Dokumen tersebut membahas tentang kasus seorang anak laki-laki berusia 3 tahun yang dibawa ke dokter karena perkembangan motorik dan kecerdasannya kurang sesuai dengan anak sebayanya. Ibunya mengonsumsi obat antiepilepsi selama kehamilan. Berdasarkan pemeriksaan ditemukan beberapa kelainan fisik dan dokter mendiagnosis Fetal Hydantoin Syndrome."
2. Tutor :
dr Kartika Dewi
Anggota:
James Davidta Ginting
Bjorn
Arni Purnamawati
M Rinaldy
Yenny Belinda
Shena Suwardana
Nikita
Juni Royntan T
Shanon
Emil Eviliana
Dandi Ali Akbar
3. A (laki-laki, 3 tahun) dibawa berobat ke dokter karena
orang tuanya merasa tingkat kecerdasan dan
keterampilan motoriknya tidak setara seperti anak
seusianya. Saat diajak bicara dan bermain menunjukkan
reaksi yang kurang tanggap. Sejak dilahirkan, A
mendapat ASI eksklusif yang cukup dari ibunya. Ibunya
berusia 28 tahun saat ini, tidak pernah sakit panas
disertai bercak morbiliformis pada waktu hamil. Juga
tidak pernah mengalami pemeriksaan dengan sinar X.
Ibu A, melakukan pre-natal care pada seorang bidan,
kehamilannya baik-baik saja dan A lahir cukup bulan. Ibu
A sejak lama adalah pasien epilepsy yang taat berobat. Ia
tetap mengonsumsi obat phenytoin (Dilantin) selama
mengandung hingga saat ini. Dalam keluarga tidak ada
anggota yang mengalami cacat bawaan.
4. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : microcephaly,
daun telinga besar, hypertelorism, epicanthal folds,
short nose, philtrum yang relative panjang, digital
hypoplasia pada kedua tangan.
Dokter membuat diagnosis : Fetal Hydantoin
syndrome.
Ibu A menanyakan hubungan antara obat
phenytoin/Dilantin yang dikonsumsi selama
kehamilan dengan kelainan anaknya.
5. 1. Trimester : periode per 3 bulan.
2. Bercak morbiliformis : bercak mirip campak.
3. Epilepsi : semua kelompok sindrom
yang ditandai dengan gangguan paroksismal (tiba-
tiba) sementara dari fungsi otak (hilangnya
kesadaran/awareness, gangguan motorik, sensorik,
dan kekacauan sistem saraf otonom) tanpa hilangnya
kesadaran/consciousness.
4. Pre-natal care : perawatan kesehatan selama
kehamilan/sebelum kelahiran.
Contoh : pemeriksaan rutin.
5. Teratogenik :
berhubungan/cenderung menyebabkan
malformasi/cacat pada embrio/bayi
6. 6. Microcephaly : pengecilan kepala yang
abnormal, biasanya disertai RM.
7. Hypertelorism : peningkatan jarak secara
abnormal antara 2 organ/bagian tubuh.
8. Epicanthal folds : lipatan kulit vertical pada sisi
hidung, kadang menutupi kantus (ujung mata) sebelah
dalam.
9. Short nose : hidung pesek.
10. Philtrum : alur vertical pada bagian
tengah bibir atas.
11. Digital hypoplasia : perkembangan jari yang
kurang sempurna
12. Anomali anatomik kongenital : penyimpangan dari
bentuk normal/cacat/abnormalitas bentuk/struktur
tubuh yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel
telur/sejak lahir.
7. Definisi:
gerakan badan, biasanya melewati membran sel,
melalui proses yang tidak memerlukan pengeluaran
energi metabolik.
Berdasarkan penggunaan protein
transmembran, :
1. Difusi sederhana (simple diffusion)
Difusi, yaitu pergerakan partikel dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah, sehingga menjadi
sama. Contohnya difusi oksigen dan
karbondioksida dari dan ke sel darah merah pada
alveolus.
8. Osmosis, yaitu pergerakan air dari larutan
hipotonis ke larutan hipertonis, sehingga kedua
larutan menjadi isotonis. Contohnya, sel darah
merah yang akan mengalami lisis dalam larutan
hipotonis, dan mengalami krenasi dalam larutan
hipertonis.
2.Difusi terfasilitasi (facilitated diffusion)
Protein channel, yaitu suatu protein pengatur ion yang
melewati membran sel. Terdiri dari voltage-gated
channel, ligan-gated channel, mechanical gated
channel, dan gap junction.
