3. Diterbitkan Oleh:
Direktorat Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS
Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial - Kementerian Kehutanan
Gd. Manggala Wanabakti, Blok I Lt.I3
Jl. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270
Telp : 021 5730151
Fax : 0215731839
Didukung Oleh :
Strengthening Community-Based Forest and Watershed Management Project (SCBFWM)
Proyek Penguatan Pengelolaan Hutan dan DAS Berbasis Masyarakat
Email : info@scbfwm.org
Website : www.scbfwm.org
Penyusun Modul :
Sutadi Sastrowihardjo
PANDUAN PENGELOLAAN DAS MIKRO
BERBASIS MASYARAKAT
Panduan ini disusun atas dasar pembelajaran dari Proyek Penguatan Pengelolaan Hutan
dan DAS Berbasis Masyarakat/ Strengthening Community-Based Forest and Watershed
Management (SCBFWM) Project in Indonesia. SCBFWM merupakan proyek kerjasama
Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial (BPDASPS) Kementerian
Kehutanan dengan UNDP Indonesia dengan dana hibah dari Global Environment
Facilities (GEF)
Maret 2015, Cetakan Pertama
VI + 71 halaman
PERPUSTAKAAN NASIONAL : KATALOG DALAM TERBITAN
ISBN : 978-602-14678-6-2
4. Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa dengan izin-Nya
buku Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat ini dapat diterbitkan
untuk pihak-pihak yang berkepentingan khususnya dalam upaya Pengelolaan
DAS di Indonesia.
Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat pada prinsipnya
menggunakan pendekatan bottom up, dengan memberdayakan masyarakat
setempat untuk mengelola lahan usahanya dan atau hutan disekitarnya yang
merupakan bagian suatu DAS. Tujuannya untuk memperbaiki dan meningkatkan
produksi lahan dan hutan sekaligus perbaikan lingkungan guna memenuhi
kebutuhan hidupnya secara berkelanjutan. Untuk mencapai hasil yang optimal,
perlu dilakukan pemberdayaan dan pendampingan kepada masyarakat oleh
pemerintah dan lembaga lain yang sesuai dengan kondisi setempat.
Panduan ini menjelaskan secara detail proses-proses yang perlu
dipersiapkan dalam pengelolaan DAS Mikro dengan melibatkan masyarakat
sebagai pelaku utama seperti menyiapkan organisasi kelompok, menumbuhkan
kesadaran masyarakat, identifikasi dan inventarisasi potensi sumberdaya,
pelatihan keterampilan dan monitoring serta evaluasi kegiatan.
Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat ini disusun antara
lain atas dasar pembelajaran dari Proyek Penguatan Pengelolaan Hutan dan DAS
Berbasis Masyarakat/ Strengthening Community-Based Forest and Watershed
Management (SCBFWM) yang dilaksanakan oleh Ditjen Bina Pengelolaan DAS
dan Perhutanan Sosial, di enam propinsi sejak tahun 2009.
Atas selesainya buku ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam penulisannya dan semoga bermanfaat
untuk pembacanya.
Direktur PEPDAS, Kementerian Kehutanan
Sekaligus Sebagai
National Project Director (NPD) SCBFWM
Ir. Djati Witjaksono Hadi, M.Si
5.
6. DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................. iii
Pendahuluan.......................................................................................... 1
A.. Latar Belakang ................................................................................ 1
B.. Maksud dan Tujuan......................................................................... 3
C.. Dasar Hukum................................................................................... 4
D..Substansi ........................................................................................ 5
E.. Konsep Dasar.................................................................................. 5
F.. Pengertian....................................................................................... 9
G.. Tujuan Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat (PDASBM) ............ 11
H.. Manfaat Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat (PDASBM) ......... 11
I.. Pembangunan Model DAS Mikro Berbasis Masyarakat................. 12
Persiapan............................................................................................... 13
A.. Pembentukan Pokmas CBO............................................................ 13
B.. Pemberdayaan Kelompok Masyarakat CBO Desa .......................... 15
C.. Sosialisasi Pembangunan MDM...................................................... 16
D.. Penggunaan Cara/Teknik Lokal Untuk Pembangunan MDM. ....... 18
E.. Pendidikan dan Pelatihan ............................................................... 19
F.. Menjaga Keberlanjutan. ................................................................. 19
Pemilihan Lokasi MDM........................................................................... 21
A.. Dukungan Masyarakat Setempat.................................................... 21
B.. Dukungan Pemda Kabupaten/Kota ................................................ 22
7. Perencanaan Pembangunan MDM......................................................... 24
A.. Pengumpulan data dan Informasi................................................... 25
B.. Masalah .......................................................................................... 27
C.. Alternatif Program dan Kegiatan .................................................... 31
D.. Rencana pembangunan MDM ...................................................... 36
Pelaksanaan Pembangunan MDM.......................................................... 41
A.. Rancangan Kegiatan ....................................................................... 42
1.. Identifikasi Ciri Tapak Kegiatan................................................. 42
2.. Penyusunan Dokumen Rancangan........................................... 43
3.. Legalisasi Rancangan Kegiatan................................................. 43
B.. Kegiatan Fisik pada Areal MDM ..................................................... 45
C.. Penguatan Kelembagaan Pokmas/CBO ......................................... 46
D.. Keberlanjutan CBO.......................................................................... 50
Monitoring dan Evaluasi MDM............................................................... 52
A.. Informasi Dasar .............................................................................. 53
B.. Monitoring dan Evaluasi pada Tingkat DAS Mikro (MDM)............. 53
1.. Kriteria Penggunaan Lahan...................................................... 54
2.. Kriteria Tata Air......................................................................... 54
3.. Kriteria Sosial-Ekonomi-Kelembagaan..................................... 54
C.. Monitoring dan Evaluasi pada Tingkat Rumah Tangga dan Tingkat
Hamparan (Petak)........................................................................... 56
1.. Monitoring dan Evaluasi pada Tingkat Rumah Tangga............ 56
2.. Monitoring dan Evaluasi pada Tingkat Hamparan (Petak)....... 56
D.. Evaluasi Intervensi Program dan Kegiatan...................................... 57
E.. Peralatan dan Personel................................................................... 57
1..Peralatan.................................................................................. 57
2..Personel.................................................................................... 58
F. Monitoring dan Evaluasi Partisipatif............................................... 59
PENUTUP............................................................................................... 71
8. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pengelolaan DAS (PDAS) pertama kali dikenal pada Proyek Pengelolaan
DAS Solo Hulu Departemen Pertanian dengan bantuan FAO/UNDP di Solo,
Jawa Tengah dengan nama Upper Solo Watershed Management and Upland
Development Project (Proyek TA- INS/72/006) selama 5 tahun (1973-1978)
tahap pertama dan kedua (INS/78/011) tahun 1979-1983 selain bertujuan
merehabilitasi hutan dan lahan rusak dibagian hulu dan pengembangan lahan
kering juga dibarengi dengan kegiatan sosial ekonomi masyarakat pedesaan bagian
hulu DAS Bengawan Solo guna menanggulangi banjir besar Bengawan Solo
yang merendam kota Solo dan kota-2 di bagian hilir di Jawa Timur pada tahun
1966/1967. Sementara Departemen PU melakukan pembangunan waduk serba
guna Gajah Mungkur, Wonogiri dari tahun 1976 sampai berfungsi tahun 1981.
Pengalaman PDAS bantuan FAO/UNDP tahun 1973 di Solo menunjukkan
bahwa guna menanggulangi permasalahan banjir diperlukan penanganan
multidisiplin dari berbagai bidang/keahlian (Kehutanan, Agronomist, Home
gardening/Pekarangan, Konservasi Tanah, Hidrologist, Ekonomist, Ahli
Penyuluhan/Pendidikan) dan melibatkan berbagai sektor/instansi terkait
diantaranya: Perum Perhutani, Dinas Pertanian, Dinas Pengairan, Proyek PU,
dan Pemda setempat selama periode proyek dengan bantuan hibah pertama setelah
Indonesia masuk keanggotaan kembali PBB. PDAS yang menangani kegiatan
berbagai sektor dan antar disiplin/keahlian dari awalnya sudah terintegrasi/terpadu,
dengan demikian pengertian PDAS memang harus terpadu. Secara teknis PDAS
Solo bantuan hibah dengan penerapan teknik KTA telah berhasil mengendalikan
laju erosi dan limpasan air/run off (sumber bencana banjir) seperti pembuatan
teras bangku/penterasan ternyata dapat menurunkan tingkat erosi dari 2.9 mm/th
9. 2 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
menjadi 0.2 mm/th di Sub DAS Dumpul dan dari 2.0 mm/th menjadi 0.1 mm/
th di Sub DASTapan. Sementara tingkat limpasan air/larian (run off) masing2 Sub
DAS turun dari 80% menjadi 40% dan 75% menjadi 30% (Solo /TA FAO, 1975).
Perkembangan selanjutnya sejak keluarnya Instruksi Presiden No 4 tahun
1976, tentang Reboisasai dan Penghijauan atau lebih dikenal dengan istilah
proyek Inpres Reboisasi dan Penghijauan yang kegiatannya adalah melakukan
penanaman jenis tanaman kayu2an pada tanah kosong dan rusak dikawasan hutan
dan dilahan milik masyarakat pada wilayah DAS yang tersebar di Indonesia.
Kegiatan ini dari tahun ketahun mengalami peningkatan dan penyempurnaan
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dan perencanaannya dilakukan oleh
Proyek Perencanaan dan Pengelolaan Reboisasai dan Penghijauan DAS (P3RPDAS)
yang kemudian pada tahun 1983/1984 dilakukan oleh Balai/Sub Balai Rehabilitasi
Lahan dan Konservasi Tanah DAS (BRLKT DAS) menyusul terbentuknya
Departeman Kehutanan, sedangkan pelaksanaan kegiatan dilapangan oleh Pemda.
Terkait dengan penyelenggaran Proyek Inpres Reboisasi dan Penghijauan ditingkat
Pusat dibentukTim Koordinasi yang beranggotakan departemen terkait (7) yaitu:
Dalam Negeri/Bangda, Pertanian/Tan pangan, PU/Pengairan, Lingkungan Hidup,
Bappenas, Keuangan dan Kehutanan/RRL sampai dengan berakhirnya order baru.
Pada era reformasi kegiatan reboisasi dan penghijauan lebih digalakkan dengan
keluarnya SKB 3 Menko Perekonomian, Kesra dan Polkam pada tahun 2003
tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) tahap pertama
tahun 2003-2007, yang dilanjutkan dengan keluarnya Peraturan Presiden No 89
tahun 2007 dan gerakan massal sebagaimana dikenal dengan Hari Menanam
Pohon pada tanggal 28 November 2008 didasarkan atas keputusan Presiden No.24
tahun 2008. Gerakan massal menanam yang terus meluas sebagai tindak lanjut
peraturan Menteri Kehutanan No.P.25/Menhut-II/2010 melalui penanaman
1 miliar pohon yang dikenal dengan OBIT (One Billion Indonesian Trees)
membahana keseluruh penjuru negeri.
Pengelolaan DAS yang diselenggarakan sampai sekarang dan terus
dikembangkan keseluruh wilayah Indonesia diutamakan pada DAS Prioritas, yang
diawalnya dalam rangka pengendalian banjir dan sedimentasi Bengawan (=sungai
besar) Solo. Namun sampai sekarangpun kejadian banjir dan sedimentasi setiap
tahun tak pernah henti bahkan meluas ke wilayah DAS baik di Jawa maupaun
luar Jawa. Pada tahun 1985 sebanyak 22 DAS ditetapkan sebagai DAS Super
Prioritas, dan pada pembangunan lima tahun kedepan 2009-2014 sebanyak 108
DAS ditetapkan sebagai DAS Prioritas yang memerlukan prioritas penanganan.
Kesemua program dan kegiatan dilaksanakan secara nasional sepanjang 40 ta
hunan yang tak pernah henti bahkan meningkat terus seiring dengan permasalah
10. 3Pendahuluan
an degradasi hutan dan lahan DAS yang semakin meluas dengan laju deforest
tasi sekitar 1,089 juta ha per tahun, yang menyebabkan masih luasnya lahan kritis
men capai sekitar 30.2 juta ha tersebar pada DAS DAS di Indonesia yang harus
ditanggulangi dan rehabilitasi karena sangat berpengaruh dan mengganggu ekosistim
DAS dalam menjalankan fungsinya terutama dalam mengatur tata air DAS .
Penyelenggaraan PDAS yang cukup panjang dengan berbagai permasalahan
yang komplek melibatkan banyak pihak bukan hanya teknis dan non teknis namun
perlu juga diketahui masalah mendasar secara langsung dari aktor utama pelaksana
kegiatan PDAS yaitu masyarakat paling bawah pemilik maupun pengarap lahan
yang berdomisili didalam DAS tersebut. Apakah pengelolaan DAS selama ini benar
benar sesuai dengan keinginan usulan, dan aspirasi mereka ?, apakah pengelolaan
dari kegiatan tersebut dapat memperbaiki dan meningkatkan pendapatan serta
taraf kehidupan mereka secara berlanjut?.
Dengan adanya bantuan hibah UNDP/GEF kembali setelah proyek Solo
40 tahun yang lalu, yaitu dalam bentuk proyek Strengthening Community Based
Forest and Watershed Management (SCBFWM) atau lebih dikenal dengan
Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat dalam waktu 5 tahun (2010-2014)
diharapkan dapat membantu percepatan upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan
DAS agar DAS DAS dapat berfungsi dengan baik sebagai media produksi guna
pemenuhan berbagai sektor pembangunan nasional dan yang lebih penting
peningkatan pendapatan masyarakat lokal yang kesemuanya menuju kesejahteraan
rakyat secara berkelanjutan.
