2. Pandangan para ahli muslim tentang eksistensi akuntansi yang
berpardigma syariah.
Sesi 3 :
1. Apa itu akuntansi syariah
2.Ahli para nabi Muhammad SAW
3. Ahli di masa Nabi
4.Ahli Pasca Nabi sampai dengan sekarang
3. Apa itu akuntansi syariah
Akuntansi islam
Wacana baru akuntansi syariuah tidak hadir dalam suasana yang vakum,
tetpai di stimulasi oleh banyak faktor yang berinteraksi begitu kompleks,
non linear, dinamis dan berkembang.
Definisi
Akutansi Islam atau Akutansi Syariah pada hakekatnya adalah
penggunaan akutansi dalam menjalankan syariah Islam. Shahata
(Harahap, 1997:272) misalnya mendefinisikan Akutansi Islam sebagai
berikut:
“ Postulat, standar, penjelasan dan prinsip akutansi yang menggambarkan
semua hal…sehingga akutansi Islam secara teoritis memiliki konsep,
prinsip, dan tujuan Islam juga. Semua ini secara serentak berjalan
bersama bidang ekonomi, social, politik, idiologi, etika, kehidupan,
keadilan dan hukum Islam. Akutansi dan bidang lain itu adalah satu paket
dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain,.”
4. akuntansi islam
Sesuai dengan penjelasan Hayashi (1989) Akutansi dalam bahasa Arab disebut
Muhasabah terdapat 48 kali disebut dalam Alquran.
Kata Muhasabah memiliki 8 pengertian Hayashi (1989):
Yahsaba yang berarti menghitung, to compute, atau mengukur atau to
mensure.Juga berarti pencatatan dan perhitungan perbuatan seseorang secara
terus menerus
Hasaba adalah selesaikan tanggung jawab Agar supaya bersifat netral
Tahasaba berarti menjaga Mencoba mendapatkan Mengharapkan pahala
diakhirat. Menjadikan perhatian atau mempertanggungjawabkan
Dalam merumuskan kerangka sosial reporting dalam perspektif Islam Haniffa
(2002) mengemukakan 3 dimensi: (1) mencari ridho Ilahi (2) memberikan
keuntungan kepada masyarakat, (3) mencari kekayaan untuk memenuhi
kebutuhan. Ketiga dimensi ini dalam Islam dianggap juga subagai bagiab dari
ibadah.
5. FUNGSI MUHTASIB DAN SIFAT PELAPORAN SOSIAL EKONOMI
Beberapa tugas Lembaga muhtasab adalah (Harahap, 1992):
Mengatur agar muslim melaksanakan kewajiban shalat maka muhtasib
berhak memasukkannya ke penjara.
Menegakkan syariat misalnya menghindari sifat benci, bohong,
penipuan. Misalnya mengurangi timbangan, praktik kecurangan dalam
industri, dagang, agama dan lain-lain.
Memastikan masyarakat mendapatkan hak atas timbangan dari ukuran
yang benar,
Mencek kecurangan bisnis, misalnya menyembunyikan kerusakkan
barang, memberikan informasi yang salah tentang barang.
Mengaudit kontrak yang tidak benar, misalnya mencek keberadaan
praktik riba, judi.
Menajaga terlaksananya pasar bebas. Menjaga jangan sampai ada praktik
yang merugikan akibat ketiadaan informasi pasar.
Mencegah penimbunan barang kebutuhan masyarakat.
Memastikan berlakunya harga yang wajar.
6. AKUNTANSI SOSIAL EKONOMI ISLAM DALAM KONTEKS KEKINIAN
Akuntansi Islam dam konteks kekinian diartikan sebagai akuntansi dalam
perspektif Islam yang mampu menjawab bagaimana seharusnya profil
akuntansi Islam dalam situasi saat ini dimana system ekonomi, politik,
ideology, hukum dan etika masih didominasi system lain yaitu system
kapitalis yang dasar filosofinya berbeda bahkan bertolak belakang dengan
system nilai Islam.
