Dokumen tersebut membahas tentang pengertian, unsur-unsur, proses, dan gaya kepemimpinan. Secara khusus, dibahas mengenai definisi kepemimpinan, proses kepemimpinan yang terdiri dari beberapa tahapan, serta gaya kepemimpinan otokratik, demokratik, dan situasional.
1. I. PENDAHULUAN
Sebagaimana yang telah termaktub dalam Surat Al Baqarah ayat 30,
yang artinya:
“Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah (pemimpin) di muka Bumi.”
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak manjadikan (khalifah/pemimpin)
di Bumi itu orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah:30)
Allah SWT. telah menjelaskan bahwa Dia menciptakan manusia untuk
menjadikannya pemimpin di Bumi. Dan itu artinya setiap manusia yang
terlahir di Bumi ialah pemimpin. Membahas mengenai tugas kita sebagai
pemimpin di Bumi, tidak dapat terlepas dari bahasan mengenai
kepemimpinan. Maka dari itu, kita perlu mengupas dan mengetahui hal-hal
seputar kepemimpinan, tentunya agar kita semakin memahami serta dapat
menjalankan dengan baik tugas dan peranan kita di Bumi.
II. PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Kepemimpinan
Menurut Sarros dan Butchatsky (1996), kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk
mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan
organisasi. Sedangkan menurut .
Menurut Ordway Tead, Kepemimpinan adalah perpaduan berbagai
perilaku yang dimiliki seseorang sehingga orang tersebut memiliki
kemampuan untuk mendorong orang lain bersedia dan dapat
menyelesaikan tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya.
Menurut Stogdil ,Kepemimpinan adalah suatu proses yang
mempengaruhi aktivitas seseorang atas sekelompok seseorang untuk mau
berbuat dan mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Page | 1
2. Secara Umum, kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu situasi di
mana seseorang karena sifat-sifat dan perilaku yang dimilikinya
mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain guna berpikir
bersikap dan ataupun berbuat sesuai yang diinginkan.
Unsur-unsur Kepemimpinan
1. Adanya Pemimpin.
Unsur pertama dari kepemimpinan adalah adanya pemimpin yakni
seseorang yang mendorong atau mempengaruhi seseorang atau
sekelompok orang lain, sehingga tercipta hubungan kerja yang serasi
dan menguntungkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2. Adanya Pengikut.
Unsur kedua dari kepemimpinan adalah adanya pengikut yakni
seseorang atau sekelompok yang mendapat dorongan atau pengaruh
sehingga bersedia dan dapat melakukan berbagai aktivitas tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Adanya Sifat atau perilaku Tertentu.
Unsur ketiga dari kepemimpinan adalah adanya sifat ataupun perilkau
tertentu yang dimiliki oleh pemimpin yang dapat dimanfaatkan untuk
mendorong dan mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang.
4. Adanya situasi dan Kondisi Tertentu.
Unsur keempat dari kepemimpinan adalah adanya situasi dan kondisi
tertentu yang memungkinkan terlaksananya kepemimpinan .Situasi
dan kondisi yang dimakasud dibedakan dua macam.Pertama,situasi
dan kondisi yang terdapat didalam organisasi.Kedua,situasi dan
kondisi diluar organisasi yakni lingkungan secara keseluruhan.
II.2 Proses Kepemimpinan
Secara singkat, proses kepemimpinan dapat diartikan sebagai cara
yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk mencapai tujuan
organisasi. Pemimpin disini dapat menggunakan pengaruhnya untuk
memperjelas tujuan dari organisasi, memotivasi bawahan atau orang
Page | 2
3. yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan organisai, dan membantu
menciptakan budaya yang produktif dalam organisasi.
Menurut Wahjosumidjo (1984), kepemimpinan mempunyai kaitan
yang erat dengan motivasi, sebab keberhasilan seorang pemimpin dalam
menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sangat bergantung kepada kewibawaan, dan juga pemimpin itu di dalam
menciptakan motivasi di dalam diri setiap orang bawahan, kolega
maupun atasan pemimpin itu sendiri.