9. Protein carrier, yaitu suatu protein pengangkut yang
akan mengalami perubahan konformasi. Contohnya
permease, transporter, uniporter dan translokase.
14. Reseptor yang Berikatan dengan Kanal Ion
Molekul Sinyal - Reseptor Kanal terbuka
(berikatan)
Reseptor yang Berikatan Dengan protein G
Molekul Sinyal – Protein G aktivitas dalam sel
(berikatan)
Reseptor yang Berikatan Dengan Enzim
Molekul Sinyal – Reseptor diluar membran
(berikatan) Enzim aktif
15. Terdapat tiga kelompok utama second messenger, yaitu :
Cyclic nucleotide (misalnya: cAMP, cGMP)
Inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG)
Ion kalsium (Ca2+)
Reseptor intraseluler yang berikatan dengan molekul
sinyal di atas yaitu:
Cyclic nucleotide-gated ion channel, digunakan
untuk cGMP, cAMP dan cGTP
Reseptor IP3 digunakan untuk IP3
Reseptor ryanodine, untuk ion Ca2+
16. Beberapa reseptor yang Protein adaptor
berfungsi sebagai factor Protein amplifier
transkripsi antara lain Protein transducer
adalah hormone:
Protein bifurcation
Reseptor hormone
steroid Protein integrator
Reseptor hormone Protein pengatur gen
tiroid latent
Terdapat beberapa tipe
protein sinyal, yaitu:
Protein relay
Protein messenger
17. Perilaku sel ini sendiri meliputi pertumbuhan,
diferensiasi, metabolism dan kematian sel. Dan juga
dapat terjadi melalui kontak fisik, senyawa-senyawa
yang disekresikan atau melalui gap junction.
Komunikasi berjalan melalui beberapa tahapan
sintesis molekul sinyal dilepaskan, dibawa ke sel
target dideteksi oleh reseptor sel target
perubahan perilaku sel penghilangan sinyal.
Tahapan penyampaian (transduksi) sinyal meliputi
reception, transduction dan response.
18. Respon sel terhadap sinyal disebabkan oleh sel target
yang mempunyai reseptor spesifik terhadap sinyal
tertentu
Perilaku sel merupakan respon dari kombinasi
sinyalsehingga sel bisa bertahan hidup, membelah,
berdiferensiasi, atau mengalami apoptosis.
Sinyal tunggal dapat memberikan respon yang
berbeda terhadap beberapa sel target, bergantung
pada reseptor yang dimiliki , factor lingkungan, dan
kondisi sel
19. Faktor-faktor yang menyebabkan komunikasi sel
adalah
Molekul sinyal ekstraseluler
Reseptor permukaan
Reseptor intraseluler
Protein target
20. Berdasarakan jarak, dibagi menjadi :
Contact dependent
Autokrin
Parakrin
Endokrin
Sinaptik
Berdasarkan sifat molekul, dibagi menjadi
Molekul sinyal hidrofobik (lipofilik)
Molekul sinyak hidrofilik
21. Penyerapan mengikuti pemberian oral terjadi di usus
halus. Makanan dapat mengjambat tapi tidak
merubah jumlah yang diabsorbsi. Puncak jumlah
dalam serum umumnya muncul dalam 45-60 menit
setelah pemberian oral sediaan eliksir dan dalam 90
menit setelah pemberian tablet oral. Pada pasien yang
menerima dosis oral pertama, efek puncak akan
muncul 6-8 jam setelah pemberian dosis.
22. Obat ini didistribusikan secara umum ke seluruh tubuh
dengan jumlah tertinggi didapatkan di ginjal, usus,
lambung, hati, dan otot rangka. Sedangkan
konsentrasi terendah ditemukan di otak dan plasma.
Dalam jumlah terapeutik, kira-kira 20-30% dari obat
terikat pada protein plasma. Karena hanya sejumlah
kecil saja ditemukan di lemak, pasien dengan obesitas
bias mendapatkan dosis lebih tinggi dari yang
dibutuhkan jika perhitungan dosis dilakukan
berdasarkan total berat badan dibandingkan dengan
massa tubuh kering.
23. Digoxin hanya di metabolism sedikit, tapi metode utama
eliminasi adalah ekskresi ginjal baik filtrasi
glomerulus dan sekresi tubular. Oleh karena itu,
penyesuaian dosis harus dilakukan pada pasien
dengan penyakit ginjal.
