SlideShare a Scribd company logo
TUGAS KELOMPOK
AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH
Nama Dosen : Shinta Melzatia, SE. M.Ak.
Kelas : A71324EL, B-402-2
NAMA KELOMPOK :
ANNISA FITRI – 43216120254
FIDIYANTI PUJA LASELMA - 43216120226
Program Studi Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2017
RAPEM PERTEMUAN 1 – PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
LATIHAN BAB 2 BUKU RAA
1. Kaitan Alquran dengan keberadaan lembaga keuangan syariah :
Alquran sebagai sumber huum agama Islam cukup banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan
keuangan. Akan tetapi, alquran tidak secara spesifik berbicara tentang bentuk lembaga keuangan.
Pembahasan Alquran lebih berkaitan dengan akhlak/etika yang berkaitan dengan masalah keuangan,
antara lain menjaga kepercayaan (amanah), keadilan (‘adalah), kedermawanan (ikhsan), perintah
menjauhi yang haram dan menegakkan yang baik (amar ma’ruf nahi mungkar), dan teguran (tawsiah).
2. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang terdapat pada masa Nabi Muhammad SAW :
Sejak zaman Rasullah SAW. praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk
keperluan konsumsi dan untuk keperluan usaha, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim
dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian, fungsi utama perbankan modern, yaitu
meghimpun dana, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW. Di zaman Rasullah SAW.
Juga terdapat lembaga keuangan dan juga lembaga yang mengurusi kepentingan masyarakat, yaitu
Baitul Maal dan Wilayatul Hisbah.
• Baitul maal
Lembaga Baitul Maal (rumah dana), merupakan lembaga bisnis dan sosial yang pertama dibangun
oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta. Apa yang dilaksanakan oleh
rasul merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan
(expenditure secara transparan dan bertujuan seperti apa yang disebut sekarang sebagai welfare
oriented. Ini merupakan sesuatu yang baru, mengingat pajak- pajak dan pungutan dari masyarakat
yang lain dikumpulkan oleh penguasa dan hanya untuk para raja. Para penguasa di sekitar Jazirah
Arabia seperti Romawi dan Persia menarik upeti dari rakyat dan dibagi untuk para raja dan
kepentingan kerajaan. Sedangkan mekanisme Baitul Maal, tidak saja untuk kepentingan umat
Islam, tetapi juga untuk melindungi kepentingan kafir zhimmi yang ada pada masa itu. Para ahli
ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki perbedaan dalam menafsirkan Baitul
Maal ini. Sebagian berpendapat, bahwa Baitul Maal itu semacam bank sentral, seperti yang ada
saat ini. Tentunya dengan berbagai kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Sebagian lagi
berpendapat, bahwa baitul maal itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini
mengingat fungsinya untuk menyeimbangakn antara pendapatan dan pembelanjaan negara.
Namun kehadiran lembaga ini membawa pembaruan yang besar. Dimana dana-dana umat, baik
yang bersumber dari dana sosial dan tidak wajib seperti sedekah, denda (dam), dan juga dana-dana
yang wajib seperti zakat, jizyah dan lain sebagainya, dikumpulkan melalui lembaga Baitul Maal dan
disalurkan untuk kepentingan umat
• Wilayatul Hisbah
Wilayatul Hisbah merupakan lembaga pengontrol pemerintahan. Pada masa nabi fungsi lembaga
kontrol ini dipegang langsung oleh beliau. Konsep lembaga kontrol ini merupakan fenomena baru
bagi masyarakat Arab, mengingat waktu itu, kerajaan hampir sama sekali tidak ada lembaga
pengontrolnya. Rasulullah berperan langsung sebagai penyeimbang kegiatan muamalat, baik
ekonomi, politik maupun sosial. Rasulullah selalu menegur bahkan melarang langsung praktik bisnis
yang merusak harga dan menzalimi. Pelarangan riba, monopoli, serta menimbun barang dan
sejenisnya menjadi bukti nyata bahwa terdapat lembaga pengontrol aktifitas bisnis.
• Pembagunan etika bisnis
Penting untuk kita ketahui bahwa Rasul tidak saja meletakkan dasar tradisi penciptaan suatu
lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak lembaga sebagai pendukung
dan prasyarat dari lembaga itu sendiri. Seperti pelarangan dan penghapusan riba, menegakkan
keadilan, larangan monopoli, serta prinsip dan etika bisnis lainnya.
Allah SAW menyerukan dalam surah Hud (11) : 85
Artinya : “Hai kaumku cukupkanlah takaran dan timbangan dengan Qisth (sepenuh dan seakurat
mungkin) janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu
berbuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”.(Q.S Hud. 85)
3. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang terdapat pada masa kekhalifahan :
Lembaga keuangan pada masa Khulafaur Rasyidin
Ketika rasulullah telah wafat, tradisi yang sudah dibangun oleh Nabi diteruskan para pemimpin
setelahnya. Oleh Abu bakar kebiasaan memungut zakat sebagai bagian dari ajaran Islam dan menjadi
sumber keuangan negara terus ditingkatan. Bahkan sempat terjadi peperangan antara sahabat yang
taat kepada kepemimpinan beliau melawan orang-orang yang membangkang atas perintah zakat.
Bahkan terjadi peperangan antara sahabat yang taat kepada kepemimpinan beliau melawan orang-
orang yang membangkang. Abu Bakar sebagai yang pertama akan memerangi kaum riddah, yakni
kelompok yang membangkang terhadap perintah membayar zakat dan mengaku sebagai nabi,
sehingga semuanya kembali ke jalan yang benar atau gugur di jalan Allah sebagai shuhada.
Lembaga Baitul Maal semakin mapan keberadaannya semasa khulafaur rasyidin kedua, yaitu Umar bin
Khattab. Khalifah ini meningkatkan basis pengumpulan dana zakat serta sumber-sumber penerimaan
lainnya. Sistem administrasinya sudah mulai dilakukan penerbitan. Umar memiliki kepedulian yang
tinggi atas kemakmuran rakyatnya. Dikisahkan bahwa beliau mendatangi lansung rakyatnya yang
masih miskin, serta membawakan langsung makanan untuk rakyatnya. Ucapan beliau yang sangat
terkenal, “Jika ada keledai yang terperosok di Iraq, ia akan ditanya Tuhan mengapa ia tidak meratakan
jalannya”.
Pada masa Umar pula mulai dilakukan penertiban gaji dan pajak tanah. Terkait dengan masalah pajak,
Umar membagi warga negara menjadi dua bagian. Bagian pertama warga negara muslim dan bagian
kedua warga non muslim yang damai (dhimmi). Bagi warga negara muslim, mereka diwajibkan
membayar zakat sedangkan yang dhimmi diwajibkan membayar kharaj dan jizyah. Bagi muslim
diperlakukan hukum Islam dan bagi dhimmi diperlakukan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku.
Agar situasi tetap terkendali, Umar menetapkan wilayah jazirah Arab untuk muslim, dan wilayah luar
jazirah Arab untuk non muslim. Sedangkan untuk mencapai kemakmuran yang merata, wilayah Syiria
yang padat penduduknya dinyatakan tertutup untuk pendatang baru. Untuk mengelola keuangan
negara, khalifah mendirikan Baitul Maal. Pada masa Umar pula mata uang sudah mulai dibuat. Umar
sering berjalan sendiri untuk mengontrol mekanisme pasar. Apakah telah terjadi kezalimaan yang
merugikan rakyat dan konsumen. Khalifah memberlakuakan kuota perdagangan kepada para
pedagangan dari Romawi dan Persia karena kedua negara tersebut memperlakukan hal yang sama
kepada para pedagang madinah. Kebijakan ini sama dengan sistem perdagangan intenasional modern
yang dikenal dengan principle of reciprocity . Umar juga menetapakan kebijakan fiskal yang sangat
popular tetapi mendapat keritikan dari kalangan sahabat ialah menetapkan tanah takluakan Iraq bukan
untuk tentara kaum muslimin sebagaimana biasanya tentang ghanimah, tetapi dikembalikan kepada
pemiliknya. Khalifah kemudian menetapkan kebijakan kharaj (pajak bumi) kepada penduduk Iraq
tersebut. Semua kebijakan khalifah Umar Bin Khattab ditindak lanjuti oleh khalifah selanjutnya, yakini
Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib . yang menarik untuk diperhatikan ialah bahwa lembaga
keuangan baitul maal telah berfungsi sangat strategis baik masa rasulullah maupun khulafa’ alrashidin.
4. Sejarah pendirian lembaga keuangan syariah modern pertama kali dan pengaruhnya terhadap dunia
internasional :
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena
adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis.
Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis
profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung
hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini,
yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha
perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang
didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri
sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan
kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara
yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank
antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-
negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-
negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur
Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic
Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank
didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan
ibadah haji.
5. Peran lembaga-lembaga internasional dalam pengembangan lembaga keuangan syariah di dunia
secara umum dan di Indonesia secara khusus :
1. Islamic Development Bank (IDB)
Lembaga keuangan dengan basis syariah ini berawal dari sebuah deklarasi dalam Konferensi Menteri
Keuangan Negara Muslim di Jedah pada bulan Zulkaidah 1393 H (Desember 1973). Kemudian hal
tersebut ditindaklanjuti pada sidang Gubernur Bank Sentral pada bulan Rajab 1395 H (Juli 1975) dan
lembaga itu sendiri resmi lahir pada 15 Syawal 1395 H (20 Oktober 1975). Lembaga ini pada dasarnya
bertujuan untuk menjadi suatu lembaga yang membantu pengembangan ekonomi dan sosial negara-
negara muslim dan melakukan kerjasama dengan menggunakan prinsip syariah.
Lembaga ini berkantor pusat di Jedah, negara Kerjaan Saudi Arabia. Dua kantor regional didirikan di
Rabat, Maroko, dan di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam kegiatan sehari-hari, IDB dipimpin oleh seoarng
Direktur Eksekutif. Salah satu orang yang pernah menduduki jabatan tersebut adalah Karnean
Perwataatmadja yang berasal dari Indonesia.
Fungsi dari lembaga ini antara lain memberikan bantuan modal dan kredit hibah untuk proyek-proyek
produktif dan memberikan assisten finansial bagi perusahaan-perusahaan di negara muslim anggota
IDB untuk pengembangan ekonomi dan sosial negara tersebut. Lembaga ini juga mengalokasikan dana
khusus untuk dana asistensi bagi pengembangan ekonomi dan sosial bagi komunitas Islam di negara
yang bukan anggota IDB.
Saat ini anggota IDB berjumlah 54 negara. Negara-negara anggota menyisihkan sejumlah dana untuk
IDB yang nantinya dana tersebut akan digunakan untuk program-program pengembangan ekonomi
dan sosial di negara muslim tersebut. Pada anggota juga otomatis akan menjadi anggota Organisasi
Konferenasi Islam (OKI) dan dalam kondisi tertentu akan menjadi anggota Dewan Gubernur IDB.
Hingga akhir tahun 1412 H (Juni 1992), dana IDB sebesar 2 Miliar Islamic Dinars. Namun, sejak
Muharram 1413 H, atas kesepakatan Dewan Gubernur IDB, dana atau modal IDB itu diperbesar
menjadi 6 Miliar Islamic Dinars, yang terdiri dari 600 ribu saham dengan nilai pari per lembar saham
10 ribu Islamic Dinars. Nilai Islamic Dinars sama dengan SDR (Special Drawing Right) yang digunakan
IMF.
2. Accounting and Auditing Organitation for Islamic Finance (AAOIFI)
Lembaga ini merupakan lembaga yang menstandarisasi sistem akunting dan audit keuangan lembaga-
lembaga ekonomi syariah, khususnya lembaga keuangan di dunia. Lembaga ini berkantor pusat di
London, Inggris, dan diakui oleh negara-negara yang memiliki lembaga keuangan syariah sebagai
benchmark akuntansi dan audit keuangan syariah.
Lembaga ini didirikan oleh Bank Dunia bekerja sama dengan Bahrain Monetery Agency. AAOIFI
memiliki misi untuk menciptakan sistem keuangan syariah yang transparan, berkesinambungan, dan
bersih.
Sejumlah standar akuntansi dan audit yang diterbitkan AAOIFI menjadi dasar bagi lembaga-lembaga
keuangan syariah di Indonesia. Standar Akuntansi Perbankan Syariah yang baru-baru ini disahkan
Dewan Syariah Nasional merupakan peraturan akuntansi perbankan yang merujuk pada standar
AAOIFI.
3. Islamic Financial Services Board (IFSB)
Di sela-sela sidang tahunan IMF di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April 2002, telah disepakati
akan dibentuk satu institusi keuangan islam internasional. Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut,
pada tanggal 4 November 2002, delapan Gubernur Bank Sentral dari delapan negara Islam, ditambah
dengan Presiden IDB, telah menandatangani pendirian Islamic Financial Services Board (IFSB) di Kuala
Lumpur, Malaysia. Lembaga itu langsung dipimpin oleh seorang bankir senior yang berasal dari Sudan,
Prof. Rifaat Ahmed Abdel Kari, Ph.D.
Lembaga multilateral yang akan memayungi lembaga keuangan syariah di dunia itu, didirikan oleh
Bank Sentral dan otoritas moneter dari Indonesia, Bahrain, Iran, Kuwait, Malaysia, Pakistan, Saudi
Arabia, Sudan, dan Islamic Development Bank (IDB).
Kelahiran IFSB bukan gagasan liar yang muncul secara spontan dalam sidang tahunan IMF tersebut.
Tapi, gagasan ini sudah dirintis sejak lama dan embrionya tumbuh pada Consultative Meeting for
Islamic Financial Products, di Praha, Ceko, 23 September 2000. Dari situlah komitmen negara-negara
pendiri semakin kuat hingga dibentuk Technical Committee untuk mewujudkan lembaga tersebut.
Setelah melalui sejumlah pertemuan penting, akhirnya terwujud juga pada tahun 2002.
Bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan syariah dunia, kehadiran IFSB ini memiliki arti sangat
penting. Karena kini terdapat sekitar 200 lembaga perbankan Islam yang sedang tumbuh di 48 negara,
termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan Asia Barat. Bank-bank tersebut mengelola aset sekitar $ 170
miliar.
IFSB akan menyusun standar dan prinsip pokok pengawasan, pengaturan, dan penerapan syariah Islam
oleh lembaga keuangan syariah di seluruh Indonesia. IFSB juga akan menjadi penguhubung sekaligus
menjalin kerjasama dengan lembaga penetapan standar di bidang moneter dan stabilitas ekonomi. Di
antara hal yang akan dilakukan, yang cukup penting adalah penyusunan standar operasional yang
selaras dengan Basel Accord II. Basel Accord II sendiri masih dalam tahap persiapan akhir bagi
pengimplementasian pada akhir tahun 2006, yang dikendalikan secara eksklusif oleh Bank for
International Settlements (BIS) di Basel, Swiss. Intinya, fungsi IFSB seperti Bank for International
Settlement (BIS).
Bagi Indonesia, keberadaan IFSB sangat strategis. Ini untuk menstandarisasi perbankan syariah dan
lembaga keuangan syariah di negeri ini sehingga standar operasi dan produknya sama secara
internasional. Selain itu, melalui lembaga tersebut akan dapat dijalin kerja sama antar lembaga
keuangan syariah di dunia.
4. International Islamic Financial Market (IIFM)
IIFM sebagai organisasi penyusun standar internasional untuk pasar keuangan syariah khususnya
Islamic Capital and Money Market segment of Islamic Financial Services Industry (IFSI) memiliki
peran utama dalam menyusun standarisasi produk dan dokumentasi, sekaligus mendorong
harmonisasi proses-proses terkait dengan pasar modal dan pasar uang syariah. Oleh karena itu,
organisasi yang pada tahun 2012 memiliki ± 53 anggota yang terdiri dari otoritas keuangan dan pasar
modal, lembaga-lembaga keuangan syariah dan lembagaterkait lainnya, selama periode laporan telah
menerbitkan standarisasi Interbank wakalah agreement, Use of sukuk as collateral dan Three
Party Arrangement for Islamic Securities - I’aadat Al Shira’a (Repo Alternative). Hal ini merupakan
tidak lanjut program standarisasi dokumentasi dan produk pasar keuangan syariah, dokumentasi
atau kontrak/akad yang telah dimulai dalam tahun-tahun sebelumnya.
Dalam rangka mendorong penerapan standar yang telah diterbitkan, IIFM secara aktif melakukan
sosialisasi melalui berbagai forum seminar, sekaligus melakukan review proses adaptasi dan
implementasi standar yang dilakukan di berbagai yurisdiksi. Pada periode laporan, sejumlah
kegiatan sosialisasi dilakukan antara lain melalui Briefing on Islamic Hedging and Liquidity
Management Instruments di Singapura pada bulan Juni 2012, 16 lalu seminar di Turkey pada
bulan September 2012 yaitu Seminar on Collateralization and Tri-Party Arrangement for Islamic
Securities dan di Bahrain pada bulan Desember 2012 yaitu IIFM Industry Seminar on Islamic
Capital Market, Liquidity Management and Risk Mitigation Instruments. Bank Indonesia selaku
founding memberIIFM juga senantiasa aktif dalam setiap pertemuan Board of Directors IIFM untuk
membahas standar yang diterbitkan IIFM.
Peranan utama IIFM adalah mendorong perkembangan pasar keuangan syariah internasional baik
pasar primer maupun sekunder antara lain dalam mengupayakan standardisasi instrument keuangan
syariah khususnya dari kontrak dan strukturnya, menerbitkan sejumlah pedoman serta mendorong
kerja sama di antara lembaga keuangan syariah.
Untuk mendorong perkembangan keuangan syariah IIFM juga secara aktif menjalin kerja sama tidak
hanya yang menjalankan prinsip syariah namun juga yang menjalankan prinsip konvensional. Hal ini
ditujukan untuk mendapatkan best practices.
6. Jenis – jenis lembaga keuangan syariah yang terdapat di Indonesia beserta karakteristiknya masing-
masing
• Bank Syariah
Karakteristik :
- Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang tanpa memandang
perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama.
- Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai
dengan posisinya dan melaran adanya unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan),
gharar (ketidakjelasan), haram, riba,
- Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.
- Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui akitfitas perbankan syariah yang
mencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
- Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan
- Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro, deposito,
pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual-beli dan sewa, sampai kepada produk jasa kustodian,
jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card, syariah charge).
- Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan (qard),
memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi antarbank syariah.
• Pegadaian syariah
Karakteristik dari pegadaian syariah adalah tidak ada pungutan berbentuk bunga. Dalam konteks
ini, uang ditempatkan sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan. Tetapi,
mengambil keuntungan dari hasil imbalan jasa yang ditawarkan.
• Asuransi syariah
Dalam pengelolaan dananya, asuransi syariah memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan
asuransi non syariah. Dana tabarru’ dan investasi dikelola sesuai dengan konsep syariah.
Tabarru’ digunakan untuk saling tolong menolong dan investasi ditanam di instrument investasi
syariah yang terbebas dari unsur-unsur haram dalam transaksi keuangannya.
Karena itu, ada dua unsur yang memiliki karakteristik asuransi syariah di sini.
Pertama, Dana Tabarru’ Asuransi Syariah. Iuran/tabarru’ dari para peserta dikumpulkan dan
diniatkan untuk saling tolong menolong, ketika ada di antara peserta ada yang mengalami risiko.
Maknanya, di sini risiko yang harus ditanggung dibebankan kepada para peserta yang tidak
mengalami risiko, dengan konsep tolong menolong (risk sharing).
Kedua, dana yang dialokasikan ke dalam instrumen investasi syariah. Dalam hal ini, dana
dialokasikan ke dalam instrumen investasi syariah.
Instrumen investasi syariah di Indonesia yang sudah ada dan menjadi outlet investasi bagi asuransi
syariah, sebagaimana dijelaskan dalam buku Asuransi Syariah (Life and General), Konsep dan
Operasional (Muhammad Syakir Sula, 2004: 380), yaitu:
· Investasi ke bank-bank umum syariah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah
Mandiri (BSM).
· Investasi ke bank umum yang memiliki cabang syariah, seperti BNI Syariah, BRI Syariah, BII
Syariah, Danamon Syariah, Bank IFI Syariah, Bukopin Syariah, dll.
· Investasi ke Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
· Investasi langsung ke perusahaan-perusahaan yang tidak menjual barang-barang haram atau
maksiat dengan sistem (akad) mudharabah, wakalah, dan wadi’ah.
· Investasi ke lembaga keuangan syariah lainnya, seperti reksadana syariah, modal ventura
syariah, leasing syariah, pegadaian syariah, obligasi syariah di Bursa Efek Jakarta (BEJ), koperasi
syariah, dan sebagainya. Lebih rinci
• Baitul Maal Wattamwil (BMT)
- Merupakan lembaga ekonomi bukan bank yang dapat dijangkau dan mampu menjangkau
nasabah kecil bawah (mikro) beroprasi secara syariah dengan potensi jaminan dari dalam /
sekitar lingkungannya sendiri.
- Merupakan gabungan kegiatan baitul tamwil dengan baitul maal.
- BMT berusaha untuk mengumpulkan dana anggota dan menyalurkannya kepada anggota untuk
modal usaha produktif.
- Baitul Maal menerima zakat, infaq, shodaqoh dan menyalurkannya kepada asnafnya menurut
ketentuan syariah dengan perkiraan pemanfaatan yang paling produktif dan paling bermanfaat.
7. Kaitan kerjasama yang mungkin dilakukan oleh bank syariah dengan lembaga-lembaga keuangan
syariah lainnya :
Bank Indonesia (BI) mendorong bank-bank syariah melakukan kerja sama atau program linkage dengan
lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Maal wa Tamwiil (BMT) dan koperasi jasa keuangan
syariah. Kepentingan membangun kerja sama antara bank syariah dengan lembaga keuangan mikro
syariah bersifat mutual benefit atau timbal balik dan bertujuan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM). Untuk mendukung kemitraan ini, BI sejak 2011 melakukan pemetaan BMT
dan koperasi syariah, mengidentifikasi kunci sukses dan bentuk pola kemitraan terbaik antara bank
syariah dengan lembaga keuangan mikro syariah. Urgensi keberadaan industri keuangan mikro bagi
sektor usaha mikro-kecil nasional disadari betul pemerintah. Banyak upaya penguatan industri
keuangan mikro yang telah dan terus dilakukan. Antara lain adalah penguatan landasan hukum
keuangan mikro dengan penerbitan UU No 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dan UU No 1 tahun
2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Dua UU ini diharapkan dapat mendorong industri keuangan
mikro yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk lembaga keuangan dalam memberikan pelayanan
bagi usaha mikro-kecil.
Pada sisi lain, kepastian hukum bagi lembaga keuangan sektor mikro-kecil akan memudahkan lembaga
dalam melakukan kerja sama dengan institusi lain seperti melakukan kemitraan dengan bank syariah.
Halim mengatakan kedua UU tersebut memberikan banyak tugas bagi otoritas dan stakeholders
perkoperasian dan keuangan mikro untuk dilaksanakan. Selain itu, terdapat sejumlah isu seperti
pemilahan kewenangan dan tanggung jawab lembaga-lembaga pemerintah dalam pembinaan,
pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan mikro. Khusus bagi lembaga keuangan mikro syariah
dengan format BMT, terdapat isu penting mengenai kejelasan posisi BMT dalam kedua UU tersebut.
BMT secara eksplisit tertulis sebagai lembaga keuangan mikro yang akan diawasi OJK dalam UU LKM.
Namun pada realitasnya banyak BMT beroperasi dengan badan hukum koperasi juga menjadi objek
yang diatur UU Perkoperasian dengan mengelompokan lembaga tersebut sebagai Koperasi Simpan
Pinjam (KSP) berdasarkan prinsip ekonomi syariah. BI berharap ke depannya lembaga keuangan mikro
syariah dapat meningkatkan kemitraan dan aliansi strategis dengan lembaga keuangan syariah lainnya,
termasuk bank syariah sehingga mampu melayani sektor usaha mikro-kecil secara maksimal.
8. Peran insitusi-institusi terhadap perkembangan industri perbankan syariah :
• Bank Indonesia (BI)
Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai peran dalam menentukan dan memberikan arah
perkembangan perbankan serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai
kewenangan dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh
kegiatan perbankan.
Sebagai pengawas dan pembina bank, Bank Indonesia bertindak sebagai seorang bapak kepada
anaknya. Bila seorang anak keliru dalam melakukan suatu tindakan maka seorang bapak yang baik
akan berusaha memberitahukan kepada anaknya perihal kekeliruannya itu bahkan lebih dari itu
bapak tersebut akan mengusahakan supaya anaknya tidak keliru dalam mengambil suatu tindakan.
Demikian juga halnya Bank Indonesia dalam menjalankan tugas pengawasan perbankan syariah di
Indonesia.
• Departemen Keuangan
Upaya pengembangan pasar keuangan syariah tentu juga tidak bisa terlepas dari peranan
Departemen Keuangan. Pada pasar modal dan lembaga keuangan nonbank syariah, lembaga yang
membinanya adalah Bapepam-LK. Bapepam-LK merupakan penggabungan dari Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam ) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Depatemen Keuangan.
Bapepam-LK berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang bertugas membina,
mengatur, dan mengawasi sehari- hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan
kebijakan dan standadisasi teknis di bidang lembaga keuangan. Dalam perjalanannya, Bapepam-LK
telah mengeluarkan sejumlah regulasi terkait peraturan aplikasi prinsip-prinsip syariah di ruang
lingkup pasar modal syariah.
• Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Peran MUI dan DSN-MUI dalam kegiatan perbankan syariah telah terlegitimasi dalam ketentuan
perundang-undangan nasional, yang tercermin dalam ketentuan Pasal 1 ayat (12) UUPS 21 Tahun
2008: “prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang
syariah”. Kemudian secara ekplisit, lembaga MUI disebut dalam ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPS
21 Tahun 2008: “prinsip syariah sebagaimana dimaksud ayat satu difatwakan oleh Majelis Ulama
Indonesia”, dan Pasal 32 ayat (2): “Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia”.
Dalam menyikapi perkembangan perbankan syariah yang signifikan di Indonesia, maka dibutuhkan
suatu prangkat peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan kepastian hukum, selain
itu diperlukan juga fatwa dari lembaga yang memiliki komptensi tersebut, mengingat peran fatwa
yang sangat strategis dalam mengisi kekosongan hukum formal di dalam undang-undang atau
semacamnya.[4] Namun wajib dipahami oleh semua pihak, khususnya yang menekuni bidang
hukum, bahwa MUI dan DSN-MUI merupakan lembaga swasta yang tidak memiliki otoritas penuh
dalam penentuan kebijakan negara terhadap perkembangan perbankan syariah.
• Ikatan akuntan Indonesia (IAI)
IAI sebagai lembaga yang berwenang dalam menetapkan standar akuntansi keuangan dan audit
bagi berbagai industri merupakan elemen penting dalam pengembangan perbankan syariah di
Indonesia, dimana perekonomian syariah tidak dapat berjalan dan berkembang dengan baik tanpa
adanya standar akuntansi keuangan yang baik.
Standar akuntansi dan audit yang sesuai dengan prinsip syariah sangat dibutuhkan dalam rangka
mengakomodir perbedaan esensi antara operasional Syariah dengan praktek perbankan yang telah
ada (konvensional). Untuk itulah maka pada tanggal 25 Juni 2003 telah ditandatangani nota
kesepahaman antara Bank Indonesia dengan IAI dalam rangka kerjasama penyusunan berbagai
standar akuntansi di bidang perbankan Syariah, termasuk pelaksanaan kerjasama riset dan
pelatihan pada bidang-bidang yang sesuai dengan kompetensi IAI.
Sejak tahun 2001 telah dilakukan berbagai kerjasama penyusunan standard dan pedoman
akuntansi untuk industri perbankan syariah termasuk penyelesaian panduan audit perbankan
syariah, revisi Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 dan revisi Pedoman Akuntansi
Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Dengan semakin pesatnya perkembangan industri perbankan
syariah maka dinilai perlu untuk menyempurnakan standar akuntansi yang ada. Pada tahun 2006,
IAI telah menyusun draft Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Draft ini
diharapkan dapat ditetapkan menjadi standar pada tahun 2007.
Dalam penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dilakukan IAI dengan bekerjasama dengan
Bank Indonesia, DSN serta pelaku perbankan syariah dan dengan mempertimbangkan standar yang
dikeluarkan lembaga keuangan syariah internasional yaitu AAOIFI. Hal ini dimaksudkan agar standar
yang digunakan selaras dengan standar akuntansi keuangan syariah internasional.
9. Perkembangan bank syariah di indonesia dan prospeknya dalam sepuluh tahun ke depan.
Selaku regulator, Bank Indonesia memberikan perhatian yang serius dan bersungguh sungguh dalam
mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa
perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan
kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang
ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil
sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat
produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji
ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat
memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem keuangan dan perekonomian
nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan
membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan,
pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana. Sampai dengan bulan Februari
2012, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah (BUS),
24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 155 BPRS, dengan total jaringan kantor mencapai 2.380 kantor yang
tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara (Tabel 2). Total aset perbankan syariah mencapai
Rp149,3 triliun (BUS & UUS Rp145,6 triliun dan BPRS Rp3,7 triliun) atau tumbuh sebesar 51,1% (yoy)
dari posisi tahun sebelumnya. Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi
pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2% pertahun dalam lima tahun terakhir (2007-
2011), sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 16,7% pertahun. Oleh
karena itu, industri perbankan syariah dijuluki sebagai ‘the fastest growing industry’. Akselerasi
pertumbuhan perbankan syariah yang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan nasional berhasil
meningkatkan porsi perbankan syariah dalam perbankan nasional menjadi 4,0%. Jika tren
pertumbuhan yang tinggi industri perbankan syariah tersebut dapat dipertahankan, maka porsi
perbankan syariah diperkirakan dapat mencapai 15%-20% dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
10.Permasalahan yang dihadapi oleh industry perankan syariah Indonesia pada saat ini :
Tantangan Pengembangan Perbankan Syariah Di tengah perkembangan industri perbankan syariah
yang pesat tersebut, perlu disadari masih adanya beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar
perbankan syariah dapat meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya
secara berkesinambungan. Tantangan yang harus diselesaikan dalam jangka pendek (immediate)
antara lain:
• Pemenuhan gap sumber daya insani (SDI), baik secara kuantitas maupun kualitas. Ekspansi
perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh penyediaan SDI secara memadai
sehingga secara akumulasi diperkirakan menimbulkan gap mencapai 20.000 orang. Hal ini
dikarenakan masih sedikitnya lembaga pendidikan (khususnya perguruan tinggi) yang membuka
program studi keuangan syariah. Selain itu, kurikulum pendidikan maupun materi pelatihan di
bidang keuangan syariah juga belum terstandarisasi dengan baik untuk mempertahankan kualitas
lulusannya. Untuk itu perlu dukungan kalangan akademis termasuk Kementrian Pendidikan untuk
mendorong pembukaan program studi keuangan syariah. Industri perbankan syariah secara
bersama-sama juga dapat melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis keahlian yang
dibutuhkan sehingga dapat dilakukan ‘link and match’ dengan dunia pendidikan.
• Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis
kekhususan kebutuhan masyarakat. Kompetisi di industri perbankan sudah sangat ketat sehingga
bank syariah tidak dapat lagi sekedar mengandalkan produk-produk standar untuk menarik
nasabah. Pengembangan produk dan layanan perbankan syariah tidak boleh hanya sekedar
‘mengimitasi’ produk perbankan konvensional. Bank syariah harus berinovasi untuk menciptakan
produk dan layanan yang mengedepankan uniqueness dari prinsip syariah dan kebutuhan nyata
dari masyarakat. Namun disadari bahwa lifecycle dari suatu inovasi produk dan layanan
perbankan syariah sangat pendek karena dengan mudah dan segera dapat ditiru oleh bank-bank
lainnya sehingga mengurangi minat bank untuk berinovasi. Untuk itu, perlu dibentuk semacam
