SlideShare a Scribd company logo
1 of 45
Instructor:
M. Mujiya Ulkhaq
Department of Industrial Engineering
Aljabar Linear
Linear Algebra
Determinants and Eigenvalues
• Introduction to determinants;
• Determinants and row reduction;
• Further properties of the determinant;
• Eigenvalues and diagonalization.
3-2
Determinan suatu matriks A berukuran 1 × 1, A = [a11] adalah |A| = a11 atau satu-
satunya entri yang dimiliki. Contoh: determinan matriks A = [4] adalah |A| = 4.
Determinan matriks A berukuran 2 × 2, A = adalah |A| = a11a22 – a12a21.
Determinan matriks A berukuran 3 × 3, A = adalah:
|A| = a11a22a33 + a12a23a31 + a13a21a32 – a13a22a31 – a11a23a32 – a12a21a33.
Untuk “mempermudah” digunakan metode basketweaving
untuk mencari determinan matriks 3 × 3 sebagai berikut:
† Determinan suatu matriks ditulis dengan memberikan garis vertikal yang mengapit matriks tersebut,
misalnya determina matriks A ditulis sebagai |A|.
‡ Meskipun tanda determinan “terkesan” seperti tanda mutlak (absolut), namun determinan dapat bernilai negatif. 3-3






2221
1211
aa
aa










333231
232221
131211
aaa
aaa
aaa
Contoh 3.1
Cari determinan dari matriks A berikut ini: !
|A| = a11a22a33 + a12a23a31 + a13a21a32 – a13a22a31 – a11a23a32 – a12a21a33.
= (4)(5)(–2) + (–2)(0)(6) + (3)(–1)(–1) – (3)(5)(6) – (4)(0)(–1) – (–2)(–1)(–2)
= –123
Atau dengan menggunakan metode basketweaving:
|A| = (4)(5)(–2) + (–2)(0)(6) + (3)(–1)(–1) – (3)(5)(6) – (4)(0)(–1) – (–2)(–1)(–2)
= –123
3-4













216
051
324
3-5
Teorema 3.1
1) Apabila x = [x1, x2]T dan y = [y1, y2]T adalah dua vektor tak sejajar dalam R2 yang
mempunyai titik awal sama, maka luas area dari jajar genjang yang terbentuk
antara keduanya adalah nilai absolut dari determinan:
2) Apabila x = [x1, x2, x3]T, y = [y1, y2, y3]T, dan z = [z1, z2, z3]T adalah tiga vektor tak
sejajar dalam R3 yang mempunyai titik awal sama, maka volume dari paralel-
epipedum yang terbentuk dari ketiganya adalah nilai absolut dari determinan:
21
21
yy
xx
321
321
321
zzz
yyy
xxx
Contoh 3.2
Cari volume paralelepipedum yang terbentuk dari tiga vektor berikut: x = [–2, 1, 3]T,
y = [3, 0, –2]T, dan z = [–1, 3, 7]T.
Volume paralelepipedum adalah nilai absolut dari determinan ketiga vektor tersebut:
V =
= |0 + 2 + 27 – 0 – 12 – 21| = |–4| = 4
3-6Gambar 3.1. Jajar genjang yang terbentuk dari vektor x dan y Gambar 3.2. Paralelepipedum yang terbentuk dari vektor x, y, dan z
                       731322103333121702
731
203
312




3-7
Definisi Minor
Apabila A adalah matriks berukuran n × n dengan n ≥ 2, submatriks
(i, j) dari matriks A (dilambangkan dengan Aij) adalah matriks
berukuran (n–1) × (n–1) yang didapat dari menghapus baris ke-i dan
kolom ke-j dari matriks A; maka minor (i, j) (dilambangkan dengan
|Aij|) adalah determinan dari submatriks Aij.
Definisi Kofaktor
Apabila A adalah matriks berukuran n × n dengan n ≥ 2, maka kofakor
(i, j) dari matriks A (dilambangkan dengan Aij) adalah (–1)i+j dikali
minor (i, j), atau: Aij = (–1)i+j |Aij|.
Contoh 3.3
Cari semua minor dan kofaktor dari matriks A = .
Total terdapat n2 minor untuk matriks berukuran n × n.
; A11 = (–1)1+1(3) = 3 ; A32 = (–1)3+2(–15) = 15
; A21 = (–1)2+1(–5) = 5 ; A13 = (–1)1+3(–8) = –8
; A31 = (–1)3+1(2) = 2 ; A23 = (–1)2+3(–31) = 31
; A12 = (–1)1+2(6) = –6 ; A33 = (–1)3+3(20) = 20
; A22 = (–1)2+2(28) = 28
3-8













672
340
125
3
67
34
A11 



5
67
12
A21 



2
34
12
A31 



6
62
30
A12 


28
62
15
A22 
15
30
15
A32 


8
72
40
A13 


31
72
25
A23 



20
40
25
A33 


Untuk n > 1, determinan didefinisikan sebagai jumlah dari perkalian antara entri
yang terdapat pada baris terakhir matriks A (ani) dengan kofaktor yang bersesuaian
(Ani). Proses semacam ini disebut sebagai cofactor expansion (atau Laplace
expansion) pada baris terakhir suatu matriks.
Proses ini adalah rekursif karena kita dapat menemukan determinan suatu matriks
asalkan kita tahu determinan dari submatriks (yang berukuran lebih kecil).
3-9
Definisi
Apabila A adalah matriks berukuran n × n; maka determinan matriks A
atau yang dilambangkan dengan |A| adalah:
Jika n = 1, maka |A| = a11
Jika n > 1, maka |A| = an1An1 + an2An2 + … + annAnn
Contoh 3.4
Cari determinan dari matriks A berikut ini: !
|A| = a41A41 + a42A42 + a43A43 + a44A44
= 5(–1)4+1|A41| + 0(–1)4+2|A42| + 2(–1)4+3|A43| + –1(–1)4+4|A44|
= –5 |A41| + 0 – 2 |A43| – 1 |A44|
= –5(72) – 2(–67) – 1(6) = –232
3-10















1205
6312
1314
5023
       72362115
31
02
16
11
52
13
13
50
11
631
131
502
A 332313
41 





 
       67302314
14
23
16
14
53
11
11
52
12
612
114
523
A 332313
43 





 
       615912
14
23
13
34
03
11
31
02
12
312
314
023
A 332313
44 

 
Contoh 3.5
Verifikasi Teorema 3.2 dengan mencari determinan dari matriks A berikut ini:
A = . Dengan Teorema 3.2: |A| = (4)(3)(–1)(7) = –84
Dengan pengertian determinan:
|A| = a41A41 + a42A42 + a43A43 + a44A44
= 0(–1)4+1|A41| + 0(–1)4+2|A42| +
0(–1)4+3|A43| + 7(–1)4+4|A44|
= 7(–12) = –84
3-11
Teorema 3.2
Apabila A adalah matriks segitiga atas berukuran n × n, maka |A| = a11a22…ann.













7000
5100
6930
1024
Sebagai kasus khusus dari Teorema 3.2, untuk n ≥ 1, maka |In| = 1.
    32
23
31
13
44 A10A10
100
930
024
A 



   12A11 33
33
 
Contoh: Matriks A = mempunyai determinan |A| = –1,
maka determinan matriks |–2A| adalah: (–2)3|A| = (–8)(–1) = 8.
3-12
Teorema 3.3
Apabila A adalah matriks berukuran n × n dengan determinan |A| dan c adalah skalar
(bilangan real), maka:
1) Jika R1 adalah operasi baris elementer c(i) → (i), maka |R1(A)| = c|A|;
2) Jika R2 adalah operasi baris elementer c(i) + (j) → (j), maka |R2(A)| = |A|;
3) Jika R3 adalah operasi baris elementer (i) ↔ (j), maka |R3(A)| = –|A|.
Corollary 3.4
Apabila A adalah matriks berukuran n × n dan c adalah skalar (bilangan real), maka:
|cA| = cn|A|.