Dalam proses kepemimpinan, motivasi adalah hal yang penting
karena seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain tanpa menggunakan kekuatan sehingga orang-
orang yang dipimpinnya menerima dirinya sebagai orang yang layak
untuk memimpin mereka.
Dalam teori jalur tujuan (Path Goal Theory) yang dikembangkan
oleh Robert House (1971, dalam Kreitner dan Kinicki, 2005 dalam
Nurjanah, 2008) menyatakan bahwa pemimpin mendorong kinerja yang
lebih tinggi dengan cara memberikan kegiatan-kegiatan yang
mempengaruhi bawahannya agar percaya bahwa hasil yang berharga
bisa dicapai dengan usaha yang serius. Kepemimpinan yang berlaku
secara universal menghasilkan tingkat kinerja dan kepuasan bawahan
yang tinggi. Dalam situasi yang berbeda mensyaratkan gaya
kepemimpinan yaitu karakteristik personal dan kekuatan lingkungan.
Teori ini juga menggambarkan bagaimana persepsi harapan dipengaruhi
oleh hubungan kontijensi diantara empat gaya kepemimpinan dan
berbagai sikap dan perilaku karyawan. Perilaku pemimpin memberikan
motivasi sampai tingkat mengurangi halangan jalan yang mengganggu
pencapaian tujuan, memberikan panduan dan dukungan yang dibutuhkan
oleh para karyawan, dan mengaitkan penghargaan yang berarti terhadap
pencapaian tujuan. Selain itu House percaya bahwa pemimpin dapat
menunjukkan lebih dari satu gaya kepemimpinan, da n
mengidentifikasikan empat gaya kepemimpinan, yaitu kepemimpinan
yang mengarahkan/pengasuh (direktif), kepemimpinan yang mendukung
Page | 3
4. (supportive), kepemimpinan partisipatif, dan kepemimpinan yang
berorientasi pada pencapaian (prestasi). Dengan mempergunakan salah
satu dari empat gaya di atas, pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi
bawahannya dan memotivasinya, dengan cara mengarahkan mereka pada
kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja, dan
pelaksanaan kerja yang efektif. (Nurjanah, 2008)
Sumber : Nurjanah, 2008
Menurut Robbins (2009, p. 332) yang diterjemahkan oleh
Pujaatmaka dan Iskandarsyah, proses kepemimpinan terdiri dari
beberapa tahapan yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Page | 4
5. Gambar di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Munculnya proses kepemimpinan tergantung dari pemimpin,
kelompok, dan situasi. Artinya bahwa jenis gaya kepemimpinan
dapat dilihat dari perilaku, ketrampilan, pengetahuan atasan, dan
nilai-nilai.
2. Dengan adanya gaya kepemimpinan tersebut, karyawan akan
menilai apakah gaya kepemimpinan yang diterapkan sesuai
dengan keinginan karyawan (norma dan nilai, kepaduan,
keterikatan pada tujuan dan harapan kelompok) dan situasi (nilai
organisasi, teknologi tuntutan, dan variasi tugas).
3. Jika gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh atasan sesuai
dengan harapan karyawan dan situasi, akan menghasilkan prestasi
dan kepuasan kerja yang baik. Sebaliknya, jika gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh atasan tidak sesuai dengan
harapan bawahan, akan menghasilkan prestasi kerja yang jelek
dan ketidakpuasan kerja.
Page | 5
6. II.3 Gaya Kepemimpinan
Bahasan ini hanya akan dibatasi pada gaya kepemimpinan yang
mempunyai perbedaan yang begitu menonjol, untuk menarik sebuah tolak
ukur dalam penerapan gaya kepemimpinan yang efektif.
1. Otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian
karakteristik yang dapat dipandang sebagai karakteristik negatif.
Dilihat dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik
adalah seorang yang sangat egois. Dengan egoisme yang besar,
seorang pemimpin yang otokratik melihat peranannya sebagai sumber
segala sesuatu dalam kehidupan organisasional seperti kekuasaan
yang tidak perlu dibagi dengan orang lain dalam organisasi,
ketergantungan total para anggota organisasi mengenai nasib masing-
masing dan lain sebagainya.
