SlideShare a Scribd company logo
1
KONSTRUKSI MAKNA DALAM UPACARA ADAT TRADISI
PACU JAWI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL KABUPATEN TANAH
DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT
Nama: Rizki Hidayat
rizkymorteza@gmail.com
Consellour: Noor Efni Salam
Ilmu Komunikasi FISIP UR
ABSTRACT
Pacu jawi is a culture tradition/ habit passed down from generation to
generation from generation to generation, developed to date in the area of Tanah Datar
Regency of West Sumatra Province, the runway is considered to be a tradition that pacu
jawi is full of the philosophy, values and philosophy of life of minangkabau people.
Values and this philosophy is present in the form of a cultural party activities or people's
party, held as a form of entertainment, a tradition pacu jawi conjures the symbols on the
commodification of heritage is understood by society flat land as part of the social life of
the community system itself.Tanah Datar communities interpret this tradition from time
immemorial who later inherited kinship mamak-kamanakan ( uncle - nephew . This is a
qualitative research approach to the study of communication Ethnography through
symbolic interaction and approaches supported by the theory of the construction of social
reality. The subject of research is the traditional art actors of pacu jawi. Informants are
chosen by purposive sampling technique, for key informants amounted to 4 (four) which
consists of custom figures, community leaders, prominent cleric and Chairman of the
porwi, and to support 6 (six) of those who were coming from the participants, cow
owners and the local community supporters of 6 (six) people have derived from the
participants, the owner of the cow and the local community. Research Data obtained
through in-depth interviews, participant observation, documentation, studies, libraries
and search data online. To test the validity of the data using the test of credibility. As for
the data analysis techniques to reduce data, collecting data, presenting data, draw
conclusions and evaluation. Conclusion traditional art culture pacu jawi show a symbol
is understood and interpreted by the players together, where cultural values embodied in
it makes this art as local wisdom Tanah Datar Regency.
Keyword : Construction of Meaning , Symbolic Situation , Social Interactions Products ,
Interpretation , Local Wisdom
Pendahuluan
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat majemuk terdiri dari
berbagai macam suku, budaya, ras dan agama. Setiap suku tersebut memiliki
kebudayaan asli yang menjadi ciri khasnya dan terus dipertahankan. Salah satu
aspek yang menarik dari kebudayaan di Indonesia adalah keaslian budaya daerah
yang masih tetap dipertahankan. Setiap kebudayaan berisikan seperangkat
pedoman yang antara lain dapat digunakan oleh para pendukungnya untuk
2
mewujudkan ketertiban sosial. Budaya tersebut sangat berpengaruh pada suku
tertentu dalam berinteraksi dengan suku lainnya. Hal ini sangat jelas sebab kita
pun berasal dari daerah dan suku yang berbeda dan perbedaan itulah membuat kita
lebih bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita kenal
dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Komunikasi dan kebudayaan adalah dua hal yang berbeda, namun saling
terkait satu sama lain dan sangat penting untuk dipahami. Melalui komunikasi,
manusia bisa menciptakan kebudayaan. Seperti yang diungkapkan oleh ilmuan
antropologi bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2002: 180). Dalam teori
komunikasi telah dikatakan juga bahwa “we can not not communicate” yang
berarti kita tidak dapat tidak berkomunikasi. Itulah sebabnya perilaku komunikasi
suatu suku bisa saja berbeda dengan perilaku komunikasi suku lainnya. Di
samping itu, tanpa komunikasi suatu kebudayaan tidak akan bisa diwariskan ke
generasi-generasi selanjutnya. Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh
karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa,
dan bagaimana penyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-
kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sebenarnya
seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita
dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila
budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.
(Mulyana, 2005 : 19)
Salah satu nilai kearifan lokal yang masih diwariskan orang Minangkabau
dan masih dipertahankan keutuhannya oleh masyarakat adat di Kab. Tanah Datar
saat ini adalah prosesi adat yang terdapat pada pelaksanaan budaya pacu jawi.
Ada tiga tahapan pelaksanaan tradisi pacu jawi antara lain; persiapan, pelaksanaan
dan penutupan, dalam setiap tahapan tersebut terkandung beberapa nilai-nilai
lokal diantaranya yang menonjol adalah nilai adat yang tergambar pada prosesi
adat atau upacara adat itu sendiri. berdasarkan hasil wawancara penulis dengan
Bapak Buya Kamaruzzaman, MA tokoh budayawan Minang yang juga berprofesi
sebagai Kabid Kebudayaan dan Pemberdayaan Adat Dinas Pariwisata Kab. Tanah
Datar bahwa prosesi adat alek nagari pacu jawi antara lain; 1) Penerimaan alek
atau tamu secara adat, 2) Pasambahan/ pidato adat minta izin alek, 3)
Mendudukan alek atau posisi duduk, 4) Pidato minum-makan, 5) Pidato maurak
selo (minta pulang) 9) Pidato tagak.Selain kesembilan prosesi tersebut, ada juga
prosesi arak-arakan jawi pemenang atau pawai pada minggu ke-4 atau hari
penutupan.
Merujuk dari hal di atas, dapat dikatakan bahwa tradisi pacu jawi tidak
dianggap hanya sebagai hiburan semata bagi masyarakat Tanah Datar, ajang pacu
jawi merupakan sebuah sarana bagi mereka untuk saling bercengkrama,
bersilaturahmi dan menjalin hubungan yang harmonis. Karena dahulu kegiatan ini
memiliki fungsi sosial dan fungsi spiritual, fungsi sosialnya sebagai bentuk
kunjungan silaturahmi masyarakat kampung lain ke kampung tuan rumah, alek
(pesta) pacu jawi juga menjadi sarana berkumpul di balai-balai bagi masyarakat
untuk berinteraksi, melakukan perjodohan kemanakan, berjualan dan memupuk
3
tali persaudaraan. Dan fungsi religius sebagai simbol ucapan syukur kepada Yang
Maha Kuasa karena telah mendapat bulan baik dan panen yang berlimpah. Maka
dari itu keunikan kegiatan ini tetap dipertahankan keasliannya oleh para
pemangku adat, pemerintah setempat dan organisasi masyarakat. Penelitian ini
difokuskan untuk mengetahui bagaimana makna tradisi pacu jawi di-konstruksi.
Makna merupakan pesan atau maksud tertentu yang terkandung atau dimiliki oleh
suatu tindakan (perilaku), simbol ataupun tanda yang mewakili nilai-nilai tertentu.
Karena hakekatnya pembentukan makna ada pada individu, maka maka semua
tindakan sosial yang dilakukan individu memunculkan pembentukan makna dan
pembentukan makna dikonstruksi oleh setiap individu. Mungkin pembentukan itu
sama, berhimpitan, bahkan bertolak belakang. Sebagian besar sangat ditentukan
oleh kapasitas dan kepentingan masing-masing pihak dalam membentuk makna
itu (Joseph DeVito 1998 dalam Sobur, 2004 : 55).
Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta
masuknya budaya asing di khawatirkan upacara adat yang memiliki nilai-nilai
luhur ini secara beransur-ansur tergeser oleh nilai-nilai dari luar yang jelas tidak
sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Kebanyakan masyarakat hanya mengerti
tata cara adat atau prosesi adat budaya pacu jawi hanya sebatas apa yang mereka
lihat ketika upacara adat berlangsung tanpa memahami betul nilai-nilai yang
terkandung dalam rangkaian kegiatan pelaksanaan upacara tersebut sehingga
proses upacara adat tidak termaknai secara mendalam yang kemudian dianggap
bahwa tata cara tersebut hanya membuang-buang waktu. Padahal tata cara adat
dalam pelaksanaan budaya pacu jawi memiliki nilai-nilai dan tujuan mulia untuk
memupuk dan memelihara solidaritas sosial masyarakat. Maka berdasarkan
fenomena tersebut Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pariwisata
menggalakkan kembali muatan-muatan lokal atau sumber daya lokal yang
terdapat di Kabupaten Tanah Datar dengan salah satu caranya ialah mengemas
kembali tradisi ini menjadi suatu iven wisata yang menarik serta mengembalikan
fungsi dan peran semua pihak tadi sebagaimana mestinya, sehingga nilai lokal
(local value) yang melekat pada tradisi ini tidak punah. Dengan melihat
permasalahan diatas penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian konstruksi
makna dalam upacara adat tradisi pacu jawi sebagai kearifan lokal Kabupaten
Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat.
Tinjauan Pustaka
Konstruksi makna terdiri dari dua kata, konstruksi dan makna. Konstruksi
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai susunan (model, tata
letak) suatu bangunan atau susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau
kelompok kata (Departemen Pendidikan Nasional 2005 : 590).Sedangkan menurut
kamus komunikasi, definisi konstruksi adalah suatu konsep, yakni abstraksi
sebagai generalisasi dari hal-hal yang khusus, yang dapat diamati dan diukur
(Effendy 1989 : 264). Makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti arti,
maksud pembicara atau penulis. Arti kata “makna” menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yaitu: (1) arti; (2) maksud pembicara atau penulis; pengertian yang
diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Makna adalah hubungan antara
4
subjek dengan lambangnya. Makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan
hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia penggunanya
(objek). (Vardiansyah, 2004 : 70-71).
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua
kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John
M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom
(kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom
(kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local)
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti
oleh anggota masyarakatnya. (Sartini, 2004: 111). Kearifan lokal menurut UU
No.32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup BAB I Pasal
1 butir 30 adalah adalah “Nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara
lestari”. Nilai adalah suatu konsepsi, ekspilisit atau implisit, yang menjadi milik
khusus seseorang atau ciri khusus suatu lingkungan sosial (masyarakat) mengenai
sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan
berbagai cara-cara, alat-alat, dan tujuan sebuah tindakan. Nilai adalah pandangan,
cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan tanggapan emosional
pada seseorang atau masyarakat tertentu. Dalam pengertian umum istilah nilai
sering dipergunakan untuk hal-hal yang menunjukkan harga atau penghargaan,
guna atau kegunaan baik atau kebaikan, dan sebagainya (Effendy, 2003 : 376).
Dalam eksiklopedi Britanica yang dikutip oleh Sidi Gazalba dikatakan “value is a
determination or quality of an objek which involves any sort or appreciation or
interes”. Nilai adalah suatu penetapan atas kualitas objek menyangkut suatu jenis
apresiasi atau minat. ( Sidi Gazalba, 1986 : 469). Muhaimin (1993 : 110) nilai