1716
233
120
Contoh matriks A = mempunyai determinan |A| = 7.
R1 = diperoleh dari –3(3) → (3), maka |R1| = –3|A| = –21
R2 = diperoleh dari 2(1) + (3) → (3), maka |R2| = |A| = 7
R3 = diperoleh dari (1) ↔ (2), maka |R3| = –|A| = –7
3-13












012
134
125













036
134
125












012
125
134













2312
134
125
3-14
Contoh 3.6
Cari determinan matriks A = dengan operasi baris elementer!
R1: (1) ↔ (2) ; maka |R1| = –|A|
R2: 2(1) + (3) → (3) ; maka |R2| = |R1| = –|A|
R3: (–1/14)(2) → (2) ; maka |R3| = (–1/14) |R2| = (1/14) |A|
R4: (3) – 6(2) → (3) ; maka |R4| = |R3| = (1/14) |A|












602
231
8140












602
8140
231










1060
14810
231











1060
8140
231










74600
14810
231
Menurut Teorema 3.2, |R4| = (1)(1)(46/7) = 46/7.
Karena |R4| = (1/14) |A|, maka |A| = 14 |R4| = 92.
Cara lain untuk menghitung determinan suatu matriks |A| adalah dengan “membuat”
variabel P dengan nilai awal 1; kemudian meng-update nilainya setiap melakukan
operasi baris elementer untuk mendapatkan matriks segitiga atas.
Nilai |A| dapat dicari dengan: |A| = (1/P) |R|, di mana |R| adalah nilai determinan dari
matriks segitiga atas yang terbentuk.
Akan diperagakan metode tersebut dengan mengambil Contoh 3.6
Karena nilai |R| = 46/7, maka nilai |A| = (1/P) |R| = 14 (46/7) = 92.
3-15
Operasi Baris Elementer Efek Nilai P
(1) ↔ (2) Mengalikan P dengan –1 –P
2(1) + (3) → (3) Tidak ada perubahan –P
(–1/14)(2) → (2) Mengalikan P dengan (–1/14) (1/14) P
(3) – 6(2) → (3) Tidak ada perubahan (1/14) P
Apabila A adalah matriks berukuran n × n
3-16
Teorema 3.5
Suatu matriks A berukuran n × n adalah nonsingular jika dan hanya jika |A| ≠ 0.
Corollary 3.6
Apabila A adalah matriks berukuran n × n; maka rank(A) = n jika dan hanya jika |A| ≠ 0.
A adalah matriks singular A adalah matriks nonsingular
Rank(A) ≠ n Rank(A) = n
|A| = 0 |A| ≠ 0
A tidak row equivalent terhadap In A row equivalent terhadap In
AX = O mempunyai solusi nontrivial AX = O mempunyai solusi trivial
AX = B tidak mempunyai solusi unik
(solusi tak berhingga atau tidak ada solusi)
AX = B mempunyai solusi unik,
yaitu X = A–1B
Implikasi dari Teorema 3.7 adalah AB dikatakan singular jika dan hanya A atau B
adalah singular. Hal ini dikarenakan apabila |AB| = 0, maka: |A| = 0 atau |B| = 0.
Contoh: Matriks A = mempunyai determinan |A| = –17;
dan matriks B = mempunyai determinan |B| = 16; maka |AB| = –272.
3-17
Teorema 3.7
Jika A dan B adalah matriks berukuran n × n; maka |AB| = |A| |B|.
Corollary 3.8
Apabila A adalah matriks nonsingular, maka |A–1| = 1/|A|.












413
205
123













302
124
011
Contoh: Matriks A = mempunyai determinan |A| = –33; maka |AT| = –33.
Teorema 3.9 mempunyai implikasi bahwa untuk menghitung determinan matriks
segitiga bawah adalah sama dengan cara menghitung determinan untuk matriks
segitiga atas.
Contoh: A = ; maka AT = , sehingga |A| = |AT| = (1)(2)(–4) = –8.
3-18
Teorema 3.9
Jika A matriks berukuran n × n; maka |A| = |AT|.












211
302
141










 433
022
001










 400
320
321
Proses semacam ini disebut sebagai cofactor expansion (atau Laplace expansion)
pada baris ke-i (1) dan pada kolom ke-j (2) suatu matriks.
Contoh: Matriks A mempunyai 16 kofaktor sebagai berikut:
3-19
Teorema 3.10
Jika A matriks berukuran n × n dengan n ≥ 2; maka:
1) ai1Ai1 + ai2Ai2 + … + ainAin = |A|, untuk setiap i, 1 ≤ i ≤ n
2) a1jA1j + a2jA2j + … + anjAnj = |A|, untuk setiap j, 1 ≤ j ≤ n.















1106
5231
1322
2105
A
A11 = –12;
A21 = 9;
A31 = –6;
A41 = –3;
A12 = –74;
A22 = 42;
A32 = –46;
A42 = 40;
A13 = 50;
A23 = –51;
A33 = 34;
A43 = –19;
A14 = 22;
A24 = –3;
A34 = 2;
A44 = –17.
Dengan baris kedua: |A| = a21A21 + a22A22 + a23A23 + a24A44 = 2(9) + 2(42) + 3(–51) + 1(–3) = –54
Dengan kolom kedua: |A| = a12A12 + a22A22 + a32A32 + a42A42 = 0(–74) + 2(42) + 3(–46) + 0(40) = –54
Dengan kolom keempat: |A| = a14A14 + a24A24 + a34A34 + a44A44 = –2(22) + 1(–3) + 5(2) + 1(–17) = –54
Perhatikan bahwa entri (i, j) dari adjoint matriks A adalah Aji bukan Aij.
Maka, bentuk umum dari adjoint matriks A adalah:
A =
3-20
Definisi
Apabila A adalah matriks berukuran n × n dengan n ≥ 2; maka adjoint
dari matriks A atau yang dilambangkan dengan A adalah suatu
matriks di mana entri (i, j)-nya adalah (j, i) cofactor dari A.
A11
A21 … An1
A12
A22 … An2
⁞ ⁞ ⁞
A1n
A2n … Ann
Contoh: Adjoint dari Matriks A adalah:
A =















1106
5231
1322
2105
A
















172322
19345150
40464274
36912
Contoh: apabila matriks A= dan A = ; maka:
AA = = = (|A|) |In
AA = = = (|A|) |In
3-21
Teorema 3.11
Jika A adalah matriks berukuran n × n dengan matriks adjoint A; maka:
AA = AA = (|A|) In.














1106
5231
1322
2105
















172322
19345150
40464274
36912














1106
5231
1322
2105
















172322
19345150
40464274
36912
















54000
05400
00540
00054
















172322
19345150
40464274
36912














1106
5231
1322
2105
















54000
05400
00540
00054
Contoh 3.7
Cari invers dari matriks B = !
Matriks adjoint dari matriks B adalah B =
Karena matriks B merupakan matriks segitiga atas, maka |B| = (–2)(1)(4) = –8.
B–1 =
3-22
Corollary 3.12
Apabila A adalah matriks nonsingular berukuran n × n dengan matriks adjoint A, maka:
A–1 = (1/|A|) × A.









 
400
010
302












200
080
304









 
























4100
010
83021
200
080
304
8
1
3-23
Teorema 3.13
Apabila AB = X adalah sistem persamaan linear dengan n persamaan, n variabel,
dan |A| ≠ 0. Untuk 1 ≤ i ≤ n, Ai adalah matriks berukuran n × n yang didapatkan
dengan mengganti kolom ke-i matriks A dengan vektor B, maka solusi unik dari
sistem persamaan linear tersebut adalah:
A
A
;;
A
A
;
A
A 2
2
1
1
n
nxxx  
Perhatikan bahwa aturan Cramer tidak bisa digunakan untuk sistem persamaan
AB = X di mana determinan dari matriks koefisien |A| = 0.
Aturan Cramer sangat praktis digunakan untuk matriks koefisien berukuran 3 × 3
atau lebih kecil (mempunyai solusi unik) karena perhitungan determinan yang
terlibat bisa didapatkan dengan mudah.
Contoh 3.8
Selesaikan sistem persamaan linear berikut dengan menggunakan aturan Cramer!
A = dengan |A| = –2; B =
A1 = |A1| = 8; A2 = |A2| = –6; A3 = |A3| = 4.
3-24








153
4322
91035
321
321
321
xxx
xxx
xxx













513
322
1035












1
4
9













511
324
1039













513
342
1095












113
422
935
4
2
8
A
A1
1 

x 3
2
6
A
A2
2 


x 2
2
4
A
A3
3 

x
Contoh: Diberikan Matriks A = . λ = 2 merupakan eigenvalue dari A.
Hal ini dikarenakan terdapat vektor taknol yang dapat menyebabkan AX = 2X;
misalkan vektor X = [4, 3, 0]T; sehingga:
Vektor X disebut eigenvector dari eigenvalue λ = 2.
3-25
Definisi
Diberikan matriks A berukuran n × n. Suatu bilangan real λ disebut
eigenvalue dari A jika dan hanya jika terdapat terdapat n-vektor
taknol X (disebut eigenvector) sehingga menyebabkan AX = λX.
† Dalam beberapa textbooks, eigenvalues sering disebut characteristic values
dan eigenvectors disebut characteristic vectors.













