1. Friedrich Nietzsche adalah filsuf Jerman abad ke-19 yang mempertanyakan nilai-nilai agama dan moral pada masanya.
2. Ia dikenal sebagai "pembunuh Tuhan" karena menolak kepercayaan akan keberadaan Tuhan dan menyatakan bahwa "Tuhan sudah mati".
3. Nietzsche berupaya mengganti nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru yang didasarkan pada kehendak manusia untuk berkuasa atas dir
1. Friedrich Nietszche
FRIEDRICH NIETZSCHE:
MEMUTARBALIKKAN NILAI-NILAI
Alasan pemilihan Filsafat Nietzsche sebagai tema tulisan ilmiah ini adalah
ketertarikan untuk mengetahui lebih banyak tentang sejarah kehidupan
Nietszche dan pemikirannya. Terutama adalah untuk mengetahui tentang
pengaruhnya terhadap pemikiran Posmodernis. Bagaimana ia dapat memiliki
pemikiran-pemikiran yang menolak filsuf-filsuf sebelum dirinya, siapakah orang-
orang yang mempengaruhi pemikiran-pemikirannya, mengapa ia memiliki
penolakan yang seakan radikal terhadap agama. Selain hal di atas, pemilihan
tema ini juga didasarkan pada data yang cukup mengenai sejarah hidup
Nietzsche.
A. Riwayat Hidup Singkat
Nietzsche merupakan tokoh yang menggali makna hidup manusia. Ia
akhirnya menemukan bahwa eksistensi manusia berakhir pada absurditas. Ia
melihat bahwa nilai-nilai yang dihayati manusia itu berasal dari kaum lemah
2. yang akhirnya melemahkan dan memperbudak manusia sejati. Karena itu,
nilai-nilai yang sekarang dihayati manusia harus dirombak dan harus
digantikan dengan nilai-nilai yang berasal dari kehendak manusia yang
berkuasa. Nilai-nilai moral, religius itu omong kosong karena yang ada
hanyalah nilai-nilai material, badani, duniawi. Marilah kita menyimak
bagaimana filsuf ini mengemukakan pandangan-pandangan dan usahanya
yang sangat revolusioner itu.
Friedrich Nietzshe lahir di Rohen Jerman pada tanggal 15 Oktober tahun
1844, lahir di Rocken, Prusia, Jerman Timur, di lingkungan keluarga Kristen
yang taat. Ayahnya seorang pendeta Lutheran terkemuka dengan garis
kependetaan yang terwaris dari turun temurun dari keluarga ayahnya.
Kakeknya adalah pedeta Gereja Lutheran yang menduduki jabatan cukup
tinggi, sementara ibunya juga seorang penganut Kristen yang taat.
Nietzcshe menjadi anak yatim pada saat usianya 5 tahun, ibu, nenek,
kakak-kakaknya serta tantenya yang memelihara dan mendidiknya. Sehingga
dia tumbuh seperti pendeta cilik yang menghormati keteraturan, kerapihan
dan kejujuran. Ia membenci teman-teman yang nakal, suka mencuri serta
merusak milik orang lain. Di Univiersitas ia terkenal sebagai seorang peminat
seni klasik dan mahasiswa filologi.
Usia 18 tahun, ia mulai kehilangan kepercayaannya pada agama Kristen
dan mulai mencari Tuhan dan kepercayaan baru. Sejalan dengan itu gaya
hidupnyapun berubah total, ia mulai hidup bebas, tidak beraturan, pesta pora,
mabuk-mabukan dan memuaskan hasrat seksualnya.
Beberapa waktu kemudian, ia kembali menjadi seorang agamis, yang
mengatakan bahwa orang yang minum bir dan menghisap tembakau tidak
memiliki pangan yang jernih dan pemikiran yang mendalam. Tahun 1865, ia
membeli buku Schopenhauer, Die Welt als Wille und Vorstellung (1818) atau
The World as Will and Idea (Dunia sebagai kehendak dan Ide). Buku ini
memberikan semangat dan menghasilkan pemikiran spektakuler. Usia 23
tahun, ia bergabung dengan tentara untuk ikut perang tapi karena
kesehatannya tidak mendukung ia kembali ke dunia ilmiah dan akademik.
Tahun 1869, usia 25 tahun, ia menjadi guru besar Filologi di Universitas
Basel Swiss, ia sangat mengagumi musikus Richard Wagner. Disini dia
bersahabat dengan Richard Wagner dan istrinya Cosima seorang komponis
masyhur. Kemudian Nietzcshe membencinya karena Wagner dianggap tetap
menjunjung tinggi agama. Tahun 1879, Nietzshe terpaksa pensiun karena
sakit-sakitan lalu pindah ke Swiss. Sesudah itu, ia menggelandang di Swiss,
Italia, dan Prancis. Pada tahun 1889 ia sakit jiwa di Torino, Italia lalu
dipelihara oleh ibu dan kakaknya. Pada tahun 1900 ia meninggal setelah 10
tahun menderita sakit.