B. Maksud dan Tujuan
Berdasar pembelajaran dari proyek SCBFWM yang berjalan selama 2 tahun
dan pengalaman para kelompok masyarakat setempat (CBO) dari 6 lokasi proyek
yang beragam kondisi karakteristik DAS nya, dihimpun untuk dijadikan rujukan
penyusunan panduan “Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat” melalui kegiatan
pokmas CBO dalam lingkup wilayah administratif Desa.
Maksud disusunnya panduan adalah untuk memberikan arahan bagi pihak
yang berwenang dan terkait dalam pengelolaan DAS berbasis masyarakat yang
dapat digunakan sebagai rujukan/acuan guna pelaksanaan dilapangan.
Tujuan penyusunan panduan adalah terlaksananya pengelolaan DAS Berbasis
Masyarakat dengan baik, efektif dan efisien
11. 4 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
C. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konsevasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 jct Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 tentang Kehutanan.
4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jct Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.
6. Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
8. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber
Daya Air
9. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 Tentang Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan
10. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
11. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.26/Menhut-II/2010 tentang
Perubahan terhadap Peraturan Nomor P.70/Menhut-II/2008 tentang
Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL)
12. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.32/Menhut-II/2009 tentang Tata
Cara Penyusunan Rencana Teknik RHL DAS (RTk RHL DAS).
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.39/Menhut-II/2009 tentang Rencana
Pengelolaan DAS Terpadu
14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.37/Menhut-II/2010 tentang Tata
Cara Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lah
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.37/Menhut-II/2010 tentang Tata
Cara Penyusunan Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan
16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:P.39/Menhut-II/2010 tentang Pola
Umum, Kriteria, dan Standar Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan.
17. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.37/Menhut-II/2007 jucto Nomor:
P. 18/Menhut-II/2009 jucto Nomor: P.13/Menhut-II/2010 tentang Hutan
Kemasyarakatan.
12. 5Pendahuluan
18. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.49/Menhut-II/2008 jucto Nomor:
P. 14/Menhut-II/2010 jucto Nomor: P.53/Menhut-II/2011 tentang Hutan
Desa.
19. Peraturan Dirjen RLPS Nomor: P.04/V-Set/2009 tentang Pedoman
Monitoring dan Evaluasi DAS.
20. Peraturan Dirjen RLPS Nomor: P.15/V-Set/2009 tentang Pedoman
Pembangunan Mikro DAS Model (MDM).
D. Substansi
Substansi yang terkandung di dalam Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat
(PDASBM) meliputi: konsep dasar, pelibatan masyarakat dalam setiap tahapan
pengelolaan DAS mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasinya.
E. Konsep Dasar
1. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan satu kesatuan sungai dan
anak-2 sungainya yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas didarat
merupakan pemisah topografis dan batas dilaut sampai dengan perairan yang
masih terpengaruh aktifitas daratan (UU No7 th 2004), merupakan ekosistem
alam dimana masukan berupa curah hujan, kedalam sistim DAS meliputi
vegetasi, tanah dan air dan kandungan didalamnya bertindak sebagai prosesor
sementara keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen.
2. Perubahan tata guna lahan di daerah hulu, disertai kegiatan pengolahan lahan,
dan peningkatan pembangunan mendorong peningkatan aktifitas manusia
didalam DAS akan memberikan dampak berupa perubahan jumlah debit
air dan kandungan sedimen serta material yang dikandungnya didaerah
hilir. DAS bagian hulu (terminologi US: watershed) seharusnya menjadi
fokus pengelolaan DAS mengingat daerah hulu dan hilir yang mempunyai
keterkaitan biofsik melalui daur hidrologi. Dengan demikian, pengelolaan
DAS merupakan upaya mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya
alam terutama vegetasi, tanah dan air dengan sumber daya manusia di
DAS dan segala aktifitasnya untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan jasa
lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian ekosistem DAS.
3. Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau
optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional
13. 6 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan
indikator utama yaitu aliran sungai pada outletnya. Pengelolaan DAS
merupakan kegiatan menggunakan semua sumber daya alam/biofisik yang
ada, sosial-ekonomi secara rasional untuk menghasilkan produksi yang
optimal dalam waktu yang tidak terbatas (sustainable), menekan bahaya
kerusakan seminimal mungkin dengan hasil akhir kuantitas dan kualitas air
yang memenuhi persyaratan (N. Sinukaban, 2000). Pemanfaatan sumber
daya alam didalam DAS secara berkelanjutan dan tidak membahayakan
lingkungan disekitarnya juga merupakan tujuan dari pengelolaan DAS.
4. Kejadian banjir dan sedimentasi yang terus berlanjut sampai sekarang ini tidak
lepas dari masalah DAS bagian hulu dimana pola penggunaan lahan dan cara
pengolahan nya kurang tepat atau kurang menerapkan kaidah konservasi tanah
dan air. Pola usaha tani di bagian hulu DAS yang dilakukan oleh masyarakat
yang sebagian besar adalah petani lahan kering pada hakekatnya tidak
terlepas dari kondisi sosial ekonomi penduduk setempat dengan resources/
kemampuan terbatas hingga tidak mampu melakukan pengolahan lahan sesuai
dengan kemampuan/daya dukung lahan dan penerapan konservasi tanah dan
air.
5. Pada awalnya, pembangunan menitik beratkan pertumbuhan ekonomi
nasional, maka pembangunan berbagai sektor menggunakan pendekatan
Top Down, dari pusat pemerintahan secara instruksional dan lebih
mengutamakan aspek teknis dibanding non teknisnya/sosial demi mengejar
dan mencapai target, termasuk bidang RHL dimana penduduk/masyarakat
setempat direkrut sebagai tenaga upah/buruh semata hingga kentara hasilnya
bersifat jangka pendek. Pembuatan bangunan konservasi tanah meskipun
dilahan milik penduduk dikerjakan dengan tenaga buruh yang diupah seperti
pada pembuatan konstruksi/bangunan lainnya dengan kurang mempedulikan
apakah lokasi bangunan ada didalam atau diluar lahan milik masyarakat (dam
pengendali, dam penahan, gully plug/pengendali jurang, dll), dan setelah
proyek selesai tak ada lagi upah untuk pemeliharaan sehingga bangunan
tersebut tak berfungsi bahkan rusak/dicuri peralatannya sampai tak berbekas.
Akibatnya kerusakan terus berlanjut dan bahkan makin meluas karena absenya
pemeliharaan menunggu datangnya proyek baru.
6. Pendekatan baru yang dikenal dengan “bottom up” dengan memposisikan
masyarakat lokal/setempat, para pemilik lahan menjadi subjek kegiatan (bukan
objek) guna menanggulangi kerusakan hutan dan lahan. Mereka/masyarakat
setempat yang paling tahu asal usul status lahan, pola penggunaan lahan dan
cara mengolah dan merawatnya sejak lama secara adat (kearifan lokal) turun
14. 7Pendahuluan
menurun. Untuk itu, mereka perlu diberi kepercayaan untuk ikut menangani
sedari awal, mulai dari persiapan, merencanakan, melaksanakan, merawat,
memantau dan mengevaluasi keseluruhan proses pengelolaan sampai
memanen hasil/produksinya untuk diambil dinikmati bersama keluarganya.
Masyarakat setempat diberi kepercayaan penuh, dengan demikian ada rasa
memiliki memelihara dengan sungguh-2 yang hasil usahanya untuk mereka
sendiri dan digunakan meningkatkan kesejahteraan keluarganya secara
berkelanjutan. Sejalan dengan tuntutan perubahan pendekatan tersebut,
UNDP/GEF memberikan bantuan hibah melalui proyek SCBFWM
(penguatan pengelolaan Hutan dan DAS berbasis masyarakat).
7. Aparat Pemerintah dari pusat, propinsi sampai kabupaten/kota dan aparat
dilapangan sesuai dengan funsi tugas dan kewenangannya wajib memfasilitasi
masyarakat setempat yang bertujuan untuk 1) meningkatkan kemampuan
administartif dalam mengelola organisasi pokmas CBO; 2) memberikan
bekal/ kemampuan teknis dalam pengelolaan DAS mulai perencanaan,
pelaksanaan, pemeliharaan sampai monevnya; 3) meningkatkan kualitas
SDM melalui pengembangan pengetahuan/teknologi tepat guna, kemampuan
dan ketrampilan terkait dengan pengelolaan DAS; 4) memberikan informasi
pasar dan modal dalam meningkatkan daya saing dan pengembangan usaha
paska panen.
8. Fasilitasi dimaksud dilakukan melalui: 1) pengembangan kelembagaan pokmas
CBO setempat; 2) pendidikan dan pelatihan; 3) akses dan jaminan terhadap
pasar dan modal; 4) pengembangan usaha paska panen; 5) penyediaan tenaga
pendamping, fasilitator dan supervisor lapangan. Pelaksanaan fasilitasi dapat
dibantu dengan pihak lain terkit dengan kegiatan pengelolaan DAS, seperti
LSM, Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitaian dan Pengabdian Masyarakat,
Lembaga Keuangan, Koperasi, BUMN/BUMD, Swasta, dan para pihak
lainnya dengan tujuan membimbing, mendorong, memberdayakan
masyarakat setempat, membina dan meyakinkan bahwa hasil kegiatan
masyarakat tersebut sepenuhnya hak masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
mereka sendiri hingga mereka tanpa ragu-2 dengan optimistis terus bekerja
mengelola lahannya dengan baik, mengikuti aturan yang berlaku.
9. Pengelolaan DAS yang Berbasis Masyarakat menggunakan pendekatan
bottom up, dengan memberdayakan masyarakat setempat untuk mengelola
lahan usahanya di bagian kecil DAS untuk memperbaiki dan meningkatkan
produksi lahannya sekaligus perbaikan lingkungan nya guna memenuhi
kebutuhan hidupnya secara berkelanjutan. Perbaikan lingkungan lahan usaha
masyarakat setempat yang merupakan bagian kecil dari DAS (mikro DAS)
15. 8 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
bila dikelola secara baik sesuai dengan daya dukungnya dengan menggunakan
kaidah konservasi Tanah dan Air (KTA) dan diintegrasikan dengan usaha
yang sama oleh masyarakat ditempat lain dalam satu DAS merupakan basis
perbaikan lingkungan yang besar untuk mencapai keberhasilan pengelolaan
DAS.
10. Guna memenuhi tujuan Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat (PDASBM)
maka masyarakat yang terhimpun dalam desa yang merupakan kesatuan
masyarakat hukum berdasarkan atas asal usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (UU No32 th 2004) merupakan masyarakat paling bawah yang
diakui legalitasnya. Masyarakat desa sebagai pemilik lahan dan tinggal dilokasi
kegiatan selayaknya melakukan upaya mengelola lahannya yang masuk dalam
wilayah DAS tersebut. Masyarakat desa secara berkelompok harus menjadi
subyek untuk mengelola DAS diwilayah desanya sejak awal/ persiapan secara
partisipatif kemudian mengimplementasikannya bersama kelompoknya dan
memeliharanya sampai seluruh proses penyelenggaraan pengelolaan DAS
terus berjalan secara berkelanjutan.
11. Pembangunan dengan basis masyarakat seperti pengelolaan DAS yang
berbasiskan masyarakat diarahkan: 1) Timbulnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya partisipasi dalam proses pembangunan; 2) Penggunaan
teknologi yang tepat guna, indigenous technology; 3) Konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) yang merupakan suatu alternatif
paradigma pembangunan baru; 4) Pelibatan LSM; 5) Meningkatkan
kesadaran akan pentingnya pendekatan pengembangan masyarakat dalam
praksis pembangunan (Google 30.12.11: Pembangunan Basis Masyarakat
24.12.09).
12. Keberdayaan masyarakat memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan
mengembangkan. diri untuk mencapai kemajuan. Sebagian besar masyarakat
berdaya adalah individunya memiliki kesehatan fisik, mental, terdidik,
kuat dan berbudaya. Membudayakan masyarakat adalah meningkatkan
harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu lepas
dari kemiskinan, kebodohan, ketidaksehatan, dan ketertinggalan. Untuk
mendorong masyarakat yang berdaya, antara lain dengan cara: menciptakan
iklim atau suasana yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.
Pengembangan daya tersebut dilakukan dengan mendorong, memotivasi,
dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat.
Pembangunan tanpa memperhatikan kharakteristik dan kebutuhan lokal
akan banyak membuang sumber daya secara sia-sia. Faktor lain yang
16. 9Pendahuluan
perlu mendapat perhatian utama adalah kearifan lokal yang memerlukan
inventarisasi, reorientasi, dan reinterpretasi maknanya (Google 30.12.11:
Pembangunan Basis Masyarakat 24.12.09).
13. Untuk implementasi PDASBM, masyarakat yang tergabung dalam kelompok
masyarakat desa (pokmas, CBO) harus menetapkan/memilih lokasi dalam
satuan hamparan yang kompak yang merupakan bagian hulu DAS prioritas
dengan ordo sungai 1 sampai 3 atau yang dkenal dengan Model DAS Mikro
(MDM) dimana terdapat sebaran lahan kritis dalam satuan hamparan disatu
desa atau lebih sebagai ajang kegiatan kelompok yang direncanakan bersama
masyarakat setempat didasarkan atas kondisi biofisik, sosial ekonomi yang
sudah dipahami bersama secara turun menurun tinggal didesanya.