1486
1266
1284


































0
3
4
2
0
3
4
1486
1266
1284
Eigenspace Eλ untuk eigenvalue λ dari matriks A terdiri dari semua eigenvector dari
A yang bersesuaian dengan λ bersama dengan vektor 0 (karena A0 = 0 = λ0).
Contoh: Vektor Y = [8, 6, 0]T merupakan eigenvector yang bersesuaian dengan
eigenvalue λ = 2 dari matriks A karena memenuhi AY = 2Y.
Terlihat pada contoh sebelumnya bahwa vektor X = [4, 3, 0]T juga merupakan
eigenvector yang bersesuaian dengan eigenvalue λ = 2 dari matriks A, sehingga X
dan Y berada di dalam E2 dari matriks A.
3-26
Definisi
Diberikan matriks A berukuran n × n dan λ adalah eigenvalue dari A;
maka himpunan Eλ = {X | AX = λX} disebut eigenspace dari λ.


































0
6
8
2
0
6
8
1486
1266
1284
;
1486
1266
1284
A













 AY = 2Y 
3-27
Teorema 3.14
Apabila A adalah matriks berukuran n × n; maka λ adalah eigenvalue dari matriks A
jika dan hanya jika |λIn – A| = 0.
Eigenvector yang bersesuaian dengan λ adalah solusi nontrivial dari sistem homogen
(λIn – A)X = 0.
Eigenspace Eλ merupakan himpunan solusi (lengkap) dari sistem homogen tersebut.
Definisi
Apabila A adalah matriks berukuran n × n, maka characteristic
polynomial dari matriks A adalah polynomial pA (x) = |xIn – A|.
Eigenvalue dari matriks A adalah akar-akar real dari characteristic
polynomial.
Contoh 3.9
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks A = !
Characteristic polynomial dari A adalah:
pA(x) = |xIn – A| =
= (x – 12)(x + 11) – (–2)(51)
= x2 – x – 30
= (x – 6)(x + 5)
Eigenvalues dari A adalah akar-akar real dari pA(x) = 0, yaitu λ1 = 6 dan λ2 = –5.
3-28








112
5112
112
5112
112
5112
0
0
















x
x
x
x
Contoh 3.9
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks A = !
Untuk λ1 = 6, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ1In – A)X1 = 0.
maka, augmented matrix-nya adalah:
Solusi dari sistem homogen tersebut adalah: E6 = atau
Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ1 = 6 adalah semua vektor
X1 = [17, 2]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol.
Kita bisa membuktikan bahwa: AX1 = 6X1.
3-29








112
5112























172
516
112
5112
10
01
6AIλ1 n










0
0
172
516








 
0
0
00
2171
  ccc ,217   .2,17 cc
Contoh 3.9
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks A = !
Untuk λ2 = –5, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ2In – A)X2 = 0.
maka, augmented matrix-nya adalah:
Solusi dari sistem homogen tersebut adalah: E–5 = atau
Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ2 = –5 adalah semua vektor
X2 = [3, 1]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol.
Kita bisa membuktikan bahwa: AX2 = –5X2.
3-30








112
5112























62
5117
112
5112
10
01
5AIλ2 n










0
0
62
5117








 
0
0
00
31
  ccc,3   .1,3 cc
Contoh 3.10
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks B = !
Characteristic polynomial dari B adalah:
pB(x) = |xIn – B| =
= x3 – 12x – 16
= (x + 2)2(x – 4)
Eigenvalues dari B adalah akar-akar real dari pB(x) = 0, yaitu λ1 = –2 dan λ2 = 4.
3-31













4218
2311
117
4218
2311
117
4218
2311
117
00
00
00




























x
x
x
x
x
x
Contoh 3.10
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks B = !
Untuk λ1 = –2, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ1In – B)X1 = 0.
maka, augmented matrix-nya adalah:
Solusinya adalah: E–2 = atau
Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ1 = –2 adalah semua vektor
X1 = [1, –7, 2]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol.
Kita bisa membuktikan bahwa: BX1 = –2X1. 3-32







































2218
2111
119
4218
2311
117
100
010
001
2BIλ1 n










 
0
0
0
000
2710
2101
   cccc ,27,2   .2,7,1  cc













4218
2311
117













0
0
0
2218
2111
119
Contoh 3.10
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks B = !
Untuk λ2 = 4, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ2In – B)X2 = 0.
maka, augmented matrix-nya adalah:
Solusinya adalah: E4 = atau
Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ2 = 4 adalah semua vektor
X2 = [1, –1, 2]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol.
Kita bisa membuktikan bahwa: BX2 = 4X2. 3-33







































8218
2711
113
4218
2311
117
100
010
001
4BIλ2 n










 
0
0
0
000
2110
2101
   cccc ,2,2   .2,1,1  cc













4218
2311
117













0
0
0
8218
2711
113
Contoh 3.11
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks C = !
Characteristic polynomial dari C adalah:
pC(x) = |xIn – C| =
= x3 – 4x2 + 4x
= x(x – 2)2
Eigenvalues dari C adalah akar-akar real dari pC(x) = 0, yaitu λ1 = 0 dan λ2 = 2.
3-34













1486
1266
1284
1486
1266
1284
1486
1266
1284
00
00
00




























x
x
x
x
x
x
Contoh 3.11
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks C = !
Untuk λ1 = 0, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ1In – C)X1 = 0.
maka, augmented matrix-nya adalah:
Solusinya adalah: E0 = atau
Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ1 = 0 adalah semua vektor
X1 = [–1, 1, 1]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol.
Kita bisa membuktikan bahwa: CX1 = 0X1. 3-35







































1486
1266
1284
1486
1266
1284
100
010
001
0CIλ1 n












0
0
0
000
110
101
   cccc ,,   .1,1,1  cc













0
0
0
1486
1266
1284













1486
1266
1284
Contoh 3.11
Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks C = !
Untuk λ2 = 2, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ2In – C)X2 = 0.
maka, augmented matrix-nya adalah:
Solusinya adalah: E2 = atau
Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ2 = 2 adalah semua vektor
X2 = [4, 3, 0]T (apabila kita set b = 1, c = 0) dan X3 = [–2, 0, 1]T (apabila kita set
b = 0, c = 1) yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol. 3-36







































1286
1286
1286
1486
1266
1284
100
010
001
2CIλ2 n










 
0
0
0
000
000
2341
   ccbcb ,,234     .,1,0,20,3,4  cbcb













0
0
0
1286
1286
1286













1486
1266
1284
Definisi di atas menjelaskan bahwa suatu matriks A dapat digantikan oleh matriks
diagonal B karena A dan B similar. Apabila A similar terhadap B, maka B juga
similar terhadap A.
3-37
Definisi
Matriks D dikatakan similar terhadap matriks A jika terdapat (bebe-
rapa) matriks nonsingular P sehingga D = P–1AP.
Perhatikan bahwa matriks yang similar harus persegi, mempunyai
ukuran yang sama, dan mempunyai determinan yang sama.
Teorema 3.15
A dan P adalah matriks berukuran n × n sedemikian hingga setiap kolom dari P
adalah eigenvector dari matriks A. Jika P adalah nonsingular, maka D = P–1AP
adalah matriks diagonal yang similar terhadap matriks A.
Diagonal utama ke-i atau dii dari D adalah eigenvalues dari eigenvector yang
membentuk kolom ke-i dari matriks P.
3-38
Metode Diagonalisasi dari Matriks n × n (apabila mungkin)
1. Hitung pA(x) = |xIn – A|.
2. Cari semua akar-akar real dari pA(x) (yaitu semua solusi yang merupakan
bilangan real dari pA(x) = 0). Ini adalah eigenvalues dari A (λ1, λ2, …, λk).
3. Untuk setiap eigenvalues:
Buat augmented matrix [λmIn – A|0]. Gunakan metode eliminasi Gauss-Jordan
untuk menyelesaikan sistem persamaan homogen (λmIn – A)X = 0. Solusi yang
didapat sering disebut sebagai fundamental eigenvectors.
4. Apabila fundamental eigenvectors yang didapat kurang dari n, maka matriks A
tidak dapat dibuat bentuk matriks diagonalnya.
5. Selain dari kondisi no. 4, buat matriks P di mana tiap kolomnya merupakan n
fundamental eigenvectors. Matriks P adalah matriks nonsingular.
6. Kita bisa memverifikasi dengan cara menghitung matriks D = P–1AP (perhatikan
bahwa A = PDP–1.
Contoh: Matriks A = mempunyai eigenvalues λ1 = 0 dan λ2 = 2 (lihat
Contoh 3.11). Eigenvector dari λ1 = 0 adalah X1 = [–1, 1, 1]T dan eigenvector dari
λ2 = 2 adalah X2 = [4, 3, 0]T dan X3 = [–2, 0, 1]T. Ketiga eigenvectors ini akan
digunakan sebagai matriks P:
P = ; P–1 =
Maka, kita dapat menggunakan matriks A, P, dan P–1 untuk menghitung matriks D
yang similar terhadap matriks A:
D = P–1AP = =
3-39