Seorang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai
organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang
ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Sesuatu tindakan akan
dinilainya benar apabila tindakan itu mempermudah tercapainya
tujuan dan semua tindakan yang menjadi penghalang akan
dipandangnya sebagai sesuatu yang tidak baik dan dengan demikian
akan disingkirkannya, apabila perlu dengan tindakan kekerasan.
2. Demokratik
Karateristik :
Kemampuan memperlakukan organisasi sebagai suatu totalitas.
Dalam hal ini sistem kepemimpinannya dilakukan dalam bentuk
pembagian peranan yang proporsional dalam tingkat perencanaan
dan lapangan aplikasi.
Mempunyai persepsi yang holistik mengenai organisasi yang
dipimpinnya.
Menggunakan pendekatan yang integralistik dalam pelaksanaan
fungsi-fungsi kepemimpinannya.
Page | 6
7. Konsep kepemimpinannya selalu diusahakan kearah penyatuan
atau menjadi bagian dari keinginan mayoritas komunitasnya.
Menempatkan kepentingan organisasi sebagai keseluruhan di atas
kepentingan diri sendiri atau kepentingan kelompok tertentu
dalam organisasi.
Menganut filsafat manajemen yang mengakui dan menjunjung
tinggi harkat dan martabat para bawahannya sebagai makhluk
politik, makhluk ekonomi, makhluk sosial dan sebagai individu
yang mempunyai jati diri yang khas.
Sejauh mungkin memberikan kesempatan kepada para
bawahannya berperan serta dalam proses pengambilan keputusan,
terutama yang menyangkut tugas para bawahan yang
bersangkutan.
Terbuka terhadap ide, pandangan dan saran orang-orang lain
termasuk para bawahannya.
Bersifat rasional dan obyektif dalam menghadapi bawahan
terutama dalam menilai perilaku dan prestasi kerja orang lain.
Selalu berusaha menumbuhkan dan memelihara iklim kerja yang
kondusif bagi inovasi dan kreativitas bawahan.
Berdasarkan karakteristik di atas, secara teoritikal dan holistik
dari suatu kepemimpinan maka gaya kepemimpinan demokratik
adalah gaya kepemimpinan yang ideal. Tapi sayangnya, kenyataan
menunjukkan bahwa situasi ideal dalam kehidupan organisasional
tidak akan pernah terwujud. Secara taktis, gaya kepemimpinan
demokratik sangat sulit untuk mencapai ukuran kesuksesan.
3. Situasional (Contigency Theory)
Memperhitungkan faktor kondisi, waktu dan ruang yang turut
berperan dalam penentuan gaya kepemimpinan yang paling tepat.
Efektivitas seseorang sangat tergantung pada kemampuannya
“membaca” situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gayanya
dengan situasi tersebut sedemikian rupa sehingga ia efektif
menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya.
Page | 7
8. Sejarah memberikan banyak bukti tentang pimpinan negara
yang otokratik akhirnya “mengalah” kepada tuntutan rakyat. Dalam
teori Situasional, seorang pemimpin yang otokratik dapat
mempertahankan keberlangsungan kepemimpinannya apabila ia bisa
mengubah gaya kepemimpinannya dengan gaya lain, misalnya gaya
yang agak demokratik dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.
Sebaliknya, dalam teori situasional, seorang pemimpin yang
demokratik terkadang harus bertindak otoriter (dalam hal ini ia
mengubah gayanya menjadi otokratik), misalnya dalam hal
mengenakan sanksi terhadap para pelanggar disiplin organisasi,
mengoreksi penyelewengan atau sangat didesak oleh situasi krisis.
