Dokumen tersebut membahas tentang karakteristik sumber daya perikanan dan komponen-komponen kegiatan dalam manajemen sumber daya perikanan. Sumber daya perikanan memiliki karakteristik yang berbeda dengan sumber daya hayati lainnya karena organismanya bersifat liar dan bergerak bebas, serta terdiri dari berbagai spesies. Komponen-komponen manajemen sumber daya perikanan meliputi pengumpulan data, penetapan cara peman
Peraturan terkait biota laut yang dilindungiDidi Sadili
Biota laut yang dimaksud disini adalah ikan yaitu segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian hidupnya di dalam lingkungan perairan laut.
Yang terdiri dari:
1. pisces (ikan bersirip),
2. crustacea (udang, rajungan, kepiting dsb), 3. mollusca (kerang, tiram, cumi cumi, gurita, siput, dsb), 4. coelentarata (ubur ubur dsb), 5. echinodermata (teripang, bulu babi, dsb), 6. ampibia (kodok dsb), 7. reptilia (buaya, penyu, kura kura, biawak, ular air, dsb), 8. mamalia (paus, lumba lumba, pesut, dugong/duyung, dsb), dan 9. algae (rumput laut dan tumbuhan lain yang hidupnya di air).
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaMujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Ari Panggih Nugroho
Ikan herbivora merupakan ikan yang memakan tumbuh-tumbuhan. Ikan hebivora pertumbuhannya cenderung lambat jika di bandingkan jenis ikan omnivora dan karnivora. Kebutuhan protein bagi ikan herbivora tentunya berbeda dengan jenis ikan omnivora dan karnivora.
Ciri-Ciri
Variasi suhu tidak mencolok
Tumbuhan yang paling banyak ditemui adalah jenis ganggang
Organisme yang hidup di dalam ekosistem ini telah mengalami adaptasi
Kadar garam sangat rendah
Ekosistem Lentik (Air Tenang)
Ekosistem Lotik (Air yang Mengalir)
Peraturan terkait biota laut yang dilindungiDidi Sadili
Biota laut yang dimaksud disini adalah ikan yaitu segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian hidupnya di dalam lingkungan perairan laut.
Yang terdiri dari:
1. pisces (ikan bersirip),
2. crustacea (udang, rajungan, kepiting dsb), 3. mollusca (kerang, tiram, cumi cumi, gurita, siput, dsb), 4. coelentarata (ubur ubur dsb), 5. echinodermata (teripang, bulu babi, dsb), 6. ampibia (kodok dsb), 7. reptilia (buaya, penyu, kura kura, biawak, ular air, dsb), 8. mamalia (paus, lumba lumba, pesut, dugong/duyung, dsb), dan 9. algae (rumput laut dan tumbuhan lain yang hidupnya di air).
Versi power point kondisi ekosistem terumbu karang serta strategi pengelolaannyaMujiyanto -
Penelitian dilakukan di perairan Pulau Rakit dan Pulau Ganteng di perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat pada tahun 2005 dengan waktu pelaksanaan pada bulan Mei dan Oktber 2005. Berdasarkan informasi dari nelayan, terumbu karang di perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mengalami banyak kerusakan, terutama pada perairan yang dangkal yaitu pada kedalaman kurang dari 15 meter. Pengamatan dan perhitungan persentase penutupan karang dilakukan dengan menggunakan metode Line Intercef Transect (LIT). Kerusakan terumbu karang tersebut akibat dari kegiatan penangkapan ikan dengan cara-cara penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Kondisi terumbu karang hidup pada kategori sedang, penutupan karang dalam kategori karang rusak. Adapun Strategi pengelolaan terumbu karang berdasarkan permasalah yang ditemukan di lokasi, secara garis besarnya adalah dengan memberdayakan masyarakat pesisir yang secara langsung bergantung pada pengelolaan terumbu karang, mengurangi laju degradasi kondisi terumbu karang yang ada pada saat ini serta mengelola terumbu karang berdasarkan karakteristik ekosistem, potensi, pemanfaatan dan status hukumnya.
Kebutuhan protein pada ikan herbivora , formulasi pakan, dan peranan protein ...Ari Panggih Nugroho
Ikan herbivora merupakan ikan yang memakan tumbuh-tumbuhan. Ikan hebivora pertumbuhannya cenderung lambat jika di bandingkan jenis ikan omnivora dan karnivora. Kebutuhan protein bagi ikan herbivora tentunya berbeda dengan jenis ikan omnivora dan karnivora.