1486
1266
1284









 
101
031
241













743
211
643









 
101
031
241













1486
1266
1284













743
211
643










200
020
000
λ1 = 0
λ2 = 2
3-40
Contoh: Matriks B = mempunyai eigenvalues λ1 = –2 dan λ2 = 4 (lihat
Contoh 3.10). Fundamental eigenvector dari λ1 = –2 adalah X1 = [1, –7, 2]T dan
fundamental eigenvector dari λ2 = 4 adalah X2 = [1, –1, 2]T.
Karena hanya terdapat dua (< n) fundamental eigenvectors, maka matriks B
adalah nondiagonalizable matrix (tidak dapat dijadikan matriks diagonal).
Definisi
Matriks A yang berukuran n × n adalah diagonalizable jika dan hanya
jika terdapat matriks nonsingular P sehingga D = P–1AP adalah
matriks diagonal.













4218
2311
117
Definisi di atas mengandung implikasi bahwa untuk setiap eigenvalue, jumlah
fundamental eigenvector yang didapat selalu kurang atau sama dengan jumlah
algebraic multiplicity-nya.
Contoh: Matriks B = mempunyai pB(x) = (x + 2)2(x – 4)
(lihat Contoh 3.10), sehingga untuk eigenvalues λ1 = –2 mempunyai algebraic
multiplicity 2 dan untuk λ2 = 4 mempunyai algebraic multiplicity 1.
3-41
Definisi
Matriks A berukuran n × n dan λ adalah eigenvalue dari A. Apabila
(x – λ)k adalah pangkat tertinggi dari (x – λ) yang membagi pA(x),
maka k disebut algebraic multiplicity dari λ.













4218
2311
117
Apabila D adalah matriks diagonal, maka untuk setiap bilangan bulat positif k:
Contoh: D = , maka D12 =
E = , maka E9 =
3-42
 
 
  



























k
nn
k
kk
nn
k
d
d
d
d
d
d








00
00
00
00
00
00
D 22
11
22
11
  





















 40960
0531441
20
03
20
03
12
1212






 20
03











300
020
007
 

































1968300
05120
0040353607
300
020
007
300
020
007
9
9
99
Apabila A dan P adalah matriks persegi, maka untuk setiap bilangan bulat positif k:
Ak = PDkP–1.
Contoh 3.12
Hitung A11 apabila A = !
Setelah dilakukan perhitungan, diketahui P = , P–1 = ,
dan matriks D = P–1AP = . Karena A = PDP–1, maka: A11 = PD11P–1.
A11 = =
3-43
















2474318
1542712
93166
4174















7610
3401
3211
1112














0000
0200
0010
0001















1110
1021
127196
74114















7610
3401
3211
1112














0000
0204800
0010
0001















1110
1021
127196
74114
















1230072459512294
81994163958196
4101382004098
2050140992050
Metode diagonalisasi yang diperkenalkan untuk mencari eigenvalues terkadang
menimbulkan suatu masalah baru menyangkut pembulatan.
Contoh: Matriks A = , maka pA(x) = x2 – 2, sehingga eigenvalues-nya adalah:
λ1 = √2 dan λ2 = –√2. Apabila kita menggunakan 1.414 untuk menaksir √2, maka
ketika kita mencari eigenvectors yang bersesuaian:
Untuk λ1 = 1.414: [(1.414I2 – A)|0] =
Terlihat bahwa sistem persamaan homogen mempunyai solusi trivial, padahal
untuk mencari eigenvectors, kita membutuhkan solusi nontrivial.
Perhatikan bahwa untuk λ1 = √2, fundamental eigenvector-nya adalah X = [√2, 1]T.
3-44






01
20










0
0
414.11
2414.1
 





10
01
Instructor:
M. Mujiya Ulkhaq
Department of Industrial Engineering
Aljabar Linear
Linear Algebra
Thank You for your Attention

More Related Content

What's hot (20)

Modul 2 pd linier orde n
Modul 2 pd linier orde nModul 2 pd linier orde n
Modul 2 pd linier orde n
 
Modul 7 basis dan dimensi
Modul 7 basis dan dimensiModul 7 basis dan dimensi
Modul 7 basis dan dimensi
 
Prinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi EksklusiPrinsip Inklusi Eksklusi
Prinsip Inklusi Eksklusi
 
Ring
RingRing
Ring
 
Supremum dan infimum
Supremum dan infimum  Supremum dan infimum
Supremum dan infimum
 
Analisis vektor
Analisis vektorAnalisis vektor
Analisis vektor
 
Rangkuman materi Isometri
Rangkuman materi IsometriRangkuman materi Isometri
Rangkuman materi Isometri
 
Grup siklik
Grup siklikGrup siklik
Grup siklik
 
BAB 1 Transformasi
BAB 1 Transformasi BAB 1 Transformasi
BAB 1 Transformasi
 
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
Analisis Real (Barisan Bilangan Real) Latihan bagian 2.2
 
6 Divergensi dan CURL
6 Divergensi dan CURL6 Divergensi dan CURL
6 Divergensi dan CURL
 
Analisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1cAnalisis real-lengkap-a1c
Analisis real-lengkap-a1c
 
Integral Garis
Integral GarisIntegral Garis
Integral Garis
 
Graf 2
Graf 2Graf 2
Graf 2
 
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
Fungsi Dua Peubah ( Kalkulus 2 )
 
Integral Lipat Tiga
Integral Lipat TigaIntegral Lipat Tiga
Integral Lipat Tiga
 
Modul 4 kongruensi linier
Modul 4   kongruensi linierModul 4   kongruensi linier
Modul 4 kongruensi linier
 
Pengenalan Persamaan Differensial Parsial
Pengenalan Persamaan Differensial ParsialPengenalan Persamaan Differensial Parsial
Pengenalan Persamaan Differensial Parsial
 
Handout analisis real
Handout analisis realHandout analisis real
Handout analisis real
 
01 barisan-dan-deret
01 barisan-dan-deret01 barisan-dan-deret
01 barisan-dan-deret
 

Similar to Linear Algebra - Determinants and Eigenvalues

Similar to Linear Algebra - Determinants and Eigenvalues (20)

Determinan matriks derajat dua, tiga, empat dan lebih tinggi
Determinan matriks derajat dua, tiga, empat dan lebih tinggiDeterminan matriks derajat dua, tiga, empat dan lebih tinggi
Determinan matriks derajat dua, tiga, empat dan lebih tinggi
 
Matriks dan determinan
Matriks dan determinanMatriks dan determinan
Matriks dan determinan
 
Matriks
Matriks Matriks
Matriks
 
PPT_MATRIKS.pptx
PPT_MATRIKS.pptxPPT_MATRIKS.pptx
PPT_MATRIKS.pptx
 
Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3
 
Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3
 
Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3
 
Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3
 
MATRIKS_ppt.ppt
MATRIKS_ppt.pptMATRIKS_ppt.ppt
MATRIKS_ppt.ppt
 
Matriks dan determinan
Matriks dan determinanMatriks dan determinan
Matriks dan determinan
 
Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3Kelas xii bab 3
Kelas xii bab 3
 
Matriks dan determinan
Matriks dan determinanMatriks dan determinan
Matriks dan determinan
 
MATRIKS.pptx
MATRIKS.pptxMATRIKS.pptx
MATRIKS.pptx
 
Ppt klmpk 6 alj liner
Ppt klmpk 6 alj linerPpt klmpk 6 alj liner
Ppt klmpk 6 alj liner
 
