SlideShare a Scribd company logo
Makna Simbol dan Nilai-Nilai Religius
Pencak Silat Tradisional
Rejang Pat Petulai
Di Provinsi Bengkulu
MUNAWIR SYAHPUTRA
2011560004
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
FATMAWATI SUKARNO BENGKULU 2022
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang mempunyai hubungan yang bersifat khas dengan
lingkungannya. Makhluk selain manusia dikuasai secara menyeluruh oleh hukum-hukum alam yang
tidak disadari. Dalam hubungan khas itu, manusia mengungkapkan kesadaran dan kebebasan ke dalam
alam material. Ia adalah makhluk budaya dan selalu hidup dalam suatu lingkungan kebudayaan. Oleh
karena itu, manusia harus menciptakan suatu kebudayaan, sebab tanpa kebudayaan ia makhluk yang
tidak berdaya, yang menjadi korban dari keadaanya yang tidak lengkap dan naluri-nalurinya yang
tidak terpadu mengacaukan.
Kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karya manusia. Kebudayaan merupakan
ukuran bagi tingkah laku dan kehidupan manusia. Kebudayaan menyimpan nilai-nilai bagaimana
tanggapan manusia terhadap dunia, lingkungan serta masyarakat. Seperangkat nilai-nilai yang menjadi
landasan pokok bagi penentuan sikap terhadap dunia luar, bahkan menjadi dasar setiap langkah yang
dilakukan.
Hubungan antara manusia dengan kebudayaan sungguh tak dapat dipisahkan, sehingga manusia
disebut sebagai makhluk budaya. Suatu kebudayaan tidak pernah lepas dari konteks kehidupan
masyarakat, karena kebudayaan merupakan produk manusia sebagai individu dan kelompok dalam
kehidupan masyarakat. Konsep kebudayaan dapat ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik
yang hidup dalam masyarakat pedesaan maupun dalam masyarakat perkotaan.
Hubungan antara manusia dengan kebudayaan sungguh tak dapat dipisahkan, sehingga manusia
disebut sebagai makhluk budaya. Suatu kebudayaan tidak pernah lepas dari konteks kehidupan
masyarakat, karena kebudayaan merupakan produk manusia sebagai individu dan kelompok dalam
kehidupan masyarakat. Konsep kebudayaan dapat ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik
yang hidup dalam masyarakat pedesaan maupun dalam masyarakat perkotaan.
Menurut Rafael Raga Maram, dalam buku Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar, menyatakan bahwa salah satu ciri kebudayaan, adalah bersifat simbolik, sebab
kebudayaan merupakan ekspresi, ungkapan kehadiran manusia. Sebagai ekspresi manusia,
kebudayaan itu tidak sama dengan manusia. Kebudayaan disebut simbolik, sebab mengekspresikan
manusia dan segala upaya untuk mewujudkan dirinya.
Di samping itu, simbol-simbol mempunyai peranan yang sangat penting dalam bidang
kebudayaan. Hal ini juga semakin diakui oleh para peneliti. Besarnya gaya hidup dan stuktur sosial
suku dan bangsa-bangsa, mendiami dunia simbolis. Makan dan minum, memasak membersihkan,
fungsi-fungsi tubuh semuanya dilakukan di dalam konteks hubungan sosial yang lebih luas yang
diungkapkan dalam kata-kata, gerak-gerik, dan tata cara.
Simbol merupakan suatu obyek atau peristiwa yang merujuk kepada sesuatu yang lain. Dalam
The Harper Collins Dictionari of Religion, Jonathan Z Smith menyatakan bahwa penggunaan simbol
ini dipergunakan untuk mewakili sesuatu atau peristiwa pada suatu arti yang lain, misalnya patung,
pohon, arsitektur, warna, doa, mitos, ritual dan segala hal yang dapat memberikan arti lain
kepada sesuatu tersebut.
Pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai-nilai tidak dapat eksis tanpa adanya simbol-simbol.
Simbol itu bisa berupa bahasa, gerak isyarat, juga berupa bunyi atau sesuatu yang mempunyai arti.
Simbol-simbol memungkinkan manusia untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan mengambil
bagian serta mengalihkan komponen-komponen kebudayaan kepada generasi-generasi berikutnya.
Oleh karena itu, upaya untuk mengkaji dan memahami makna di balik simbol-simbol dalam sebuah
tradisi perlu dilakukan. Salah satu tradisi yang kuat berakar pada masyarakat Bengkulu yang
diasumsikan bermuatan nilai-nilai simbolik adalah pencak silat tradisional “Rejang Pat Petulai”.
Pada mulanya pencak silat diciptakan manusia untuk memperoleh keamanan dari ancaman
binatang buas. Tidak ada yang tahu kapan, di mana, dan bagaimana pertama kali proses tersebut
berlangsung karena informasi terbatas. Namun demikian menurut cacatan sejarah, pencak silat
berkembang di kawasan Indonesia seperti di ungkap oleh Draeger: pentjak-silat is certainly to be
termed a combative form indigenous to Indonesia. But it is a synthesis product, not purely autogenic
endeavor. Pada zaman kerajaan Nusantara, pencak silat dijadikan sebagai alat untuk mencapai status
dan kedudukan social. Seseorang yang menguasai kemahiran beladiri pencak silat disegani oleh
masyarakat dan dapat mencapai kekuasaan politik
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid,
sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui
legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa
Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung
Marapi pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke
seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang
mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet.
Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Prabu
Siliwangi sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran, Hang Tuah panglima Malaka, Gajah Mada
mahapatih Majapahit dan Si Pitung dari Betawi.
Secara global, wilayah Bengkulu ditempati oleh orang-orang dari suku bangsa Rejang, Lembak,
Serawai, Pasemah, Melayu-Bengkulu, Kaur dan Enggano. Disamping suku bangsa tersebut terdapat
juga suku bangsa keturunan yang termasuk ke dalam warga pendatang yang kemudian mendiami
wilayah keseluruhan Bengkulu. Suku bangsa tersebut adalah: Minang, Palembang, Aceh, Jawa, Sunda,
Madura, Melayu dan Bugis.tidak hanya itu, bahkan orang-orang keturunan India dan Cina telah hadir
di ranah Bengkulu semenjak zaman dulu.
Masyarakat asli Bengkulu berasal dari beragam etnik dengan bahasa daerah dan dialek yang
berbeda seperti bahasa Melayu, Rejang, Enggano, Serawai, Lembak, Pasemah, Mulak Bintuhan,
Pekal dan Mukomuko. Dari sisi budaya, masyarakat Bengkulu terdiri atas dua kelompok besar yaitu
Orang rejang dan Orang Serawai. Orang Rejang ini terbagi atas dua bagian lagi, yaitu mereka yang
tinggal di wilayah dataran tinggi dan mereka yang tinggal disekitar pantai yang disebut sebagai Rejang
Pesisir.
Masyarakat Bengkulu memiliki beragam tradisi yang telah diwariskan sejak dahulu kala, seperti
Upacara Tabot yang dibawa orang India ke Bengkulu, di Bengkulu upacara tersebut dapat diterima
karena sebelumnya Bengkulu telah mendapat pengaruh Islam dari Aceh, Banten, dan Minangkabau.
Selain Upaca Tabot ada juga tradisi lain seperti Punjung Nasi Sawo yang merupakan tradisi
pernikahan Suku Rejang, Mendundang Benih pada masyarakat Lebong, Silat tradisional Rejang Pat
Petulai di Rejang Lebong dan masih banyak yang lainnya.
Secara global, wilayah Bengkulu ditempati oleh orang-orang dari suku bangsa Rejang, Lembak, Serawai,
Pasemah, Melayu-Bengkulu, Kaur dan Enggano. Disamping suku bangsa tersebut terdapat juga suku bangsa
keturunan yang termasuk ke dalam warga pendatang yang kemudian mendiami wilayah keseluruhan Bengkulu.
Suku bangsa tersebut adalah: Minang, Palembang, Aceh, Jawa, Sunda, Madura, Melayu dan Bugis.tidak hanya
itu, bahkan orang-orang keturunan India dan Cina telah hadir di ranah Bengkulu semenjak zaman dulu.
Masyarakat asli Bengkulu berasal dari beragam etnik dengan bahasa daerah dan dialek yang berbeda
seperti bahasa Melayu, Rejang, Enggano, Serawai, Lembak, Pasemah, Mulak Bintuhan, Pekal dan
Mukomuko. Dari sisi budaya, masyarakat Bengkulu terdiri atas dua kelompok besar yaitu Orang rejang dan
Orang Serawai. Orang Rejang ini terbagi atas dua bagian lagi, yaitu mereka yang tinggal di wilayah dataran
tinggi dan mereka yang tinggal disekitar pantai yang disebut sebagai Rejang Pesisir.
Masyarakat Bengkulu memiliki beragam tradisi yang telah diwariskan sejak dahulu kala, seperti Upacara
Tabot yang dibawa orang India ke Bengkulu, di Bengkulu upacara tersebut dapat diterima karena
sebelumnya Bengkulu telah mendapat pengaruh Islam dari Aceh, Banten, dan Minangkabau. Selain Upaca
Tabot ada juga tradisi lain seperti Punjung Nasi Sawo yang merupakan tradisi pernikahan Suku Rejang,
Mendundang Benih pada masyarakat Lebong, Silat tradisional Rejang Pat Petulai di Rejang Lebong dan masih
banyak yang lainnya.
Pencak silat tradisional Rejang Pat Petulai yang telah berkembang sejak Abad ke-15 merupakan salah satu
budaya yang ada di provinsi Bengkulu. Persilatan Rejang Pat Petulai yang berpusat di Kabupaten Rejang
Lebong mulai berkembang di beberapa Kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu. Pencak silat ini masih
sangat minim sekali data-data atau dokumuntasi yang ada sehingga apabila kita mau mencari data mengenai
persilatan ini, kita harus langsung menemui orang yang berkecimpung pada persilatan ini. Hal inilah yang
menjadi minat peneliti untuk meneliti persilatan ini lebih lanjut.