3. B. Karya-karya Nietzsche
Karya-karya Nietszche dari tahun 1879-1910 adalah:
1. 1872 : D Geburt der Tragödie/ The Birth of Tragedy (Kelahiran tragedi)
2. 1873-1876 : Unzeitgemässe Betrachtungen (Pandangan non-
kontemporer)
3. 1878-1880 : Menschliches, Allzumenschliches/ Human all, to Human
(Manusiawi, terlalu manusiawi)
4. 1881 : Morgenröthe/ The Dawn of Day (Merahnya pagi)
5. 1882 : Die fröhliche Wissenschaft/ The Joyfull Wisdom (Ilmu yang
gembira)
6. 1883-1885 : Also sprach Zarathustra (Maka berbicaralah Zarathustra
Buku ini menyampaikan gagasan utamanya "Manusia Unggul dan
Pengulangan Abadi"
7. 1886 : Jenseits von Gut und Böse (Melampaui kebajikan dan kejahatan)
8. 1887 : Zur Genealogie der Moral/ The Genecology of Moral (Mengenai
silsilah moral)
9. 1888 : Der Fall Wagner (Hal perihal Wagner)
10. The Anti Crist, 1888
11. 1889 : Götzen-Dämmerung (Menutupi berhala)
12. 1889 : Der Antichrist (Sang Antikristus)
4. 13. 1889 : Ecce Homo (Lihat sang Manusia)
14. 1889 : Dionysos-Dithyramben
15. 1889 : Nietzsche contra Wagner
16. 1910 : The Will to Power diterbitkan Anumerta, 1910
Buku-buku ini di tulis pada masa ia berkelana untuk mengobati berbagai
penyakit yang dideritanya dan masa frustasi. Tahun 1888, ia didiagnosa gila
oleh dokter karena tingkahlakunya makin aneh dan tahun 1900, ia meninggal
dan tulisan-tulisannya berhasil di sunting oleh kakaknya Elizaberth.
C. Kutipan Nietzsche
1. "Saya bukan seorang manusia, saya adalah sebuah dinamit!"
2. "Yang penting bukanlah kehidupan kekal (das ewige Leben), melainkan
kekal-nya 'yang menghidupkan' (die ewige Lebendigkeit)! "
3. "Tuhan sudah mati"
D. Latar Belakang Filosofi Nietzsche
Filsafat Nietzsche banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh yang ia kagumi
dan para filsuf sebelum dirinya. Selain itu, Filsafatnya juga dipengaruhi oleh
unsur filologis yang berisi tentang Yunani. Hal ini dikarenakan oleh
ketertarikannya terhadap filologi yang bercerita tentang legenda-legenda
Yunani. Dan juga Filsafat Nietzsche adalah filsafat cara memandang
'kebenaran' atau dikenal dengan istilah filsafat perspektivisme. Nietzsche juga
dikenal sebagai "sang pembunuh Tuhan" (dalam Also sprach Zarathustra). Ia
memprovokasi dan mengkritik kebudayaan Barat di zaman-nya (dengan
peninjauan ulang semua nilai dan tradisi atau Umwertung aller Werten) yang
sebagian besar dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan tradisi kekristenan
(keduanya mengacu kepada paradigma kehidupan setelah kematian,
sehingga menurutnya anti dan pesimis terhadap kehidupan). Walaupun
demikian dengan kematian Tuhan berikut paradigma kehidupan setelah
5. kematian tersebut, filosofi Nietzsche tidak menjadi sebuah filosofi nihilisme.
Justru sebaliknya yaitu sebuah filosofi untuk menaklukan nihilisme
(Überwindung der Nihilismus) dengan mencintai utuh kehidupan
(Lebensbejahung), dan memposisikan manusia sebagai manusia purna
Übermensch dengan kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht).
Dalam filsafat Nietzsche dijelaskan bahwa hidup adalah penderitaan dan
untuk menghadapinya kita memerlukan seni. Seni yang dimaksud oleh
Nietzsche ada dua jenis, yaitu Apolline dan Dionysian. Sehingga Nitzsche
mengagumi Richard Wagner yang ikut mempengaruhi gaya filsafatnya. Oleh
karena itu Nietzsche dikenal sebagai filsuf seniman (Künstlerphilosoph) dan
banyak mengilhami pelukis modern Eropa di awal abad ke-20, seperti Franz
Marc, Francis Bacon,dan Giorgio de Chirico, juga para penulis seperti Robert
Musil, dan Thomas Mann. Menurut Nietzsche kegiatan seni adalah kegiatan
metafisik yang memiliki kemampuan untuk me-transformasi-kan tragedi
hidup.
1. Tuhan Sudah Mati (God is Dead)
Gilles Deleuze dalam bukunya, Filsafat Nietzcshe, 2002,
mengemukakan bahwa frasa Nietzcshe yang terkenal Tuhan telah mati
dan dianggap sebagai bukti bahwa Nietzcshe ateisme. Nietzcshe adalah
seorang pemikir Jerman yang menyebut dirinya sendiri sebagai seorang
pemikir yang terlalu awal lahir sehingga pemikir-pemikir tidak terkenal dan
tidak dapat dipahami orang-orang dimasa hidupnya. Tuhan mati dan yang
membunuhnya adalah manusia sendiri. Konsep ini sebenanrnya tidak
aneh, karena memiliki persamaan dengan kematian Yesus.
"Gott ist tot! Gott bleib tot! Und wir haben ihn getotet!, lihat Aforisme
No. 125: 95-96, Nietzcshe 1990: 181-182) "Tuhan sudah mati, Tuhan
terus mati dan kita semua telah membunuhnya".
Nietzcshe menganggap bahwa kepercayaan manusia Barat pad
aTuhanlah yang merupakan pangkal semua kemunduran dan taglid buta
masyarakat. Dengan mematikan Tuhan, Nietzcshe berharap dapat
menjadikan manusia sebagai manusia unggul yang menentukan
segalanya berdasarkan kemauannya sendiri. Setelah membunuh Tuhan
akan timbul kekosongan nilai-nilai universal yang berlaku, kondisi
kekosongan inilahyang disebut Nietzcshe dengan nihilisme. Untuk
mengubah kondisi kekosongan nilai-nilai itu diperlukan keberanian untuk
menjadikan semua potensi dan kemauan manusia untuk mengatasi
semua keterbatasannya. Potensi dan semua kemampuan manusia yang
ada di dalam dirinya itulah yang disebut Nietzcshe dengan Ubermensch.