Pertemuan07
Pertemuan07Pertemuan07
Pertemuan07
 
Matematika matriks
Matematika matriksMatematika matriks
Matematika matriks
 
Tugas sejarah Moh Nurahmat Hidayatul Karim.pdf
Tugas sejarah Moh Nurahmat Hidayatul Karim.pdfTugas sejarah Moh Nurahmat Hidayatul Karim.pdf
Tugas sejarah Moh Nurahmat Hidayatul Karim.pdf
 
Matriks_Enggar Dywari_Math is so fun
Matriks_Enggar Dywari_Math is so funMatriks_Enggar Dywari_Math is so fun
Matriks_Enggar Dywari_Math is so fun
 
1. Matriks.ppt
1. Matriks.ppt1. Matriks.ppt
1. Matriks.ppt
 
Matriks Kelas X
Matriks Kelas XMatriks Kelas X
Matriks Kelas X
 

More from Diponegoro University

Linear Algebra - Finite Dimensional Vector Spaces
Linear Algebra - Finite Dimensional Vector SpacesLinear Algebra - Finite Dimensional Vector Spaces
Linear Algebra - Finite Dimensional Vector SpacesDiponegoro University
 
Linear Algebra - System of Linear Equation
Linear Algebra - System of Linear EquationLinear Algebra - System of Linear Equation
Linear Algebra - System of Linear EquationDiponegoro University
 
Linear Algebra - Vectors and Matrices
Linear Algebra - Vectors and MatricesLinear Algebra - Vectors and Matrices
Linear Algebra - Vectors and MatricesDiponegoro University
 

More from Diponegoro University (20)

Polar Coordinates & Polar Curves
Polar Coordinates & Polar CurvesPolar Coordinates & Polar Curves
Polar Coordinates & Polar Curves
 
Parametric Equations
Parametric EquationsParametric Equations
Parametric Equations
 
Shewhart Charts for Variables
Shewhart Charts for VariablesShewhart Charts for Variables
Shewhart Charts for Variables
 
A Brief Concept of Quality
A Brief Concept of QualityA Brief Concept of Quality
A Brief Concept of Quality
 
Methods and Philosophy of SPC
Methods and Philosophy of SPCMethods and Philosophy of SPC
Methods and Philosophy of SPC
 
Linear Algebra - Finite Dimensional Vector Spaces
Linear Algebra - Finite Dimensional Vector SpacesLinear Algebra - Finite Dimensional Vector Spaces
Linear Algebra - Finite Dimensional Vector Spaces
 
Linear Algebra - System of Linear Equation
Linear Algebra - System of Linear EquationLinear Algebra - System of Linear Equation
Linear Algebra - System of Linear Equation
 
Linear Algebra - Vectors and Matrices
Linear Algebra - Vectors and MatricesLinear Algebra - Vectors and Matrices
Linear Algebra - Vectors and Matrices
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 6
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 6EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 6
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 6
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 7
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 7EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 7
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 7
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 8
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 8EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 8
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 8
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 8
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 8EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 8
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 8
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 9
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 9EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 9
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 9
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 2
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 2EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 2
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 2
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 1
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 1EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 1
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 1
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 5
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 5EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 5
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 5
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 4
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 4EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 4
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 4
 
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 3
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 3EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 3
EKMA4413 - Riset Operasi - Modul 3
 
Apple
AppleApple
Apple
 
EKMA4570 - Penganggaran - Modul 8
EKMA4570 -  Penganggaran - Modul 8EKMA4570 -  Penganggaran - Modul 8
EKMA4570 - Penganggaran - Modul 8
 

Recently uploaded

421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 

Recently uploaded (20)