Ciri-ciri ideal dari seorang Pemimpin
1. Pengetahuan umum yang luas
Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan
organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak
sebagai seorang generalis
2. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang
a) Mampu merubah wawasan yang tadinya sempit dan spesialistik
menjadi wawasan yang luas dan generalistik
b) Sikap mental dan perilaku yang tadinya berorientasi kepada hal-
hal yang teknis operasional menjadi sikap dan perilaku yang
berorientasi kepada hal-hal yang sifatnya strategik
c) Persepsi peranan yang semula mungkin bersifat mekanistik
berubah menjadi persepsi yang didasarkan pada pentingnya
“human skill”.
3. Sifat inkuisitif (Rasa ingin tahu)
a) Tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang telah
dimiliki
b) Kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal
baru.
Page | 8
9. 4. Kemampuan analitik
Efektivitas kepemimpinan seseorang tidak lagi terletak pada
kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis
operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berfikir. Cara dan
kemampuan berpikir yang diperlukan adalah yang integralistik,
strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah. Ketiga cara
berfikir demikian memerlukan kemampuan analitik yang tinggi.
5. Daya ingat yang kuat
Seorang pemimpin tidaklah mesti seorang yang jenius, tetapi
kemampuan intelektualnya – seperti daya ingat kognitif dan
penalarannya – haruslah berada diatas rata-rata dari orang-orang yang
dipimpinnya. Salah satu bentuk kemampuan intelektual tersebut
adalah daya ingat yang kuat. Salah satu manifestasi daya ingat yang
kuat itu adalah kemampuan “mengangkat” kembali informasi yang
tersimpan di bawah sadar ke permukaan untuk kemudian digunakan
untuk suatu kepentingan tertentu.
6. Kapasitas integratif
Suatu organisasi modern yang kompleks hanya akan mencapai
tujuannya dengan tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang
tinggi apabila organisasi tersebut dikelola dengan pendekatan
kesisteman. Mengelola suatu organisasi dengan pendekatan
kesisteman pada dasarnya berarti bahwa satuan-satuan kerja dalam
organisasi merupakan sub sistem dari satu totalitas meskipun tiap-tiap
satuan kerja mempunyai fungsi, tanggung jawab dan kegiatan yang
bersifat khas. Kesemuanya harus merupakan bagian dari fungsi,
tanggung jawab dan kegiatan organisasi sebagai keseluruhan dalam
rangka pengembanan misinya.
Guna menjamin bergeraknya organisasi sebagai suatu
totalitas-lah peranan pemimpin selaku integrator menjadi sangat
penting, karena hanya seorang pemimpin yang mempunyai
pandangan holistik mengenai organisasi, sedangkan para pelaksana
kegiatan operasional akan memiliki pandangan yang parsial dan
bahkan mungkin sangat bersifat mikro.
Page | 9
10. 7. Keterampilan berkomunikasi secara efektif
Dalam kehidupan organisasional terdapat empat jenis fungsi
komunikasi, yaitu: fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi
penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.
8. Keterampilan mendidik
Disenangi atau tidak, setiap pejabat pemimpin adalah seorang
pendidik. Mendidik disini diartikan secara luas, tidak terbatas pada
cara-cara mendidik yang ditempuh secara formal. Kalau seorang
pimpinan menunjukkan sikap dan perilaku yang pantas ditiru oleh
orang lain atau mampu memberikan nasehat kepada bawahannya
untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapinya, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok tertentu dalam
organisasi, maka ia pun telah menjalankan tugasnya sebagai seorang
pendidik.
9. Rasionalitas (kemampuan berfikir dan bertindak secara rasional)
Hanya bertindak setelah dipikirkan secara matang dampak dari
tindakan yang akan dilakukannya.
10. Objektivitas
Hal ini lebih menekankan pada pentingnya sikap adil dalam hal
perlakuan dan penghargaan (meritokrasi), serta memposisikan diri
pada “area abu-abu” ketika mengadili atau menyelesaikan sengketa
antar anggota. Selain itu juga dapat berupa penilaian terhadap situasi
dan kondisi sesuai dengan apa adanya, tanpa unsur pribadi atau
memihak.