Akutansi Islam terpaksa mengadopsi berbagai jargon kapitalis tetapi secara
pelan pelan tapi pasti dikonversi dengan teknik dan prinsip nilai Islam
sibisanya sesuai konteksnya.
Dalam konteks kekinian respons kita terhadap ASE adalah menerima dan
mendorongnya untuk diterapkan sehingga pada suatu saat disadari
keterbatasan akuntansi kapitalis ini dan pada akhirnya kita menerapkan
Akuntansi Islam secara Kaffah atau secara menyeluruh dan terpadu.
7. Sejarah dan Perkembangan
PengaruhIslam dalam Perkembangan Akuntansi(Pra-
PemerintahanIslam)
Pada masa penyebaranIslam, peradaban manusia didominasi oleh
Bangsa Persia dan Bangsa Romawi
Sebagian besar daerah di TimurTengah berada dalamjajahan Romawi
dan menggunakan bahasa negara jajahan seperti Sham (meliputiSiria,
Lebanon, jordania, Palestina, Israel), sedang Iraq dijajah oleh Persia
Perdagangan bangsa Arab Mekkah terbatas keYaman pada musim
dingin dan keSham padamusim panas.
8. Pengaruh Islam dalam Perkembangan Akuntansi (Pasca-Pemerintahan Islam)
Penyebaran Islam menyebabkan penggunaan angka arab (adanya angka
nol) meluas ke berbagai wilayah didunia.
Kewajiban mencatat transaksi tidak tunai(lihatQS 2:282) mendorong
umat Islam peduli terhadap pencatatan dan menimbulkan tradisi
pencatatan transaksi dikalangan umat.
Hal ini mendorong berkembangnya kerjasama (partnership).
Kewajiban membayar zakat telah mendorong:
pemerintah Islam: membuat laporan keuangan periodik Baitul Maal
pedagang Muslim :mengklasifikasikan harta nya sesuai ketentuan zakat
dan membayarkan zakatnya jika telah memenuhi nishab dan haul
Peran akuntan penting dalam pengambilan keputusan terkait dengan
kekayaan pemerintah dan pedagang.
9. Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam
Pada zaman Rasululullah cikal bakal akuntansi dimulai dari fungsi-
fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuannya dan penunjukkan
orang-orang yang kompeten(Zaid, 2000)
Pemerintahan Rasulullah memiliki 42 pejabat yang digaji,
terspesialisasi dalam peran & tugas tersendiri (Hawary, 1988)
Perkembangan pemerintahan Islam hinggaTimurTengah, Afrika, dan
Asia dizaman Umar bin Khatab telah meningkatkan penerimaan dan
pengeluaran negara.
