Makalah ini membahas tentang kontribusi Pantura sebagai produsen padi terbesar dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkebunan teh di Jawa Barat sebagai produsen teh nasional. Perkebunan teh di Jawa Barat memiliki peran penting dalam perekonomian provinsi karena kontribusinya mencapai 70% dari produksi dan ekspor teh nasional. Faktor pendukung utamanya adalah adanya rekayasa kelembagaan agribisnis yang mend
1. MAKALAH LAPORAN DASAR PRODUKSI TANAMAN 1
KONTRIBUSI PANTURA SEBAGAI PRODUSEN PADI TERBESAR BERDASARKAN PENGARUH
FAKTOR PADA PERKEBUNAN TEH JAWA BARAT SEBAGAI PRODUSEN TEH NASIONAL
SEMESTER 2 TAHUN 2009
KELOMPOK 3
FAJAR D ( 150110080132 )
DELFRITA NAHAMPUN ( 150110080140 )
RIZKY AHMAD ANUGRAH ( 150110080145 )
REZKA FRADZAN ( 150110080149 )
WINDY LASTRI P ( 150110080152 )
RADEN BONDAN E.B ( 150110080162 )
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2. 2
Kata Pengantar
Marilah kita panjatkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nya kami
masih diberi kesehatan untuk menyelesaikan makalah untuk memenuhi mata kuliah Dasar
Produksi Tanaman 1
Makalah ini menjelaskan tentang pengaruh faktor pada perkebunan Jawa Barat sebagai
produsen teh nasional terhadap kontribusi daerah Pantura untuk produsen padi terbesar.
Pertama akan dibahas tentang potensi perkebunan teh Jawa Barat dan faktor yang mendukung
potensi tersebut. Kemudian akan terdapat perbandingan faktor pendukung perkebunan teh
tersebut sebagai produsen teh nasional yang bisa dikaitkan dengan kontribusi daerah pantura.
Demikian hal ini kami sampaikan, apabila terdapat kesalahan kami mohon maaf.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih
3. 3
Daftar Isi
Bab 1 Komoditas Teh di Jawa Barat
1. Potensi Komoditas Teh.........................................................................................4
2. Tabel Harga Jual Teh di beberapa kota.................................................................5
3. Faktor Pendukung dan Kendala Perkembangan Komoditas Teh..........................5
Bab 2 Kontribusi Daerah Pantura Sebagai Produsen Padi......................................................7
Bab 3 Kesimpulan...................................................................................................................9
Bab 4 Daftar Pustaka.............................................................................................................10
4. 4
Bab 1
Komoditas Teh di Jawa Barat
1. Potensi Komoditas Teh
Perkebunan teh di Jawa Barat menjadi andalan perekonomian dan ekspor di provinsi bahkan
pangsanya mencapai 70% dari produksi maupun ekspor secara nasional. Pemerintah Provinsi
Jabar pun berupaya keras agar sektor perkebunan teh tetap menjadi sektor unggulan Jabar.
Pemprov Jabar sudah menetapkan subsektor perkebunan sebagai prioritas pembangunan,
karena selain mampu menyerap tenaga kerja yang tinggi, juga tahan ketika krisis ekonomi
terjadi di Indonesia.
Selain itu sektor perkebunan rakyat maupun perkebunan besar mempunyai lahan yang luas
yang keseluruhannya mencapai 537.000 ha, termasuk di dalamnya merupakan perkebunan
swasta seluas 59.000 ha. Sesuai dengan visi Jawa Barat, yang menjelaskan tentang
pengembangan agribisnis, jelas bahwa subsektor perkebunan harus menjadi salah satu andalan
pembangunan provinsi tersebut.
Dinas Perkebunan Jawa Barat, sesuai dengan rencana strategis, memfokuskan program
pembinaan dua komoditas yaitu teh dan tebu yang menempati prioritas teratas di antara jenis
hasil perkebunan lainnya.
Berdasarkan pengamatan bahwa komoditas teh hasil perkebunan Jawa Barat mempunyai daya
jual tinggi dalam cakupan perdagangan global baik regional maupun internasional.
Selama ini teh asal Jawa Barat banyak di ekspor ke Amerika Serikat, Jepang, dan Timur Tengah.
Dari pengimpor teh asal Jawa Barat, Timur Tengah menempati urutan tertinggi.