421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 

Linear Algebra - Determinants and Eigenvalues

  • 1. Instructor: M. Mujiya Ulkhaq Department of Industrial Engineering Aljabar Linear Linear Algebra Determinants and Eigenvalues
  • 2. • Introduction to determinants; • Determinants and row reduction; • Further properties of the determinant; • Eigenvalues and diagonalization. 3-2
  • 3. Determinan suatu matriks A berukuran 1 × 1, A = [a11] adalah |A| = a11 atau satu- satunya entri yang dimiliki. Contoh: determinan matriks A = [4] adalah |A| = 4. Determinan matriks A berukuran 2 × 2, A = adalah |A| = a11a22 – a12a21. Determinan matriks A berukuran 3 × 3, A = adalah: |A| = a11a22a33 + a12a23a31 + a13a21a32 – a13a22a31 – a11a23a32 – a12a21a33. Untuk “mempermudah” digunakan metode basketweaving untuk mencari determinan matriks 3 × 3 sebagai berikut: † Determinan suatu matriks ditulis dengan memberikan garis vertikal yang mengapit matriks tersebut, misalnya determina matriks A ditulis sebagai |A|. ‡ Meskipun tanda determinan “terkesan” seperti tanda mutlak (absolut), namun determinan dapat bernilai negatif. 3-3       2221 1211 aa aa           333231 232221 131211 aaa aaa aaa
  • 4. Contoh 3.1 Cari determinan dari matriks A berikut ini: ! |A| = a11a22a33 + a12a23a31 + a13a21a32 – a13a22a31 – a11a23a32 – a12a21a33. = (4)(5)(–2) + (–2)(0)(6) + (3)(–1)(–1) – (3)(5)(6) – (4)(0)(–1) – (–2)(–1)(–2) = –123 Atau dengan menggunakan metode basketweaving: |A| = (4)(5)(–2) + (–2)(0)(6) + (3)(–1)(–1) – (3)(5)(6) – (4)(0)(–1) – (–2)(–1)(–2) = –123 3-4              216 051 324
  • 5. 3-5 Teorema 3.1 1) Apabila x = [x1, x2]T dan y = [y1, y2]T adalah dua vektor tak sejajar dalam R2 yang mempunyai titik awal sama, maka luas area dari jajar genjang yang terbentuk antara keduanya adalah nilai absolut dari determinan: 2) Apabila x = [x1, x2, x3]T, y = [y1, y2, y3]T, dan z = [z1, z2, z3]T adalah tiga vektor tak sejajar dalam R3 yang mempunyai titik awal sama, maka volume dari paralel- epipedum yang terbentuk dari ketiganya adalah nilai absolut dari determinan: 21 21 yy xx 321 321 321 zzz yyy xxx
  • 6. Contoh 3.2 Cari volume paralelepipedum yang terbentuk dari tiga vektor berikut: x = [–2, 1, 3]T, y = [3, 0, –2]T, dan z = [–1, 3, 7]T. Volume paralelepipedum adalah nilai absolut dari determinan ketiga vektor tersebut: V = = |0 + 2 + 27 – 0 – 12 – 21| = |–4| = 4 3-6Gambar 3.1. Jajar genjang yang terbentuk dari vektor x dan y Gambar 3.2. Paralelepipedum yang terbentuk dari vektor x, y, dan z                        731322103333121702 731 203 312    
  • 7. 3-7 Definisi Minor Apabila A adalah matriks berukuran n × n dengan n ≥ 2, submatriks (i, j) dari matriks A (dilambangkan dengan Aij) adalah matriks berukuran (n–1) × (n–1) yang didapat dari menghapus baris ke-i dan kolom ke-j dari matriks A; maka minor (i, j) (dilambangkan dengan |Aij|) adalah determinan dari submatriks Aij. Definisi Kofaktor Apabila A adalah matriks berukuran n × n dengan n ≥ 2, maka kofakor (i, j) dari matriks A (dilambangkan dengan Aij) adalah (–1)i+j dikali minor (i, j), atau: Aij = (–1)i+j |Aij|.
  • 8. Contoh 3.3 Cari semua minor dan kofaktor dari matriks A = . Total terdapat n2 minor untuk matriks berukuran n × n. ; A11 = (–1)1+1(3) = 3 ; A32 = (–1)3+2(–15) = 15 ; A21 = (–1)2+1(–5) = 5 ; A13 = (–1)1+3(–8) = –8 ; A31 = (–1)3+1(2) = 2 ; A23 = (–1)2+3(–31) = 31 ; A12 = (–1)1+2(6) = –6 ; A33 = (–1)3+3(20) = 20 ; A22 = (–1)2+2(28) = 28 3-8              672 340 125 3 67 34 A11     5 67 12 A21     2 34 12 A31     6 62 30 A12    28 62 15 A22  15 30 15 A32    8 72 40 A13    31 72 25 A23     20 40 25 A33   
  • 9. Untuk n > 1, determinan didefinisikan sebagai jumlah dari perkalian antara entri yang terdapat pada baris terakhir matriks A (ani) dengan kofaktor yang bersesuaian (Ani). Proses semacam ini disebut sebagai cofactor expansion (atau Laplace expansion) pada baris terakhir suatu matriks. Proses ini adalah rekursif karena kita dapat menemukan determinan suatu matriks asalkan kita tahu determinan dari submatriks (yang berukuran lebih kecil). 3-9 Definisi Apabila A adalah matriks berukuran n × n; maka determinan matriks A atau yang dilambangkan dengan |A| adalah: Jika n = 1, maka |A| = a11 Jika n > 1, maka |A| = an1An1 + an2An2 + … + annAnn
  • 10. Contoh 3.4 Cari determinan dari matriks A berikut ini: ! |A| = a41A41 + a42A42 + a43A43 + a44A44 = 5(–1)4+1|A41| + 0(–1)4+2|A42| + 2(–1)4+3|A43| + –1(–1)4+4|A44| = –5 |A41| + 0 – 2 |A43| – 1 |A44| = –5(72) – 2(–67) – 1(6) = –232 3-10                1205 6312 1314 5023        72362115 31 02 16 11 52 13 13 50 11 631 131 502 A 332313 41                67302314 14 23 16 14 53 11 11 52 12 612 114 523 A 332313 43                615912 14 23 13 34 03 11 31 02 12 312 314 023 A 332313 44    
  • 11. Contoh 3.5 Verifikasi Teorema 3.2 dengan mencari determinan dari matriks A berikut ini: A = . Dengan Teorema 3.2: |A| = (4)(3)(–1)(7) = –84 Dengan pengertian determinan: |A| = a41A41 + a42A42 + a43A43 + a44A44 = 0(–1)4+1|A41| + 0(–1)4+2|A42| + 0(–1)4+3|A43| + 7(–1)4+4|A44| = 7(–12) = –84 3-11 Teorema 3.2 Apabila A adalah matriks segitiga atas berukuran n × n, maka |A| = a11a22…ann.              7000 5100 6930 1024 Sebagai kasus khusus dari Teorema 3.2, untuk n ≥ 1, maka |In| = 1.     32 23 31 13 44 A10A10 100 930 024 A        12A11 33 33  
  • 12. Contoh: Matriks A = mempunyai determinan |A| = –1, maka determinan matriks |–2A| adalah: (–2)3|A| = (–8)(–1) = 8. 3-12 Teorema 3.3 Apabila A adalah matriks berukuran n × n dengan determinan |A| dan c adalah skalar (bilangan real), maka: 1) Jika R1 adalah operasi baris elementer c(i) → (i), maka |R1(A)| = c|A|; 2) Jika R2 adalah operasi baris elementer c(i) + (j) → (j), maka |R2(A)| = |A|; 3) Jika R3 adalah operasi baris elementer (i) ↔ (j), maka |R3(A)| = –|A|. Corollary 3.4 Apabila A adalah matriks berukuran n × n dan c adalah skalar (bilangan real), maka: |cA| = cn|A|.            1716 233 120
  • 13. Contoh matriks A = mempunyai determinan |A| = 7. R1 = diperoleh dari –3(3) → (3), maka |R1| = –3|A| = –21 R2 = diperoleh dari 2(1) + (3) → (3), maka |R2| = |A| = 7 R3 = diperoleh dari (1) ↔ (2), maka |R3| = –|A| = –7 3-13             012 134 125              036 134 125             012 125 134              2312 134 125
  • 14. 3-14 Contoh 3.6 Cari determinan matriks A = dengan operasi baris elementer! R1: (1) ↔ (2) ; maka |R1| = –|A| R2: 2(1) + (3) → (3) ; maka |R2| = |R1| = –|A| R3: (–1/14)(2) → (2) ; maka |R3| = (–1/14) |R2| = (1/14) |A| R4: (3) – 6(2) → (3) ; maka |R4| = |R3| = (1/14) |A|             602 231 8140             602 8140 231           1060 14810 231            1060 8140 231           74600 14810 231 Menurut Teorema 3.2, |R4| = (1)(1)(46/7) = 46/7. Karena |R4| = (1/14) |A|, maka |A| = 14 |R4| = 92.
  • 15. Cara lain untuk menghitung determinan suatu matriks |A| adalah dengan “membuat” variabel P dengan nilai awal 1; kemudian meng-update nilainya setiap melakukan operasi baris elementer untuk mendapatkan matriks segitiga atas. Nilai |A| dapat dicari dengan: |A| = (1/P) |R|, di mana |R| adalah nilai determinan dari matriks segitiga atas yang terbentuk. Akan diperagakan metode tersebut dengan mengambil Contoh 3.6 Karena nilai |R| = 46/7, maka nilai |A| = (1/P) |R| = 14 (46/7) = 92. 3-15 Operasi Baris Elementer Efek Nilai P (1) ↔ (2) Mengalikan P dengan –1 –P 2(1) + (3) → (3) Tidak ada perubahan –P (–1/14)(2) → (2) Mengalikan P dengan (–1/14) (1/14) P (3) – 6(2) → (3) Tidak ada perubahan (1/14) P
  • 16. Apabila A adalah matriks berukuran n × n 3-16 Teorema 3.5 Suatu matriks A berukuran n × n adalah nonsingular jika dan hanya jika |A| ≠ 0. Corollary 3.6 Apabila A adalah matriks berukuran n × n; maka rank(A) = n jika dan hanya jika |A| ≠ 0. A adalah matriks singular A adalah matriks nonsingular Rank(A) ≠ n Rank(A) = n |A| = 0 |A| ≠ 0 A tidak row equivalent terhadap In A row equivalent terhadap In AX = O mempunyai solusi nontrivial AX = O mempunyai solusi trivial AX = B tidak mempunyai solusi unik (solusi tak berhingga atau tidak ada solusi) AX = B mempunyai solusi unik, yaitu X = A–1B