working group yang beranggotakan praktisi perbankan syariah untuk memikirkan secara bersama-
sama inovasi produk yang dapat dikembangkan. Mekanisme lain yang dapat diambil untuk
mendorong inovasi produk dan layanan adalah memberikan patent selama beberapa tahun agar
tidak ditiru oleh bank yang lain.
• Kelangsungan program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Kegiatan untuk menggugah
ketertarikan dan minat masyarakat untuk memanfaatkan produk dan layanan perbankan syariah
harus terus dilakukan. Namun disadari bahwa kegiatan ini merupakan cost center bagi bank
syariah. Selama ini kegiatan sosialisasi dan edukasi perbankan syariah didukung oleh Bank
Indonesia melalui program ‘iB Campaign’ baik melalui media masa (iklan layanan masyarakat),
syariah expo, penyelenggaraan workshop/seminar, dsb. Peran Bank Indonesia dalam hal ini akan
berkurang seiring dengan pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan
(termasuk perbankan syariah) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk itu, industri perbankan
syariah perlu meningkatkan ‘kemandirian’, baik dalam hal formulasi program maupun
pembiayaannya sehingga program ‘iB Campaign’ dapat terus berlangsung secara berkelanjutan.
11. Indonesia mempunyai peran dalam pengembangan bank syariah di tingkat internasional. Indonesia
mempunyai peluang yang cukup besar untuk menjadi trendsetter keuangan syariah dunia, hal ini
terlihat dari sejumlah bank sentral negara lain meminta BI memberi training, seperti negara
Bangladesh dan Tanzania.
12. Kami menolak pendapat bahwa yang boleh dikembangkan oleh masyarakat Muslim hanyalah
Baitul Maal sebagaimana yang dikembangkan nabi dan para khalifah pemerintahan Islam, karena
dasar pemikiran terbentuknya Bank Islam bersumber dari adanya larangan Riba dalam Al Qur’an dan
Hadits.
Q.S : Al Baqoroh : 275
“ Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang
yang dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya,………”
Q.S : An Nisa : 161
“ Dan mereka memakan riba, padahal telah dilarang dan karena mereka telah memakan harta
manusia dengan cara yang tidak betul, Kami telah sediakan bagi orang-orang kafir itu siksaan yang
pedih.
Selain berdasarkan Al Qur’an dan Hadis, berdirinya Bank Islam juga didasari oleh kenyataan –
kenyataan sebagai berikut :
• Praktek sistem bunga dan akibatnya
• Penerapan sistem bunga membawa akibat negatif, antara lain masyarakat sebagai nasabah
menghadapi ketidakpastian dan semakin memberatkan nasabah karena dengan penetapan
persentase jumlah bunga akan berlipat ganda jika nasabah tidak mampu membayar setelah jatuh
tempo.
• Mengakibatkan Eksploitasi oleh orang kaya terhadap orang miskin.
• Sistem Perbankan yang ada sekarang memiliki kecenderungan terjadinya konsentrasi kekuatan
ekonomi ditangan kelompok elite.
• Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan laju inflasi yang semakin tinggi
• Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam membantu
mengurangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan baik tingkat nasional ataupun internasional.
Dengan beroperasinya Perbankan Syariah diharapkan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
terwujudnya suatu sistem ekonomi yang islam. Didirikannya bank Islam dilatarbelakangi oleh
keinginan umat Islam untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan batin melalui kegiatan muamalah
yang sesuai dengan perintah agamanya juga keinginan umat Islam untuk mempunyai alternatif
pilihan dalam mempergunakan jasa-jasa perbankan yang dirasakannya lebih sesuai.
Prinsip Pokok Bank Syariah sebagai berikut:
a. Pelarangan riba dalam segala bentuknya
b. Pelarangan transaksi yang diharamkan
c. Pelarangan transaksi yang mengandung unsur ghoror dan maisir
d. Pelarangan transaksi yang mengakibatkan kerusakan moral dan lingkungan
13. Berikut adalah kelemahan yang terdapat pada bank konvensional:
• Sistem bunga haram dalam Islam
Entah siapa yang pertama kali memberlakukan system bunga ini, tetapi sampai hari ini sangat
dikenal masyarakat luas. Dalam pandangan Islam sendiri, system bunga pada bank itu tidak boleh
dilakukan alias diharamkan. Mengapa? Karena dari system bunga, maka perekonomian akan
terombang-ambing adanya.
• Bunga yang begitu besar
Bunga yang ada di bank konvensional begitu besarnya kadang membuat orang berfikir dua kali
untuk membuka tabungan atau rekening di bank konvensional tersebut. Setiap bulan pasti
berkurang uang yang ada di rekening bank konvensional dengan persentase bunga yang cukup.
Maka dari itu, di point nomor dua ini yaitu bunga begitu besar sangat cocok untuk kekurangan
bank konvensional.
• Kredit bermasalah karena prosedur pemberian kredit tidak potensi dan penampakan pemberian
kredit pada grup sendiri dan kalangan tertentu
• Praktik curang seperti bank dalam bank dan transaksi fiktif.
• Praktik spekulasi yang terlalu ambisius dan tanpa perhitungan.
14. Kelebihan yang dimiliki oleh bank syariah yang diperkirakan dapat mengatasi kelemahan bank
konvensional adalah:
a. Akad
Semua transaksi yang dilakukan di bank syariah harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh
Syariah Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dan telah difatwakan oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI), seperti akad al-mudharabah (bagi hasil), al-musyarakah (perkongsian), al-
musaqat (kerja sama tani), al-ba’i (bagi hasil), al-ijarah (sewa-menyewa), dan al-wakalah
(keagenan).
Untuk bank konvensional, surat penjanjian dibuat berdasarkan hukum positif yang sedang berlaku
di Indonesia.
b. Keuntungan
Bank syariah mengunakan pendekatan bagi hasil (al-mudharabah) untuk mendapatkan
keuntungan, sementara bank konvensional justru mengunakan konsep biaya untuk menghitung
keuntungan.
Pada bank konvensional, “bunga” yang diberikan kepada nasabah sebenarnya berasal dari
keuntungan bank meminjamkan dana kepada nasabah lain dengan “bunga” yang lebih besar.
c. Pengelolaan Dana
Bank syariah akan menolak untuk menyalurkan kredit yang diinvestasikan pada kegiatan bisnis
yang melanggar hukum Islam, seperti perniagaan barang-barang haram, bunga (riba), perjudian
(maisir), dan manipulatif (ghahar).
Sementara bank konvensional akan menyalurkan kredit tanpa harus mengetahui dari mana atau
kemana uang tersebut disalurkan, selama debitur bisa membayar cicilan dengan rutin.
d. Hubungan Bank dan Nasabah
Di bank syariah, nasabah diperlakukan sebagaimana seorang mitra alias partner. Hal ini
dikarenakan bank dan nasabah diikat dalam “akad” yang sangat transparan. Tak heran banyak
nasabah yang mengaku kalau hubungan emosional mereka lumayan kuat dengan banknya.
Pada bank konvensional, hubungan nasabah dan bank lebih pada hubungan kreditur dan debitur.
Namun akhir-akhir ini mereka juga berusaha untuk memperkuat hubungan dengan nasabah.
15. Tahapan perkembangan bank syariah yang direncanakan oleh BI dalam cetak biru pengembangan
bank syariah adalah pada tahun 2002, BI menerlahkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan
Syariah di Indonesia”. Cetak biru (blue print) ini dibuat untuk memberikan arahan yang ingin dicapai
serta tahapan-tahapan untuk mewujudkan sasaran pengembangan jangka panjang. Berikut adalah
sasaran pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011 yang ingin digariskan dalam cetak biru
tersebut:
a. Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan.
b. Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah
c. Terciptanya sistem perbankan yang kompetitif dan efisien
d. Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan bagi masyarakat luas.
Pengembangan perbankan syariah yang dituangkan dalam “Cetak biru pengembangan perbankan
syariah di Indonesia” dibagi atas tiga tahap. Ketiga tahap tersebut memilik fokus yang berbeda-
beda. Inisiatif strategis pada tahap pertama dilakukan pada tahun 2002-2004 dengan fokus pada
pembentukan kerangka dasar sistem pengaturan yang disesuaikan dengan karakteristik
operasional pebankan syariah yang sehat. Adapun tahap kedua pengembangan perbankan
syariah (2004-2008) difokuskan apda realisasi kegiatan yang telah direncanakan dalam tahap
pertama program pengembangan. Sementara itu, tahap ketiga (2008-2011) merupakan finasisasi
implementasi inisiatif sistem perbankan syariah.
Saran dalam upaya pengembangan bank syariah :
• Pertama, inovasi produk keuangan dan perbankan syariah merupakan pilar utama dalam
pengembangan industri perbankan syariah.
• Kedua, lanjut Agus, sekuritisasi aset bank syariah. Salah satu kunci kesuksesan KPR Syariah adalah
sekuritisasi (tawriq) asset.
• Ketiga, kualitas aset. Bank syariah harus tetap mewaspadai tren peningkatan pembiayaan
bermasalah di tahun depan yang mempengarui kualitas aset (pembiayaan).
• Keempat, memperkuat permodalan dan skala usaha bank syariah
• Kelima, pengumpulan dana murah dengan bantuan insentif pemerintah untuk mengumpulkan
dana wakaf
• Keenam, penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), dan
• Ketujuh meningkatkan teknologi sistem keuangan syariah
___________________________________________________________________
RAPEM PERTEMUAN 2 – PRINSIP-PRINSIP DASAR BANK SYARIAH
LATIHAN BAB 3 BUKU RAA
1. Definisi lembaga keuangan syariah menurut Dewan Syariah Nasional :
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga keuangan
yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin operasional sebagai lembaga
keuangan syariah (DSN-MUI, 2003). Definisi ini menegaskan bahwa suatu LKS harus memenuhi dua
unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga
keuangan.
2. Empat Prinsip Hukum Muamalat:
1. Prinsip Mubah
Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh Al-
Qur’an dan Sunah Rasul
2. Prinsip Sukarela
Mumalah dilakukan atas dasar sukarela dan tanpa mengandung unsur-unsur paksaan
3. Prinsip mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat
Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan
mudarat dalam hidup masyarakat
4. Prinsip Keadilan
Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur
penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan
3. Tiga contoh transaksi yang haram zatnya yang sangat mungkin biasa dilakukan di bank
konvensional :
1. Transaksi yang mengandung barang atau jasa yang diharamkan
2. Transaksi yang tidak sah akadnya
3. Transaksi yang mengandung sistem dan prosedur memperoleh keuntungan yang diharamkan,
seperti:
• Tadlis (ketidaktahuan satu pihak)
• Gharar (ketidaktahuan kedua pihak)
• Ikhtikar (rekayasa pasar dalam pasokan)
• Ba’i Najsy (rekayasa pasar dalam permintaan)
• Maysir (judi), dan
• Riba (tambahan yang disayaratkan)
4. Perbedaan antara tadlis dan gharar :
Pada dasarnya, kedua transaksi ini sama-sama memiliki empat hal pokok dalam hal jual beli, yaitu
kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Perbedaannya adalah:
• Tadlis merupakan transaksi yang mengandung suatu hal pokok yang tidak diketahui oleh salah
satu pihak (unknown to one party), sedangkan
• Gharar merupakan transaksi yang mengandung suatu hal pokok yang tidak diketahui oleh kedua
belah pihak yang bertransaksi jual beli.
5. Contoh transaksi yang sangat mungkin terjadi di masyarakat, akan tetapi masuk dalam kategori
tadlis dalam kategori harga, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan :
1. Kategori Harga
Ketika harga minyak goreng turun dan pembeli tidak mengetahui bahwa harga minyak goreng
sudah turun, disini penjual memanfaatkan hal tersebut dengan tetap menjual harga minyak
goreng dengan harga pada saat sebelum turun harga, bukan dengan harga aslinya
2. Kategori Kualitas
Dalam jual beli handphone, dan sesungguhnya handphone tersebut memiliki cacat yang diketahui
oleh penjual dan tidak diketahui oleh pembeli. Dan penjual tidak memberi tahu kepada pembeli
bahwasannya ada cacat di handphone tersebut. Disini penjual memanfaatkan ketidaktahuan
pembeli mengenai kualitas barang tersebut sehingga bisa menjual handphone sesuai harga
aslinya (tidak dikurangi dengan nilai cacat handphone)
3. Kategori Kuantitas
Salah satu pihak (penjual) mengurangi takaran barang yang telah disepakati antara penjual dan
pembeli. Pengurangan takaran ini hanya diketahui oleh penjual. Seperti seorang penjual sembako
yang mengganjal timbangan untuk mengurangi takaran
4. Waktu penyerahan
Seorang kontraktor berjanji bisa menyelesaikan pembangunan jalan dalam jangka waktu kurang
dari 3 bulan, tetapi pada dasarnya kontraktor tersebut sudah memahami bahwa waktu
penyelesaian pembangunan tersebut akan memakan waktu lebih dari 3 bulan
6. Contoh transaksi yang sangat mungkin terjadi di masyarakat, akan tetapi masuk dalam kategori
gharar dalam kategori harga, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan :
1. Kategori Harga
Dalam jual beli mobil secara kredit. Jika mobil tersebut dilunasi dalam jangka waktu yang lebih
cepat maka bunga yang dikenakan adalah lebih kecil. Sedangkan bila dilunasi dalam jangka waktu
lebih dari lama, maka akan dikenakan bunga lebih besar. Disini, penjual dan pembeli tidak
mengetahui kapan mobil tersebut akan terlunasi
2. Kategori Kualitas
Penjualan sapi yang masih dalam perut induknya. Dalam hal ini, kedua belah pihak baik pembeli
maupun penjual tidak mengetahui bagaimana kualitas sapi itu nantinya ketika lahir. Apakah
pembeli akan diuntungkan atau dirugikan
3. Kategori Kuantitas
Misalnya adalah pembelian seluruh hasil panen ketika pohon atau tanaman belum menunjukkan
hasilnya. Dalam hal ini, kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui berapa
kuantitas hasil panen yang akan diperjualbelikan. Nilai jual hasil panen bisa lebih tinggi dan bisa
lebih rendah dari nilai yang diserahterimakan
4. Waktu penyerahan
Penjualan mobil yang sedang hilang dicuri dengan akad pembeli membayar seharga tertentu dan
berhak atas mobil yang sedang hilang dilarikan pencuri. Dalam hal ini, kedua belah pihak baik
pembeli maupun penjual tidak mengetahui kapan barang akan diserahterimakan
7. Pengertian Riba, secara bahasa, riba bermakna tambahan, tumbuh atau membesar. Menurut Imam
Sarakhsi dalam Mabsut juz XII, hlm. 109, riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Riba adalah
bentuk transaksi yang dilarang dalam Islam dan bersinggungan langsung dengan praktik perbankan
konvensional.
Tiga contoh bisnis yang ada di masyarakat yang beroperasi dengan konsep riba, yaitu: Bank
Konvensional, Praktek lintah darat (rentenir), dan Jual beli emas pada pedagang eceran yang dinilai
harga beli yang jauh lebih rendah.
8. Perbedaan antara bai’ najasy dengan bai’ ikhtikar dan contoh yang mungkin masih ada di
masyarakat :
• Ba’i najsy adalah tindakan menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan
terhadap suatu produk, sehingga harga jual produk naik
Contoh:
1. Perdagangan saham di bursa efek atau pasar modal
2. Penjual online shop membuat testimoni palsu mengenai permintaan barang sehingga seolah
oleh barang tersebut sedang banyak diminati masyarakat sehingga akan menaikan harga jual
produk
• Ba’i ikhtikar adalah tindakan mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun
Contoh:
1. Penjualan beras, minyak goreng atau barang-barang pokok lainnya yang sengaja ditimbunkan
agar dapat menaikkan harganya.
2. Penjual bahan bakar kendaraan yang sengaja menimbun stock bahan bakar agar terjadi
kelangkaan
9. Pengertian maysir :
Ulama dan fuqaha mendefinisikan masyir (judi atau gambling) sebagai sebuah permainan dimana
satu pihak akan memperoleh keuntungan sementara pihak lainnya akan menderita kerugian (Ibnu
Qudama:Al Mughni, 13/408).
Tiga contoh praktik maysir yang mungkin masih ada di masyarakat, diantaranya:
• Melakukan taruhan terhadap suatu pertandingan dimana akan ada salah satu pihak yang
dirugikan.
• Praktek sms berhadiah dimana hadiah tersebut diperoleh ketika menang undian.
• Permainan yang mengharuskan bagi para pemainnya menyetor dana tertentu untuk dapat
memperoleh hadiah tapi dengan cara permainan tersebut diacak.
10. Rukun sahnya akad :
1. Adanya dua pihak atau lebih yang saling terikat dengan akad. Dalam hal ini, kedua pihak
dipersyaratkan memiliki kemampuan yang cukup untuk mengikuti proses perjanjian, jika tidak,
akad dianggap tidak sah.
2. Adanya pengucapan akad berupa ungkapan serah terima (ijab kabul). Ijab adalah ungkapan
penyerahan kepemilikan oleh pemilik barang, sedangkan kabul adalah ungkapan penerimaan
kepemilikan oleh pemilik barang berikutnya. Ijab kabul tidak harus dilakukan secara lisan.
3. Adanya sesuatu yang diikat dengan akad, yakni barang yang dijual dalam akad jual beli, atau
sesuatu yang disewakan dalam akad sewa dan sejenisnya. Adapun syarat barang tersebut
dianggap sah apabila:
a. Barang tersebut suci atau bila terkena najis, bisa disucikan
b. Barang tersebut bisa digunakan dengan cara yang disyaratkan
c. Komoditas harus bisa diserahterimakan
d. Barang yang dijual harus milik penjual
e. Bila barang dijual langsung harus diketahui wujudnya, dan bila tidak berlokasi, harus diketahui
ukuran, jenis dan kriterianya.
11. Perbedaan antara riba fadhl dan riba nasi’ah, yaitu :
• Riba fadhl adalah riba yang timbul karena pertukaran antarbarang ribawi yang sejenis dengan
kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan
• Riba nasi’ah adalah riba yang timbul karena penangguhan penyerahan atau penerimaan barang
yang dipertukarkan dengan jenis barang lainnya.
12. Contoh praktik riba qardh dan riba jahiliyah, yaitu :
• Riba qardh
Praktik perbankan konvensional yang mengharuskan pengembalian dana yang dipinjam beserta
dengan kelebihannya atau disebut dengan bunga.
• Riba Jahiliyah
Pinjaman terhadap rentenir dimana bunga yang dibebankan akan semakin tinggi ketika peminjam
tidak dapat melunasi utangnya pada waktu yang telah ditetapkan
13. Ta’alluq adalah dua akad yang saling berkaitan, dimana berlakunya akad 1 bergantung pada akad 2.
Contoh ta’alluq:
Penjualan dengan cara ‘inah, yaitu seseorang menjual barang seharga tertentu secara cicilan kepada
seorang lain dengan syarat. Orang lain tersebut kembali menjual barang tersebut secara tunai.
14. Short Selling atau penjualan cepat dapat digolongkan ke dalam Bai’ Najasy dimana short selling
merupakan praktek perjanjian penyerahan syarat berharga yang dilakukan sebelum tanggal yang
ditentukan agar dapat diperoleh dengan harga yang jauh lebih murah sebelum tanggal penyerahan.
15. Hubungan antara ekonomi gelembung yang terjadi pada sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai
transaksi yang dilarang Syariah tetapi dibolehkan kapitalis adalah :
Ekonomi gelembung merupakan spekulasi harga terhadap asset-asset barang mewah dengan nilai
fundamental yang lebih rendah namun harga jual yang lebih tinggi. Hal ini sangat dilarang oleh
syariah karena termasuk dalam tadlis dan riba, dimana tadlis itu sendiri menspekulasi harga dan tidak
diketahui oleh salah satu pihak. Kemudian termasuk riba yang dilarang oleh syariah karena praktek
ekonomi gelembung mengupayakan keuntungan yang begitu besar jauh melebihi nilai instrinsiknya.
RAPEM 3 – KDPPLKS
LATIHAN BAB 5 BUKU RAA
1. Tujuan KDPPLKS
- Penyusun standar akuntansi keuangan syariah dalam pelaksanaan tugasnya membuat standar.
- Penyusun laporan keuangan untukmengulangi masalah akuntansi syariah yang belum di atur
dalam standar akuntansi keuangan syariah.
- Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan
prinsip akuntanis syariah yang berlaku umum.
- Para pemakai laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
2. Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai
amanah (kepercayaan illahi) dan sarana kebahagian hidup bagi seluruh umat manusiauntuk
mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (falah).
3. Transaksi syariah berasaskan pada prinsip :
- Persaudaraan (ukhuwah)
- Keadilan (‘adalah)
- Kemaslahatan (maslahah)
- Keseimbangan (tawazun)
- Universalisme (syumuliyah
Prinsip ukhuwah berarti bahwa transaksi yang diadakan merupakan bentuk interaksi sosial dan
harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling
tolong menolong.
Prinsip ‘adalah mengandung artimenempatkan sesuatu pada tempatnyadan memberikan sesuatu
pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
Prinsip maslahah berarti bahwa transaksi syariah haruslah merupakan segala bentuk kebaikan dan
manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif
Prinsip syumuliah adalah transaksi syariah dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua oihak
yang berkepentingan.
4. Transaksi syariah komersial dapat berupa investasi untuk mendapatkan bagi hasil, jual beli barang
untuk mendapatkan laba dan atau pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Adapun
transaksi syariah non-komersial dapat dilakukan dengan berupa pemberian pinjaman atau talangan
penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat dll.
5. Pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan ialah :
- Investor
- Pemberi dana qardh
- Pemilik dana syirkah temporer.
- Pemilik dana titipan
- Pengawas syariah
- Karyawan
- Pemasok dan mitra usaha lainnya
- Pelanggan
- Pemerintah
- Masyarakat.
6. Pemberi dana qardh merupakan individu atau institusi yang memberikan pinjaman kepada entitas
syariah dengan menggunakan skema qardh, yaitu pinjaman dengan pengembalian sejumlah uang
yang sama dengan yang dipinjam. Pemberi pinjaman dana qardh membutuhkan informasi yang
memungkinkan mereka menilai kemampuan entitas syariah untuk membagikan deviden.
7. Pemilik dana syirkah temporer adalah individu atau institusi yang menginvestasikan dananya kepada
entitas syariah secara temporer dengan menggunakan skema nagi hasil. Pemilik dana syirkah
temporer berkepentingan dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk
mengetahui tingkat keamanan dan keuntungan dana yang diinvestasikan pada entitas syariah.
8. Pemilik dana titipan adalah individu atau institusi yang menitipkan dananya di entitas syariah dengan
skema wadiah atau penitipan tanpa adanya kewajiban bagi yang dititipi untuk memberikan
tambahan kepada penitip. Pemilik dana titipan membutuhkan informasi keuangan untuk
memungkinkan mereka mengetahui apakan dana titipan dapat diambil setiap saat.
9. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf berkepentingan dengan informasi
mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut.
10. Pengawas syariah adalah orang yang ditugaskan oleh Dewan Syariah Nasional untuk mengawasi
kepatuhan suatu entitas syariah terhadap prinsip syariah. Pengawas syariah memerlukan informasi
keuangan untuk menevaluasi kesesuaian produk dan sistem operasi entitas syariah terhadap prinsip
syariah.
11. Tujuan utama laporan keuangan menurut KDPPLKS adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan. Selain itu tujuan lainnya
dalah :
- Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan uasaha
- Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi asset, kewajiban,
pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip sayriah bila ada, serta
bagaimanaperolehan dan penggunaannya.
- Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap
amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak
- Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik
dana syirkah temporer serta informasi mengenai pemenuhan kewajiban fungsi sosial entitas
syariah.
12. Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar akrual,
pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian.
13. Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan
melanjutkan usahanya dimasa depan.
14. Empat karakteristik kualitatif:
- Dapat dipahami, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas
ekonomi dan bisnis dengan ketekunan yang wajar.
- Relevan, memiliki kemampuan untuk memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan
membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini, atau masa depan dengan menegaskan
atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.
- Andal, informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan
material, dan disajikan secara jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar
diharapkan dapat disajikan.
- Dapat dibandingkan, pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas syariah
antarperiode untuk mengidentifikasikan kecendrungan posisi dan kinerja keuangan.
15. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset dapat mengalir kedalam entitas dengan
berbagai cara : misalnya digunakan sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan
jasa yang dijual oleh entitas syariah; dipertukarkan dengan aset lain; digunakan untuk menyelesaikan
kewajiban.
16. Kewajiban juga dapat dengan cara lain, seperti kreditur membebaskan atau membatalkan haknya.
17. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu
dari individu dan dari pihak lainnya.
18. Contoh dana syirkah temporer adalah dana dari pembiayaan mudharabah muthlaqah, mudharabah
muqayyadah, masyarakat dan akun lain yang sejenis.
19. Dana syirkah temporer juga tidak bisa digolongkan sebagai kewajiban karena entitas syariah tidak
berkewajiban, ketika mengalami kerugian, untuk mengembalikan jumlah dana awal dari pemilik dan
kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi etitas syariah. Juga tidak dikategorikan sebagai ekuitas
karena mempunyai waktu jatuh tempo.
20. Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suaru periodeakuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajibanyang mengakibatkan kenaikan ekuitas
yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal.
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus
keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas
yang tidak menyangkut pembagian pada penanaman modal.
Hak pihak ketiga atas bagi hasil adalah bagian bagi hasil pemilik dana tas keuntungan dan kerugian
hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan.
21. Aset diakui dalam neraca jika besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan
diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diakui dengan
andal.
22. Kewajiban diakui dalam neraca jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang
mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesiakan kewajiban sekarang dan jumlah
yang harus diselesaikan dapat diukur secara andal.
23. Pengakuan dana syirkah dalam neraca hanya dilakukan jika entitas syariah memiliki kewajiban untuk
mengembalikan dana yang diterima melalui pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat
ekonomi dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur secara andal.
24. Pengakuan penghasilan diakui dalam laporan laba rugi jika kenaikan manfaat ekonomi di masa
depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat
diukur secara andal.
Beban diakui dalan laporan laba rugi jika kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan
dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal.
_____________________________________________________________________________________
RAPEM PERTEMUAN 4 – SISTEM DAN OPERASIONAL BANK SYARIAH
LATIHAN BAB 4 BUKU RAA
1. Landasan hukum pendirian bank Syariah di Indonesia :
Bank syariah di Indonesia mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi sektor
perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat
suku bunga termasuk nol persen (perniagaan bunga sekaligus). Sungguhpun demikian kesempatan
ini belum termanfaatkan dengan baik karena tidak diperkenankannya pembukaan kantor bank baru.
Kondisi diatas berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan Paket Oktober
(Pakto) 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan syariah
semakin pasti setelah disahkannya UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan
kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun
keuntungan-keuntungan bagi hasil.
Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1992 Tentang Bank Bagi hasil yang secara
tegas memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak
berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga) sebaliknya pula bank yang kegiatan usaha tidak berdasarkan
prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil”
(pasal 6) maka jalan bagi operasional perbankan syariah semakin luas.
Saat ini, titik kulminasi landasan hukum perbankan syariah telah tercapai dengan disahkannya
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, yang membuka kesempatan bagi
siapa saja yang akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin mengkonversi dari sistem
konvensional menjadi sistem syariah.
1. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau
2. Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Demikian secara ringkas lahirnya landasan hukum perbankan syariah di Indonesia.
2. Perbedaan antara BUS dengan BPRS :
A. PERIZINAN
BANK UMUM SYARIAH
• memperoleh izin dari Bank Indonesia
• modal utama minimal 1 triliun
• milik WNI/Badan hukum Indonesia
• Muatan anggaran dasar bank
• Calon anggota DPS harus mendapat rekomendasi dari MUI
• Penerbitan saham bank melalui penawaran umum di bursa efek wajib dilaporkan kepada bank
indonesia.
• WNI bekerjasama dengan WNA atau WNA menjalin kemitraan dengan maksimal saham 99%.
• pemerintah daerah
BPRS
• milik WNI 100% saham milik WNI
• milik WNI dan pemerintah daerah
• pemerintah daerah
• memberikan layanan perbankan secara cepat,mudah dan sederhana kepada masyarakat
menengah,kecil dan mikro baik di pedesaan
• modal minimal,
▪ 2 milyar Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang
dan Bekasi
▪ 1 milyar diluar kota provinsi yang dicantumkan diatas
▪ 500 juta di wilayah diluar yang disebutkan diatas.
B. DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN PEJABAT EKSEKUTIF
BANK UMUM SYARIAH
• Anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi wajib memenuhi persyaratan integritas,
kompetensi, dan reputasi keuangan.
• uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test).
• Jumlah anggota Dewan Komisaris paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan
jumlah anggota Direksi
• Memiliki hubungan keluarga sampai derajat ke dua dengan anggota direksi lain atau dengan
anggota komisaris
• Melakukan penyaluran dana transaksi jual beli, pembiayaan bagi hasil dan pembiayaan
berdasarkan prinsip rahn, qardh, membeli dan menjual.
• Tidak termasuk dalam daftar orang tercel dalam bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan
oleh BI
• Memberikan kuasa kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa
batas
• satu dari dewan komisaris wajib tinggal di Indonesia
• Paling kurang 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Dewan Komisaris adalah Komisaris
Independen
• anggota direksi bersama-sama dilarang memiliki saham melebihi 25%
BPRS
• wajib memenuhi persyaratan kopetensi, integritas, dan reputasi keuangan
• Dewan Komisaris wajib mendorong Direksi BPRS untuk memenuhi prinsip kehati-hatian dan
Prinsip Syariah
• Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan lain sebanyak-banyaknya pada 3 BPR syariah
• Calon pengganti jabatan tersebut wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum
diangkat dan menduduki jabatannya.
• Dewan Komisaris paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang
• satu anggota dewan komisaris wajib berdomisili di dekat kantor BPRS
• Direktur utama minimal 2 tahun berpengalaman di pendanaan atau pembiayaan di perbankan
syariah
• 3 tahun sebagai direksi atau setingkat dengan direksi di lembaga keuangan mikro syariah.
C. PEMBUKAAN KANTOR CABANG
BANK UMUM SYARIAH
• pembukaan kantor cabang (KC) mendapat izin dari pimpinan BI
• pembukaan KC dicantumkan dalam recana bisnis Bank
• pelaksanaan pembukaan KC paling lambat 10 hari setelah penerbitan perizinan.
• Dewan pengawas mempunyai prosedur penetapan produk baru yang sudah maupun yang belum
ada
BPRS
• Pembukaan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia.
• Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan
ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia.
• Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia deposito berjangka,sertifikat
depositoi dan tabungan pada bank lain.
• berlokasi dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang sama dengan kantor pusatnya;
• telah tercantum dalam rencana kerja tahunan BPRS
• didukung dengan teknologi sistem informasi yang memadai
• menambah modal disetor paling kurang sebesar 75% (tuju puluh lima persen) dari ketentuan
modal minimal BPRS sesuai dengan lokasi pembukaan Kantor Cabang.
D. PERUBAHAN NAMA BANK
BANK UMUM SYARIAH
• Perubahan nama Bank wajib dilakukan dengan memenuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan mendapat persetujuan dari BI
• Permohonan diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah
perubahan nama disertai dengan dokumen pendukung
BPRS