Ciri-Ciri
Variasi suhu tidak mencolok
Tumbuhan yang paling banyak ditemui adalah jenis ganggang
Organisme yang hidup di dalam ekosistem ini telah mengalami adaptasi
Kadar garam sangat rendah
Ekosistem Lentik (Air Tenang)
Ekosistem Lotik (Air yang Mengalir)
Study: The Future of VR, AR and Self-Driving CarsLinkedIn
We asked LinkedIn members worldwide about their levels of interest in the latest wave of technology: whether they’re using wearables, and whether they intend to buy self-driving cars and VR headsets as they become available. We asked them too about their attitudes to technology and to the growing role of Artificial Intelligence (AI) in the devices that they use. The answers were fascinating – and in many cases, surprising.
This SlideShare explores the full results of this study, including detailed market-by-market breakdowns of intention levels for each technology – and how attitudes change with age, location and seniority level. If you’re marketing a tech brand – or planning to use VR and wearables to reach a professional audience – then these are insights you won’t want to miss.
An immersive workshop at General Assembly, SF. I typically teach this workshop at General Assembly, San Francisco. To see a list of my upcoming classes, visit https://generalassemb.ly/instructors/seth-familian/4813
I also teach this workshop as a private lunch-and-learn or half-day immersive session for corporate clients. To learn more about pricing and availability, please contact me at http://familian1.com
Strategi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Secara...Abida Muttaqiena
Pemanfaatan SDKP berkelanjutan pada prinsipnya adalah perpaduan antara pengelolaan
sumberdaya dan pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya dalam
jangka panjang untuk kepentingan generasi mendatang. Teknologi penangkapan ikan
bukan hanya ditujukan untuk meningkatkan hasil tangkapan, tetapi juga memperbaiki
proses penangkapan untuk meminimumkan dampak penangkapan ikan terhadap
lingkungan perairan dan biodiversitinya.
Pengantar pedoman umum RBFM di kawasan konservasi perairanDidi Sadili
kawasan konservasi perairan dapat dimanfaatkan sumber daya ikannya di zona perikanan berkelanjutan oleh masyarakat di dalam atau di sekitar KKP tsb. sekarang bagaimana caranya memberikan akses kepada masyarakat tersebut
Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut pada Tataran Konvensi IDidi Sadili
Keanekaragaman diantara makhluk hidup dari daratan, lautan, dan ekosistem akuatik, serta kompleksitas ekologinya yang merupakan bagian dari keanekaraman.
Keanekaragaman hayati mencakup : keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman jenis dan keanekaragaman genetika
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
1. Karakterisitik Spesifik Sumber Daya Perikanan
Ada beberapa faktor yang spesifik dalam upaya memanfaatkan sumberdaya perikanan sehingga
mengakibatkan upaya-upaya mengelola sumberdaya ini menjadi berbeda dengan sumberdaya hayati
lain pada umumnya, yaitu faktor-faktor pembatas berupa :
1. Organismanya bersifat liar yang pada dasarnya dengan jumlah terbatas
2. Organismanya bebas bergerak dan tidak terlihat secara langsung.
(SIKLUS HIDUP = Perkembang-biakan, Adaptasi Lingkungan, Kebutuhan Fisiologis Spesifik, Feeding/Food
Habit, Adaptasi).
3. Pada daerah tropis, organismanya terdiri dari bermacam-macam spesies sehingga alat tangkap yang
digunakan juga bermacam-macam menyesuaikan dengan karakteristik spesies yang menjadi sasaran
penangkapan.
4. Keberadaan sumberdayanya bersifat terbuka sehingga dapat dimanfaatkan oleh setiap orang.
Resultante butir-butir permasalahan atau sifat-sifat tersebut menyebabkan adanya kesulitan dalam
menetapkan atau menduga besarnya sediaan (stok) ikan yang berada dalam suatu perairan, baik secara
spasial maupun secara periodik.
(Penjelasan di atas dapat dikembangkan lagi dengan pendekatan analisis yang lebih mendalam,
silahkan).