  • 17. Implikasi dari Teorema 3.7 adalah AB dikatakan singular jika dan hanya A atau B adalah singular. Hal ini dikarenakan apabila |AB| = 0, maka: |A| = 0 atau |B| = 0. Contoh: Matriks A = mempunyai determinan |A| = –17; dan matriks B = mempunyai determinan |B| = 16; maka |AB| = –272. 3-17 Teorema 3.7 Jika A dan B adalah matriks berukuran n × n; maka |AB| = |A| |B|. Corollary 3.8 Apabila A adalah matriks nonsingular, maka |A–1| = 1/|A|.             413 205 123              302 124 011
  • 18. Contoh: Matriks A = mempunyai determinan |A| = –33; maka |AT| = –33. Teorema 3.9 mempunyai implikasi bahwa untuk menghitung determinan matriks segitiga bawah adalah sama dengan cara menghitung determinan untuk matriks segitiga atas. Contoh: A = ; maka AT = , sehingga |A| = |AT| = (1)(2)(–4) = –8. 3-18 Teorema 3.9 Jika A matriks berukuran n × n; maka |A| = |AT|.             211 302 141            433 022 001            400 320 321
  • 19. Proses semacam ini disebut sebagai cofactor expansion (atau Laplace expansion) pada baris ke-i (1) dan pada kolom ke-j (2) suatu matriks. Contoh: Matriks A mempunyai 16 kofaktor sebagai berikut: 3-19 Teorema 3.10 Jika A matriks berukuran n × n dengan n ≥ 2; maka: 1) ai1Ai1 + ai2Ai2 + … + ainAin = |A|, untuk setiap i, 1 ≤ i ≤ n 2) a1jA1j + a2jA2j + … + anjAnj = |A|, untuk setiap j, 1 ≤ j ≤ n.                1106 5231 1322 2105 A A11 = –12; A21 = 9; A31 = –6; A41 = –3; A12 = –74; A22 = 42; A32 = –46; A42 = 40; A13 = 50; A23 = –51; A33 = 34; A43 = –19; A14 = 22; A24 = –3; A34 = 2; A44 = –17. Dengan baris kedua: |A| = a21A21 + a22A22 + a23A23 + a24A44 = 2(9) + 2(42) + 3(–51) + 1(–3) = –54 Dengan kolom kedua: |A| = a12A12 + a22A22 + a32A32 + a42A42 = 0(–74) + 2(42) + 3(–46) + 0(40) = –54 Dengan kolom keempat: |A| = a14A14 + a24A24 + a34A34 + a44A44 = –2(22) + 1(–3) + 5(2) + 1(–17) = –54
  • 20. Perhatikan bahwa entri (i, j) dari adjoint matriks A adalah Aji bukan Aij. Maka, bentuk umum dari adjoint matriks A adalah: A = 3-20 Definisi Apabila A adalah matriks berukuran n × n dengan n ≥ 2; maka adjoint dari matriks A atau yang dilambangkan dengan A adalah suatu matriks di mana entri (i, j)-nya adalah (j, i) cofactor dari A. A11 A21 … An1 A12 A22 … An2 ⁞ ⁞ ⁞ A1n A2n … Ann Contoh: Adjoint dari Matriks A adalah: A =                1106 5231 1322 2105 A                 172322 19345150 40464274 36912
  • 21. Contoh: apabila matriks A= dan A = ; maka: AA = = = (|A|) |In AA = = = (|A|) |In 3-21 Teorema 3.11 Jika A adalah matriks berukuran n × n dengan matriks adjoint A; maka: AA = AA = (|A|) In.               1106 5231 1322 2105                 172322 19345150 40464274 36912               1106 5231 1322 2105                 172322 19345150 40464274 36912                 54000 05400 00540 00054                 172322 19345150 40464274 36912               1106 5231 1322 2105                 54000 05400 00540 00054
  • 22. Contoh 3.7 Cari invers dari matriks B = ! Matriks adjoint dari matriks B adalah B = Karena matriks B merupakan matriks segitiga atas, maka |B| = (–2)(1)(4) = –8. B–1 = 3-22 Corollary 3.12 Apabila A adalah matriks nonsingular berukuran n × n dengan matriks adjoint A, maka: A–1 = (1/|A|) × A.            400 010 302             200 080 304                                    4100 010 83021 200 080 304 8 1
  • 23. 3-23 Teorema 3.13 Apabila AB = X adalah sistem persamaan linear dengan n persamaan, n variabel, dan |A| ≠ 0. Untuk 1 ≤ i ≤ n, Ai adalah matriks berukuran n × n yang didapatkan dengan mengganti kolom ke-i matriks A dengan vektor B, maka solusi unik dari sistem persamaan linear tersebut adalah: A A ;; A A ; A A 2 2 1 1 n nxxx   Perhatikan bahwa aturan Cramer tidak bisa digunakan untuk sistem persamaan AB = X di mana determinan dari matriks koefisien |A| = 0. Aturan Cramer sangat praktis digunakan untuk matriks koefisien berukuran 3 × 3 atau lebih kecil (mempunyai solusi unik) karena perhitungan determinan yang terlibat bisa didapatkan dengan mudah.
  • 24. Contoh 3.8 Selesaikan sistem persamaan linear berikut dengan menggunakan aturan Cramer! A = dengan |A| = –2; B = A1 = |A1| = 8; A2 = |A2| = –6; A3 = |A3| = 4. 3-24         153 4322 91035 321 321 321 xxx xxx xxx              513 322 1035             1 4 9              511 324 1039              513 342 1095             113 422 935 4 2 8 A A1 1   x 3 2 6 A A2 2    x 2 2 4 A A3 3   x
  • 25. Contoh: Diberikan Matriks A = . λ = 2 merupakan eigenvalue dari A. Hal ini dikarenakan terdapat vektor taknol yang dapat menyebabkan AX = 2X; misalkan vektor X = [4, 3, 0]T; sehingga: Vektor X disebut eigenvector dari eigenvalue λ = 2. 3-25 Definisi Diberikan matriks A berukuran n × n. Suatu bilangan real λ disebut eigenvalue dari A jika dan hanya jika terdapat terdapat n-vektor taknol X (disebut eigenvector) sehingga menyebabkan AX = λX. † Dalam beberapa textbooks, eigenvalues sering disebut characteristic values dan eigenvectors disebut characteristic vectors.              1486 1266 1284                                   0 3 4 2 0 3 4 1486 1266 1284
  • 26. Eigenspace Eλ untuk eigenvalue λ dari matriks A terdiri dari semua eigenvector dari A yang bersesuaian dengan λ bersama dengan vektor 0 (karena A0 = 0 = λ0). Contoh: Vektor Y = [8, 6, 0]T merupakan eigenvector yang bersesuaian dengan eigenvalue λ = 2 dari matriks A karena memenuhi AY = 2Y. Terlihat pada contoh sebelumnya bahwa vektor X = [4, 3, 0]T juga merupakan eigenvector yang bersesuaian dengan eigenvalue λ = 2 dari matriks A, sehingga X dan Y berada di dalam E2 dari matriks A. 3-26 Definisi Diberikan matriks A berukuran n × n dan λ adalah eigenvalue dari A; maka himpunan Eλ = {X | AX = λX} disebut eigenspace dari λ.                                   0 6 8 2 0 6 8 1486 1266 1284 ; 1486 1266 1284 A               AY = 2Y 
  • 27. 3-27 Teorema 3.14 Apabila A adalah matriks berukuran n × n; maka λ adalah eigenvalue dari matriks A jika dan hanya jika |λIn – A| = 0. Eigenvector yang bersesuaian dengan λ adalah solusi nontrivial dari sistem homogen (λIn – A)X = 0. Eigenspace Eλ merupakan himpunan solusi (lengkap) dari sistem homogen tersebut. Definisi Apabila A adalah matriks berukuran n × n, maka characteristic polynomial dari matriks A adalah polynomial pA (x) = |xIn – A|. Eigenvalue dari matriks A adalah akar-akar real dari characteristic polynomial.
  • 28. Contoh 3.9 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks A = ! Characteristic polynomial dari A adalah: pA(x) = |xIn – A| = = (x – 12)(x + 11) – (–2)(51) = x2 – x – 30 = (x – 6)(x + 5) Eigenvalues dari A adalah akar-akar real dari pA(x) = 0, yaitu λ1 = 6 dan λ2 = –5. 3-28         112 5112 112 5112 112 5112 0 0                 x x x x
  • 29. Contoh 3.9 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks A = ! Untuk λ1 = 6, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ1In – A)X1 = 0. maka, augmented matrix-nya adalah: Solusi dari sistem homogen tersebut adalah: E6 = atau Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ1 = 6 adalah semua vektor X1 = [17, 2]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol. Kita bisa membuktikan bahwa: AX1 = 6X1. 3-29         112 5112                        172 516 112 5112 10 01 6AIλ1 n           0 0 172 516           0 0 00 2171   ccc ,217   .2,17 cc
  • 30. Contoh 3.9 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks A = ! Untuk λ2 = –5, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ2In – A)X2 = 0. maka, augmented matrix-nya adalah: Solusi dari sistem homogen tersebut adalah: E–5 = atau Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ2 = –5 adalah semua vektor X2 = [3, 1]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol. Kita bisa membuktikan bahwa: AX2 = –5X2. 3-30         112 5112                        62 5117 112 5112 10 01 5AIλ2 n           0 0 62 5117           0 0 00 31   ccc,3   .1,3 cc
  • 31. Contoh 3.10 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks B = ! Characteristic polynomial dari B adalah: pB(x) = |xIn – B| = = x3 – 12x – 16 = (x + 2)2(x – 4) Eigenvalues dari B adalah akar-akar real dari pB(x) = 0, yaitu λ1 = –2 dan λ2 = 4. 3-31              4218 2311 117 4218 2311 117 4218 2311 117 00 00 00                             x x x x x x