• diajukan oleh Direksi BPRS paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah perubahan nama mendapat
persetujuan dari instansi berwenang
• sesuai Undang-Undang yang berlaku dan melakukan permohonan perubahan nama ke Bank
Indonesia
• Persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPRS
• Izin untuk melakukan kegiatan usaha BPRS setelah persiapan sebagaimana dimaksud dengan
huruf a selesai dilakukan.
• diumumkan maksimal 10 hari setelah diizinkan oleh BI.
3. Perbedaan Bank Umum Syariah (BUS) dengan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat dilihat dari Undang-
Undang Peraturan Bank Indonesia no 11/3/pbi/2009 untuk Bank Umum Syariah dan 11/10/PBI/2009
untuk Unit Usaha Syariah. Diantaranya :
A.Persyaratan Pembukaan
Bank Umum Syariah:
• Memegang izin dari Bank Indonesia
• Modal awal pembukaan sebesar 1.000.000.000.000 (satu triliyun rupiah)
• Milik Warga Negara Indonesia/ Badan Hukum Indonesia/Pemerintah Daerah
• Bagi bank asing yang membuka kantor cabang syariah dana disetor minimal Rp. 1 trilyun, yang
dapat berupa rupiah atau valuta asing
Unit Usaha Syariah:
• Memegang izin Bank Indonesia
• Modal kerja minimal 100.000.000.000 (seratus miliyar rupiah), dan dalam bentuk tunai.
• Pembukaan UUS harus masuk kedalam rencana kerja BUK. BUK yang telah mendapatkan izin
usaha UUS wajib mencantumkan secara jelas frase “Unit Usaha Syariah” setelah nama BUK dan
logo iB pada kantor UUS yang bersangkutan
B.Pimpinan BUS dan UUS
Bank Umum Syariah
• Jumlah anggota Dewan Komisaris paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan
jumlah anggota Direksi. Dimana anggota direksi dilarang memiliki saham melebih 25%
• Satu dari dewan komisaris wajib tinggal di Indonesia
• Paling kurang 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Dewan Komisaris adalah Komisaris
Independen
• Adanya Dewan Pengawas Syariah
• Adanya tes kemampuan dan kepatutan sebelum meilikih anggota direksi.
Unit Usaha Syariah
• Penunjukan dan/atau penggantian Direktur yang bertanggung jawab penuh terhadap UUS
(Direktur UUS) wajib dilaporkan oleh BUK paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal
pengangkatan dan/atau penggantian efektif.
• Direktur dapat merangkap tugas BUK selama tidak ada benturan dan sebelumnya wajib mengikuti
proses wawancara.
• Dewan Pengawas Syariah paling kurang 2 orang paling banyak 3 orang untuk satu UUS.
C.Perubahan Nama Bank
Bank Umum Syariah
Perubahan nama Bank wajib dilakukan dengan memenuhi ketentuan perundang-undangan yang
berlaku dan mendapat persetujuan dari BI dan diajukan dala waktu 30 hari setelah perubahan nama
dan dalam kondisi persyaratan yang lengkap.
Unit Usaha Syariah
Perubahan nama harus meminta izin ke Bank Indonesia dan UUS wajib mencantumkan secara jelas
nama dan jenis status kantor pada masing-masing kantornya. Serta, UUS wajib mencantumkan logo
iB pada masing-masing kantor, Layanan Syariah dan Kegiatan Pelayanan Kas Syariah
D. Pencabutan Izin Usaha
Bank Umum Syariah
• Pencabutan uzin usaha harus berdasarkan rapat pemegang saham dan telah menyelesaikan
semua urusan dengan nasabah.
• Setelah urusan dengan nasabah selesai, Direksi mengajukan kepada Bank Indonesia dilengkapi
dengan semua dokumen pendukung.
Unit Usaha Syariah
Pencabutan izin harus mendapatkan izin dari Bank Konvensional yang menaungi UUS dan telah
menyelesaikan semua urusan dengan nasabah yang ada di UUS tersebut.
4. Perbedaan fungsi bank syariah dengan bank konvensional, yaitu :
1. Perbedaan Hukum yang Digunakan
Perbedaan paling mencolok antara bank syariah dan bank konvensional terletak pada hukum yang
digunakannya masing-masing. Bank syariah memiliki sistem yang didasari pada syariat Islam yang
berlandas Al-Qur’an, Hadist, dan Fatwa Ulama (Majelis Ulama Indonesia), sementara bank
konvensional memiliki sistem yang dilandasi pada hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Beberapa sistem transaksi pada bank syariah yang menggunakan perspektif hukum Islam di
antaranya al-musyarakah (perkongsian), al-mudharabah (bagi hasil), al-musaqat (kerja sama tani),
al-ijarah (sewa-menyewa), al-ba’i (bagi hasil), dan al-wakalah (keagenan).
2. Perbedaan Investasi
Perbedaan bank syariah dan bank konvensional pada hukum yang mendasarinya juga menelurkan
perbedaan pada setiap sistem yang digunakan, misalnya dalam hal investasi. Pada bank syariah,
seorang akan diperkenankan meminjam dana apabila jenis usaha yang diajukannnya adalah usaha
yang halal dan baik, seperti pertanian, peternakan, dagang, dan lain sebagainya. Sementara itu,
pada bank konvensional, seseorang boleh mengajukan pinjaman terhadap usaha-usaha yang
diizinkan atas hukum positif. Usaha yang tidak halal tapi diakui hukum positif di Indonesia akan
tetap diterima dalam pengajuan pinjaman.
3. Perbedaan Orientasi
Orientasi yang ada pada sistem bank konvensional semata-mata adalah orientasi keuntungan atau
profit oriented. Sementara pada sistem bank konvensional, orientasi yang digunakan selain
orientasi keuntungan juga memperhatikan kemakmuran dan kebahagiaan hidup dunia akhirat
atas kerjasamanya.
4. Pembagian Keuntungan
Sistem pembagian keuntungan antara bank konvensional dan bank syariah juga berbeda. Bank
konvensional menerapkan sistem bunga tetap atau bunga mengambang pada setiap pinjaman
yang diberikan pada nasabah. Oleh karena itu, bank konvensional menganggap bahwa usaha yang
dijalankan oleh nasabah akan selalu untung. Hal ini berbeda dengan sistem pembagian keuntungn
yang diterapkan bank syariah. Pada bank syariah, keuntungan dari penggunaan modal dibagi
sesuai dengan akad yang disepakati di awal. Bank syariah akan tetap memperhatikan
kemungkinan untung atau rugi usaha yang dibiayainya tersebut. Jika dirasa tidak menguntungkan,
bank syariah akan menolak pengajuan pinjaman yang nasabahnya.
5. Hubungan Nasabah dan Bank
Dari segi sosial, perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional juga terdapat pada
hubungan antara bank dengan nasabahnya. Pada bank syariah diterapkan sistem kemitraan,
sementara pada bank konvensional hubungan nasabah dan bank disebut kreditur dan debitur.
6. Perbedaan Pengawasan
Setiap sistem transaksi yang dilakukan bank syariah harus dibawah pengawasan Dewan
Pengawas. Dewan pengawas ini berisi sekumpulan ulama dan ahli ekonomi yang menguasai
pemahaman fiqih muamalah. Sementara, di bank konvensional setiap sistem transaksi tidak
diawasi selain oleh hukum positif.
5. Aplikasi fungsi manajer investasi pada bank syariah :
Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang
dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan/ penabung), karena besar kecilnya pendapatan
(bagi hasil) yang diterima pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima
bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-
hatian, dan profesionalisme bank syariah.
Jadi, apa yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya yang berkaitan dengan penyaluran dana akan
membawa dampak atau resiko kepada pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun
(deposan atau penabung mudhabah). Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional, begitu
deposan memberikan dana kepada bank konvensional dan dijanjikan bunga tertentu, deposan tidak
menanggung resiko. Bank konvensional bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan
pendapatan besar atau tidak, deposan akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan.
Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana bank syariah dalam menghimpun dana,
khususnya dana mudharabah, bertindak sebagai manager investasi dalam arti dana tersebut harus
dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun tersebut harus dapat
menghasilkan yang hasilnya akan dibagi hasil dengan pemilik dana. Bahkan bank syariah tidak
sepatutnya menghimpun dana mudharabah apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal
yang produktif, karena hasil yang diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih
banyak sehingga hal tersebut jelas akan merugikan pemilik dana yang sudah ada
6. Aplikasi fungsi investor pada bank Syariah :
Dalam penyaluran dana baik dalam prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip ujroh
(ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) maupun prinsip jual beli (murabahah, salam, dan salam parallel,
istishna, dan istishna paralel) bank syariah berfungsi sebagai investor sebagai pemilik dana. Oleh
karena sebagai pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan dengan prinsip-prinsip yang
telah ditetapkan dan tidak melanggar syariah, ditanamkan pada sector-sektor produktif dan
mempunyai risiko yang sangat minim. Penerimaan pendapatan dan kualitas aktiva produktif yang
sangat baik menjadi tujuan yang penting dalam penyaluran dana, karena pendapatan yang diterima
dalam penyaluran dana inilah yang akan dibagikan kepada pemilik dana (deposan atau penabung
mudharabah). Jadi fungsi ini sangat terkait dengan fungsi bank syariah sebagai manajer investasi.
Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut ( dana pemilik bank
maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syari’ah.
Investasi yang sesuai dengan syari’ah tersebut meliputi akad murabahah, sewa-menyewa,
musyarakah, akad mudharabah, akad salam atau istishna’, pembentukan perusahaan atau akuisisi,
pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan
produk, dan investasi atau memperdagangkan saham yang dapat diperjual belikan atau real estate.
Keuntungan dibagikan kepada pihak yang memberikan kontribusi dana setelah bank menerima
bagian keuntungan mudharibnya yang sudah disepakati antara pemilik rekening investasi dan bank
sebelum pelaksanaan akad. Fungsi ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan bank
syariah, baik yang dilakukan dengan mempergunakan prinsip jual beli maupun dengan prinsip bagi
hasil.
7. Aplikasi fungsi manajer investasi pada bank Syariah :
Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang
dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan/ penabung), karena besar kecilnya pendapatan
(bagi hasil) yang diterima pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima
bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati-
hatian, dan profesionalisme bank syariah.
Jadi, apa yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya yang berkaitan dengan penyaluran dana akan
membawa dampak atau resiko kepada pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun
(deposan atau penabung mudhabah). Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional, begitu
deposan memberikan dana kepada bank konvensional dan dijanjikan bunga tertentu, deposan tidak
menanggung resiko. Bank konvensional bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan
pendapatan besar atau tidak, deposan akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan.
Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana bank syariah dalam menghimpun dana,
khususnya dana mudharabah, bertindak sebagai manager investasi dalam arti dana tersebut harus
dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun tersebut harus dapat
menghasilkan yang hasilnya akan dibagi hasil dengan pemilik dana. Bahkan bank syariah tidak
sepatutnya menghimpun dana mudharabah apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal
yang produktif, karena hasil yang diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih
banyak sehingga hal tersebut jelas akan merugikan pemilik dana yang sudah ada
8. Perbedaan prinsip wadiah dan prinsip mudharabah dalam aktivitas perhimpunan, yaitu :
• Nasabah pada akad mudharabah bisa memperoleh bagi hasil (nisbah), sedangkan akad wadiah
tidak. Dapatnya cuma bonus suka rela dari pihak bank.
• Pada akad mudharabah, nasabah berperan sebagai shahibul mal (pemilik modal), sedangkan pada
wadiah berperan sebagai muwadi (penitip uang/barang).
• Dana pada akad mudharabah bisa dibilang sebagai investasi karena bisa mendapatkan bagi hasil
atau nisbah, sedangkan pada wadiah hanya bersifat titipan/simpanan.
9. Perbedaan antara wadiah yad-dhamanah dengan wadiah yad-amanah, yaitu :
• Wadiah Yad Adh-Dhamanah: Akad penitipan barang yang pihak yang dititipi boleh memanfaatkan
barang/uang tersebut. Namun jika hilang ataupun rusak, pihak yang dititipi harus tanggung jawab
/ mengganti.
• Wadiah Yad Al-Amanah: Ini bisa dibilang penitipan murni. Pihak yang dititipi diberikan amanat
atau kepercayaan untuk menjaga uang atau barang. Pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan
atau menggunakannya. Namun bila barang hilang atau rusak, pihak yang dititipi tidak dituntut
tanggung jawab apapun. Kerusakan, kehilangan, perawatan, dan sebagainya sepenuhnya
ditanggung oleh penitip / pemilik barang.
Akad yang cocok untuk digunakan dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah adalah
Wadiah Yad Adh-Dhamanah . Pihak bank boleh mengelola uang dari nasabah. Nasabah sewaktu-
waktu boleh mengambil uangnya kapan pun yang dikehendaki. Pihak bank harus siap memberikan
secara utuh.
Bila usaha pengelolaan uang memperoleh keuntungan, hasil tersebut sepenuhnya milik bank.
Nasabah tidak berhak atas itu. Meskipun begitu, biasanya pihak bank akan memberikan bonus
kepada nasabah secara suka rela. Bonus semacam ini dalam hukum islam masih halal /
diperbolehkan.
10. Perbedaan mudharabah muthlaqah dengan mudharabah muqayyadah dalam penghimpunan dana
bank syariah, yaitu :
• Mudharabah muthlaqah: Pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola mengenai
usaha yang akan dijalankan. Nasabah tidak ikut campur usaha apa yang mau dijalankan pihak
bank. Namun nasabah masih boleh mengawasinya.
• Mudharabah muqayyadah: Pemilik modal memberikan batasan kepada pengelola, antara lain
mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
11. Tiga alasan kenapa mudharabah muqayyadah tidak cocok untuk diterapkan pada penghimpunan
dana tabungan dan deposito adalah :
• pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam
mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya.
• Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA
ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan.
• Dalam penghimpunan dana dengan pinsip mudharabah muqayyadah, kedudukan bank hanya
sebagai agen saja, karena pemilik dana adalah nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah,
sedang pengelola dana adalah nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pembagian hasil
usaha dilakukan antara nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah dengan nasabah
pembiayaan mudharabah muqayyadah. Bank sebagai agen dalam hal ini menerima fee saja.
12. Perbedaan antara investasi terikat channeling dan pola investasi terikat executing, yaitu :
1. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak
menanggung risiko apapun.
2. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang
menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip
mudharabah, namun dalam akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya
pola ini dijalankan oleh bank syariah.
13. Berikut ini beberapa perbedaan antara tabungan, deposito dan giro :
1. Penyimpan uang dalam bentuk tabungan akan memperoleh kartu ATM yang bisa anda gunakan
setiap saat untuk menarik dana tunai. Sebagian besar kartu ATM ini bisa dilakukan selama 24 jam
penuh tanpa libur tergantung pada fasilitas mesin ATM yang disediakan oleh bank. Nasabah
tabungan akan dikenakan biaya administrasi atas penggunaan kartu ATM dan pajak bunga.
Nasabah giro akan mendapatkan bilyet giro, cek, surat perintah penarikan lainnya yang ditetapkan
masing-masing bank sebagai sarana penarikan uang yang bisa dilakukan orang lain. Bilyet giro dan
cek ini bisa dimanfaatkan oleh nasabah sebagai alat pembayaran, kemudian penerima tersebut
bsia mencairkannya kepada pihak bank bersangkutan. Biaya administrasi bulanan akan dikenakan
kepada nasabah giro. Sedangkan untuk nasabah deposito tidak akan mendapatkan kartu ATM,
cek dan bilyet giro, tapi akan mendapatkan sertifikat giro yang bisa digunakan untuk pencairan
simpanan jika sudah jatuh tempo.
2. Nasabah deposito terikat dengan jangka waktu perjanjian deposito tertentu dengan tempo 1, 3,
6 dan 12 bulan. Sehingga nasabah deposito tidak bisa melakukan penarikan dana setiap saat
seperti nasabah tabungan dan giro. Penarikan simpanan deposito sebelum jatuh tempo perjanjian
akan dikenakan penalti sesuai kebijakan bank. Kelebihan simpanan deposito adalah anda tidak
akan dikenakan pajak bulanan atas simpanan deposito, tapi hanya dikenakan pajak pada bunga
deposito saja.
3. Bunga yang diberikan pada simpanan deposito terbilang lebih besar dibandingkan simpanan
bentuk tabungan dan giro. Sehingga simpanan deposito ini bisa anda jadikan sarana investasi.
4. Rekening tabungan bisa dijadikan sarana menabung sekaligus transaksi penerimaan uang dari
rekening atau orang lain. Kelebihan ini tidak didapatkan pada simpanan giro dan deposito.
5. Simpanan tabungan dan giro bisa menjadi sarana mudah untuk pembayaran atau transfer
transaksi tertentu. Nasabah tabungan bisa mentransfer melalui mesin ATM, mobile banking dan
internet banking. Sedangkan nasabah giro bisa menggunakan atau membuat bilyet giro dan cek
sebagai alat pembayaran kepada orang lain. Kemudian orang itu bisa mencairkan cek dan bilyet
giro tersebut di bank bersangkutan. Tapi simpanan deposito tidak bisa dijadikan sarana atau alat
pembayaran apapun.
6. Biasanya dana yang harus disimpan oleh nasabah deposito dalam jumlah yang lebih besar,
daripada simpanan tabungan.
7. Nasabah deposito harus melakukan perpanjangan atau perubahan perjanjian kontrak deposito,
ketika sudah tiba waktu jatuh tempo. Saat ini sebagian besar bank sudah bisa melakukan
perpanjangan deposito secara otomatis.
14. Perbedaan antara tabungan mudharabah dengan tabungan konvensional adalah :
Tabungan Mudharabah
• keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi antara shahibul maal (dalam hal ini nasabah)
dan mudharib (dalam hal ini bank).
• adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk
melakukan investasi dengan memutar dana itu diperlukan waktu yang cukup
Tabungan Konvensional
• Ada bunga langsung yang dijanjikan bank kepada pihak
• Bunga tidak akan berubah meskipun kondisi kinerja bank sedang buruk ataupun sedang untung
besar.
• Dana tabungan bisa diambil kapan pun baik melalui ATM maupun teller.
• Sering ada undian berupa mobil atau mobil untuk nasabah yang memiliki tabungan dan rajin
melakukan transaksi.
15. Perbedaan antara Produk Penghimpunan Dana Tabungan Wadiah dengan Tabungan Mudharabah,
yaitu:
• Akad kedua Produk Penghimpun dana tidak sama. Pada Tabungan Wadiah menggunakan akad
Wadiah, lebih tepatnya akad wadiah Yad Adh-dhamanah, Sedangkan pada Tabungan
Mudharabah menggunakan akad Mudharabah.
• Karena akadnya adalah wadiah yg merupakan akad sukarela/sosial atau tabarru' maka tidak ada
keuntungan bagi hasil bagi nasabah. Sedangkan Pada mudharabah Keuntungan di bagi melalu bagi
hasil.
• Pada Tabungan Wadiah bank syariah dapat memberikan bonus yang langsung ditempatkan ke
rekening milik nasabah, Bonus wadiah memiliki 2 syarat yaitu: Tidak diperjanjikan di awal, dan
tidak ditentukan besarnya di awal karena sifatnya adalah bonus dan sukarela. Sedangkan
Tabungan Mudharabah adalah tabungan yang sifatnya mengikat adanya kerjasama antara bank
dan nasabah.
• Pada tabungan mudharabah, nasabah penabung berperan sebagai shahibul mal (pemilik dana)
dan bank syariah sbg mudharib (pengelola dana). Sedangkan Pada Tabungan Wadiah, nasabah
sebagai si Penitip suatu barang atau dana dan Bank Sebagai Lembaga Penitip suatu barang atau
dana tersebut.
• Perbedaan tabungan wadiah dan tabungan mudharabah terletak tiga aspek yaitu sifat dana,
insentif dan pengembalian dana. Sifat dana pada tabungan wadiah bersifat titipan sedang sifat
dana pada tabungan mudharabah bersifat investasi. Insentif pada tabungan wadiah berupa bonus
yang tidak disyaratkan dimuka dan bersifat sukarela jika bank hendak memberikannya. Adapun
insentif pada tabungan mudharabah adalah berupa bagi hasil yang wajib diberikan oleh bank jika
memperoleh pendapatan atau laba pada setiap periode yang disepakati (biasanya 1 bulan) kepada
penabung sesuai dengan nisbah yang disepakati. Dalam hal pengembalian dana, tabungan wadiah
dijamin akan dikembalikan semua oleh Bank, akan tetapi pada tabungan mudharabah tidak
dijamin dikembalikan semua. Tidak dijaminnya pengembalian tabungan mudharabah terkait
dengan prinsip mudharabah yang menyatakan bahwa kerugian usaha ditanggung semuanya oleh
shahibul maal sepanjang kerugian tidak disebabkan oleh kelalaian mudharib. Beberapa ahli
perbankan syariah menambahkan perbedaan tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah
pada waktu penarikan. Tabungan wadiah dapat dilakukan sewaktu-waktu sedang tabungan
mudharabah hanya dapat dilakukan pada periode atau waktu tertentu.
16. Ketentuan DSN Nomor 2 Tahun 2000 yang terkait dengan tabungan mudharabah :
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) pun telah mengeluarkan fatwa tentang
produk tabungan di bank syariah. Dalam Fatwa DSN MUI No 2 Tahun 2000 tentang Tabungan,
ketentuan umum tabungan berdasarkan mudharabah yaitu pembagian keuntungan harus
dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening, bank sebagai
mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang
menjadi haknya, dan bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.
17. Berikut perbedaan dan persamaan deposito mudharabah dengan tabungan mudharabah :
Persamaan :
• Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati
• simpanan dana dengan akad mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan
dananya untuk dikelola bank (mudharib)
Perbedaan :
• Pembayaran bagi hasil tabungan mudharabah dilakukan secara bulanan, yaitu pada tanggal tutup
buku setiap bulan. Bagi hasil bulan pertama dihitung secara proporsional hari efektif termasuk
tanggal tutup buku, namun tidak termasuk tanggal pembukaan tabungan. Bagi hasil bulan terakhir
dihitung secara proporsional hari efektif. Tingkat bagi hasil yang dibayarkan adalah tingkat bagi
hasil tutup buku bulan terakhir.
• Pembayaran bagi hasil deposito dilakukan secara bulanan dengan 2 metode, yaitu pada tanggal
yang sama dengan tanggal pembukaan deposito (Metode Anniversary Date) atau dapat dilakukan
pada tanggal tutup buku setiap bulan (Metode End of Month)
18. Berikut adalah tiga skema yang digunakan dalam penyauran dana bank syariah :
1. Pendanaan/Penghimpunan dana: Wadiah dan mudharabah.
a. Wadiah (titipan)
Dengan skema wadiah, nasabah menitipkan dananya kepada bank syariah. Nasabah
memperkenankan dananya dimanfaatkan oleh bank syariah untuk beragam keperluan (yang
sesuai syariah). Namun bila nasabah hendak menarik dana, bank syariah berkewajiban untuk
menyediakan dana tersebut. Umumnya skema wadiah digunakan dalam produk giro dan
sebagian jenis tabungan.
BSM menggunakan skema ini untuk BSM Giro, BSM TabunganKu dan BSM Tabungan Simpatik.
b. Mudharabah (investasi)
Dengan skema mudharabah, nasabah menginvestasikan dananya kepada bank syariah untuk
dikelola. Dalam skema ini, BSM berfungsi sebagai manajer investasi bagi nasabah dana.
Nasabah mempercayakan pengelolaan dana tersebut untuk keperluan bisnis yang
menguntungkan (dan sesuai syariah). Hasil keuntungan dari bisnis tersebut akan dibagi
hasilkan antara nasabah dana dengan BSM sesuai nisbah yang telah disepakai di muka.
BSM menggunakan skema ini untuk BSM Deposito, Tabungan BSM, BSM Tabungan Berencana,
BSM Tabungan Mabrur, BSM Tabungan Investa Cendekia dan BSM Tabungan Kurban.
2. Pembiayaan/Penyaluran dana: Murabahah, ijarah, istishna, mudharabah, musyarakah dsb.
a. Murabahah
Merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah. Bank syariah akan membeli
barang kebutuhan nasabah untuk kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan
marjin yang telah disepakati. Harga jual (pokok pembiayaan + marjin) tersebut akan dicicil
setiap bulan selama jangka waktu yang disepakati antara nasabah dengan bank syariah. Karena
harga jual sudah disepakati di muka, maka angsuran nasabah bersifat tetap selama jangka
waktu pembiayaan.
Hampir seluruh pembiayaan konsumtif BSM (BSM Griya, BSM Oto) menggunakan skema ini.
Skema ini juga banyak dipergunakan BSM dalam pembiayaan modal kerja atau investasi yang
berbentuk barang. Sekitar 70% pembiayaan bank syariah menggunakan skema murabahah.
b. Ijarah
Merupakan akad sewa antara nasabah dengan bank syariah. Bank syariah membiayai
kebutuhan jasa atau manfaat suatu barang untuk kemudian disewakan kepada nasabah.
Umumnya, nasabah membayar sewa ke bank syariah setiap bulan dengan besaran yang telah
disepakati di muka.
BSM mengaplikasikan skema ini pada BSM Pembiayaan Eduka (pembiayaan untuk kuliah) dan
BSM Pembiayaan Umrah. Beberapa pembiayaan investasi juga menggunakan skema ijarah,
khususnya skema ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT).
c. Istishna
Merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah, namun barang yang hendak
dibeli sedang dalam proses pembuatan. Bank syariah membiayai pembuatan barang tersebut
dan mendapatkan pembayaran dari nasabah sebesar pembiayaan barang ditambah dengan
marjin keuntungan. Pembayaran angsuran pokok dan marjin kepada bank syariah tidak
sekaligus pada akhir periode, melainkan dicicil sesuai dengan kesepakatan. Umumnya bank
syariah memanfaatkan skema ini untuk pembiayaan konstruksi.
d. Mudharabah
Merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah menanggung sepenuhnya
kebutuhan modal usaha/investasi.
e. Musyarakah
Merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah tidak menanggung sepenuhnya
kebutuhan modal usaha/investasi (biasanya sekitar 70 s.d. 80%).
f. Lainnya
3. Jasa: Wakalah, rahn, kafalah, sharf dsb.
a. Wakalah
Wakalah berarti perwalian/perwakilan. Artinya BSM bekerja untuk mewakili nasabah dalam
melakukan suatu hal. BSM mengaplikasikan skema ini pada beragam layanannya semisal
transfer uang, L/C, SKBDN dsb.
b. Rahn
Rahn bermakna gadai. Artinya bank syariah meminjamkan uang (qardh) kepada nasabah
dengan jaminan yang dititipkan nasabah ke bank syariah. Bank syariah memungut biaya
penitipan jaminan tersebut untuk menutup biaya dan keuntungan bank syariah.
BSM mengaplikasikan skema ini pada BSM Gadai Emas iB.
c. Kafalah
Dengan skema kafalah, bank syariah menjamin nasabahnya. Bila terjadi sesuatu dengan
nasabah, bank syariah akan bertanggung jawab kepada pihak ke-3 sesuai kesepakatan awal.
BSM mengaplikasikan skema ini pada produk BSM Bank Garansi.
d. Sharf
Merupakan jasa penukaran uang. BSM mengaplikasikan skema ini untuk layanan penukaran
uang Rupiah dengan mata uang negara lain, semisal US$, Malaysia Ringgit, Japan Yen dsb.
e. Lainnya
19. Perbedaan antara jual beli dalam bentuk murabahah dengan jual beli dalam bentuk salam dan
istishna, yaitu :
• Jenis transaksi jual beli Murabahah, penyerahan barangnya di muka (segera setelah transaksi)
dengan pembayaran tidak secara tunai, tetapi secara angsuran/cicilan. Atau lazim disebut beli
secara kredit.
• Jual beli secara Salam, mekanisme kebalikan dari jual beli secara muajjal atau dalam bisnis umum
dikenal dengan advance payment 100% (pelunasan di muka). Jadi pelunasan dilakukan saat
transaksi, namun barang baru diserahkan kemudian.
• Istishna sebenarnya sama dengan Salam, namun sistem pembayaran tidak secara lump sum,
tetapi secara bertahap hingga barang yang dibeli diserahkan.
20. Kelebihan dan kekurangan jual beli dalam bentuk salam dan istishna’ jika dibandingkan dengan
jual beli dalam bentuk murabahah :
jika dibandingkan jual beli dalam bentuk murabahah, kelebihan Jual beli dalam bentuk salam yaitu
bank sebagai penjual memperoleh keuntungan dari selisih harga jual kepada nasabah dengan harga
pokok pembelian barang yang dilakukan pada pemasok. Sedang kan kelebihan jual beli dalam bentuk
istishna yaitu bank untuk membantu nasabah yang memerlukan produk konstruksi seperti bangunan,
kapal, dan pesawat terbang yang belum jadi dan memerlukan waktu cukup lama untuk
menyelesaikannya
Kekurangan jual beli dalam bentuk salam yaitu kurang memiliki bargaining power dengan penjual
disbanding sekiranya pembelian barang dilakukan oleh bank. Sedangkan kekurangan jual beli dalam
bentuk istishna yaitu pembuatan produk dilakukan oleh pihak lain, yaitu produsen, bank biasanya
juga melakukan kontrak istishna’
21. Perbedaan antara jual beli istishna’ dengan jual beli istishna’ paralel, yaitu :
• Jual beli Istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli kepada penjual
yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang
disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
• Sedangkan jual beli Istishna’ Paralel adalah sebuah bentuk akad Istishna’ antara nasabah dan bank
syariah, kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, bank syariah memerlukan
pihak lain sebagai Shani’.
22. Perbedaan antara jual beli salam dengan jual beli salam paralel adalah :
• Jual beli salam adalah jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum
barang pesanan diterima.
• Sedangkan Salam pararel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as salam antara bank dengan
nasabah, dan antara bank dengan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan.
23. Perbedaan prinsip investasi dengan skema mudharabah dan investasi dengan skema musyarakat
adalah :
Prinsip Investasi dengan skema mudharabah pada dasarnya, penyaluran dana dengan skema
mudharabah sama dengan penghimpunan dana. Dalam transaksi penghimpunan, bank adalah
mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah penabung/deposan adalah shahibul maah (pemilik
dana). Sedangkan investasi dengan skema musyarakah adalah kerja sama investasi para pemilik
modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi
kerugian ditanggung semua pemilik modal berdasarkan porsi modal masing-masing
24. Perbedaan antara prinsip sewa dengan skema ijarah dan prinsip sewa dengan skema ijarah dan
sewa dengan skema ijarah mutahiya bittamlik adalah :
Prinsip sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Sedangkan prinsip sewa
dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa
dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi
perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa
25. Skema ijarah dan skema ijarah muntahiya bittamlik cocok digunakan dalam kondisi transaksi bank
adalah pemilik objek sewa, sedangkan nasabah adalah penyewa
_____________________________________________________________________________________
RAPEM 5 - PERHITUNGAN BAGI HASIL
LATIHAN BAB 15 BUKU RAA
1. Beberapa tahapan bagi hasil :
- Menentukan prinsip perhitungan bagi hasil
- Menghitung jumlah pendapatan yang akan didistibusikan untuk bagi hasil
- Menentukan sumber pendanaan yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi hasil
- Menentukan pendapatan bagi hasil untuk bank dan nasabah
- Akuntansi bagi hasil untuk bank syariah
2. Revenue sharing dalam praktik di persepsikan sama dengan gross profit sharing yang
menganalogikan revenue adalah nilai penjualan suatu barang. Adapun revenue yang dimaksud adalah
dasar bagi hasil bank syariah dan yang dipraktikan selama ini adalah pendapatan dikurangi harga
pokok barang yang dijual. Dalam akuntansi konsep ini biasa dinamakan dengan gross profit. Dengan
demikian istilah revenue sharing yang biasa digunakan oleh industri perbankan syariah pada dasarnya
identik dan sama dengan makna gross profit sharing.
3. Bagi hasil dalam perbankan syariah menggunakan prinsip revenue sharing dan gross profit.
- Margin bank yang meliputi margin murabahah, salam dan istishna.
- Pendapatan ijarah bersih adalah selisih antara pendapatan ijarah dengan akumulasi penyusutan
ijarah.
- Bagi hasil pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah.
Penggunaan gross profit sharing sebagai dasar bagi hasil bagi nasabah penabung atau deposan
dengan skema mudharabah dapat terlihat pada pengakuan pendapatan bank syariah.
4. Saldo rata-rata harian Sebuah metode untuk menghitung bunga yang menyeimbangkan utang setiap
hari oleh pelanggan dibagi dengan jumlah hari.
5. Equivalent rate yaitu jika pendapatan bulan sebelumnya dengan rate hasil tertentu maka apabila
dihitung dalam bentuk presentase maka equivalent rate adalah sebesar sekian persen.
_____________________________________________________________________________________
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGULER 2
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGULER 2
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGULER 2
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGULER 2
TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGULER 2

