1. Dokumen tersebut membahas tentang bukti peninggalan Kerajaan di Muna, termasuk pembangunan istana kerajaan, benteng pertahanan, dan masjid besar di Kota Muna pada abad ke-14.
2. Disebutkan juga beberapa istana kerajaan yang dibangun di berbagai wilayah Muna seperti di Kota Raha dan Wamelai atas persetujuan Syarah Muna.
3. Juga disebutkan silsilah dinasti Keraja
PENGAMBILAN SAMPEL DARAH ARTERI DAN ANALISA GAS DARAH.pptx
SEJARAH KERAJAAN MUNA
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri kurang lebih 17.000
pulau yang tersebar dari Sabang-Meraoke baik Pulau besar maupun pulou kecil
dari ribuan pulau tersebut memiliki latar belakang sejarah yang berbeda-beda
khususnya mengenai kondisi kehidupan manusia yang menghuninya sebab ada
pulau yang memulai kehidupan dari zaman pra sejarah, hindu dan islam bahkan di
zaman orde baru. Sebagaimana halnya daerah lain daerah muna yaitu sebuah
pulau yang berada di jazirah Sulawesi tenggara merupakan satu-satunya daerah
Sulawesi yang memulai kehidupannya sejak di zaman pra sejarah dan memiliki
pengaruh besar terhadap perkembangan agama islam.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah bukti peninggalan Kerajaan di Muna ?
1.3 TUJUAN
Tujuan Penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada
pembaca mengenai bukti-bukti peninggalan Kerajaan di Muna.
1
2. 2
BAB II
PEMBAHASAN
BUKTI PENINGGALAN KERAJAAN DI MUNA
Persyaratan tersebut di atas jika dikaitkan dengan eksistensi rakyat Muna, menurut J.
Couvreur dalam bukunya tentang Etnografisch Overzicht van Moena terjemahan
Rene van den Berg dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Kerajaan Muna, bahwa
asal usul rakyat pulau Muna disuguhkan dua cerita yaitu cerita pertama : Dikisahkan
bahwa Nabi Muhammad yang pertama kali menemukan pulau Buton dan pulau
Muna. Kedua pulau tersebut baru saja muncul dari permukaan laut serta masih
merupakan rawa-rawa berlumpur yang belum dapat ditumbuhi atau dihuni oleh
apapun juga. Setelah menemukan pulau ini, Nabi Muhammad kembali kepada Allah
memberitahukan apa yang telah dilihatnya, kemudian Nabimenambahkan bilamana
allah menghendaki tanah-tanah tersebut dikeringkan kira-kira akan terdapat daratan
yang akan sama dengan Tanah Rum (Turki atau Eropa). Allah lalu bertanya kepada
Nabi Muhammad, dimana Nabi Muhammad melihat daratan tersebut? Jawaban Nabi
Muhammad, “Di bawah daratan Turki (atau Eropa)” (dalam bahasa Muna we
ghowano witeno Rumu). Allah kemudian bertanya kepada Nabi Muhammad, “Nama
apa yang harus diberikan kepada tanah itu?” Nabi Muhammad menjawab, “ Butuuni “
(arti nama itu tidak diketahui). Allah lalu membuat daratan tersebut. Menurut tradisi
ini orang pertama yang menetap disini adalah keturunan roh-roh.