bersifat ideal, abstrak dan tak dapat disentuh panca indera, sedangkan yang dapat
ditangkap hanya barang atau tingkah laku yang mengandung nilai tersebut. Dari
beberapa definisi tentang nilai diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan
landasan atau tujuan dari kegiatan sehari-hari yang menentukan dan mengarahkan
bentuk, corak, intensitas, kelenturan, prilaku seseorang atau sekelompok orang,
sehingga menghasilkan bentuk-bentuk bersifat non materi, kegiatan-kegitan
kebudayaan dan kesenian, atau pola dan konsep berfikir yang keseluruhannya
disebut budaya atau kultur.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut
Muliyono penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrument kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi. (Muliyono, 2005 : 1). Penulis menganggap tepat menggunakan metode
penelitian kualitatif untuk meneliti nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam
upacara adat tradisi pacu jawi dan penerapannya di Kabupaten Tanah Datar. Alasan
penulis menggunakan penelitian kualitatif : Pertama, untuk memahami makna dibalik
data yang tampak, gejala sosial sering tidak bisa dipahami berdasarkan apa yang
diucapkan dan dilakukan orang. Data untuk mencari makna dari setiap perbuatan
5
tersebut hanya cocok jika diteliti dengan teknik wawancara mendalam, observasi
partisipan dan dokumentasi yang itu semua adalah metode pengumpulan data pada
jenis penelitian kualitatif. Kedua, untuk memahami interaksi sosial yang kompleks
hanya dapat diurai kalau peneliti melakukan penelitian kualitatif. Ketiga, memahami
perasaan orang sulit jika itu tidak dengan penelitian kualitatif..
Penentuan informan dilakukan dengan cara purposive sampling.
Dinataranya Ketua Porwi (Persatuan Olah Raga Pacu Jawi) / Tokoh Adat, Tokoh
Ulama, Tokoh Cerdik Pandai dan Bundo Kanduang Informan pendukung yang
terdiri dari (Dinas Pariwisata, Tokoh masyarakat, pedagang dan pemilik sapi).
Penelitian ini sendiri berbicara tentang bagaimana fenomena kesenian tradisional
pacu jawi di Kabupaten Tanah Datar dikonstruksikan oleh pelaku kesenian ke
dalam produk interaksi sosial „makna‟, dimana makna tidak melekat pada objek
melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Interpretasi ini juga dapat
menjelaskan pesan apa saja yang terkandung dalam kesenian tradisional pacu
jawi.
Hasil dan Pembahasan
Pada dasarnya rangkaian prosesi adat inilah yang mencerminkan kearifan
lokal Kabupaten Tanah Datar yang masih dipertahankan sampai saat ini. Secara
adat ini adalah hal yang wajib dilakukan sehingga kegiatan formal yaitu kegiatan
inti pelaksanaan pacu jawi tidak akan dimulai jika kegiatan adat tadi belum
dilaksanakan. Begitulah adat yang berkembang di Minangkabau, segalanya harus
berlandaskan prinsip syarak mangato (agama/ syarak berbicara), adat mamakai
(adat melaksanakan).Pasambahan adat/ pantun adat dan apresiasi terhadap kuliner
khas daerah maupun pementasan seni budaya lokal merupakan bentuk kearifan
lokal yang lain. Setiap menjelang pementasan pacu jawi, biasanya si pangka (tuan
rumah) akan menyembah dan mengucapkan salam kepada alek (tamu) yang
berasal dari tiga kecamatan lain.
Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai
baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang
dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap
baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara terus-
menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik
atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila
terjadi pemaksaan oleh penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara
alamiah tetapi dipaksakan. Kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang
didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama.
(Kemendikbud, 2011 : 2)
5.1. Nilai-Nilai lokal yang Terkandung Dalam Upacara Adat Pelaksanaan
Tradisi Pacu Jawi di Kabupaten Tanah Datar
Dalam tradisi dan tindakanya orang Minang selalu berpegang teguh
kepada tiga hal : pertama, selalu menjunjung tinggi pandangan hidupnya atau
filsafat hidupnya yang religius dan mistis. Pandangan hidupnya selalu
menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah. Kedua, selalu
6
bersikap etis dan menjunjung tinggi moral dan etika dalam setiap tingkah polah
hidupnya. Budaya gotong royong, saling menghormati, raso jo pareso / tenggang
rasa, tolong menolong, bermusyawarah dan silahturahmi (bersosialisasi) adalah
beberapa contoh dari banyaknya kearifan lokal yang diwariskan oleh nenek
moyang kita. Ketiga, selalu menjadikan alam sebagai contoh terbaik dalam
menjalani kehidupan, falsafah alam takambang jadi guru merupakan warisan
yang berakar dari nenek moyang, yang sampai sekarang masih dipegang teguh
oleh masyarakat Minang sebagai pedoman hidup. Kearifan-kearifan lokal pada
dasarnya dapat dipandang sebagai landasan dalam pembentukan jati diri bangsa
secara nasional sehingga mempunyai kepribadian yang khas. Selain itu, kearifan –
kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya suatu bangsa memiliki akar
yang kuat guna menopang budaya bangsa itu sendiri.
Nilai-nilai budaya dalam upacara adat pacu jawi masih ada dalam
masyarakat lokal meskipun telah mengalami perubahan akibat kemajuan
teknologi. Nilai-nilai ekonomi dan pariwisata yang muncul membuktikan bahwa
kebudayaan merupakan hal yang dinamis, hal itu tergantung pada pelaku kesenian
untuk mempertahankan atau mengadaptasi nilai-nilai yang muncul dan nilai-nilai
lama tidak dihilangkan karena inilah sisi tradisinya. Hal ini sesuai dengan
pendapat ahli atau teori yang mengatakan bahwa kebudayaan sifatnya dinamis,
artinya dari waktu ke waktu pasti mengalami perubahan. Perubahan itu sendiri
bisa berasal dari dalam masyarakatnya atau bisa juga datang dari luar atau
dipengaruhi oleh nilai baru dari kebudayaan lain.
Merujuk pada hasil penelitian sebelumnya, penulis menyimpulkan ada
beberapa nilai penting dalam pelaksanaan tradisi pacu jawi di Kabupaten Tanah
Datar Propinsi Sumatera Barat :
1. Nilai Moral
Masyarakat yang mendukungnya masih mempertahankan nilai-nilai tersebut,
dimana ketika mereka mulai atau menyelesaikan suatu kegiatan yang menyangkut
masyarakat banyak seperti pesta rakyat biasanya diikuti dengan pasambahan kato
atau pidato adat.
2. Nilai sosial
Nilai sosial ini berarti aturan, norma-norma yang telah mendarah daging dalam
masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang Minang di Kabupaten
Tanah Datar, melakukan ini secara sadar dan memahami sebagai hukum adat /
hukum tidak tertulis. Nilai sosial kemasyarakatan itu sangat kental dalam
penyelenggaraan alek / pesta rakyat ini, musyawarah, gotong-royong; tolong-
menolong, kekompakan dan kesatuan dan kekeluargaan.
3. Nilai Budaya
Nilai-nilai budaya yang tercermin dalam upacara pacu jawi adalah musik iringan
dan permainan anak nagari lain seperti silat, tari piring, talempok , salunag dan
rabab. Kesenian-kesenian daerah ini menghiasi penyelenggaraan pesta pacu jawi.
Selain memiliki fungsi sebagai nilai-nilai budaya, pelaksanaan tradisi pacu jawi
juga memiliki fungsi sosial dan spiritual, yang sangat penting bagi penduduk
setempat Fungsi sosial pacu jawi antara lain ; 1) sebagai norma-norma sosial , 2)
sarana komunikasi, 3) sarana kontrol sosial dan interaksi untuk mencapai
keseimbangan antar anggota masyarakat.
7
5.2. Makna Simbolik yang Terkandung Dalam Tradisi Pacu Jawi
Seperti yang telah disampaikan pada kerangka teori, penelitian
menfokuskan pada kajian pembentukan makna, JosephDeVito 1998, (dalam
Sobur, 2004: 55) menyampaikan bahwa hakekatnya pembentukan makna ada
pada individu, maka maka semua tindakan sosial yang dilakukan individu
memunculkan pembentukan makna dan pembentukan makna dikonstruksi oleh
setiap individu. Mungkin pembentukan itu sama, berhimpitan, bahkan bertolak
belakang. Sebagian besar sangat ditentukan oleh kapasitas dan kepentingan
masing-masing pihak dalam membentuk makna itu.Ada filosofi tersendiri dalam
penilaian jawi yang dinobatkan sebagai pemenang, pada tradisi ini jawi yang
berjalan lurus dan tidak miring dan tidak melenceng kemana-mana akan dipilih
menjadi jawi yang terbaik. Dan akan lebih baik apabila jawi tersebut dapat
menuntun temannya berjalan lurus. Jika jalannya lurus, itu menandakan jawi
sehat. Dalam satu perlombaan, akan mudah melihat mana jawi yang lurus larinya
dengan jawi yang tak lurus larinya. Bahkan ada yang sampai masuk ke sawah
orang lain. Jadi yang dinilai bukan bentuk struktur tubuhnya saja. Filosofinya,
jawi saja harus berjalan lurus, apalagi manusia yang berjalan lurus tentu lebih
tinggi nilainya dan itulah pemenangnya.
Filosofi pacu jawi itulah yang berlaku juga di dalam kehidupan sehari-hari
manusia. Mengapa harus membandingkan sebuah helat budaya dengan kehidupan
sehari-hari. Untuk menilai sapi yang menang adalah seperti diatas. Begitu juga
dengan manusia, manusia yang akan menjadi juara itu adalah manusia yang
mampu berjalan lurus, tidak keluar dari tatanan agama, budaya dan norma yang
berlaku. Manusia yang mampu mengatur jalan hidupnya untuk tetap dijalur yang
benar dengan menyelaraskan aspek yang berlaku untuk diimplementasikan
kedalam kehidupanya. Hanya dengan begitu manusia bisa menjadi juara sejati.
Arti filosofis yang sangat mendalam yang dipengaruhi oleh falsafah adat
Minangkabau yakni „alam takambang jadi guru’. Bagi orang Minang, alam
sekelilingnya adalah guru sebenar-benar guru. Banyak sifat-sifat alam yang dapat
dijadikan panutan dalam kehidupan sehari-hari. Alam yang dinamis dijadikan
sumber pembelajaran bagi orang Minangkabau. Aspek kehidupan mereka yang
bersumberkan kepada alam diimplementasikan dalam berbagai bentuk. Salah
satunya dalam bentuk seni olah raga seperti alek nagari pacu jawi. Bagi
masyarakat Minang kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari alam
menimbulkan pemahaman tentang manusia dan segala macam isi alam saling
berdampingan dan membutuhkan satu sama lainnya. Dibutuhkan keserasian
antara satu sama lainnya sehingga kehidupan berjalan sebagaimana mestinya.. Hal
ini merupakan makna pertama dari filosofi budaya pacu jawi.
Selanjutnya, makna kedua yang tercermin dalam pelaksanaan tradisi ini
adalah mengenai tata pergaulan dalam kehidupan sehari-hari antar individu dalam
masyarakat. Dalam konteks ini, lebih dititikberatkan adalah pada pergaulan anak
muda di Minangkabau. Makanya jika ada anak muda yang suka berbuat keonaran,
atau masyarakat yang menjadi bahan ejekan diistilahkan dengan perangai jawi
ketika berpacu, dinamakan jawi balang puntuang dan jawi sirah. Dahulu ada
beberapa tipe masyarakat yang mirip tingkah lakunya dengan tipe jawi saat
8
lomba, yang kemudian masyarakat lokal meyakini bahwa jawi yang jelek itu ada
dua :
“Pertama bernama jawi balang puntuang berarti apabila didahuluan
manyipak, dikudiankan mananduak (apabila didahulukan menyipak,
apabila di kemudiankan menanduk) manusia ada juga yang sifatnya
seperti itu, maka dari itu sifat jawi yang bagus adalah jawi yang
jalannya lurus tanpa dikendalikan. Sifat yang kedua yaitu jawi sirah,