Dalam Kota Bengkulu perkembangan Pencak silat tradisional Rejang Pat Petulai cukup berkembang pesat.
Dilihat dari banyaknya pelabaran-pelabaran (tempat latihan silat tradisional) yang dibuka untuk latihan silat.
Adapun jumlah anggota silat Rejang Pat Petulai pada saat ini adalah berjumlah kurang lebih 11.000-an anggota
yang tersebar diberbagai Kabupaten/Kota. Rejang Lebong berjumlah kurang lebih 4.000-an, Kepahiyang 1.000-
an, Bengkulu Tengah 1.000-an, Bengkulu Utara 500-an, Muko-muko 500-an dan Kota Bengkulu sekitar
4.000an.
Adapun jenjang yang akan dilewati setiap anggota dari Perguruan Pencak silat tradisional Rejang Pat
Petulai adalah Kenduri masuk, Pindah Tangkap, Mutus Pejero, dan Penyetoran. Di dalam semua tahapan yang
dilakukan dalam silat tradisional Rejang Pat Petulai sangat banyak kegiatan ritual yang sangat menarik buat di
teliti oleh peneliti. Karena banyak makna simbol yang belum di jelaskan secara rinci dalam kegiatan tersebut.
Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Pencak Silat
Tradisional Rejang Pat Petulai yang yang dituangkan dalam tesis dengan judul: “Makna Simbol Dan Nilai-
nilai Religius Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai Di Provinsi Bengkulu”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sajakah makna simbol-simbol dalam Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai Di Provinsi Bengkulu?
2. Nilai-nilai Religius apa sajakah yang dipresentasikan dalam simbol-simbol Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petula
di Provinsi Bengkulu?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan bagaimana Makna Simbol dalam Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai Di Provinsi Bengkulu.
2. Mendeskripsikan nilai-nilai Religius yang dipresentasikan dalam simbol-simbol Pencak Silat Tradisional Rejang Pat
Petulai Di Provinsi Bengkulu
D. Batasan Masalah
Penelitian ini lebih menitik beratkan diri pada pendekatan emik (orang dalam) dari pada etik. Secara sederhana, emik
mengacu pada pandangan masyarakat yang dikaji dalam hal ini orang-orang yang terlibat langsung pada silat tradisional Rejang
Pat Petulai
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Pengertian Makna
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makna memiliki dua pengertian yaitu: Makna adalah arti:
ia memperhatikan-setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno. Makna adalah maksud, pembicara
atau penulis, pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.
Konsep makna telah manarik perhatian disiplin komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan
linguistik. Itu sebabnya beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna ketika
mereka mendefinisi komunikasi. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss misalnya menyatakan
“Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih”.
B. Pengertian Simbol
Simbol atau sering disebut juga lambang secara etimologis berasal dari kata Yunani “sym-
ballaein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide.
Adapula yang menyebutkan “symbolos” yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal
kepada seseorang. Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain diluar perwujudan bentuk
simbolik itu sendiri.
Sebagian terbesar simbol-simbol itu adalah kata-kata, tapi juga isyarat-isyarat, lukisan-lukisan,
bunyi-bunyian musik, peralatan mekanisme seperti jam-jam, atau objek-objek alamiah seperti
permata. Dalam kenyataannya, simbol-simbol itu adalah segala sesuatu yang lepas dari keadaannya
yang sebenarnya dan dipergunakan untuk memasukkan makna dalam pengalaman.
C. Teori Semiotika Charles Sanders Pierce
Semiotika adalah studi mengenai tanda (signs) dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran
tradisi komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide,
situasi, keadaan, perasaan dan sebagainya yang berada di luar diri. Studi mengenai tanda tidak saja memberikan
jalan atau cara dalam mempelajari komunikasi tetapi juga memiliki efek besar pada hamper setiap aspek
(perspektif) yang digunakan dalam teori komunikasi.
Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah “tanda” yang diartikan sebagai a stimulus
designating something other than itself (suatu stimulus yang mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri).
Pesan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam komunikasi. Menurut John Powers pesan memiliki tiga
unsur yaitu: 1) tanda dan simbol; 2) Bahasa da; 3) wacana (discourse). Menurutnya, tanda merupakan dasar bagi
semua komunikasi. Tanda menunjuk atau mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri, sedangkan makna atau
arti adalah hubungan antara objek atau ide dengan tanda.
Teori semiotika Charles Saunders Peirce sering kali disebut “Grand Theory” karena gagasannya bersifat
menyeluruh, deskripsi structural dari semua penandaan, Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan
menggabungkan kembali komponen dalam, struktur tunggal.
Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah “tanda” yang diartikan sebagai a stimulusBagi
Peirce tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang
digunakan agar tanda berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen)
selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce
mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan
legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu.
Sinsign adalah eksistensi aktual benda peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata kabur kabur atau keruh yang
ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma
yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak
boleh dilakukan manusia.
Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign dan
argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang
merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata
dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan.
Mislanya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang
menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan
tentang sesuatu
D. Nilai-nilai Religius
Nilai atau value (Bahasa inggris) atau valaere (Bahasa latin) yang berarti: berguna, mampu akan,
berdaya, berlaku dan kuat. Nilai merupakan kualitas suatu hal yang dapat menjadikan hal itu disukai,
diinginkan, berguna, dihargai dan dapat menjadi objek kepentingan. Adapun menurut Steeman dalam
Sjarkawi, nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.
Religius ialah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Religius
merupakan penghayatan dan pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai religius adalah nilai yang bersumber dari keyakinan ke- Tuhanan yang ada pada diri
seseorang. Dengan demikian nilai religius ialah sesuatu yang berguna dan dilakukan oleh manusia,
berupa sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-hari.
E. Pencak Silat
Pada mulanya pencak silat diciptakan manusia untuk memperoleh keamanan dari ancaman
binatang buas. Tidak ada yang tahu kapan, di mana, dan bagaimana pertama kali proses tersebut
berlangsung karena informasi terbatas. Namun demikian menurut cacatan sejarah, pencak silat
berkembang di kawasan Indonesia seperti di ungkap oleh Draeger: pentjak-silat is certainly to be
termed a combative form indigenous to Indonesia. But it is a synthesis product, not purely autogenic
endeavor.
Walaupun asal muasal silat sulit dipastikan, tapi telah disepakati bahwa silat adalah budaya yang
lahir dari nenek moyang dan cikal-bakal bangsa Indonesia. Sebagai contoh, bangsa Melayu
terutama di Semenanjung Malaka meyakini bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat
yang hebat. Gajah Mada adalah seorang Maha Patih yang sangat melegenda kesaktiaanya. Di tanah
Pasundan kita mengenal ketangguhan pasukan kerajaan Pajajaran yang gugur bersama sang Raja,
Putri Dyah Pitaloka dan para panglima dalam perang dalam perang Bubat melawan kerajaan
Pencak silat dalam konteks pendidikan bermula di pesantren sebagai bagian internal dari ajaran
agama. Menurut Maryono dalam proses pendidikan tersebut, seorang santri selain mendalami ilmu
agama juga dibekali keterampilan ilmu silat untuk kepentingan penyebaran agama. Pendidikan agama
dan pencak silat ini awalnya hanya diberikan kepada sekelompok bangsawan tertentu, misalnya Syech
Burhanuddin penyebaran agama Islam di Sumatera Barat dan Aceh pada abad XV, dan para wali songo
di tanah jawa.
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke
murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan
melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa
Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung
Marapi pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke
seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang
mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet.
Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Prabu
Siliwangi sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran, Hang Tuah panglima Malaka, Gajah Mada
mahapatih Majapahit dan Si Pitung dari Betawi.