14. Meski demikian pengelolaan oleh CBO desa setempat tetap harus mendapat
pembinaan, arahan, pendampingan dari instansi dan para pihak terkait
sebagai bagian tugas pemerintahan/instansional dan pihak terkait dalam
rangka pemberdayaan masyarakat terutama pengelolaan DAS diwilayah
desanya yang merupakan kesatuan DAS dimana perlakuan pokmas tersebut
akan berdampak pada ekosistim DAS. Pengelolaan DAS yang bersifat multi
disipiln dan multi sektoral serta lintas wilayah administratif, dimana BPDAS
setempat sebagai instansi yang berwenang dalam bidang perencanaan dan
evaluasi PDAS, akan aktif dalam memberikan bantuan dan pembinaan guna
terselenggaranya proses pengelolaan DAS. Data dan informasi serta peta
DAS terkait dengan desa sasaran CBO dalam MDM tersedia di BPDAS
setempat. Hal yang sama juga berlaku bagi instansi terkait lainnya sesuai
dengan kewenangannya.
F. Pengertian
1. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah daratan yang merupakan
kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke danau atau laut secara alami, yang batas didarat merupakan pemisah
topografis dan batas dilaut sampai daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas didaratan.
2. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai utama.
3. Sub Sub DAS adalah bagian Sub DAS yang menerima air hujan dan
mengalirkannya melalui anak anak sungai ke anak sungai ke sungai utama.
17. 10 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
4. Mikro DAS adalah bagian dari Sub Sub DAS yang menerima air hujan dan
mengalirkannya dari daerah tangkapan paling hulu DAS pada sungai orde 1
ke anak anak sungai yang selanjutnya menuju ke sungai utama.
5. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal
balik antara sumberdaya alam (terutama vegetasi, tanah dan air) dengan
manusia dan segala aktivitasnya didalam DAS, agar terwujud kelestarian dan
keserasian ekosistem DAS serta meningkat kemanfaatan sumberdaya alam
nya bagi manusia secara berkelanjutan.
6. Model DAS Mikro (MDM) adalah suatu contoh pengelolaan DAS dalam
skala lapang dengan luas sampai 5.000 ha yang digunakan sebagai tempat
untuk memperagakan proses partisipatif pengelolaan sumber daya alam,
rehabilitasi hutan dan lahan, teknik teknik konservasi tanah dan air, sistem
usaha tani yang sesuai dengan kemampuan lahan, sosial, ekonomi, budaya
dan kelembagaan masyarakat.
7. Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya demikian rupa sehingga
tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media
produksi maupan tata air.
8. Konservasi tanah dan air adalah upaya untuk melindungi, melestarikan,
meningkatkan daya dukung dan produktivitas tanah dan air sebagai penjangga
kehidupan secara berkelnjutan.
9. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, poduktitivitas dan peranannya dalam mendukung sistim penjangga
kehidupan tetap terjaga secara berkelanjutan.
10. Forum DAS adalah wadah koordinasi PDAS, yaitu organisasi para pemangku
kepentingan yang terkoordinasi dan dilegalisasi oleh Presiden, Gubernur, atau
Bupati/walikota sesuai kewenangannya.
11. Para pemangku kepentingan (stakeholders) adalah pihak pihak yang
terkait yang terdiri dari unsur pemerintah dan bukan pemerintah yang
berkepentingan dengan dan patut diperhitungkan dalam pengelolaan DAS.
12. CBO singkatan dari Community Based Organization (CBO) adalah
kelompok masyarakat (pokmas) yang terorganisir berlokasi dan melakukakan
kegiatan pembangunan masyarakat di desa secara legal/sah keberadaannya
dengan akte pendirian oleh Notaris atau pengesahan dengan SK dari Kepala
Desa setempat.
13. Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat (PDASBM) adalah pengelolaan DAS
dengan pendekatan bottom up, melalui kelompok masyarakat (pokmas) atau
18. 11Pendahuluan
CBO desa sebagai subjek/pelaku utama bersama para pemangku kepentingan
mengelola sumber daya alam terutama lahan miliknya dalam satuan hamparan
mikro DAS dengan penerapan kaidah konservasi tanah dan air (KTA) guna
memulihkan fungsi DAS dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat secara berkelanjutan yang kemudian dikembangkan sampai kesatuan
wilayah DAS.
G. Tujuan Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat (PDASBM)
Pengelolaan DAS merupakan kegiatan menggunakan sumber daya alam,
sosial-ekonomi DAS secara rasional untuk menghasilkan produksi yang optimal
dan hasil akhir kuantitas dan kualitas air yang memadahi secara berkelanjutan.
1) Mengingat masih luasnya lahan kritis pada DAS prioritas yang tersebar di
Indonesia maka PDASBM pada tahapan ini bertujuan untuk merehabilitasi
hutan dan lahan kritis DAS yang dilaksanakan bersama masyarakat setempat
sebagai pelaku utama melalui pokmas/CBO pada hamparan lahan dalam
satuan wilayah MDM dengan menerapkan kaidah konservasi tanah dan
air diikuti upaya peningkatan produktifitas lahan (terutama pertanian dan
kehutanan) guna memulihkan fungsi DAS dan meningkatkan pendapatan
serta kesejahteraan masyarakat.
2) Kegiatan nyata pokmas CBO desa dalam PDAS yang hasilnya langsung
diketahui masyarakat seperti pengendalian erosi dan limpasan air serta
penjagaan kesuburan pada lahan milik (on site farm) dan dampak positifnya
produktifitas lahan meningkat dan langsung dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat dan terbuka untuk dikembangkan ke dalam wilayah DAS
bersangkutan.
H. Manfaat Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat (PDASBM)
1) Beragam pola usaha tani lahan kering pokmas (kehutanan, pertanian,
peternakan, perkebunan) dapat dikembangkan dalam areal MDM yang
aman dari gangguan kerusakan (erosi dan limpasan air) setelah terbangunnya
bangunan KTA.
2) Sarana pembelajaran masyarakat desa dan penyuluhan untuk disebar luaskan
kewilayah desa sekitar dan dalam wilayah DAS bersangkutan kemudian
meluas ke DAS DAS lainnya.
19. 12 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
3) Sebagai tempat praktek Field School/Sekolah Lapangan (SL) terkait dengan
PDASBM untuk dikembangkan ke wilayah DAS lainnya.
4) Referensi guna percepatan PDASBM secara menyeluruh terutama pada areal
DAS terkait.
I. Pembangunan Model DAS Mikro Berbasis Masyarakat.
1) Pengelolaan DAS Berbasis Masyarakat (PDASBM) lebih dikonsentrasikan
pada masyarakat yang secara administratif bertempat tinggal di desa dalam
areal DAS Mikro. Meskipun keberadaan mereka mengelompok dalam blok,
dusun, kampung namun ikatan formal yang diakui secara legal adalah pada
administrasi pemerintahan terbawah yaitu desa.
2) Luasan wilayah pengelolaan DAS yang mencakup masyarakat desa dan sudah
ada pengaturannya adalah pengelolaan lingkup DAS mikro yaitu berupa
pembangunan Model DAS Mikro (SK Dirjen RLPS No: P.15/V-Set/2009
tentang Pedoman Pembangunan Model DAS Mikro/MDM), oleh karena itu
PDASBM dilaksanakan dengan mengacu dan berdasar pembangunan MDM
dengan menitik beratkan pada pemberdayaan masyarakat setempat.
3) Pemberdayaan masyarakat perlu diupayakan pada setiap tahapan
pembangunan MDM yang meliputi kegiatan: Persiapan, Pemilihan Lokasi,
Perencanaan, Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi.
20. Persiapan
P
emberdayaan masyarakat yang perlu dilakukan pada tahap persiapan
pembangunan MDM meliputi: 1) penyiapan organisasi berupa pokmas
CBO untuk ikut menangani pembangunan MDM yang lokasinya adalah
mencakup sebagian besar lahan milik masyarakat setempat); 2) menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan MDM
sebagai bagian dari pengembangan masyarakat (Community Development); 3)
inventarisasi/identifikasi cara/teknik lokal dan cocok untuk digunakan dalam
perencanaan pembangunan MDM atau adopsi teknik dari luar; 4) pelatihan dan
peningkatan ketrampilan guna menangani pelaksanaan pembangunan MDM; 5)
kesiapan untuk menerima hasil pembangunan MDM dan menjaga agar berfungsi
secara berkelanjutan.
A. Pembentukan Pokmas CBO
1. Tujuan akan cepat dicapai oleh individu yang terorganisir dibanding sendiri
sendiri tanpa organisasi, apalagi menyangkut sasaran yang sama, sebagaimana
pembangunan MDM yang melibatkan lahan milik masyarakat maka
organisasai merupakan hal yang perlu, apakah dengan membentuk baru atau
menggunakan organisasi yang ada.
2. Pada masyarakat desa yang sudah lama ikut serta dalam pelaksanaan
pembangunan pedesaan, umumnya dibidang pertanian maka mereka telah
mempunyai pokmas atau dikenal dengan poktan/gapoktan yang anggotanya
didasarkan atas tempat tinggal/domisili di dusun atau kampung/desa.
3. Untuk pembangunan MDM maka pokmas/gapoktan yang sudah ada
dalam desa tersebut perlu ditata kembali melalui bantuan aparat desa untuk
menggabungkan anggota yang mempunyai lahan yang terletak pada satuan
21. 14 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
hamparan lahan yang sama menjadi kelompok hamparan yang baru atau sub
kelompok yang ada perlu ditetapkan berdasar pertimbangan desa/kepala desa,
guna efektifitas pengendalian KTA pada pengelolaan MDM.
4. Tergantung dari cakupan/keluasan kegiatan MDM maka organisasi pokmas
CBO dapat membentuk bidang/seksi yang akan menangani kegiatan
tertentu, sesuai dengan pengalaman organisasi menangani beragam kegiatan,
misalnya pertanian, kehutanan, peternakan, KTA, pengembangan usaha
produktif dan lain2, seperti pada Bagan 1 Organisasi CBO. Namun untuk
organisasi yang baru dengan kegiatan terbatas dan tenaga/pengurus minim
paling tidak 3 orang sebagai inti yaitu: ketua, bendahara, sekretaris. Untuk
menangani kegiatanpun diperlukan bantuan pendampingan, fasilitasi dari
pihak berwenang sampai mandiri.
5. Kesiapan non teknis/administratif bagi pokmas lama tentu sudah siap
karena pokmas/CBO sudah terbentuk dan organisasi dengan pengurus telah
mempunyai kegiatan yang berjalan (on going) seperti pertanian, peternakan,
dll. Namun untuk kegiatan terkait dengan pengelolaan MDM dan DAS,
rehabilitasi lahan kritis/RHL apakah perlu fasilitasi dan pendampingan? Pada
tahap persiapan inilah saatnya untuk diidentifikasi.
Gambar 1. Bagan Organisasi CBO
6. Dukungan resmi dari aparat desa setempat diterima dengan adanya SK
Pengesahan CBO oleh Kepala Desa, maka pengorganisasaian/ pemantapan
organisasi CBO guna memulai tugas baru harus dapat berjalan dengan baik
22. 15Persiapan
dimana tahapan kegiatan pembangunan MDM memerlukan dukungan para
pihak secara koordinatif, integral, sinkron, dan sinergis (KISS) guna mencapai
tujuan yang diharapkan.
B. Pemberdayaan Kelompok Masyarakat CBO Desa
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan
mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional
dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk
mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang.
1) Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat didorong agar memiliki
kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara
optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi, ekonomi,
sosial dan ekologi-nya.
2) Menurut Nasikun (2000:27) paradigma pembangunan yang baru dengan
pendekatan bottom-up yang menempatkan masyarakat atau petani di
pedesaan sebagai pusat pembangunan, berprinsip bahwa pembangunan
harus pertama-tama dan terutama dilakukan atas inisiatif dan dorongan
kepentingan-kepentingan masyarakat, masyarakat harus diberi kesempatan
untuk terlibat di dalam keseluruhan proses pembangunannya; termasuk
pemilikan serta penguasaan aset infrastrukturnya sehingga distribusi
keuntungan dan manfaat akan lebih adil bagi masyarakat.
3) Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah
program yang disusun sendiri oleh masyarakat, mampu menjawab kebutuhan
dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin dan kelompok yang
terpinggirkan lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-
nilai budaya lokal, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan
ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat (instansi pemerintah,
lembaga penelitian, perguruan tinggi, LSM, swasta dan pihak lainnya), serta
dilaksanakan secara berkelajutan.
4) Dengan terbentuknya CBO yang disahkan oleh Kepala Desa maka secara legal
telah diakui keberadaannya dan dapat ikut serta/aktif dalam pembangunan
desa setempat khususnya dibidang pengelolaan DAS atau yang terkait. Sebagai
CBO yang ‘baru’ dalam arti reorganisasi dari pokmas yang umumnya
berdasar domisili (gapoktan) ke format baru berdasar satu kesatuan hamparan
lahan maka untuk menghadapi tugas baru diperlukan pembenahan organisasi
kedalam (internal) guna meningkatkan kemampuan guna memperbaiki
23. 16 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
masa depannya sehingga CBO nantinya dalam kondisi siap melaksanakan
kegiatan.
5) Pokmas CBO kedalam harus mengorganisir dan memperkuat diri melalui
pertemuan rutine bahwa pengetahuan, pengalaman dan potensi yang ada
pada masing2 anggota saling ditularkan kepada yang lain hingga menjadi
kekuatan kelompok untuk maju secara bersama menghadapi tantangan
ataupun kegiatan baru dengan kompak dan menjadi keyakinan bersama
untuk maju dan berhasil. Ikatan dalam kelompok terbentuk karena
adanya pandangan dan kebutuhan yang sama yang hendak dicapai. Untuk
memperkuat kesadaran dan solidaritas maka kelompok harus menumbuhkan
identitas seragam dalam mengenali kepentingan dan tujuan mereka bersama.
6) Pokmas CBO keluar harus mencari pendukung, yang akan mensuport
agar berdaya yaitu perlunya tim pendamping, fasilitator dari luar baik
pemerintah (lokal dan pusat) maupun non pemerintah/LSM sesuai bidang
kewenangannya. Peran tim pada awal proses sangat aktif tetapi akan
berkurang secara bertahap selama proses berjalan sampai masyarakat mampu
melanjutkan kegiatannnya secara mandiri. Dalam operasionalnya inisiatif tim
pemberdayaan masyarakat akan pelan-pelan dikurangi dan akhirnya berhenti.