Komponen-Komponen Kegiatan Dalam Manajemen Sumberdaya Perikanan
Menurut Pirkenton (1988), kegiatan-kegiatan yang intinya merupakan komponen kegiatan manajemen
sumberdaya perikanan, meliputi :
1. Pengumpulan dan analisa data seluruh variabel yang berkaitan dengan sumberdaya :
1) Biologi Perikanan (natural history, dinamika populasi)
2) Produksi (hasil tangkapan, overfishing)
3) Operasi Penangkapan (jenis alat tangkap, efektifitas, side effect, dll )
4) Sosial ekonomi (nilai ekonomis, dampak sosial, dll)
5) Peraturan perundangan perikanan (apakah sudah ada ?, kalau sudah sudah ada - seberapa bagian
yang sudah dipatuhi ?.
2. Penetapan Cara-cara Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan, meliputi :
1) Waktu penangkapan;
2) Lokasi penangkapan;
3) Pelaku penangkapan
3. Penetapan alokasi penangkapan, meliputi :
1) Jumlah ikan yang boleh ditangkap antar nelayan dalam satu kelompok;
2) Jumlah ikan yang boleh ditangkap antara kelompok nelayan yang berbeda (nelayan lokal, nelayan
pendatang dan atau nelayan kelompok lain);
3) Jumlah ikan yang boleh ditangkap antar nelayan yang berbeda alat tangkap dan metode
penangkapan
4. Perlindungan terhadap sumberdaya ikan yang mengalami tekanan ekologis akibat operasi penangkapan
maupun kejadian alam lainnya, meliputi :
1) Perlindungan terhadap kuantitas habitat.
2) Perlindungan terhadap kualitas lingkungan habitat.
2. 5. Penegakan hukum dan perundang-undangan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan, sekaligus
merupakan umpan balik yang digunakan untuk meningkatkan kualitas hukum dan perundang-undangan.
6. Pengembangan dan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dalam jangka panjang yang
ditempuh melalui evaluasi terhadap program kerja jangka pendek atau yang saat ini sedang
diimplementasikan.
7. Pengambilan keputusan manajemen sumberdaya perikanan dengan mempertimbangkan pengertian
yang sempit – yaitu sumberdaya ikan itu sendiri, maupun pengertian yang luas – yaitu sumberdaya ikan
beserta seluruh aspek yang berpengaruh dan/atau dipengaruhi oleh pemanfaatan ikan tersebut.
Gulland (1977) mengajukan enam pendekatan (alternatif) dalam manajemen sumberdaya perikanan,
yaitu :
1. Pembatasan alat tangkap,
2. Penutupan daerah penangkapan,
3. Penutupan musim penangkapan,
4. Pemberlakuan kuota penangkapan ikan yang dialokasikan menurut alat tangkap, kelompok nelayan,
atau daerah penangkapan ikan,
5. Pembatasan ukuran ikan yang menjadi sasaran operasi penangkapan ikan,
6. Penetapan jumlah kapal serta jumlah hasil tangkapan yang diperbolehkan untuk setiap kapal.
Sedangkan Retting (1992) mengajukan pendekatan manajemen sumberdaya perikanan seperti berikut :
1. Pembatasan jumlah ikan yang ditangkap,
2. Pendekatan tidak langsung dalam mengalokasikan kegiatan penangkapan ikan, seperti :
1) penutupan musim,
2) penutupan daerah,
3) pembatasan jumlah alat tangkap,
3. Perizinan yang terbatas,
4. Pendekatan yang bersifat moneter (insentif/reward/punishment), seperti :
1) royalti, dan
2) program dukungan finansial,
5. Hak kepemilikan atas sumberdaya ikan, seperti :
1) hak ulayat, dan
2) alokasi jumlah tangkapan yang dipebolehkan (total allowable catch, TAC).
Pendekatan manajemen menurut Gulland dan Retting di atas nampak sangat bernuansa bioteknis.
Untuk mengimbangi ini, maka perlu ada pertimbangan instrumen sosial ekonomi. Panayatou (1982)
mengajukan beberapa pendekatan yang bersifat sosial ekonomis, yaitu :
1. Penetapan pajak,
2. Pemberian subsidi,
3. Pembatasan impor, dan
4. Promosi ekspor.
5. DENDA
Penerapan Fungsi Pengawasan Dalam Manajemen Sumber Daya Perikanan
1. Monitoring
3. Diimplementasikan dengan cara Pengisian Logbook/Logsheet (catatan data pemanfatan sumber daya
ikan) oleh pelaku usaha, kadang-kadang ditempatkan petugas khusus.