jawi ini diibaratkan jawi yang egois, dan dimana-mana suka berbuat
onar. Jawi ini seperti pepatah mangguntiang dalam lipatan, artinya
kalau dia dipercaya dia khianat, dalam masyarakat ado urang nan
babuek saperti itu, inyo suko mambuek rusuah di kampuang.” (sindiran
halus bagi masyarakat yang suka mencari keributan atau membuat
rusuh di suatu kampung).(Hasil wawancara Bapak Fahmi, 30 Mei 2013)
Makna ketiga mengenai simbolis dari tatanan sistem pemerintahan
Minangkabau. Dalam hal keselarasan dan keharmonisan dalam tatanan
pemerintahan layaknya pada hubungan tali tiga sepilin, yang dilambangkan
dengan tungku tigo sajarangan. Tali tiga sepilin, merupakan perlengkapan alat
pacu yang tidak akan pernah lepas, sebab untuk melakukan tradisi ini diperlukan
ketiga tali tersebut, antara lain; pertama, tali jawi berfungsi untuk mengarahkan
jawi atau sapi ke depan tali ini terdapat di mulut jawi; kedua, adalah tali andang
atau suluah merupakan penyatu kedua jawi, karena dalam perlombaan tradisi pacu
jawi; aturannya para sapi dilepas secara berpasangan, yang ketiga tali bajak
sebagai pijakan joki. Jadi ketiga tali tersebut, tidak akan pernah ditinggalkan,
wajib di dalam tradisi ini makanya diistilahkan “tali tigo sapilin, tungku tigo
sajarangan” dimana petuah adat ini menggambarkan tatanan sistem pemerintahan
nagari di Minangkabau yang bersumber dari ajaran nenek moyang. Konsep
tungku tigo sajarangan (tungku tiga sejarangan) yang terdiri dari unsur-unsur
sebagai berikut : 1). Kepemimpinan ninik mamak, 2). Kepemimpinan alim ulama
dan 3). Kepemimpinan cerdik pandai. Ketiga bentuk kepemimpinan ini lahir dan
ada, tidak terlepas dari perjalanan sejarah masyarakat Minangkabau sendiri.
Ketiga sistem kepemimpinan tadi dalam masyarakat Minangkabau disebut
“tungku nan tigo sajarangan, tali nan tigo sapilin”. Mereka saling melengkapi
dan menguatkan. Tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin juga merupakan filosofi
dalam kepemimpinan masyarakat Minangkabau. Ketiga unsur tersebut menjadi
simbol kepemimpinan yang memberi warna dan mempengaruhi perkembangan
masyarakat Minangkabau. Keberadaan tiga pemimpin informal tersebut
terlembaga dalam idiom adat.
Istilah tungku tigo sajarangan sangat dekat dengan masyarakat
Minangkabau. Karena istilah ini dipakai dalam kegiatan memasak. Secara
tradisional, peralatan memasak yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau
memakai tungku yang biasanya terbuat dari besi atau batu. Tiga buah batu atau
besi yang dibentuk menyerupai segitiga sama sisi ini, merupakan dasar yang
kokoh untuk menopang berbagai masakan yang dimasak di atasnya. Deskripsi ini
diperkuat dalam pantun adat yang berbunyi :
9
Basilang kayu dalam tungku (Bersilang kayu dalam tungku)
Di situ api mangko hiduik (Di sana api akan hidup)
Artinya melalui ketiga pintu ini maka nyala api dari kayu bakar yang
disilangkan dalam tungku tersebut akan menjadi bagus. Makna falsafah adat di
atas juga menggambarkan kondisi masyarakat Minangkabau yang demokrasi.
Kayu-kayu bakar yang saling silang di dalam tungku merupakan gambaran atas
perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan masyarakat Minangkabau. Perbedaan-
perbedaan pendapat ini di musyawarahkan bersama-sama sehingga akhirnya
menghasilkan sebuah keputusan. Tungku yang diumpamakan sebagai tiga unsur
pimpinan di atas, sedangkan kayu merupakan gagasan, pendapat, dan nyala api itu
adalah sebagai media diskusi, dan periuk yang isinya telah dimasak merupakan
hasil keputusan mufakat (Suarman, 2000: 156).
Makna ke empat adalah hubungan sinergis pada tatanan sistem
pemerintahan adat Minangkabau. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sistem
pemerintahan di minangkabau dikenal dengan tiga tungku sejarangan; ketiga
unsur tersebut adalah niniak mamak, alim ulama, dan cadiak pandai yang
merupakan tiga unsur yang saling melengkapi dan mendukung dalam mengatur
suatu kaum. Dalam perlombaan pemilihan sawah tidak dilakukan secara
sembarangan, tetapi melalui para ahli, yang terlibat dalam hal ini biasanya tetua
adat dan pakar pacu jawi. Pada atribut yang bernama sawah ini juga tersirat suatu
makna yang dikaitkan dengan filosofi tungku tigo sajarangan.
Makna kelima, tradisi pacu jawi adalah warisan nenek moyang, pewarisan
adat Minangkabau kepada generasi muda. Generasi muda adalah anak
kamanakan, baik laki-laki maupun perempuan, dideskripsikan pada sebuah petuah
adat; Anak dipangku, kamanakan dibimbiang (Artinya : anak diberikan nafkah
dan disekolahkan, serta kemenakan dibimbing untuk menjalani kehidupannya)
peran mamak sangat diperlukan dalam kaumnya apalagi kamanakan adalah
tanggung jawab mamak untuk mendidik dan mengarahkannya ke jalan yang
benar. Hal ini dikuatkan oleh Ahli Herskovits (dalam Keontjaraningrat, 2002 : 77)
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Seorang ninik
mamak mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap anak dan kemenakan.
Terhadap anaknya sendiri dia pangku, kemenakannya ia bimbing dan selanjutnya
ia arif pula terhadap orang kampungnya yang harus ditenggang atau diperhatikan
pula dengan penerapan adat istiadat yang berlaku.
Makna keenam adalah pacu jawi sebagai media sosialisasi nilai-nilai atau
fungsi sebagai penyebaran nilai. Nilai-nilai itu antara lain musyawarah mufakat
yang tergambar pada awal prosesi pelaksanaan yaitu penentuan lokasi pacu itu
tidak dilakukan oleh tokoh masyarakat maupun wali nagari (kepala desa), namun
melalui tokoh adat atau para pemangku adat yang diistilahkan tungku tigo
sajarangan. Nilai kedua adalah gotong royong yang tercermin pada prinsip rotasi
atau alek dilakukan secara bergiliran pada empat kecamatan pelaksana, nilai
ketiga silahturahmi pada intinya kegiatan pacu jawi adalah sarana berkumpulnya
masyarakat dari empat kampung tadi. Nilai keempat adalah kekompakan,
kesatuan dan tolong-menolong.
10
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diketahui :
1. Nilai-nilai lokal yang terkandung dalam upacara adat pelaksanaan tradisi pacu
jawi di Kabupaten Tanah Datar : Pertama, filosofi pacu jawi, filosofi ini
berakar dari falsafah hidup orang Minangkabau yang terkenal yaitu „Alam
takambang jadi guru‟ yang berarti bahwa alam yang ada di semesta ini dapat
kita jadikan panutan atau guru, jadi menurut filosofinya budaya ini
menggambarkan bahwa ada sifat jawi yang dapat dijadikan contoh atau
pengalaman, seperti yang diungkapkannya dalam pembahasan penelitian ini.
Kedua, dengan demikian pacu jawi memenuhi syarat sebagai sebuah
kebudayaan yang menjelaskan pemenuhan dari tiga komponen kebudayaan
secara wujud. Pertama wujud ide; gagasan-gagasan (ideas), filosofi, nilai-
nilai, dan norma-norma adat (prosesi adat) yang berfungsi mengatur dan pacu
jawi suatu tradisi yang dilakukan berulang-ulang merupakan wujud kedua
(behaviors) dari suatu kebudayaan dan wujud ketiga ialah benda hasil
kebudayaan (things) ialah alat kesenian berupa alat musik pengiring dan
pakaian adat. Ketiga, pacu jawi merupakan perwujudan dari perpaduan unsur
seni, adat dan agama. Perpaduan berbagai elemen tadi merepresentasikan
bahwa kesenian tradisional pacu jawi mampu mempengaruhi sendi-sendi
kehidupan masyarakat yang menyentuh aspek kognitif, afektif dan konatif
masyarakat. Perpaduan tersebut memberikan bentuk bahwa tradisi ini
merupakan tradisi yang memasyarakat, prosesi adat dalam pacu jawi
menandakan bahwa identitas keunikan masyarakat Minang di Tanah Datar
masih dipertahankan keasliannya, melalui kesenian tradisional pacu jawi
memberikan peluang untuk merevitalisasi kembali atau menghidupkan
kembali nilai-nilai vital yang terdapat pada suku Minangkabau.
2. Makna simbolik yang terkandung dalam tradisi pacu jawi sangat bervariasi,
karena disebabkan oleh kapasitas dan kepentingan setiap individu dalam
memaknai budaya ini, antara lain; a) Sosial, terjalinnya hubungan antar
masyarakat selama terutama dalam prosesi pelaksanaan, yang tujuan untuk
menambah keakraban masyarakat dan memupuk silahturahmi dan
kekeluargaan masyarakat kampung di empat nagari tersebut, b) Spiritual,
budaya pacu jawi adalah kegiatan budaya yang menjadi tradisi turun-temurun
sejak diperkenalkan yang merupakan simbol ucapan syukur para petani karena
mendapat hasil panen yang baik., dan c) Ekonomi, pacu jawi mampu
meningkatkan perekonomian penduduk setempat secara dramatis. pemilik
sapi dapat imbasnya dengan naiknya harga jawi¸ bahkan jawi primadona bisa
sampai dengan harga 80 juta, secara logika tidak akan masuk akal.
Saran -saran
Adapun saran-saran yang diberikan peneliti berdassarkan hasil penelitian yang
teelah dilakukan adalah sebagai berikut:
11
1. Kepada seluruh unsur masyarakat dan semua elemen pemerintahan, ninik
mamak, alim ulama, cerdik pandai dan bundo kanduang diharapkan ikut aktif
dan terlibat ditengah masayarakat dalam rangka mengembangkan dan
membangkitkan kembali nilai-nilai lokal ini, karena dengan merevitalisasi
nilai-nilai tersebut, kita akan menyempurnakan jati diri dari bangsa Indonesia
ini yang dikenal sebagai bangsa berbudaya dan berkarakter.
2. Kepada generasi muda atau anak kamanakan diberi amanah yang besar untuk
jadi tonggak estafet berikutnya dalam upaya pelestarian budaya-budaya lokal,
dengan ini diharapkan pada bidang pendidikan untuk memberikan mata
pelajaran tentang budaya lokal sehingga sedini mungkin ditanamkan
kecintaan pada anak-anak terhadap budaya asal sendiri yang tentu akan
menjadi modal penting dalam keberadaan budaya lokal di tengah –tengah
kemegahan budaya asing yang jelas tidak sesuai dengan adat kebiasaan
masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Amir MS, 2001, Adat Minangkabau: Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang.
Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya.
Bungin, Burhan. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Raja Grafindo
Persada.
_______. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana
_______. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta : Kencana
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta :
Balai Pustaka
Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi: Polarisasi. Bandung:
Mandar Maju.
_______. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi Cetakan II. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Tim Penyusun Kementrian Kebudayaan dan Pariwista Republik Indonesia
(Kemendikbud), 2011, Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi. Jakarta :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan
Pariwisata RI
12
Gazalba, Sidi. 1981. Sistematika Filsafat. Jakarta : Bulan Bintang
Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis
dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung : Trigenda Karya
Mulyana, Deddy dan Rakhmat. 2005. Komunikasi Antar Budaya: Panduan
Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
UU No.32/2009 BAB I Pasal 1 butir 30
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi II.
Jakarta: Rineka Cipta.
Vardiansyah, D. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.