C. Sosialisasi Pembangunan MDM
Kegiatan sosialisasi pembangunan MDM dimaksudkan agar masyarakat
setempat mengetahui dan memahami akan pentingnya pembangunan MDM yang
melibatkan para pihak. Melalui sosialisasi ini:
1. Masyarakat mendapatkan informasi langsung dari pihak yang berwenang
mengenai akan dilakukannya pembangunan MDM di lokasi setempat
untuk mendapatkan tanggapan dan dukungan masyarakat yang tergabung
dalam pokmas CBO. Diharapkan CBO akan tumbuh kesadaran untuk
berpartisipasi aktif kedepan dalam kegiatan pembangunan MDM.
2. Pada pertemuan sosialisasi agar efektif, sekaligus melibatkan para pihak
yang terkait dengan kegiatan pada calon lokasi yang sama namun berbeda
kewenangan masing masing pihak sehingga akan diketahui pula posisi masing
masing, hubungan para pihak dan perannya termasuk posisi masyarakat
setempat dalam pembangunan MDM mendatang. Sebagai contoh, hubungan
dan peran para pihak dalam proses pembangunan MDM, dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut.
24. 17Persiapan
Tabel 1. Distribusi Peran Para Pihak Terkait
No Para pihak
Tahapan Pembangunan
Ket
Persiap-an
Pemilih-an
Lokasi
Perenca-naan
Pelaksa-naan
Monev
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Pokmas/CBO BF BF BF F F A- pemrakarsa
B- penyusun
C- penanggung jawab
D- penilai
E- pengesah
F- peserta /pelaksana
G- pembinaan teknis
2 Desa, Kec F F E G F
3 BPDAS A,B,C,F A,B,C, F A,B,C, C,G B,D,G
4 Bappeda D
5 Bupati E E
6 Dinas (D) Kehutanan F G F
7 D.Tanpan F G F
8 D.Ternak F G F
9 D.LHidup F G F
10 PU/pengairan F G F
11 BPN F G F
13 BPM/Badan Pemb
erdayaanMasy. Kab
F G F
14 Badan Usaha F F F
15 Litbang/PT B,F.G B,F G F
16 LSM, F F F G F
17 Pendamping F F F F F
3. Hasil yang diharapkan dari sosialisasi adalah tumbuhnya kesadaran dan
respons/tanggapan positf dari masyarakat untuk dapat berpartisipasi aktif
serta menjalin komunikasi aktif antar para pihak dalam mendukung proses
pembangunan MDM.
4. Dengan adanya kontak awal antara CBO dan para pihak maka telah
terjalin hubungan dan saling kenal pokmas CBO dengan para pihak
(16-17) yang kedepan akan membantu kelancaran tugas masing2 pihak
sesuai kewenangannya dalam rangka mendukung tujuan yang sama yaitu
pengelolaan MDM.
25. 18 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
D. Penggunaan Cara/Teknik Lokal Untuk Pembangunan MDM.
Dalam pembangunan MDM yang melibatkan masyarakat tentunya perlu
dipilih cara ataupun teknik yang sudah dikenal dan cocok dengan kondisi setempat
dimana pelaku kegiatan telah menggunakan cara/teknik tersebut sehingga akan
memudahkan dalam pelaksanaan pembangunan MDM.
1) Berbagai macam teknik yang ada dimasyarakat perlu diinventarisir dan
diidentifisir untuk kegunaan yang sesuai/cocok pada pembangunan MDM.
2) Cara pengukuran kelerengan bukit, pengukuran kontur, pengukuran luas
lahan dsbnya dengan cara lokal menggunakan alat papan segi tiga yang
dengan bebagai besaran sudut (%) dan waterpassing dengan selang plastik,
dan meteran gulung. Cara lain, dapat dipilih sebagai alternatif misalnya cara
optik.
3) Cara lain yang sudah dikuasai oleh masyarakat dan dapat dijadikan alternatif
pilihan, yang penting masyarakat dilibatkan dalam pemilihan cara tersebut
sehingga masyarakat dapat memilih mana yang paling efektif agar dalam
pelaksanaannya nanti akan berjalan lancar.
4) Cara/teknik untuk kegiatan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan,
peternakan, pemukiman, ke PU an dan yang terkait lainnya dengan
pembangunan MDM perlu diidentifisir cara/teknik lokal yang dipilih atau
alternatif lain yang dikenal dan disiapkan oleh masyarakat setempat selaku
anggota CBO secara partisipatif guna mendukung kelancaran pembangunan
MDM.
5) Penyediaan bahan/material untuk keperluan bangunan atau kegiatan terkait
dilakukan secara partisipatif. Bahan bahan yang diperlukan sedapat mungkin
dipenuhi dari bahan lokal, ada ditempat sehingga dapat diperoleh dengan
mudah, cepat dan murah.
6) Cara/teknik lokal yang dipahami/kuasai masyarakat setempat dan bahan
material yang ada ditempat menjadi peluang adanya kesempatan kerja bagi
masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan, misalnya
sebagai pemasok bahan, seperti bambu, kayu, batu, pasir, bibit tanaman,
pupuk organik, dll.
7) Dampak positif pennggunaan cara/teknik dan bahan lokal adalah
menciptakan pasar lokal yang menggerakkan ekonomi desa, yang ujung
akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
26. 19Persiapan
E. Pendidikan dan Pelatihan
Beragam kegiatan yang memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat setempat
dan anggota pokmas CBO yang terlibat dalam proses pembangunan MDM
harus mengenal, mengetahui dan paham benar mengenai MDM yang akan
dibangunnya. Untuk itu, diperlukan fasilitasi berupa pendidikan dan pelatihan
tentang pembangunan MDM secara lengkap, prosesnya dari awal sampai akhir
dari pihak yang berwenang/BPDAS yang dalam pelaksanaaannya dapat bekerja
sama dengan Lembaga/Diklat Kehutanan/Dinas setempat.
1) Peserta diklat yang berasal dari masyarakat setempat, para anggota pokmas/
CBO sebagai pelaksanana pekerjaan, dan pihak lain terkait setelah mengikuti
diklat dan sebagaimana hasil diharapkan mampu melaksanakan kegiatan
pembangunan MDM. Tidak hanya berhenti disitu, tetapi secara partisipatif
juga mau dan mampu menularkan/menyebarluaskan dalam sasaran wilayah
DAS, kondisi demikian juga menjadi tujuan pihak penyelenggara/fasilitator.
2) Untuk itu materi diklat yang disiapkan oleh penyelenggara disesuaikan dengan
kebutuhan/keinginan masyarakat setempat ang mencakup:
1. Muatan fisik/teknis untuk dikuasai oleh peserta pokmas CBO
2. Muatan non teknis, faktor manuasia/pelaksana, seperti - bagaimana
membangun pokmas, mengembangkan usaha, motivasi anggota untuk
selalu optimis dan terus maju untuk mencapai hasil.
Dengan materi yang sesuai dengan kondisi setempat dan dibutuhkan oleh
peserta diharapkan diklat dapat diimplementasikan dilapangan dan berhasil baik.
F. Menjaga Keberlanjutan.
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh para pihak baik dari
pemerintah maupun swasta yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat,
pokmas/CBO beserta para anggotanya diharapkan menjadi berdaya dan menjaga
keberdayaannya hingga dapat dijadikan “budaya” baru yang perlu diteruskan
(berkelanjutan).
1. Keberdayaan masyarakat memungkinkan suatu masyarakat bertahan dan
mengembangkan. diri untuk mencapai kemajuan. Masyarakat berdaya
bilamana individunya memiliki kesehatan fisik, mental, terdidik, kuat dan
berbudaya.
2. Membudayakan masyarakat dengan meningkatkan harkat dan martabat
lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu lepas dari kemiskinan,
27. 20 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
kebodohan, ketidaksehatan, dan ketertinggalan. Untuk mendorong
masyarakat yang berdaya dengan cara: menciptakan iklim atau suasana
yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang.
3. Pengembangan daya tersebut dilakukan dengan mendorong, memotivasi,
dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat.
4. Pokmas/CBO beserta para anggotanya dan masyarakat setempat dalam
tahap persiapan ini, hendaknya dengan penuh kesungguhan bahwa
pembangunan MDM yang nantinya akan dilakukan dapat memenuhi tujuan
dan manfaatnya bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
setempat dan perbaikan lingkungan hidupnya.
5. Pembangunan MDM oleh pokmas CBO, yang secara sadar merupakan tugas/
kewajibannya harus terus dijaga, dipelihara dan dikembangkan pada areal lain
dalam DAS bersangkutan maupun DAS lainnya untuk terus dikelola guna
pemulihan fungsi DAS untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
rakyat secara berkelanjutan khususnya masyarakat setempat.
28. Pemilihan Lokasi MDM
P
embangunan MDM sebagai bagian dari pengelolaan DAS berbasis
masyarakat dilakukan penanggung jawab bersama pokmas CBO desa
setempat yang nantinya akan menangani pembangunan MDM sejak
awal kegiatan mulai dari persiapan, perencanaan sampai pelaksanaan hingga
selesai termasuk pemeliharaan dan monev yang diperlukan guna perbaikan dan
penyempurnaan pembangunan MDM.
Pemilihan lokasi MDM secara partisipatif oleh BPDAS bersama masyarakat
setempat yang tergabung dalam pokmas CBO dengan lokasi yang tepat sangat
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan serta keberlanjutan MDM untuk
pengembangannya. Lokasi MDM terpilih merupakan hamparan lahan yang
dimiliki dan diingini oleh para anggota pokmas/CBO merupakan hamparan
lahan kritis yang harus direhabilitasi dipulihkan kesuburannya untuk kemudian
diupayakan agar berfungsi kembali untuk berproduksi guna memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat setempat secara berkelanjutan.
Keberhasilan MDM yang merupakan bagian kecil DAS yang dikelola berbasis
masyarakat dan diikuti setiap desa secara integral dan terkoordinir merupakan
sumbangan bagi berhasilnya pengelolaan DAS secara keseluruhan yang menjadi
tumpuan untuk terpenuhinya fungsi DAS sebagai media produksi, pengatur tata
air, dan kelestarian ekosistim guna tercapainya peningkatan kesejahteran rakyat
terutama bagi masyarakat setempat.
A. Dukungan Masyarakat Setempat
Guna berhasilnya pembangunan MDM maka calon lokasi harus memenuhi
persayaratan/kriteria dan mengikuti tahapan pemilihan yang telah ditetapkan.
29. 22 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
1) Kriteria pemilihan lokasi dan prosedure penetapan lokasi terpilih sudah diatur
dengan jelas pada SK Dirjen RLPS No: P.15 /V-SET/2009 terutama yang
bersifat teknis/biofisik langsung dapat diimplementasikan dilapangan.
2) Guna mendapat dukungan masyarakat, maka pelibatan dan partisipasi
masyarakat dalam pemilihan lokasi MDM diperlukan adanya peran
masyarakat setempat melalui pokmas CBO beserta anggotanya.
3) Lokasi yang dipilih harus mendapat dukungan masyarakat setempat dimana
sebagian besar calon lokasi adalah areal milik masyarakat setempat yang perlu
ditingkatkan upayanya dengan Conservation Farming System (CFS = usaha
tani konservasi) guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
4) Dengan demikian kriteria ke-4 (X 4) mengenai dukungan masyarakat perlu
penjabaran lebih lanjut yaitu masyarakat secara keseluruhan terutama yang
kondisi sosial ekonomi dan kelembagaannya lemah, miskin, yaitu :
1. Petani tidak punya lahan atau sebagai penggarap;
2. Status lahan milik petani yang jelas/bebas konflik;
3. Lahan potensial dikembangkan untuk usaha tani;
5) Masyarakat tergabung dalam pokmas CBO bukan secara individu guna
perkuatan dukungan pemilihan lokasi. Masyarakat dengan kondisi demikian
diminta partisipasinya paling tidak tenaganya untuk mendukung dalam
pelaksanaan pembangunan MDM yang kesemuanya dalam pokmas CBO
nantinya akan menerima manfaat dari pembangunan MDM.
6) Untuk proses penetapannya mengikuti ketentuan yang berlaku, yaitu kriteria
X4 dengan bobot nilai tetap 15% terhadap nilai keseluruhannya, hanya
penajaman pada partisipasi aktif masyarakat setempat yang beragam dari
kondisi yang lemah sampai kuat (dimungkinkan dengan bantuan dana)
ikut berkontribusi.
B. Dukungan Pemda Kabupaten/Kota
Calon lokasi MDM yang sebagian besar merupakan lokasi kegiatan masyarakat
setempat.
1) Masyarakat setempat yang sebagian besar mengandalkan hidupnya dibidang
pertanian, mata pencaharian petani, maka usaha tani perlu mendapatkan
dukungan Pemda sampai ke aparat desa setempat.
2) Untuk dukungan dari Pemda seperti tertera pada kriteria-5 (X5) dengan
penjabaran lebih lanjut dalam pemberian fasilitasi, pembinaan, pendampingan,
supervisi kepada masyarakat setempat diutamakan yang sudah terorganisir
30. 23Pemilihan Lokasi MDM
seperti pokmas CBO yang aktif dalam mendukung pembangunan pedesaan.
Existensi CBO dalam berbagai kegiatan desa perlu mendapatkan perhatian
Pemda dalam pemilihan lokasi MDM.
3) Keberadaan CBO ditunjukkan dengan persyaratan antara lain:
1. Pokmas/CBO adalah legal ditunjukkan dengan Akte pendirian/Notaris
atau SK pengesahan Kepala Desa.