Perkebunan teh di Jabar merupakan salah satu denyut kehidupan provinsi ini, sebab selain
memberi kontribusi secara ekonomi ke provinsi ini, juga secara nasional mempunyai share 70%
baik produksi dan ekspor.
5. 5
2. Tabel Harga Jual Teh di beberapa kota pada tahun 1981 – 2003
Sumber : ITC Annual Bulletin of Statistic 1993, 2002 dan Monthly, Januari 2004
3. Faktor Pendukung dan Kendala Perkembangan Komoditas Teh
Faktor Kendala
Pada perkembangan 20 tahun terakhir harga teh asal Indonesia terus merosot. Malah pada
2003, seperti dilansir Asosiasi Teh Indonesia (ATI), industri teh merugi Rp160 miliar sebagai
dampak penurunan harga jual.
Secara Internal
Dari Aspek Ekonomi
Perkembangan harga
jual teh dalam lelang di
Jakarta, Colombo,
Calcutta, dan Mombasa
(khusus teh Kenya)
tahun 1998-2003
(persen terhadap harga
tahun 1981=100%)
T a h u n Jakarta Colombo Calcutta Mombasa
US$ (%) US$ (%) US$ (%) US$ (%)
1981 145 100 85 100 188 100 111 100
1998 170 117 208 245 213 113 197 177
1999 105 72,4 163 192 206 110 186 168
2000 120 82,8 175 206 180 95,7 204 184
2001 97 66,9 148 174 159 84,6 162 146
2002 103 71 154 181 142 75,5 155 140
2003 95 65,5 153 180 149 79,3 162 146
6. 6
Berdasarkan data Disperindag Jabar 2004, nilai ekspor teh Jawa Barat pada awal tahun anjlok
hingga 45% dibandingkan periode sama tahun 2003. Salah satu penyebabnya karena harga teh
Indonesia terus turun hingga di bawah US$1 per kg, sementara menurut Asosiasi Teh Indonesia
harga idealnya US$1,5 per kg sedangkan harga teh di Colombo tetap stabil US$1,6 per kg.
Dari Aspek Teknologi
produktivitasnya masih rendah, mutu pucuk rendah, sehingga mengakibatkan posisi tawar
petani lemah. Masalah-masalah tersebut disebabkan oleh teknologi budidaya kurang tepat,
penggunaan input produksi terbatas dan petani belum memiliki pengolahan hasil yang baik
Secara Eksternal
Dari Aspek Hubungan Internasional
Invasi Amerika Serikat ke Irak yang telah menyebabkan kerugian yang cukup besar dan
mengecilnya pasar teh Indonesia dan adanya sikap proteksi yang dikembangkan oleh kelompok
negara yang wilayah berdekatan.
Faktor Pendukung
Adanya rekayasa kelembagaan agribisnis yang mendukung sistem dan usaha agribisnis teh
rakyat. Pengkajian Sistem dan Usaha Agribisnis Teh Rakyat dilaksanakan melalui beberapa
pendekatan, yaitu
1) pendekatan partisipatif (on- farm participatory research),
2) dengan dan tanpa (with and without) teknologi yang diperbaiki untuk petani kooperator dan
non kooperator, dan
3) pendekatan interdisiplin keilmuan peneliti dan penyuluh. Pengkajian dilaksanakan di Desa
Cipada, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung. Lokasi tersebut diharapkan dapat
mewakili wilayah (sentra) teh perkebunan rakyat di Jawa Barat.
Pembinaan dilakukan terhadap Gapoktan yang mewakili 10 kelompoktani, dikonsentrasikan
untuk memproduksi teh hijau olahan dengan berbagai kemasan. Kelompoktani pengembangan
terdiri dari Kelompok Bintara, BLPC dan Tunas Merpati.
