakai dan afiks (konfiks) peN--an. Kata turunan berafiks pemerintah diturunkan dari morfem bebas perintah dan pengafiksan peN-. Kata turunan berafiks anjuran diturunkan dari anjur dan pengafiksan –an. Kata turunan berafiks adalah kata yang diturunkan morfem bebas dan morfem terikat (afiks): prefiks, infiks, sufiks dan konfiks. Kata Ulang Kata menggembar-gemborkan dapat dijabarkan satu tingkat di bawahnya menjadi menggemborkan dan proses pengulangan atau reduplikasi (R). Kata ulang menggembar-gemborkan termasuk kata 58 Perlatihan: 1. Tentukan kata berafiks dari wacana! 2. Tentukan bagian- bagian kata berafiks yang berasal dari wacana! Jelaskan perihal kata berafiks itu!
  • 59. ulang sebagian bervariasi fonem. Kata ulang ini menurunkan kata dasar menggemborkan + R. Kata menggemborkan menurunkan kata dasar gembor. Kata ulang orang-orang (Indonesia), (percakapan) sehari- hari, ke-inggris-inggris-an, masing-masing, diturunkan satu tingkat di bawahnya: orang-orang  orang, sehari-hari  sehari, dan ke- inggris-ingris-an  inggris. Kata orang pada orang-orang mengalami pengulangan penuh (sejati), kata sehari pada sehari-hari mengalami pengulangan sebagian, dan kata inggris pada ke-inggris- inggris-an mengalami pengulangan dengan pengafiksan. Satuan bahasa menggembar-gemborkan, orang-orang, sehari- hari, ke-inggris-inggris-an dikatakan sebagai kata ulang, karena satuan bahasa ini memiliki (1) kata dasar; menggembar-gemborkan memiliki kata dasar menggemborkan, orang-orang memiliki kata dasar orang, sehari-hari memiliki kata dasar sehari, ke-inggris- inggris-an memiliki kata dasar inggris, (2) hubungan makna; menggembar-gemborkan ‘terus-menerus menyuarakan secara lantang’ memiliki hubungan makna dengan kata dasarnya, yaitu menggembor- kan ‘menyuarakan secara lantang’, orang-orang ‘manusia banyak’ memiliki hubungan makna dengan kata dasarnya, yaitu orang ‘manusia’, sehari-hari ‘setiap hari’ memiliki hubungan makna dengan kata dasarnya, yaitu sehari ‘satu hari’, ke-inggris-inggris-an ‘perihal (berujar) menyerupai atau menyamai bahasa Inggris’ memiliki hu- bungan makna dengan kata dasarnya, yaitu inggris ‘bahasa Inggris’, dan (3) kategori kata sama; menggembar-gemborkan berkategori verba dan kata dasarnya (menggemborkan) juga berkategori verba, orang-orang berkategori nomina dan kata dasarnya (orang) berkate- gori nomina pula, sehari-hari berkategori nomina dan kata dasarnya (sehari) berkategori nomina pula, ke-inggris-inggris-an berkategori nomina dan kata dasarnya (inggris) berkategori nomina pula. 59
  • 60. Contoh kata ulang-kata ulang di atas dapat disimpulkan bahwa suatu kata disebut kata ulang jika 1. terdapat bentuk dasar, 2. maknanya berkaitan, dan 3. kategori kata sama. Kata Majemuk Dalam paragraf 1 kutipan di atas terdapat satuan bahasa tulisan tangan. Satuan bahasa tulisan tangan memiliki makna ‘yang ditulis dengan tangan’. Satuan bahasa tulisan tangan ini membentuk kesatuan makna. Satuan bahasa tulisan tangan terdiri atas dua pokok kata. Pokok kata adalah satuan bahasa yang tidak dapat berdiri sendiri yang berpotensi menjadi kata. Satuan-bahasa tulisan tangan membentuk kesatuan makna sehingga tulisan tidak bisa mewakili tulisan tangan dan tangan juga tidak bisa mewakili tulisan tangan, misalnya tulisan tangan pada kalimat Tulisan tangan itu menyerupai cetakan. bahwa tulisan tidak mewakili Tulisan itu menyerupai cetakan. dan tangan juga tidak bisa mewakili Tangan itu menyerupai cetakan. Dalam paragraf 3 kutipan di atas terdapat satuan bahasa orde baru ‘masa pemerintahan dengan sistem baru di Indonesia yang berlangsung sejak 11 Maret 1966’. Satuan bahasa orde baru disebut kata majemuk karena orde baru membentuk satu-kesatuan makna, jika ditelusuri makna unsur-unsurnya: orde ‘sistem (pemerintahan)‘ dan baru ‘belum pernah ada (dilihat) sebelumnya’. Satuan bahasa yang terdiri atas dua pokok kata atau lebih yang membentuk kesatuan makna disebut kata majemuk. 60 Perlatihan: 1. Tentukan kata ulang dari suatu wacana! 2. Tentukan bagian-bagian pada kata ulang yang berasal dari suatu wacana! Analisislah kata ulang itu!