- aspek legal (kuota penangkapan)
- aspek biological/resources (status pemanfaatan)
2. Controlling
Diimplementasi secara langsung MENGGUNAKAN INDRAJA dan secara tidak langsung melalui analisis
tingkat pemanfaatan berdasarkan data Logbook/Sheet. Pada tingkat yang paling sederhana HASIL
EVALUASI KERAGAAN POPULASI berdasarkan kriteria atau indikasi overfishing (hasil tangkapan
menurun/berkurang; ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil; dsb).
3. Surveillance
Diimplementasikan melalui PATROLI LAPANGAN, PATROLI LAUT, PATROLI DANAU, pengawasan
penggunaan alat tangkap, dan tindak pelanggaran peraturan penangkapan (seperti penggunaan
bom/racun/strum/ alat tangkap terlarang lainnya; termasuk pelanggaran perizinan operasi).
4. Investigation
Diimplementasikan berupa Tindakan hukum oleh aparat berwenang TNI AL di laut, dan POLRI di
perairan umum (darat).
5. Community Base Management
Diimplementasikan dengan cara :
- Melibatkan Masyarakat Di Dalam Proses Pengawasan (Masyarakat Pantai, Masyarakat Tinggal di
Pinggiran Danau/Rawa/Sungai).
- Accosiation/Cooperative Base Management (kerjasama dgn asosiasi pelaku usaha, koperasi usaha,
Kontrol Dunia Internasional Terhadap Sumber Daya Perikanan
Kontrol dunia internasional terhadap keberadaan sumberdaya perikanan termuat dalam Code of
Conduct for Responsible Fisheries(CCRF), terutama pasal 7 mengenai Manajemen Perikanan, di
antaranya menyatakan bahwa :
1. Negara harus mengadopsi pendekatan manajemen sumberdaya perikanan yang tepat berdasarkan
pada bukti dan fakta ilmiah yang tersedia.
2. Pendekatan harus diarahkan untuk mempertahankan atau memulihkan stok ikan pada tingkat
kemampuan maksimum menghasilkan ikan tanpa merusak lingkungan dan mengganggu stabilitas
ekonomi (MSY)
CCRF adalah salah satu kesepakatan dalam konferensi Committe on Fisheries (COFI) ke – 28 FAO di
Roma pada tanggal 31 Oktober 1995, dan telah tercantum dalam Resolusi PBB Nomor 4 Tahun 1995
yang secara resmi mengadopsi dokumen CCRF. Resolusi yang sama juga meminta kepada FAO
berkolaborasi dengan anggota dan organisasi yang relevan untuk menyusun Technical Guidelines yang
mendukung pelaksanaan dari CCRF tersebut.
Tatalaksana ini menjadi asas dan standar internasional mengenai pola perilaku bagi praktek yang
bertanggung jawab, dalam pengusahaan sumberdaya perikanan dengan maksud untuk menjamin
terlaksananya aspek konservasi, pengelolaan dan pengembangan efektif sumberdaya hayati akuatik
4. berkenaan dengan pelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati. Tatalaksana ini mengakui arti
penting aspek gizi, ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya yang menyangkut kegiatan perikanan dan
terkait dengan semua pihak yang berkepertingan yang peduli terhadap sektor perikanan.Tatalaksana ini
memperhatikan karakteristik biologi sumberdaya perikanan yang terkait dengan lingkungan/habitatnya
serta menjaga terwujudnya secara adil dan berkelanjutan kepentingan para konsumen maupun
pengguna hasil pengusahaan perikanan lainnya.
Pelaksanaan konvensi ini bersifat sukarela.Namun beberapa bagian dari pola perilaku tersebut disusun
dengan merujuk pada UNCLOS 1982.Standar pola perilaku tersebut juga memuat beberapa ketentuan
yang mungkin atau bahkan sudah memberikan efek mengikat berdasarkan instrumen hukum lainnya di
antara peserta, seperti pada "Agreement to Promote Compliance with International Conservation and
Management Measures by Fishing Vessels on the High Seas (Compliance Agreement 1993J'.Oleh sebab
itu negara-negara dan semua yang terlibat dalam pengusahaan perikanan didorong untuk
memberlakukan Tatalaksana ini dan mulai menerapkannya.