More Related Content

What's hot

Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Operator Warnet Vast Raha
 
collaboration continuum
collaboration continuumcollaboration continuum
collaboration continuum
Alvidha Septianingrum
 
Ritual dan Tradisi
Ritual dan TradisiRitual dan Tradisi
Ritual dan Tradisi
Diyah Perwitosari
 
Jurnal warak ngendog simbol akulturasi budaya pada karya seni rupa
Jurnal warak ngendog simbol akulturasi budaya pada karya seni rupaJurnal warak ngendog simbol akulturasi budaya pada karya seni rupa
Jurnal warak ngendog simbol akulturasi budaya pada karya seni rupa
cen119
 
BK Lintas Budaya
BK Lintas BudayaBK Lintas Budaya
BK Lintas Budaya
Reni H_dika BK
 
Tugas komunikasi antarbudaya
Tugas komunikasi antarbudayaTugas komunikasi antarbudaya
Tugas komunikasi antarbudaya
Dwi Fusti Pertiwi
 
Komunikasi antar budaya 2
Komunikasi antar budaya 2Komunikasi antar budaya 2
Komunikasi antar budaya 2
maneicon22
 
Makalah tradisi lisan kantola
Makalah tradisi lisan kantolaMakalah tradisi lisan kantola
Makalah tradisi lisan kantola
Septian Muna Barakati
 
10. komunikasi lintas budaya 2
10. komunikasi lintas budaya 210. komunikasi lintas budaya 2
10. komunikasi lintas budaya 2
Yoga Pratama
 
Budaya lokal
Budaya lokalBudaya lokal
ILMU BUDAYA - Komunikasi Antar Budaya (1)
ILMU BUDAYA - Komunikasi Antar Budaya (1)ILMU BUDAYA - Komunikasi Antar Budaya (1)
ILMU BUDAYA - Komunikasi Antar Budaya (1)
Diana Amelia Bagti
 
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasarPaper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Nanda Saragih
 
Komunikasi antarbudaya
Komunikasi antarbudayaKomunikasi antarbudaya
Komunikasi antarbudaya
Lulu Luffiyah
 
Budaya 2 klb 2
Budaya 2 klb 2Budaya 2 klb 2
Budaya 2 klb 2
Yoga Pratama
 
04 bab i
04 bab i04 bab i
04 bab i
Royen Bengkulu
 
sejarah tradisi lisan
sejarah tradisi lisan sejarah tradisi lisan
sejarah tradisi lisan
dlli_ah
 
Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar BudayaKomunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar Budaya
bimantorokshr
 
ANTROPOLOGI: TRADISI LISAN di INDONESIA
ANTROPOLOGI: TRADISI LISAN di INDONESIAANTROPOLOGI: TRADISI LISAN di INDONESIA
ANTROPOLOGI: TRADISI LISAN di INDONESIA
Ghina Siti Ramadhanty
 

What's hot (20)

Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
collaboration continuum
collaboration continuumcollaboration continuum
collaboration continuum
 
Ritual dan Tradisi
Ritual dan TradisiRitual dan Tradisi
Ritual dan Tradisi
 
Jurnal warak ngendog simbol akulturasi budaya pada karya seni rupa
Jurnal warak ngendog simbol akulturasi budaya pada karya seni rupaJurnal warak ngendog simbol akulturasi budaya pada karya seni rupa
Jurnal warak ngendog simbol akulturasi budaya pada karya seni rupa
 
BK Lintas Budaya
BK Lintas BudayaBK Lintas Budaya
BK Lintas Budaya
 
Tugas komunikasi antarbudaya
Tugas komunikasi antarbudayaTugas komunikasi antarbudaya
Tugas komunikasi antarbudaya
 
Komunikasi antar budaya 2
Komunikasi antar budaya 2Komunikasi antar budaya 2
Komunikasi antar budaya 2
 
Makalah tradisi lisan kantola
Makalah tradisi lisan kantolaMakalah tradisi lisan kantola
Makalah tradisi lisan kantola
 
Desentralisasi Perayaan Literasi
Desentralisasi Perayaan LiterasiDesentralisasi Perayaan Literasi
Desentralisasi Perayaan Literasi
 
10. komunikasi lintas budaya 2
10. komunikasi lintas budaya 210. komunikasi lintas budaya 2
10. komunikasi lintas budaya 2
 
Budaya lokal
Budaya lokalBudaya lokal
Budaya lokal
 
ILMU BUDAYA - Komunikasi Antar Budaya (1)
ILMU BUDAYA - Komunikasi Antar Budaya (1)ILMU BUDAYA - Komunikasi Antar Budaya (1)
ILMU BUDAYA - Komunikasi Antar Budaya (1)
 
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasarPaper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
Paper dan makalah kearifan lokal, ilmu kealaman dasar
 
Komunikasi antarbudaya
Komunikasi antarbudayaKomunikasi antarbudaya
Komunikasi antarbudaya
 
Budaya 2 klb 2
Budaya 2 klb 2Budaya 2 klb 2
Budaya 2 klb 2
 
04 bab i
04 bab i04 bab i
04 bab i
 
sejarah tradisi lisan
sejarah tradisi lisan sejarah tradisi lisan
sejarah tradisi lisan
 
Tesis lisan kantola di kabupaten muna
Tesis lisan kantola di kabupaten munaTesis lisan kantola di kabupaten muna
Tesis lisan kantola di kabupaten muna
 
Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar BudayaKomunikasi Antar Budaya
Komunikasi Antar Budaya
 
ANTROPOLOGI: TRADISI LISAN di INDONESIA
ANTROPOLOGI: TRADISI LISAN di INDONESIAANTROPOLOGI: TRADISI LISAN di INDONESIA
ANTROPOLOGI: TRADISI LISAN di INDONESIA
 

Similar to Jurnal rizki

Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptxPert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
MiswatulHasanah
 
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 selumaTUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
SiswantoRaehan2
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
Guru Online
 
Insani vol 3_no_1_jun_2016_gun_sukirman_stisip_widuri-10939-2142_530
Insani vol 3_no_1_jun_2016_gun_sukirman_stisip_widuri-10939-2142_530Insani vol 3_no_1_jun_2016_gun_sukirman_stisip_widuri-10939-2142_530
Insani vol 3_no_1_jun_2016_gun_sukirman_stisip_widuri-10939-2142_530
STISIPWIDURI
 