Pencak silat dalam konteks pendidikan bermula di pesantren sebagai bagian internal dari ajaran
agama. Menurut Maryono dalam proses pendidikan tersebut, seorang santri selain mendalami ilmu
agama juga dibekali keterampilan ilmu silat untuk kepentingan penyebaran agama. Pendidikan agama
dan pencak silat ini awalnya hanya diberikan kepada sekelompok bangsawan tertentu, misalnya Syech
Burhanuddin penyebaran agama Islam di Sumatera Barat dan Aceh pada abad XV, dan para wali songo
di tanah jawa.
Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke
murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan
melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa
Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung
Marapi pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke
seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang
mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet.
Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Prabu
Siliwangi sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran, Hang Tuah panglima Malaka, Gajah Mada
mahapatih Majapahit dan Si Pitung dari Betawi.
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode
pendekatan deskritif kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan motodologi kualitatif sebagai
prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamat
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah ritual-ritual yang ada dalam setiap kegiatan Pencak Silat Tradisional
Rejang Pat Petulai. Hal-hal yang akan diteliti adalah mengenai makna, simbol-simbol atau lambang
dan nilia-nilai religius yang terdapat dalam rangkaian ritual silat Rejang Pat Petulai.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dengan menggunakan
teknik pengamatan (observasi), teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi.
D. Teknik Analisis Data
Seluruh hasil pengamatan dan wawancara dalam penelitian kualitatif ini dibuat sebagai transkrip,
yaitu uraian dalam bentuk tulisan yang rinci dan lengkap mengenai apa yang dilihat dan apa yang
didengar baik secara langsung maupun hasil dari rekaman. Transkrip tersebut dibuat dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan hasil wawancara, karena transkrip akan digunakan sebagai
bahan untuk menganalisis data.
Dalam menganalisis data tersebut menggunakan langkah-Langkah yaitu reduksi data, penyajian
data, penarikan dan pengujian kesimpulan.
BAB IV : HASIL PENELITIAN
A. Proses Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai
1. Kenduri Masuk
Kenduri masuk adalah proses penerimaan anggota atau murid baru kedalam perguruan ini.
Ada beberapa rangkaian proses ritual yang dilaksanakan dalam kenduri ini dan ada beberapa
bahan yang digunakan didalam nya. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam keduri masuk
adalah: 1) Punjung Ayam Hitam dan Ketan Hitam, 2) Pekakas Sirih Pinang, 3) Bunga Tujuh
Rupa, 4) Pisang mas, 5) bubur 4 warna (putih, hijau, merah dan hitam), 6) kain hitam, 7) jeruk
nipis, 8) Tabung Langir, 9) Setawar Sedingin dan 10) Dupa.
2. Pindah Tangkap
Pindah tangkap adalah proses naik tingkat kedua didalam perguruan pencak silat tradisional
Rejang Pat Petulai. Pindah tangkap dilakukan apabila anggota baru telah melakukan latihan minimal 7
kali berturut semenjak kenduri masuk. Didalam proses pindah tangkap ada proses kenduri yang
dilaksanakan seperti proses kenduri pada kenduri masuk dengan beberapa bahan yang hampir sama
dengan bahan yang ada di kenduri masuk dan ada beberapa bahan yang berbeda. Adapun bahan-bahan
yang digunakan di dalam proses kenduri pindah tangkap adalah: 1) Pekakas Sirih Pinang, 2) Bunga
Tujuh Rupa, 3) Pisang Mas, 4) Bubur 4 Warna (Putih, Hijau, Merah dan Hitam), 5) Kain Hitam, 6)
Jeruk Nipis, 7) Telur Ayam kampung, 8) Lidi dari kelapa Hijau, dan 9) Air 4 sudut.
3. Mutus (Pejero)
Mutus atau pejero adalah tingkatan ketiga didalam perguruan pencak silat tradisional Rejang Pat
Petulai. Mutus adalah proses dimana seseorang akan dihadapkan dengan senjata tajam. Adapun bahan-
bahan yang digunakan di dalam proses kenduri ini adalah 1) Punjung ayam nasi kuning, 2) Pekakas
Sirih Pinang, 3) Jeruk Nipis, 4) Batu Mutus, 5) Kain Tiga Warna, 6) Kain Hitam, dan 7) Pedang
Tajam.
4. Penyetoran
Penyetoran pada perguruan ini adalah tahapan dimana para murid yang belajar di perguruan
Pencak silat Rejang Pat Petulai datang ke keramat Kutei Ukem (Kutai Rukam) yang bertempat di
depan danau Tes, Lebong Selatan. Keramat Kutei Ukem adalah tempat dimana Biku Bermanu
menyatukan Empat suku rejang dan mengajarkan silat ini. Datangnya para murid kesini adalah untuk
berziarah dan mendo’akan Biku Bermanu agar selalu dalam rahmat dan kasih sayang allah SWT.
Selain berziarah, para murid juga bersilat ditanah tua ini. Hal ini dilaksanakan untuk napak tilas
sejarah perguruan dan mengenal dari mana pencak silat Rejang Pat Petulai ini berasal dan di
kembangkan.
Adapun bahan-bahan yang digunakan didalam proses kenduri ini adalah: 1) Pekakas Sirih
Pinang, 2) Punjung Ayam, 3) Lemang Manis 9 Batang, 4) Kapas, dan 5) Jeruk Nipis.
B. Makna Simbol Silat Tradisional Rejang Pat Petulai
1. Kenduri Masuk
Kenduri masuk adalah proses penerimaan anggota atau murid baru kedalam perguruan
ini. Pada proses kenduri diawali pembacaan tutur yang artinya pembacaan do’a serta silsilah
perguruan, jadi setiap anggota harus tahu asal dari perguruan ini terbentuk. Pada proses ini
juga terdapat Punjung Ayam hitam dan ketan hitam memiliki arti bahwa simbol dari
kekuatan ilmu batin adalah warna hitam. Disini, ayam di simpuhkan (simpok dalam bahasa
Bengkulu) dengan sayap dan kaki menghadap keatas, hal ini mengisyaratkan bahwa setiap
orang yang kuat, orang yang hebat, dan siapapun yang ada didunia ini suatu saat akan di
panggil oleh Allah SWT untuk kembali dan menghadap-Nya. Terdapat juga Pekakas Sirih
Pinang yang berarti adat yang selalu harus dijunjung tinggi, selagi adat tersebut untuk
kebaikan dan berada dalam norma- norma agama, norma susila, dll, maka adat tersebut
wajib untuk di ikuti dan dijalankan. Hal ini mengajarkan kepada para murid untuk selalu
menjaga adat yang baik yang diwariskan oleh nenek moyang pada zaman dahulu.
Pembakaran Kemenyan di dalam berbagai ritual didalam perguruan ini bukanlah perbuatan
syirik, karena sebelum membakar kemenyan, guru atau seseorang (siapapun) yang
diamanatkan oleh guru untuk memulai ritual (contoh pada saat tutur sebelum memulai
latihan) wajib berdo’a kepada Allah SWT sebagai tempat memohon dan meminta serta
diwajibkan membaca bismillah dengan lengkap yang dibarengi dengan membaca surat Al-
Fatihah.
Bunga Tujuh Rupa yang harum harum yang digunakan dalam ritual kenduri masuk disi bukanlah
bunga yang digunakan sebagai sesajen. Bunga tujuh rupa disini mengandung makna filosofis agar para
murid selalu menjaga keharuman dari tujuh bagian penting dalam diri mereka. Adapun tujuh bagian
terpenting dalam diri mereka yang senantiasa di jaga keharumannya (dari sifat-sifat yang jelek) adalah
Otak, Mata, Telinga, Lidah, Tangan, Kaki, dan Perut.Pisang Mas memiliki makna filosofis di
pergururn ini adalah agar mereka memiliki prilaku yang manis, tutur kata yang manis, serta berbuat
baik dengan sebaik mungkin yang diharapkan akan selalu memberikan ketentraman dalam kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat dan beragama. Bubur 4 Warna (Putih, Hijau, Merah dan Hitam) ini
memiliki makna yang sangat dalam sekali bagi manusia dalam menjalankan cerita hidupnya mulai dari
kandungan sampai ketika ia kembali lagi menghadap Allah SWT untuk selama-lamanya. Kain hitam
disini melambangkan warna yang netral yang cocok digunakan dalam berbagai busana dan tidak
mudah kotor. Didalam perguruan ini, kain hitam memiliki makna filosofis agar para murid yang
belajar disini bisa menjadi orang yang mampu menempatkan sesuatu sesuai dengan tempat nya.
Menjadi penengah diantara pertikain, menjadi penasehat dalam berbagai urusan serta menjadi orang
yang tidak mudah terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan yang merusak.
Jeruk nipis pada kenduri ini ada 2 jenis pertama, jenis jeruk yang di iris pada bagian atas dan
bawah serta empat bagian sudut jeruk. Hal ini melambangkan agar para murid yang belajar mampu
memberikan warna di empat sisi kehidupan nya seperti yang dijelaskan pada bagian air empat sudut
diatas dan kedua, jeruk yang diiris pada bagian atas dan bawah serta digaris lurus pada bagian tengah
nya. Hal ini mengajarkan kepada para murid untuk selalu berbuat luruh dengan ajaran agama, tidak
berbuat sekehendak diri sendiri. Tabung langir adalah tabung yang terbuat dari bambu yang berukuran
kurang lebih 30 cm, Hal ini juga mengajarkan kepada para murid untuk senantiasa menjaga wudhu
dan nilai-nilai dalam kehidupan. Setawar sedingin memiliki makna untuk menetralkan sifat-sifat yang
jelek yang ada didalam diri manusia, sehingga akan terbentuk para murid yang selalu menjunjung
tinggi perbuatan yang baik.
C. Nilai-nilai Religius Silat Tradisional Rejang Pat Petulai
1. Nilai Ketauhidan (Aqidah)
2. Nilai Kesucian
3. Nilai Spiritual