Latar belakang Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), adalah :
1. Keprihatinan para pakar perikanan dunia terhadap semakin tidak terkendalinya ancaman terhadap
sumberdaya ikan.
2. Issue Lingkungan.
3. Illegal, Unreported dan Unregulated (IUU) Fishing.
4. Ikan sebagai sumber pangan bagi penduduk dunia.
5. Pengelolaan sumberdaya ikan tidak berbasis masyarakat.
6. Pengelolaan Sumberdaya ikan dan lingkungannya yang tidak mencakup konservasi.
7. Didukung oleh berbagai konferensi Internasional mengenai perikanan berusaha untuk mewujudkan
Keprihatinan tersebut,
Tujuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Menetapkan azas sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan international), bagi penangkapan ikan dan
kegiatan perikanan yang bertanggung jawab.
2. Menetapkan azas dan kriteria kebijakan,
3. Bersifat sebagai rujukan (himbauan),
4. Menjadikan tuntunan dalam setiap menghadapi permasalahan,
5. Memberi kemudahan dalam kerjasama teknis dan pembiayaan,
6. Meningkatkan kontribusi pangan,
7. Meningkatkan upaya perlindungan sumberdaya ikan,
8. Menggalakkan bisnis Perikanan sesuai dengan hukum
9. Memajukan penelitian,
Enam (6) Topik yang diatur dalam Tatalaksana ini adalah
1. Pengelolaan Perikanan;
2. Operasi Penangkapan;
3. Pengembangan Akuakultur;
4. Integrasi Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir;
5. Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan
6. Penelitian Perikanan.
Prinsip-prinsip Umum Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
5. 1. Pelaksanaan hak untuk menangkap ikan bersamaan dengan kewajiban untuk melaksanakan hak
tersebut secara berkelanjutan dan lestari agar dapat menjamin keberhasilan upaya konservasi dan
pengelolaannya;
2. Pengelolaan sumber-sumber perikanan harus menggalakkan upaya untuk mempertahankan kualitas,
keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber-sumber perikanan dalam jumlah yang mencukupi
untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang;
3. Pengembangan armada perikanan harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya sesuai dengan
kemampuan reproduksi demi keberlanjutan pemanfaatannya;
4. Perumusan kebijakan dalam pengelolaan perikanan harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang
terbaik, dengan memperhatikan pengetahuan tradisional tentang pengelolaan sumber-sumber
perikanan serta habitatnya;
5. Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan, setiap negara dan organisasi
perikanan regional harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) seluas-luasnya;
6. Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif dan aman terhadap
kelestarian lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman jenis dan populasinya;
7. Cara penangkapan ikan, penanganan, pemrosesan, dan pendistribusiannya harus dilakukan sedemikian
rupa agar dapat mempertahankan nilai kandungan nutrisinya;
8. Habitat sumber-sumber perikanan yang kritis sedapat mungkin harus dilindungi dan direhabilitasi;
9. Setiap negara harus mengintegrasikan pengelolaan sumber-sumber perikanannya kedalam kebijakan
pengelolaan wilayah pesisir;
10. Setiap negara harus mentaati dan melaksanakan mekanisme Monitoring, Controlling and Surveillance
(MCS) yang diarahkan pada penataan dan penegakan hukum di bidang konservasi sumber-sumber
perikanan;
11. Negara bendera harus mampu melaksanakan pengendalian secara efektif terhadap kapal-kapal
perikanan yang mengibarkan benderanya guna menjamin pelaksanaan tata laksana ini secara efektif;
12. Setiap negara harus bekerjasama melalui organisasi regional untuk mengembangkan cara penangkapan
ikan secara bertanggungjawab, baik di dalam maupun di luar wilayah yurisdiksinya;
13. Setiap negara harus mengembangkan mekanisme pengambilan keputusan secara transparan dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pengembangan peraturan dan kebijakan
pengelolaan di bidang perikanan;
14. Perdagangan perikanan harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip, hak, dan kewajiban
sebagaimana diatur dalam persetujuan World Trade Organization (WT-0);
15. Apabila terjadi sengketa, setiap negara harus bekerjasama secara damai untuk mencapai penyelesaian
sementara sesuai dengan persetujuan internasional yang relevan;
16. Setiap negara harus mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi melalui
pendidikan dan latihan, serta melibatkan mereka di dalam proses pengambilan keputusan;
17. Setiap negara harus menjamin bahwa segala fasilitas dan peralatan perikanan serta lingkungan kerjanya
memenuhi standar keselamatan internasional;
18. Setiap negara harus memberikan perlindungan terhadap lahan kehidupan nelayan kecil dengan
mengingat kontribusinya yang besar terhadap penyediaan kesempatan kerja, sumber penghasilan, dan
keamanan pangan;
19. Setiap negara harus mempertimbangkan pengembangan budidaya perikanan untuk menciptakan
keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan.