Kepercayaan pada Tuhan dalam pandangan Nietzcshe menunjukkan
kelemahan manusia itu.
6. 2. Nihilisme
Nihilisme dapat diartikan sebagai ketiadaan makna serta penolakan
pada nilai-nilai absolut, karena itu yang ada adalah kekosongan nilai-nilai.
"Nich ist wahr, alles ist erlaubt" Tidak ada sesuatu yang benar, segalanya
diperbolehkan (Genecollogy, 1996: 121) sehingga pernyataan dan
pengakuan akan kebenaran dalam pandangan Nietzcshe adalah palsu.
Dalam mengatasi nihilisme manusia harus menciptakan nilai-nilainya
sendiri dengan mengadakan pembalikan nilai-nilai (transvaluation of all
values), pembalikan nilai-nilai ini sebagai bukti kekuatan semnagat untuk
menjadi manusia unggul.
Pemikiran Nietzsche bisa diringkaskan sebagai eksistensi manusia
lama itu nihilisme, maka mesti diperbaharui. Nihilisme merupakan paham
pemikiran yang menyatakan bahwa makna hidup manusia berakhir dalam
ketanpaartian. Dalam pemikiran Nietzsche paham ini dipuncakkan dengan
menunjukkan nihilisme nilai-nilai yang ada dan ia mewartakan nilai-nilai
baru yang harus dihayati secara baru dengan moral baru yang bertolak
pada manusia eksistensial secara baru pula.
Secara sepintas nihilismenya mempunyai arti yang sama dengan
usaha melenyapkan - memusuhi nilai-nilai. Baginya nihilisme berarti
melenyapkan nilai-nilai imanen, fisik, sejarah, material dengan cara
menegaskan berlakunya nilai-nilai absolut, langgeng. Dengan demikian
nilai-nilai yang kita pandang absolut, langgeng itu berlaku sebaliknya bagi
Nietzsche.
Dalam kerangka nilainya, Nietzsche bertitik tolak dari suatu pandangan
revolusioner, yaitu bahwa nilai-nilai absolut (nilai-nilai rohani), transenden
dan seterusnya itu benar-benar memalukan, melemahkan manusia sejati
yang merupakan kumpulan nilai remeh dan lemah yang diajarkan kaum
imam dan penguasa yang mengajak umat manusia untuk baik, tunduk,
rendah hati sehingga membuat manusia seperti unta yang mesti
membawa semua beban kehidupan di punggungnya.
Bagi Nietzsche sebenarnya hanya ada nilai-nilai otentik yang sejati,
yaitu nilai-nilai material, nilai-nilai tubuh, nilai-nilai hidup, nilai-nilai dari
bumi ini di dunia ini.
Nietzsche sendiri sebelum meninggal berkata bahwa dalam seluruh
hidupnya ia mempunyai satu tujuan, yaitu melenyapkan nilai-nilai
transenden, rohani yang menjadi dasar kebudayaan Barat dan mau
melaksanakan penggantian nilai-nilai. Dengan itu ia mau memulai suatu
kebudayaan baru "dengan bangkit kembali, menapak selangkah lebih
tinggi dari keadaan dan pandangan hidup yang lemah dan sakit menuju
7. tapak konsep-konsep yang lebih sehat, menuju nilai-nilai kepastian dan
kekayaan diri pribadi dalam hidup yang penuh. Sayalah guru itu dan
dengan kepalan tanganku, aku siap merobek nilai-nilai yang melemahkan
untuk menggantinya". Semua karangan dan tulisan dari tahun 1888-1889
mengarah ke ambisi tersebut sebagai karya sistematis tentang nihilisme
nilai-nilai dan usaha penggantiannya (sampai ia sendiri lalu tidak waras).
Jika ditelusuri, ada dua bentuk pemikiran dalam jalan pemikiran
nihilisme Nietzsche. Di satu pihak, pemikirannya bersifat merombak,
mendobrak, dan menghancurkan (una pars destruens). Di sini yang
menonjol adalah pola pemikiran untuk memusnahkan nilai-nilai kekal,
absolut dengan seluruh wujud-wujudnya yang diketahui terutama moral,
agama, dan filsafat yang mendukung sistem nilai absolut tersebut. Ia
menyerangnya dengan sistematis dan garang. Di lain pihak pemikirannya
mempunyai pola membangun (una pars construens) yang meliputi uraian
teori baru tentang nilai-nilai lalu disusul konsepsi baru mengenai realitas
(itu berarti konsepsi vital dan dionisius).
Dari empat buku pokoknya, tiga buku ditulis untuk pola yang pertama,
yaitu merombak nilai-nilai absolut dan satu buku untuk pola yang kedua,
yaitu untuk membangun dasar nilai-nilai baru. Seluruh karyanya berjudul
Volontadi Potenza (Kehendak untuk Berkuasa) atau Transvalutasi
(Penggantian Semua Nilai).
Ia merencanakan membagi Transvalutasi dalam :
Buku I : Antichrist, sebagai usaha untuk mengritik habis-habisan
Kristianisme.
Buku II : Roh yang Merdeka (Lo Spirito Libero), sebagai kritik terhadap
filsafat yang merupakan usaha yang nihil.
Buku III :The Immoralist, sebagai kritik terhadap moral yang merupakan
ketidaktahuan yang paling kekanak-kanakan.
Buku IV: Dionisius, sebagai sebuah filsafat tentang kembalinya
keabadian.