  • 61. Satuan bahasa centang perenang ‘letak tidak beraturan/malang melintang/carut marut’ tidak dapat ditelusuri makna unsur-unsurnya: centang /céntaŋ/ ‘memukul (menempeleng)’ atau ‘tanda koreksi’ dan perenang ‘orang yang berenang’. Artinya, centang tidak bisa mewakili centang perenang dan perenang juga tidak bisa mewakili centang perenang. Satuan bahasa centang perenang membentuk idiom. Uji Kompetensi 1. Uraikan kata turunan terutama, mengungkapkan, percakapan, perumahan, sehari-hari, orang-orang Indonesia, ke-inggris-ing- gris-an, sempat-sempatnya, “virus” bahasa Inggris atas bagian- bagiannya! 2. Kata-kata pada nomor 1 berasal dari wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish”. Jelaskan bagian-bagian kata turunan pada nomor 1! 61 Perlatihan: 1. Tentukan kata majemuk dari suatu wacana! 2. Tentukan bagian-bagian pada kata majemuk yang berasal dari suatu wacana! Jelaskan perihal kata majemuk yang telah ditentukan!
  • 62. BAB … MORFOFONEMIK A. Capaian Pembelajaran (CPL) dan Indikator Morfem terikat yang melekat pada morfem bebas/morfem bebas terikat mengalami gejala fonologis. Artinya, fonem anggota morfem terikat dan fonem anggota morfem bebas/morfem bebas terikat yang bersinggungan atau berdekatan mengalami gejala fonolo- gis. Gejala fonologis ini perlu dikenali dan dipahami agar ucapan kata turunan bisa tepat. Capaian Pembelajaran Umum, setelah mahasiswa menyelesaikan kegiatan pembelajaran, maka mahasiswa menentukan morfofonemik kata turunan berafiks dalam kalimat yang berasal dari wacana. Indikator, bahwa capaian-pembelajaran terpenuhi jika mahasiswa mampu: • Menjelaskan pengertian morfofonemik, • Menentukan morfofonemik kata turunan berafiks dalam wacana, • Menyebutkan macam-macam morfofonemik kata turunan berafiks, • Membuat contoh kata turunan berafiks atas macam-macam morfo- fonemik, • Menentukan fenomena morfofonemik, dan • Menjelaskan fenomena morfofonemik. B. Gambaran Umum Materi Kata berafiks (morfem terikat) ada yang tidak terjadi gejala fonologis, terjadi satu gejala fonologis, atau beberapa gejala fonologis. Gejala fonologi pada kata berafiks: berprefiks, berinfiks, bersufiks, dan berkonfiks Jika kata turunan berafiks dalam wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!” dicermati, kata-kata turunan itu terjadi gejala 62
  • 63. fonologis pada fonem-fonem anggota morfem yang bersinggungan atau berdekatan. Kata turunan membuat beranggotakan [meN-] dan buat. Morfem [meN-] direalisasi berupa mem- karena melekat pada kata yang berfonem awal /b/ sehingga berujud membuat. Nasal (N) anggota morfem [meN-] terjadi gejala fonemik, yaitu (N) pada meN- berujud /m/ karena meN- melekat pada kata yang berfonem awal /b/. Gejala fonologis pada fonem yang bersinggungan atau berdekatan anggota morfem yang bergabung disebut morfofonemik. Kata Berprefiks Bentuk tunggal dapat dilekati afiks. Afiks yang dilekatkan pada depan satuan-bahasa (bentuk tunggal), misalnya ber- + tamu  bertamu, disebut prefiks. Afiks yang dilekatkan pada belakang bentuk (dasar), misalnya tulis + –kan  tuliskan, disebut sufiks. Afiks yang dilekatkan pada tengah