More Related Content

What's hot

Aturan hukum dan fungsi baznas
Aturan hukum dan fungsi baznasAturan hukum dan fungsi baznas
Aturan hukum dan fungsi baznas
Lanka Asmar, SHI, MH
 
Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam
Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis IslamPemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam
Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam
Nana Tauran Sidik
 
Isu-Isu Perakaunan dan Ekonomi dalam Islam
Isu-Isu Perakaunan dan Ekonomi dalam IslamIsu-Isu Perakaunan dan Ekonomi dalam Islam
Isu-Isu Perakaunan dan Ekonomi dalam IslamMahyuddin Khalid
 
Periodisasi ekonomi islam
Periodisasi ekonomi islamPeriodisasi ekonomi islam
Periodisasi ekonomi islam
Indriyani Setiawan
 
PERIODISASI EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI UMUM
PERIODISASI EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI UMUMPERIODISASI EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI UMUM
PERIODISASI EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI UMUM
juju juhariyah
 
STPM P2 Sejarah Kepentingan Zakat dan perlaksanaanya
STPM P2 Sejarah Kepentingan Zakat dan perlaksanaanyaSTPM P2 Sejarah Kepentingan Zakat dan perlaksanaanya
STPM P2 Sejarah Kepentingan Zakat dan perlaksanaanya
Qinyu Low
 
Nurhidayah; lembaga pengelola zakat
Nurhidayah; lembaga pengelola zakatNurhidayah; lembaga pengelola zakat
Nurhidayah; lembaga pengelola zakat
kabbone
 
Baitul mal
Baitul malBaitul mal
Baitul mal
Catatan_Kuliyah
 
Zakat profesi dan perbedaan uu nomor 38 tahun 1999 dan uu nomor 23 tahun 2011
Zakat profesi dan perbedaan uu nomor 38 tahun 1999 dan uu nomor 23 tahun 2011Zakat profesi dan perbedaan uu nomor 38 tahun 1999 dan uu nomor 23 tahun 2011
Zakat profesi dan perbedaan uu nomor 38 tahun 1999 dan uu nomor 23 tahun 2011fallova
 
Umar bin khattab
Umar bin khattabUmar bin khattab
Umar bin khattab
Membangun city
 
Ekonomi islam dan ekonomi secara umum
Ekonomi islam dan ekonomi secara umumEkonomi islam dan ekonomi secara umum
Ekonomi islam dan ekonomi secara umum
arum intansaraswati
 
sejarah pemikiran ekonomi islam
sejarah pemikiran ekonomi islamsejarah pemikiran ekonomi islam
sejarah pemikiran ekonomi islamAbida Muttaqiena
 
5.hukum islamtentangmuamalah
5.hukum islamtentangmuamalah5.hukum islamtentangmuamalah
5.hukum islamtentangmuamalah
inspekturade
 
Islam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Islam Sebagai Konsep Ekonomi IslamIslam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Islam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Asikin Aja
 
Bank syariah by arie zuya
Bank syariah by arie zuyaBank syariah by arie zuya
Bank syariah by arie zuya
UIN Imam Bonjol Padang (IAIN)
 
Perbandingan periodisasi ekonomi islam vs ekonomi konvensional
Perbandingan periodisasi ekonomi islam vs ekonomi konvensionalPerbandingan periodisasi ekonomi islam vs ekonomi konvensional
Perbandingan periodisasi ekonomi islam vs ekonomi konvensional
kusri yati
 
EKONOMI ISLAM (ETIKA BISNIS ISLAM)
EKONOMI ISLAM (ETIKA BISNIS ISLAM)EKONOMI ISLAM (ETIKA BISNIS ISLAM)
EKONOMI ISLAM (ETIKA BISNIS ISLAM)MUHAMMAD SOFYAN KS
 
Sejarah pemikiran ekonomi islam
Sejarah pemikiran ekonomi islamSejarah pemikiran ekonomi islam
Sejarah pemikiran ekonomi islam
Nisa Ell
 

What's hot (20)

Aturan hukum dan fungsi baznas
Aturan hukum dan fungsi baznasAturan hukum dan fungsi baznas
Aturan hukum dan fungsi baznas
 
Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam
Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis IslamPemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam
Pemikiran Ibnu Khaldun dan Ibnu Thaimiyah dalam Etika Bisnis Islam
 
Isu-Isu Perakaunan dan Ekonomi dalam Islam
Isu-Isu Perakaunan dan Ekonomi dalam IslamIsu-Isu Perakaunan dan Ekonomi dalam Islam
Isu-Isu Perakaunan dan Ekonomi dalam Islam
 
Periodisasi ekonomi islam
Periodisasi ekonomi islamPeriodisasi ekonomi islam
Periodisasi ekonomi islam
 
PERIODISASI EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI UMUM
PERIODISASI EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI UMUMPERIODISASI EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI UMUM
PERIODISASI EKONOMI ISLAM DAN EKONOMI UMUM
 
STPM P2 Sejarah Kepentingan Zakat dan perlaksanaanya
STPM P2 Sejarah Kepentingan Zakat dan perlaksanaanyaSTPM P2 Sejarah Kepentingan Zakat dan perlaksanaanya
STPM P2 Sejarah Kepentingan Zakat dan perlaksanaanya
 
Nurhidayah; lembaga pengelola zakat
Nurhidayah; lembaga pengelola zakatNurhidayah; lembaga pengelola zakat
Nurhidayah; lembaga pengelola zakat
 
Baitul mal
Baitul malBaitul mal
Baitul mal
 
Zakat profesi dan perbedaan uu nomor 38 tahun 1999 dan uu nomor 23 tahun 2011
Zakat profesi dan perbedaan uu nomor 38 tahun 1999 dan uu nomor 23 tahun 2011Zakat profesi dan perbedaan uu nomor 38 tahun 1999 dan uu nomor 23 tahun 2011
Zakat profesi dan perbedaan uu nomor 38 tahun 1999 dan uu nomor 23 tahun 2011
 
Umar bin khattab
Umar bin khattabUmar bin khattab
Umar bin khattab
 
Ekonomi islam dan ekonomi secara umum
Ekonomi islam dan ekonomi secara umumEkonomi islam dan ekonomi secara umum
Ekonomi islam dan ekonomi secara umum
 
sejarah pemikiran ekonomi islam
sejarah pemikiran ekonomi islamsejarah pemikiran ekonomi islam
sejarah pemikiran ekonomi islam
 
1.FIQH
1.FIQH1.FIQH
1.FIQH
 
1.muamalah1
1.muamalah11.muamalah1
1.muamalah1
 
5.hukum islamtentangmuamalah
5.hukum islamtentangmuamalah5.hukum islamtentangmuamalah
5.hukum islamtentangmuamalah
 
Islam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Islam Sebagai Konsep Ekonomi IslamIslam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
Islam Sebagai Konsep Ekonomi Islam
 
Bank syariah by arie zuya
Bank syariah by arie zuyaBank syariah by arie zuya
Bank syariah by arie zuya
 
Perbandingan periodisasi ekonomi islam vs ekonomi konvensional
Perbandingan periodisasi ekonomi islam vs ekonomi konvensionalPerbandingan periodisasi ekonomi islam vs ekonomi konvensional
Perbandingan periodisasi ekonomi islam vs ekonomi konvensional
 
EKONOMI ISLAM (ETIKA BISNIS ISLAM)
EKONOMI ISLAM (ETIKA BISNIS ISLAM)EKONOMI ISLAM (ETIKA BISNIS ISLAM)
EKONOMI ISLAM (ETIKA BISNIS ISLAM)
 
Sejarah pemikiran ekonomi islam
Sejarah pemikiran ekonomi islamSejarah pemikiran ekonomi islam
Sejarah pemikiran ekonomi islam
 

Similar to TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGULER 2

Tugas perbankan syariah uts
Tugas perbankan syariah utsTugas perbankan syariah uts
Tugas perbankan syariah uts
Devia13
 
MAKALAH ERCHA.doc
MAKALAH ERCHA.docMAKALAH ERCHA.doc
MAKALAH ERCHA.doc
DianChayim
 
Bab 2 sejarah islamic manajemen
Bab 2 sejarah islamic manajemenBab 2 sejarah islamic manajemen
Bab 2 sejarah islamic manajemenRidwan Munir
 
perkembangan ekonomis islam masa khulafaur rasyidin
perkembangan ekonomis islam masa khulafaur rasyidinperkembangan ekonomis islam masa khulafaur rasyidin
perkembangan ekonomis islam masa khulafaur rasyidin
Zaky Mubarak Lubis
 