Ia membuat strategi yang cukup pintar dengan menjual pemikiran
pertamanya di pasar, lalu nilai-nilai barunya ia masukkan untuk mengganti
nilai-nilai lama yang mau dibasminya.
3. Kembalinya Segala Sesuatu
Ada 2 konsep penting yang dikemukakan Nietzcshe melalui bukunya
Thus Spake Zarathustra, 1884 yaitu Kembalinya Segala Sesuatu (eternal
8. recurrence of the same) atau pengulangan abadi serta uberbermensch
(overman, superman). Nietzcshe menyatakan bahwa segala sesuatu pergi
segala sesuatu datang kembali berputarlah roda hakekat itu secara abadi.
Konsep ini juga mengemukakan tentang alam yang tidak berawal dan
berakhir.
Masa depan kita ditentukan sendiri oleh pikiran-pikiran tindakan kita
sekarang. Alasannya adalah karena ini dapat mendorong manusia untuk
mencari kebahagiaan dalam hidup karena kebahagiaan itu kelak berulang
lagi sehingga manusia tidak perlu takut mati. (lihat Vattiono, 2002:107).
4. Ubermensch
Ubermensch adalah manusia super yang menentukan sendiri makna
dan tujuan hidupnya, sebagai pengganti manusia yang ditentukan oleh
Tuhan yang sudah mati. Ada istilah lain yang sama maksudnya dengan
konsep ubermensch Nietzsche yaitu der letzte mensch atau the last man
atau manusia terakhir. Manusia unggul adalah upaya untuk mencapai
terus menerus keunggulan manusia.
Tracy B. Strong menjelaskan bahwa sikap Zarathustra dibentuk dari
sintesa Yesus dengan Socrates. Socrates kritis terhadap kebiasaan-
kebiasaan lokal yang ada pada kebudayaan yunani dengan metode
dialektis yang menyatakan tidak pada segala sesuatu. Yesus tumbuh
besar dilingkungan kekafiran.
Super manusia adalah manusia yang tahu mengikuti dan langsung
sambung pada irama tari hidup. Dialah yang menerima seluruhnya, dialah
yang menghargai seluruhnya, dialah yang mengagungkan seluruhnya,
dialah yang tidak pernah menolak apa-apa yang dianugerahkan oleh
hidup yaitu baik maupun buruk, indah maupun buruk, suka maupun duka.
Super manusia merupakan formula sesanti dari penegasan "ya" penuh
yang lahir dari kepenuhan diri yang samasekali tidak pernah mau peduli
dengan duka sendiri, kesalahan sendiri, problem, dan masalah eksistensi.
Untuk dapat mencapai manusia super, manusia mesti melewati
metamorfosis ganda, yaitu:
a. metamorfosis pertama, akan mengubah eksistensi unta berbeban dan
mudah taat (yaitu manusia baik, rendah hati, tunduk, religius, moralis)
menjadi singa yang agresif (yaitu roh kebebasan, otonom, tuan pada
diri sendiri, penentu mutlak tindak-tanduk dan perbuatannya sendiri).
b. metamorfosis kedua, akan mengubah manusia dari singa yang ganas
tadi menjadi kanak-kanak murni yang selalu mengagumi dan mencintai
9. realitas dalam semua ungkapannya dan sisinya. Ia akan berseru
gembira dan menyatu dengan hidup.
Hidup yang dipunyai manusia super dalam ujudnya yang paling penuh
pada saat yang sama mempunyai pula hukum-hukumnya yang tegas
yang oleh Nietzsche diungkap dengan istilah eterno ritorno (pulang ke
keabadian). Artinya semua yang ada secara abadi kembali dan kita juga
kembali. Kita sudah menyatu dengan semua dan semua ke kita. Hadirlah
tahun menjadi yang sama dengan sebuah roda putar. Semua harus
membalik lagi agar selalu dapat habis.
Pada dentang waktu tersebut semua tahun sama baik yang besar
maupun yang kecil. Semua akan kembali lagi, berputar lagi secara abadi
dalam lingkar putar eksistensi. Semua akan mati dan akan bangkit lagi.
Semua yang pecah berkeping-keping akan diutuhkan kembali. Secara
kekal semuanya akan membangun rumah yang sama dari eksistensi.
Semuanya saling dipisahkan dan diruntuhkan lagi. Yang selalu setia pada
diri sendiri adalah domba eksistensi.
Pada setiap penantian, waktu dan eksistensi kembali mulai berputar
lagi . Lautan kehidupan tidak dapat melahirkan selain menjadi rahim dari
serentetan eksistensi. Itu pun selalu membaharui diri kembali secara kekal
dalam roda tertutup dan putar yang pasti.
Dalam hukum kembali ke keabadian kekal tentu saja termasuk
manusia di dalamnya, baik manusia kecil maupun besar, baik pengecut,
baik, pemberani, maupun manusia super. "Manusia secara kekal kembali!
Manusia yang lebih najis, rendah akan kembali juga" , manusia super juga
akan kembali secara kekal karena keduanya ambil bagian dalam tari
irama kehendak kuasa dari kehidupan. Figur simbol dari yang "ya"
terhadap hidup yang terus berputar kembali secara abadi mempunyai
modelnya, yaitu Dionisius.
Di sini kuletakkan Dionisius dari orang-orang Yunani, yaitu penegasan
"ya" tegar yang religius terhadap dunia dari dalam hidup tanpa satu titik
"tidak" pun. Dionisius adalah simbol waktu dari hidup yang penuh dan dari
penerimaannya yang riang terhadap hidup. Dionisius melambangkan
becoming (menjadi) hal-hal yang dalam kebutuhan serta
kemendesakannya menyatakan seluruhnya menjadi satu baik duka
nestapa maupun suka cita, ketakutan maupun keberanian, cinta maupun
dengki. Di samping itu Dionisius melambangkan pula kondisi manusia
super yang menerima semua ekspresi saling bertentangan dari eksistensi
dengan penuh syukur (BM 80).