Buku kearifan lokal
Buku kearifan lokalBuku kearifan lokal
Buku kearifan lokal
Jonaedi Efendi
 
PPT P5 (Budaya dan Kearifan lokal) s.pptx
PPT P5 (Budaya dan Kearifan lokal) s.pptxPPT P5 (Budaya dan Kearifan lokal) s.pptx
PPT P5 (Budaya dan Kearifan lokal) s.pptx
ChandraSergioAguero
 
Essay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Essay Nasional, Lomba Essay LPM ParadigmaEssay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Essay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Khoerul Anwar Abdulloh
 
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMakna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
MunawirSyahputra
 
ptt kearifan lokal
ptt kearifan lokalptt kearifan lokal
ptt kearifan lokal
melsaliyasakarinasar
 
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
sdn9barurejo
 
Konseling lintas sosial
Konseling lintas sosialKonseling lintas sosial
Konseling lintas sosial
SarahBela25
 
ppt.pptx
ppt.pptxppt.pptx
ppt.pptx
octaajaboetna
 
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptxTITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITINASNITAPOHANSPD
 
Komunikasi_Antarbudaya antar negara dlll
Komunikasi_Antarbudaya antar negara dlllKomunikasi_Antarbudaya antar negara dlll
Komunikasi_Antarbudaya antar negara dlll
Hendra Saja
 
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docxMAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
SariCahyati
 
Dinamika Perubahan Budaya dan Tantangan Literasi Digital terhadap Masyarakat ...
Dinamika Perubahan Budaya dan Tantangan Literasi Digital terhadap Masyarakat ...Dinamika Perubahan Budaya dan Tantangan Literasi Digital terhadap Masyarakat ...
Dinamika Perubahan Budaya dan Tantangan Literasi Digital terhadap Masyarakat ...
Dadang Solihin
 
Pendekatan Budaya dalam Studi Islam
Pendekatan Budaya dalam Studi IslamPendekatan Budaya dalam Studi Islam
Pendekatan Budaya dalam Studi Islam
Innddah Ndah
 
Komunikasi Bisnis Bab IV
Komunikasi Bisnis Bab IVKomunikasi Bisnis Bab IV
Komunikasi Bisnis Bab IVAndreas Jiman
 
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Adi Widodo
 
Presentasi Ruang Kolaborasi 1 (Tugas 1.1.a.5) (1).pdf
Presentasi Ruang Kolaborasi 1 (Tugas 1.1.a.5) (1).pdfPresentasi Ruang Kolaborasi 1 (Tugas 1.1.a.5) (1).pdf
Presentasi Ruang Kolaborasi 1 (Tugas 1.1.a.5) (1).pdf
YuhanaDwiKrisnawati
 

Similar to Jurnal rizki (20)

Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptxPert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
Pert 1 Etnosains pertemuan pertama .pptx
 
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 selumaTUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
TUGAS CGP KELOMPOK A OK (1).pdf cgp 10 seluma
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
 
Insani vol 3_no_1_jun_2016_gun_sukirman_stisip_widuri-10939-2142_530
Insani vol 3_no_1_jun_2016_gun_sukirman_stisip_widuri-10939-2142_530Insani vol 3_no_1_jun_2016_gun_sukirman_stisip_widuri-10939-2142_530
Insani vol 3_no_1_jun_2016_gun_sukirman_stisip_widuri-10939-2142_530
 
Buku kearifan lokal
Buku kearifan lokalBuku kearifan lokal
Buku kearifan lokal
 
PPT P5 (Budaya dan Kearifan lokal) s.pptx
PPT P5 (Budaya dan Kearifan lokal) s.pptxPPT P5 (Budaya dan Kearifan lokal) s.pptx
PPT P5 (Budaya dan Kearifan lokal) s.pptx
 
Essay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Essay Nasional, Lomba Essay LPM ParadigmaEssay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
Essay Nasional, Lomba Essay LPM Paradigma
 
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptxMakna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx
 
ptt kearifan lokal
ptt kearifan lokalptt kearifan lokal
ptt kearifan lokal
 
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
2.10.f. P5 Modul Kearifan Lokal-VIII- SMPN 1 Tegalsari.pdf
 
Konseling lintas sosial
Konseling lintas sosialKonseling lintas sosial
Konseling lintas sosial
 
ppt.pptx
ppt.pptxppt.pptx
ppt.pptx
 
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptxTITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
TITIN ASNITA POHAN,S.Pd_TUGAS RUANG KOLABORASI_MODUL1.1 (1).pptx
 
Komunikasi_Antarbudaya antar negara dlll
Komunikasi_Antarbudaya antar negara dlllKomunikasi_Antarbudaya antar negara dlll
Komunikasi_Antarbudaya antar negara dlll
 
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docxMAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
MAKALAH DINDA ZENY PUTRI.docx
 
Dinamika Perubahan Budaya dan Tantangan Literasi Digital terhadap Masyarakat ...
Dinamika Perubahan Budaya dan Tantangan Literasi Digital terhadap Masyarakat ...Dinamika Perubahan Budaya dan Tantangan Literasi Digital terhadap Masyarakat ...
Dinamika Perubahan Budaya dan Tantangan Literasi Digital terhadap Masyarakat ...
 
Pendekatan Budaya dalam Studi Islam
Pendekatan Budaya dalam Studi IslamPendekatan Budaya dalam Studi Islam
Pendekatan Budaya dalam Studi Islam
 
Komunikasi Bisnis Bab IV
Komunikasi Bisnis Bab IVKomunikasi Bisnis Bab IV
Komunikasi Bisnis Bab IV
 
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
Jurnal komunikasi. hafizah sidi r. (d1212037)
 
Presentasi Ruang Kolaborasi 1 (Tugas 1.1.a.5) (1).pdf
Presentasi Ruang Kolaborasi 1 (Tugas 1.1.a.5) (1).pdfPresentasi Ruang Kolaborasi 1 (Tugas 1.1.a.5) (1).pdf
Presentasi Ruang Kolaborasi 1 (Tugas 1.1.a.5) (1).pdf
 

Recently uploaded

Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamiiAksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
esmaducoklat
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
NavaldiMalau
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
MildayantiMildayanti
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
YuristaAndriyani1
 
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdfTokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Mutia Rini Siregar
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdfKONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
AsyeraPerangin1
 
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptxNovel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
NirmalaJane
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Sosdiklihparmassdm
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
fildiausmayusuf1
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
sabir51
 
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul AjarPowerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
MashudiMashudi12
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
YongYongYong1
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdfSeminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
inganahsholihahpangs
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
irvansupriadi44
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 

Recently uploaded (20)

Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamiiAksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
Aksi Nyata Erliana Mudah bukan memahamii
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 10 Fase E Kurikulum Merdeka
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdfPanduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra.pdf
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
 
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdfTokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
Tokoh Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.pdf
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdfKONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
KONSEP TEORI TERAPI KOMPLEMENTER - KELAS B KELOMPOK 10.pdf
 
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptxNovel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
Novel - PERISTIWA YANG MEMBERIKAN TELADAN.pptx
 
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptxPembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
Pembentukan-Pantarlih-Pilkada-Kabupaten-Tapin.pptx
 
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptxGERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
GERAKAN KERJASAMA DAN BEBERAPA INSTRUMEN NASIONAL PENCEGAHAN KORUPSI.pptx
 
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs KonsekuensiAksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
 
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul AjarPowerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
Powerpoint Materi Menyusun dan Merencanakan Modul Ajar
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
 
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdfSeminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
Seminar Pendidikan PPG Filosofi Pendidikan.pdf
 
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdekaKKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
KKTP Kurikulum Merdeka sebagai Panduan dalam kurikulum merdeka
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 