bentuk (dasar), misalnya gigi + -er-  gerigi, disebut infiks. Satu afiks yang dilekatkan secara terpisah pada depan dan belakang kata (morfem dasar) yang membentuk kesatuan makna, misalnya ke--an + ada  keadaan disebut konfiks. Fonem-fonem anggota morfem pada kata turunan berprefiks terjadi morfofonemik dengan klasifikasi yang berikut: (1) gejala fonemik zero (Ø) berbahasa  ber - + bahasa dibuat  di- + buat swalayan  swa- + layan bernama  ber- + nama bertambah  ber- + tambah terkenal  ter- + kenal dikarang  di- + karang ditulis  di- + tulis berjudul  ber- + judul dianggap  di- + angap 63
  • 64. terbaru  ter- + baru diberi  di- + beri berbeda  ber- + beda diambil  di- + ambil mengganti  meng- + ganti awas!!! (hal 30) Fonem-fonem yang bersinggungan dari anggota morfem yang bergabung tidak terjadi gejala fonemik. Fonem-fonem itu tetap dalam kesatuan, tidak terjadi pengubahan fonem, penambahan fonem, penghilangan fonem mapun penggeseran fonem. Dengan kata lain, penggabungan morfem terikat dan morfem bebas tidak terjadi gejala fonemis atau gejala fonemis zero (Ø). (2) Pengubahan fonem membuat  meN- (mem-) + buat pembawa  peN- (pem-) + bawa mempermudah  meN- (mem-) + per- + mudah Fonem anggota morfem berubah setelah bergabung dengan morfem lain, misalnya meN- berujud mem- karena meN- melekat pada morfem buat yang berfonem awal /b/. (3) Penghilangan fonem melarang  meN- (me-) + larang merancang  meN- (me-) + rancang Nasal (N) anggota morfem [meN-] tidak direalisasi atau hilang karena morfem terikat [meN-] melekat pada morfem larang yang berfonem awal /l/ dan pada rancang yang berfonem awal /r/. (4) Penggeseran fonem mengaku  meng- + aku /mə-ŋaku/ 64
  • 65. mengubah  meng- + ubah /mə-ŋubah/ berubah  ber- + ubah /bə-rubah/ berusaha  ber- + usaha /bə-rusaha/ berarti  ber- + arti /bə-rarti/ Fonem akhir anggota morfem terikat bergeser ke bentuk dasarnya, misalnya fonem /ŋ/ realisasi (N) anggota morfem terikat [meN-] menggeser ke morfem bebas (bentuk dasar) aku sehingga menjadi /mə–ŋaku/. (5) Gejala fonem kompleks menyentil  meN- (meny-) + (s)entil /mə-ñəntIl/ memakai  meN- (mem-) + (p)akai /mə-makay/ penulis  peN- (pen-) + tulis /pə-nulIs/ pemakai  peN- (pem-) + (p)akai /pə-makay/ penonton  peN- (pen-) + (t)onton /pə-nonton/ menengah  meN- (men-) + (t)engah /mə-nəŋah/ menurut  meN- (men-) + (t)urut /mə-nurUt/ menyambut meN- (meny-) + (s)ambut /mə-ñambUt/ memancing meN- (mem-) + (p)ancing /mə-mancIŋ/ pengarang  peN- + (k)arang /pə-ŋaraŋ/ menyangkut meN- (meny-) + (s)angkut /mə-ñaŋkUt/ Penggabungan morfem terikat dan morfem bebas di atas menyebabkan gejala fonemis kompleks. Misalnya kata turunan menyentil, bahwa kata menyentil terjadi gejala fonemis: (a) pengubahan nasal (N) pada morfem terikat [meN-] menjadi /ñ/, (b) fonem /ñ/ anggota morfem [meN-] bergeser ke morfem dasar sehingga menjadi /mə-ñəntIl/ (dalam tuturan lisan), dan (c) penghilangan fonem /s/ anggota morfem bebas sentil 65 Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan berprefiks dari suatu wacana! 2. Tentukan macam-macam morfofonemik pada kata turunan berprefiks yang berasal dari suatu wacana!