Dalam kerangka karyanya "Perubahan/penggantian nilai-nilai,"
Nietzsche secara sistematis menyusun perlawanan dan perang tanding
10. antara figur Dionisius dengan tokoh Kristus. Nietzsche mau
mengungkapkan motif yang menunjukkan ungkapan yang paling
menyeluruh dari nihilisme, sikap "tidak" terhadap hidup, roh menyerah,
takluk serta penyangkalan diri.
Bisa dikatakan bahwa Dionisius adalah Tuhannya Nietzsche. Dalam
salah satu karyanya yang terakhir Nietzsche menulis, "Setelah mendapat
pukulan terberat palu dari Tuhan Yesus, juga setelah matinya Tuhan dari
orang-orang Kristiani, dewa-dewa baru masihlah mungkin muncul
(Nietzsche sendiri tiap kali mengingatkan naluri religius, yaitu naluri hidup
bagi dewa-dewa baru tersebut).
Di sini Nietzsche melancarkan perang pembasmian melawan nilai-nilai
absolut serta melawan ideologi-ideologi pokok yang mendasari nilai-nilai
tersebut, yaitu filsafat, moral, agama, (Kristiani) .
Tuduhan pokok Nietzsche terhadap filsafat, moral, agama Kristen yang
mendukung nilai-nilai absolut adalah karena ketiga-tiganya membentuk
dan membina dusta kolosal yang membelenggu umat manusia dan
menghalanginya untuk meneguk cawan kehidupan secara bebas. Ia
mengatakan dustalah kalau ada nilai-nilai mutlak lain di luar hidup ini,
dustalah nilai-nilai transenden di seberang hidup sekarang kini ini,
dustalah bila dikatakan bahwa ada jiwa/roh abadi dalam diri manusia,
dalam tubuhnya, dustalah bila dikatakan ada dunia akherat yang spiritual
di seberang dunia material yang ada di depan mata ini, dan terutama
dustalah bila ditegaskan bahwa manusia tidak mampu menjadi yang
tertinggi lantaran di atas manusia hanya ada Tuhan! (BM 81).
Menurut Nietzsche, moral merupakan gumpalan kondisi-kondisi
pemelihara manusia-manusia malang, lemah sebagian atau gagal
seluruhnya. Dari buku ini jelaslah bahwa Nietzsche sebenarnya mau
memaklumkan perang terhadap moral karena moral merupakan wujud
paling laknat dari kehendak dusta yang mengajari untuk menilai rendah
dan meremehkan naluri-naluri dasariah pokok dari hidup.
Moral hanya mengajar nilai-nilai dekaden, keruntuhan sebagai nilai-
nilai tertinggi. Moral mengajak untuk mendorong orang berlaku dan
melaksanakan tindak-tanduk muluk yang tidak ada karena tidak adalah
tindakan altruis itu, tidak ada pulalah tindakan suci. Moral mengajar
keutamaan-keutamaan yang tidak ada (jiwa, roh, kehendak bebas). Moral
juga mengajari hakekat-hakekat yang tidak ada, misalnya Tuhan,
malaekat. Moral mendidik manusia pada ordo yang tidak ada. Adakah
ordo moral di dunia dengan hadiah/pahala dan hukuman? Dengan semua
ajaran dan petunjuk dusta ini, moral merendahkan, malahan meniadakan:
a) nilai sungguh-sungguh dari tindakan manusia yaitu egoistis.
11. b) nilai tubuh.
c) tipe-tipe manusia yang sungguh-sungguh berharga, bernilai, naluri-
naluri manusia yang berharga.
d) seluruh motif dan dasar hidup yang bertolak dari mau tahu.
Cara berpikir di atas yang menjunjung tinggi salah satu macam
manusia, berjalan dan bekerja dari pengandaian absurd sebagai berikut:
memandang baik dan jahat sebagai realitas yang berlawanan satu sama
lain (dan bukan sebagai konsep pelengkap dari nilai yang sebenarnya
merupakan realitas), menasehati untuk memihak ke yang baik dengan
alasan merasa bahwa yang baik itu akan menolak dan menentang yang
jahat sampai ke akar dasarnya dan dengan begitu cara berpikir ini telah
menolak hidup dalam realitas yang mempunyai baik "ya" maupun "tidak"
dalam seluruh nalurinya. Barangkali tidak ada ideologi yang begitu
berbahaya selama ini selain kehendak untuk berbaik tersebut karena di
sini diluhurkan tipe manusia. Alim fanatik yang membawa hidup pada
keilahian; dan hanya ditunjuk kelakuan si alim sebagai kelakuan baik,
yang ilahi (Nietzsche, Framenti Postumi, hal. 260).
Dalam seri karangan pendek lain, Nietzsche lebih agresif dan ganas
dalam mengecam moral. Ia mengatakan bahwa moral merupakan
kandang, sangkar, penjara yang memperkirakan dengan jeruji-jeruji besi
akan berguna bagi kebebasan yang tertutup ke dalam, tempat kubang
binatang-binatang yang menerima perjuangan dengan kebuasan roh yang
bernama "iman".
Dalam kata pengantar karyanya Genealogia della Morale, Nietzsche
menulis bahwa kita memerlukan sebuah kritik terhadap nilai-nilai moral
yang mesti mulai dengan mempertanyakan nilai/harga diri nilai-nilai ini.