More Related Content

Similar to Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx

Buku kearifan lokal
Buku kearifan lokalBuku kearifan lokal
Buku kearifan lokal
Jonaedi Efendi
 
tugas sosped fix
tugas sosped fixtugas sosped fix
tugas sosped fixsulai men
 
258330762-Aspek-Sosial-Budaya-Masyarakat-Sasak-Lombok.pdf
258330762-Aspek-Sosial-Budaya-Masyarakat-Sasak-Lombok.pdf258330762-Aspek-Sosial-Budaya-Masyarakat-Sasak-Lombok.pdf
258330762-Aspek-Sosial-Budaya-Masyarakat-Sasak-Lombok.pdf
amrin syahrafi
 
Budaya Melayu
Budaya MelayuBudaya Melayu
Budaya Melayu
Penerbit Manggu
 
pengertian kebudayaan_seni
pengertian kebudayaan_senipengertian kebudayaan_seni
pengertian kebudayaan_seni
ahufiamaya
 
Kata penganta1 sumbawas
Kata penganta1 sumbawasKata penganta1 sumbawas
Kata penganta1 sumbawas
Bagas Doni
 
Islam dan Budaya Lokal
Islam dan Budaya LokalIslam dan Budaya Lokal
Islam dan Budaya Lokal
risqyrekham
 
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptxPENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
misriyadi1
 
Eksplorasi Keragaman seni budaya lampung
Eksplorasi Keragaman seni budaya lampungEksplorasi Keragaman seni budaya lampung
Eksplorasi Keragaman seni budaya lampung
Riyan Hidayatullah
 
Bahasa, kesusasteraaan, keseniaan, proses sosialisasi
Bahasa, kesusasteraaan, keseniaan, proses sosialisasiBahasa, kesusasteraaan, keseniaan, proses sosialisasi
Bahasa, kesusasteraaan, keseniaan, proses sosialisasiRahimi Wm
 
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat LanjutHasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Christina Dwi Rahayu
 
persebaran keanekaragaman
persebaran keanekaragamanpersebaran keanekaragaman
persebaran keanekaragaman
fajar pranata
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Septian Muna Barakati
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Operator Warnet Vast Raha
 
Peran agama dalam perkembangan budaya
Peran agama dalam perkembangan budayaPeran agama dalam perkembangan budaya
Peran agama dalam perkembangan budayaBabyHenry
 
Budaya muna
Budaya munaBudaya muna
Budaya muna
Budaya munaBudaya muna
Budaya muna
Budaya munaBudaya muna
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
Guru Online
 

Similar to Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx (20)