Sejarah sistem perekonomian islam dari masa ke masa
Sejarah sistem perekonomian islam dari masa ke masaSejarah sistem perekonomian islam dari masa ke masa
Sejarah sistem perekonomian islam dari masa ke masa
ogie nirwan
 
Modul akuntansisyariah
Modul akuntansisyariahModul akuntansisyariah
Modul akuntansisyariah
ahmad rasyidin
 
sejarah pemikiran ekonomi islam
sejarah pemikiran ekonomi islamsejarah pemikiran ekonomi islam
sejarah pemikiran ekonomi islam
IAIN Sunan Ampel Surabaya
 
Sejarah perekomonian isalam dan umum (dunia)
Sejarah perekomonian  isalam dan umum (dunia)Sejarah perekomonian  isalam dan umum (dunia)
Sejarah perekomonian isalam dan umum (dunia)
Eva Rokhmatun
 
SEJARAH PEREKOMONIAN ISALAM DUNIA
SEJARAH PEREKOMONIAN  ISALAM DUNIASEJARAH PEREKOMONIAN  ISALAM DUNIA
SEJARAH PEREKOMONIAN ISALAM DUNIAEva Rokhmatun
 
Sejarah perbankan syariah
Sejarah perbankan syariahSejarah perbankan syariah
Sejarah perbankan syariah
Nisa Ell
 
Tugas Kelompok Presentasi ekonomi islam.pptx
Tugas Kelompok Presentasi ekonomi islam.pptxTugas Kelompok Presentasi ekonomi islam.pptx
Tugas Kelompok Presentasi ekonomi islam.pptx
ssuseraef61c
 
Kontroversi bunga dan riba (1)
Kontroversi bunga dan riba (1)Kontroversi bunga dan riba (1)
Kontroversi bunga dan riba (1)
Muhammad Khoirul Fuddin
 
Kontroversi bunga dan riba (1)
Kontroversi bunga dan riba (1)Kontroversi bunga dan riba (1)
Kontroversi bunga dan riba (1)
Muhammad Khoirul Fuddin
 
2. SISTEM MEONETER.pptx
2. SISTEM MEONETER.pptx2. SISTEM MEONETER.pptx
2. SISTEM MEONETER.pptx
AyeSudarto1
 
01 0kenapa-muncul-ekonomi-islam
01 0kenapa-muncul-ekonomi-islam01 0kenapa-muncul-ekonomi-islam
01 0kenapa-muncul-ekonomi-islam
Mytha Arena
 
ekonomi islam
ekonomi islamekonomi islam
ekonomi islam
abdul faqih
 
Ekonomi Islam
Ekonomi IslamEkonomi Islam
Ekonomi Islam
Ayu Tri Wahyuni
 
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi IslamKilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Muhammad Jamhuri
 
Tugas perbankan syariah
Tugas perbankan syariah Tugas perbankan syariah
Tugas perbankan syariah
sigitkhaizan
 

Similar to TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGULER 2 (20)

Tugas perbankan syariah uts
Tugas perbankan syariah utsTugas perbankan syariah uts
Tugas perbankan syariah uts
 
MAKALAH ERCHA.doc
MAKALAH ERCHA.docMAKALAH ERCHA.doc
MAKALAH ERCHA.doc
 
Bab 2 sejarah islamic manajemen
Bab 2 sejarah islamic manajemenBab 2 sejarah islamic manajemen
Bab 2 sejarah islamic manajemen
 
perkembangan ekonomis islam masa khulafaur rasyidin
perkembangan ekonomis islam masa khulafaur rasyidinperkembangan ekonomis islam masa khulafaur rasyidin
perkembangan ekonomis islam masa khulafaur rasyidin
 
Sejarah sistem perekonomian islam dari masa ke masa
Sejarah sistem perekonomian islam dari masa ke masaSejarah sistem perekonomian islam dari masa ke masa
Sejarah sistem perekonomian islam dari masa ke masa
 
Modul akuntansisyariah
Modul akuntansisyariahModul akuntansisyariah
Modul akuntansisyariah
 
akuntansisyariah
 akuntansisyariah akuntansisyariah
akuntansisyariah
 
sejarah pemikiran ekonomi islam
sejarah pemikiran ekonomi islamsejarah pemikiran ekonomi islam
sejarah pemikiran ekonomi islam
 
Sejarah perekomonian isalam dan umum (dunia)
Sejarah perekomonian  isalam dan umum (dunia)Sejarah perekomonian  isalam dan umum (dunia)
Sejarah perekomonian isalam dan umum (dunia)
 
SEJARAH PEREKOMONIAN ISALAM DUNIA
SEJARAH PEREKOMONIAN  ISALAM DUNIASEJARAH PEREKOMONIAN  ISALAM DUNIA
SEJARAH PEREKOMONIAN ISALAM DUNIA
 
Sejarah perbankan syariah
Sejarah perbankan syariahSejarah perbankan syariah
Sejarah perbankan syariah
 
Tugas Kelompok Presentasi ekonomi islam.pptx
Tugas Kelompok Presentasi ekonomi islam.pptxTugas Kelompok Presentasi ekonomi islam.pptx
Tugas Kelompok Presentasi ekonomi islam.pptx
 
Kontroversi bunga dan riba (1)
Kontroversi bunga dan riba (1)Kontroversi bunga dan riba (1)
Kontroversi bunga dan riba (1)
 
Kontroversi bunga dan riba (1)
Kontroversi bunga dan riba (1)Kontroversi bunga dan riba (1)
Kontroversi bunga dan riba (1)
 
2. SISTEM MEONETER.pptx
2. SISTEM MEONETER.pptx2. SISTEM MEONETER.pptx
2. SISTEM MEONETER.pptx
 
01 0kenapa-muncul-ekonomi-islam
01 0kenapa-muncul-ekonomi-islam01 0kenapa-muncul-ekonomi-islam
01 0kenapa-muncul-ekonomi-islam
 
ekonomi islam
ekonomi islamekonomi islam
ekonomi islam
 
Ekonomi Islam
Ekonomi IslamEkonomi Islam
Ekonomi Islam
 
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi IslamKilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
Kilas Balik Perkembangan Studi Ekonomi Islam
 
Tugas perbankan syariah
Tugas perbankan syariah Tugas perbankan syariah
Tugas perbankan syariah
 

Recently uploaded

Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.pptCost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
meincha1152
 
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptxPendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
LidyaManuelia1
 
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.pptKonsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
AchmadHasanHafidzi
 
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptxModul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
MarkusPiyusmanZebua
 
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptxMETODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptxSesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
bidakara2016
 
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
hoiriyono
 
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdfPengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
fadilahsaleh427
 
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptxPPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
f4hmizakaria123
 
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.pptPpt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
mariapasaribu13
 
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
EnforceA Real Solution
 
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUPDJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
adjhe17ks1
 
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
IndahMeilani2
 
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Anisa Rizki Rahmawati
 
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniahreksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
AhmadVikriKhoirulAna
 
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptxMETODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplinEKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
anthoniusaldolemauk
 
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
JefryColter
 

Recently uploaded (18)

Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.pptCost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
 
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptxPendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
 
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.pptKonsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
 
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptxModul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
 
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptxMETODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
 
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptxSesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
 
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
 
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdfPengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
 
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptxPPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
 
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.pptPpt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
 
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
 
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUPDJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
 
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
 
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
 
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniahreksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
 
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptxMETODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
 
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplinEKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
 