  • 66. Kata Berinfiks Dalam wacana “Satu Bahasaku, Bahasa Indonenglish!” tidak ada kata berinfiks. Data yang dimunculkan atau dibuat oleh penulis, misalnya -el-, -er-, -em- yang masing-masing melekat pada bentuk: gembung + -el-  gelembung gigi + -er-  gerigi getar + -em-  gemetar Secara morfologis, infiks mengalami penggeseran fonem anggota morfem terikat ke bagian bentuk dasarnya. Fonem /ə/ pada anggota infiks –el- menggeser ke fonem /g/ pada gembung, sedangkan fonem /l/ pada anggota infiks –el- menggeser ke fonem /ə/ pada gembung. Secara morfologis, fonem /ə/ pada anggota infiks –er- menggeser ke fonem /g/ pada gigi, sedangkan fonem /r/ pada anggota infiks –er- menggeser ke fonem /i/ pada gigi. Juga, fonem /ə/ pada anggota infiks –em- menggeser ke fonem /g/ pada getar, sedangkan fonem /m/ pada anggota infiks –em- menggeser ke fonem /ə/ pada getar. Kata Bersufiks (1) Penggeseran fonem anjuran  anjur + -an /anju-ran/ karangan  karang + -an /kara-ŋan/ Fonem akhir anggota morfem bebas menggeser ke morfem terikat, bahwa (a) fonem /r/ anggota morfem bebas anjur /anjUr/ menggeser ke sufiks –an sehingga menjadi /anju-ran/, dan (b) fonem /η/ anggota morfem bebas karang /karaŋ/ menggeser ke sufiks –an sehingga menjadi /kara-ηan/. 66
  • 67. Fenomena: jika diamati lebih saksama, selain terjadi penggeseran fonem, bahwa variasi fonem /U/ pada /anjUr/ berujud fonem /u/ pada /anju-ran/, (2) Penghilangan fonem komentator  komenta(r) + -tor Fonem /r/ anggota morfem komentar mengalami penghilangan setelah pelekatan morfem terikat –tor. Kata Berkonfiks (1) Gejala Fonemis Kompleks Gejala fonemik kompleks terjadi jika pelekatan afiks pada bentuk dasar terjadi lebih dari satu gejala fonemis, misalnya: pemakaian  peN--an (pem--an) + (p)akai + -an /pə-makay-yan/ perumahan  per--an (pe--an) + rumah /pə-ruma-Xan/ pemberian  peN--an (pem--an) + beri /pəmbəri-yan/ penamaan  peN--an (pe--an) + nama /pə-nama?an/ pemasaran  peN--an (pem--an) + (p)asar /pə-masa-ran/ pertengahan  per--an + tengah /pərtəŋa-Xan/ Penggabungan morfem terikat dan morfem bebas di atas menyebabkan gejala fonemis kompleks. Misalnya kata turunan 67 Perlatihan: 1. Tentukan kata turunan bersufiks dari suatu wacana! 2. Tentukan macam-macam morfofonemik pada kata turunan bersufiks yang berasal dari suatu wacana!
  • 68. pemakaian, bahwa kata pemakaian terjadi gejala fonemis (a) pengubahan fonem /η/ pada morfem peN--an menjadi fonem /m/, (b) fonem /m/ anggota morfem pem- bergeser ke morfem bebas sehingga menjadi /pə-makay-yan/ (dalam tuturan lisan), dan (c) penghilangan fonem /p/ anggota morfem bebas pakai. Fenomena: jika diamati lebih saksama, fonem /h/ menggeser ke bagian konfiks dan fonem /h/ berujud /X/. (2) Penggeseran fonem penginapan  peN--an + inap /pə-ŋina-pan/ percakapan  per--an +cakap /pərcaka-pan/ keotoriteran  ke--an + otoriter /kəotorite-ran/ perkantoran  per--an + kantor /pərkanto-ran/ bertaburan  ber—an + tabur /bərtabu-ran/ persimpangan  per--an + simpang /pərsimpa-ŋan/ perempatan  per--an + empat /pərəmpa-tan/ percakapan  per--an + cakap /pərcaka-pan/ keakraban  ke--an + akrab /kəakra-ban/ Fonem-fonem anggota suatu morfem menggeser ke anggota morfem yang lain, misalnya fonem /η/ anggota morfem terikat peN--an /pəŋ-- an] + inap menggeser ke morfem bebas dan fonem akhir /p/ anggota morfem bebas menggeser ke morfem terikat (bagian akhir konfiks). (3) Penambahan fonem perbelanjaan  per--an + belanja /pərbəlanja?an/ penggunaan  peN--an + guna /pəŋguna?an/ kesederhanaan  ke--an + sederhana /kəsədərhana?an/ Morfem terikat dan morfem bebas bergabung dan terjadi penambahan fonem di antara morfem-morfem itu, misalnya per--an bergabung dengan belanja terjadi penambahan fonem /?/ sehingga menjadi /pərbəlanja?an/. (4) Gejala fonemis zero 68
  • 69. pertokoan  per--an + toko Fonem-fonem anggota morfem terikat maupun morfem bebas tidak terjadi gejala fonemis (gejala fonemis zero). Uji Kompetensi 1. Jelaskan pengertian morfofonemik! 2. Tentukan morfofonemik kata turunan berafiks dalam wacana “Satu bahasaku, Bahasa Indonenglish!”, yaitu: a. pembantaian b. persamaan c. perubahan d. terbawa e. membelajarkan g. jangkauan 3. Sebutkan macam-macam morfofonemik kata turunan berafiks! 4. Buatlah contoh kata turunan berafiks atas macam-macam morfofo- nemik yang disebutkan pada nomor 3! 5. Tentukan fenomena morfofonemik! 6. Jelaskan fenomena morfofonemik pada nomor 5! 69 Perlatihan: Tentukan macam-macam morfofonemik pada kata turunan berkonfiks yang berasal dari suatu wacana!