II.4 Kepemimpinan Dua Dimensi
Penemuaan Klasik tentang Kepemimpinan: Penemuan Ohio (Teori
Kepemimpinan Dua Dimensi)
Pada tahun 1945, Biro Penelitian Bisnis dari Universitas
Negeri Ohio melakukan serangkaian penemuan dalam bidang
kpemimpinan. Suatu tim riset interdisipliner mulai dari ahli psikologi,
sosiologi, dan ekonomi mengembangkan dan mempergunakan
kuisioner Deskripsi Perilaku Pemimpin (the Leader Behavior
Page | 10
11. Description Questionnaire LBDQ),untuk menganalisis
kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi.(Thoha,
1983)
Penelitian ini dilakukan atas beberapa komandan Angkatan
Udara dan anggota-anggota pasukan pengebom (bpmbers crew),
pejabat-pejabat sipil Angkatan Laut, pengawas-pengawas dalam
pabrik, administrator-administrator perguruan tinggi, guru, kepala
sekolah, pengawas-pengawas sekolah, pemimpin-pemimpin gerakan
mahasiswa, dan kelompok-kelompok sipil lainnya.
Penelitian Ohio memulai dengan premis bahwa tidak ada
kepuasan atas rumusan atau definisi kepemimpinan yang ada.
Mereka juga mengetahui bahwa hasil kerja terdahulu darinya adalah
terlalu banyak berasumsi bahwa “Kepemimpinan” itu selalu
diartikan sama dengan “kepemimpinan yang baik”. Tim peneliti
Ohio telah menetapkan mempelajari kepemimpinan dengan tidak
memperdulikan rumusan-rumusan yang ada atau apakah hal tersebut
efektif atau tidak efektif.
Dalam langkah awal LBDQ dikelola dalam suatu situasi yang
beraneka. Agar dapat mengamati bagaimana pemimpin bias
dirumuskan, maka jawaban-jawaban atas kuisioner kemudian
diartikan sebagai faktor yang dianalisis. LBDQ adalah sebuah
instrument yang dirancang untuk menjelaskan bagaimana seorang
pemim[in menjalankan aktivitas-aktivitasnya.
Staf peneliti dari tim Ohio ini merumuskan kepemimpinan itu
sebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan
pengarahan suatu group kea rah pencapaian tujuan tertemtu.
Dalamhal ini pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua
dimensi yakni struktur pembuatan inisiatif (initiating structure)
dan perhatian (consideration).
Struktur pembuatan inisiatif ini menunjukkan kepada
perilaku pemimpin di dalam menentukan hubungan kerja antara
Page | 11
12. dirinya dengan yang dipimin, dan usahanya di dalam menciptakan
pola organisasi, saluran komunikasi, dan prosedur kerja yang jelas.
Adapun perilaku perhatian (consideration) menggambarkan perilaku
pemimpin yang menunjukkan kesetiakawanan, bersahaabat, saling
mempercayai, dan kehangatan di dalam hubungan kerja antara
pemimpin dan anggota stafnya. Kedua perilaku inilah yang ingin
digali dan diteliti oleh peneliti Universitas Ohio ini.
Dalam kuesinor (LBDQ) tediri dari 15 item yang berisi
pertanyaan-pertanyaan mengenai struktur inisiatif, dan 15 item yang
berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai struktur inisiatif, dan 15 item
yang berisi pertanyaan mengenai perhatian. Responden diminta
menilai frekuensi pemimpinnya di dalam melakukan setiap bentuk
perilaku struktur inisiatif dan perhatian dengan cara memilih salah
satu dari lima deskripsi sebagai berikut: selalu, seringkali, sewaktu-
waktu, jarang, dan tidak pernah. Dengan demikian struktur ninisiatif
dan perhatian merupakan dimensi-dimensi dari perilaku yang diamati
dan diketahui oleh pihak lain. Contoh item-item yang dipergunakan
dalam pertanyaan dapat dilihat pada tabel berikut.
Perhatian Struktur Pembuatan Inisiatif
Pemimpin mempunyai aktu Pemimpin menugaskan anggota
untuk mendengarkan anggota kelompok untuk melaksanakan
kelompok. tugas-tugas tertentu.