Jurnal rizki

  • 1. 1 KONSTRUKSI MAKNA DALAM UPACARA ADAT TRADISI PACU JAWI SEBAGAI KEARIFAN LOKAL KABUPATEN TANAH DATAR PROPINSI SUMATERA BARAT Nama: Rizki Hidayat rizkymorteza@gmail.com Consellour: Noor Efni Salam Ilmu Komunikasi FISIP UR ABSTRACT Pacu jawi is a culture tradition/ habit passed down from generation to generation from generation to generation, developed to date in the area of Tanah Datar Regency of West Sumatra Province, the runway is considered to be a tradition that pacu jawi is full of the philosophy, values and philosophy of life of minangkabau people. Values and this philosophy is present in the form of a cultural party activities or people's party, held as a form of entertainment, a tradition pacu jawi conjures the symbols on the commodification of heritage is understood by society flat land as part of the social life of the community system itself.Tanah Datar communities interpret this tradition from time immemorial who later inherited kinship mamak-kamanakan ( uncle - nephew . This is a qualitative research approach to the study of communication Ethnography through symbolic interaction and approaches supported by the theory of the construction of social reality. The subject of research is the traditional art actors of pacu jawi. Informants are chosen by purposive sampling technique, for key informants amounted to 4 (four) which consists of custom figures, community leaders, prominent cleric and Chairman of the porwi, and to support 6 (six) of those who were coming from the participants, cow owners and the local community supporters of 6 (six) people have derived from the participants, the owner of the cow and the local community. Research Data obtained through in-depth interviews, participant observation, documentation, studies, libraries and search data online. To test the validity of the data using the test of credibility. As for the data analysis techniques to reduce data, collecting data, presenting data, draw conclusions and evaluation. Conclusion traditional art culture pacu jawi show a symbol is understood and interpreted by the players together, where cultural values embodied in it makes this art as local wisdom Tanah Datar Regency. Keyword : Construction of Meaning , Symbolic Situation , Social Interactions Products , Interpretation , Local Wisdom Pendahuluan Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat majemuk terdiri dari berbagai macam suku, budaya, ras dan agama. Setiap suku tersebut memiliki kebudayaan asli yang menjadi ciri khasnya dan terus dipertahankan. Salah satu aspek yang menarik dari kebudayaan di Indonesia adalah keaslian budaya daerah yang masih tetap dipertahankan. Setiap kebudayaan berisikan seperangkat pedoman yang antara lain dapat digunakan oleh para pendukungnya untuk
  • 2. 2 mewujudkan ketertiban sosial. Budaya tersebut sangat berpengaruh pada suku tertentu dalam berinteraksi dengan suku lainnya. Hal ini sangat jelas sebab kita pun berasal dari daerah dan suku yang berbeda dan perbedaan itulah membuat kita lebih bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita kenal dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Komunikasi dan kebudayaan adalah dua hal yang berbeda, namun saling terkait satu sama lain dan sangat penting untuk dipahami. Melalui komunikasi, manusia bisa menciptakan kebudayaan. Seperti yang diungkapkan oleh ilmuan antropologi bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 2002: 180). Dalam teori komunikasi telah dikatakan juga bahwa “we can not not communicate” yang berarti kita tidak dapat tidak berkomunikasi. Itulah sebabnya perilaku komunikasi suatu suku bisa saja berbeda dengan perilaku komunikasi suku lainnya. Di samping itu, tanpa komunikasi suatu kebudayaan tidak akan bisa diwariskan ke generasi-generasi selanjutnya. Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa, tentang apa, dan bagaimana penyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi- kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi. (Mulyana, 2005 : 19) Salah satu nilai kearifan lokal yang masih diwariskan orang Minangkabau dan masih dipertahankan keutuhannya oleh masyarakat adat di Kab. Tanah Datar saat ini adalah prosesi adat yang terdapat pada pelaksanaan budaya pacu jawi. Ada tiga tahapan pelaksanaan tradisi pacu jawi antara lain; persiapan, pelaksanaan dan penutupan, dalam setiap tahapan tersebut terkandung beberapa nilai-nilai lokal diantaranya yang menonjol adalah nilai adat yang tergambar pada prosesi adat atau upacara adat itu sendiri. berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Buya Kamaruzzaman, MA tokoh budayawan Minang yang juga berprofesi sebagai Kabid Kebudayaan dan Pemberdayaan Adat Dinas Pariwisata Kab. Tanah Datar bahwa prosesi adat alek nagari pacu jawi antara lain; 1) Penerimaan alek atau tamu secara adat, 2) Pasambahan/ pidato adat minta izin alek, 3) Mendudukan alek atau posisi duduk, 4) Pidato minum-makan, 5) Pidato maurak selo (minta pulang) 9) Pidato tagak.Selain kesembilan prosesi tersebut, ada juga prosesi arak-arakan jawi pemenang atau pawai pada minggu ke-4 atau hari penutupan. Merujuk dari hal di atas, dapat dikatakan bahwa tradisi pacu jawi tidak dianggap hanya sebagai hiburan semata bagi masyarakat Tanah Datar, ajang pacu jawi merupakan sebuah sarana bagi mereka untuk saling bercengkrama, bersilaturahmi dan menjalin hubungan yang harmonis. Karena dahulu kegiatan ini memiliki fungsi sosial dan fungsi spiritual, fungsi sosialnya sebagai bentuk kunjungan silaturahmi masyarakat kampung lain ke kampung tuan rumah, alek (pesta) pacu jawi juga menjadi sarana berkumpul di balai-balai bagi masyarakat untuk berinteraksi, melakukan perjodohan kemanakan, berjualan dan memupuk
  • 3. 3 tali persaudaraan. Dan fungsi religius sebagai simbol ucapan syukur kepada Yang Maha Kuasa karena telah mendapat bulan baik dan panen yang berlimpah. Maka dari itu keunikan kegiatan ini tetap dipertahankan keasliannya oleh para pemangku adat, pemerintah setempat dan organisasi masyarakat. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui bagaimana makna tradisi pacu jawi di-konstruksi. Makna merupakan pesan atau maksud tertentu yang terkandung atau dimiliki oleh suatu tindakan (perilaku), simbol ataupun tanda yang mewakili nilai-nilai tertentu. Karena hakekatnya pembentukan makna ada pada individu, maka maka semua tindakan sosial yang dilakukan individu memunculkan pembentukan makna dan pembentukan makna dikonstruksi oleh setiap individu. Mungkin pembentukan itu sama, berhimpitan, bahkan bertolak belakang. Sebagian besar sangat ditentukan oleh kapasitas dan kepentingan masing-masing pihak dalam membentuk makna itu (Joseph DeVito 1998 dalam Sobur, 2004 : 55). Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi serta masuknya budaya asing di khawatirkan upacara adat yang memiliki nilai-nilai luhur ini secara beransur-ansur tergeser oleh nilai-nilai dari luar yang jelas tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Kebanyakan masyarakat hanya mengerti tata cara adat atau prosesi adat budaya pacu jawi hanya sebatas apa yang mereka lihat ketika upacara adat berlangsung tanpa memahami betul nilai-nilai yang terkandung dalam rangkaian kegiatan pelaksanaan upacara tersebut sehingga proses upacara adat tidak termaknai secara mendalam yang kemudian dianggap bahwa tata cara tersebut hanya membuang-buang waktu. Padahal tata cara adat dalam pelaksanaan budaya pacu jawi memiliki nilai-nilai dan tujuan mulia untuk memupuk dan memelihara solidaritas sosial masyarakat. Maka berdasarkan fenomena tersebut Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pariwisata menggalakkan kembali muatan-muatan lokal atau sumber daya lokal yang terdapat di Kabupaten Tanah Datar dengan salah satu caranya ialah mengemas kembali tradisi ini menjadi suatu iven wisata yang menarik serta mengembalikan fungsi dan peran semua pihak tadi sebagaimana mestinya, sehingga nilai lokal (local value) yang melekat pada tradisi ini tidak punah. Dengan melihat permasalahan diatas penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian konstruksi makna dalam upacara adat tradisi pacu jawi sebagai kearifan lokal Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat. Tinjauan Pustaka Konstruksi makna terdiri dari dua kata, konstruksi dan makna. Konstruksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan atau susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau kelompok kata (Departemen Pendidikan Nasional 2005 : 590).Sedangkan menurut kamus komunikasi, definisi konstruksi adalah suatu konsep, yakni abstraksi sebagai generalisasi dari hal-hal yang khusus, yang dapat diamati dan diukur (Effendy 1989 : 264). Makna dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti arti, maksud pembicara atau penulis. Arti kata “makna” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu: (1) arti; (2) maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Makna adalah hubungan antara
  • 4. 4 subjek dengan lambangnya. Makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia penggunanya (objek). (Vardiansyah, 2004 : 70-71). Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. (Sartini, 2004: 111). Kearifan lokal menurut UU No.32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup BAB I Pasal 1 butir 30 adalah adalah “Nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari”. Nilai adalah suatu konsepsi, ekspilisit atau implisit, yang menjadi milik khusus seseorang atau ciri khusus suatu lingkungan sosial (masyarakat) mengenai sesuatu yang diingini bersama (karena berharga) yang mempengaruhi pemilihan berbagai cara-cara, alat-alat, dan tujuan sebuah tindakan. Nilai adalah pandangan, cita-cita, adat, kebiasaan, dan lain-lain yang menimbulkan tanggapan emosional pada seseorang atau masyarakat tertentu. Dalam pengertian umum istilah nilai sering dipergunakan untuk hal-hal yang menunjukkan harga atau penghargaan, guna atau kegunaan baik atau kebaikan, dan sebagainya (Effendy, 2003 : 376). Dalam eksiklopedi Britanica yang dikutip oleh Sidi Gazalba dikatakan “value is a determination or quality of an objek which involves any sort or appreciation or interes”. Nilai adalah suatu penetapan atas kualitas objek menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat. ( Sidi Gazalba, 1986 : 469). Muhaimin (1993 : 110) nilai bersifat ideal, abstrak dan tak dapat disentuh panca indera, sedangkan yang dapat ditangkap hanya barang atau tingkah laku yang mengandung nilai tersebut. Dari beberapa definisi tentang nilai diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan landasan atau tujuan dari kegiatan sehari-hari yang menentukan dan mengarahkan bentuk, corak, intensitas, kelenturan, prilaku seseorang atau sekelompok orang, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk bersifat non materi, kegiatan-kegitan kebudayaan dan kesenian, atau pola dan konsep berfikir yang keseluruhannya disebut budaya atau kultur. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Menurut Muliyono penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. (Muliyono, 2005 : 1). Penulis menganggap tepat menggunakan metode penelitian kualitatif untuk meneliti nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam upacara adat tradisi pacu jawi dan penerapannya di Kabupaten Tanah Datar. Alasan penulis menggunakan penelitian kualitatif : Pertama, untuk memahami makna dibalik data yang tampak, gejala sosial sering tidak bisa dipahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan orang. Data untuk mencari makna dari setiap perbuatan