Para sahabat merekomendasikan perlunya pencatatan untuk
pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran negara
UmarBin Khatab mendirikan lembaga yang bernama
Diwan(dawwana=tulisan)
10. Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam
Reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan oleh
Umar bin Abdul Aziz(681-720M) dengan kewajiban mengeluarkan
bukti penerimaan uang (Imam, 1951)
Al Waleed bin Abdul Malik (705-715 M) mengenalkan catatand an
register yang terjilid dan tidak terpisah seperti sebelumnya (Lasheen,
1973)
Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat
tertinggi pada masa Daulah Abbasiah
Akuntansi diklasifikasikan pada beberapa spesialisasi seperti
akuntansi peternakan, akuntansi pertanian, akuntansi bendahara,
akuntansi konstruksi, akuntansi matauang, dan pemeriksaan
buku/auditing (Al-Kalkashandy, 1913)
11. Praktek Akuntansi Pemerintahan Islam
Sistem pembukuan menggunakan model bukubesar,
meliputi:
JaridahAl-Kharaj (menyerupai receivable subsidiary ledger),
menunjukkan utang individu atas zakat tanah, hasil pertanian, serta
utang hewan ternak dan cicilan. Utang individu dicatat disatu kolom
dan cicilan pembayaran dikolom yang lain. (Lasheen, 1973)
Jaridah Annafakat (jurnal pengeluaran)
Jaridah Al Mal (Jurnal dana), mencatat penerimaan dan pengeluaran
dana zakat
JaridahAl Musadareen, mencatat penerimaan denda/sita dari individu
yang tidaksesuai syariah, termasukkorupsi
12. Laporan akuntansi yang berupa:
Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang
dibuat setiap bulan(Bin Jafar, 1981)
Al KhitmahAl Jame’ah, laporan keuangan komprehensif gabungan
antara income statement dan balance sheet (pendapatan,
pengeluaran, surplus/defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset
tetap), dilaporkan akhir tahun
Dalam perhitungan dan penerimaan zakat. Utang zakat
diklasifikasikan dalam laporan keuangan dalam3 kategori yaitu
collectable debts, doubtful debts dan uncollectable debts (Al-
Khawarizmi, 1984)
13. Hubungan Peradaban Muslim dengan buku Pacioli
Sejak abad VIII, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabi dan
India, singgahdi Italia dan menjual barang dagangan yang Mewah
yang tidak diproduksi oleh Eropa(Have, 1976)
Buku Pacioli didasarkan padatulisa Leonard of Piza, orang Eropa
pertama yang menerjemahkan buku Algebra (pada saatitu ditulis
dalam bahasa Arab), yang berisikan dasar-dasar mengenai
bookkeeping (Ball, 1960)
•Bookkeeping (semestinya) dipraktekkanpertamakali oleh para
pedagang dan berasal dari orang Mesir(Heaps, 1895)
•PadaakhirabadXV, Eropamengalamistandstill
dantidakdapatditemukanadanyakemajuanyang
berartidalammetodeakuntansi(Woolf, 1912)
14. Pengagas dan Aktivis Ekonomi Syariah
Suatu survey pemikiran ekonomi syariah[10] berhasil
menyusun penggagas, pemikir dan aktivis ekonomi Islam
secara kronologis, walaupun belum begitu memadai.
Berikut di bawah ini disajikan beberapa penggagas dasar
ilmu ekonomi syariah yang melambangkan perkembangan
pemikiran ekonomi syariah sekaligus.
15. Ahli para nabi Muhammad SAW
Nabi Muhamad: Perumus Pertama Ekonomi Syariah
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw adalah pemikir dan aktivis pertama
ekonomi syariah[7], bahkan sebelum ia diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Pada zamanya
telah dikenal pula transaksi jual beli serta perikatan atau kontrak (al-buyu’ wa
al-‘uqu`d). Di samping, samp[ai bats-batas tertentu, telah dikenal pula bagaimana
mengelola harta kekayaan negara dan hak rakyat di dalamnya. Berbagai bentuk jual beli
dan kontrak termaksud telah diatur sedemikian rupa dengan cara menyerap tradisi
dagang dan perikatan serta berbagai bentuk kontrak yang telah ada sebelumnya yang
mendapat penyesuaian dengan wahyu, baik Alquran maupun Sunnah. Bahkan lebih
jauh lagi, Sunnah Rasul telah mengatur berbagai alat transaksi dan teori pertukaran dan
percampuran yang melahirkan berbagai istilah teknis ekonomi syariah serta hukumnya,
seperti al-buyu’, al-uqud, al-musyarakah, al-mudlarabah, al-musaqah, dll.[8] Sementara
para aktivis awal di bidang ini adalah para Sahabat Rasul itu sendiri.