Nietzsche mempertanyakan bahwa sampai hari ini mereka mempro-
pagandakan perkembangan kebahagiaan manusia padahal itu tidak lain
hanyalah ungkapan pemiskinan, degenerasi kehidupan; atau sebaliknya
mesti diwahyukan, diwartakan kepenuhan hidup sendiri, kekuatannya,
kehendak hidup itu, keberaniannya, kepastian dan jaminannya, masa
depan hidup itu sendiri (no 3). Terhadap pertanyaan-pertanyaan sendiri,
Nietzsche menjawab lebih dengan "suara perutnya daripada otaknya".
Nietzsche beranggapan bahwa sumber kesalahan berat dari nilai-nilai
mutlak adalah Plato yang merasa menemukan adanya Roh yang baik
dalam dirinya. Nietzsche menganggap bahwa metafisika mempunyai tiga
kepalsuan, yaitu:
a. Palsu terhadap diri sendiri
12. b. Palsu terhadap hal-hal yang ada.
c. Palsu terhadap manusia.
Palsu terhadap diri sendiri. Metafisika bersifat palsu terhadap diri sendiri
karena tidak tahu-menahu tentang motivasi sejati dari teori/ajaran yang
sungguh-sungguh.
Palsu terhadap hal-hal yang ada. Metafisika bersifat palsu terhadap hal-
hal yang ada karena menghantar masuk adanya hukum kedua dari
realitas, yaitu adanya idea, Tuhan, substansi terpisah, Roh mutlak, dan
seterusnya. Dengan itu metafisika meniadakan nilai-nilai, menghampakan
nilai efektif mereka.
Prinsip perlawanan yang mendukung kerangka pendapat dunia yang
sejati tempat pencarian, penapakan jalan ke sana tak bisalah
bertentangan dalam dirinya sendiri, tak bisalah merubah, tak mungkin
menjadi, tak mungkin pula mempunyai prinsip dan tujuannya sendiri.
Salahlah bila percaya pada ungkapan-ungkapan alasan ukuran realitas
untuk menguasai realitas demi memberi tanda kurung bagi realitas. Maka
semuanya merupakan bencana:
a. Bagaimana mungkin mampu membebaskan diri dari dunia palsu, dunia
tidak sejati? Padahal hanya ada satu dunia ini
b. Bagaimana mungkin menjadi diri sendiri secara penuh apabila tidak
menghormati dunia nyata ini?
c.Seluruh orientasi nilai-nilai berjalan ke arah "menjelek-jelekkan dan
memfitnah hidup"
Karena itu, kelirulah metafisika manusia yang mau membuang "being
sejati" serta mau menindas (mengekang) afeksi, insting, naluri, kekuatan
kuasa, dan mereduksi semuanya ke kepala, akal budi, dan pikiran! Semua
yang berkait pada yang bukan rasio, yang bebas, yang naluriah, yang
dibenci oleh para metafisikawan aliran keliru tersebut. Konsekuensinya,
mereka menolak elemen fundamental dalam essere (ada pada dirinya
sendiri), dan menerima sebagai yang utama apa yang disebut rasionalitas
dan finalisme absolut.
Di sini kita melihat Nietzsche memang mau membasmi agama yang
melawan hidup dan menggantinya dengan agama dari kehidupan (agama
dari Dionisius) dan berusaha menyingkirkan moral dekaden untuk
menggantinya dengan moral yang dinamis (moralitas manusia super).
Cara yang ditempuhnya adalah dengan melebur sampai ke akar-akarnya
filsafat being/essere yang sama dengan metafisika yang
13. membuahkan/menjadi semua filsafat yang menjauhkan diri dari bumi, ia
mau menggantinya dengan filsafat yang setia pada kehendak yang kuasa.
Filsafat tidak bisa lagi berkeinginan abstrak, tujuan-tujuan spekulatif tetapi
mesti menjadi praktis dan konkret.
Filsuf-filsuf sejati adalah mereka yang memimpin/berkuasa
memerintah dan mampu menegaskan ini "harus hidup kembali!" harus
hidup begitu! Mereka mesti menentukan pertama-tama "ke mana" dan
"demi tujuan mana" manusia hidup dan begitu menawarkan lengkap
pokok-pokok dasar filsafat menuju masa depan di dalam dan melalui
tangan kreatif si manusia sendiri yang menjadi alat, gaman, piranti untuk
mencapai tujuan.
"Mengerti" mereka mesti menjadi sama dengan mencipta! Penciptaan
mereka mesti menjadi penentuan hukum dari kehendak kebenaran yang
adalah kehendak kuasa.
Fungsi sejati filsafat menurut Nietzsche mesti sama dengan peran
seni, yaitu sebagai hasil karya mendalam penciptaan/transformasi
material menjadi seni tetapi bukan demi indah sendiri tetapi demi
menjadikan cermin, pantulan kekuatan dahsyat manusia, cermin bias
kekuatan/daya hidup. Filsafat mesti mempunyai kekuatan dari dalam yang
magis yang:
• mampu mengubah setiap hal,
• mampu menilai lagi semua nilai,
• mampu membaharui lagi semua nilai,
• mampu membebaskan manusia dari semua belenggu metafisika, moral,
Kristianisme, begitu rupa sehingga mampu berucap "lantang" yang
tegar pada semua yang ada pula bila hal-hal tersebut di jaman lalunya
merupakan hal terlarang, tidak dihargai dan dipandang jahat
(berdosa).
Dalam salah satu karangan, Nietzsche menulis Seni Filsafat dengan
tugas rangkap tiga, yaitu (fungsi filsafat):
a. filsafat mesti menjadi penebusan bagi manusia dalam soal pemahaman
(BM 90-91) dan problema eksistensi manusia.
b. filsafat mesti menjadi penebusan tindakan konkret manusia agar
mampu menjadi daya hidup untuk menausia yang mau menjadi
pahlawan dengan kekuatan kehendaknya.