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
 

TUGAS PERBANKAN SYARIAH RAPEM 1 SAMPAI DENGAN 7 - UNIVERSITAS MERCUBUANA REGULER 2

  • 1. TUGAS KELOMPOK AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH Nama Dosen : Shinta Melzatia, SE. M.Ak. Kelas : A71324EL, B-402-2 NAMA KELOMPOK : ANNISA FITRI – 43216120254 FIDIYANTI PUJA LASELMA - 43216120226 Program Studi Akuntansi FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2017
  • 2. RAPEM PERTEMUAN 1 – PERKEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH LATIHAN BAB 2 BUKU RAA 1. Kaitan Alquran dengan keberadaan lembaga keuangan syariah : Alquran sebagai sumber huum agama Islam cukup banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan keuangan. Akan tetapi, alquran tidak secara spesifik berbicara tentang bentuk lembaga keuangan. Pembahasan Alquran lebih berkaitan dengan akhlak/etika yang berkaitan dengan masalah keuangan, antara lain menjaga kepercayaan (amanah), keadilan (‘adalah), kedermawanan (ikhsan), perintah menjauhi yang haram dan menegakkan yang baik (amar ma’ruf nahi mungkar), dan teguran (tawsiah). 2. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang terdapat pada masa Nabi Muhammad SAW : Sejak zaman Rasullah SAW. praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan usaha, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW. Dengan demikian, fungsi utama perbankan modern, yaitu meghimpun dana, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah SAW. Di zaman Rasullah SAW. Juga terdapat lembaga keuangan dan juga lembaga yang mengurusi kepentingan masyarakat, yaitu Baitul Maal dan Wilayatul Hisbah. • Baitul maal Lembaga Baitul Maal (rumah dana), merupakan lembaga bisnis dan sosial yang pertama dibangun oleh nabi. Lembaga ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta. Apa yang dilaksanakan oleh rasul merupakan proses penerimaan pendapatan (revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure secara transparan dan bertujuan seperti apa yang disebut sekarang sebagai welfare oriented. Ini merupakan sesuatu yang baru, mengingat pajak- pajak dan pungutan dari masyarakat yang lain dikumpulkan oleh penguasa dan hanya untuk para raja. Para penguasa di sekitar Jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia menarik upeti dari rakyat dan dibagi untuk para raja dan kepentingan kerajaan. Sedangkan mekanisme Baitul Maal, tidak saja untuk kepentingan umat Islam, tetapi juga untuk melindungi kepentingan kafir zhimmi yang ada pada masa itu. Para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi Islam sendiri memiliki perbedaan dalam menafsirkan Baitul Maal ini. Sebagian berpendapat, bahwa Baitul Maal itu semacam bank sentral, seperti yang ada saat ini. Tentunya dengan berbagai kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Sebagian lagi berpendapat, bahwa baitul maal itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini mengingat fungsinya untuk menyeimbangakn antara pendapatan dan pembelanjaan negara. Namun kehadiran lembaga ini membawa pembaruan yang besar. Dimana dana-dana umat, baik yang bersumber dari dana sosial dan tidak wajib seperti sedekah, denda (dam), dan juga dana-dana yang wajib seperti zakat, jizyah dan lain sebagainya, dikumpulkan melalui lembaga Baitul Maal dan disalurkan untuk kepentingan umat • Wilayatul Hisbah Wilayatul Hisbah merupakan lembaga pengontrol pemerintahan. Pada masa nabi fungsi lembaga kontrol ini dipegang langsung oleh beliau. Konsep lembaga kontrol ini merupakan fenomena baru
  • 3. bagi masyarakat Arab, mengingat waktu itu, kerajaan hampir sama sekali tidak ada lembaga pengontrolnya. Rasulullah berperan langsung sebagai penyeimbang kegiatan muamalat, baik ekonomi, politik maupun sosial. Rasulullah selalu menegur bahkan melarang langsung praktik bisnis yang merusak harga dan menzalimi. Pelarangan riba, monopoli, serta menimbun barang dan sejenisnya menjadi bukti nyata bahwa terdapat lembaga pengontrol aktifitas bisnis. • Pembagunan etika bisnis Penting untuk kita ketahui bahwa Rasul tidak saja meletakkan dasar tradisi penciptaan suatu lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak lembaga sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga itu sendiri. Seperti pelarangan dan penghapusan riba, menegakkan keadilan, larangan monopoli, serta prinsip dan etika bisnis lainnya. Allah SAW menyerukan dalam surah Hud (11) : 85 Artinya : “Hai kaumku cukupkanlah takaran dan timbangan dengan Qisth (sepenuh dan seakurat mungkin) janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu berbuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”.(Q.S Hud. 85) 3. Perkembangan lembaga keuangan syariah yang terdapat pada masa kekhalifahan : Lembaga keuangan pada masa Khulafaur Rasyidin Ketika rasulullah telah wafat, tradisi yang sudah dibangun oleh Nabi diteruskan para pemimpin setelahnya. Oleh Abu bakar kebiasaan memungut zakat sebagai bagian dari ajaran Islam dan menjadi sumber keuangan negara terus ditingkatan. Bahkan sempat terjadi peperangan antara sahabat yang taat kepada kepemimpinan beliau melawan orang-orang yang membangkang atas perintah zakat. Bahkan terjadi peperangan antara sahabat yang taat kepada kepemimpinan beliau melawan orang- orang yang membangkang. Abu Bakar sebagai yang pertama akan memerangi kaum riddah, yakni kelompok yang membangkang terhadap perintah membayar zakat dan mengaku sebagai nabi, sehingga semuanya kembali ke jalan yang benar atau gugur di jalan Allah sebagai shuhada. Lembaga Baitul Maal semakin mapan keberadaannya semasa khulafaur rasyidin kedua, yaitu Umar bin Khattab. Khalifah ini meningkatkan basis pengumpulan dana zakat serta sumber-sumber penerimaan lainnya. Sistem administrasinya sudah mulai dilakukan penerbitan. Umar memiliki kepedulian yang tinggi atas kemakmuran rakyatnya. Dikisahkan bahwa beliau mendatangi lansung rakyatnya yang masih miskin, serta membawakan langsung makanan untuk rakyatnya. Ucapan beliau yang sangat terkenal, “Jika ada keledai yang terperosok di Iraq, ia akan ditanya Tuhan mengapa ia tidak meratakan jalannya”. Pada masa Umar pula mulai dilakukan penertiban gaji dan pajak tanah. Terkait dengan masalah pajak, Umar membagi warga negara menjadi dua bagian. Bagian pertama warga negara muslim dan bagian kedua warga non muslim yang damai (dhimmi). Bagi warga negara muslim, mereka diwajibkan membayar zakat sedangkan yang dhimmi diwajibkan membayar kharaj dan jizyah. Bagi muslim diperlakukan hukum Islam dan bagi dhimmi diperlakukan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku. Agar situasi tetap terkendali, Umar menetapkan wilayah jazirah Arab untuk muslim, dan wilayah luar jazirah Arab untuk non muslim. Sedangkan untuk mencapai kemakmuran yang merata, wilayah Syiria yang padat penduduknya dinyatakan tertutup untuk pendatang baru. Untuk mengelola keuangan
  • 4. negara, khalifah mendirikan Baitul Maal. Pada masa Umar pula mata uang sudah mulai dibuat. Umar sering berjalan sendiri untuk mengontrol mekanisme pasar. Apakah telah terjadi kezalimaan yang merugikan rakyat dan konsumen. Khalifah memberlakuakan kuota perdagangan kepada para pedagangan dari Romawi dan Persia karena kedua negara tersebut memperlakukan hal yang sama kepada para pedagang madinah. Kebijakan ini sama dengan sistem perdagangan intenasional modern yang dikenal dengan principle of reciprocity . Umar juga menetapakan kebijakan fiskal yang sangat popular tetapi mendapat keritikan dari kalangan sahabat ialah menetapkan tanah takluakan Iraq bukan untuk tentara kaum muslimin sebagaimana biasanya tentang ghanimah, tetapi dikembalikan kepada pemiliknya. Khalifah kemudian menetapkan kebijakan kharaj (pajak bumi) kepada penduduk Iraq tersebut. Semua kebijakan khalifah Umar Bin Khattab ditindak lanjuti oleh khalifah selanjutnya, yakini Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib . yang menarik untuk diperhatikan ialah bahwa lembaga keuangan baitul maal telah berfungsi sangat strategis baik masa rasulullah maupun khulafa’ alrashidin. 4. Sejarah pendirian lembaga keuangan syariah modern pertama kali dan pengaruhnya terhadap dunia internasional : Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung. Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam. Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara- negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara- negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
  • 5. 5. Peran lembaga-lembaga internasional dalam pengembangan lembaga keuangan syariah di dunia secara umum dan di Indonesia secara khusus : 1. Islamic Development Bank (IDB) Lembaga keuangan dengan basis syariah ini berawal dari sebuah deklarasi dalam Konferensi Menteri Keuangan Negara Muslim di Jedah pada bulan Zulkaidah 1393 H (Desember 1973). Kemudian hal tersebut ditindaklanjuti pada sidang Gubernur Bank Sentral pada bulan Rajab 1395 H (Juli 1975) dan lembaga itu sendiri resmi lahir pada 15 Syawal 1395 H (20 Oktober 1975). Lembaga ini pada dasarnya bertujuan untuk menjadi suatu lembaga yang membantu pengembangan ekonomi dan sosial negara- negara muslim dan melakukan kerjasama dengan menggunakan prinsip syariah. Lembaga ini berkantor pusat di Jedah, negara Kerjaan Saudi Arabia. Dua kantor regional didirikan di Rabat, Maroko, dan di Kuala Lumpur, Malaysia. Dalam kegiatan sehari-hari, IDB dipimpin oleh seoarng Direktur Eksekutif. Salah satu orang yang pernah menduduki jabatan tersebut adalah Karnean Perwataatmadja yang berasal dari Indonesia. Fungsi dari lembaga ini antara lain memberikan bantuan modal dan kredit hibah untuk proyek-proyek produktif dan memberikan assisten finansial bagi perusahaan-perusahaan di negara muslim anggota IDB untuk pengembangan ekonomi dan sosial negara tersebut. Lembaga ini juga mengalokasikan dana khusus untuk dana asistensi bagi pengembangan ekonomi dan sosial bagi komunitas Islam di negara yang bukan anggota IDB. Saat ini anggota IDB berjumlah 54 negara. Negara-negara anggota menyisihkan sejumlah dana untuk IDB yang nantinya dana tersebut akan digunakan untuk program-program pengembangan ekonomi dan sosial di negara muslim tersebut. Pada anggota juga otomatis akan menjadi anggota Organisasi Konferenasi Islam (OKI) dan dalam kondisi tertentu akan menjadi anggota Dewan Gubernur IDB. Hingga akhir tahun 1412 H (Juni 1992), dana IDB sebesar 2 Miliar Islamic Dinars. Namun, sejak Muharram 1413 H, atas kesepakatan Dewan Gubernur IDB, dana atau modal IDB itu diperbesar menjadi 6 Miliar Islamic Dinars, yang terdiri dari 600 ribu saham dengan nilai pari per lembar saham 10 ribu Islamic Dinars. Nilai Islamic Dinars sama dengan SDR (Special Drawing Right) yang digunakan IMF. 2. Accounting and Auditing Organitation for Islamic Finance (AAOIFI) Lembaga ini merupakan lembaga yang menstandarisasi sistem akunting dan audit keuangan lembaga- lembaga ekonomi syariah, khususnya lembaga keuangan di dunia. Lembaga ini berkantor pusat di London, Inggris, dan diakui oleh negara-negara yang memiliki lembaga keuangan syariah sebagai benchmark akuntansi dan audit keuangan syariah. Lembaga ini didirikan oleh Bank Dunia bekerja sama dengan Bahrain Monetery Agency. AAOIFI memiliki misi untuk menciptakan sistem keuangan syariah yang transparan, berkesinambungan, dan bersih.
  • 6. Sejumlah standar akuntansi dan audit yang diterbitkan AAOIFI menjadi dasar bagi lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Standar Akuntansi Perbankan Syariah yang baru-baru ini disahkan Dewan Syariah Nasional merupakan peraturan akuntansi perbankan yang merujuk pada standar AAOIFI. 3. Islamic Financial Services Board (IFSB) Di sela-sela sidang tahunan IMF di Washington DC, Amerika Serikat, 21 April 2002, telah disepakati akan dibentuk satu institusi keuangan islam internasional. Sebagai tindak lanjut dari rencana tersebut, pada tanggal 4 November 2002, delapan Gubernur Bank Sentral dari delapan negara Islam, ditambah dengan Presiden IDB, telah menandatangani pendirian Islamic Financial Services Board (IFSB) di Kuala Lumpur, Malaysia. Lembaga itu langsung dipimpin oleh seorang bankir senior yang berasal dari Sudan, Prof. Rifaat Ahmed Abdel Kari, Ph.D. Lembaga multilateral yang akan memayungi lembaga keuangan syariah di dunia itu, didirikan oleh Bank Sentral dan otoritas moneter dari Indonesia, Bahrain, Iran, Kuwait, Malaysia, Pakistan, Saudi Arabia, Sudan, dan Islamic Development Bank (IDB). Kelahiran IFSB bukan gagasan liar yang muncul secara spontan dalam sidang tahunan IMF tersebut. Tapi, gagasan ini sudah dirintis sejak lama dan embrionya tumbuh pada Consultative Meeting for Islamic Financial Products, di Praha, Ceko, 23 September 2000. Dari situlah komitmen negara-negara pendiri semakin kuat hingga dibentuk Technical Committee untuk mewujudkan lembaga tersebut. Setelah melalui sejumlah pertemuan penting, akhirnya terwujud juga pada tahun 2002. Bagi dunia perbankan dan lembaga keuangan syariah dunia, kehadiran IFSB ini memiliki arti sangat penting. Karena kini terdapat sekitar 200 lembaga perbankan Islam yang sedang tumbuh di 48 negara, termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan Asia Barat. Bank-bank tersebut mengelola aset sekitar $ 170 miliar. IFSB akan menyusun standar dan prinsip pokok pengawasan, pengaturan, dan penerapan syariah Islam oleh lembaga keuangan syariah di seluruh Indonesia. IFSB juga akan menjadi penguhubung sekaligus menjalin kerjasama dengan lembaga penetapan standar di bidang moneter dan stabilitas ekonomi. Di antara hal yang akan dilakukan, yang cukup penting adalah penyusunan standar operasional yang selaras dengan Basel Accord II. Basel Accord II sendiri masih dalam tahap persiapan akhir bagi pengimplementasian pada akhir tahun 2006, yang dikendalikan secara eksklusif oleh Bank for International Settlements (BIS) di Basel, Swiss. Intinya, fungsi IFSB seperti Bank for International Settlement (BIS). Bagi Indonesia, keberadaan IFSB sangat strategis. Ini untuk menstandarisasi perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah di negeri ini sehingga standar operasi dan produknya sama secara internasional. Selain itu, melalui lembaga tersebut akan dapat dijalin kerja sama antar lembaga keuangan syariah di dunia.
  • 7. 4. International Islamic Financial Market (IIFM) IIFM sebagai organisasi penyusun standar internasional untuk pasar keuangan syariah khususnya Islamic Capital and Money Market segment of Islamic Financial Services Industry (IFSI) memiliki peran utama dalam menyusun standarisasi produk dan dokumentasi, sekaligus mendorong harmonisasi proses-proses terkait dengan pasar modal dan pasar uang syariah. Oleh karena itu, organisasi yang pada tahun 2012 memiliki ± 53 anggota yang terdiri dari otoritas keuangan dan pasar modal, lembaga-lembaga keuangan syariah dan lembagaterkait lainnya, selama periode laporan telah menerbitkan standarisasi Interbank wakalah agreement, Use of sukuk as collateral dan Three Party Arrangement for Islamic Securities - I’aadat Al Shira’a (Repo Alternative). Hal ini merupakan tidak lanjut program standarisasi dokumentasi dan produk pasar keuangan syariah, dokumentasi atau kontrak/akad yang telah dimulai dalam tahun-tahun sebelumnya. Dalam rangka mendorong penerapan standar yang telah diterbitkan, IIFM secara aktif melakukan sosialisasi melalui berbagai forum seminar, sekaligus melakukan review proses adaptasi dan implementasi standar yang dilakukan di berbagai yurisdiksi. Pada periode laporan, sejumlah kegiatan sosialisasi dilakukan antara lain melalui Briefing on Islamic Hedging and Liquidity Management Instruments di Singapura pada bulan Juni 2012, 16 lalu seminar di Turkey pada bulan September 2012 yaitu Seminar on Collateralization and Tri-Party Arrangement for Islamic Securities dan di Bahrain pada bulan Desember 2012 yaitu IIFM Industry Seminar on Islamic Capital Market, Liquidity Management and Risk Mitigation Instruments. Bank Indonesia selaku founding memberIIFM juga senantiasa aktif dalam setiap pertemuan Board of Directors IIFM untuk membahas standar yang diterbitkan IIFM. Peranan utama IIFM adalah mendorong perkembangan pasar keuangan syariah internasional baik pasar primer maupun sekunder antara lain dalam mengupayakan standardisasi instrument keuangan syariah khususnya dari kontrak dan strukturnya, menerbitkan sejumlah pedoman serta mendorong kerja sama di antara lembaga keuangan syariah. Untuk mendorong perkembangan keuangan syariah IIFM juga secara aktif menjalin kerja sama tidak hanya yang menjalankan prinsip syariah namun juga yang menjalankan prinsip konvensional. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan best practices. 6. Jenis – jenis lembaga keuangan syariah yang terdapat di Indonesia beserta karakteristiknya masing- masing • Bank Syariah Karakteristik : - Universal. Memandang bahwa Bank Syariah berlaku untuk setiap orang tanpa memandang perbedaan kemampuan ekonomi maupun perbedaan agama. - Adil. Memberikan sesuatu hanya kepada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai dengan posisinya dan melaran adanya unsur maysir (unsur spekulasi atau untung-untungan), gharar (ketidakjelasan), haram, riba, - Transparan. Dalam kegiatannya bank syariah sangat terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat. - Seimbang. Mengembangkan sektor keuangan melalui akitfitas perbankan syariah yang mencangkup pengembangan sektor riil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)
  • 8. - Maslahat. Bermanfaat dan membawa kebaikan bagi seluruh aspek kehidupan - Variatif. Produk bervariasi mulai dari tabungan haji dan umrah, tabungan umum, giro, deposito, pembiayaan yang berbasis bagi hasil, jual-beli dan sewa, sampai kepada produk jasa kustodian, jasa transfer, dan jasa pembayaran (debet card, syariah charge). - Fasilitas. Penerimaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah, wakaf, dana kebajikan (qard), memiliki fasilitas ATM, mobile banking, internet banking dan interkoneksi antarbank syariah. • Pegadaian syariah Karakteristik dari pegadaian syariah adalah tidak ada pungutan berbentuk bunga. Dalam konteks ini, uang ditempatkan sebagai alat tukar, bukan sebagai komoditi yang diperjualbelikan. Tetapi, mengambil keuntungan dari hasil imbalan jasa yang ditawarkan. • Asuransi syariah Dalam pengelolaan dananya, asuransi syariah memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan asuransi non syariah. Dana tabarru’ dan investasi dikelola sesuai dengan konsep syariah. Tabarru’ digunakan untuk saling tolong menolong dan investasi ditanam di instrument investasi syariah yang terbebas dari unsur-unsur haram dalam transaksi keuangannya. Karena itu, ada dua unsur yang memiliki karakteristik asuransi syariah di sini. Pertama, Dana Tabarru’ Asuransi Syariah. Iuran/tabarru’ dari para peserta dikumpulkan dan diniatkan untuk saling tolong menolong, ketika ada di antara peserta ada yang mengalami risiko. Maknanya, di sini risiko yang harus ditanggung dibebankan kepada para peserta yang tidak mengalami risiko, dengan konsep tolong menolong (risk sharing). Kedua, dana yang dialokasikan ke dalam instrumen investasi syariah. Dalam hal ini, dana dialokasikan ke dalam instrumen investasi syariah. Instrumen investasi syariah di Indonesia yang sudah ada dan menjadi outlet investasi bagi asuransi syariah, sebagaimana dijelaskan dalam buku Asuransi Syariah (Life and General), Konsep dan Operasional (Muhammad Syakir Sula, 2004: 380), yaitu: · Investasi ke bank-bank umum syariah, seperti Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan Bank Syariah Mandiri (BSM). · Investasi ke bank umum yang memiliki cabang syariah, seperti BNI Syariah, BRI Syariah, BII Syariah, Danamon Syariah, Bank IFI Syariah, Bukopin Syariah, dll. · Investasi ke Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT). · Investasi langsung ke perusahaan-perusahaan yang tidak menjual barang-barang haram atau maksiat dengan sistem (akad) mudharabah, wakalah, dan wadi’ah. · Investasi ke lembaga keuangan syariah lainnya, seperti reksadana syariah, modal ventura syariah, leasing syariah, pegadaian syariah, obligasi syariah di Bursa Efek Jakarta (BEJ), koperasi syariah, dan sebagainya. Lebih rinci
  • 9. • Baitul Maal Wattamwil (BMT) - Merupakan lembaga ekonomi bukan bank yang dapat dijangkau dan mampu menjangkau nasabah kecil bawah (mikro) beroprasi secara syariah dengan potensi jaminan dari dalam / sekitar lingkungannya sendiri. - Merupakan gabungan kegiatan baitul tamwil dengan baitul maal. - BMT berusaha untuk mengumpulkan dana anggota dan menyalurkannya kepada anggota untuk modal usaha produktif. - Baitul Maal menerima zakat, infaq, shodaqoh dan menyalurkannya kepada asnafnya menurut ketentuan syariah dengan perkiraan pemanfaatan yang paling produktif dan paling bermanfaat. 7. Kaitan kerjasama yang mungkin dilakukan oleh bank syariah dengan lembaga-lembaga keuangan syariah lainnya : Bank Indonesia (BI) mendorong bank-bank syariah melakukan kerja sama atau program linkage dengan lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Maal wa Tamwiil (BMT) dan koperasi jasa keuangan syariah. Kepentingan membangun kerja sama antara bank syariah dengan lembaga keuangan mikro syariah bersifat mutual benefit atau timbal balik dan bertujuan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Untuk mendukung kemitraan ini, BI sejak 2011 melakukan pemetaan BMT dan koperasi syariah, mengidentifikasi kunci sukses dan bentuk pola kemitraan terbaik antara bank syariah dengan lembaga keuangan mikro syariah. Urgensi keberadaan industri keuangan mikro bagi sektor usaha mikro-kecil nasional disadari betul pemerintah. Banyak upaya penguatan industri keuangan mikro yang telah dan terus dilakukan. Antara lain adalah penguatan landasan hukum keuangan mikro dengan penerbitan UU No 17 tahun 2012 tentang Perkoperasian dan UU No 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Dua UU ini diharapkan dapat mendorong industri keuangan mikro yang di dalamnya terdapat berbagai bentuk lembaga keuangan dalam memberikan pelayanan bagi usaha mikro-kecil. Pada sisi lain, kepastian hukum bagi lembaga keuangan sektor mikro-kecil akan memudahkan lembaga dalam melakukan kerja sama dengan institusi lain seperti melakukan kemitraan dengan bank syariah. Halim mengatakan kedua UU tersebut memberikan banyak tugas bagi otoritas dan stakeholders perkoperasian dan keuangan mikro untuk dilaksanakan. Selain itu, terdapat sejumlah isu seperti pemilahan kewenangan dan tanggung jawab lembaga-lembaga pemerintah dalam pembinaan, pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan mikro. Khusus bagi lembaga keuangan mikro syariah dengan format BMT, terdapat isu penting mengenai kejelasan posisi BMT dalam kedua UU tersebut. BMT secara eksplisit tertulis sebagai lembaga keuangan mikro yang akan diawasi OJK dalam UU LKM. Namun pada realitasnya banyak BMT beroperasi dengan badan hukum koperasi juga menjadi objek yang diatur UU Perkoperasian dengan mengelompokan lembaga tersebut sebagai Koperasi Simpan Pinjam (KSP) berdasarkan prinsip ekonomi syariah. BI berharap ke depannya lembaga keuangan mikro syariah dapat meningkatkan kemitraan dan aliansi strategis dengan lembaga keuangan syariah lainnya, termasuk bank syariah sehingga mampu melayani sektor usaha mikro-kecil secara maksimal.
  • 10. 8. Peran insitusi-institusi terhadap perkembangan industri perbankan syariah : • Bank Indonesia (BI) Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai peran dalam menentukan dan memberikan arah perkembangan perbankan serta dapat melindungi masyarakat, maka Bank Indonesia mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk membina serta melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan perbankan. Sebagai pengawas dan pembina bank, Bank Indonesia bertindak sebagai seorang bapak kepada anaknya. Bila seorang anak keliru dalam melakukan suatu tindakan maka seorang bapak yang baik akan berusaha memberitahukan kepada anaknya perihal kekeliruannya itu bahkan lebih dari itu bapak tersebut akan mengusahakan supaya anaknya tidak keliru dalam mengambil suatu tindakan. Demikian juga halnya Bank Indonesia dalam menjalankan tugas pengawasan perbankan syariah di Indonesia. • Departemen Keuangan Upaya pengembangan pasar keuangan syariah tentu juga tidak bisa terlepas dari peranan Departemen Keuangan. Pada pasar modal dan lembaga keuangan nonbank syariah, lembaga yang membinanya adalah Bapepam-LK. Bapepam-LK merupakan penggabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam ) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Depatemen Keuangan. Bapepam-LK berada di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia yang bertugas membina, mengatur, dan mengawasi sehari- hari kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standadisasi teknis di bidang lembaga keuangan. Dalam perjalanannya, Bapepam-LK telah mengeluarkan sejumlah regulasi terkait peraturan aplikasi prinsip-prinsip syariah di ruang lingkup pasar modal syariah. • Majelis Ulama Indonesia (MUI) Peran MUI dan DSN-MUI dalam kegiatan perbankan syariah telah terlegitimasi dalam ketentuan perundang-undangan nasional, yang tercermin dalam ketentuan Pasal 1 ayat (12) UUPS 21 Tahun 2008: “prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah”. Kemudian secara ekplisit, lembaga MUI disebut dalam ketentuan Pasal 26 ayat (2) UUPS 21 Tahun 2008: “prinsip syariah sebagaimana dimaksud ayat satu difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia”, dan Pasal 32 ayat (2): “Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia”. Dalam menyikapi perkembangan perbankan syariah yang signifikan di Indonesia, maka dibutuhkan suatu prangkat peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan kepastian hukum, selain itu diperlukan juga fatwa dari lembaga yang memiliki komptensi tersebut, mengingat peran fatwa yang sangat strategis dalam mengisi kekosongan hukum formal di dalam undang-undang atau semacamnya.[4] Namun wajib dipahami oleh semua pihak, khususnya yang menekuni bidang hukum, bahwa MUI dan DSN-MUI merupakan lembaga swasta yang tidak memiliki otoritas penuh dalam penentuan kebijakan negara terhadap perkembangan perbankan syariah.
  • 11. • Ikatan akuntan Indonesia (IAI) IAI sebagai lembaga yang berwenang dalam menetapkan standar akuntansi keuangan dan audit bagi berbagai industri merupakan elemen penting dalam pengembangan perbankan syariah di Indonesia, dimana perekonomian syariah tidak dapat berjalan dan berkembang dengan baik tanpa adanya standar akuntansi keuangan yang baik. Standar akuntansi dan audit yang sesuai dengan prinsip syariah sangat dibutuhkan dalam rangka mengakomodir perbedaan esensi antara operasional Syariah dengan praktek perbankan yang telah ada (konvensional). Untuk itulah maka pada tanggal 25 Juni 2003 telah ditandatangani nota kesepahaman antara Bank Indonesia dengan IAI dalam rangka kerjasama penyusunan berbagai standar akuntansi di bidang perbankan Syariah, termasuk pelaksanaan kerjasama riset dan pelatihan pada bidang-bidang yang sesuai dengan kompetensi IAI. Sejak tahun 2001 telah dilakukan berbagai kerjasama penyusunan standard dan pedoman akuntansi untuk industri perbankan syariah termasuk penyelesaian panduan audit perbankan syariah, revisi Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 59 dan revisi Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Dengan semakin pesatnya perkembangan industri perbankan syariah maka dinilai perlu untuk menyempurnakan standar akuntansi yang ada. Pada tahun 2006, IAI telah menyusun draft Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI). Draft ini diharapkan dapat ditetapkan menjadi standar pada tahun 2007. Dalam penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dilakukan IAI dengan bekerjasama dengan Bank Indonesia, DSN serta pelaku perbankan syariah dan dengan mempertimbangkan standar yang dikeluarkan lembaga keuangan syariah internasional yaitu AAOIFI. Hal ini dimaksudkan agar standar yang digunakan selaras dengan standar akuntansi keuangan syariah internasional. 9. Perkembangan bank syariah di indonesia dan prospeknya dalam sepuluh tahun ke depan. Selaku regulator, Bank Indonesia memberikan perhatian yang serius dan bersungguh sungguh dalam mendorong perkembangan perbankan syariah. Semangat ini dilandasi oleh keyakinan bahwa perbankan syariah akan membawa ‘maslahat’ bagi peningkatan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif (gharar) sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung terhadap terciptanya stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur maupun pihak bank selaku pengelola dana. Sampai dengan bulan Februari 2012, industri perbankan syariah telah mempunyai jaringan sebanyak 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 155 BPRS, dengan total jaringan kantor mencapai 2.380 kantor yang tersebar di hampir seluruh penjuru nusantara (Tabel 2). Total aset perbankan syariah mencapai Rp149,3 triliun (BUS & UUS Rp145,6 triliun dan BPRS Rp3,7 triliun) atau tumbuh sebesar 51,1% (yoy) dari posisi tahun sebelumnya. Industri perbankan syariah mampu menunjukkan akselerasi
  • 12. pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata sebesar 40,2% pertahun dalam lima tahun terakhir (2007- 2011), sementara rata-rata pertumbuhan perbankan nasional hanya sebesar 16,7% pertahun. Oleh karena itu, industri perbankan syariah dijuluki sebagai ‘the fastest growing industry’. Akselerasi pertumbuhan perbankan syariah yang jauh lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan nasional berhasil meningkatkan porsi perbankan syariah dalam perbankan nasional menjadi 4,0%. Jika tren pertumbuhan yang tinggi industri perbankan syariah tersebut dapat dipertahankan, maka porsi perbankan syariah diperkirakan dapat mencapai 15%-20% dalam kurun waktu 10 tahun ke depan. 10.Permasalahan yang dihadapi oleh industry perankan syariah Indonesia pada saat ini : Tantangan Pengembangan Perbankan Syariah Di tengah perkembangan industri perbankan syariah yang pesat tersebut, perlu disadari masih adanya beberapa tantangan yang harus diselesaikan agar perbankan syariah dapat meningkatkan kualitas pertumbuhannya dan mempertahankan akselerasinya secara berkesinambungan. Tantangan yang harus diselesaikan dalam jangka pendek (immediate) antara lain: • Pemenuhan gap sumber daya insani (SDI), baik secara kuantitas maupun kualitas. Ekspansi perbankan syariah yang tinggi ternyata tidak diikuti oleh penyediaan SDI secara memadai sehingga secara akumulasi diperkirakan menimbulkan gap mencapai 20.000 orang. Hal ini dikarenakan masih sedikitnya lembaga pendidikan (khususnya perguruan tinggi) yang membuka program studi keuangan syariah. Selain itu, kurikulum pendidikan maupun materi pelatihan di bidang keuangan syariah juga belum terstandarisasi dengan baik untuk mempertahankan kualitas lulusannya. Untuk itu perlu dukungan kalangan akademis termasuk Kementrian Pendidikan untuk mendorong pembukaan program studi keuangan syariah. Industri perbankan syariah secara bersama-sama juga dapat melakukan penelitian untuk mengidentifikasi jenis keahlian yang dibutuhkan sehingga dapat dilakukan ‘link and match’ dengan dunia pendidikan. • Inovasi pengembangan produk dan layanan perbankan syariah yang kompetitif dan berbasis kekhususan kebutuhan masyarakat. Kompetisi di industri perbankan sudah sangat ketat sehingga bank syariah tidak dapat lagi sekedar mengandalkan produk-produk standar untuk menarik nasabah. Pengembangan produk dan layanan perbankan syariah tidak boleh hanya sekedar ‘mengimitasi’ produk perbankan konvensional. Bank syariah harus berinovasi untuk menciptakan produk dan layanan yang mengedepankan uniqueness dari prinsip syariah dan kebutuhan nyata dari masyarakat. Namun disadari bahwa lifecycle dari suatu inovasi produk dan layanan perbankan syariah sangat pendek karena dengan mudah dan segera dapat ditiru oleh bank-bank lainnya sehingga mengurangi minat bank untuk berinovasi. Untuk itu, perlu dibentuk semacam working group yang beranggotakan praktisi perbankan syariah untuk memikirkan secara bersama- sama inovasi produk yang dapat dikembangkan. Mekanisme lain yang dapat diambil untuk mendorong inovasi produk dan layanan adalah memberikan patent selama beberapa tahun agar tidak ditiru oleh bank yang lain. • Kelangsungan program sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Kegiatan untuk menggugah ketertarikan dan minat masyarakat untuk memanfaatkan produk dan layanan perbankan syariah harus terus dilakukan. Namun disadari bahwa kegiatan ini merupakan cost center bagi bank syariah. Selama ini kegiatan sosialisasi dan edukasi perbankan syariah didukung oleh Bank Indonesia melalui program ‘iB Campaign’ baik melalui media masa (iklan layanan masyarakat), syariah expo, penyelenggaraan workshop/seminar, dsb. Peran Bank Indonesia dalam hal ini akan berkurang seiring dengan pengalihan kewenangan pengaturan dan pengawasan sektor perbankan