Buku kearifan lokal
Buku kearifan lokalBuku kearifan lokal
Buku kearifan lokal
 
tugas sosped fix
tugas sosped fixtugas sosped fix
tugas sosped fix
 
258330762-Aspek-Sosial-Budaya-Masyarakat-Sasak-Lombok.pdf
258330762-Aspek-Sosial-Budaya-Masyarakat-Sasak-Lombok.pdf258330762-Aspek-Sosial-Budaya-Masyarakat-Sasak-Lombok.pdf
258330762-Aspek-Sosial-Budaya-Masyarakat-Sasak-Lombok.pdf
 
Budaya Melayu
Budaya MelayuBudaya Melayu
Budaya Melayu
 
pengertian kebudayaan_seni
pengertian kebudayaan_senipengertian kebudayaan_seni
pengertian kebudayaan_seni
 
Kata penganta1 sumbawas
Kata penganta1 sumbawasKata penganta1 sumbawas
Kata penganta1 sumbawas
 
Islam dan Budaya Lokal
Islam dan Budaya LokalIslam dan Budaya Lokal
Islam dan Budaya Lokal
 
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptxPENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KEBUDAYAAN ISLAM DAN MASYARAKAT MELAYU.pptx
 
Eksplorasi Keragaman seni budaya lampung
Eksplorasi Keragaman seni budaya lampungEksplorasi Keragaman seni budaya lampung
Eksplorasi Keragaman seni budaya lampung
 
Bahasa, kesusasteraaan, keseniaan, proses sosialisasi
Bahasa, kesusasteraaan, keseniaan, proses sosialisasiBahasa, kesusasteraaan, keseniaan, proses sosialisasi
Bahasa, kesusasteraaan, keseniaan, proses sosialisasi
 
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat LanjutHasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
Hasil Kebudayaan Praaksara Tingkat Lanjut
 
persebaran keanekaragaman
persebaran keanekaragamanpersebaran keanekaragaman
persebaran keanekaragaman
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
Makalah tradisi  sariga  kabupaten munaMakalah tradisi  sariga  kabupaten muna
Makalah tradisi sariga kabupaten muna
 
Peran agama dalam perkembangan budaya
Peran agama dalam perkembangan budayaPeran agama dalam perkembangan budaya
Peran agama dalam perkembangan budaya
 
Budaya muna
Budaya munaBudaya muna
Budaya muna
 
Budaya muna
Budaya munaBudaya muna
Budaya muna
 
Budaya muna
Budaya munaBudaya muna
Budaya muna
 
Budaya muna
Budaya munaBudaya muna
Budaya muna
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
 