14. c.filsafat mesti menjadi penebusan bagi orang-orang malang sebagai jalan
masuk untuk mengangkat mereka yang menerima sengsara sebagai
yang dikehendaki, dilahirkan menuju kesadaran bahwa sengsara itu
kenikmatan.
Model ideal filsuf seniman menurut Nietzsche adalah tokoh Dionisius.
Dialah filsuf sejati, unik dan satu-satunya yang mengetahui mengambil
bagian secara kreatif dalam tarian abadi kehidupan cerah masa
mendatang. Dia juga mengetahui menempatkan dan menampilkan diri
sebagai pencipta, sang pemberi pada segala apa yang ada. Demikianlah
Nietzsche tidaklah kebetulan bila dalam bagian akhir tulisannya memilih
memberi judul Dionysos Philosophos untuk bagian itu.
Dengan judul tersebut, ia mau merangkum seluruh makna kegiatan
sastranya sebagai berikut, "Tulisan-tulisanku, buku-bukuku, dari garis ke
garis, dari baris ke baris merupakan pantulan-pantulan nyata dari
kehendak hidup. Tulisan-tulisan itu merupakan hasil karya sang pencipta
kehidupan, menjadi duta dari hidup itu sendiri".
5. Skeptisisme Epistemologis
Nietzcshe berpendapat bahwa kebenaran adalah hasil konstruksi atau
ciptaan manusia sendiri, yang berjiwa bagi mereka untuk melestarikan diri
sebagai spesis. Pengetahuan dan kebearan sebagai perangkat yang
efektif untuk mencapai tujuan bukan entitas yang trasenden dari manusia.
Kebenaran ilmiah tidak mungkin efektif karena hasil konstruksi manusia
dan selalau upaya melayani kepentingan dan tujuan tertentu manusia.
6. Kritik Nietzcshe Terhadap Rasionalitas dan Kebenaran
Nietzsche tidak menghargai rasionalitas, bahkan mendekonstruksi
rasionalitas dan menghargai klaim-klaim dogmatisnya sendiri untuk
meruntuhkan dasar-dasar miliknya dan lebih banyak lebih baik
wissenschaft atau kebudayaan.
Untuk mudahnya kita akan memulainya dengan melihat pars
construensnya yang merupakan konsep yang hidup tentang realitas.
Dalam visinya, realitas itu muncul sebagai ledakan dahsyat dari kekuatan
hidup. Nietzsche menyebutnya sebagai "sebuah kekuatan hebat tanpa
awal dan tanpa akhir, sang keindahan yang membebaskan diri dari
kekuatan cinta dan kebencian, suka cita dan duka, keberanian dan
ketakutan, kebebasan dan ketundukan yang menyeruak keluar, yang
membebaskan diri secara dahsyat tanpa aturan, tanpa kontrol apa pun.
15. Realitas merupakan hidup itu sendiri dalam semua ungkapannya yang
paling mencekam, menarik. Hidup itu sendiri merupakan kehendak untuk
berkuasa yang tak terukur, tak terbilang, tak mampu dikalkulasi.
Nilai tertinggi bagi Nietzsche sama dengan kehendak untuk
berkuasa, lebih persis lagi sama dengan kualitas maksimal kuasa yang
berhasil direngkuh dan dimiliki oleh si manusia. Filsafatnya sama dengan
jawaban tak bersyarat untuk menjawab "ya" terhadap hidup yang
menggeser semua "tidak", semua larangan, dosa, dakwaan. Perbedaan
"ya" dan "tidak", positip dan negatif, baik dan buruk merupakan kejahatan
yang tidak bisa diampuni terhadap kehidupan.
Berkata "ya" pada hidup merupakan suatu kekuatan. Mengatakan
"tidak" pada hidup merupakan penurunan derajad. Hidup adalah nihilisme.
Siapa pun yang berkata "ya" kepada hidup akan bebas termasuk juga bila
itu termasuk yang imoral. Yang menjawab "tidak" pada hidup itu termasuk
budak, juga bila itu termasuk sesuatu yang moral/baik.
Untuk semua orang kuat dan alamiah, mereka membuat semuanya
bersama-sama dalam satu tindakan hidup baik cinta maupun benci, balas
budi atau balas dendam, kebaikan dan kemarahan, penolakan dan
pengiyaan. Bila baik, manusia perlu tahu juga yang jelek. Bila jelek, itu
disebabkan karena manusia tidak lagi tahu apa yang baik.
Sebagaimana yang dirumuskan Zarathrusta, hukum tertinggi hidup
adalah perlu untuk "tenggang rasa" pada tiap "penolakan" atau
penerimaan dalam hidup. Kristianisme adalah racun terhadap nilai ini,
imoral, melawan hidup, melawan natura. Dalam konsepsi realitas
Nietzsche, nilai "baik" sebagai ketaatan terhadap hukum moral
dipandang sebagai "parasit," artinya hidup dengan memperalat kehidupan
sendiri, seperti benalu yang menghisap darah hidup, seperti epikuris yang
menikmati "kebahagiaan kecil" dengan menolak kebahagiaan besar yang
imoral.
"Nilai baik" adalah kambing hitam insting nihil sebagai akibat berkata
tidak pada hidup "la sua affermazione piu attenuata e che non essere e
meglio di essere, che la vonta del nulla la piri valore della volonta di
vivere; quella piu rigorosa e che il nulla e la cosa piu desiderabile, che
questa viata, come opposto del nulla, e assolotamente priva di valore
(Nietzsche, hal 318). Lalu apa yang dimaksud Nietzsche dengan "HIDUP"
itu?