Cerita yang ke dua, dikisahkan bahwa dahulu kala ditempat ini semuanya digenangi
air. Pada suatu hari berlayarlah di laut ini sebuah perahu, di dalamnya berada seorang
lelaki yang bernama “Sawirigadi” (Sawerigading). Perahu tersebut terbentur pada
batu karang di bawah permukaan air lalu terdampar. Sawerigading adalah putra Raja
Luwu, dan dia dilahirkan ibunya bersama dengan seekor ayam kuning sehingga
dianggap sebagai orang mulia. Karena terbenturnya perahu tersebut pada ujung batu
karang di bawah permukaan air itu, maka dengan tiba-tiba muncullah daratan besar
dari permukaan laut, yaitu pulau Muna sekarang ini. (Perlu dicatat bahwa gunung
tempat terdamparnya perahu Sawerigading itu masih dapat ditunjukkan. Nama
gunung itu sampai sekarang terdapat sebuah batu besar yang menyerupai
perahu)Setelah terdampar perahunya, berjalanlah Sawerigading di atas daratan yang
baru muncul itu sampai pada Wisenokontu artinya didepan batu (disekitar kampung
Tanjung Batu sekarang). Setelah itu Raja luwu mengutus beberapa orang untuk pergi
mencari perahu Sawerigading dan sebagian dari orang-orang ini konon menetap
3. 3
disini dan merupakan penghuni pertama pulau Muna dan kemudian mereka
mendirikan suatu koloni yang mereka namakan Wamelai. ( Arti nama ini tidak lagi
deketahui), namun sampai sekarang nama ini menjadi kampung Wamelai dan hingga
sekarang masih ada di Muna, akan tetapi kini merupakan bagian dari kampung
Tongkuno. Mata pencaharian mereka berburu dan sebagian kecil bertani.
Setelah beberapa lama mereka menetap disini, maka sebagian dari orang yang terdiri
atas laki-laki itu kembali ke tempat asal mereka untuk mengambil istri-istri dan anak-
anak mereka yang tertinggal di sana untuk dibawah ke Muna dan sekembalinya
mereka, maka atas musyawarah bersama lalu ditunjuklah seorang kepala yang diberi
gelar “mino Wamelai”. (Orang Wamelai)
Demikian juga dikatakan oleh Oppenheim Lauterpacht, bahwa yang dimaksud
dengan rakyat adalah kumpulan manusia dari kedua jenis kelamin yang hidup
bersama merupakan suatu masyarakat, meskipun mereka ini mungkin berasal dari
keturunan yang berlainan, menganut kepercayaan yang berlainan atau memiliki
warna kulit yang berlainan dan jika hal ini dikaitkan dengan peristiwa asal usul
mulanya penduduk Muna sebagaimana dijelaskan oleh J.Couvreur di atas, maka jelas
rakyat Muna pertama yang mendiami Pulau Muna adalah orang WamelaiKedua,
keharusan ada daerah. Faktor ini terkait dengan faktor identitas suatu suku bangsa
yaitu mengenai faktor geografis-ekologis dan demografis,biasanya disebut Faktor
Obyektif. Untuk menentukan terbentuknya suatu negara terdapat beberapa teori
tentang negara, antara lain seorang iIlmuwan terkenal Plato mengatakan bahwa luas
negara itu harus diukur atau disesuaikan dengan dapat atau tidaknya, mampu atau
tidaknya negara memelihara kesatuan di dalam negara itu, oleh karena negara itu
sebetulnya pada hakekatnya merupakan suatu keluarga yang besar. Oleh sebab itu
negara tidak boleh mempunyai luas daerah yang tidak tertentu.
Faktor Subyektif mengenai persyaratan tersebut, yaitu faktor historis, politik, sosial,
budaya dan bahasa, jika dikaitkan dengan wilayah Penduduk Muna ditinjau dari segi
bahasa yang digunakan, maka daerah Muna cukup luas meliputi sebagian besar
wilayah Penduduk Buton, hal ini dapat dibuktikan dari bahasa daerah yang digunakan
masyarakat wilayah Muna juga digunakan oleh sebagian besar masyarakat Buton
namun dialeknya yang berbeda, sehingga sebagian besar masyarakat Buton
sebenarnya masuk Suku Muna karena bahasa asli Buton hanya digunakan oleh
masyarakat yang berdiam disekitar kota Bau-bau dan wilayah Keraton dan selebihnya
mengunakan bahasa Muna.
4. 4
Awal pembentukan wilayah didasarkan kesepakatan antara dua negara atau lebih, dan
bahasa merupakan salah satu unsur terbentuknya bangsa, maka antara Muna dan
Buton telah bersepakat menentukan batas-batas wilayah, yaitu wilayah Pulau Muna
bagian Utara dan Pulau Buton bagian Utara merupakan Daerah Muna, sedangkan
bagian Selatan Pulau Muna merupakan wilayah Buton.