  • 5. 5 tersebut hanya cocok jika diteliti dengan teknik wawancara mendalam, observasi partisipan dan dokumentasi yang itu semua adalah metode pengumpulan data pada jenis penelitian kualitatif. Kedua, untuk memahami interaksi sosial yang kompleks hanya dapat diurai kalau peneliti melakukan penelitian kualitatif. Ketiga, memahami perasaan orang sulit jika itu tidak dengan penelitian kualitatif.. Penentuan informan dilakukan dengan cara purposive sampling. Dinataranya Ketua Porwi (Persatuan Olah Raga Pacu Jawi) / Tokoh Adat, Tokoh Ulama, Tokoh Cerdik Pandai dan Bundo Kanduang Informan pendukung yang terdiri dari (Dinas Pariwisata, Tokoh masyarakat, pedagang dan pemilik sapi). Penelitian ini sendiri berbicara tentang bagaimana fenomena kesenian tradisional pacu jawi di Kabupaten Tanah Datar dikonstruksikan oleh pelaku kesenian ke dalam produk interaksi sosial „makna‟, dimana makna tidak melekat pada objek melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Interpretasi ini juga dapat menjelaskan pesan apa saja yang terkandung dalam kesenian tradisional pacu jawi. Hasil dan Pembahasan Pada dasarnya rangkaian prosesi adat inilah yang mencerminkan kearifan lokal Kabupaten Tanah Datar yang masih dipertahankan sampai saat ini. Secara adat ini adalah hal yang wajib dilakukan sehingga kegiatan formal yaitu kegiatan inti pelaksanaan pacu jawi tidak akan dimulai jika kegiatan adat tadi belum dilaksanakan. Begitulah adat yang berkembang di Minangkabau, segalanya harus berlandaskan prinsip syarak mangato (agama/ syarak berbicara), adat mamakai (adat melaksanakan).Pasambahan adat/ pantun adat dan apresiasi terhadap kuliner khas daerah maupun pementasan seni budaya lokal merupakan bentuk kearifan lokal yang lain. Setiap menjelang pementasan pacu jawi, biasanya si pangka (tuan rumah) akan menyembah dan mengucapkan salam kepada alek (tamu) yang berasal dari tiga kecamatan lain. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara terus- menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap baik atau mengandung kebaikan. Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan. Kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. (Kemendikbud, 2011 : 2) 5.1. Nilai-Nilai lokal yang Terkandung Dalam Upacara Adat Pelaksanaan Tradisi Pacu Jawi di Kabupaten Tanah Datar Dalam tradisi dan tindakanya orang Minang selalu berpegang teguh kepada tiga hal : pertama, selalu menjunjung tinggi pandangan hidupnya atau filsafat hidupnya yang religius dan mistis. Pandangan hidupnya selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah. Kedua, selalu
  • 6. 6 bersikap etis dan menjunjung tinggi moral dan etika dalam setiap tingkah polah hidupnya. Budaya gotong royong, saling menghormati, raso jo pareso / tenggang rasa, tolong menolong, bermusyawarah dan silahturahmi (bersosialisasi) adalah beberapa contoh dari banyaknya kearifan lokal yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Ketiga, selalu menjadikan alam sebagai contoh terbaik dalam menjalani kehidupan, falsafah alam takambang jadi guru merupakan warisan yang berakar dari nenek moyang, yang sampai sekarang masih dipegang teguh oleh masyarakat Minang sebagai pedoman hidup. Kearifan-kearifan lokal pada dasarnya dapat dipandang sebagai landasan dalam pembentukan jati diri bangsa secara nasional sehingga mempunyai kepribadian yang khas. Selain itu, kearifan – kearifan lokal itulah yang membuat suatu budaya suatu bangsa memiliki akar yang kuat guna menopang budaya bangsa itu sendiri. Nilai-nilai budaya dalam upacara adat pacu jawi masih ada dalam masyarakat lokal meskipun telah mengalami perubahan akibat kemajuan teknologi. Nilai-nilai ekonomi dan pariwisata yang muncul membuktikan bahwa kebudayaan merupakan hal yang dinamis, hal itu tergantung pada pelaku kesenian untuk mempertahankan atau mengadaptasi nilai-nilai yang muncul dan nilai-nilai lama tidak dihilangkan karena inilah sisi tradisinya. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli atau teori yang mengatakan bahwa kebudayaan sifatnya dinamis, artinya dari waktu ke waktu pasti mengalami perubahan. Perubahan itu sendiri bisa berasal dari dalam masyarakatnya atau bisa juga datang dari luar atau dipengaruhi oleh nilai baru dari kebudayaan lain. Merujuk pada hasil penelitian sebelumnya, penulis menyimpulkan ada beberapa nilai penting dalam pelaksanaan tradisi pacu jawi di Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat : 1. Nilai Moral Masyarakat yang mendukungnya masih mempertahankan nilai-nilai tersebut, dimana ketika mereka mulai atau menyelesaikan suatu kegiatan yang menyangkut masyarakat banyak seperti pesta rakyat biasanya diikuti dengan pasambahan kato atau pidato adat. 2. Nilai sosial Nilai sosial ini berarti aturan, norma-norma yang telah mendarah daging dalam masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang Minang di Kabupaten Tanah Datar, melakukan ini secara sadar dan memahami sebagai hukum adat / hukum tidak tertulis. Nilai sosial kemasyarakatan itu sangat kental dalam penyelenggaraan alek / pesta rakyat ini, musyawarah, gotong-royong; tolong- menolong, kekompakan dan kesatuan dan kekeluargaan. 3. Nilai Budaya Nilai-nilai budaya yang tercermin dalam upacara pacu jawi adalah musik iringan dan permainan anak nagari lain seperti silat, tari piring, talempok , salunag dan rabab. Kesenian-kesenian daerah ini menghiasi penyelenggaraan pesta pacu jawi. Selain memiliki fungsi sebagai nilai-nilai budaya, pelaksanaan tradisi pacu jawi juga memiliki fungsi sosial dan spiritual, yang sangat penting bagi penduduk setempat Fungsi sosial pacu jawi antara lain ; 1) sebagai norma-norma sosial , 2) sarana komunikasi, 3) sarana kontrol sosial dan interaksi untuk mencapai keseimbangan antar anggota masyarakat.
  • 7. 7 5.2. Makna Simbolik yang Terkandung Dalam Tradisi Pacu Jawi Seperti yang telah disampaikan pada kerangka teori, penelitian menfokuskan pada kajian pembentukan makna, JosephDeVito 1998, (dalam Sobur, 2004: 55) menyampaikan bahwa hakekatnya pembentukan makna ada pada individu, maka maka semua tindakan sosial yang dilakukan individu memunculkan pembentukan makna dan pembentukan makna dikonstruksi oleh setiap individu. Mungkin pembentukan itu sama, berhimpitan, bahkan bertolak belakang. Sebagian besar sangat ditentukan oleh kapasitas dan kepentingan masing-masing pihak dalam membentuk makna itu.Ada filosofi tersendiri dalam penilaian jawi yang dinobatkan sebagai pemenang, pada tradisi ini jawi yang berjalan lurus dan tidak miring dan tidak melenceng kemana-mana akan dipilih menjadi jawi yang terbaik. Dan akan lebih baik apabila jawi tersebut dapat menuntun temannya berjalan lurus. Jika jalannya lurus, itu menandakan jawi sehat. Dalam satu perlombaan, akan mudah melihat mana jawi yang lurus larinya dengan jawi yang tak lurus larinya. Bahkan ada yang sampai masuk ke sawah orang lain. Jadi yang dinilai bukan bentuk struktur tubuhnya saja. Filosofinya, jawi saja harus berjalan lurus, apalagi manusia yang berjalan lurus tentu lebih tinggi nilainya dan itulah pemenangnya. Filosofi pacu jawi itulah yang berlaku juga di dalam kehidupan sehari-hari manusia. Mengapa harus membandingkan sebuah helat budaya dengan kehidupan sehari-hari. Untuk menilai sapi yang menang adalah seperti diatas. Begitu juga dengan manusia, manusia yang akan menjadi juara itu adalah manusia yang mampu berjalan lurus, tidak keluar dari tatanan agama, budaya dan norma yang berlaku. Manusia yang mampu mengatur jalan hidupnya untuk tetap dijalur yang benar dengan menyelaraskan aspek yang berlaku untuk diimplementasikan kedalam kehidupanya. Hanya dengan begitu manusia bisa menjadi juara sejati. Arti filosofis yang sangat mendalam yang dipengaruhi oleh falsafah adat Minangkabau yakni „alam takambang jadi guru’. Bagi orang Minang, alam sekelilingnya adalah guru sebenar-benar guru. Banyak sifat-sifat alam yang dapat dijadikan panutan dalam kehidupan sehari-hari. Alam yang dinamis dijadikan sumber pembelajaran bagi orang Minangkabau. Aspek kehidupan mereka yang bersumberkan kepada alam diimplementasikan dalam berbagai bentuk. Salah satunya dalam bentuk seni olah raga seperti alek nagari pacu jawi. Bagi masyarakat Minang kesadaran bahwa manusia adalah bagian dari alam menimbulkan pemahaman tentang manusia dan segala macam isi alam saling berdampingan dan membutuhkan satu sama lainnya. Dibutuhkan keserasian antara satu sama lainnya sehingga kehidupan berjalan sebagaimana mestinya.. Hal ini merupakan makna pertama dari filosofi budaya pacu jawi. Selanjutnya, makna kedua yang tercermin dalam pelaksanaan tradisi ini adalah mengenai tata pergaulan dalam kehidupan sehari-hari antar individu dalam masyarakat. Dalam konteks ini, lebih dititikberatkan adalah pada pergaulan anak muda di Minangkabau. Makanya jika ada anak muda yang suka berbuat keonaran, atau masyarakat yang menjadi bahan ejekan diistilahkan dengan perangai jawi ketika berpacu, dinamakan jawi balang puntuang dan jawi sirah. Dahulu ada beberapa tipe masyarakat yang mirip tingkah lakunya dengan tipe jawi saat