Vd digoxin = 7 L/kg = 350L/50kg, obat terakumulasi
dalam jaringan
Vd > , kadar plasma <
Vd= volume distribusi.
24. Metabolisme obat : mengubah obat yang nonpolar
menjadi polar → diekskresi melalui ginjal atau
empedu. Obat aktif → inaktif, tapi sebagain diubah
menjadi aktif, kurang aktif, atau toksik.
25. Metabolisme terdiri dari 2 fase ;
Fase I : obat → metabolit polar
- Oksidasi
- Reduksi
- hidrolisis
Fase II : reaksi konjugasi dengan substrat endogen →
sangat polar.
27. Sebagian besar terjadi di ginajal sebagai urin dan
bersisa utuh sekitar 50-70 %
Waktu paruh untuk digoksin antara 36-48 jam
28. Efek Mekanik
1. Penghambatan ATPase ; pengurangan transpor
natrium keluar dari sel ↑ natrium intrasel
1.apeningkatan ; ↓transpor kalsium keluar dari sel
↑ kalsium intrasel
2. Fasilitasi masuknya kalsium ke dalam sel melalui
saluran kalsium
3. Kalsium yang menumpuk + digoxin interaksi
serabut aktin dan miosin kalsium keluar
30. Progres:
pemanjangan potensial aksi dini yang singkat disertai
peningkatan resistemsi mebran
pemendekan potensial aksi disertai penurunan
potensi membran (akibat peningkatan kalsium
intraselmempertinggi hantaran kalium melalui
membran)
31. Pada konsentrasi yang lebih toksik
potensial istirahat membran berkurang (akibat
penghambatan pompa natrium dan pengurangan
kalium intrasel)
Jika toksisitas berlanjut, ‘after potensial’
depolarisasi kelebihan beban simpanan kalsium
intrasel
‘afterpotensial’mempengaruhi hantaran normal
karena pengurangan potensial istirahat lebih
lanjut. pascapotensial dapat mencapai ambang
rangsang mencetuskan potensial aksi
(depolarisasi ventrikel prematur; ‘denyut ektopik’)
yang berpasangan dengan yang normal
sebelumnya
32. Jika ‘afterpotensial’ mencapai ambang
rangsangEKG: pulsus bigeminus.
Jika toksisitas bertambah berattiap potensial yang
dibangkitkan ‘afterpotensial’ mencetuskan
‘afterpotensial’ yang cukup besarakan terjadi aritmia
yang dipertahankan sendiri (takikardia ventrikel).
Jika dibiarkan berlanjut, takikardia seperti ini dapat
memburuk menjadi fibrilasi ventrikel.
33. terjadi sepanjang batas dosis terapi dan toksik
Pada batas dosis yang rendahefek
parasimpatomimetik kardioselektif lebih menonjol,
efek listrik dini digitalis, pengobatan aritmia tertentu
Pada kadar toksikhasil simpatis ditingkatkan oleh
digitalis, mensensitisasi miokardium, memperbesar
semua efek toksik obat.
34. Efek pada organ lain
1. Glikosida jantung mempengaruhi otot polos
dan sistem saraf pusat dengan hambatan Na + K +
Depolarisasi akibat depresi pompa natrium
sehingga meningkatnya aktivitas spontan
pada neuron dan otot polos
2. Bertambahnya kalsium intrasel sehingga
meningkatkan tonus otot polos
3. Efek digitalis : lemahnya tomus vasikular
karena lemahnya tonus simpatis
4. Efek lain : mual, muntah, diare
5. Efek sistem saraf pusat : perangsangan
kemoreseptor
35. Konsentrasi kalium dan kalsium dalam ruangan
ekstrasel (biasanya diukur sebagai K+ dan Ca2+)
mempunyai efek penting atas sensitivitas terhadap
digitalis
Interaksi kalium dan digitalis:
1. Digitalis menghambat tiap pengikatan lainnya ke
Na+, K+-ATPase
- hiperkalemia mengurangi kerja penghambatan
enzim oleh glikosida jantung, sedangkan
hipokalemia mempermudah kerja ini
36. 2. otomatisitas jantung abnormal dihambat oleh
hiperkalemia peningkatan K+ ekstrasel mengurangi
efek toksik digitalis
Ion kalsium meningkatkan kerja toksik glikosida
jantung dengan mempercepat kelebihan beban
cadangan kalsium intasel otomatisitas abnormal
karena digitalis
Ion magnesiummelawan kalsium