Pemimpin berkemauan untuk Pemimpin meminta anggota
melakukan perubahan- kelompok untuk mematuhi
perubahan. aturan-aturan yang sudah
ditetapkan
Pemimpin adalah bersahaabat
dan mudah didekati. Pemimpin membiarkan anggota
kelompok mengetahui apa yang
diharapkan darinya.
Page | 12
13. Walaupun penekan utama dalam studi kepemimpinan dari
Universitas Ohio ini menemukan bahwa kedua perilaku struktur
insiatif dan perhatian tersebut sangat berbeda dan terpisah satu sama
lain. Nilai yang tinggi pada suatu dimensi tidaklah mesti diikuti
rendahnya nilai dari dimensi yang lain. Perilaku pemimpin dapat
pula merupakan kombinasi dari dua dimensi tersebut. Oleh karena
itulah selama penelitian kedua dimensi perilaku tersebut dirancang
pada sumbu yang terpisah. Empat segi empat itu dikembangkan
untuk menunjukkan bermacam-macam kombinasi dari struktur
inisiatif (perilaku tegas) dengan perhatian (perilaku hubungan,
sebagai yang tergambar dibawah ini).
Segi Empat Kepemimpinan dari
Universitas Ohio
Tinggi
Tinggi Perhatian Tinggi Struktur
dan Rendah dan Tinggi
Struktur Perhatian
Perhatian
Rendah Struktur Tinggi struktur
dan Rendah dan Rendah
Perhatian perhatian
Rendah
Rendah Struktur Tinggi
Inisiatif
II.5 Jaringan Manajerial (MG)
Jaringan Manager adalah model yang diterima luas untuk
menggambarkan gaya kepemimpinan pemimpin, dan efeknya pada
pengikutnya. Blake dan Mouton menciptakan grid manajerial. Grid
Page | 13
14. manajerial terdiri dari dua dimensi: perhatian tentang bisnis dan
kepedulian tentang orang-orang. Skala pada manajer jaringan adalah
pasar dari 1 sampai 9 untuk kedua dimensi. Manajer dapat dijelaskan
oleh kombinasi dari dua dimensi. Hal ini diyakini bahwa (9,9) manajer
adalah yang paling efektif. The 9,9) manajer (menunjukkan tingkat
kepedulian yang tinggi terhadap bisnis dan tingkat tinggi kepedulian
terhadap orang.kombinasi lainnya dari skala memberikan aksen yang
lebih pada bisnis atau orang.
Hal ini diyakini bahwa orang lebih bersemangat untuk bekerja
dengan para pemimpin yang memiliki sikap yang tinggi terhadap bisnis
dan sikap tinggi terhadap orang pada saat yang sama. Mereka manajer
(9,9) pada Blake dan Mouton Managerial Grid. Jadi pengertian Blake
Mouton itu cukup bagus karena pemimpin memang seharusnya seperti
itu.
II.6 Kepemimpinan Tiga Dimensi (Teori 3-D)
Reddin (1967) membuat teori berdasarkan pada kisi tugas
manusia yang dikemukakan Blake dan Mounton dengan menambahkan
imensi ketiga, yaitu efektivitas. Ketiga dimensi itu didefinisikan sebagai
berikut.
Orientasi-kerja. Tingkat pengarahan manajer atas usaha bawahan
untuk mencapai tujuan.
Orientasi-hubungan. Tingkat hubungan pribadi atara manajer
dengan bawahan, ditandai oleh adanya saling mempercayai,
menghormati gagasan dan memperhatikan perasaan bawahan.
Keefektifan. Tingkat persyaratan produksi yang dicapai manajer
yang telah ditetapkan.
Kisi 3-D menghasilkan delapan gaya manajer atau
kepemimpinan. Gambar berikut menunjukkan tiga aspek dari model
tersebut dan gaya-gaya yang dihasilkannya.