2. Mempunyai AD/ART.
3. Ada kepengurusan dan seksi/bidang tugas terutama terkait dengan
pengelolaan/rehabilitasi DAS/ RHL.
4. Telah mengikuti training/pelatihan pemberdayaan masyarakat baik
pengembangan kelompok/ non teknis maupun teknis/penguasaan
bidang RHL atau sejenisnya.
5. Mempunyai pengalaman dibidang rehabilitasi/RHL, seperti
penghijauan, hutan rakyat, konservasi tanah dan air (KTA).
6. Tersedia tenaga pendamping dari desa/aparat dan atau LSM setempat.
7. Ada rekening bank kelompok/CBO.
8. Mempunyai aset kelompok/CBO
Pada calon lokasi MDM yang sudah ada pokmas CBO dan anggotanya aktif
melakukan kegiatan yang terorganisir dalam mengelola lahan usaha taninya, serta
usaha produktif lainnya perlu mendapat dukungan Pemda untuk pengembangan
perekonomian masyarakat desa setemapt bila disinergikan dengan pembangunan
MDM.
31. Perencanaan Pembangunan MDM
P
erencanaan pembangunan MDM secara partisipatif dilakukan oleh BPDAS
bersama pokmas CBO bidang/seksi perencanaan. Semua anggota CBO
diharapkan terlibat dalam perencanaan MDM dimana lahan milik anggota
CBO masuk kedalam calon lokasi dan tercakup semua menjadi satu kesatuan
hamparan lahan MDM.
1. Perencanaan MDM berbasis masyarakat yang melibatkan seluruh anggota
CBO dengan pendampingan dari aparat desa maupun petugas pendamping
dari dinas terkait dan bantuan teknis terutama dari BPDAS setempat sebagai
institusi yang mempunyai wewenang dalam perencanaan pengelolaan DAS,
diharapkan 1) Hasilkan program;kegiatan yang lebih baik dan efisien; 2)
Meningkatkan tanggung jawab antar anggota; 3) Adanya keterbukaan hingga
tumbuhkan pengertian dan kepercayaan diantara para anggota CBO; 4)
Meningkatkan kesadaran dan peran masing masing hingga tumbuh rasa
memiliki; 5) Meredam/mengurangi kemungkinan adanya konflik.
2. Secara teknis proses perencanaan pembangunan MDM telah diatur jelas pada
peraturan Dirjen RLPS Nomor: P.15/V-SET/2009 tentang Pembangunan
MDM, sehingga tetap dapat dioperasionalkan dilapangan menyusul
pelibatan/partisipasi masyarakat setempat selaku pemilik lahan pada lokasi
yang akan dilakukan pembangunan MDM sehingga dimungkinkan mendapat
dukungan masyarakat setempat sehingga pembangunan MDM diharapkan
berjalan lancar sesuai rencana.
3. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan MDM guna
perbaikan kondisi setempat dan peningkatan taraf hidup masyarakat, perlu
diarahkan pada: 1) perencanaan harus disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat yang nyata (felt need), 2) dijadikan stimulasi terhadap masyarakat,
32. 25Perencanaan Pembangunan MDM
yang berfungsi mendorong timbulnya tanggapan (response), dan 3) dijadikan
motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan tingkah laku
(behavior).
4. Dalam perencanaan partisipatif (participatory planning), masyarakat
merupakan mitra dalam perencanaan yang turut berperan-serta secara aktif
baik dalam hal penyusunan maupun implementasi rencana, karena walau
bagaimanapun masyarakat merupakan stakeholder terbesar dalam penyusunan
sebuah produk rencana.
5. Pengembangan masyarakat (Community Development) dengan segala
kegiatannya dalam pembangunan sebaiknya menggunakan metode kerja
doing with, merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu
mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya - real needs, felt needs dan
expected need. Metode kerja doing with, yang berfokus akan perlunya
kemandirian yang partisipatif di dalam proses pembangunan (Google: Ikhbal
Batua dalam Perencanaan Partisipatif)
A. Pengumpulan data dan Informasi
Pengumpulan data dan informasi oleh penyusun (BPDAS) bersama
masyarakat setempat dalam hal ini pokmas CBO diperlukan untuk masukan dalam
perencanaan pembangunan, perancangan pelaksanan kegiatan, monitoring dan
evaluasi.
1. Data dan informasi meliputi kondisi Biofisik, Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan. Data dan informasi ini secara umum sudah masuk kedalam
Data dan informasi DAS terkait yang di dokumentasikan oleh BPDAS
setempat.
2. Namun untuk lebih detil dan updating perlu dilakukan pengumpulan data
dan informasi dilokasi dan monografi desa setempat dengan melibatkan
masyarakat setempat dan anggota pokmas CBO serta para pihak.
3. Masyarakat setempat sebagai anggota CBO dimana sebagian besar lahan
milik mereka akan masuk kedalam lokasi pembangunan MDM, maka
partisipasi sangat diperlukan, demikian juga informasi yang dimiliki oleh
mereka maupun data dan informasi tambahan yang mereka perlukan dapat
dikumpulkan guna penyusunan/pembuatan rencana yang lebih akurat
sehingga dapat memenuhi harapan para pihak.
33. 26 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
4. Jenis data dan informasi biofisik, soial ekonomi dan kelembagaan yang
diperlukan mengacu pada Pedoman Pembangunan Areal Model DAS Mikro
(Peraturan Dirjen RLPS Nomor: P.15/V-Set/2009).
5. Untuk sasaran RHL maka perlu ditambahkan adanya data dan informasi
tentang: kerusakan lahan, sebaran luas lahan kritis dan tingkat kekritisannya
mulai sangat kritis (SK) sampai potensial dan tidak kritis (TK) baik didalam
kawasan maupun diluar kawasan hutan/lahan milik masyarakat pada areal
MDM. Sebaran lahan kriis dilahan milik anggota CBO pada areal MDM
berikut petanya dapat diminta kepada BPDAS setempat.
6. Menyangkut kepentingan masyarakat setempat perlu ditambahkan data dan
informasi:
1) luas blok/hamparan areal MDM
2) luas lahan masing masing anggota pokmas/CBO.
3) jumlah pemilik dan penggarap lahan sebagai anggota pada hamparan
areal MDM
4) peta kepemilikan lahan areal MDM dengan skala peta rencana/detil.
Keterangan tersebut diperlukan guna perencanaan pola usaha tani yang
sesuai dengan kondisi setempat.
7. Upaya konservasi tanah dan air yang telah dilakukan dan yang belum namun
dibutuhkan/diinginkan masyarakat untuk mendukung usaha tani, baik
secara sipil teknis maupun vegetatif, seperti penterasan dengan teras gulud,
teras bangku, teras individu; pembuatan saluran drainasi seperti saluran
pengelak/diversi, saluran SPA, saluran peresapan; bangunan terjunan air/
drops, dan bangunan lainnya: Pengendali Jurang: Gully Plug, Gully Drop;
Dam/Bendung: B. pengendali/DPI, B. penahan/DP; Sumur Resapan (SR);
sedangkan secara vegetatif berupa penanaman secara kontur, penanaman
lorong, penanaman rumput, dll. Informasi ini perlu untuk perencanaan
konservasi/KTA apakah perlu dilakukan pembuatan baru, penyempurnaan
yang sudah ada atau rehabilitasi untuk yang rusak.
8. Fragmentasi lahan atau pemecahan lahan yang pada awalnya petak lahan
mempunyai bentuk dan luasan yang relatif seragam menjadi petak petak
lebih kecil dan tidak teratur karena adanya pembagian warisan dari orang tua
ke anak2 nya atau sebab lain seperti sebagian lahan dijual untuk pemenuhan
kebutuhan hidup atau keperluan lain. Informasi ini penting untuk
kelembagaan pokmas guna pengaturan pengelolaan lahan secara bersama
seperti pembuatan lay out konservasi tanah/KTA dan pola usaha taninya.
34. 27Perencanaan Pembangunan MDM
INPUT PROSES OUTPUT
ALIRAN AIR
DAS
EKOSISTEM
LANDSCAPE/
topopografi
PENUTUPAN
LAHAN
KAWASAN
HUTAN
LAHAN KRITIS TATA RUANG
KAWASAN
LINDUNG
KAWASAN
BUDIDAYA
IDENTIFIKASI MASALAH/ANALISIS
Hujan >> Limpasan >>
Banjir sedimentasi dihilir
Kaw. hut dirambah/okups
Sosek /tenurial
PERUMUSAN
PROGRAM/KE
GIATAN
MDM
Kelembg masyarakat
HULU
HILIR
KAWASAN
LINDUNG
KAWASAN
BUDIDAYA
Kaw.Hutan
Luar Kaw Hut
Kaw Hutan
Luar Kaw Hut
Penanaman berkontur
Penanaman berkontur
Sipil teknis
Vegetatif
Sipil teknis
Sipil teknis
Vegetatif
Vegetatif
CURAH HUJAN
Gambar 2. Bagan Alur Rencana Kerja
B. Masalah
Permasalahan lapangan yang dihadapi dalam pembangunan MDM nantinya
perlu diidentifikasi dan dianalisis bersama oleh perencana dalam hal ini BPDAS
bersama masyarakat yang tergabung dalam pokmas CBO.
1. Identifikasi Masalah
Pada waktu pengumpulan data dan informasi yang mencakup kondisi
biofisik, sosial-ekonomi dan kelembagaan masyarakat desa yang menjadi fokus
pembangunan MDM dengan luasan tertentu dan pola usaha tani beragam
yang terkonsentrasi dalam satuan hamparan lahan yang dimiliki para anggota
masyarakat yang tergabung dalam kelompok CBO perlu diketahui secara detil.
1) Umumnya masyarakat setempat memberikan informasi melalui pemuka
masyarakat namun perlu dilakukan recek langsung pada forum CBO
35. 28 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
yang dihadiri para anggota kelompok sehingga diperoleh informasi detil
guna masukan yang tepat bagi perencanaan.
2) Permasalahan yang dihadapi (biofisik, sosial ekonomi dan kelembagaan)
dalam satu kelompok sudah saling diketahui dan umumnya sama sama
dihadapi seperti kejadian erosi tanah dan limpasan air yang mengancam
lahan usaha taninya setiap tahun ketika musim hujan tiba.
3) Produksi pertanian dari usaha taninya yang dipanen dari tahun ketahun
cenderung menurun sementara modal usaha semakin berkurang karena
hasil tani yang didapat lebih diutamakan guna pemenuhan kebutuhan
pokok untuk kelangsungan hidup keluarga.
4) Kejadian yang terus berulang setiap tahun itu umumnya sama-sama
dihadapi oleh masyarakat pedesaan yang tergabung dalam pokmas CBO
dalam satu hamparan lahan pada lokasi areal MDM yang kondisi biofisik
dan iklimnya/curah hujannya relatif sama.
5) Masalah lain yang sifatnya spesifik seperti kejadian longsor mungkin
terjadi dibagian lereng/tebing yang curam, tepi/pinggir hamparan tebing
jalan atau sungai, lahan pemukiman padat tanpa ruang terbuka ynag
umum terjadi dibagian DAS Hulu, atau di fasilitas umum/sekolah,
kantor desa, tempat ibadah, atau lainnya pada umumnya lokasinya
dilahan miring/lereng perbukitan meskipun bukan didalam lahan milik
anggota (on site farm) tapi diluar lahan milik anggota (off site farm)
namun kesemuanya masuk dalam areal MDM tetap harus mendapat
perhatian karena perubahan yang terjadi didalamnya akan berpengaruh/
berdampak pada DAS terkait.
6) Pengecekan lapangan dengan bantuan peta-2 tematik yang
menggambarkan kondisi biofisik dan iklim, sosek termasuk tata ruang
wilayah kabupaten (RUTR) sangat membantu beragam masalah sehari-
hari yang dihadapi yang dihadapi oleh masyarakat setempat/pokmas
CBO yang tinggal di DAS bagian hulu yang terkonsentrasi pada areal
MDM, sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 3.
36. 29Perencanaan Pembangunan MDM
Tabel 2. Masalah Pokok dan Penyebabnya
No Permasalahan Pokok Kemungkinan Penyebabnya
Biofisik
1 ErosidanLimpas
an/Larian air dibagian
Hulu DAS
a) Hutan dirambah untuk usaha tani intensif
b) Usaha tani lahan kering tidak menerapkan kaidah Konservasi
Tanah dan Air (KTA)
c) Lahan miring/berbukit dengan tanaman jarang dan terlantar /
absentee land
2 Longsor a) Bukit sampai terjal diolah intensif tanpa perkuatan/ penanaman
bagian atasnya.
b) Kiri kanan jalan (Kakija) dibuka tanpa perkuatan /penanaman
bagian atasnya.
c) Tebing kiri kanan sungai (Kakisu) terbuka/kosong tidak ada
tanaman perkuatan bagian atasnya.
d) Daerah rawan longsor tetap diusahakan intensif
3 Erosi parit sepanjang
batas milik/penggunaan
lahan
a) Dibiarkan kosong/tidak ada perawatan pada batas milik lahan/
saling menunggu antar pemilik.
b) Teras tradisional/tidak sejajar kontur saling merusak dibatas lahan
milik.
4 Sedimentasi alur
sungai/jurang
a) Saling menunggu antar pemilik terdekat objek.t
b) Status/Pemilik tidak jelas
5 Kualitas air/ pe
mukiman hulu DAS
a) Pembukaan/perusakan sekitar sumber mata air
b) Perambahan daerah sempadan sungai
c) Pembuangan limbah tersebar/bebas
6 Banjir lokal a) Tidak adanya saluran pembuangan/drainasi
b) Berkurangnya daerah resapan
c) Pertambahan penduduk/ pemukiman
d) Berkurangnya kantong air/situ/rawa
Sosial Ekonomi
7 Hasil tani kurang/
trend menurun
a) Lahan terdegradasi/lahan kritis meluas
b) Lahan semakin miskin hara/karena erosi tanah.
c) Pemupukan tanah jarang dilakukan.
d) Penanaman intensif/tanpa jeda/tan sela/hijauan untuk
mengembalikan kesuburan tanah.