Ketiga, keharusan ada Pemerintahan yang berdaulat. Jika hal ini dikaitkan dengan
eksistensi kerajaan Muna, maka penunjukan Ibu Kota Kerajaan Muna di Kota Muna
pada Tahun 1321, Pembangunan Benteng Pertahanan, Pembangunan Istana Kerajaan
atau Kamali, Pembangunan Rumah para pejabat Kerajaan dan Pembangunan Mesjid
Besar di Kota Muna atas persetujuan Syarah Muna, menunjukkan bahwa aktivitas
pemerintahan kerajaan Muna terpusat di Kota Muna, letaknya sekitar 23 Kilometer
dari Kota Raha sekarang. Dan menurut J.Couvreur benteng dikota Muna dibangun
oleh roh-roh halus, dan terbuat dari tembok batu setinggi empat meter, dengan
ketebalan tiga meter dan panjang keseluruhan tembok sekitar 8.073 meter.
Namun setelah Raja Muna Laode Ahmad Makutubu Istana Kerajaan Muna atau
Kamali dibangun di Kota Raha yaitu di Tula atas persetujuan Syarat Muna dan
disebut Kamali Panda. Dan Raja Muna Laode Fiu M.Shalihi membangun Kamali di
Loghiadan yang sekarang ke dua kamali ini dikelola oleh Laode Shalihi mantan
Kepala Distrik Katobu, anak dari Raja Muna Laode Fiu. M.Shalihi. Selain kedua
Kamali tersebut di atas, Raja Muna Laode Fiu membangun Kamali di Masalili.
Pada Tahun 1928 Raja Muna Laode Rere membangun Istana atau KamaliWamelai,
letaknya sekarang iniberdiri bangunan gedung pertemuan Wamelai atau persisnya di
depan kantor Camat Katobu bagian atas. Bangunan Kamali ini dibangun oleh ahli
pertukangan dari Buton dengan tiang bangunan (katubo) sebanyak 99 katubo, ruang
pertemuan, ruang istrahat Raja, ruang keluarga. Bersamaan pembangunan Kamali
Wamelai selesai, Raja Muna Laode Rere diberhentikan oleh Pemerintah Penjajahan
Belanda. Selanjutnya Raja Muna Laode Rere tidak berniat lagi untuk menempati
Kamali tersebut karena Kamali adalah milik Syarah Muna, meskipun Syarah Muna
ketika itu menyarankan kepada Laode Rere agar Kamali yang dibangun tersebut tetap
ditinggali, namun Raja Muna Laode Rere tidak bersedia.
Padahal saat itu Laode Rere tidak mempunyai rumah dan terpaksa Laode Rere
membongkar Kamali yang pernah ditempati Saudara sepupunya yaitu Raja Muna
Ahmad Makutubu dan memindahkan ke tanah yang dibeli dari La Kalende letaknya
di depan penjara atau sekarang didepan rumah jabatan Rumah Tahanan (Rutan) Raha,
yaitu di jalan Basuki Rahmat No.16.Syarah Muna mendengar bahwa Kamali Tula
5. 5
dibongkar dan dipindahkan kedepan Penjara, segera menemui Laode Rere dan
meminta agar rumah yang sedang dibangundi depan Penjara atau sekarang di depan
Rutan Raha juga dijadikan Kamali. Istana atau kamali bukan asal bangunan akan
tetapi rumah raja yang dibangun atas persetujuan Syarat Muna atau dalam bahasa
Muna Dofongkorae Syarah, dan jumlah Kamali yang dibangun atas persetujuan
Syarah ada tiga buah yaitu di Kota Muna, di Kota Raha ada dua yaitu Kamali Panda
dan Kamali Wamelai.