Page | 14
15. Empat gaya termasuk kurang efektif dan empat gaya lainnya
dinilai lebih efektif. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi-hubungan
yang rendah dan orientasi-tugas yang rendah, seperti dikemukakan Blake
dan Mounton (kisi1,1) umumnya tidak diinginkan; bias saja gaya ini
efektif bila manusia dianggap amat berhati-hati dan bersungguh-sungguh
mengikuti peraturan dan prosedur agar dapat menyelesaikan tugas
dengan baik. Berikut ini akan disajikan penjelasan singkat mengenai
setiap gaya tersebut.
Reddin (1967) menerangkan bahwa keempat gaya yang lebih
efektif tersebut kurang lebih sama efektifnya, bergantung pada situasi
yang dihadapi. Disamping itu, ada saatnya beberapa tugas manajer
memerlukan keempat gaya tersebut sekaligus, sedangkan tugas lainnya
cenderung hanya memerlukan satu atau dua gaya saja secara konsisten.
Page | 15
16. II.7 Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan Situasional adalah kepemimpinan yang didasarkan
atas hubungan saling mempengaruhi antara;
1. Tingkat bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin (prilaku
tugas)
2. Tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin
(prilaku hubungan)
3. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan
tugas, fungsi atau tujuan tertentu (kematangan bawahan).
Untuk lebih mengerti secara mendalam tentang Kepemimpinan
Situasional, perlu bagi kita mempertemukan antara Gaya
Page | 16
17. Kepemimpinan dengan Kematangan Pengikut karena pada saat kita
berusaha mempengaruhi orang lain, tugas kita adalah:
1. Mendiagnosa tingkat kesiapan bawahan dalam tugas-tugas tertentu.
2. Menunjukkan gaya kepemimpinan yang tepat untuk situasi tersebut.
Terdapat 4 gaya kepemimpinan, yaitu:
1. Memberitahukan, Menunjukkan, Memimpin, Menetapkan
(TELLING-DIRECTING)
2. Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk (SELLING-
COACHING)
3. Mengikutsertakan, memberi semangat, kerja sama
(PARTICIPATING-SUPPORTING)
4. Mendelegasikan, Pengamatan, Mengawasi, Penyelesaian
Menurut Hersey, Blanchard dan Natemeyer ada hubungan yang
jelas antara level kematangan orang-orang dan atau kelompok dengan
jenis sumber kuasa yang memiliki kemungkinan paling tinggi untuk
menimbulkan kepatuhan pada orang-orang tersebut. Kepemimpinan
situational memAndang kematangan sebagai kemampuan dan kemauan
orang-orang atau kelompok untuk memikul tanggungjawab
mengarahkan perilaku mereka sendiri dalam situasi tertentu. Maka,
perlu ditekankan kembali bahwa kematangan merupakan konsep yang
berkaitan dengan tugas tertentu dan bergantung pada hal-hal yang ingin
dicapai pemimpin.
Menurut Paul Hersey dan Ken. Blanchard, seorang pemimpin
harus memahami kematangan bawahannya sehingga dia akan tidak
salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya
kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin
bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (G1), yaitu dengan
memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik.
2. Tingkat kematangan M2 (tidak mampu tetapi mau), untuk
menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah
Page | 17
18. Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan Menjual, Menjelaskan,
Memperjelas, Membujuk.
3. Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka
gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya
Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri kesempatan
untuk mengambil keputusan.
4. Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya
kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas
dan wewenang dengan menerapkan system control yang baik.
Bagaimana cara kita memimpin haruslah dipengaruhi oleh
kematangan orang yang kita pimpin supaya tenaga kepemimpinan kita
efektif dan juga pencapaian hasil optimal.
Tidak banyak orang yang lahir sebagai pemimpin. Pemimpin
lebih banyak ada dan handal karena dilatihkan. Artinya untuk menjadi
pemimpin yang baik haruslah mengalami trial and error dalam
menerapkan gaya kepemimpinan.