  • 13. (termasuk perbankan syariah) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Untuk itu, industri perbankan syariah perlu meningkatkan ‘kemandirian’, baik dalam hal formulasi program maupun pembiayaannya sehingga program ‘iB Campaign’ dapat terus berlangsung secara berkelanjutan. 11. Indonesia mempunyai peran dalam pengembangan bank syariah di tingkat internasional. Indonesia mempunyai peluang yang cukup besar untuk menjadi trendsetter keuangan syariah dunia, hal ini terlihat dari sejumlah bank sentral negara lain meminta BI memberi training, seperti negara Bangladesh dan Tanzania. 12. Kami menolak pendapat bahwa yang boleh dikembangkan oleh masyarakat Muslim hanyalah Baitul Maal sebagaimana yang dikembangkan nabi dan para khalifah pemerintahan Islam, karena dasar pemikiran terbentuknya Bank Islam bersumber dari adanya larangan Riba dalam Al Qur’an dan Hadits. Q.S : Al Baqoroh : 275 “ Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan berdiri melainkan seperti berdirinya orang-orang yang dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya,………” Q.S : An Nisa : 161 “ Dan mereka memakan riba, padahal telah dilarang dan karena mereka telah memakan harta manusia dengan cara yang tidak betul, Kami telah sediakan bagi orang-orang kafir itu siksaan yang pedih. Selain berdasarkan Al Qur’an dan Hadis, berdirinya Bank Islam juga didasari oleh kenyataan – kenyataan sebagai berikut : • Praktek sistem bunga dan akibatnya • Penerapan sistem bunga membawa akibat negatif, antara lain masyarakat sebagai nasabah menghadapi ketidakpastian dan semakin memberatkan nasabah karena dengan penetapan persentase jumlah bunga akan berlipat ganda jika nasabah tidak mampu membayar setelah jatuh tempo. • Mengakibatkan Eksploitasi oleh orang kaya terhadap orang miskin. • Sistem Perbankan yang ada sekarang memiliki kecenderungan terjadinya konsentrasi kekuatan ekonomi ditangan kelompok elite. • Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan laju inflasi yang semakin tinggi • Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang berhasil dalam membantu mengurangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan baik tingkat nasional ataupun internasional. Dengan beroperasinya Perbankan Syariah diharapkan mempunyai pengaruh yang besar terhadap terwujudnya suatu sistem ekonomi yang islam. Didirikannya bank Islam dilatarbelakangi oleh keinginan umat Islam untuk memperoleh kesejahteraan lahir dan batin melalui kegiatan muamalah yang sesuai dengan perintah agamanya juga keinginan umat Islam untuk mempunyai alternatif pilihan dalam mempergunakan jasa-jasa perbankan yang dirasakannya lebih sesuai.
  • 14. Prinsip Pokok Bank Syariah sebagai berikut: a. Pelarangan riba dalam segala bentuknya b. Pelarangan transaksi yang diharamkan c. Pelarangan transaksi yang mengandung unsur ghoror dan maisir d. Pelarangan transaksi yang mengakibatkan kerusakan moral dan lingkungan 13. Berikut adalah kelemahan yang terdapat pada bank konvensional: • Sistem bunga haram dalam Islam Entah siapa yang pertama kali memberlakukan system bunga ini, tetapi sampai hari ini sangat dikenal masyarakat luas. Dalam pandangan Islam sendiri, system bunga pada bank itu tidak boleh dilakukan alias diharamkan. Mengapa? Karena dari system bunga, maka perekonomian akan terombang-ambing adanya. • Bunga yang begitu besar Bunga yang ada di bank konvensional begitu besarnya kadang membuat orang berfikir dua kali untuk membuka tabungan atau rekening di bank konvensional tersebut. Setiap bulan pasti berkurang uang yang ada di rekening bank konvensional dengan persentase bunga yang cukup. Maka dari itu, di point nomor dua ini yaitu bunga begitu besar sangat cocok untuk kekurangan bank konvensional. • Kredit bermasalah karena prosedur pemberian kredit tidak potensi dan penampakan pemberian kredit pada grup sendiri dan kalangan tertentu • Praktik curang seperti bank dalam bank dan transaksi fiktif. • Praktik spekulasi yang terlalu ambisius dan tanpa perhitungan. 14. Kelebihan yang dimiliki oleh bank syariah yang diperkirakan dapat mengatasi kelemahan bank konvensional adalah: a. Akad Semua transaksi yang dilakukan di bank syariah harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh Syariah Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dan telah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), seperti akad al-mudharabah (bagi hasil), al-musyarakah (perkongsian), al- musaqat (kerja sama tani), al-ba’i (bagi hasil), al-ijarah (sewa-menyewa), dan al-wakalah (keagenan). Untuk bank konvensional, surat penjanjian dibuat berdasarkan hukum positif yang sedang berlaku di Indonesia. b. Keuntungan Bank syariah mengunakan pendekatan bagi hasil (al-mudharabah) untuk mendapatkan keuntungan, sementara bank konvensional justru mengunakan konsep biaya untuk menghitung keuntungan. Pada bank konvensional, “bunga” yang diberikan kepada nasabah sebenarnya berasal dari keuntungan bank meminjamkan dana kepada nasabah lain dengan “bunga” yang lebih besar.
  • 15. c. Pengelolaan Dana Bank syariah akan menolak untuk menyalurkan kredit yang diinvestasikan pada kegiatan bisnis yang melanggar hukum Islam, seperti perniagaan barang-barang haram, bunga (riba), perjudian (maisir), dan manipulatif (ghahar). Sementara bank konvensional akan menyalurkan kredit tanpa harus mengetahui dari mana atau kemana uang tersebut disalurkan, selama debitur bisa membayar cicilan dengan rutin. d. Hubungan Bank dan Nasabah Di bank syariah, nasabah diperlakukan sebagaimana seorang mitra alias partner. Hal ini dikarenakan bank dan nasabah diikat dalam “akad” yang sangat transparan. Tak heran banyak nasabah yang mengaku kalau hubungan emosional mereka lumayan kuat dengan banknya. Pada bank konvensional, hubungan nasabah dan bank lebih pada hubungan kreditur dan debitur. Namun akhir-akhir ini mereka juga berusaha untuk memperkuat hubungan dengan nasabah. 15. Tahapan perkembangan bank syariah yang direncanakan oleh BI dalam cetak biru pengembangan bank syariah adalah pada tahun 2002, BI menerlahkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Cetak biru (blue print) ini dibuat untuk memberikan arahan yang ingin dicapai serta tahapan-tahapan untuk mewujudkan sasaran pengembangan jangka panjang. Berikut adalah sasaran pengembangan perbankan syariah sampai tahun 2011 yang ingin digariskan dalam cetak biru tersebut: a. Terpenuhinya prinsip syariah dalam operasional perbankan. b. Diterapkannya prinsip kehati-hatian dalam operasional perbankan syariah c. Terciptanya sistem perbankan yang kompetitif dan efisien d. Terciptanya stabilitas sistemik serta terealisasinya kemanfaatan bagi masyarakat luas. Pengembangan perbankan syariah yang dituangkan dalam “Cetak biru pengembangan perbankan syariah di Indonesia” dibagi atas tiga tahap. Ketiga tahap tersebut memilik fokus yang berbeda- beda. Inisiatif strategis pada tahap pertama dilakukan pada tahun 2002-2004 dengan fokus pada pembentukan kerangka dasar sistem pengaturan yang disesuaikan dengan karakteristik operasional pebankan syariah yang sehat. Adapun tahap kedua pengembangan perbankan syariah (2004-2008) difokuskan apda realisasi kegiatan yang telah direncanakan dalam tahap pertama program pengembangan. Sementara itu, tahap ketiga (2008-2011) merupakan finasisasi implementasi inisiatif sistem perbankan syariah. Saran dalam upaya pengembangan bank syariah : • Pertama, inovasi produk keuangan dan perbankan syariah merupakan pilar utama dalam pengembangan industri perbankan syariah. • Kedua, lanjut Agus, sekuritisasi aset bank syariah. Salah satu kunci kesuksesan KPR Syariah adalah sekuritisasi (tawriq) asset. • Ketiga, kualitas aset. Bank syariah harus tetap mewaspadai tren peningkatan pembiayaan bermasalah di tahun depan yang mempengarui kualitas aset (pembiayaan). • Keempat, memperkuat permodalan dan skala usaha bank syariah
  • 16. • Kelima, pengumpulan dana murah dengan bantuan insentif pemerintah untuk mengumpulkan dana wakaf • Keenam, penguatan Sumber Daya Manusia (SDM), dan • Ketujuh meningkatkan teknologi sistem keuangan syariah ___________________________________________________________________ RAPEM PERTEMUAN 2 – PRINSIP-PRINSIP DASAR BANK SYARIAH LATIHAN BAB 3 BUKU RAA 1. Definisi lembaga keuangan syariah menurut Dewan Syariah Nasional : Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI, 2003). Definisi ini menegaskan bahwa suatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. 2. Empat Prinsip Hukum Muamalat: 1. Prinsip Mubah Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh Al- Qur’an dan Sunah Rasul 2. Prinsip Sukarela Mumalah dilakukan atas dasar sukarela dan tanpa mengandung unsur-unsur paksaan 3. Prinsip mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat dalam hidup masyarakat 4. Prinsip Keadilan Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan 3. Tiga contoh transaksi yang haram zatnya yang sangat mungkin biasa dilakukan di bank konvensional : 1. Transaksi yang mengandung barang atau jasa yang diharamkan 2. Transaksi yang tidak sah akadnya 3. Transaksi yang mengandung sistem dan prosedur memperoleh keuntungan yang diharamkan, seperti: • Tadlis (ketidaktahuan satu pihak) • Gharar (ketidaktahuan kedua pihak)
  • 17. • Ikhtikar (rekayasa pasar dalam pasokan) • Ba’i Najsy (rekayasa pasar dalam permintaan) • Maysir (judi), dan • Riba (tambahan yang disayaratkan) 4. Perbedaan antara tadlis dan gharar : Pada dasarnya, kedua transaksi ini sama-sama memiliki empat hal pokok dalam hal jual beli, yaitu kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Perbedaannya adalah: • Tadlis merupakan transaksi yang mengandung suatu hal pokok yang tidak diketahui oleh salah satu pihak (unknown to one party), sedangkan • Gharar merupakan transaksi yang mengandung suatu hal pokok yang tidak diketahui oleh kedua belah pihak yang bertransaksi jual beli. 5. Contoh transaksi yang sangat mungkin terjadi di masyarakat, akan tetapi masuk dalam kategori tadlis dalam kategori harga, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan : 1. Kategori Harga Ketika harga minyak goreng turun dan pembeli tidak mengetahui bahwa harga minyak goreng sudah turun, disini penjual memanfaatkan hal tersebut dengan tetap menjual harga minyak goreng dengan harga pada saat sebelum turun harga, bukan dengan harga aslinya 2. Kategori Kualitas Dalam jual beli handphone, dan sesungguhnya handphone tersebut memiliki cacat yang diketahui oleh penjual dan tidak diketahui oleh pembeli. Dan penjual tidak memberi tahu kepada pembeli bahwasannya ada cacat di handphone tersebut. Disini penjual memanfaatkan ketidaktahuan pembeli mengenai kualitas barang tersebut sehingga bisa menjual handphone sesuai harga aslinya (tidak dikurangi dengan nilai cacat handphone) 3. Kategori Kuantitas Salah satu pihak (penjual) mengurangi takaran barang yang telah disepakati antara penjual dan pembeli. Pengurangan takaran ini hanya diketahui oleh penjual. Seperti seorang penjual sembako yang mengganjal timbangan untuk mengurangi takaran 4. Waktu penyerahan Seorang kontraktor berjanji bisa menyelesaikan pembangunan jalan dalam jangka waktu kurang dari 3 bulan, tetapi pada dasarnya kontraktor tersebut sudah memahami bahwa waktu penyelesaian pembangunan tersebut akan memakan waktu lebih dari 3 bulan 6. Contoh transaksi yang sangat mungkin terjadi di masyarakat, akan tetapi masuk dalam kategori gharar dalam kategori harga, kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan : 1. Kategori Harga Dalam jual beli mobil secara kredit. Jika mobil tersebut dilunasi dalam jangka waktu yang lebih cepat maka bunga yang dikenakan adalah lebih kecil. Sedangkan bila dilunasi dalam jangka waktu lebih dari lama, maka akan dikenakan bunga lebih besar. Disini, penjual dan pembeli tidak mengetahui kapan mobil tersebut akan terlunasi
  • 18. 2. Kategori Kualitas Penjualan sapi yang masih dalam perut induknya. Dalam hal ini, kedua belah pihak baik pembeli maupun penjual tidak mengetahui bagaimana kualitas sapi itu nantinya ketika lahir. Apakah pembeli akan diuntungkan atau dirugikan 3. Kategori Kuantitas Misalnya adalah pembelian seluruh hasil panen ketika pohon atau tanaman belum menunjukkan hasilnya. Dalam hal ini, kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli tidak mengetahui berapa kuantitas hasil panen yang akan diperjualbelikan. Nilai jual hasil panen bisa lebih tinggi dan bisa lebih rendah dari nilai yang diserahterimakan 4. Waktu penyerahan Penjualan mobil yang sedang hilang dicuri dengan akad pembeli membayar seharga tertentu dan berhak atas mobil yang sedang hilang dilarikan pencuri. Dalam hal ini, kedua belah pihak baik pembeli maupun penjual tidak mengetahui kapan barang akan diserahterimakan 7. Pengertian Riba, secara bahasa, riba bermakna tambahan, tumbuh atau membesar. Menurut Imam Sarakhsi dalam Mabsut juz XII, hlm. 109, riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan (iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut. Riba adalah bentuk transaksi yang dilarang dalam Islam dan bersinggungan langsung dengan praktik perbankan konvensional. Tiga contoh bisnis yang ada di masyarakat yang beroperasi dengan konsep riba, yaitu: Bank Konvensional, Praktek lintah darat (rentenir), dan Jual beli emas pada pedagang eceran yang dinilai harga beli yang jauh lebih rendah. 8. Perbedaan antara bai’ najasy dengan bai’ ikhtikar dan contoh yang mungkin masih ada di masyarakat : • Ba’i najsy adalah tindakan menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk, sehingga harga jual produk naik Contoh: 1. Perdagangan saham di bursa efek atau pasar modal 2. Penjual online shop membuat testimoni palsu mengenai permintaan barang sehingga seolah oleh barang tersebut sedang banyak diminati masyarakat sehingga akan menaikan harga jual produk • Ba’i ikhtikar adalah tindakan mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara menimbun Contoh: 1. Penjualan beras, minyak goreng atau barang-barang pokok lainnya yang sengaja ditimbunkan agar dapat menaikkan harganya. 2. Penjual bahan bakar kendaraan yang sengaja menimbun stock bahan bakar agar terjadi kelangkaan
  • 19. 9. Pengertian maysir : Ulama dan fuqaha mendefinisikan masyir (judi atau gambling) sebagai sebuah permainan dimana satu pihak akan memperoleh keuntungan sementara pihak lainnya akan menderita kerugian (Ibnu Qudama:Al Mughni, 13/408). Tiga contoh praktik maysir yang mungkin masih ada di masyarakat, diantaranya: • Melakukan taruhan terhadap suatu pertandingan dimana akan ada salah satu pihak yang dirugikan. • Praktek sms berhadiah dimana hadiah tersebut diperoleh ketika menang undian. • Permainan yang mengharuskan bagi para pemainnya menyetor dana tertentu untuk dapat memperoleh hadiah tapi dengan cara permainan tersebut diacak. 10. Rukun sahnya akad : 1. Adanya dua pihak atau lebih yang saling terikat dengan akad. Dalam hal ini, kedua pihak dipersyaratkan memiliki kemampuan yang cukup untuk mengikuti proses perjanjian, jika tidak, akad dianggap tidak sah. 2. Adanya pengucapan akad berupa ungkapan serah terima (ijab kabul). Ijab adalah ungkapan penyerahan kepemilikan oleh pemilik barang, sedangkan kabul adalah ungkapan penerimaan kepemilikan oleh pemilik barang berikutnya. Ijab kabul tidak harus dilakukan secara lisan. 3. Adanya sesuatu yang diikat dengan akad, yakni barang yang dijual dalam akad jual beli, atau sesuatu yang disewakan dalam akad sewa dan sejenisnya. Adapun syarat barang tersebut dianggap sah apabila: a. Barang tersebut suci atau bila terkena najis, bisa disucikan b. Barang tersebut bisa digunakan dengan cara yang disyaratkan c. Komoditas harus bisa diserahterimakan d. Barang yang dijual harus milik penjual e. Bila barang dijual langsung harus diketahui wujudnya, dan bila tidak berlokasi, harus diketahui ukuran, jenis dan kriterianya. 11. Perbedaan antara riba fadhl dan riba nasi’ah, yaitu : • Riba fadhl adalah riba yang timbul karena pertukaran antarbarang ribawi yang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan • Riba nasi’ah adalah riba yang timbul karena penangguhan penyerahan atau penerimaan barang yang dipertukarkan dengan jenis barang lainnya. 12. Contoh praktik riba qardh dan riba jahiliyah, yaitu : • Riba qardh Praktik perbankan konvensional yang mengharuskan pengembalian dana yang dipinjam beserta dengan kelebihannya atau disebut dengan bunga. • Riba Jahiliyah Pinjaman terhadap rentenir dimana bunga yang dibebankan akan semakin tinggi ketika peminjam tidak dapat melunasi utangnya pada waktu yang telah ditetapkan
  • 20. 13. Ta’alluq adalah dua akad yang saling berkaitan, dimana berlakunya akad 1 bergantung pada akad 2. Contoh ta’alluq: Penjualan dengan cara ‘inah, yaitu seseorang menjual barang seharga tertentu secara cicilan kepada seorang lain dengan syarat. Orang lain tersebut kembali menjual barang tersebut secara tunai. 14. Short Selling atau penjualan cepat dapat digolongkan ke dalam Bai’ Najasy dimana short selling merupakan praktek perjanjian penyerahan syarat berharga yang dilakukan sebelum tanggal yang ditentukan agar dapat diperoleh dengan harga yang jauh lebih murah sebelum tanggal penyerahan. 15. Hubungan antara ekonomi gelembung yang terjadi pada sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai transaksi yang dilarang Syariah tetapi dibolehkan kapitalis adalah : Ekonomi gelembung merupakan spekulasi harga terhadap asset-asset barang mewah dengan nilai fundamental yang lebih rendah namun harga jual yang lebih tinggi. Hal ini sangat dilarang oleh syariah karena termasuk dalam tadlis dan riba, dimana tadlis itu sendiri menspekulasi harga dan tidak diketahui oleh salah satu pihak. Kemudian termasuk riba yang dilarang oleh syariah karena praktek ekonomi gelembung mengupayakan keuntungan yang begitu besar jauh melebihi nilai instrinsiknya. RAPEM 3 – KDPPLKS LATIHAN BAB 5 BUKU RAA 1. Tujuan KDPPLKS - Penyusun standar akuntansi keuangan syariah dalam pelaksanaan tugasnya membuat standar. - Penyusun laporan keuangan untukmengulangi masalah akuntansi syariah yang belum di atur dalam standar akuntansi keuangan syariah. - Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntanis syariah yang berlaku umum. - Para pemakai laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan. 2. Transaksi syariah berlandaskan pada paradigma bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan sebagai amanah (kepercayaan illahi) dan sarana kebahagian hidup bagi seluruh umat manusiauntuk mencapai kesejahteraan hakiki secara material dan spiritual (falah). 3. Transaksi syariah berasaskan pada prinsip : - Persaudaraan (ukhuwah) - Keadilan (‘adalah) - Kemaslahatan (maslahah) - Keseimbangan (tawazun) - Universalisme (syumuliyah
  • 21. Prinsip ukhuwah berarti bahwa transaksi yang diadakan merupakan bentuk interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong menolong. Prinsip ‘adalah mengandung artimenempatkan sesuatu pada tempatnyadan memberikan sesuatu pada yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya. Prinsip maslahah berarti bahwa transaksi syariah haruslah merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif Prinsip syumuliah adalah transaksi syariah dapat dilakukan oleh, dengan, dan untuk semua oihak yang berkepentingan. 4. Transaksi syariah komersial dapat berupa investasi untuk mendapatkan bagi hasil, jual beli barang untuk mendapatkan laba dan atau pemberian layanan jasa untuk mendapatkan imbalan. Adapun transaksi syariah non-komersial dapat dilakukan dengan berupa pemberian pinjaman atau talangan penghimpunan dan penyaluran dana sosial seperti zakat dll. 5. Pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan ialah : - Investor - Pemberi dana qardh - Pemilik dana syirkah temporer. - Pemilik dana titipan - Pengawas syariah - Karyawan - Pemasok dan mitra usaha lainnya - Pelanggan - Pemerintah - Masyarakat. 6. Pemberi dana qardh merupakan individu atau institusi yang memberikan pinjaman kepada entitas syariah dengan menggunakan skema qardh, yaitu pinjaman dengan pengembalian sejumlah uang yang sama dengan yang dipinjam. Pemberi pinjaman dana qardh membutuhkan informasi yang memungkinkan mereka menilai kemampuan entitas syariah untuk membagikan deviden. 7. Pemilik dana syirkah temporer adalah individu atau institusi yang menginvestasikan dananya kepada entitas syariah secara temporer dengan menggunakan skema nagi hasil. Pemilik dana syirkah temporer berkepentingan dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk mengetahui tingkat keamanan dan keuntungan dana yang diinvestasikan pada entitas syariah. 8. Pemilik dana titipan adalah individu atau institusi yang menitipkan dananya di entitas syariah dengan skema wadiah atau penitipan tanpa adanya kewajiban bagi yang dititipi untuk memberikan tambahan kepada penitip. Pemilik dana titipan membutuhkan informasi keuangan untuk memungkinkan mereka mengetahui apakan dana titipan dapat diambil setiap saat.
  • 22. 9. Pembayar dan penerima zakat, infak, sedekah dan wakaf berkepentingan dengan informasi mengenai sumber dan penyaluran dana tersebut. 10. Pengawas syariah adalah orang yang ditugaskan oleh Dewan Syariah Nasional untuk mengawasi kepatuhan suatu entitas syariah terhadap prinsip syariah. Pengawas syariah memerlukan informasi keuangan untuk menevaluasi kesesuaian produk dan sistem operasi entitas syariah terhadap prinsip syariah. 11. Tujuan utama laporan keuangan menurut KDPPLKS adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan. Selain itu tujuan lainnya dalah : - Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan uasaha - Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta informasi asset, kewajiban, pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip sayriah bila ada, serta bagaimanaperolehan dan penggunaannya. - Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak - Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam modal dan pemilik dana syirkah temporer serta informasi mengenai pemenuhan kewajiban fungsi sosial entitas syariah. 12. Untuk mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual. Dengan dasar akrual, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian. 13. Laporan keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas syariah dan akan melanjutkan usahanya dimasa depan. 14. Empat karakteristik kualitatif: - Dapat dipahami, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis dengan ketekunan yang wajar. - Relevan, memiliki kemampuan untuk memengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini, atau masa depan dengan menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. - Andal, informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan disajikan secara jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. - Dapat dibandingkan, pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas syariah antarperiode untuk mengidentifikasikan kecendrungan posisi dan kinerja keuangan. 15. Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset dapat mengalir kedalam entitas dengan berbagai cara : misalnya digunakan sendiri maupun bersama aset lain dalam produksi barang dan jasa yang dijual oleh entitas syariah; dipertukarkan dengan aset lain; digunakan untuk menyelesaikan kewajiban.
  • 23. 16. Kewajiban juga dapat dengan cara lain, seperti kreditur membebaskan atau membatalkan haknya. 17. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu tertentu dari individu dan dari pihak lainnya. 18. Contoh dana syirkah temporer adalah dana dari pembiayaan mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, masyarakat dan akun lain yang sejenis. 19. Dana syirkah temporer juga tidak bisa digolongkan sebagai kewajiban karena entitas syariah tidak berkewajiban, ketika mengalami kerugian, untuk mengembalikan jumlah dana awal dari pemilik dan kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi etitas syariah. Juga tidak dikategorikan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu jatuh tempo. 20. Penghasilan adalah kenaikan manfaat ekonomi selama suaru periodeakuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajibanyang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian pada penanaman modal. Hak pihak ketiga atas bagi hasil adalah bagian bagi hasil pemilik dana tas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama entitas syariah dalam suatu periode laporan keuangan. 21. Aset diakui dalam neraca jika besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh entitas syariah dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diakui dengan andal. 22. Kewajiban diakui dalam neraca jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi akan dilakukan untuk menyelesiakan kewajiban sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur secara andal. 23. Pengakuan dana syirkah dalam neraca hanya dilakukan jika entitas syariah memiliki kewajiban untuk mengembalikan dana yang diterima melalui pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat ekonomi dan jumlah yang harus diselesaikan dapat diukur secara andal. 24. Pengakuan penghasilan diakui dalam laporan laba rugi jika kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal. Beban diakui dalan laporan laba rugi jika kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan peningkatan aset atau penurunan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur secara andal. _____________________________________________________________________________________
  • 24. RAPEM PERTEMUAN 4 – SISTEM DAN OPERASIONAL BANK SYARIAH LATIHAN BAB 4 BUKU RAA 1. Landasan hukum pendirian bank Syariah di Indonesia : Bank syariah di Indonesia mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga termasuk nol persen (perniagaan bunga sekaligus). Sungguhpun demikian kesempatan ini belum termanfaatkan dengan baik karena tidak diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Kondisi diatas berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan Paket Oktober (Pakto) 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan syariah semakin pasti setelah disahkannya UU Perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan-keuntungan bagi hasil. Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1992 Tentang Bank Bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga) sebaliknya pula bank yang kegiatan usaha tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil” (pasal 6) maka jalan bagi operasional perbankan syariah semakin luas. Saat ini, titik kulminasi landasan hukum perbankan syariah telah tercapai dengan disahkannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, yang membuka kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin mengkonversi dari sistem konvensional menjadi sistem syariah. 1. Pendirian kantor cabang atau di bawah kantor cabang baru, atau 2. Pengubahan kantor cabang atau di bawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Demikian secara ringkas lahirnya landasan hukum perbankan syariah di Indonesia. 2. Perbedaan antara BUS dengan BPRS : A. PERIZINAN BANK UMUM SYARIAH • memperoleh izin dari Bank Indonesia • modal utama minimal 1 triliun • milik WNI/Badan hukum Indonesia • Muatan anggaran dasar bank • Calon anggota DPS harus mendapat rekomendasi dari MUI • Penerbitan saham bank melalui penawaran umum di bursa efek wajib dilaporkan kepada bank indonesia. • WNI bekerjasama dengan WNA atau WNA menjalin kemitraan dengan maksimal saham 99%. • pemerintah daerah
  • 25. BPRS • milik WNI 100% saham milik WNI • milik WNI dan pemerintah daerah • pemerintah daerah • memberikan layanan perbankan secara cepat,mudah dan sederhana kepada masyarakat menengah,kecil dan mikro baik di pedesaan • modal minimal, ▪ 2 milyar Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi ▪ 1 milyar diluar kota provinsi yang dicantumkan diatas ▪ 500 juta di wilayah diluar yang disebutkan diatas. B. DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, DAN PEJABAT EKSEKUTIF BANK UMUM SYARIAH • Anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi wajib memenuhi persyaratan integritas, kompetensi, dan reputasi keuangan. • uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test). • Jumlah anggota Dewan Komisaris paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi • Memiliki hubungan keluarga sampai derajat ke dua dengan anggota direksi lain atau dengan anggota komisaris • Melakukan penyaluran dana transaksi jual beli, pembiayaan bagi hasil dan pembiayaan berdasarkan prinsip rahn, qardh, membeli dan menjual. • Tidak termasuk dalam daftar orang tercel dalam bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh BI • Memberikan kuasa kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan wewenang tanpa batas • satu dari dewan komisaris wajib tinggal di Indonesia • Paling kurang 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Dewan Komisaris adalah Komisaris Independen • anggota direksi bersama-sama dilarang memiliki saham melebihi 25% BPRS • wajib memenuhi persyaratan kopetensi, integritas, dan reputasi keuangan • Dewan Komisaris wajib mendorong Direksi BPRS untuk memenuhi prinsip kehati-hatian dan Prinsip Syariah • Dewan Komisaris dilarang merangkap jabatan lain sebanyak-banyaknya pada 3 BPR syariah • Calon pengganti jabatan tersebut wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya. • Dewan Komisaris paling sedikit 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang • satu anggota dewan komisaris wajib berdomisili di dekat kantor BPRS
  • 26. • Direktur utama minimal 2 tahun berpengalaman di pendanaan atau pembiayaan di perbankan syariah • 3 tahun sebagai direksi atau setingkat dengan direksi di lembaga keuangan mikro syariah. C. PEMBUKAAN KANTOR CABANG BANK UMUM SYARIAH • pembukaan kantor cabang (KC) mendapat izin dari pimpinan BI • pembukaan KC dicantumkan dalam recana bisnis Bank • pelaksanaan pembukaan KC paling lambat 10 hari setelah penerbitan perizinan. • Dewan pengawas mempunyai prosedur penetapan produk baru yang sudah maupun yang belum ada BPRS • Pembukaan Kantor Cabang hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia. • Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia. • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia deposito berjangka,sertifikat depositoi dan tabungan pada bank lain. • berlokasi dalam 1 (satu) wilayah propinsi yang sama dengan kantor pusatnya; • telah tercantum dalam rencana kerja tahunan BPRS • didukung dengan teknologi sistem informasi yang memadai • menambah modal disetor paling kurang sebesar 75% (tuju puluh lima persen) dari ketentuan modal minimal BPRS sesuai dengan lokasi pembukaan Kantor Cabang. D. PERUBAHAN NAMA BANK BANK UMUM SYARIAH • Perubahan nama Bank wajib dilakukan dengan memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mendapat persetujuan dari BI • Permohonan diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah perubahan nama disertai dengan dokumen pendukung BPRS • diajukan oleh Direksi BPRS paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah perubahan nama mendapat persetujuan dari instansi berwenang • sesuai Undang-Undang yang berlaku dan melakukan permohonan perubahan nama ke Bank Indonesia • Persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPRS • Izin untuk melakukan kegiatan usaha BPRS setelah persiapan sebagaimana dimaksud dengan huruf a selesai dilakukan. • diumumkan maksimal 10 hari setelah diizinkan oleh BI.