Rumah Raja Muna Laode Rere didepan Rutan sekarang masih berdiri, jika dilihat dari
sejarahnya merupakan Kamali karena Dofongkorae Syarah Muna, namun sudah
hampir roboh. Padahal panjang rumah tersebut awalnya lebih kurang seratus meter
kebelakang dengan bentuk sama dengan Kamali Panda La Ende, namun Kamali ini
dibongkar untuk perubahan bentuk oleh keponakannya yaitu almarhum Laode
Walanda, namun tidak selesai dan sekarang tinggal sisa sebagaimana dapat dilihat
persis berhadapan dengan rumah jabatan Rutan Raha.
Demikian pula Kamali Wamelai yang dibangun oleh Raja Muna Laode Rere
dibongkar oleh cucunya, yaitu Laode Kaimuddin Bupati Muna saat itu dan merubah
dengan mengganti gedung yang digunakan untuk pertemuan sekarang dengan tetap
menggunakan nama Wamelai. Padahal Istana Raja Muna tersebut sebelum
dirobohkan sekitar Tahun 1980 an pernah ditempati kantor Polres Muna dan masih
terlihat bentuk bangunan dengan 99 tiang atau 99 katubo yang menggambarkan 99
sifat-sifat Allah SWT yang terdapat dalam kitab suci Al – Qur ’an.
Silsilah Dinasti Kerajaan Muna, yaitu dimulai dari Raja Muna pertama sampai Raja
Muna terakhir adalah sebagai berikut: pertama La Eli atau Baidulzaman gelar
Betheno Ne Tombula, memerintah Tahun 1321-1350, kedua La Aka atau
Sugimpatola gelar Kagua Bangkano Fotu, memerintah Tahun 1350-1365, ketiga
Sugimpatani, memerintah Tahun 1365-1415, keempat Lambona (Sugiambona)
memerintah Tahun 1415-1444, kelima Sugi La Ende memerintah Tahun 1444-1479,
keenam Sugimanuru memerintah Tahun 1479-1527, ketujuh Lakilapontoh
memerintah Tahun 1527-1530 juga merangkap Raja Wolio ke-6/Sultan Buton I,
kedelapan Raja Laposaso memerintah Tahun 1532-1555, kesembilan Rampai Somba
memerintah Tahun 1555-1600, kesepuluh Titakono memerintah Tahun 1600-1625,
kesebelas Laode Saaludin memerintah Tahun 1625-1626, keduabelas Laode Ngkadiri
gelar Sangia Kaindea memerintah Tahun 1926-1667, ketigabelas Laode
Abdurachman gelar Sangia La Tugho memerintah Tahun 1671-1716, keempatbelas
Laode Husain gelar Omputo Sangia memerintah Tahun 1716-1767, kelimabelas
6. 6
Laode Kentu Koda gelar Omputo Kantolalo Kamukula, keenambelas Laode Umara,
ketujuhbelas Laode Harisi gelar Omputo Negege, kedelapanbelas Laode Mursali
gelar Sangia Gola, kesembilanbelas Laode Sumaili gelar Omputo Nesombo,
keduapuluh Laode Saete memerintah tahun 1816-1830, keduapuluh satu Laode
BulaEng gelar Sangia Laghada memerintah Tahun 1830-1861, keduapuluh dua Laode
Ahmad Makutubu gelar Milano Tekaleleha Tula memerintah Tahun 1907-1914,
keduapuluh tiga Laode Fiu M.Saiful Anami memerintah Tahun 1919-1922 dan
terakhir adalah Raja Muna keduapuluh empat Laode Rere gelar Arowuna memerintah
Tahun 1925-1928.
Pada Tahun 1767 sampai 1800 di Pemerintahan Kerajaan Muna terdapat
pengangkatan Raja berasal dari luar Dinasti Kerajaan Muna, dan Raja Muna
dimaksud dengan sebutan Raja Pengganti atau Pelaksana Tugas Raja dan di Kerajaan
Muna di sebut Solewata Raja karena mereka tidak diangkat oleh Syarah Muna, akan
tetapi langsung ditunjuk oleh Belanda dan bekerja sama dengan Sultan Buton, antara
lain yaitu pertama Laode Tumawo, jabatan Kapitalao Lakologou di Buton, kedua
Laode Ngkumabusi, putra kino Lolibu di Buton, ketiga Laode Malei, putra pejabat
tinggi di Buton, keempat Laode Sa Aduddin, Kelima Waode Wakelu.