Makna Simbol DAN NILAI-NILAI RELIGIUS.pptx

  • 1. Makna Simbol dan Nilai-Nilai Religius Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai Di Provinsi Bengkulu MUNAWIR SYAHPUTRA 2011560004 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) FATMAWATI SUKARNO BENGKULU 2022
  • 2. BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang mempunyai hubungan yang bersifat khas dengan lingkungannya. Makhluk selain manusia dikuasai secara menyeluruh oleh hukum-hukum alam yang tidak disadari. Dalam hubungan khas itu, manusia mengungkapkan kesadaran dan kebebasan ke dalam alam material. Ia adalah makhluk budaya dan selalu hidup dalam suatu lingkungan kebudayaan. Oleh karena itu, manusia harus menciptakan suatu kebudayaan, sebab tanpa kebudayaan ia makhluk yang tidak berdaya, yang menjadi korban dari keadaanya yang tidak lengkap dan naluri-nalurinya yang tidak terpadu mengacaukan. Kebudayaan merupakan endapan dari kegiatan dan karya manusia. Kebudayaan merupakan ukuran bagi tingkah laku dan kehidupan manusia. Kebudayaan menyimpan nilai-nilai bagaimana tanggapan manusia terhadap dunia, lingkungan serta masyarakat. Seperangkat nilai-nilai yang menjadi landasan pokok bagi penentuan sikap terhadap dunia luar, bahkan menjadi dasar setiap langkah yang dilakukan.
  • 3. Hubungan antara manusia dengan kebudayaan sungguh tak dapat dipisahkan, sehingga manusia disebut sebagai makhluk budaya. Suatu kebudayaan tidak pernah lepas dari konteks kehidupan masyarakat, karena kebudayaan merupakan produk manusia sebagai individu dan kelompok dalam kehidupan masyarakat. Konsep kebudayaan dapat ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam masyarakat pedesaan maupun dalam masyarakat perkotaan. Hubungan antara manusia dengan kebudayaan sungguh tak dapat dipisahkan, sehingga manusia disebut sebagai makhluk budaya. Suatu kebudayaan tidak pernah lepas dari konteks kehidupan masyarakat, karena kebudayaan merupakan produk manusia sebagai individu dan kelompok dalam kehidupan masyarakat. Konsep kebudayaan dapat ditemukan di semua kebudayaan di dunia, baik yang hidup dalam masyarakat pedesaan maupun dalam masyarakat perkotaan. Menurut Rafael Raga Maram, dalam buku Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, menyatakan bahwa salah satu ciri kebudayaan, adalah bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi, ungkapan kehadiran manusia. Sebagai ekspresi manusia, kebudayaan itu tidak sama dengan manusia. Kebudayaan disebut simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan segala upaya untuk mewujudkan dirinya.
  • 4. Di samping itu, simbol-simbol mempunyai peranan yang sangat penting dalam bidang kebudayaan. Hal ini juga semakin diakui oleh para peneliti. Besarnya gaya hidup dan stuktur sosial suku dan bangsa-bangsa, mendiami dunia simbolis. Makan dan minum, memasak membersihkan, fungsi-fungsi tubuh semuanya dilakukan di dalam konteks hubungan sosial yang lebih luas yang diungkapkan dalam kata-kata, gerak-gerik, dan tata cara. Simbol merupakan suatu obyek atau peristiwa yang merujuk kepada sesuatu yang lain. Dalam The Harper Collins Dictionari of Religion, Jonathan Z Smith menyatakan bahwa penggunaan simbol ini dipergunakan untuk mewakili sesuatu atau peristiwa pada suatu arti yang lain, misalnya patung, pohon, arsitektur, warna, doa, mitos, ritual dan segala hal yang dapat memberikan arti lain kepada sesuatu tersebut. Pengetahuan, kepercayaan, norma dan nilai-nilai tidak dapat eksis tanpa adanya simbol-simbol. Simbol itu bisa berupa bahasa, gerak isyarat, juga berupa bunyi atau sesuatu yang mempunyai arti. Simbol-simbol memungkinkan manusia untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan mengambil bagian serta mengalihkan komponen-komponen kebudayaan kepada generasi-generasi berikutnya. Oleh karena itu, upaya untuk mengkaji dan memahami makna di balik simbol-simbol dalam sebuah tradisi perlu dilakukan. Salah satu tradisi yang kuat berakar pada masyarakat Bengkulu yang diasumsikan bermuatan nilai-nilai simbolik adalah pencak silat tradisional “Rejang Pat Petulai”.
  • 5. Pada mulanya pencak silat diciptakan manusia untuk memperoleh keamanan dari ancaman binatang buas. Tidak ada yang tahu kapan, di mana, dan bagaimana pertama kali proses tersebut berlangsung karena informasi terbatas. Namun demikian menurut cacatan sejarah, pencak silat berkembang di kawasan Indonesia seperti di ungkap oleh Draeger: pentjak-silat is certainly to be termed a combative form indigenous to Indonesia. But it is a synthesis product, not purely autogenic endeavor. Pada zaman kerajaan Nusantara, pencak silat dijadikan sebagai alat untuk mencapai status dan kedudukan social. Seseorang yang menguasai kemahiran beladiri pencak silat disegani oleh masyarakat dan dapat mencapai kekuasaan politik Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung Marapi pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Prabu Siliwangi sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran, Hang Tuah panglima Malaka, Gajah Mada mahapatih Majapahit dan Si Pitung dari Betawi.
  • 6. Secara global, wilayah Bengkulu ditempati oleh orang-orang dari suku bangsa Rejang, Lembak, Serawai, Pasemah, Melayu-Bengkulu, Kaur dan Enggano. Disamping suku bangsa tersebut terdapat juga suku bangsa keturunan yang termasuk ke dalam warga pendatang yang kemudian mendiami wilayah keseluruhan Bengkulu. Suku bangsa tersebut adalah: Minang, Palembang, Aceh, Jawa, Sunda, Madura, Melayu dan Bugis.tidak hanya itu, bahkan orang-orang keturunan India dan Cina telah hadir di ranah Bengkulu semenjak zaman dulu. Masyarakat asli Bengkulu berasal dari beragam etnik dengan bahasa daerah dan dialek yang berbeda seperti bahasa Melayu, Rejang, Enggano, Serawai, Lembak, Pasemah, Mulak Bintuhan, Pekal dan Mukomuko. Dari sisi budaya, masyarakat Bengkulu terdiri atas dua kelompok besar yaitu Orang rejang dan Orang Serawai. Orang Rejang ini terbagi atas dua bagian lagi, yaitu mereka yang tinggal di wilayah dataran tinggi dan mereka yang tinggal disekitar pantai yang disebut sebagai Rejang Pesisir. Masyarakat Bengkulu memiliki beragam tradisi yang telah diwariskan sejak dahulu kala, seperti Upacara Tabot yang dibawa orang India ke Bengkulu, di Bengkulu upacara tersebut dapat diterima karena sebelumnya Bengkulu telah mendapat pengaruh Islam dari Aceh, Banten, dan Minangkabau. Selain Upaca Tabot ada juga tradisi lain seperti Punjung Nasi Sawo yang merupakan tradisi pernikahan Suku Rejang, Mendundang Benih pada masyarakat Lebong, Silat tradisional Rejang Pat Petulai di Rejang Lebong dan masih banyak yang lainnya.
  • 7. Secara global, wilayah Bengkulu ditempati oleh orang-orang dari suku bangsa Rejang, Lembak, Serawai, Pasemah, Melayu-Bengkulu, Kaur dan Enggano. Disamping suku bangsa tersebut terdapat juga suku bangsa keturunan yang termasuk ke dalam warga pendatang yang kemudian mendiami wilayah keseluruhan Bengkulu. Suku bangsa tersebut adalah: Minang, Palembang, Aceh, Jawa, Sunda, Madura, Melayu dan Bugis.tidak hanya itu, bahkan orang-orang keturunan India dan Cina telah hadir di ranah Bengkulu semenjak zaman dulu. Masyarakat asli Bengkulu berasal dari beragam etnik dengan bahasa daerah dan dialek yang berbeda seperti bahasa Melayu, Rejang, Enggano, Serawai, Lembak, Pasemah, Mulak Bintuhan, Pekal dan Mukomuko. Dari sisi budaya, masyarakat Bengkulu terdiri atas dua kelompok besar yaitu Orang rejang dan Orang Serawai. Orang Rejang ini terbagi atas dua bagian lagi, yaitu mereka yang tinggal di wilayah dataran tinggi dan mereka yang tinggal disekitar pantai yang disebut sebagai Rejang Pesisir. Masyarakat Bengkulu memiliki beragam tradisi yang telah diwariskan sejak dahulu kala, seperti Upacara Tabot yang dibawa orang India ke Bengkulu, di Bengkulu upacara tersebut dapat diterima karena sebelumnya Bengkulu telah mendapat pengaruh Islam dari Aceh, Banten, dan Minangkabau. Selain Upaca Tabot ada juga tradisi lain seperti Punjung Nasi Sawo yang merupakan tradisi pernikahan Suku Rejang, Mendundang Benih pada masyarakat Lebong, Silat tradisional Rejang Pat Petulai di Rejang Lebong dan masih banyak yang lainnya.