Pemimpin tidak akan pernah ada tanpa bawahan dan bawahan
juga tidak akan ada tanpa pemimpin. Kedua komponen dalam
organisasi ini merupakan sinergi dalam perusahaan dalam rangka
mencapai tujuan. Paul Hersey dan Ken Blanchard telah mencoba
melepar idenya tentang kepemimpinan situasional yang sangat praktis
untuk diterapkan oleh pemimpin apa saja. Tentu masih banyak teori
kepemimpinan lain yang baik untuk dipelajari. Dari Hersey dan
Blanchard, orang tahu kalau untuk menjadi pemimpin tidaklah cukup
hanya pintar dari segi kognitif saja tetapi lebih dari itu juga harus
matang secara emosional. Pemimpin harus mengetahui atau mengenal
bawahan, entah itu kematangan kecakapannya ataupun
kemauan/kesediaannya.
Dengan mengenal type bawahan (kematangan dan kesediaan)
maka seorang pemimpin akan dapat memakai gaya kepemimpinan yang
sesuai. Sayangnya jaman sekarang banyak pemimpin yang suka main
Page | 18
19. kuasa saja tanpa mempedulikan bawahan. Kalaupun mempedulikan
bawahan itupun karena ada motif tertentu seperti Nepotisme.
III. PENUTUP
Mengingat peran dan tugas kita di Bumi sebagai manusia ialah
menjadi pemimpin, maka sudah seharusnya kita memahami dan
menjalankan tugas dan peranan tersebut dengan baik. Setidaknya mulai
dari lingkup yang terkecil, yaitu diri kita sendiri, selanjutnya ialah
lingkungan sekitar kita.
Berbagai informasi mengenai kepemimpinan telah kita bahas
bersama pada penjelasan-penjelasan sebelumnya. Ada baiknya, sebagai
pemimpin, kita juga mengasah kemampuan diri untuk menjadi pemimpin
yang ideal, yang tentunya dapat menjalankan tugas dengan baik dan tegas,
namun dicintai semua anggota.
Ada banyak jenis dan gaya kepemimpinan yang telah berhasil
diklasifikasikan oleh para ahli. Semuanya baik, terserah kita mau
memberlakukan yang mana. Pemilihan jenis dan gaya kepemimpinan
cenderung disesuaikan dengan karakter masing-masing individu. Hal itu
guna optimalisasi dan efektivitas kepemimpinan yang akan dijalankan.
Page | 19
20. Referensi
Al-Qur’an.
Anonymous. “Kepemimpinan”. (Online). (http://blog.binadarma.ac.id/dedi1968/wp-
content/uploads/2012/09/kepemimpinan.pdf) Diakses tanggal 22 Oktober
2012.
Anonymous. “Teori Penunjang”. Universitas Kristen Petra. (Online).
(http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=6&submit.x=20&submit.y=20&q
ual=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fhotl%2F2011%2
Fjiunkpe-ns-s1-2011-33404143-21225-marriot-chapter2.pdf) Diakses tanggal
23 Oktober 2012.
Nurjanah. 2008. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap
Komitmen Organisasi dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan (Studi pada
Biro Lingkup Departemen Pertanian)”. (Tesis). Program Studi Magister
Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
(Online). (http://eprints.undip.ac.id/18483/1/Nurjanah2.pdf). Diakses tanggal
23 Oktober 2012.
Ramadhany ,Fadlun . 2012. “Terbentuknya Proses Kepemimpinan”. (Online).
(http://hkti.org/2012/07/01/terbentuknya-proses-kepemimpinan.html) Diakses
tanggal 22 Oktober 2012.
Pace, R. Wayne. 2006. Komunikasi Organisasi : Strategi meningkatkan Kinerja
Perusahaan. Bandung. PT. Remaja ROSDAKARYA.
Thoha, Miftah. 2007. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta.
PT. Raja GrafindoPersada.
http://arrosyadfikri.blogspot.com/2010/12/analisis-pernyataan-penyelia-dalam-3.html,
diakses pada tanggal 22 Oktober 2012.
http://edymartin.wordpress.com/2007/10/19/gaya-kepemimpinan-situasional/,
diakses tanggal 23 Oktober 2012.
Page | 20