16. Nabi Muhamad: Perumus Pertama Ekonomi Syariah
Pemikiran ekonomi mendasar yang dikemudian hari disebut teori
pertukaran atau percampuran (the theory of exchange) telah
digariskan oleh Rasulullah. Landasan pertukaan barang dan jasa yang
merupakan salah satu inti kegiatan ekonomi terdiri dari dua pilar:
Pertama, obyek pertukaran yang dalam fiqh dibedakan jenisnya,
yakni: ‘ayn (real assets) berupa barang dan jasa; dan dayn (financial
assets) berupa uang dan, sekarang dalam bentuk, surat berharga.
Kedua, waktu pertukaran, yakni dalam bentuk naqdan (immediate
delivery) yakni penyerahan pada saat itu juga atau ghayru naqdan
(penyerahan kemudian). Ada tiga jenis pertukaran jika dilihat dari
segi obyeknya, yakni: ayn bi ‘ayn; ‘ayn bidayn; dan, dayn bidyan seperti
pada gambar di bawah ini[9]:
Lihat bagan di word>>
17. Ahli di masa Nabi
Zaid bin Ali (80-120H./699-738M)
Zaid adalah pengagas awal penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi
dari harga tunai.[11]
Abu Hanifah (80-150H/699-767M)
Abu Hanifah lebih dikenal sebagai imam madzhab hukum yang sangat rasionlistis dan dikenal puga
sebagai penjahit pakaian atau taylor dan pedagang dari Kufah, Iraq. Ia menggagas keabsahan dan
kesahihan hukum kontrak jual beli dengan apa yang dikenal dewasa ini dengan bay’ al-sala`m dan
al-mura`bahah.[12]
Al-Awza’i (88-157H./707-774M.)
Nama lengkapnya Abdurahman al-Awza’i yang berasal dari Beirut, Libanon dan hidup sezaman
dengan Abu Hanifah. Ia adalah pengagas orisinal dalam ilmu ekonomi syariah. Gagasan-gagasanya,
antara lain, kebolehan dan kesahihan sistem muzara’ah sebagai bagian dari bentuk mura`bahah dan
membolehkan peminjaman modal, baik dalam bentuk tunai atau sejenis.[13]
18. Imam Malik Bin Anas (93-179H./712-796M.)
Imam Malik lebih dikenal sebagai penulis pertama kitab hadis al-
Muwatha’, dan Imam Madzhab hukum. Namun, ia pun memiliki
pemikiran orisinal di bidang ekonomi, seperti: Ia menganggap raja
atau penguasa bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya. Para
pengusaha harus peduli terhadap pemenuhan kebutuhan dasar
rakyat. Teori istislah dalam ilmu hukum Islam yang diperkenalkanya
mengandung analisis nilai kegunaan atau teori utility dalam filsafat
Barat yang di kemudian hari diperkenalkan oleh Jeremy Benthan dan
John Stuart Mill. Di samping itu, ia pun tokoh hukum Islam yang
mengakui hak negara Islam untuk menarik pajak demi terpenuhinya
kebutuhan bersama.[14]
19. Abu Yusuf (112-182H./731-798H.)
Abu Yusuf adalah seorang hakim dan sahabat Abu Hanifah. Ia
dikenal dengan panggilan jabatanya (al-Qadli=hakim) Abu Yusuf
Ya’qub Ibrahim dan dikenal perhatianya atas keuangan umum
serta perhatianya pada peran negara, pekerjaan umum, dan
perkembangan pertanian.[15] Ia pun dikenal sebagai penulis
pertama buku perpajakan, yakni Kitab al-Kharaj. Karya ini
berbeda dengan karya Abu ‘Ubayd yang datang kemudian. Kitab
ini, sebagaimana dinyatakan dalam pengantarnya, ditulis atas
permintaan dari penguasa pada zamanya, yakni Khalifah Harun
al-Rasyid, dengan tujuan untuk menghindari kedzaliman yang
menimpa rakyatnya serta mendatangkan kemaslahatan bagi
penguasa.