  • 8. Pencak silat tradisional Rejang Pat Petulai yang telah berkembang sejak Abad ke-15 merupakan salah satu budaya yang ada di provinsi Bengkulu. Persilatan Rejang Pat Petulai yang berpusat di Kabupaten Rejang Lebong mulai berkembang di beberapa Kabupaten yang ada di Provinsi Bengkulu. Pencak silat ini masih sangat minim sekali data-data atau dokumuntasi yang ada sehingga apabila kita mau mencari data mengenai persilatan ini, kita harus langsung menemui orang yang berkecimpung pada persilatan ini. Hal inilah yang menjadi minat peneliti untuk meneliti persilatan ini lebih lanjut. Dalam Kota Bengkulu perkembangan Pencak silat tradisional Rejang Pat Petulai cukup berkembang pesat. Dilihat dari banyaknya pelabaran-pelabaran (tempat latihan silat tradisional) yang dibuka untuk latihan silat. Adapun jumlah anggota silat Rejang Pat Petulai pada saat ini adalah berjumlah kurang lebih 11.000-an anggota yang tersebar diberbagai Kabupaten/Kota. Rejang Lebong berjumlah kurang lebih 4.000-an, Kepahiyang 1.000- an, Bengkulu Tengah 1.000-an, Bengkulu Utara 500-an, Muko-muko 500-an dan Kota Bengkulu sekitar 4.000an. Adapun jenjang yang akan dilewati setiap anggota dari Perguruan Pencak silat tradisional Rejang Pat Petulai adalah Kenduri masuk, Pindah Tangkap, Mutus Pejero, dan Penyetoran. Di dalam semua tahapan yang dilakukan dalam silat tradisional Rejang Pat Petulai sangat banyak kegiatan ritual yang sangat menarik buat di teliti oleh peneliti. Karena banyak makna simbol yang belum di jelaskan secara rinci dalam kegiatan tersebut. Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai yang yang dituangkan dalam tesis dengan judul: “Makna Simbol Dan Nilai- nilai Religius Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai Di Provinsi Bengkulu”.
  • 9. B. Rumusan Masalah 1. Apa sajakah makna simbol-simbol dalam Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai Di Provinsi Bengkulu? 2. Nilai-nilai Religius apa sajakah yang dipresentasikan dalam simbol-simbol Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petula di Provinsi Bengkulu? C. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan bagaimana Makna Simbol dalam Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai Di Provinsi Bengkulu. 2. Mendeskripsikan nilai-nilai Religius yang dipresentasikan dalam simbol-simbol Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai Di Provinsi Bengkulu D. Batasan Masalah Penelitian ini lebih menitik beratkan diri pada pendekatan emik (orang dalam) dari pada etik. Secara sederhana, emik mengacu pada pandangan masyarakat yang dikaji dalam hal ini orang-orang yang terlibat langsung pada silat tradisional Rejang Pat Petulai
  • 10. BAB II : LANDASAN TEORI A. Pengertian Makna Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia makna memiliki dua pengertian yaitu: Makna adalah arti: ia memperhatikan-setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno. Makna adalah maksud, pembicara atau penulis, pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Konsep makna telah manarik perhatian disiplin komunikasi, psikologi, sosiologi, antropologi, dan linguistik. Itu sebabnya beberapa pakar komunikasi sering menyebut kata makna ketika mereka mendefinisi komunikasi. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss misalnya menyatakan “Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih”.
  • 11. B. Pengertian Simbol Simbol atau sering disebut juga lambang secara etimologis berasal dari kata Yunani “sym- ballaein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Adapula yang menyebutkan “symbolos” yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain diluar perwujudan bentuk simbolik itu sendiri. Sebagian terbesar simbol-simbol itu adalah kata-kata, tapi juga isyarat-isyarat, lukisan-lukisan, bunyi-bunyian musik, peralatan mekanisme seperti jam-jam, atau objek-objek alamiah seperti permata. Dalam kenyataannya, simbol-simbol itu adalah segala sesuatu yang lepas dari keadaannya yang sebenarnya dan dipergunakan untuk memasukkan makna dalam pengalaman.
  • 12. C. Teori Semiotika Charles Sanders Pierce Semiotika adalah studi mengenai tanda (signs) dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan dan sebagainya yang berada di luar diri. Studi mengenai tanda tidak saja memberikan jalan atau cara dalam mempelajari komunikasi tetapi juga memiliki efek besar pada hamper setiap aspek (perspektif) yang digunakan dalam teori komunikasi. Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah “tanda” yang diartikan sebagai a stimulus designating something other than itself (suatu stimulus yang mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri). Pesan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam komunikasi. Menurut John Powers pesan memiliki tiga unsur yaitu: 1) tanda dan simbol; 2) Bahasa da; 3) wacana (discourse). Menurutnya, tanda merupakan dasar bagi semua komunikasi. Tanda menunjuk atau mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri, sedangkan makna atau arti adalah hubungan antara objek atau ide dengan tanda. Teori semiotika Charles Saunders Peirce sering kali disebut “Grand Theory” karena gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi structural dari semua penandaan, Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali komponen dalam, struktur tunggal.
  • 13. Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah “tanda” yang diartikan sebagai a stimulusBagi Peirce tanda “is something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Sesuatu yang digunakan agar tanda berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign, sinsign, dan legisign. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual benda peristiwa yang ada pada tanda, misalnya kata kabur kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Berdasarkan interpretant, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Mislanya, jika pada suatu jalan sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu
  • 14. D. Nilai-nilai Religius Nilai atau value (Bahasa inggris) atau valaere (Bahasa latin) yang berarti: berguna, mampu akan, berdaya, berlaku dan kuat. Nilai merupakan kualitas suatu hal yang dapat menjadikan hal itu disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan dapat menjadi objek kepentingan. Adapun menurut Steeman dalam Sjarkawi, nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Religius ialah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Religius merupakan penghayatan dan pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Nilai religius adalah nilai yang bersumber dari keyakinan ke- Tuhanan yang ada pada diri seseorang. Dengan demikian nilai religius ialah sesuatu yang berguna dan dilakukan oleh manusia, berupa sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.
  • 15. E. Pencak Silat Pada mulanya pencak silat diciptakan manusia untuk memperoleh keamanan dari ancaman binatang buas. Tidak ada yang tahu kapan, di mana, dan bagaimana pertama kali proses tersebut berlangsung karena informasi terbatas. Namun demikian menurut cacatan sejarah, pencak silat berkembang di kawasan Indonesia seperti di ungkap oleh Draeger: pentjak-silat is certainly to be termed a combative form indigenous to Indonesia. But it is a synthesis product, not purely autogenic endeavor. Walaupun asal muasal silat sulit dipastikan, tapi telah disepakati bahwa silat adalah budaya yang lahir dari nenek moyang dan cikal-bakal bangsa Indonesia. Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang hebat. Gajah Mada adalah seorang Maha Patih yang sangat melegenda kesaktiaanya. Di tanah Pasundan kita mengenal ketangguhan pasukan kerajaan Pajajaran yang gugur bersama sang Raja, Putri Dyah Pitaloka dan para panglima dalam perang dalam perang Bubat melawan kerajaan
  • 16. Pencak silat dalam konteks pendidikan bermula di pesantren sebagai bagian internal dari ajaran agama. Menurut Maryono dalam proses pendidikan tersebut, seorang santri selain mendalami ilmu agama juga dibekali keterampilan ilmu silat untuk kepentingan penyebaran agama. Pendidikan agama dan pencak silat ini awalnya hanya diberikan kepada sekelompok bangsawan tertentu, misalnya Syech Burhanuddin penyebaran agama Islam di Sumatera Barat dan Aceh pada abad XV, dan para wali songo di tanah jawa. Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung Marapi pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Prabu Siliwangi sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran, Hang Tuah panglima Malaka, Gajah Mada mahapatih Majapahit dan Si Pitung dari Betawi.
  • 17. Pencak silat dalam konteks pendidikan bermula di pesantren sebagai bagian internal dari ajaran agama. Menurut Maryono dalam proses pendidikan tersebut, seorang santri selain mendalami ilmu agama juga dibekali keterampilan ilmu silat untuk kepentingan penyebaran agama. Pendidikan agama dan pencak silat ini awalnya hanya diberikan kepada sekelompok bangsawan tertentu, misalnya Syech Burhanuddin penyebaran agama Islam di Sumatera Barat dan Aceh pada abad XV, dan para wali songo di tanah jawa. Tradisi silat diturunkan secara lisan dan menyebar dari mulut ke mulut, diajarkan dari guru ke murid, sehingga catatan tertulis mengenai asal mula silat sulit ditemukan. Sejarah silat dikisahkan melalui legenda yang beragam dari satu daerah ke daerah lain. Legenda Minangkabau, silat (bahasa Minangkabau: silek) diciptakan oleh Datuk Suri Diraja dari Pariangan, Tanah Datar di kaki Gunung Marapi pada abad ke-11. Kemudian silek dibawa dan dikembangkan oleh para perantau Minang ke seluruh Asia Tenggara. Demikian pula cerita rakyat mengenai asal mula silat aliran Cimande, yang mengisahkan seorang perempuan yang mencontoh gerakan pertarungan antara harimau dan monyet. Setiap daerah umumnya memiliki tokoh persilatan (pendekar) yang dibanggakan, misalnya Prabu Siliwangi sebagai tokoh pencak silat Sunda Pajajaran, Hang Tuah panglima Malaka, Gajah Mada mahapatih Majapahit dan Si Pitung dari Betawi.