8 Lahan usaha tani
sempit/fragmentasi
lahan
a) Pembagian warisan/tanah dipecah/dibagi sesuai jumlah keluarga
yang berhak.
b) Sebagian dijual untuk kebutuhan hidup keluarga
c) Tidak adanya batasan minimal luas usaha tani.
d) Fasilitasi pemerintah kurang
9 Modal terbatas a) Hasil usaha tani berkurang, kebutuhan hidup bertambah, modal
usaha berkurang.
b) Fasilitasi CSR untuk KTA &usaha tani kurang
c) Usaha koperasi pokmas terbatas.
37. 30 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
10 Kepemilikan/
tenurial
a) Konflik lahan
b) Fasilitasi pemerintah kurang/sertifikat tanah hak yang diakui
terbatas/banyak pemilik lahan tak pegang sertifikat
c) Tanah guntai/absentee land/ tak terpelihara
Kelembagaan masyarakat
11 Gotong royong
melemah
a) Bekerja sendiri/ hak individu tinggi.
b) Kepentingan ekonomi utama/ sosial belakangan
12 Penguasaan KTA
terkait dengan
pengelolaan DAS
a) Terbatas/kurang.
b) Diutamakan penanaman tanpa KTA
b) Praktek KTA terbatas/kurang memadai
13 Seksi KTA pada
Pokmas/CBO
a) Tidak ada/terbatas
b) Sasaran utama: usaha ekon produktif/non KTA.
2. Analisis Masalah
Masalah yang dihadapi oleh kelompok masyarakat/CBO sehari hari nya
tanpa disadari secara umum terjadi dan diterima sebagai kebiasaan yang berulang
setiap tahunnya. Bercocok tanam dilahan kering DAS bagian hulu yang umumnya
bentang alam/topografi lahannya miring hingga terjal, bukit2 miring hingga
terjal tetap diolah, diusahakan oleh masyarakat lokal guna memenuhi kebutuhan
hidupnya (tradisional).
1) Kegiatan tradisional tersebut, terus berjalan dan dilakukan dengan nyata/
terang, manakala hasil tani mereka tidak lagi cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya (seiring bertambahnya anggota keluarga dan
beaya hidup yang ditanggung semakin tinggi) maka sepanjang peluang ada,
akses masuk lahan/hutan mudah, maka mereka akan merambah bukit terjal
untuk dapat dibuka guna menunjang hidup keluarganya.
2) Pola tradisional yang dilakukan sepanjang umurnya sadar maupun tidak
(kebiasaan turun menurun) menyebabkan percepatan terjadinya erosi dan
limpasan/larian air dan ini tidak jelas dirasakan masyarakat setempat (hulu)
sepanjang mereka dapat memetik/memanen hasil tanamannya. Kalaupun
diberitahu, mereka tidak punya resources (modal, tenaga dan ketrampilan)
untuk mengendalikannya.
3) Sebaliknya untuk masyarakat bagian bawah, masyarakat hilir DAS akan
melihat dan merasakan akibat kegiatan mereka yaitu adanya gangguan/
ancaman bakal terjadinya banjir dan sedimentasi ketika turun hujan dan
musim hujan datang, kejadian tersebut berulang dan diterima apa adanya
sebagai kebiasaan hidupnya.
38. 31Perencanaan Pembangunan MDM
4) Dampak lanjut pola tradisional yang mereka lakukan akan mempercepat
proses pengurasan hara kesuburan lahan usaha taninya karena hanjut/
hilangnya hara tanah yang menjadi tumpuan perekat suburnya tanaman ikut
larut bersama erosi dan larian air kehilir. Untuk hal ini mereka rasakan dengan
turunnya hasil panen dari berbagai jenis tanaman yang diusahakannya (on
site farm) dari tahun ketahun.
5) Kejadian yang terus berulang inilah yang memicu perambahan lahan/hutan
kearah hulu dan semakin meluasnya lahan rusak terdegradasi menjadi lahan
kritis DAS dan tersebar pada DAS lainnya yang mengalami kejadian sama
di wilayah Indonesia.
6) Pada hamparan lahan MDM dimana pemilik lahan menjadi anggota pokmas
CBO kondisi awalnya tidaklah beda dengan masyarakat umumnya dibagian
hulu DAS, seperti penurunan hasil bumi dari usaha taninya sehingga dengan
cara yang sama mereka merambah lahan sekedar menutup kekurangan hasil
usaha taninya.
7) Dengan adanya upaya pemerintah dari berbagai sektor/program langsung
ke masyarakat seperti pengentasan kemiskinan, pemberdayaan masyarakat,
penyuluhan pertanian terpadu (poly valent) dan program RHL yang semakin
meluas, disamping upaya tumbuhnya kesadaran dari masyarakat sendiri
secara berkelompok sebagai dampak/hasil adanya fasilitasi, pendampingan
pemberdayaan masyarakat dari berbagai pihak maka masyarakat/pokmas
makin memahami permasalahan yang dihadapi dan harus dihadapi bersama
/tidak sendiri tapi serentak untuk mendapatkan hasil efektif.
8) Partisipasi semua anggota pokmas/CBO yang memiliki hamparan lahan
MDM dalam forum diskusi/FGD atau cara lain yang disepakati, dilakukan
bersama aparat desa dan para pihak akan mempermudah mencari solusi
sehingga proses penanganannya diharapkan berjalan lancar. Hasil diskusi
digunakan sebagai masukan dalam penyusunan program/rencana kegiatan
MDM.
9) Metode analisis menggunakan Logical Framework Analysis /LFA mengikuti
Pedoman Pembangunan MDM, SK Dirjen RLPS No. P.15/V-SET/2009.
C. Alternatif Program dan Kegiatan
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah dalam MDM bersama
masyarakat dan pokmas CBO yang didampingi dan difasilitasi para petugas
serta para pihak terkait, maka pembangunan MDM dapat ditetapkan. Untuk itu
diperlukan adanya strategi pencapaian.
39. 32 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
1. Strategi pencapaian hasil pembangunan MDM melalui cara kolaborasi dengan
para pihak mulai dari masyarakat anggota CBO, aparat pemerintah daerah,
aparat desa, pihak swasta, LSM dan pihak terkait lainnya secara koordinatif,
integratif, sinkron dan sinergis dalam mencapai tujuan MDM. Selanjutnya
strategi dijabarkan melalui program dan kegiatan.
2. MDM adalah wujud DAS kecil/mikro yang secara administratif masuk
dalam wilayah desa atau beberapa desa dalam satu kecamatan atau lebih yang
merupakan bagian DAS yang tidak bisa dilepaskan dari kesatuan DAS yang
utuh.
3. Pengelolaan DAS hakekatnya harus dimulai dari bagian paling hulu lahan
masyarakat setempat dan lahan anggota CBO yang masuk dalam MDM
dengan karakteristiknya berupa hamparan lahan dengan kemiringan mulai
dari landai hingga terjal untuk pertanian lahan kering yang diusahakan
pemilik lahan untuk pertanian sebagai mata pencaharian utama guna
memenuhi kebutuhan hidupnya.
4. Pada wilayah MDM yang merupakan daerah tangkapan air mikro DAS bila
ditinjau dari status lahan/kepemilikannya, dimungkinkan adanya:
a. kawasan hutan negara yang pengelolaannya dilakukan oleh pemangku
hutan/pemerintah, demikian pula kawasan perkebunan negara.
b. lahan milik rakyat yang diusahakan untuk pertanian, kebun rakyat,
peternakan dan usaha tani lainnya untuk pemenuhan kebutuhan
hidupnya.
c. lahan untuk fasilitas sosial kemasyarakatan seperti pemukiman, jaringan
jalan desa, pendidikan/sekolah, perekonomian/pasar, kesehatan
masyarakat, perkantoran desa dan fasilitas lainnya.
5. Para pemangku kepentingan/para pihak perlu menyusun program dan
kegiatan sesuai dengan kebutuhan para pihak yang diintegrasikan untuk
tujuan bersama dalam pengelolaan MDM yang merupakan bagian DAS
guna berfungsinya DAS sebagai media produksi, dan pengatur tata air DAS
tersebut dan mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
6. Program dan kegiatan yang direncanakan dalam pembangunan MDM harus
merupakan hasil pelibatan/partisipasi masyarakat setempat dengan berbagai
kondisinya (keuangan, waktu, alat/bahan, dan tenaga yang tersedia) sehingga
aspirasi masyarakat dapat dituangkan dalam pembangunan MDM yang secara
teknis dapat dilaksanakan dan didukung masyarakat setempat.
7. Lokasi MDM yang mencakup areal kegiatan: usaha tani (on site farm) dan
non usaha tani (off site farm) memerlukan pelibatan para pihak/ pemangku
40. 33Perencanaan Pembangunan MDM
kepentingan termasuk masyarakat setempat melalui pokmas CBO pada forum
perencanaan/musrenbang desa sehingga masalah dan peran masing pihak
dapat teridentifikasi dengan jelas diantaranya:
a. Pada lokasi usaha tani (on site farm), adanya kerusakan lahan karena
kurangnya sarana konservasi tanah pada lahan usaha (tidak dilakukan
penterasan/tak ada teras atau dengan teras tradisional/ tidak datar/miring
keluar tanpa saluran buang/SPA, banyak dijumpai alur2 erosi tanah);
b. Kerusakan lahan off side farm: areal pemukiman padat/tanpa halaman/
ruang terbuka hijau pada lokasi berbukit/miring, kakisu tanpa tegakan
pohon/penutup tanaman, kakija/jalan kampung tanpa saluaran buang/
SPA, tebing longsor, gerusan/alur2/parit erosi dan endapan lumpur
pada alur sungai/kaki bukit/bekas banjir/hujan.
8. Dari segi pendanaan para pihak termasuk kelompok masyarakat dapat
berperan serta, hingga perlu memberi kontribusinya dengan besaran sesuai
kemampuannya terkait/menyangkut lahan usahanya/miliknya yang dibangun
dan dikelola guna mencapai tujuan bersama. Untuk masyarakat pemilik lahan
paling tidak dapat memberikan kontribusi tenaga tanpa diupah atau sesuai
kesepakatan bersama diberi imbalan/insentif sebesar 25-50 % standar upah
pada kegiatan on side farm. Sementara kegiatan off side farm, para pihak
pemangku kepentingan baik pemerintah dan swasta terkait dapat memberikan
dukungan program dan kegiatannya sesuai tugas sektoralnya dengan tetap
melibatkan masyarakat setempat terutama dalam penyediaan tenaga kerja
setempat/lokal.
a. Pada lokasi on site farm, pelibatan masyarakat dalam pembuatan
bangunan konservasi tanah, biaya secara sharing/bersama, misalnya
untuk kegiatan pertanian/peternakan/perkebunan dilahan milik
masyarakat yang langsung bermanfaat bagi pemilik, maka 50 % beaya
ditanggung masyarakat/CBO; untuk bangunan seperti: Saluran SPA,
Bangunan Drop, 25% dari masyarakat sisanya dari proyek.
b. Bangunan off side farm lainnya, seperti Dam penahan/pengendali,
Rehabilitasi Jurang 0% dari masyarakat dan 100% dari proyek, dengan
pertimbangan bahwa bangunan tsb tidak langsung bermanfaat pada
lahan miliknya tetapi manfaat langsung pada wilayah hilirnya.
c. Untuk kegiatan penanaman dilahan anggota, sharing CBO sebesar 75 %
sebagai tenaga kerja dan penyediaan bibit dari proyek. Besaran sharing
tersebut dapat bervariasi sesuai kesepakatan bersama dalam musrenbang
desa.
41. 34 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
d. Demikian pula bangunan lain pada lokasi off side farm bukan pada
lahan usaha tani maka pembiayaan dapat dibebankan pada pihak proyek,
seperti untuk sarana prasarana, misalnya pembuatan jalan akses/desa,
tebing kakija, kakisu, saluran SPA di areal fasilitas sosial kemasyarakatan,
perkantoran, puskesmas, sekolah dan lainnya yang masuk diwilayah
MDM.
e. Pada kawasan hutan negara yang masuk wilayah MDM, maka dapat
diupayakan untuk pengembangan yang memerlukan partisipasi
masyarakat, diantaranya untuk hutan kemasya rakatan/HKm, hutan
desa/HD dengan pelibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan
hutan negara guna meningkatkan pendapatan masyarakat dan
kesejahteraan rakyat setempat.
9. Kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan MDM perlu direncanakan
dengan mengutamakan tenaga kerja dari masyarakat setempat yang sekaligus
memberdayakan masyarakat dalam pelaksanaan, pemeliharaan maupun
monev serta penyebarluasan proyek kelingkungan yang luas oleh masyarakat
setempat secara berkelanjutan. Tenaga dari luar baru digunakan sepanjang
tenaga kerja lokal belum dapat memenuhi persyarat an yang diperlukan.