  • 32. Contoh 3.10 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks B = ! Untuk λ1 = –2, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ1In – B)X1 = 0. maka, augmented matrix-nya adalah: Solusinya adalah: E–2 = atau Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ1 = –2 adalah semua vektor X1 = [1, –7, 2]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol. Kita bisa membuktikan bahwa: BX1 = –2X1. 3-32                                        2218 2111 119 4218 2311 117 100 010 001 2BIλ1 n             0 0 0 000 2710 2101    cccc ,27,2   .2,7,1  cc              4218 2311 117              0 0 0 2218 2111 119
  • 33. Contoh 3.10 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks B = ! Untuk λ2 = 4, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ2In – B)X2 = 0. maka, augmented matrix-nya adalah: Solusinya adalah: E4 = atau Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ2 = 4 adalah semua vektor X2 = [1, –1, 2]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol. Kita bisa membuktikan bahwa: BX2 = 4X2. 3-33                                        8218 2711 113 4218 2311 117 100 010 001 4BIλ2 n             0 0 0 000 2110 2101    cccc ,2,2   .2,1,1  cc              4218 2311 117              0 0 0 8218 2711 113
  • 34. Contoh 3.11 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks C = ! Characteristic polynomial dari C adalah: pC(x) = |xIn – C| = = x3 – 4x2 + 4x = x(x – 2)2 Eigenvalues dari C adalah akar-akar real dari pC(x) = 0, yaitu λ1 = 0 dan λ2 = 2. 3-34              1486 1266 1284 1486 1266 1284 1486 1266 1284 00 00 00                             x x x x x x
  • 35. Contoh 3.11 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks C = ! Untuk λ1 = 0, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ1In – C)X1 = 0. maka, augmented matrix-nya adalah: Solusinya adalah: E0 = atau Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ1 = 0 adalah semua vektor X1 = [–1, 1, 1]T yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol. Kita bisa membuktikan bahwa: CX1 = 0X1. 3-35                                        1486 1266 1284 1486 1266 1284 100 010 001 0CIλ1 n             0 0 0 000 110 101    cccc ,,   .1,1,1  cc              0 0 0 1486 1266 1284              1486 1266 1284
  • 36. Contoh 3.11 Cari eigenvalues dan eigenvectors yang bersesuaian dari matriks C = ! Untuk λ2 = 2, maka eigenvectors-nya adalah solusi nontrivial dari (λ2In – C)X2 = 0. maka, augmented matrix-nya adalah: Solusinya adalah: E2 = atau Hal ini berarti eigenvector yang bersesuaian dengan λ2 = 2 adalah semua vektor X2 = [4, 3, 0]T (apabila kita set b = 1, c = 0) dan X3 = [–2, 0, 1]T (apabila kita set b = 0, c = 1) yang dikalikan dengan bilangan skalar taknol. 3-36                                        1286 1286 1286 1486 1266 1284 100 010 001 2CIλ2 n             0 0 0 000 000 2341    ccbcb ,,234     .,1,0,20,3,4  cbcb              0 0 0 1286 1286 1286              1486 1266 1284
  • 37. Definisi di atas menjelaskan bahwa suatu matriks A dapat digantikan oleh matriks diagonal B karena A dan B similar. Apabila A similar terhadap B, maka B juga similar terhadap A. 3-37 Definisi Matriks D dikatakan similar terhadap matriks A jika terdapat (bebe- rapa) matriks nonsingular P sehingga D = P–1AP. Perhatikan bahwa matriks yang similar harus persegi, mempunyai ukuran yang sama, dan mempunyai determinan yang sama. Teorema 3.15 A dan P adalah matriks berukuran n × n sedemikian hingga setiap kolom dari P adalah eigenvector dari matriks A. Jika P adalah nonsingular, maka D = P–1AP adalah matriks diagonal yang similar terhadap matriks A. Diagonal utama ke-i atau dii dari D adalah eigenvalues dari eigenvector yang membentuk kolom ke-i dari matriks P.
  • 38. 3-38 Metode Diagonalisasi dari Matriks n × n (apabila mungkin) 1. Hitung pA(x) = |xIn – A|. 2. Cari semua akar-akar real dari pA(x) (yaitu semua solusi yang merupakan bilangan real dari pA(x) = 0). Ini adalah eigenvalues dari A (λ1, λ2, …, λk). 3. Untuk setiap eigenvalues: Buat augmented matrix [λmIn – A|0]. Gunakan metode eliminasi Gauss-Jordan untuk menyelesaikan sistem persamaan homogen (λmIn – A)X = 0. Solusi yang didapat sering disebut sebagai fundamental eigenvectors. 4. Apabila fundamental eigenvectors yang didapat kurang dari n, maka matriks A tidak dapat dibuat bentuk matriks diagonalnya. 5. Selain dari kondisi no. 4, buat matriks P di mana tiap kolomnya merupakan n fundamental eigenvectors. Matriks P adalah matriks nonsingular. 6. Kita bisa memverifikasi dengan cara menghitung matriks D = P–1AP (perhatikan bahwa A = PDP–1.
  • 39. Contoh: Matriks A = mempunyai eigenvalues λ1 = 0 dan λ2 = 2 (lihat Contoh 3.11). Eigenvector dari λ1 = 0 adalah X1 = [–1, 1, 1]T dan eigenvector dari λ2 = 2 adalah X2 = [4, 3, 0]T dan X3 = [–2, 0, 1]T. Ketiga eigenvectors ini akan digunakan sebagai matriks P: P = ; P–1 = Maka, kita dapat menggunakan matriks A, P, dan P–1 untuk menghitung matriks D yang similar terhadap matriks A: D = P–1AP = = 3-39              1486 1266 1284            101 031 241              743 211 643            101 031 241              1486 1266 1284              743 211 643           200 020 000 λ1 = 0 λ2 = 2
  • 40. 3-40 Contoh: Matriks B = mempunyai eigenvalues λ1 = –2 dan λ2 = 4 (lihat Contoh 3.10). Fundamental eigenvector dari λ1 = –2 adalah X1 = [1, –7, 2]T dan fundamental eigenvector dari λ2 = 4 adalah X2 = [1, –1, 2]T. Karena hanya terdapat dua (< n) fundamental eigenvectors, maka matriks B adalah nondiagonalizable matrix (tidak dapat dijadikan matriks diagonal). Definisi Matriks A yang berukuran n × n adalah diagonalizable jika dan hanya jika terdapat matriks nonsingular P sehingga D = P–1AP adalah matriks diagonal.              4218 2311 117
  • 41. Definisi di atas mengandung implikasi bahwa untuk setiap eigenvalue, jumlah fundamental eigenvector yang didapat selalu kurang atau sama dengan jumlah algebraic multiplicity-nya. Contoh: Matriks B = mempunyai pB(x) = (x + 2)2(x – 4) (lihat Contoh 3.10), sehingga untuk eigenvalues λ1 = –2 mempunyai algebraic multiplicity 2 dan untuk λ2 = 4 mempunyai algebraic multiplicity 1. 3-41 Definisi Matriks A berukuran n × n dan λ adalah eigenvalue dari A. Apabila (x – λ)k adalah pangkat tertinggi dari (x – λ) yang membagi pA(x), maka k disebut algebraic multiplicity dari λ.              4218 2311 117
  • 42. Apabila D adalah matriks diagonal, maka untuk setiap bilangan bulat positif k: Contoh: D = , maka D12 = E = , maka E9 = 3-42                                   k nn k kk nn k d d d d d d         00 00 00 00 00 00 D 22 11 22 11                          40960 0531441 20 03 20 03 12 1212        20 03            300 020 007                                    1968300 05120 0040353607 300 020 007 300 020 007 9 9 99
  • 43. Apabila A dan P adalah matriks persegi, maka untuk setiap bilangan bulat positif k: Ak = PDkP–1. Contoh 3.12 Hitung A11 apabila A = ! Setelah dilakukan perhitungan, diketahui P = , P–1 = , dan matriks D = P–1AP = . Karena A = PDP–1, maka: A11 = PD11P–1. A11 = = 3-43                 2474318 1542712 93166 4174                7610 3401 3211 1112               0000 0200 0010 0001                1110 1021 127196 74114                7610 3401 3211 1112               0000 0204800 0010 0001                1110 1021 127196 74114                 1230072459512294 81994163958196 4101382004098 2050140992050
  • 44. Metode diagonalisasi yang diperkenalkan untuk mencari eigenvalues terkadang menimbulkan suatu masalah baru menyangkut pembulatan. Contoh: Matriks A = , maka pA(x) = x2 – 2, sehingga eigenvalues-nya adalah: λ1 = √2 dan λ2 = –√2. Apabila kita menggunakan 1.414 untuk menaksir √2, maka ketika kita mencari eigenvectors yang bersesuaian: Untuk λ1 = 1.414: [(1.414I2 – A)|0] = Terlihat bahwa sistem persamaan homogen mempunyai solusi trivial, padahal untuk mencari eigenvectors, kita membutuhkan solusi nontrivial. Perhatikan bahwa untuk λ1 = √2, fundamental eigenvector-nya adalah X = [√2, 1]T. 3-44       01 20           0 0 414.11 2414.1        10 01
  • 45. Instructor: M. Mujiya Ulkhaq Department of Industrial Engineering Aljabar Linear Linear Algebra Thank You for your Attention