20. Abu ‘Ubayd al-Qasim bin Sallam (157-224H/774-738M)
Pembahasan ekonomi syariah dalam karya Abu ‘Ubayd, al-
Amwa’l, diawali dengan enam belas buah hadis di bawah
judul haqq al-ima`m ‘ala` al-ra’iyyah, wa haqq al-ra’iyyah
ala al-ima`m (hak pemerintah atas rakyatnya dan hak
rakyat atas pemerintahnya
Abu Hamid al-Ghazali (1059-1111) Tokoh yang lebih
dikenal sebagai sufi dan filosof serta pengkritik filsafat
terkemuka ini melihat bahwa uang bukanlah komoditi,
melainkan alat tukar
21. Ahli Pasca Nabi sampai dengan sekarang
Tusi (1201-1274)
Tusi adalah penulis buku dalam bahasa Persia, Akhlaq –i-Nasiri yang
menjelaskan bahwa: Apabila seseorang harus tetap menghasilkan
makanan, pakaian, rumah, dan alat-alatnya sendiri, tentu dia tidak
akan dapat bertahan hidup karena tidak akan mempunyai makanan
yang cukup untuk jangka lama. Akan tetapi, karena orang bekerja
sama dengan lainya dan setiap orang melakukan pekerjaan sesuai
dengan profesinya sehingga menghasilkan konsumsi yang lebih dari
cukup untuk dirinya sendiri. Keadilan hukum pun mengendalikan
pertukaran produk barang-barang yang menjamin ketersediannya
untuk semua orang.
22. Ibnu Taymiyyah (1262-1328)
Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya, al-Siyasa`t al-Syar’iyyah fi` Ishla`h
al-Ra`’iy wa al-Ra’iyyah menegaskan tugas, fungsi dan peran
pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat
yang ia sebut ada` al-ama`na`t ila` hliha`. Pengelolaan negara serta
sumber-sumber pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara
(al-siya`sa`t l-syar’iyyah) pengertian al-siyasah al-dustu`riyyah
maupun al-siya`sa`t al-ma`liyyah (politik hukum publik dan privat).
Sedangkan dalam karya lainya, al-Hisbah fi` al-Isla`m, lebih
menekankan intervensi pemerintah dalam mekanisme pasar;
pengawasan pasar; hinga akuntansi yang erat kaitanya dengan sistem
dan prinsip zakat, pajak, dan jizyah.
23. Ibn Khaldun (1332-1406)
Cendekiawan asal Tunisia ini lebih dikenal sebagai Bapak
ilmu sosial. Namun demikian, ia tidak mengabaikan
perhatianya dalam bidang ilmu ekonomi. Walaupun
kitabnya, al-Muqaddimah,[20] tidak membahas bidang ini
dalam bab tertentu, namun ia membahasnya secara
berserakan di sana sini. Ia mendefinisikan ilmu ekonomi
jauh lebih luas daripada definisi Tusi
24. al-Mawardi (w.450H.)
Penulis al-Ahkam al-Sulthaniyyah,[21] adalah pakar dari kubu Syafi’iyyah yang
menyatakan bahwa institusi negara dan pemerintahan bertujuan untuk
memelihara urusan dunia dan agama atau urasan spiritual dan temporal (li
hara`sat al-di`n wa al-umur al-dunyawiyyah). Jika kita amati, persyaratan-
persyaratan kepala negara dalam karyanya, maka akan segera nampak bahwa
tugas dan fungsi pemerintah dan negara yang dibebankan di atas pundak
kepala negara adalah untuk mensejahterakan (al-falah) rakyatnya, baik secara
spiritual (ibadah), ekonomi, politik dan hak-hak individual (privat: hak
Adami) secara berimbang dengan hak Allah atau hak publik. Tentu saja
termasuk di dalamnya adalah pengelolaan harta, lalu lintas hak dan
kepemilikan atas harta, perniagaan, poduksi barang dan jasa, distribusi serta
konsumsinya yang kesemuanya adalah obyek kajian utama ilmu ekonomi.