Hidup yang selalu menjadi tema sentral Nietzsche mempunyai batas-
batas yang jelas, yaitu hidup di dunia ini, fisik, dalam tubuh karena tidak
16. ada dunia lain di luar dunia material, tidak ada pula hidup badani kita di
sini. Manusia lahir untuk berada di bumi ini (esistere sulla terra). Roh/jiwa
yang semestinya menjadi subjek eksisitensi di dunia sekarang itu tidak
ada. Manusia hanyalah yang bertubuh ini: "saya adalah si tubuh ini
seluruhnya tanpa yang lain."
Dunia Nietzsche meluas, merangkum imanensi dunia ini. Memisahkan
dunia idea yang asli, yang sejati dengan dunia semu (di bumi ini)
merupakan dusta yang amat memalukan yang dibuat Plato dan
Kristianisme. Dunia hanya ada satu, yaitu yang ada di depan mata kita.
Dalam dunia ini tidak ada lagi tempat bagi Tuhan. Zarathrusta
mengatakan bahwa Tuhan sudah mati. Sesungguhnya Tuhan tidak
pernah ada karena tidak mampu ada.
Tuhan sama dengan proyeksi kebutuhan-kebutuhan kaum lemah.
Tuhan ditemukan oleh jiwa yang lemah, jiwa yang sakit, yang diracuni
oleh perasaan-perasaan luhur melawan orang-orang yang benar-benar
sehat, kuat, dan kuasa.
Tuhan adalah hasil kreasi manusia sebagaimana dewa-dewa yang lain
pula. Derita dan ketidakmampuanlah yang menciptakan semua yang suci
di seberang dunia nyata ini. Manusia kelelahan karena menari sendiri
dengan meloncat-loncatkan kakinya ke maut untuk menggapai puncak,
kelelahan karena tidak memahami yang disebabkan karena tidak mampu
mengingini. Tubuhlah yang menentukan langkah-langkah dan bukan jari
telunjuk yang menunjuk ke atas.
Dunia manusia dan dunia non manusia, dunia yang dikejar sebagai
adikodrati itu tidak lain adalah surga dari ketiadaan yang merupakan
rahim dari Ada, Being. Hanyalah si sakit, si lemah yang meremehkan
tubuh dan kehidupan, serta menggantinya dengan surga dan tetesan
darah penebusan namun toh akhirnya tetap memutuskan hubungan
mereka dari tubuh mereka sendiri serta dari bumi (dalam ketiadaan).
Hidup ini ada dalam perjalanan gemilangnya melalui satu jurusan
perkembangan dari tahap manusia. Super manusia adalah makna dari
bumi ini. Kehendak berseru: manusia super adalah arti dari bumi
(Nietzsche, idem hal 6) dan inilah undangan dari Nabi Zarathrusta untuk
umat manusia ( BM, 78).
Zarathrusta mau mengajar umat manusia mengenai makna dari
keberanian mereka yang tidak lain adalah manusia super. Hidup,
kehendak berkuasa, mengekspresikan diri paling puncak pada manusia
super. Di sana nilai seluruhnya mewujudkan diri, menemukan realisasinya
yaitu menjadikan kehendak kuasa mengada dan diadakan dalam
17. ketegangan-ketegangan yang agresif dan meledak-meledak dalam jatung
hati manusia.
Kesimpulan
Filsafat Nietzsche banyak membahas mengenai kehidupan. Dalam filsafat
Nietzsche disebutkan bahwa hidup adalah sebuah penderitaan. Dalam filsafat ini
diuraikan mengenai hal-hal apa saja yang dibutuhkan oleh manusia dalam
menghadapi kehidupan yang merupakan penderitaan itu. Dalam filsafat ini
dijelaskan mengenai moral. Moral yang ada tentang kebaikan umum berbeda
dengan moral yang ada pada Kristianitas. Selain itu, Nietzsche juga banyak
membahas mengenai Kekuatan. Menurut Nietzsche kekuatan adalah hal yang
dibutuhkan setiap masyarakat untuk tetap bertahan. Orang yang kuat adalah
orang tidak menyerah pada paham martabat.
Dalam filsafat Nietzsche juga disebutkan bahwa moralitas ada dua, yaitu
moralitas tuan dan moralitas budak. Moralitas tuan pada awalnya adalah
moralitas yang baik. Yang menganut moralitas tuan adalah kaum yang kuat
sedangkan yang menganut moralitas budak adalah kaum yang lemah. Pada
awalnya kaum kuat berada di atas. Namun, semakin lama mereka semakin
menerima pula moralitas budak. Sehingga kaum yang kuat semakin berkurang
jumlahnya. Akibatnya kaum yang lemah menjadi semakin banyak dan pada
akhirnya mereka yang lemah dan tertindas ini membalikkan keadaan. Sehingga
moralitas tuan yang tadinya dianggap moralitas yang baik berganti menjadi
moralitas yang buruk, begitu pula sebaliknya.
Meskipun tidak semua pemikiran Nietzsche dapat diterima, namun ia tetap
diakui sebagai pemikir besar, karena ia mengajukan berbagai permasalahan
yang orisinil yang belum dipertanyakan sebelumnya. Diantara sekian banyak
pemikir yang terpengaruh oleh Nietzsche mungkin Jacques Derrida termasuk
yang paling jelas dan dalam pengaruhnya. Pengaruh ini terlihat pada metode
dekonstruksi penolakannya pada kebenaran objektif dan universal, anti
fundasionalisme, skeptisisme, anti metafisika, dll.