Sebagai contoh usulan program dan kegiatan yang dapat ditawarkan pada
pembangunan MDM, dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 3. Alternatif Program dan Kegiatan yang diusulkan
No Permasalahan Pokok Alternatif Program/Kegiatan
Teknis
1 Erosi &Limpasan/
Larian air tinggi pada
lereng lahan dari landai
(<8%) berbukit hingga
terjal (>40%)
a) Penataan Kaw. Lindung: > Untuk kawasan hutan (produksi dan
lindung) dapat diupayakan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan/
Hkm, Hutan Desa/HD guna kesejahteraan masyarakat setempat;
> Diluar kawasan hutan : Agroforestri, Hutan Rakyat, Penanaman
secara kontur .
b) Penataan Kaw.Budidaya: > KonservasiTanah dan Air (KTA) Vegetatif
(V)/pertanian sistim konservasi, SipilTeknis (ST), kombinasi V&ST
c) Areal Pemukiman: > Sumur resapan; Panen air hujan
2 Longsor tebing/lereng
terjal
a) Penguatan/penjagaan tebing/lereng terjal: > pe nanaman secara
permanen/larangan tebang
b) Perkuatan tebing kiri kanan jalan (Kakija):> penanaman kayu2an
dan gebalan rumput
c) Perkuatan tebing kiri kanan sungai (Kakisu):> penanaman kayu2an
dan gebalan rumput
42. 35Perencanaan Pembangunan MDM
3 Erosi parit sepanjang
batas milik/
penggunaan lahan
c) Pemb. Saluran pengelak: > Sal. Diversi (SD)
d) Pemb. Saluran : Sal. Pembuangan Air (SPA)
e) Bangunan: > Drop/pengendali/pemecah arus air
4 Sedimentasi alur/
jurang/anak sungai
c) Pemb. Jebakan Sedimen: > Sedimen trap
d) Pemb. Pengendali Jurang: > Gully plug
e) Pemb. Dam penahan : > Cek dam
5 Kualitas air sungai/
pemukiman bag hulu
DAS
d) Perlindungan sumber/mata air: > Penanaman
e) Pengamanan sempadan sungai: > Penanaman
f) Pengolahan limbah/kompos
g) Daur ulang sampah
6 Banjir lokal dari
on dan off side farm/
pemukiman
h) Saluran drainasi
i) Kantong air
j) Saluran pengelak
k) Bangunan/tanggul pengelak
Sosial Ekonomi
7 Hasil tani kurang/
trend menurun
e) Bantuan saprodi (bibit berkualitas, pupuk dan obat2an pertanian)
f) Penterasan/pengendalian erosi untuk jafga kesuburan tanah
g) Penanaman tan.hijau/organik untuk pengembalian kesuburan.
8 Lahan usaha tani
sempit/fragmentasi
a) Intensifikasi usaha tani/Usaha Tani Konservasi (Conservation
Farming System)
b) Usaha tani secara bersama/komunal fragmentasi gunakan patok
pembatas namun kerjakan secara bersama dgn luasan sama.
c) Fasilitasi pemerintah untuk peroleh luasan usaha tani yang penuhi
kebutuhan hidup keluarga tani, redistribusi lahan negara bebas di
kab/kec/desa;
d) Fasilitasi pemerintah untuk lapangan kerja non pertanian atau
terkait (jasa pertanian/koperasi, perdagangan/pemasaran, industri
pertanian/paska panen
9 Modal terbatas d) Bantuan modal dari pemerintah/bank
e) CSR untuk pokmas/KTA dan usaha tani
f) Koperasi tani untuk kredit ringan
g) Jaminan harga dan produk terserap pasar yang mendorong usaha
tani maju
10 Status kepemilikan/
tenurial
d) Fasilitasi pemerintah (BPN) untuk sertifikasi lahan milik sebagai
jaminan kelangsungan usaha tani dan pemeliharaannya
e) Fasilitasi pemerintah adanya jaminan/pembagian yang adil antara
pemilik dan penggarap agar usaha tani dan pemeliharaannya
berlanjut.
f) Fasilitasi pemerintah untuk distribusi lahan negara bebas pada
petani/penggarap tak berlahan untuk pengendalian perambahan/
penyerobotan lahan/ hutan negara
43. 36 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
Kelembagaan masyarakat
11 Gotong royong
melemah/kerja
individual
c) Pemberdayaan organisasi melalui pelatihan dalam bentuk sekolah
lapang (SL) dengan penekanan membangun spirit kerja bersama/
gotong royong untuk setiap kegiatan.
d) MDM dilaksanakan bersama/ tidak sendiri-2.
12 Penguasaan KTA
terkait dengan
pengelolaan DAS
a) Pembekalan materi KTA baik cara vegetatif, sipil teknis maupun
kombinasi keduanya untuk kegiatan RHL.
b) Pelatihan/praktek KTA melalui sekolah lapangan
13 Pengembangan
organisasi Pokmas/
CBO
Selain bidang/seksi yang sudah ada maka perlu ditambah bidang KTA
ditangani/dipegang dari anggota yang berpengalaman
Sebagaimana ketentuan pembangunan MDM (SK Dirjen RLPS No.P.15/V-
SET/2009), maka Program dan kegiatan yang direncanakan dalam pembangunan
MDM perlu dilengkapi dengan indikator guna mengetahui tingkat keberhasilan
dari program dan kegiatan yang dilakukan. Indikator merupakan ukuran tujuan
yang ingin dicapai oleh program/kegiatan, oleh karena itu agar mudah diketahui/
diukur maka mudah diterapkan dan diverifikasi. Selanjutnya asumsi asumsi yang
digunakan untuk indikator dan pencapaian hasil perlu dimasukkan.
Untuk keperluan verifikasi dapat digunakan informasi dari sumber resmi
seperti Dokumen, Laporan, Laporan Rapat/Notulen, Hasil Survey, dan lainnya
yang dikeluarkan oleh sumber yang berwenang.
D. Rencana pembangunan MDM
Draft rencana pembangunan MDM yang disusun dengan melibatkan para
pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama masyarakat setempat dalam
melalui kelompok masyarakat/CBO yang anggotanya mempunyai lahan diareal
MDM perlu diakomodir usulan/permintaannya dengan timbal balik masyarakat
akan memberikan dukungan positif terhadap pelaksanaan sampai ke pemeliharaan
MDM secara berkelanjutan.
Kontribusi masyarakat melalui pokmas/CBO yang dari awal sudah dilibatkan
maka dalam perencanaan MDM, perlu langkah 2:
44. 37Perencanaan Pembangunan MDM
i. Terasering ii. Agroforestry/Hkm/Hutan Rakyat
Gambar 3. Penataan Bentang Lahan
Gambar 4. Penataan Teras
1. Penata gunaan lahan pada bentang lahan dengan karakteristik lahan
bertopografi landai hingga terjal (>40%) perlu dilakukan pemilahan sesuai
dengan penataan ruang dimana lahan dengan topografi landai sampai 40%
diarahkan sebagai kawasan budi daya sedang untuk topografi > 40% sebagai
kawasan berfungsi lindung.
45. 38 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
2. Lahan milik yang diusahakan masyarakat desa, anggota pokmas CBO
sebagian besar berusaha tani (on side farm) dengan masalah erosi dan limpasan
air yang diketahuinya perlu tindakan KTA. Pokmas/CBO perlu mengusulkan
cara/jenis KTA yang sesuai dengan kemiringan lahan usahanya sehingga
tidak ada gangguan dalam usaha taninya bahkan lebih baik hasilnya sekaligus
masalah kerusakan lahan dapat ditanggulangi, dengan cara yang dikenal usaha
tani konservasi (Conservation Farming System/ CFS)
1) Areal dengan topografi >40% CFS berfungsi lindung dengan penanaman
MPTS secara kontur pola Agroforestri dengan rumput/slyvopasture,
Hutan Rakyat (HR) sesuai pilihan masyarakat pokmas/CBO.
2) Areal dengan topografi < 40% CFS dengan penanaman MPTS dan
tanaman pangan dilengkapi KTA berupa terasering sesui kemiringan
dan solum yang dikehendaki pokmas CBO.
3. Lahan diluar yang diusahakan masyarakat (off side farm) dengan kondisi
kemiringan lahan landai sampai terjal maka para pihak yang berkepentingan,
pemilik/pengguna lahan terkait (instansi pemerintah/ swasta) bersama
pokmas/CBO dan mengajak masyarakat desa berpartisipasi dalam penata
gunaan lahannya, misalnya :
1) Lahan pemukiman, perumahan penduduk untuk mengatasi
permasalahan yang dihadapi perlu tindakan pembuatan sumur resapan,
SPA, rorak, jalan lingkungan dengan konblok, dsbnya.
2) Lahan terbuka perkantoran desa, sekolahan, puskesmas, lapangan desa
dilakukan penanaman/penghjauan lingkungan, tanaman obat2an,
perumputan/grassing dilengkapi saluran penampungan air hujan/SPA
dan saluran pengelak pada bagian tebing/atas, dsbnya.
3) Lahan kawasan hutan yang rusak perlu rehabilitasi hutan dengan
penanaman tegakan pohon secara kontur. Alternatif bersama masyarakat
setempat dapat dilakukan dengan pola Hutan Kemasyarakatan/HKm
dan/atau Hutan Desa/HD sekaligus meningkatkan pendapartan/
kesejahteraan masyarakat setempat.
4) Lahan kawasan perkebunan yang rusak perlu rehabilitasi cara
penanaman jenis tanaman perkebunan yang cocok secara kontur dan
tindakan KTA dengan pelibatan masyarakat setempat.
5) Lahan kawasan lainnya yang masuk dalam areal MDM yang rusak perlu
direhabilitasi oleh pemegang hak bersama masyarakat setempat.
46. 39Perencanaan Pembangunan MDM
Bilamana peta RTR Kabupaten telah terbit/tersedia maka MDM tentunya
sudah terkover dan tinggal men tumpang tindihkan. Rencana membangun MDM
dengan ciri khas tersebut disusun oleh perencana BPDAS dengan melibatkan
Tim perencana pokmas CBO berdasarkan masukan partisipatif dari anggota,
pemerintah/instansi dan para pihak pemangku kepentingan.
Rencana pembangunan MDM yang telah disusun dengan melibatkan pokmas
CBO oleh BPDAS perlu dibahas bersama sama dengan Instansi Pemda Kabupaten/
SKPD, Kecamatan, Desa dan para pihak termasuk LSM, terutama terkait dengan
pembangunan MDM.
Melalui pembahasan mendalam dengan para pihak beragam masukan
dapat diakomodir maupun dipertimbangkan dari segi kelayakan teknis, sosial
ekonomi, lingkungan dan kelembagaannya guna penyempurnaan rencana. Peta
peta pendukung untuk rencana perlu disertakan untuk memastikan pembangunan
MDM tepat lokasi.
Pada pembangunan MDM yang lingkup arealnya masuk dalam satu desa atau
lebih maka program dan kegiatan yang menonjol umumnya dibidang pertanian
(dalam arti luas mencakup kehutanan, pertanian pangan, perkebunan, peternakan),
kemudian off side farm berupa kegiatan diantaranya, ke PU an mencakup
infrastruktur jalan/desa, pengairan, pemukiman; kesehatan, pendidikan dan BPN/
agraria. Maka peran dan tanggung jawab para pihak terkait perlu terumuskan
dengan jelas pada proses pembangunan maupun pengelolaan MDM mendatang.
Rencana Pembangunan MDM yang disiapkan secara partisipatif melibatkan
pokmas CBO beserta para anggotanya dan petugas pendamping/lapangan
kemudian final penyusunannya oleh pemrakarsa yaitu BPDAS setempat.
Penyusunan rencana partisipatif MDM yang melibatkan para pihak pemangku
kepentingan baik Pemda berikut jajarannya/SKPD Kabupaten, Kecamatan, Desa
dan pihak terkait lainnya sejak awal hingga tersusunnya draft akhir. Sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan selanjutnya maka rencana tersebut perlu disahkan oleh yang
berweang, dalam hal ini Bupati setempat.
Desa desa yang masuk kedalam MDM tersebut secara administratif juga
merupakan bagian dari rencana pembangunan masing-2 desa, maka rencana
pembangunan MDM melalui proses musyawarah rencana pembangunan desa
(Musrenbangdes) diusulkan dalam satu paket dalam rencana pembangunan jangka
menengah desa (RPJM Des) untuk selanjutnya mengikuti proses yang berlaku
diajukan ke Pemda kabupaten/Kota untuk mendapat persetujuan Bupati.
Dengan diterimanya RPJM Desa yang merupakan bagian dari RPJM
Kabupaten/Kota maka pelaksanaan pembangunan MDM dalam kurun 5 tahun
47. 40 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
kedepan akan mendapat dukungan pendanaan/pembiayaan dari Pemda terutama
pada sektor/instansi terkait diluar BPDAS.
PDAS
DAS Prioritas RTK RH
RP RH DAS
RTh RLH
LMU RLH
Sub DAS
Mikro DAS
(MDM )
CBO
RPJM Kabupaten
RPJM Desa
Persyaratan Lokasi
Biofisik
Sosial
Kelembagaan
Gambar 5. Bagan RPJM Desa
48. Pelaksanaan Pembangunan MDM
P
embangunan MDM dilakukan oleh seluruh anggota pokmas CBO sebagai
wujud pelaksanaan rencana berbasis masyarakat yang mereka ikut aktif
menyusunnya.
Pada rencana pembangunan MDM yang kondisi bentang lahannya mulai
dari landai hingga terjal (>40%) sesuai dengan penataaan ruang kabupaten/
RTR Kab (bila sudah ada) maka dapat diacu untuk pelaksanaan pembangunan
MDM. Bilamana belum tersedia RTR Kab. maka pada kelerengan lahan dibawah
< 40% dapat diarahkan sebagai kawasan budidaya (pertanian pangan untuk
lahan masyarakat/pemilik lahan guna usaha tani), sedangkan pada lahan dengan
kelerengan di atas > 40% slope diarahkan sebagai kawasan berfungsi lindung
dengan penanaman tegakan pohon tetap pada lahan negara sedangkan pada lahan
milik masyarakat ditanamai secara kontur dengan pola Hutan Rakyat dengan jenis
tanaman MPTS yang dipilih masyarakat.