  • 27. 3. Perbedaan Bank Umum Syariah (BUS) dengan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat dilihat dari Undang- Undang Peraturan Bank Indonesia no 11/3/pbi/2009 untuk Bank Umum Syariah dan 11/10/PBI/2009 untuk Unit Usaha Syariah. Diantaranya : A.Persyaratan Pembukaan Bank Umum Syariah: • Memegang izin dari Bank Indonesia • Modal awal pembukaan sebesar 1.000.000.000.000 (satu triliyun rupiah) • Milik Warga Negara Indonesia/ Badan Hukum Indonesia/Pemerintah Daerah • Bagi bank asing yang membuka kantor cabang syariah dana disetor minimal Rp. 1 trilyun, yang dapat berupa rupiah atau valuta asing Unit Usaha Syariah: • Memegang izin Bank Indonesia • Modal kerja minimal 100.000.000.000 (seratus miliyar rupiah), dan dalam bentuk tunai. • Pembukaan UUS harus masuk kedalam rencana kerja BUK. BUK yang telah mendapatkan izin usaha UUS wajib mencantumkan secara jelas frase “Unit Usaha Syariah” setelah nama BUK dan logo iB pada kantor UUS yang bersangkutan B.Pimpinan BUS dan UUS Bank Umum Syariah • Jumlah anggota Dewan Komisaris paling kurang 3 (tiga) orang dan paling banyak sama dengan jumlah anggota Direksi. Dimana anggota direksi dilarang memiliki saham melebih 25% • Satu dari dewan komisaris wajib tinggal di Indonesia • Paling kurang 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota Dewan Komisaris adalah Komisaris Independen • Adanya Dewan Pengawas Syariah • Adanya tes kemampuan dan kepatutan sebelum meilikih anggota direksi. Unit Usaha Syariah • Penunjukan dan/atau penggantian Direktur yang bertanggung jawab penuh terhadap UUS (Direktur UUS) wajib dilaporkan oleh BUK paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan dan/atau penggantian efektif. • Direktur dapat merangkap tugas BUK selama tidak ada benturan dan sebelumnya wajib mengikuti proses wawancara. • Dewan Pengawas Syariah paling kurang 2 orang paling banyak 3 orang untuk satu UUS.
  • 28. C.Perubahan Nama Bank Bank Umum Syariah Perubahan nama Bank wajib dilakukan dengan memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mendapat persetujuan dari BI dan diajukan dala waktu 30 hari setelah perubahan nama dan dalam kondisi persyaratan yang lengkap. Unit Usaha Syariah Perubahan nama harus meminta izin ke Bank Indonesia dan UUS wajib mencantumkan secara jelas nama dan jenis status kantor pada masing-masing kantornya. Serta, UUS wajib mencantumkan logo iB pada masing-masing kantor, Layanan Syariah dan Kegiatan Pelayanan Kas Syariah D. Pencabutan Izin Usaha Bank Umum Syariah • Pencabutan uzin usaha harus berdasarkan rapat pemegang saham dan telah menyelesaikan semua urusan dengan nasabah. • Setelah urusan dengan nasabah selesai, Direksi mengajukan kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan semua dokumen pendukung. Unit Usaha Syariah Pencabutan izin harus mendapatkan izin dari Bank Konvensional yang menaungi UUS dan telah menyelesaikan semua urusan dengan nasabah yang ada di UUS tersebut. 4. Perbedaan fungsi bank syariah dengan bank konvensional, yaitu : 1. Perbedaan Hukum yang Digunakan Perbedaan paling mencolok antara bank syariah dan bank konvensional terletak pada hukum yang digunakannya masing-masing. Bank syariah memiliki sistem yang didasari pada syariat Islam yang berlandas Al-Qur’an, Hadist, dan Fatwa Ulama (Majelis Ulama Indonesia), sementara bank konvensional memiliki sistem yang dilandasi pada hukum positif yang berlaku di Indonesia. Beberapa sistem transaksi pada bank syariah yang menggunakan perspektif hukum Islam di antaranya al-musyarakah (perkongsian), al-mudharabah (bagi hasil), al-musaqat (kerja sama tani), al-ijarah (sewa-menyewa), al-ba’i (bagi hasil), dan al-wakalah (keagenan). 2. Perbedaan Investasi Perbedaan bank syariah dan bank konvensional pada hukum yang mendasarinya juga menelurkan perbedaan pada setiap sistem yang digunakan, misalnya dalam hal investasi. Pada bank syariah, seorang akan diperkenankan meminjam dana apabila jenis usaha yang diajukannnya adalah usaha yang halal dan baik, seperti pertanian, peternakan, dagang, dan lain sebagainya. Sementara itu, pada bank konvensional, seseorang boleh mengajukan pinjaman terhadap usaha-usaha yang diizinkan atas hukum positif. Usaha yang tidak halal tapi diakui hukum positif di Indonesia akan tetap diterima dalam pengajuan pinjaman.
  • 29. 3. Perbedaan Orientasi Orientasi yang ada pada sistem bank konvensional semata-mata adalah orientasi keuntungan atau profit oriented. Sementara pada sistem bank konvensional, orientasi yang digunakan selain orientasi keuntungan juga memperhatikan kemakmuran dan kebahagiaan hidup dunia akhirat atas kerjasamanya. 4. Pembagian Keuntungan Sistem pembagian keuntungan antara bank konvensional dan bank syariah juga berbeda. Bank konvensional menerapkan sistem bunga tetap atau bunga mengambang pada setiap pinjaman yang diberikan pada nasabah. Oleh karena itu, bank konvensional menganggap bahwa usaha yang dijalankan oleh nasabah akan selalu untung. Hal ini berbeda dengan sistem pembagian keuntungn yang diterapkan bank syariah. Pada bank syariah, keuntungan dari penggunaan modal dibagi sesuai dengan akad yang disepakati di awal. Bank syariah akan tetap memperhatikan kemungkinan untung atau rugi usaha yang dibiayainya tersebut. Jika dirasa tidak menguntungkan, bank syariah akan menolak pengajuan pinjaman yang nasabahnya. 5. Hubungan Nasabah dan Bank Dari segi sosial, perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional juga terdapat pada hubungan antara bank dengan nasabahnya. Pada bank syariah diterapkan sistem kemitraan, sementara pada bank konvensional hubungan nasabah dan bank disebut kreditur dan debitur. 6. Perbedaan Pengawasan Setiap sistem transaksi yang dilakukan bank syariah harus dibawah pengawasan Dewan Pengawas. Dewan pengawas ini berisi sekumpulan ulama dan ahli ekonomi yang menguasai pemahaman fiqih muamalah. Sementara, di bank konvensional setiap sistem transaksi tidak diawasi selain oleh hukum positif. 5. Aplikasi fungsi manajer investasi pada bank syariah : Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan/ penabung), karena besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati- hatian, dan profesionalisme bank syariah. Jadi, apa yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya yang berkaitan dengan penyaluran dana akan membawa dampak atau resiko kepada pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (deposan atau penabung mudhabah). Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional, begitu deposan memberikan dana kepada bank konvensional dan dijanjikan bunga tertentu, deposan tidak menanggung resiko. Bank konvensional bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan pendapatan besar atau tidak, deposan akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan. Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana bank syariah dalam menghimpun dana, khususnya dana mudharabah, bertindak sebagai manager investasi dalam arti dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun tersebut harus dapat
  • 30. menghasilkan yang hasilnya akan dibagi hasil dengan pemilik dana. Bahkan bank syariah tidak sepatutnya menghimpun dana mudharabah apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal yang produktif, karena hasil yang diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih banyak sehingga hal tersebut jelas akan merugikan pemilik dana yang sudah ada 6. Aplikasi fungsi investor pada bank Syariah : Dalam penyaluran dana baik dalam prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip ujroh (ijarah dan ijarah muntahia bittamlik) maupun prinsip jual beli (murabahah, salam, dan salam parallel, istishna, dan istishna paralel) bank syariah berfungsi sebagai investor sebagai pemilik dana. Oleh karena sebagai pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dan tidak melanggar syariah, ditanamkan pada sector-sektor produktif dan mempunyai risiko yang sangat minim. Penerimaan pendapatan dan kualitas aktiva produktif yang sangat baik menjadi tujuan yang penting dalam penyaluran dana, karena pendapatan yang diterima dalam penyaluran dana inilah yang akan dibagikan kepada pemilik dana (deposan atau penabung mudharabah). Jadi fungsi ini sangat terkait dengan fungsi bank syariah sebagai manajer investasi. Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut ( dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan menggunakan alat investasi yang sesuai dengan syari’ah. Investasi yang sesuai dengan syari’ah tersebut meliputi akad murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad mudharabah, akad salam atau istishna’, pembentukan perusahaan atau akuisisi, pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan produk, dan investasi atau memperdagangkan saham yang dapat diperjual belikan atau real estate. Keuntungan dibagikan kepada pihak yang memberikan kontribusi dana setelah bank menerima bagian keuntungan mudharibnya yang sudah disepakati antara pemilik rekening investasi dan bank sebelum pelaksanaan akad. Fungsi ini dapat dilihat dalam hal penyaluran dana yang dilakukan bank syariah, baik yang dilakukan dengan mempergunakan prinsip jual beli maupun dengan prinsip bagi hasil. 7. Aplikasi fungsi manajer investasi pada bank Syariah : Bank syariah merupakan manager investasi dari pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (dalam perbankan lazim disebut deposan/ penabung), karena besar kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima pemilik dana tersebut sangat tergantung pada pendapatan yang diterima bank syariah dalam mengelola dana mudharabah sehingga sangat tergantung pada keahlian, kehati- hatian, dan profesionalisme bank syariah. Jadi, apa yang dilakukan oleh bank syariah, khususnya yang berkaitan dengan penyaluran dana akan membawa dampak atau resiko kepada pemilik dana (shahibul maal) dari dana yang dihimpun (deposan atau penabung mudhabah). Hal ini sangat berbeda dengan bank konvensional, begitu deposan memberikan dana kepada bank konvensional dan dijanjikan bunga tertentu, deposan tidak menanggung resiko. Bank konvensional bisa menyalurkan dana atau tidak, mendapatkan pendapatan besar atau tidak, deposan akan menerima bunga tetap yang diperjanjikan. Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana bank syariah dalam menghimpun dana, khususnya dana mudharabah, bertindak sebagai manager investasi dalam arti dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyaluran yang produktif, sehingga dana yang dihimpun tersebut harus dapat
  • 31. menghasilkan yang hasilnya akan dibagi hasil dengan pemilik dana. Bahkan bank syariah tidak sepatutnya menghimpun dana mudharabah apabila tidak dapat menyalurkan dana tersebut pada hal yang produktif, karena hasil yang diperoleh akan tetap dan dibagikan kepada pemilik dana yang lebih banyak sehingga hal tersebut jelas akan merugikan pemilik dana yang sudah ada 8. Perbedaan prinsip wadiah dan prinsip mudharabah dalam aktivitas perhimpunan, yaitu : • Nasabah pada akad mudharabah bisa memperoleh bagi hasil (nisbah), sedangkan akad wadiah tidak. Dapatnya cuma bonus suka rela dari pihak bank. • Pada akad mudharabah, nasabah berperan sebagai shahibul mal (pemilik modal), sedangkan pada wadiah berperan sebagai muwadi (penitip uang/barang). • Dana pada akad mudharabah bisa dibilang sebagai investasi karena bisa mendapatkan bagi hasil atau nisbah, sedangkan pada wadiah hanya bersifat titipan/simpanan. 9. Perbedaan antara wadiah yad-dhamanah dengan wadiah yad-amanah, yaitu : • Wadiah Yad Adh-Dhamanah: Akad penitipan barang yang pihak yang dititipi boleh memanfaatkan barang/uang tersebut. Namun jika hilang ataupun rusak, pihak yang dititipi harus tanggung jawab / mengganti. • Wadiah Yad Al-Amanah: Ini bisa dibilang penitipan murni. Pihak yang dititipi diberikan amanat atau kepercayaan untuk menjaga uang atau barang. Pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan atau menggunakannya. Namun bila barang hilang atau rusak, pihak yang dititipi tidak dituntut tanggung jawab apapun. Kerusakan, kehilangan, perawatan, dan sebagainya sepenuhnya ditanggung oleh penitip / pemilik barang. Akad yang cocok untuk digunakan dalam kegiatan penghimpunan dana pada bank syariah adalah Wadiah Yad Adh-Dhamanah . Pihak bank boleh mengelola uang dari nasabah. Nasabah sewaktu- waktu boleh mengambil uangnya kapan pun yang dikehendaki. Pihak bank harus siap memberikan secara utuh. Bila usaha pengelolaan uang memperoleh keuntungan, hasil tersebut sepenuhnya milik bank. Nasabah tidak berhak atas itu. Meskipun begitu, biasanya pihak bank akan memberikan bonus kepada nasabah secara suka rela. Bonus semacam ini dalam hukum islam masih halal / diperbolehkan. 10. Perbedaan mudharabah muthlaqah dengan mudharabah muqayyadah dalam penghimpunan dana bank syariah, yaitu : • Mudharabah muthlaqah: Pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola mengenai usaha yang akan dijalankan. Nasabah tidak ikut campur usaha apa yang mau dijalankan pihak bank. Namun nasabah masih boleh mengawasinya. • Mudharabah muqayyadah: Pemilik modal memberikan batasan kepada pengelola, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
  • 32. 11. Tiga alasan kenapa mudharabah muqayyadah tidak cocok untuk diterapkan pada penghimpunan dana tabungan dan deposito adalah : • pemilik dana memberikan batasan atau persyaratan tertentu kepada Bank Syariah dalam mengelola investasinya, baik berkenaan dengan tempat, cara, maupun objek investasinya. • Bank Syariah tidak mempunyai hak dan kebebasan sepenuhnya dalam menginvestasikan dana RIA ini ke berbagai sektor bisnis yang diperkirakan akan memperoleh keuntungan. • Dalam penghimpunan dana dengan pinsip mudharabah muqayyadah, kedudukan bank hanya sebagai agen saja, karena pemilik dana adalah nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah, sedang pengelola dana adalah nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Pembagian hasil usaha dilakukan antara nasabah pemilik dana mudharabah muqayyadah dengan nasabah pembiayaan mudharabah muqayyadah. Bank sebagai agen dalam hal ini menerima fee saja. 12. Perbedaan antara investasi terikat channeling dan pola investasi terikat executing, yaitu : 1. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun. 2. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah. 13. Berikut ini beberapa perbedaan antara tabungan, deposito dan giro : 1. Penyimpan uang dalam bentuk tabungan akan memperoleh kartu ATM yang bisa anda gunakan setiap saat untuk menarik dana tunai. Sebagian besar kartu ATM ini bisa dilakukan selama 24 jam penuh tanpa libur tergantung pada fasilitas mesin ATM yang disediakan oleh bank. Nasabah tabungan akan dikenakan biaya administrasi atas penggunaan kartu ATM dan pajak bunga. Nasabah giro akan mendapatkan bilyet giro, cek, surat perintah penarikan lainnya yang ditetapkan masing-masing bank sebagai sarana penarikan uang yang bisa dilakukan orang lain. Bilyet giro dan cek ini bisa dimanfaatkan oleh nasabah sebagai alat pembayaran, kemudian penerima tersebut bsia mencairkannya kepada pihak bank bersangkutan. Biaya administrasi bulanan akan dikenakan kepada nasabah giro. Sedangkan untuk nasabah deposito tidak akan mendapatkan kartu ATM, cek dan bilyet giro, tapi akan mendapatkan sertifikat giro yang bisa digunakan untuk pencairan simpanan jika sudah jatuh tempo. 2. Nasabah deposito terikat dengan jangka waktu perjanjian deposito tertentu dengan tempo 1, 3, 6 dan 12 bulan. Sehingga nasabah deposito tidak bisa melakukan penarikan dana setiap saat seperti nasabah tabungan dan giro. Penarikan simpanan deposito sebelum jatuh tempo perjanjian akan dikenakan penalti sesuai kebijakan bank. Kelebihan simpanan deposito adalah anda tidak akan dikenakan pajak bulanan atas simpanan deposito, tapi hanya dikenakan pajak pada bunga deposito saja. 3. Bunga yang diberikan pada simpanan deposito terbilang lebih besar dibandingkan simpanan bentuk tabungan dan giro. Sehingga simpanan deposito ini bisa anda jadikan sarana investasi. 4. Rekening tabungan bisa dijadikan sarana menabung sekaligus transaksi penerimaan uang dari rekening atau orang lain. Kelebihan ini tidak didapatkan pada simpanan giro dan deposito. 5. Simpanan tabungan dan giro bisa menjadi sarana mudah untuk pembayaran atau transfer transaksi tertentu. Nasabah tabungan bisa mentransfer melalui mesin ATM, mobile banking dan
  • 33. internet banking. Sedangkan nasabah giro bisa menggunakan atau membuat bilyet giro dan cek sebagai alat pembayaran kepada orang lain. Kemudian orang itu bisa mencairkan cek dan bilyet giro tersebut di bank bersangkutan. Tapi simpanan deposito tidak bisa dijadikan sarana atau alat pembayaran apapun. 6. Biasanya dana yang harus disimpan oleh nasabah deposito dalam jumlah yang lebih besar, daripada simpanan tabungan. 7. Nasabah deposito harus melakukan perpanjangan atau perubahan perjanjian kontrak deposito, ketika sudah tiba waktu jatuh tempo. Saat ini sebagian besar bank sudah bisa melakukan perpanjangan deposito secara otomatis. 14. Perbedaan antara tabungan mudharabah dengan tabungan konvensional adalah : Tabungan Mudharabah • keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi antara shahibul maal (dalam hal ini nasabah) dan mudharib (dalam hal ini bank). • adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutar dana itu diperlukan waktu yang cukup Tabungan Konvensional • Ada bunga langsung yang dijanjikan bank kepada pihak • Bunga tidak akan berubah meskipun kondisi kinerja bank sedang buruk ataupun sedang untung besar. • Dana tabungan bisa diambil kapan pun baik melalui ATM maupun teller. • Sering ada undian berupa mobil atau mobil untuk nasabah yang memiliki tabungan dan rajin melakukan transaksi. 15. Perbedaan antara Produk Penghimpunan Dana Tabungan Wadiah dengan Tabungan Mudharabah, yaitu: • Akad kedua Produk Penghimpun dana tidak sama. Pada Tabungan Wadiah menggunakan akad Wadiah, lebih tepatnya akad wadiah Yad Adh-dhamanah, Sedangkan pada Tabungan Mudharabah menggunakan akad Mudharabah. • Karena akadnya adalah wadiah yg merupakan akad sukarela/sosial atau tabarru' maka tidak ada keuntungan bagi hasil bagi nasabah. Sedangkan Pada mudharabah Keuntungan di bagi melalu bagi hasil. • Pada Tabungan Wadiah bank syariah dapat memberikan bonus yang langsung ditempatkan ke rekening milik nasabah, Bonus wadiah memiliki 2 syarat yaitu: Tidak diperjanjikan di awal, dan tidak ditentukan besarnya di awal karena sifatnya adalah bonus dan sukarela. Sedangkan Tabungan Mudharabah adalah tabungan yang sifatnya mengikat adanya kerjasama antara bank dan nasabah. • Pada tabungan mudharabah, nasabah penabung berperan sebagai shahibul mal (pemilik dana) dan bank syariah sbg mudharib (pengelola dana). Sedangkan Pada Tabungan Wadiah, nasabah sebagai si Penitip suatu barang atau dana dan Bank Sebagai Lembaga Penitip suatu barang atau dana tersebut. • Perbedaan tabungan wadiah dan tabungan mudharabah terletak tiga aspek yaitu sifat dana, insentif dan pengembalian dana. Sifat dana pada tabungan wadiah bersifat titipan sedang sifat
  • 34. dana pada tabungan mudharabah bersifat investasi. Insentif pada tabungan wadiah berupa bonus yang tidak disyaratkan dimuka dan bersifat sukarela jika bank hendak memberikannya. Adapun insentif pada tabungan mudharabah adalah berupa bagi hasil yang wajib diberikan oleh bank jika memperoleh pendapatan atau laba pada setiap periode yang disepakati (biasanya 1 bulan) kepada penabung sesuai dengan nisbah yang disepakati. Dalam hal pengembalian dana, tabungan wadiah dijamin akan dikembalikan semua oleh Bank, akan tetapi pada tabungan mudharabah tidak dijamin dikembalikan semua. Tidak dijaminnya pengembalian tabungan mudharabah terkait dengan prinsip mudharabah yang menyatakan bahwa kerugian usaha ditanggung semuanya oleh shahibul maal sepanjang kerugian tidak disebabkan oleh kelalaian mudharib. Beberapa ahli perbankan syariah menambahkan perbedaan tabungan wadiah dengan tabungan mudharabah pada waktu penarikan. Tabungan wadiah dapat dilakukan sewaktu-waktu sedang tabungan mudharabah hanya dapat dilakukan pada periode atau waktu tertentu. 16. Ketentuan DSN Nomor 2 Tahun 2000 yang terkait dengan tabungan mudharabah : Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) pun telah mengeluarkan fatwa tentang produk tabungan di bank syariah. Dalam Fatwa DSN MUI No 2 Tahun 2000 tentang Tabungan, ketentuan umum tabungan berdasarkan mudharabah yaitu pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening, bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya, dan bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. 17. Berikut perbedaan dan persamaan deposito mudharabah dengan tabungan mudharabah : Persamaan : • Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati • simpanan dana dengan akad mudharabah dimana pemilik dana (shahibul maal) mempercayakan dananya untuk dikelola bank (mudharib) Perbedaan : • Pembayaran bagi hasil tabungan mudharabah dilakukan secara bulanan, yaitu pada tanggal tutup buku setiap bulan. Bagi hasil bulan pertama dihitung secara proporsional hari efektif termasuk tanggal tutup buku, namun tidak termasuk tanggal pembukaan tabungan. Bagi hasil bulan terakhir dihitung secara proporsional hari efektif. Tingkat bagi hasil yang dibayarkan adalah tingkat bagi hasil tutup buku bulan terakhir. • Pembayaran bagi hasil deposito dilakukan secara bulanan dengan 2 metode, yaitu pada tanggal yang sama dengan tanggal pembukaan deposito (Metode Anniversary Date) atau dapat dilakukan pada tanggal tutup buku setiap bulan (Metode End of Month) 18. Berikut adalah tiga skema yang digunakan dalam penyauran dana bank syariah : 1. Pendanaan/Penghimpunan dana: Wadiah dan mudharabah. a. Wadiah (titipan) Dengan skema wadiah, nasabah menitipkan dananya kepada bank syariah. Nasabah memperkenankan dananya dimanfaatkan oleh bank syariah untuk beragam keperluan (yang sesuai syariah). Namun bila nasabah hendak menarik dana, bank syariah berkewajiban untuk
  • 35. menyediakan dana tersebut. Umumnya skema wadiah digunakan dalam produk giro dan sebagian jenis tabungan. BSM menggunakan skema ini untuk BSM Giro, BSM TabunganKu dan BSM Tabungan Simpatik. b. Mudharabah (investasi) Dengan skema mudharabah, nasabah menginvestasikan dananya kepada bank syariah untuk dikelola. Dalam skema ini, BSM berfungsi sebagai manajer investasi bagi nasabah dana. Nasabah mempercayakan pengelolaan dana tersebut untuk keperluan bisnis yang menguntungkan (dan sesuai syariah). Hasil keuntungan dari bisnis tersebut akan dibagi hasilkan antara nasabah dana dengan BSM sesuai nisbah yang telah disepakai di muka. BSM menggunakan skema ini untuk BSM Deposito, Tabungan BSM, BSM Tabungan Berencana, BSM Tabungan Mabrur, BSM Tabungan Investa Cendekia dan BSM Tabungan Kurban. 2. Pembiayaan/Penyaluran dana: Murabahah, ijarah, istishna, mudharabah, musyarakah dsb. a. Murabahah Merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah. Bank syariah akan membeli barang kebutuhan nasabah untuk kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan marjin yang telah disepakati. Harga jual (pokok pembiayaan + marjin) tersebut akan dicicil setiap bulan selama jangka waktu yang disepakati antara nasabah dengan bank syariah. Karena harga jual sudah disepakati di muka, maka angsuran nasabah bersifat tetap selama jangka waktu pembiayaan. Hampir seluruh pembiayaan konsumtif BSM (BSM Griya, BSM Oto) menggunakan skema ini. Skema ini juga banyak dipergunakan BSM dalam pembiayaan modal kerja atau investasi yang berbentuk barang. Sekitar 70% pembiayaan bank syariah menggunakan skema murabahah. b. Ijarah Merupakan akad sewa antara nasabah dengan bank syariah. Bank syariah membiayai kebutuhan jasa atau manfaat suatu barang untuk kemudian disewakan kepada nasabah. Umumnya, nasabah membayar sewa ke bank syariah setiap bulan dengan besaran yang telah disepakati di muka. BSM mengaplikasikan skema ini pada BSM Pembiayaan Eduka (pembiayaan untuk kuliah) dan BSM Pembiayaan Umrah. Beberapa pembiayaan investasi juga menggunakan skema ijarah, khususnya skema ijarah muntahiya bit tamlik (IMBT). c. Istishna Merupakan akad jual beli antara nasabah dengan bank syariah, namun barang yang hendak dibeli sedang dalam proses pembuatan. Bank syariah membiayai pembuatan barang tersebut dan mendapatkan pembayaran dari nasabah sebesar pembiayaan barang ditambah dengan marjin keuntungan. Pembayaran angsuran pokok dan marjin kepada bank syariah tidak sekaligus pada akhir periode, melainkan dicicil sesuai dengan kesepakatan. Umumnya bank syariah memanfaatkan skema ini untuk pembiayaan konstruksi. d. Mudharabah Merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah menanggung sepenuhnya kebutuhan modal usaha/investasi.
  • 36. e. Musyarakah Merupakan akad berbasis bagi hasil, dimana bank syariah tidak menanggung sepenuhnya kebutuhan modal usaha/investasi (biasanya sekitar 70 s.d. 80%). f. Lainnya 3. Jasa: Wakalah, rahn, kafalah, sharf dsb. a. Wakalah Wakalah berarti perwalian/perwakilan. Artinya BSM bekerja untuk mewakili nasabah dalam melakukan suatu hal. BSM mengaplikasikan skema ini pada beragam layanannya semisal transfer uang, L/C, SKBDN dsb. b. Rahn Rahn bermakna gadai. Artinya bank syariah meminjamkan uang (qardh) kepada nasabah dengan jaminan yang dititipkan nasabah ke bank syariah. Bank syariah memungut biaya penitipan jaminan tersebut untuk menutup biaya dan keuntungan bank syariah. BSM mengaplikasikan skema ini pada BSM Gadai Emas iB. c. Kafalah Dengan skema kafalah, bank syariah menjamin nasabahnya. Bila terjadi sesuatu dengan nasabah, bank syariah akan bertanggung jawab kepada pihak ke-3 sesuai kesepakatan awal. BSM mengaplikasikan skema ini pada produk BSM Bank Garansi. d. Sharf Merupakan jasa penukaran uang. BSM mengaplikasikan skema ini untuk layanan penukaran uang Rupiah dengan mata uang negara lain, semisal US$, Malaysia Ringgit, Japan Yen dsb. e. Lainnya 19. Perbedaan antara jual beli dalam bentuk murabahah dengan jual beli dalam bentuk salam dan istishna, yaitu : • Jenis transaksi jual beli Murabahah, penyerahan barangnya di muka (segera setelah transaksi) dengan pembayaran tidak secara tunai, tetapi secara angsuran/cicilan. Atau lazim disebut beli secara kredit. • Jual beli secara Salam, mekanisme kebalikan dari jual beli secara muajjal atau dalam bisnis umum dikenal dengan advance payment 100% (pelunasan di muka). Jadi pelunasan dilakukan saat transaksi, namun barang baru diserahkan kemudian. • Istishna sebenarnya sama dengan Salam, namun sistem pembayaran tidak secara lump sum, tetapi secara bertahap hingga barang yang dibeli diserahkan. 20. Kelebihan dan kekurangan jual beli dalam bentuk salam dan istishna’ jika dibandingkan dengan jual beli dalam bentuk murabahah : jika dibandingkan jual beli dalam bentuk murabahah, kelebihan Jual beli dalam bentuk salam yaitu bank sebagai penjual memperoleh keuntungan dari selisih harga jual kepada nasabah dengan harga pokok pembelian barang yang dilakukan pada pemasok. Sedang kan kelebihan jual beli dalam bentuk istishna yaitu bank untuk membantu nasabah yang memerlukan produk konstruksi seperti bangunan,
  • 37. kapal, dan pesawat terbang yang belum jadi dan memerlukan waktu cukup lama untuk menyelesaikannya Kekurangan jual beli dalam bentuk salam yaitu kurang memiliki bargaining power dengan penjual disbanding sekiranya pembelian barang dilakukan oleh bank. Sedangkan kekurangan jual beli dalam bentuk istishna yaitu pembuatan produk dilakukan oleh pihak lain, yaitu produsen, bank biasanya juga melakukan kontrak istishna’ 21. Perbedaan antara jual beli istishna’ dengan jual beli istishna’ paralel, yaitu : • Jual beli Istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. • Sedangkan jual beli Istishna’ Paralel adalah sebuah bentuk akad Istishna’ antara nasabah dan bank syariah, kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah, bank syariah memerlukan pihak lain sebagai Shani’. 22. Perbedaan antara jual beli salam dengan jual beli salam paralel adalah : • Jual beli salam adalah jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima. • Sedangkan Salam pararel berarti melaksanakan dua transaksi bai’ as salam antara bank dengan nasabah, dan antara bank dengan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan. 23. Perbedaan prinsip investasi dengan skema mudharabah dan investasi dengan skema musyarakat adalah : Prinsip Investasi dengan skema mudharabah pada dasarnya, penyaluran dana dengan skema mudharabah sama dengan penghimpunan dana. Dalam transaksi penghimpunan, bank adalah mudharib (pengelola dana), sedangkan nasabah penabung/deposan adalah shahibul maah (pemilik dana). Sedangkan investasi dengan skema musyarakah adalah kerja sama investasi para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung semua pemilik modal berdasarkan porsi modal masing-masing 24. Perbedaan antara prinsip sewa dengan skema ijarah dan prinsip sewa dengan skema ijarah dan sewa dengan skema ijarah mutahiya bittamlik adalah : Prinsip sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Sedangkan prinsip sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan hak milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa 25. Skema ijarah dan skema ijarah muntahiya bittamlik cocok digunakan dalam kondisi transaksi bank adalah pemilik objek sewa, sedangkan nasabah adalah penyewa
  • 38. _____________________________________________________________________________________ RAPEM 5 - PERHITUNGAN BAGI HASIL LATIHAN BAB 15 BUKU RAA 1. Beberapa tahapan bagi hasil : - Menentukan prinsip perhitungan bagi hasil - Menghitung jumlah pendapatan yang akan didistibusikan untuk bagi hasil - Menentukan sumber pendanaan yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi hasil - Menentukan pendapatan bagi hasil untuk bank dan nasabah - Akuntansi bagi hasil untuk bank syariah 2. Revenue sharing dalam praktik di persepsikan sama dengan gross profit sharing yang menganalogikan revenue adalah nilai penjualan suatu barang. Adapun revenue yang dimaksud adalah dasar bagi hasil bank syariah dan yang dipraktikan selama ini adalah pendapatan dikurangi harga pokok barang yang dijual. Dalam akuntansi konsep ini biasa dinamakan dengan gross profit. Dengan demikian istilah revenue sharing yang biasa digunakan oleh industri perbankan syariah pada dasarnya identik dan sama dengan makna gross profit sharing. 3. Bagi hasil dalam perbankan syariah menggunakan prinsip revenue sharing dan gross profit. - Margin bank yang meliputi margin murabahah, salam dan istishna. - Pendapatan ijarah bersih adalah selisih antara pendapatan ijarah dengan akumulasi penyusutan ijarah. - Bagi hasil pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Penggunaan gross profit sharing sebagai dasar bagi hasil bagi nasabah penabung atau deposan dengan skema mudharabah dapat terlihat pada pengakuan pendapatan bank syariah. 4. Saldo rata-rata harian Sebuah metode untuk menghitung bunga yang menyeimbangkan utang setiap hari oleh pelanggan dibagi dengan jumlah hari. 5. Equivalent rate yaitu jika pendapatan bulan sebelumnya dengan rate hasil tertentu maka apabila dihitung dalam bentuk presentase maka equivalent rate adalah sebesar sekian persen. _____________________________________________________________________________________