6. Sasaran-Sasaran Penting Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) di
Indonesia
1. Fisheries Management (Pengelolaan Perikanan)
1) Memperhatikan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam merencanakan pemanfaatan
sumberdaya ikan.
2) Menetapkan kerangka hukum – kebijakan.
3) Menghindari Ghost Fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang terbuang / terlantar.
4) Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan Negara.
5) Memperhatikan kelestarian lingkungan.
2. Fishing Operations (Operasi Penangkapan).
6) Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih.
7) Pengaturan sistem perijinan penangkapan.
8) Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS).
3. Aquaculture development (Pembangunan Akuakultur)
9) Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya .
10) Melindungi ekosistem akuatik.
11) Menjamin keamanan produk budidaya.
4. Integration of fisheries into coastal area management (Integrasi Perikanan ke dalam pengelolaan
kawasan pesisir)
12) Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya ikan di kawasan pesisir beserta tingkat
pemanfaatannya.
5. Post-harvest practices and trade (Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan).
13) Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga sertifikasi.
14) Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah.
15) Mengembangkan perdagangan produk perikanan.
16) Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen.
6. Fisheries research (Penelitian Perikanan)
17) Pengembangan penelitian.
18) Pengembangan pusat data hasil penelitian.
19) Aliansi kelembagaan internasional.
Kewajiban Mengikuti Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Semua Negara yang memanfaatkan sumberdya ikan dan lingkungannya.
2. Semua Pelaku Perikanan (baik penangkap dan prosesing).
3. Pelabuhan-Pelabuhan Perikanan (kontruksi, pelayanan, inspeksi, dan pelaporan);
4. Industri disamping harus menggunakan alat tangkap yang sesuai.
5. Peneliti untuk pengembangan alat tangkap yang selektiv.
6. Observer program (pendataan diatas kapal).
7. Perikanan rakyat, perlu mengantisipasi dampak terhadap lingkungan dan penggunaan energi yang
efisien.
Kewajiban Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) Yang Harus Dipenuhi Oleh :
1. NEGARA
Mengambil langkah precautionary (hati-hati) dalam rangka melindungi atau membatasi penangkapan
ikan sesuai dengan daya dukung sumber.
7. Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring, control, surveillance dan law enforcement .
Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari.
2. PENGUSAHA
Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut dalam pertemuan-pertemuan yang
diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan perikanan (misalnya FKPPS).
Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan serta
menjamin pelaksanaan peraturan.
Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi dalam segala hal yang berkaitan
dengan perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas diatas kapal untuk para peneliti.
3. NELAYAN
Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara benar.
Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan pengelolaan.
Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama pengelolaan, dan berkoordinasi dalam segala
hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan perikanan.
CCRF merekomendasikan agar pendekatan manajemen sumberdaya perikanan diarahkan untuk
memecahkan persoalan-persoalan berikut :
1. Kelebihan kapasitas penangkapan ikan,
2. Ketidak-seimbangan antar kepentingan berbagai pihak dalam memanfaatkan sumberdaya,
3. Kerusakan habitat, kecenderungan kepunahan jenis ikan tertentu dan turunnya keanekaragaman
hayati, serta
4. Kerusakan dan kemunduran mutu lingkungan yang diakibatkan polusi, sampah, dan pembuangan ikan-
ikan yang murah harganya padahal penting nilai biologinya.
CRF juga menyarankan agar setiap negara mempromosikan kegiatan-kegiatan konservasi dan
pengelolaan sumberdaya perikanan serta menjamin pendekatan dan kebijakan setiap negara didukung
hukum dan UU yang dengan baik didesiminasikan kepada masyarakat.