Pengangkatan Raja Muna tanpa persetujuan Syarah Muna tentu mendapat penolakan
dari Rakyat Muna, namun karena intervensi dari Belanda maka Syarah Muna tidak
berdaya dan karena dianggap Syarah Muna sebagai penghalang pengangkatan Raja
Muna oleh Belanda, akhirnya pada Tahun 1910 Belanda membubarkan Syarah Muna.
Meskipun Syarah Muna telah dibubarkan Belanda, namun secara devakto tetap
berfungsi sebagai Lembaga Adat Muna dan sebagai bukti sejarah yaitu pengangkatan
Laode Dika sebagai Lakina Muna oleh Pemerintahan Belanda,namun oleh Syarah
Muna tetap mengangkat Laode Dika sebagai Raja Muna.
Menurut Sejarah Muna Laode Dika merupakan Raja Muna terakhir yang diangkat
oleh Syarah Muna. Konsekwensi logis bila pengangkatan Raja Muna tanpa
persetujuan Syarah Muna, maka segala akibat dari keputusannya tidak akan berlaku
bagi masyarakat Munaatau ditolak rakyat Muna.
7. 7
BENTENG TIWORO SALAH SATU PENIGGALAN RAJA MUNA
Batu-batu kecil dan besar tersusun rapi, berdiri kokoh di pusat Kota Kecamatan
Tiworo Kepulauan. Tingginya bervariasi antara tiga sampai empat meter
mengelilingi kawasan seluas kurang lebih dua hektar. Lokasi tersebut menjadi pusat
pemerintahan kerajaan Tiworo. Hingga kini lokasi benteng Tiworopun masih
disakralkan, meski bentuk aslinya telah mengalami perubahan. Ditengah-tengahnya
berdiri masjid bernama Sangia Barakati. Para calon kepala daerah yang bertarung di
Pilkada Muna lalu datang mencari restu di benteng tersebut.
Begitu halnya Pj Bupati Muna Barat, LM Rajiun Tumada, saat pertamakali memasuki
wilayah Muna Barat pasca dilantik, langsung diarak ke benteng tersebut untuk
menggelar upacara ritual adat. Saat hari-hari besar umat Islam seperti Idul Fitri,
Benteng Tiworo juga menjadi lokasi salat. Seluruh masyarakat Tiworo Raya dari
berbagai penjuru melakukan salat di dalam benteng tersebut. “Benteng yang ada saat
ini sudah direnovasi. Dulu batu-batunya berukuran besar, masih ada bentuk aslinya
yang berada di sisi timur benteng tersebut. Batu-batu kecil yang tersusun saat ini
merupakan proyek rehabilitasi pemerintah,” kata Abdul Kadir, tokoh masyarakat
Tiworo Kepulauan.
8. 8
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Selain sebagai instrumen pertahanan, Benteng Tiworo, memiliki fungsi
sebagai kawasan tempat tinggal para bangsawan. “Para raja dan bangsawan dulu
tinggal di dalam benteng,” sambung Abdul Kadir. Namun saat Camat Tiworo
Kepulauan (dulu Kambara) dijabat Hamid Lakoso, diperintahkan agar warga
keturunan kerajaan yang berdiam di kawasan itu, dikeluarkan.
Alasannya kala itu, warga yang berdomisili dalam benteng adalah simbol
feodalisme. Raja terakhir yang tinggal dalam benteng tersebut adalah La Ode Pelo.
Bentuk bangunan masjidnya yang ada dalam benteng pun bukan peninggalan
kerajaan. Sebab bangunan lama yang terbuat dari papan telah dibongkar dan kini
dibangun dengan konstruksi beton.
3.2 SARAN
Sebagia seorang masyarakat muna sudah sepantasnya kita mengetahui sejarah dan
Peninggalan raja Muna seperti salah satunya Benteng Tiworo yang merupakan bukti
peninggalan Raja di Muna serta kita tidak boleh melupakan sejarah daerah sendiri.