Pelaksanaan pembangunan areal Mikro DAS Model dilakukan oleh instansi
teknis sektoral (Pemerintah, Satuan Kerja Perangkat Daerah/SKPD Provinsi/
Kabupaten/Kota), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) serta Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing - masing
dengan melibatkan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan MDM harus mengacu
kepada Rencana Pembangunan Areal MDM yang telah ditetapkan dan disahkan
Bupati setempat.
Dengan demikian kegiatan/model yang dilaksanakan oleh masing – masing
pihak tersebut mendukung pencapaian tujuan dan sasarannya sekaligus mendukung
pencapaian tujuan pembangunan MDM yang telah disepakati bersama. Proses
pelaksanaan pembangunan MDM mengikuti Pedoman Pembangunan Ateal
Model DAS Mikro (Per Dirjen RLPS No. P.15/V-SET/2009).
49. 42 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
A. Rancangan Kegiatan
Rancangan kegiatan merupakan rencana detil dari setiap jenis kegiatan
pembangunan MDM. Cakupan rancangan meliputi unsur: 1) tempat/lokasi, 2)
jenis kegiatan. 3) pelaku kegiatan, 4) sasaran, 5) hasil/luaran, 6) cara, 7) bahan &
alat, 8) anggaran/biaya, dan 9) jadwal, dengan uraian sebagai berikut.
Tabel 4. Rancangan Kegiatan
No Unsur Kegiatan Uraian
1 Tempat/lokasi Tetapkan dimana lokasi kegiatan berada
2 Jenis Kegiatan Beragam kegiatan apa saja yang dilakukan misalnya Konservasi
Tanah dan Air dengan teknik vegetatif, Sipil teknis
3 Cara Teknis vegetatif: penanaman kontur, penanaman strip/rumput,
tanaman lorong,dll. Sipil teknis: teras gulud, teras bangku,
saluran pengelak/pembuang air, bangunan drops, dll
4 Pelaku kegiatan Anggota pokmas, dan masyarakat setempat
5 Sasaran kegiatan Lahan rusak/terdegradasi/lahan kritis
6 Luaran/hasil Lahan berfungsi baik dan produktif
7 Biaya Sharing para pihak termasuk pokmas
8 Bahan dan Alat Jenis/macam dan mendapatkannya
9 Jadwal Rangkaian waktu pelaksanan kegiatan yang direncanakan
Masyarakat setempat melalui pokmas CBO dilibatkan dalam proses
perancangan, dimana lokasi rancangan adalah pada lahan milik anggota sehingga
lebih paham mengenai kondisi fisik lahan maupun lingkungannya.
Lokasi tempat kegiatan dengan demikian dapat teridentifikasi jelas dengan
tapak kegiatan, kemudian dokumen rancangan disusun dengan baik dan finalisasi
berupa pengesahan rancangan kegiatan oleh BPDAS setempat.
1. Identifikasi Ciri Tapak Kegiatan
1) Ciri ciri kondisi biofisik yang dipetakan pada gambar skala detail 1:2500 –
1000 melalui ceking lapangan meliputi penutupan lahan, land use, topografi
dengan kerapatan/kontur lahan, jenis dan kedalaman tanah guna merancang
jenis kegiatan KTA seperti jenis bangunan teras: teras bangku, teras gulud,
teras individu, dan bangunan KTA lainnya misalnya saluran SPA, bangunan
Drop,dll.
50. 43Pelaksanaan Pembangunan MDM
2) Ciri ciri sosial ekonomi seperti luas kepemilikan, ukuran keluarga, tingkat
pendapatan, dll berpengaruh pada rancangan terutama penentuan pola usaha
tani apakah usaha tani dengan tanaman pangan, perkebunan, peternakan,
kehutanan/hutan rakyat.
3) Ciri kelembagaan masyarakat seperti organisasi pokmas yang sudah kuat,
tugas dan tanggung jawab jelas dan lancar pelaksanaannya, hubungan antar
anggota cukup baik sehingga berpengaruh terhadap rancangan kegiatan
seperti pembuatan teras yang berlanjut/bersambung dengan teras dari lahan
tetangga meskipun melintasi batas batas milik/petak petak tanah sehingga
mempermudah pemeliharaan karena dilakukan bersama sama, fragmentasi
lahan dapat dikendalikan dengan pemberian patok/pematokan sebagai
pembatas tanpa mempersempit petak/pembuatan pematang.
2. Penyusunan Dokumen Rancangan
Dokumen rancangan kegiatan memuat rencana detil, kegiatan yang perlu
dilaksanakan mulai dari persiapan sampai pelaksanaan pembangunan . Dokumen
meliputi:
1) Latar Belakang
2) Tujuan
3) Kondisi Tapak Kegiatan
4) Rancangan Kegiatan (seperti pada Tabel Rancangan Kegiatan)
5) Peta peta dan gambar teknis
3. Legalisasi Rancangan Kegiatan
Finalisasi rancangan kegiatan yang disusun oleh Bagian Rencana/program
BPDAS bersama pokmas CBO dengan pihak terkait setelah dinilai kemudian
disahkan oleh Kepala BPDAS setempat untuk dijadikan acuhan/dasar dalam
pelaksanaan kegiatan dilapangan oleh pokmas CBO bersama masyarakat setempat
dapat digunakan sebagai acuan/dasar pelaksanaan pembangunan MDM.
51. 44 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
Gambar 6. Lahan Anggota CBO/Pokmas Berdasar Domisili, Teras
(tradisional) Tidak Teratur Dan Tidak Ada Saluran Pembuangan Air (SPA)
Gambar 7. Lahan CBO Berdasarkan Hamparan, Teras Teratur dan
Bersambung Mengarah SPA
52. 45Pelaksanaan Pembangunan MDM
B. Kegiatan Fisik pada Areal MDM
Diketahui bahwa tidak semua areal MDM merupakan lahan milik masyarakat
untuk usaha tani (on site farm) tapi juga masuk areal diluar lahan masyarakat (off
site farm) seperti lahan untuk fasilitas umum, pemukiman dll. Oleh karena itu,
program/kegiatan sektor terkait dapat dilakukan, diantaranya,
1. Tata Ruang/Tarukim: untuk optimalisasi pemanfaatan lahan berupa
pembagian ruang, zonasi MDM menjadi kawasan berfungsi sebagai kawasan
budidaya dan lindung. Untuk mendapatkan manfaat yang besar pada
pengelolaan DAS yang berbasis masyarakat, umumnya sebagian besar status
lahan MDM yang menjadi sasaran kegiatan adalah lahan milik masyarakat
sehingga penataan tata ruang dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan
masyarakat setempat, dengan tetap memperhatikan kondisi fisik lapangan,
peraturan yang berlaku dan mempertimbangkan aspek kelestarian sumber
daya alamnya. Tarukim dapat menyediakan peta tata ruang detil MDM
dengan skala 1:2500-4000 khususnya pada kabupaten yang belum tersedia
RUTR nya. Peta Tata Ruang (TR) selanjutnya dapat dijadikan dasar untuk
pembuatan peta tematik MDM terutama untuk status/pemilikan lahan
sebagai dasar pengelolaan lahan dan usaha tani yang cocok dengan kondisi
lokal.
2. Kehutanan: berbagai usaha kehutanan dapat dilakukan seperti, Hutan
Rakyat (HR), Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan/HKm, Aneka
Usaha Kehutanan/ HHBK, dll, secara partisipatif dengan melibatkan
masyarakat sekitar hutan. Dengan adanya kebijakan yang pro rakyat maka
masyarakat sekitar hutan mendapatkan akses untuk ikut mengelola hutan
dengan pola HKm dan HD dengan demikian kawasan hutan negara yang
masuk dalam wilayah MDM terutama dibagian hulu mikro DAS dapat
diusahakan oleh pokmas CBO guna peningkatan kesejahteraan anggotanya
yang sekaligus dapat ikut serta mengamankan kawasan hutan negara tsb.
3. PU yang mencakup pengairan, pemukiman, bina marga ikut terlibat
dalam pembuatan sarana prasarana (sarpras): sumber daya air, embung,
perlindungan tebing sungai, waduk, dam penahan, weir/distribusi aliran
air dibagian hilir MDM untuk dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan
masyarakat setempat seperti irigasi pertanian, peternakan. Perbaikan jalan desa
dan pengamanan/perlindungan tebing kakija, kakisu, pembuatan tandon
air, bak air minum perdesan/PAM untuk permukiman, sumur resapan, dll
yang dapat diupayakan dalam mendukung sinergitas pembangunan MDM
53. 46 Panduan Pengelolaan DAS Mikro Berbasis Masyarakat
dengan melibatkan masyarakat setempat terutama dalam penyediaan tenaga
dan bahan/material lokal.
4. Pertanian: pengelolaan pertanian sawah beririgasi dan tadah hujan di wilayah
MDM, pengembangan lahan kering untuk tanaman pangan, palawija,
hortikultur, usaha tani konservasi, pertanian organik, dll.
5. Perkebunan: pengembangan usaha perkebunan yang sesuai dengan kondisi
setempat seperti Kopi, Coklat, Kelapa, Karet, Aren dan MPTS lainnya dengan
melibatkan masyarakat setempat dalam penyediaan tenaga dan bahan lokal.
6. Peternakan: pengembangan peternakan dengan penyediaan areal/padang
rumput/penggembalaan ternak termasuk usaha penanaman rumput/pakan
ternak yang cocok dengan kondisi setempat, seperti peternakan sapi di NTT.
Pengembangan ternak domba, kambing, dll di daerah lain.
7. Lingkungan Hidup: berperan dalam perbaikan lingkungan hidup perdesaan,
penanganan limbah, sampah pemukiman, dll
8. Kesehatan: perbaikan kualitas air penduduk, penanaman tanaman obat/herba
dipekarangan penduduk, peningkatan kesehatan masyarakat, Posyandu, dll
9. Pendidikan/Sekolah: menggerakkan/sosialisasi penanaman OBIT, penghijauan
lingkungan, pendidikan lingkungan dimulai sejak dini.
10. Pemberdayaan Masyarakat: pelatihan teknis dan non teknis yang
dikoordinasikan oleh Badan/Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten
setempat, program PNPM. Diperlukan guna menggerakkan masyarakat
melalui dalam bentuk pokmas/CBO sebagai pionir perbaikan lingkungan
desa dalam wilayah MDM yang kemudian disebar luaskan kedesa sekitarnya
lingkup DAS dan selanjutnya ke DAS sekitarnya.
C. Penguatan Kelembagaan Pokmas/CBO
Pokmas/CBO yang anggotanya mempunyai lahan usaha tani diwilayah
MDM kedepan harus mempunyai kesiapan untuk ikut aktif mengelola MDM
yang untuk tahapan selanjutnya masyarakat anggota CBO akan mampu secara
mandiri untuk mengembangkannya kedesa sekitar sampai seluruh desa dalam DAS
dapat mereplikasi kemudian diseminasi kewilayah DAS lainnya.
Penguatan kelembagaan CBO memerlukan waktu sekitar 2 tahunan atau
lebih apalagi bila CBO merupakan bentukan baru terutama pada desa yang
belum terjamah oleh pembangunan bidang terkait seperti bidang RHL. Selain
itu juga dibutuhkan adanya tenaga yang akan pendampingi pokmas/CBO dalam
54. 47Pelaksanaan Pembangunan MDM
melakukan kegiatannya sampai CBO tersebut mandiri untuk melaksanakan tugas
dan kegiatan.
Penguatan kelembagaan CBO ditempuh dengan langkah langkah sbb:
1. Pokmas/CBO yang sudah ada di desa dan terkait dengan kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan (RHL) seperti kehutanan dan pertanian, yaitu kelompok
tani/poktan untuk blok/kampung yang anggotanya didasarkan atas tempat
tinggal/domisili di dusun/kampung yang bersangkutan atau gabungan
poktan (Gapoktan) yang mencakup lahan kering dalam satu desa. Untuk
desa baru/belum ada pokmas maka perlu dibentuk CBO didasarkan atas
hamparan lahan usaha (lihat bab tahap persiapan).
2. Kesiapan CBO dengan kegiatan utama RHL dalam rangka pengelolaan DAS
diperlukan:
1) Kesiapannya baik dalam bidang teknis maupun non teknis/adminstratif
melalui pembekalan internal.
2) Pendampingan oleh petugas pendamping dan/atau fasilitator dari
penanggung jawab/pemrakarsa pembangunan MDM yang sehari hari
petugas berada dilokasi bersama anggota CBO untuk pelaksanaan
kegiatan.
3. Secara organisatoris CBO harus memperkuat diri dibidang non teknis/
kelembagaaan untuk bekal sebelum memulai kegiatan teknis/fisik,
diantaranya:
1) CBO harus yakin existensinya menyusul telah diperoleh/dimilikinya
legalitas organisasi tsb dengan tujuan, visi, misi yang jelas, berikut
program dan kegiatan untuk mencapainya yang sudah ditetapkan
bersama anggota didasarkan atas aturan dasar dan rumah tangga (AD/
ART) organisasi yang disepakati bersama dan disahkan oleh Kepala
Desa setempat.
2) Organisasi CBO bagaimanapun kondisinya, harus jalan dan
terus diupayakan menguat kelembagaannya. Ini sangat ditentukan
oleh pengurus inti (Ketua bersama Sekretaris dan Bendahara) yang
ditunjuk/dipilih oleh anggota secara demokratis. Pengurus yang diberi
kepercayaan oleh anggotanya merupakan amanah sebagai modal dan
semangat untuk maju Namun demikian semua anggota juga harus
berpartisipasi aktif untuk memperkuat kelembagaan CBO dengan
memberikan masukan dan dorongan secara timbal balik guna hidupnya
organisasi sebagai ajang pemenuhan kebutuhan para anggotanya.