7. 7
Bab 2
Perkembangan Daerah Pantura Sebagai Produsen Padi
Peranan strategis Pulau Jawa sebagai sentra produksi padi; serta dampak sosial-ekonominya
dalam skala rumah tangga pertanian. Kecenderungan konversi lahan pertanian (sawah) yang
paling pesat terjadi di wilayah koridor pantai utara (Pantura) Pulau Jawa. Kecenderungan
konversi lahan pertanian (sawah) ke penggunaan non pertanian di wilayah Pantura dalam kurun
1983-1994 secara makro terjadi dalam konteks dinamika pertumbuhan perkotaan yang sangat
pesat, baik dilihat dari aspek demografis, ekonomi maupun fisik. Dihadapkan pada peranan
strategis wilayah ini sebagai sentra produksi padi, hal ini menjadi permasalahan karena akan
berdampak besar terhadap upaya untuk mempertahankan swasembada pangan (beras)
nasional yang telah dicapai Indonesia sejak tahun 1984. Dalam kurun 1983-1994 lahan sawah di
wilayah Pantura menunjukkan penyusutan luas sebesar 47.216 ha atau sekitar 4.300 ha per-
tahun. Penyusutan luas tersebut terjadi karena adanya konversi dari lahan sawah ke
penggunaan non pertanian rata-rata 10.679 ha per-tahun yang sebagian besar berubah menjadi
perumahan (39%) dan industri (35%).
Faktor yang mempengaruhi konversi lahan di Pantai Utara Jawa
1. faktor eksternal yang mencakup : perkembangan kawasan terbangun; pertumbuhan
penduduk perkotaan,pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi serta
2. faktor internal (pertumbuhan rumah tangga pertanian pengguna lahan dan
perubahan luas penguasaan lahan oleh rumah tangga pertanian pengguna lahan).
Variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap laju penyusutan luas lahan sawah adalah
perkembangan kawasan terbangun, kemudian berturut-turut adalah perubahan luas rata-rata
lahan yang dikuasai rumah tangga pertanian pengguna lahan, laju pertumbuhan rumah tangga
pertanian pengguna lahan, laju pertumbuhan penduduk perkotaan, dan laju pertumbuhan
PDRB. Selain faktor ekstemal dan internal,
faktor lainnya yang berpengaruh terhadap kecenderungan dan pola spasial konversi lahan
sawah adalah faktor kebijaksanaan pemerintah.
8. 8
Tiga kebijaksanaan pemerintah yang dianggap sebagai pendorong dan pemacu terjadinya
konversi lahan sawah, yaitu privatisasi pembangunan kawasan industri, pembangunan
permukiman skala besar dan kota baru; serta deregulasi investasi dan penzinan.
Beberapa kawasan andalan untuk mendukung pencapaian target produksi padi Jabar yaitu
kawasan Pantura mulai dari Bekasi, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Ditambah pula
kawasan Cianjur, Tasikmalaya dan Bandung.
Produksi padi Jabar terus meningkat dalam tiga tahun terakhir ini. Pada 2006 mencapai 9,5 juta
ton dan pada 2007 sebesar 10,1 ton (Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, Luki Djunaedi)
9. 9
Bab 3
Kesimpulan
Perkebunan teh di Jawa Barat menjadi andalan perekonomian dan ekspor di provinsi karena
pangsanya mencapai 70% dari produksi maupun ekspor secara nasional. Selain bernilai
ekonomi tinggi, komoditas ini dapat menyerap tenaga kerja dan tidak mengalami pengaruh
yang signifikan dari krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia.
Factor yang mempengaruh perkebunan teh Jawa Barat sebagai Produsen teh nasional adalah
Adanya rekayasa kelembagaan agribisnis yang mendukung sistem dan usaha agribisnis teh
rakyat. Pengkajian Sistem dan Usaha Agribisnis Teh Rakyat dilaksanakan melalui beberapa
pendekatan, yaitu
1) pendekatan partisipatif (on- farm participatory research),
2) dengan dan tanpa (with and without) teknologi yang diperbaiki untuk petani kooperator dan
non kooperator, dan
3) pendekatan interdisiplin keilmuan peneliti dan penyuluh. Pengkajian dilaksanakan di Desa
Cipada, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung. Lokasi tersebut diharapkan dapat
mewakili wilayah (sentra) teh perkebunan rakyat di Jawa Barat.
Pembinaan dilakukan terhadap Gapoktan yang mewakili 10 kelompoktani, dikonsentrasikan
untuk memproduksi teh hijau olahan dengan berbagai kemasan. Kelompoktani pengembangan
terdiri dari Kelompok Bintara, BLPC dan Tunas Merpati.
Factor kelembagaan pada perkebunan teh Jawa Barat sangat berkaitan dengan factor
kebijaksanaan pemerintah yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan di Pantura yang
menyebabkan terjadinya penyusutan lahan pertanian khususnya komoditas padi.