  • 18. BAB III : METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode pendekatan deskritif kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan motodologi kualitatif sebagai prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamat B. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah ritual-ritual yang ada dalam setiap kegiatan Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai. Hal-hal yang akan diteliti adalah mengenai makna, simbol-simbol atau lambang dan nilia-nilai religius yang terdapat dalam rangkaian ritual silat Rejang Pat Petulai.
  • 19. C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik pengamatan (observasi), teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan dokumentasi. D. Teknik Analisis Data Seluruh hasil pengamatan dan wawancara dalam penelitian kualitatif ini dibuat sebagai transkrip, yaitu uraian dalam bentuk tulisan yang rinci dan lengkap mengenai apa yang dilihat dan apa yang didengar baik secara langsung maupun hasil dari rekaman. Transkrip tersebut dibuat dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan hasil wawancara, karena transkrip akan digunakan sebagai bahan untuk menganalisis data. Dalam menganalisis data tersebut menggunakan langkah-Langkah yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan dan pengujian kesimpulan.
  • 20. BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Proses Pencak Silat Tradisional Rejang Pat Petulai 1. Kenduri Masuk Kenduri masuk adalah proses penerimaan anggota atau murid baru kedalam perguruan ini. Ada beberapa rangkaian proses ritual yang dilaksanakan dalam kenduri ini dan ada beberapa bahan yang digunakan didalam nya. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam keduri masuk adalah: 1) Punjung Ayam Hitam dan Ketan Hitam, 2) Pekakas Sirih Pinang, 3) Bunga Tujuh Rupa, 4) Pisang mas, 5) bubur 4 warna (putih, hijau, merah dan hitam), 6) kain hitam, 7) jeruk nipis, 8) Tabung Langir, 9) Setawar Sedingin dan 10) Dupa.
  • 21. 2. Pindah Tangkap Pindah tangkap adalah proses naik tingkat kedua didalam perguruan pencak silat tradisional Rejang Pat Petulai. Pindah tangkap dilakukan apabila anggota baru telah melakukan latihan minimal 7 kali berturut semenjak kenduri masuk. Didalam proses pindah tangkap ada proses kenduri yang dilaksanakan seperti proses kenduri pada kenduri masuk dengan beberapa bahan yang hampir sama dengan bahan yang ada di kenduri masuk dan ada beberapa bahan yang berbeda. Adapun bahan-bahan yang digunakan di dalam proses kenduri pindah tangkap adalah: 1) Pekakas Sirih Pinang, 2) Bunga Tujuh Rupa, 3) Pisang Mas, 4) Bubur 4 Warna (Putih, Hijau, Merah dan Hitam), 5) Kain Hitam, 6) Jeruk Nipis, 7) Telur Ayam kampung, 8) Lidi dari kelapa Hijau, dan 9) Air 4 sudut. 3. Mutus (Pejero) Mutus atau pejero adalah tingkatan ketiga didalam perguruan pencak silat tradisional Rejang Pat Petulai. Mutus adalah proses dimana seseorang akan dihadapkan dengan senjata tajam. Adapun bahan- bahan yang digunakan di dalam proses kenduri ini adalah 1) Punjung ayam nasi kuning, 2) Pekakas Sirih Pinang, 3) Jeruk Nipis, 4) Batu Mutus, 5) Kain Tiga Warna, 6) Kain Hitam, dan 7) Pedang Tajam.
  • 22. 4. Penyetoran Penyetoran pada perguruan ini adalah tahapan dimana para murid yang belajar di perguruan Pencak silat Rejang Pat Petulai datang ke keramat Kutei Ukem (Kutai Rukam) yang bertempat di depan danau Tes, Lebong Selatan. Keramat Kutei Ukem adalah tempat dimana Biku Bermanu menyatukan Empat suku rejang dan mengajarkan silat ini. Datangnya para murid kesini adalah untuk berziarah dan mendo’akan Biku Bermanu agar selalu dalam rahmat dan kasih sayang allah SWT. Selain berziarah, para murid juga bersilat ditanah tua ini. Hal ini dilaksanakan untuk napak tilas sejarah perguruan dan mengenal dari mana pencak silat Rejang Pat Petulai ini berasal dan di kembangkan. Adapun bahan-bahan yang digunakan didalam proses kenduri ini adalah: 1) Pekakas Sirih Pinang, 2) Punjung Ayam, 3) Lemang Manis 9 Batang, 4) Kapas, dan 5) Jeruk Nipis.
  • 23. B. Makna Simbol Silat Tradisional Rejang Pat Petulai 1. Kenduri Masuk Kenduri masuk adalah proses penerimaan anggota atau murid baru kedalam perguruan ini. Pada proses kenduri diawali pembacaan tutur yang artinya pembacaan do’a serta silsilah perguruan, jadi setiap anggota harus tahu asal dari perguruan ini terbentuk. Pada proses ini juga terdapat Punjung Ayam hitam dan ketan hitam memiliki arti bahwa simbol dari kekuatan ilmu batin adalah warna hitam. Disini, ayam di simpuhkan (simpok dalam bahasa Bengkulu) dengan sayap dan kaki menghadap keatas, hal ini mengisyaratkan bahwa setiap orang yang kuat, orang yang hebat, dan siapapun yang ada didunia ini suatu saat akan di panggil oleh Allah SWT untuk kembali dan menghadap-Nya. Terdapat juga Pekakas Sirih Pinang yang berarti adat yang selalu harus dijunjung tinggi, selagi adat tersebut untuk kebaikan dan berada dalam norma- norma agama, norma susila, dll, maka adat tersebut wajib untuk di ikuti dan dijalankan. Hal ini mengajarkan kepada para murid untuk selalu menjaga adat yang baik yang diwariskan oleh nenek moyang pada zaman dahulu. Pembakaran Kemenyan di dalam berbagai ritual didalam perguruan ini bukanlah perbuatan syirik, karena sebelum membakar kemenyan, guru atau seseorang (siapapun) yang diamanatkan oleh guru untuk memulai ritual (contoh pada saat tutur sebelum memulai latihan) wajib berdo’a kepada Allah SWT sebagai tempat memohon dan meminta serta diwajibkan membaca bismillah dengan lengkap yang dibarengi dengan membaca surat Al- Fatihah.
  • 24. Bunga Tujuh Rupa yang harum harum yang digunakan dalam ritual kenduri masuk disi bukanlah bunga yang digunakan sebagai sesajen. Bunga tujuh rupa disini mengandung makna filosofis agar para murid selalu menjaga keharuman dari tujuh bagian penting dalam diri mereka. Adapun tujuh bagian terpenting dalam diri mereka yang senantiasa di jaga keharumannya (dari sifat-sifat yang jelek) adalah Otak, Mata, Telinga, Lidah, Tangan, Kaki, dan Perut.Pisang Mas memiliki makna filosofis di pergururn ini adalah agar mereka memiliki prilaku yang manis, tutur kata yang manis, serta berbuat baik dengan sebaik mungkin yang diharapkan akan selalu memberikan ketentraman dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan beragama. Bubur 4 Warna (Putih, Hijau, Merah dan Hitam) ini memiliki makna yang sangat dalam sekali bagi manusia dalam menjalankan cerita hidupnya mulai dari kandungan sampai ketika ia kembali lagi menghadap Allah SWT untuk selama-lamanya. Kain hitam disini melambangkan warna yang netral yang cocok digunakan dalam berbagai busana dan tidak mudah kotor. Didalam perguruan ini, kain hitam memiliki makna filosofis agar para murid yang belajar disini bisa menjadi orang yang mampu menempatkan sesuatu sesuai dengan tempat nya. Menjadi penengah diantara pertikain, menjadi penasehat dalam berbagai urusan serta menjadi orang yang tidak mudah terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan yang merusak.
  • 25. Jeruk nipis pada kenduri ini ada 2 jenis pertama, jenis jeruk yang di iris pada bagian atas dan bawah serta empat bagian sudut jeruk. Hal ini melambangkan agar para murid yang belajar mampu memberikan warna di empat sisi kehidupan nya seperti yang dijelaskan pada bagian air empat sudut diatas dan kedua, jeruk yang diiris pada bagian atas dan bawah serta digaris lurus pada bagian tengah nya. Hal ini mengajarkan kepada para murid untuk selalu berbuat luruh dengan ajaran agama, tidak berbuat sekehendak diri sendiri. Tabung langir adalah tabung yang terbuat dari bambu yang berukuran kurang lebih 30 cm, Hal ini juga mengajarkan kepada para murid untuk senantiasa menjaga wudhu dan nilai-nilai dalam kehidupan. Setawar sedingin memiliki makna untuk menetralkan sifat-sifat yang jelek yang ada didalam diri manusia, sehingga akan terbentuk para murid yang selalu menjunjung tinggi perbuatan yang baik.
  • 26. C. Nilai-nilai Religius Silat Tradisional Rejang Pat Petulai 1. Nilai Ketauhidan (Aqidah) 2. Nilai Kesucian 3. Nilai Spiritual