  • 8. 8 lomba, yang kemudian masyarakat lokal meyakini bahwa jawi yang jelek itu ada dua : “Pertama bernama jawi balang puntuang berarti apabila didahuluan manyipak, dikudiankan mananduak (apabila didahulukan menyipak, apabila di kemudiankan menanduk) manusia ada juga yang sifatnya seperti itu, maka dari itu sifat jawi yang bagus adalah jawi yang jalannya lurus tanpa dikendalikan. Sifat yang kedua yaitu jawi sirah, jawi ini diibaratkan jawi yang egois, dan dimana-mana suka berbuat onar. Jawi ini seperti pepatah mangguntiang dalam lipatan, artinya kalau dia dipercaya dia khianat, dalam masyarakat ado urang nan babuek saperti itu, inyo suko mambuek rusuah di kampuang.” (sindiran halus bagi masyarakat yang suka mencari keributan atau membuat rusuh di suatu kampung).(Hasil wawancara Bapak Fahmi, 30 Mei 2013) Makna ketiga mengenai simbolis dari tatanan sistem pemerintahan Minangkabau. Dalam hal keselarasan dan keharmonisan dalam tatanan pemerintahan layaknya pada hubungan tali tiga sepilin, yang dilambangkan dengan tungku tigo sajarangan. Tali tiga sepilin, merupakan perlengkapan alat pacu yang tidak akan pernah lepas, sebab untuk melakukan tradisi ini diperlukan ketiga tali tersebut, antara lain; pertama, tali jawi berfungsi untuk mengarahkan jawi atau sapi ke depan tali ini terdapat di mulut jawi; kedua, adalah tali andang atau suluah merupakan penyatu kedua jawi, karena dalam perlombaan tradisi pacu jawi; aturannya para sapi dilepas secara berpasangan, yang ketiga tali bajak sebagai pijakan joki. Jadi ketiga tali tersebut, tidak akan pernah ditinggalkan, wajib di dalam tradisi ini makanya diistilahkan “tali tigo sapilin, tungku tigo sajarangan” dimana petuah adat ini menggambarkan tatanan sistem pemerintahan nagari di Minangkabau yang bersumber dari ajaran nenek moyang. Konsep tungku tigo sajarangan (tungku tiga sejarangan) yang terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : 1). Kepemimpinan ninik mamak, 2). Kepemimpinan alim ulama dan 3). Kepemimpinan cerdik pandai. Ketiga bentuk kepemimpinan ini lahir dan ada, tidak terlepas dari perjalanan sejarah masyarakat Minangkabau sendiri. Ketiga sistem kepemimpinan tadi dalam masyarakat Minangkabau disebut “tungku nan tigo sajarangan, tali nan tigo sapilin”. Mereka saling melengkapi dan menguatkan. Tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin juga merupakan filosofi dalam kepemimpinan masyarakat Minangkabau. Ketiga unsur tersebut menjadi simbol kepemimpinan yang memberi warna dan mempengaruhi perkembangan masyarakat Minangkabau. Keberadaan tiga pemimpin informal tersebut terlembaga dalam idiom adat. Istilah tungku tigo sajarangan sangat dekat dengan masyarakat Minangkabau. Karena istilah ini dipakai dalam kegiatan memasak. Secara tradisional, peralatan memasak yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau memakai tungku yang biasanya terbuat dari besi atau batu. Tiga buah batu atau besi yang dibentuk menyerupai segitiga sama sisi ini, merupakan dasar yang kokoh untuk menopang berbagai masakan yang dimasak di atasnya. Deskripsi ini diperkuat dalam pantun adat yang berbunyi :
  • 9. 9 Basilang kayu dalam tungku (Bersilang kayu dalam tungku) Di situ api mangko hiduik (Di sana api akan hidup) Artinya melalui ketiga pintu ini maka nyala api dari kayu bakar yang disilangkan dalam tungku tersebut akan menjadi bagus. Makna falsafah adat di atas juga menggambarkan kondisi masyarakat Minangkabau yang demokrasi. Kayu-kayu bakar yang saling silang di dalam tungku merupakan gambaran atas perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan masyarakat Minangkabau. Perbedaan- perbedaan pendapat ini di musyawarahkan bersama-sama sehingga akhirnya menghasilkan sebuah keputusan. Tungku yang diumpamakan sebagai tiga unsur pimpinan di atas, sedangkan kayu merupakan gagasan, pendapat, dan nyala api itu adalah sebagai media diskusi, dan periuk yang isinya telah dimasak merupakan hasil keputusan mufakat (Suarman, 2000: 156). Makna ke empat adalah hubungan sinergis pada tatanan sistem pemerintahan adat Minangkabau. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sistem pemerintahan di minangkabau dikenal dengan tiga tungku sejarangan; ketiga unsur tersebut adalah niniak mamak, alim ulama, dan cadiak pandai yang merupakan tiga unsur yang saling melengkapi dan mendukung dalam mengatur suatu kaum. Dalam perlombaan pemilihan sawah tidak dilakukan secara sembarangan, tetapi melalui para ahli, yang terlibat dalam hal ini biasanya tetua adat dan pakar pacu jawi. Pada atribut yang bernama sawah ini juga tersirat suatu makna yang dikaitkan dengan filosofi tungku tigo sajarangan. Makna kelima, tradisi pacu jawi adalah warisan nenek moyang, pewarisan adat Minangkabau kepada generasi muda. Generasi muda adalah anak kamanakan, baik laki-laki maupun perempuan, dideskripsikan pada sebuah petuah adat; Anak dipangku, kamanakan dibimbiang (Artinya : anak diberikan nafkah dan disekolahkan, serta kemenakan dibimbing untuk menjalani kehidupannya) peran mamak sangat diperlukan dalam kaumnya apalagi kamanakan adalah tanggung jawab mamak untuk mendidik dan mengarahkannya ke jalan yang benar. Hal ini dikuatkan oleh Ahli Herskovits (dalam Keontjaraningrat, 2002 : 77) memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Seorang ninik mamak mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap anak dan kemenakan. Terhadap anaknya sendiri dia pangku, kemenakannya ia bimbing dan selanjutnya ia arif pula terhadap orang kampungnya yang harus ditenggang atau diperhatikan pula dengan penerapan adat istiadat yang berlaku. Makna keenam adalah pacu jawi sebagai media sosialisasi nilai-nilai atau fungsi sebagai penyebaran nilai. Nilai-nilai itu antara lain musyawarah mufakat yang tergambar pada awal prosesi pelaksanaan yaitu penentuan lokasi pacu itu tidak dilakukan oleh tokoh masyarakat maupun wali nagari (kepala desa), namun melalui tokoh adat atau para pemangku adat yang diistilahkan tungku tigo sajarangan. Nilai kedua adalah gotong royong yang tercermin pada prinsip rotasi atau alek dilakukan secara bergiliran pada empat kecamatan pelaksana, nilai ketiga silahturahmi pada intinya kegiatan pacu jawi adalah sarana berkumpulnya masyarakat dari empat kampung tadi. Nilai keempat adalah kekompakan, kesatuan dan tolong-menolong.
  • 10. 10 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diketahui : 1. Nilai-nilai lokal yang terkandung dalam upacara adat pelaksanaan tradisi pacu jawi di Kabupaten Tanah Datar : Pertama, filosofi pacu jawi, filosofi ini berakar dari falsafah hidup orang Minangkabau yang terkenal yaitu „Alam takambang jadi guru‟ yang berarti bahwa alam yang ada di semesta ini dapat kita jadikan panutan atau guru, jadi menurut filosofinya budaya ini menggambarkan bahwa ada sifat jawi yang dapat dijadikan contoh atau pengalaman, seperti yang diungkapkannya dalam pembahasan penelitian ini. Kedua, dengan demikian pacu jawi memenuhi syarat sebagai sebuah kebudayaan yang menjelaskan pemenuhan dari tiga komponen kebudayaan secara wujud. Pertama wujud ide; gagasan-gagasan (ideas), filosofi, nilai- nilai, dan norma-norma adat (prosesi adat) yang berfungsi mengatur dan pacu jawi suatu tradisi yang dilakukan berulang-ulang merupakan wujud kedua (behaviors) dari suatu kebudayaan dan wujud ketiga ialah benda hasil kebudayaan (things) ialah alat kesenian berupa alat musik pengiring dan pakaian adat. Ketiga, pacu jawi merupakan perwujudan dari perpaduan unsur seni, adat dan agama. Perpaduan berbagai elemen tadi merepresentasikan bahwa kesenian tradisional pacu jawi mampu mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat yang menyentuh aspek kognitif, afektif dan konatif masyarakat. Perpaduan tersebut memberikan bentuk bahwa tradisi ini merupakan tradisi yang memasyarakat, prosesi adat dalam pacu jawi menandakan bahwa identitas keunikan masyarakat Minang di Tanah Datar masih dipertahankan keasliannya, melalui kesenian tradisional pacu jawi memberikan peluang untuk merevitalisasi kembali atau menghidupkan kembali nilai-nilai vital yang terdapat pada suku Minangkabau. 2. Makna simbolik yang terkandung dalam tradisi pacu jawi sangat bervariasi, karena disebabkan oleh kapasitas dan kepentingan setiap individu dalam memaknai budaya ini, antara lain; a) Sosial, terjalinnya hubungan antar masyarakat selama terutama dalam prosesi pelaksanaan, yang tujuan untuk menambah keakraban masyarakat dan memupuk silahturahmi dan kekeluargaan masyarakat kampung di empat nagari tersebut, b) Spiritual, budaya pacu jawi adalah kegiatan budaya yang menjadi tradisi turun-temurun sejak diperkenalkan yang merupakan simbol ucapan syukur para petani karena mendapat hasil panen yang baik., dan c) Ekonomi, pacu jawi mampu meningkatkan perekonomian penduduk setempat secara dramatis. pemilik sapi dapat imbasnya dengan naiknya harga jawi¸ bahkan jawi primadona bisa sampai dengan harga 80 juta, secara logika tidak akan masuk akal. Saran -saran Adapun saran-saran yang diberikan peneliti berdassarkan hasil penelitian yang teelah dilakukan adalah sebagai berikut:
  • 11. 11 1. Kepada seluruh unsur masyarakat dan semua elemen pemerintahan, ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan bundo kanduang diharapkan ikut aktif dan terlibat ditengah masayarakat dalam rangka mengembangkan dan membangkitkan kembali nilai-nilai lokal ini, karena dengan merevitalisasi nilai-nilai tersebut, kita akan menyempurnakan jati diri dari bangsa Indonesia ini yang dikenal sebagai bangsa berbudaya dan berkarakter. 2. Kepada generasi muda atau anak kamanakan diberi amanah yang besar untuk jadi tonggak estafet berikutnya dalam upaya pelestarian budaya-budaya lokal, dengan ini diharapkan pada bidang pendidikan untuk memberikan mata pelajaran tentang budaya lokal sehingga sedini mungkin ditanamkan kecintaan pada anak-anak terhadap budaya asal sendiri yang tentu akan menjadi modal penting dalam keberadaan budaya lokal di tengah –tengah kemegahan budaya asing yang jelas tidak sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Amir MS, 2001, Adat Minangkabau: Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta: PT. Mutiara Sumber Widya. Bungin, Burhan. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Raja Grafindo Persada. _______. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana _______. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta : Kencana Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka Effendy, Onong Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi: Polarisasi. Bandung: Mandar Maju. _______. 2003. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi Cetakan II. Bandung: Remaja Rosdakarya. Tim Penyusun Kementrian Kebudayaan dan Pariwista Republik Indonesia (Kemendikbud), 2011, Kearifan Lokal di Tengah Modernisasi. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Kebudayaan dan Pariwisata RI
  • 12. 12 Gazalba, Sidi. 1981. Sistematika Filsafat. Jakarta : Bulan Bintang Muhaimin dan Abdul Mujib. 1993. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung : Trigenda Karya Mulyana, Deddy dan Rakhmat. 2005. Komunikasi Antar Budaya: Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. UU No.32/2009 BAB I Pasal 1 butir 30 Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi II. Jakarta: Rineka Cipta. Vardiansyah, D. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia.