1. i
DAR2/Profesional/097/1/2019
PENDALAMAN MATERI ILMU PENGETAHUAN ALAM
MODUL 1
PEMBELAJARAN IPA DAN KONSEP IPBA
Kegiatan Belajar 2:
Inkuiri dalam Pembelajaran IPA, Manajamen Lab. IPA, dan PTK
Penulis:
Agus Fany Chandra Wijaya
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2019
2.
3. i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................... i
A. Pendahuluan............................................................................................................................. ii
1. Deskripsi Singkat ...............................................................................................................ii
2. Relevansi............................................................................................................................. ii
3. Petunjuk Belajar...............................................................................................................iii
B. Inti.............................................................................................................................................. 1
1. Capaian Pembelajaran ...................................................................................................... 1
2. Sub Capaian Pembelajaran .............................................................................................. 1
3. Uraian Materi..................................................................................................................... 2
a. Pembelajaran IPA.......................................................................................................... 2
b. Model Pelaksanaan Pembelajaran (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) .......... 18
c. Penilaian........................................................................................................................ 21
d. Pengelolaan Laboratorium IPA Untuk Pembelajaran............................................. 25
e. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)............................................................................... 37
4. Forum Diskusi.......................................................................Error! Bookmark not defined.
C. Penutup ........................................................................................Error! Bookmark not defined.
1. Rangkuman ...........................................................................Error! Bookmark not defined.
2. Tes Formatif ..........................................................................Error! Bookmark not defined.
3. Daftar Pustaka ......................................................................Error! Bookmark not defined.
4. ii
Kegiatan Belajar 2: Inkuiri dalam Pembelajaran IPA, Manajamen Lab. IPA, dan PTK
A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Modul Hybrid Learning Pembelajaran IPA dan Konsep IPBA ini merupakan buku modul
PPG dalam jabatan yang dipersiapkan Pemerintah dalam rangka membekali guru dengan
kompetensi professional yang berorientasi pada implementasi Kurikulum 2013. Buku ini
dirancang untuk memperkuat kompetensi guru dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap secara utuh. Proses pencapaiannya dirancang melalui pembelajaran hybrid dengan
didukung berbagai jenis media terkait yang menunjang sebagai suatu kesatuan yang saling
mendukung pencapaian kompetensi tersebut. Sebagai transisi menuju ke pendidikan
menengah, pemisahan mata pelajaran masih belum dilakukan sepenuhnya bagi peserta
didik SMP/ MTs. Materi-materi dari bidang-bidang ilmu Fisika, Kimia, Biologi, serta Ilmu
Bumi dan Antariksa masih perlu disajikan sebagai suatu kesatuan dalam mata pelajaran IPA
(Ilmu Pengetahuan Alam). Hal ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan yang utuh bagi
peserta didik SMP/MTs tentang prinsip-prinsip dasar yang mengatur alam semesta beserta
segenap isinya.
Buku ini menjabarkan usaha minimal yang harus dilakukan peserta didik untuk mencapai
kompetensi yang diharapkan. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam Kurikulum
2013, peserta didik diberanikan untuk mencari sumber belajar lain yang tersedia dan
terbentang luas di sekitarnya. Peran peserta didik sangat penting untuk meningkatkan dan
menyesuaikan daya serap mereka dengan ketersediaan kegiatan pada buku ini. Peserta didik
dapat memperkayanya dengan kreasi dalam bentuk kegiatan-kegiatan lain yang sesuai dan
relevan yang bersumber dari lingkungan sosial dan alam.
2. Relevansi
Buku Modul IPA ini disusun dengan pemikiran di atas. Bidang ilmu Fisika, Kimia, dan
5. iii
Biologi dipakai sebagai landasan (platform) pembahasan bidang ilmu kebumian dan
keantariksaan yang akan disajikan. Makhluk hidup digunakan sebagai objek untuk
menjelaskan prinsip-prinsip dasar yang mengatur alam seperti objek alam dan interaksinya,
energi dan keseimbangannya, dan lain-lain. Melalui pembahasan menggunakan bermacam
bidang ilmu dalam rumpun ilmu pengetahuan alam, pemahaman utuh tentang alam yang
dihuninya beserta benda-benda alam yang dijumpai di sekitarnya dapat dikuasai oleh guru
IPA SMP/MTs untuk diajarkan kepada para siswanya.
Sebagai salah satu rumpun ilmu yang berperan penting dalam mempersiapkan dan
membekali siswa sebagai insan yang akan hidup di era abad 21, maka penyusunan modul ini
juga berkaitan erat dengan pengembangan kemampuan-kemampuan abad 21. Selain itu
pula, proses mengukur kemajuan pendidikan suatu negara serta pemahaman peserta didik
suatu negara terhadap IPA dibandingkan secara rutin sebagaimana dilakukan melalui
TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Program
for International Student Assessment). Melalui penilaian internasional seperti ini kita dapat
mengetahui kualitas pembelajaran IPA dibandingkan dengan negara lain. Materi IPA pada
Kurikulum 2013 ini telah disesuaikan dengan tuntutan penguasaan materi IPA relevan
dengan TIMSS dan PISA.
3. Petunjuk Belajar
Sebelum Anda menggunakan modul ini, Anda perlu membaca bagian petunjuk ini. Mengapa
diperlukan? Ibarat Anda sedang berlibur di tempat wisata, Anda tentunya ingin
memanfaatkan fasilitas yang ada di tempat wisata tersebut bukan? Tentunya, agar tujuan
tersebut tercapai Anda akan membaca peta di mana fasilitas itu berada. Begitu juga dengan
modul ini. Jika Anda ingin memperoleh manfaat yang maksimal dari modul ini tentu
merupakan tindakan yang bijak jika Anda benar-benar memerhatikan dan memahami bagian
petunjuk penggunaan modul ini. Selamat mempelajari!
Fitur mari kita cari tahu ini berisi tugas atau permasalahan yang perlu untuk dicari jawabannya
atau untuk mencari pengetahuan tambahan terkait materi yang dipelajari. Fitur mari kita diskusikan
ini berisi suatu masalah yang berkaitan dengan konsep yang perlu untuk dipecahkan melalui
kelompok. Fitur ini dapat melatih Anda dalam mengungkapkan pendapat atau berkomunikasi dan
memecahkan masalah. Fitur rangkuman ini berisi ringkasan materi dari bab yang telah dipelajari.
6. iv
Anda dapat mereview keseluruhan materi yang telah dipelajari melalui fitur ini. Fitur tes formatif
ini berisi soal-soal untuk mengevaluasi pemahaman dan penerapan konsep dalam satu bab yang telah
dipelajari.
7. 1
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
a. Mampu menganalisis strategi, pendekatan, model, dan metode pembelajaran IPA
dengan berbagai variasi inkuiri yang memfasilitasi pengembangan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara utuh (kritis, kreatif, komunikatif, dan
kolaboratif) berorientasi masa depan (adaptif dan fleksibel) peserta didik,
b. Mampu menganalisis berbagai sumber belajar dan media pembelajaran IPA berbasis
teknologi informasi dan komunikasi yang mendukung pembelajaran IPA dengan
inkuiri, memperhatikan keterpaduan pengetahuan IPA, serta kesehatan dan
keselamatan kerja (K3),
c. Mampu mengimplementasikan perangkat pembelajaran IPA berbasis TPACK
dengan menerapkan strategi/pendekatan/model/metode pembelajaran IPA untuk
memfasilitasi pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara utuh
(kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif) yang memperhatikan karakteristik
peserta didik, perkembangan intelektual, moral, dan sosial peserta didik, lingkungan
sekolah, serta perkembangan teknologi abad ke-21,
d. Mampu merancang, melaksanakan, merefleksi dan melaporkan PTK dalam
pembelajaran IPA menggunakan kaidah penelitian pembelajaran dengan menerapkan
inovasi pembelajaran berbasis TPACK.
2. Sub Capaian Pembelajaran
a. Menentukan kegiatan apersepsi yang tepat
b. Merumukan kegiatan yang termasuk dalam bagian membuka pembelajaran.
c. Merumukan kegiatan yang termasuk dalam bagian inti pembelajaran.
d. Merumukan kegiatan yang termasuk dalam bagian penutup pembelajaran.
e. Menganalisis materi IPA yang berpotensi beresiko terhadap K3 kalau tidak
menerapkan manajemen secara seksama.
f. Menentukan cara mengatasi, dan prosedur kerja untuk mengatasi kecelakaan kerja di
laboratorium berdasarkan karakteristik materi dan jenis alat yang digunakan dalam
percobaan IPA.
g. Merencanakan penjadwalan PTK minimal dalam dua siklus sesuai dengan masalah
tersebut.
h. Menentukan aspek-aspek yang perlu dilaporkan berdasarkan hasil PTK.
i. Memberikan contoh hasil PTK untuk peningkatan kualitas proses pembelajaran IPA
berdasarkan hasil tersebut.
8. 2
3. Uraian Materi
a. Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai bagian dari struktur keilmuan (sains) berkaitan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan (prosedur). Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari. Prinsip dasar dan
utama proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan bermakna tentang alam sekitar.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan
perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya
yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena
alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah
mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis,
universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah
alam dan segala isinya. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang
sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil
observasi dan eksperimen”.
Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat
unsur utama yaitu:
1. sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab
akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang
benar; IPA bersifat open ended;
2. proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan
penarikan kesimpulan;
3. produk: berupa fakta, prinsip, prosedur, dan konsep;
4. aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
9. 3
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul,
sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena
alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja
dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini adalah peserta
didik hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan
ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai
proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran.
Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan tidak berorientasi tercapainya
kompetensi inti dan kompetensi dasar. Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya
menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal informasi faktual. Peserta didik
hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Peserta didik tidak dibiasakan
untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak
peserta didik yang cenderung menjadi malas berpikir secara mandiri. Cara berpikir yang
dikembangkan dalam kegiatan belajar belum menyentuh domain afektif dan psikomotor. Alasan
yang sering dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan belajar,
dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu banyak.
Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi dalam berbagai bidang
kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu,
diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek IPA dan
teknologi, mampu berpikir logis, kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Dalam
kenyataan, memang tidak banyak peserta didik yang menyukai bidang kajian IPA, karena
dianggap sukar, keterbatasan kemampuan peserta didik, atau karena mereka tak berminat
menjadi ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar pembelajaran
IPA di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien, dan efektif.
Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai peserta didik yang dituangkan dalam
empat aspek yaitu, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan
perubahannya, serta bumi dan alam semesta. Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan
oleh sekolah, disesuaikan dengan lingkungan setempat, dan media serta lingkungan belajar yang
ada di sekolah. Semua ini ditujukan agar guru dapat lebih aktif, kreatif, dan melakukan inovasi
dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi kurikulum. Melalui pembelajaran IPA terpadu,
diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja
sama dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
10. 4
1) Karakteristik Bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui
pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan
suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam
IPA yaitu: (1) kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk
memprediksi apa yang belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil
eksperimen, (3) dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup
pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami
jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang
gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan
diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan tersebut dikenal dengan kegiatan
ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu
sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang
meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari
hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuKIan hukum
umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen.
Mari kita diskusikan
Aktivitas 2.1. Jenis-jenis Pengetahuan
Ayo Amati
Disajikan beberapa komponen elektronika dan alat ukurnya seperti yang disajikan pada Gambar
2.1. berikut ini:
11. 5
Gambar 2.1. Komponen Elektronika
Tersedia beberapa komponen Elektronika berupa baterai 1,5 V, beberapa lampu pijar dengan
nilai hambatan dalam masing-masing 10 ohm, 20 ohm, dan 30 ohm, serta sebuah amperemeter.
Diskusikan
Strategi apakah yang dapat dilakukan agar mendapatkan nyala lampu paling terang, jika
komponen-komponen elektronika tersebut tersusun dalam rangkaian tertutup? (dengan ketentuan
setiap menyusun satu rangkaian tertutup hanya diperbolehkan memasang satu buah lampu saja
namun dapat merangkai lebih dari satu baterai)
Mengenal Karakteristik Besaran-besaran Listrik
Ikuti petunjuk kegiatan berikut ini:
1. Rangkailah sebuah rangkaian tertutup sederhana yang terdiri dari baterai, lampu dan
amperementer seperti rangkaian berikut ini:
12. 6
Gambar 2.2. Rangkaian Tertutup Sederhana
2. Dapatkah lampu menyala? Bagaimana tingkat terang lampu yang teramati?
3. Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan pada nomor 2 tersebut merupakan bentuk dari
Pengetahuan Faktual karena fenomena yang teramati apa adanya tanpa perlu penjelasan
lebih jauh atas fenomena tersebut.
4. Rancanglah rangkaian percobaan yang menurut anda dapat menghasilkan nyala lampu
yang berbeda dengan tanpa mengganti bola lampu pada rangkaian tertutup sederhana
Gambar 2.2. tersebut.
5. Buat rancangan rangkaian percobaan lain untuk tujuan yang sama (menghasilkan nyala
lampu yang berbeda) namun kali ini tanpa mengganti jumlah baterai yang dipasang
dalam rangkaian.
6. Bandingkan kedua rancangan pada kegiatan 4 dan 5 tadi, besaran apa yang terukur saat
besaran lainnya berubah? (variable terikat)
7. Identifikasi pula besaran apa yang tidak diubah (variable control) serta besaran mana
yang diubah-ubah nilainya (variable bebas) pada masing-masing kegiatan 4 dan 5?
8. Buatlah kalimat dengan menggunakan pola aturan “Jika…. Maka ….” untuk
menggambarkan hubungan variable terikat dan variable bebas pada hasil kegiatan 4.
9. Buatlah kalimat dengan menggunakan pola aturan “Jika…. Maka ….” untuk
menggambarkan hubungan variable terikat dan variable bebas pada hasil kegiatan 5.
10. Jika pola aturan yang didapatkan pada kegiatan 8 dan 9 digabungkan, konsep persamaan
seperti apakah yang dibangun?
13. 7
Simpulkan
Jika Jawaban untuk pertanyaan yang tercantum pada kegiatan 2 disebut sebagai Pengetahuan
Faktual, kemudian rancangan variasi kombinasi besaran yang disusun pada kegiatan 4 dan 5
adalah Pengetahuan Prosedural, serta kalimat pola aturan yang disusun pada kegiatan 8 dan 9
merupakan Pengetahuan Prinsip, sedangkan persaman yang dibangun pada kegiatan 10 tidak
lain adalah Pengetahuan Konseptual, apakah ciri atau karakteristik yang dimiliki masing-
masing jenis pengetahuan tersebut?
1. Susunlah sebuah kalimat definisi untuk masing-masing jenis pengetahuan tersebut
berdasarkan hasil diskusi tersebut.
2. Pilihlah sebuah konsep yang menurut anda dapat ditelaah lebih jauh jenis
pengetahuannya seperti aktivitas yang telah dilakukan tadi. (coba pilih konsep Biologi
atau Kimia untuk menegaskan bahwa jenis-jenis pengetahuan ini tidak hanya berlaku
untuk konsep-konsep yang berkaitan dengan konsep matematis saja)
Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik
dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di
sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan
alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan
pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu
memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu
peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam
mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau
“enquiry KIills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan,
menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan,
mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru,
menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara,
yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan
sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis,
14. 8
tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan
bekerja sama dengan orang lain.
Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya:
1. memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan
pengukuran berbagai besaran fisis,
2. menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu
pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap
kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah,
3. latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai
penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa
alam,
4. memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan
dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan
IPA dalam menjawab berbagai masalah.
2) Tujuan Pembelajaran IPA Terpadu
Pembelajaran IPA Terpadu memiliki tujuan sebagai berikut:
a) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Dalam Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai peserta didik masih
dalam lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan
makhluk hidup dan proses kehidupan. Banyak ahli yang menyatakan pembelajaran
IPA yang disajikan secara disiplin keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14
tahun, karena anak pada usia ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional
konkret ke berpikir abstrak. Selain itu, peserta didik melihat dunia sekitarnya masih
secara holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA hendaknya disajikan dalam bentuk
yang utuh dan tidak parsial. Di samping itu pembelajaran yang disajikan terpisah-pisah
dalam energi dan perubahannya, makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan
sifatnya, dan bumi-alam semesta memungkinkan adanya tumpang tindih dan
pengulangan, sehingga membutuhkan waktu dan energi yang lebih banyak, serta
membosankan bagi peserta didik. Bila konsep yang tumpang tindih dan pengulangan
dapat dipadukan, maka pembelajaran akan lebih efisien dan efektif. Keterpaduan
15. 9
bidang kajian dapat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas tinggi karena
adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi dengan materi yang
lain. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan analitik, dan kemampuan
kategorik agar dapat memahami keterkaitan atau kesamaan materi maupun
metodologi.
b) Meningkatkan minat dan motivasi
Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru untuk mengembangkan situasi
pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan bermakna sesuai dengan harapan
dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan kesiapan peserta didik. Dalam hal ini,
pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi pengembangan ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan tema yang disampaikan. Pembelajaran IPA Terpadu dapat
mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal, menerima, menyerap,
dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep pengetahuan dan nilai atau
tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang
terpadu dan sesuai dengan kehidupan sehari-hari, peserta didik digiring untuk berpikir
luas dan mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang
disajikan guru. Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh,
menyeluruh, sistemik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam belajar
bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila mereka
berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya.
c) Beberapa kompetensi dasar dapat dicapai sekaligus
Model pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat waktu, tenaga, dan sarana, serta
biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi dasar dapat diajarkan sekaligus. Di
samping itu, pembelajaran terpadu juga menyederhanakan langkah-langkah
pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya proses pemaduan dan penyatuan sejumlah
kompetensi inti, kompetensi dasar, dan langkah pembelajaran yang dipandang
memiliki kesamaan atau keterkaitan.
3) Konsep Pembelajaran Terpadu Dalam IPA
Kekuatan dan Kelemahan Pembelajaran Terpadu
16. 10
Walaupun kompetensi inti dan kompetensi dasar IPA dikembangkan dalam bidang
kajian, pada tingkat pelaksanaan, guru memiliki keleluasaan dalam membelajarkan
peserta didiknya untuk mencapai kompetensi tersebut. Salah satu contoh yang akan
dikembangkan dalam model ini adalah guru dapat mengidentifikasi kompetensi inti
dan kompetensi dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu tema dan
disajikan dalam kegiatan pembelajaran yang terpadu. Yang perlu dicatat ialah
pemaduan kegiatan dalam bentuk tema sebaiknya dilakukan pada jenjang kelas yang
sama dan masih dalam lingkup IPA .
Kekuatan/manfaat yang dapat dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran terpadu
antara lain sebagai berikut.
(1) Dengan menggabungkan berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, karena
ketiga bidang kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, dan
Makhluk hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang tindih
materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
(2) Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna antarkonsep Energi dan
perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan proses kehidupan.
(3) Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta didik, karena peserta didik dihadapkan
pada gagasan atau pemikiran yang lebih luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi
pembelajaran.
(4) Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi tentang dunia nyata yang dialami
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan pemahaman konsep dan
kepemilikan kompetensi IPA.
(5) Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan ditingkatkan.
(6) Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur kognitif yang dapat menjembatani
antara pengetahuan awal peserta didik dengan pengalaman belajar yang terkait,
sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan memudahkan
memahami hubungan materi IPA dari satu konteks ke konteks lainnya.
(7) Akan terjadi peningkatan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan
peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber;
sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks
yang lebih bermakna.
17. 11
Di samping kekuatan/manfaat yang dikemukakan itu, model pembelajaran IPA
Terpadu juga memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa sebenarnya tidak ada
model pembelajaran yang cocok untuk semua konsep, oleh karena itu model
pembelajaran harus disesuaikan dengan konsep yang akan diajarkan. Begitu pula
dengan pembelajaran terpadu dalam IPA memiliki beberapa kelemahan sebagai
berikut ini.
(1) Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani
mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk
terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang
akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak
terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran
terpadu dalam IPA akan sulit terwujud.
(2) Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta
didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan
pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-
hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali).
Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini
sangat sulit dilaksanakan.
(3) Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan
bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi,
mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan
mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka
penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
(4) Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target
penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan
materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
18. 12
(5) Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang
menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik
dari beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru
selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian
dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan
guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda.
(6) Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan
mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya bidang kajian lain.
Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru
berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut
sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu
sendiri.
Sekalipun pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain
keunggulannya, sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Kompetensi inti
dan Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru bidang kajian
terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran IPA.
4) Pemaduan Konsep Dalam Pembelajaran IPA
Salah satu kunci pembelajaran terpadu yang terdiri atas beberapa bidang kajian adalah
menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan peserta didik mendapat pengalaman
belajar yang dapat menghubungkaitkan konsep-konsep dari berbagai bidang kajian.
Pengertian terpadu di sini mengandung makna menghubungkan IPA dengan berbagai
bidang kajian (Carin 1997;236). Lintas bidang kajian dalam IPA adalah
mengkoordinasikan berbagai disiplin ilmu seperti makhluk hidup dan proses kehidupan,
energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, geologi, dan astronomi. Sebenarnya IPA
dapat juga dipadukan dengan bidang kajian lain di luar bidang kajian IPA dan hal ini
lebih sesuai untuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar. Mengingat pembahasan materi IPA
pada tingkat lebih tinggi semakin luas dan mendalam, maka pada jenjang pendidikan
19. 13
SMP/MTs dan SMA/MA, akan lebih baik bila keterpaduan dibatasi pada bidang kajian
yang termasuk bidang kajian IPA saja. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu banyak
guru yang terlibat, yang akan membuka peluang timbulnya kesulitan dalam pembelajaran
dan penilaian, mengingat semakin tinggi jenjang pendidikan, maka semakin dalam dan
luas pula pemahaman konsep yang harus diserap oleh peserta didik.
Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan TEMA, karena penentuan tema akan
membantu peserta didik dalam beberapa aspek yaitu:
(a) peserta didik yang bekerja sama dengan kelompoknya akan lebih bertanggung jawab,
berdisiplin, dan mandiri;
(b) peserta didik menjadi lebih percaya diri dan termotivas dalam belajar bila mereka berhasil
menerapkan apa yang telah dipelajarinya;
(c) peserta didik lebih memahami dan lebih mudah mengingat karena mereka ‘mendengar’,
‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan ‘melakukan’ kegiatan menyelidiki masalah yang
sedang dipelajarinya;
(d) memperkuat kemampuan berbahasa peserta didik;
(e) belajar akan lebih baik bila peserta didik terlibat secara aktif melalui tugas proyek,
kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman, guru, dan dunia nyata.
Oleh karena itu, jika guru hendak melakukan pembelajaran terpadu dalam IPA, sebaiknya
memilih tema yang menghubungkaitkan antara IPA–lingkungan- teknologi-masyarakat.
Berikut ini diberikan contoh pembelajaran IPA Terpadu dengan tema yang bernuansa
IPA-lingkungan-teknologi-masyarakat.
Contoh 1:
21. 15
Gambar 2.5. Jaringan Tema Proses-proses Yang Terjadi di Lapisan Biosfer
5) Strategi Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu
Perencanaan
Secara konseptual yang dimaksud terpadu pada pengembangan pembelajaran IPA dapat
berupa contoh, aplikasi, pemahaman, analisis, dan evaluasi dalam mata pelajaran IPA.
Konsep-konsep yang dapat dipadukan pada semester yang berlainan pembelajarannya
dapat dilaksanakan pada semester yang sama (tertentu) dengan tidak meninggalkan
kompetensi inti dan kompetensi dasar pada semester lainnya. Keberhasilan pembelajaran
terpadu akan lebih optimal jika perencanaan mempertimbangkan kondisi dan potensi
peserta didik (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan). Kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik sudah tercantum dalam Kompetensi
inti dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA.
Ada berbagai model dalam mengembangkan pembelajaran IPA Terpadu yang dapat
dilihat pada alur penyusunan perencanaan pembelajaran terpadu berikut ini:
22. 16
Gambar 2.6. Alur Penyusunan Perencanaan Pembelajaran Terpadu
Langkah (1):
Menetapkan bidang kajian yang akan dipadukan. Pada saat menetapkan beberapa bidang kajian
yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan alasan atau rasional yang berkaitan dengan
pencapaian kompetensi inti dan kompetensi dasar oleh peserta didik dan kebermaknaan belajar.
Langkah (2):
Langkah berikutnya dalam pengembangan model pembelajaran terpadu adalah
mempelajari kompetensi inti dan kompetensi dasar dari bidang kajian yang akan
dipadukan dan melakukan pemetaan pada semua Kompetensi Dasar bidang kajian IPA
per kelas yang dapat dipadukan. Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh
gambaran secara menyeluruh dan utuh.
Beberapa ketentuan dalam pemetaan Kompetensi Dasar dalam pengembangan model
pembelajaran IPA terpadu adalah sebagai berikut.
23. 17
a) Mengidentifikasikan beberapa Kompetensi Dasar yang memiliki potensi untuk
dipadukan.
b) Beberapa Kompetensi Dasar yang tidak berpotensi dipadukan, jangan dipaksakan
untuk dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi Dasar yang tidak diintegrasikan
dibelajarkan/disajikan secara tersendiri.
c) Kompetensi Dasar dipetakan tidak harus berasal dari semua yang ada pada mata
pelajaran IPA pada kelas yang sama, melainkan memungkinkan hanya dua atau tiga
Kompetensi Dasar saja.
d) Kompetensi Dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik/tema masih bisa dipetakan
dengan topik/tema lainnya.
Langkah (3):
Setelah pemetaan Kompetensi Dasar selesai, langkah selanjutnya dilakukan penentuan
tema pemersatu antar-Kompetensi Dasar. Tema yang dipilih harus relevan dengan
Kompetensi Dasar yang telah dipetakan dan dapat dirumuskan dengan melihat isu-isu
yang terkini, misalnya penyakit demam berdarah, HIV/AIDS, dan lainnya, kemudian baru
dilihat koneksitasnya dengan kompetensi dasar dari berbagai bidang kajian IPA. Dengan
demikian, dalam satu mata pelajaran IPA pada satu tingkatan kelas terdapat beberapa
topik yang akan dibahas.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan topik/tema pada pembelajaran
IPA Terpadu antara lain meliputi hal-hal berikut.
a) Tema, dalam pembelajaran IPA Terpadu, merupakan perekat antar-Kompetensi
Dasar yang terdapat dalam bidang kajian IPA.
b) Tema yang ditentukan selain relevan dengan Kompetensi-kompetensi Dasar yang
terdapat dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan dengan pengalaman
pribadi peserta didik, dalam arti sesuai dengan keadaan lingkungan setempat.
c) Dalam menentukan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini, dapat
menjadi prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan antar-
Kompetensi Dasar pada bidang kajian yang telah dipetakan.
24. 18
Langkah (4):
Membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema/topik pemersatu. Tujuannya adalah
untuk menunjukkan kaitan antara tema/topik dengan kompetensi dasar yang dapat dipadukan.
Langkah (5):
Setelah membuat matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema pemersatu, maka
Kompetensi-kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil
belajar yang nantinya digunakan untuk penyusunan silabus.
Langkah (6):
Menyusun silabus pembelajaran IPA terpadu, dikembangkan dari berbagai indikator bidang
kajian IPA menjadi beberapa kegiatan pembelajaran yang konsep keterpaduan atau keterkaitan
menyatu antara beberapa bidang kajian IPA. Komponen penyusunan silabus terdiri dari
Kompetensi inti IPA, Kompetensi Dasar, Indikator, Kegiatan Pembelajaran, Alokasi Waktu,
Penilaian, dan Sumber Belajar.
Langkah (7):
Setelah teridentifikasi peta Kompetensi Dasar dan tema yang terpadu, selanjutnya adalah
menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada pembelajaran IPA Terpadu, sesuai
dengan Standar Isi, keterpaduan terletak pada strategi pembelajaran. Hal ini disebabkan
Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi.
Rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut merupakan realisasi dari pengalaman belajar
peserta didik yang telah ditentukan pada silabus pembelajaran terpadu. Komponennya
terdiri atas: identitas mata pelajaran, Kompetensi Dasar yang hendak dicapai, materi
pokok beserta uraiannya, langkah pembelajaran, alat media yang digunakan, penilaian
dan tindak lanjut, serta sumber bahan yang digunakan.
b. Model Pelaksanaan Pembelajaran (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)
Model pelaksanaan pembelajaran dalam hal ini adalah menjabarkan silabus menjadi
rencana pelaksanaan pembelajaran terpadu, dikemas dalam kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup/tindak lanjut.
25. 19
1) Kegiatan Awal/Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal yang harus ditempuh guru dan
peserta didik pada setiap kali pelaksanaan pembelajaran terpadu. Fungsinya terutama
untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif, yang memungkinkan
peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Efisiensi waktu
dalam kegiatan awal ini perlu diperhatikan, karena waktu yang tersedia relatif singkat
yaitu antara 5-10 menit. Dengan waktu yang relatif singkat tersebut, diharapkan guru
dapat menciptakan kondisi awal pembelajaran dengan baik sehingga peserta didik
siap mengikuti pembelajaran dengan seksama.
Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini di antaranya
untuk menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kondusif, melaksanakan
kegiatan apersepsi (apperception), dan penilaian awal (pre-test). Penciptaan kondisi
awal pembelajaran dilakukan dengan cara: mengecek atau memeriksa kehadiran
peserta didik (presence, attendance), menumbuhkan kesiapan belajar peserta didik
(readiness), menciptakan suasana belajar yang demokratis, membangkitkan motivasi
belajar peserta didik, dan membangkitkan perhatian peserta didik. Melaksanakan
apersepsi (apperception) dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang
bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya dan memberikan komentar
terhadap jawaban peserta didik, dilanjutkan dengan mengulas materi pelajaran yang
akan dibahas. Melaksanakan penilaian awal dapat dilakukan dengan cara lisan pada
beberapa peserta didik yang dianggap mewakili seluruh peserta didik, bisa juga
penilaian awal ini dalam prosesnya dipadukan dengan kegiatan apersepsi.
Berdasarkan Aktivitas 2.1. mengenai identifikasi jenis-jenis pengetahuan yang
membangun sebuah konsep, dapat dengan mudah kita memetakan bahwa saat
mempelajari konsep hukum Ohm, peserta didik harus menguasai konsep-konsep
prasyaratnya. Konsep-konsep pra-syarat ini telah mereka peroleh pada pertemuan-
pertemuan sebelumnya, baik di tingkatan sekolah menengah (kelas atau semester
berbeda) maupun tingaktan sekolah dasar dahulu. Konsep-konsep prasyarat yang
dimaksud untuk menunjang konsep pada aktivitas 2.1. diantaranya adalah: tegangan,
kuat arus, rangkaian tertutup, serta prinsip kerja dan pengukuran menggunakan
26. 20
amperemeter. Konsep-konsep prasyarat ini perlu dipastikan telah peserta didik kuasai
sebelum kegiatan pembelajaran dilanjutkan. Aktivitas memastikan penguasaan
konsep-konsep pra-syarat ini tidak lain adalah kegiatan apersepsi.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan kegiatan pelaksanaan pembelajaran terpadu yang
menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar peserta didik (learning
experience). Pengalaman belajar dapat terjadi melalui kegiatan tatap muka dan
kegiatan non-tatap muka. Kegiatan tatap muka dimaksudkan sebagai kegiatan
pembelajaran yang peserta didik dapat berinteraksi langsung dengan guru maupun
dengan peserta didik lainnya. Kegiatan nontatap muka dimaksudkan sebagai kegiatan
pembelajaran yang dilakukan peserta didik dengan sumber belajar lain di luar kelas
atau di luar sekolah.
Kegiatan inti pembelajaran terpadu bersifat situasional, yakni disesuaikan dengan
situasi dan kondisi setempat. Terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan
dalam kegiatan inti pembelajaran terpadu, di antaranya adalah sebagai berikut ini.
a) Kegiatan yang paling awal: Guru memberitahukan tujuan atau kompetensi dasar
yang harus dicapai oleh peserta didik beserta garis besar materi yang akan
disampaikan. Cara yang paling praktis adalah menuliKIannya di papan tulis
dengan penjelasan secara lisan mengenai pentingnya kompetensi tersebut yang
akan dikuasai oleh peserta didik.
b) Alternatif kegiatan belajar yang akan dialami peserta didik. Guru menyampaikan
kepada peserta didik kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam
mempelajari tema atau topik yang telah ditentukan. Kegiatan belajar hendaknya
lebih mengutamakan aktivitas peserta didik, atau berorientasi pada aktivitas
peserta didik. Guru hanya sebagai fasilitator yng memberikan kemudahan
kepada peserta didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk menemukan
sendiri apa yang dipelajarinya. Prinsip belajar sesuai dengan ’konstruktivisme’
hendaknya dilaksanakan dalam pembelajaran terpadu.
27. 21
Dalam membahas dan menyajikan materi/bahan ajar terpadu harus diarahkan pada
suatu proses perubahan tingkah laku peserta didik, penyajian harus dilakukan secara
terpadu melalui penghubungan konsep di bidang kajian yang satu dengan konsep di
bidang kajian lainnya. Guru harus berupaya untuk menyajikan bahan ajar dengan
strategi mengajar yang bervariasi, yang mendorong peserta didik pada upaya
penemuan pengetahuan baru, melalui pembelajaran yang bersifat klasikal, kelompok,
dan perorangan.
3) Kegiatan Akhir/Penutup dan tindak lanjut
Kegiatan akhir dalam pembelajaran terpadu tidak hanya diartikan sebagai kegiatan
untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar peserta
didik dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan
pada proses dan hasil belajar peserta didik. Waktu yang tersedia untuk kegiatan ini
relatif singkat, oleh karena itu guru perlu mengatur dan memanfaatkan waktu
seefisien mungkin. Secara umum kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam
pembelajaran terpadu di antaranya:
a) Mengajak peserta didik untuk menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
b) Melaksanakan tindak lanjut pembelajaran dengan pemberian tugas atau latihan
yang harus dikerjakan di rumah, menjelaKIan kembali bahan yang dianggap
sulit oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, memberikan
motivasi atau bimbingan belajar.
c) Mengemukakan topik yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
d) Memberikan evaluasi lisan atau tertulis.
c. Penilaian
Objek dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup penilaian terhadap proses dan
hasil belajar peserta didik. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap
kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan peserta didik, sedangkan penilaian
28. 22
hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai
dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan
pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang
dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu saling berkaitan satu
dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar.
Penilaian yang dikembangkan mencakup teknik, bentuk dan instrumen yang digunakan
terdapat pada lampiran. Model penilaian ini disesuaikan dengan penilaian berbasis kelas
pada Kompetensi inti dan Kompetensi Dasar. Objek penilaian mencakup penilaian
terhadap proses dan hasil belajar peserta didik.
1) Teknik Penilaian
Teknik penilaian merupakan cara yang digunakan dalam melaksanakan penilaian
tersebut. Teknik-teknik yang dapat diterapkan untuk jenis tagihan tes meliputi: (1)
Kuis dan (2) Tes Harian. Untuk jenis tagihan nontes, teknik-teknik penilaian yang
dapat diterapkan adalah: (1) observasi, (2) angket, (3) wawancara,(4) tugas, (5)
proyek, dan (6) portofolio.
2) Bentuk Instrumen
Bentuk instrumen merupakan alat yang digunakan dalam melakukan
penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik.
Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis tagihan dan teknik
penilaian adalah:
(a) Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan ganda, uraian, dan unjuk kerja
(b) Nontes: panduan observasi, kuesioner, panduan wawancara, dan rubrik.
3) Instrumen
Instrumen merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
ketercapaian kompetensi. Apabila penilaian menggunakan tehnik tes tertulis uraian,
tes unjuk kerja dan tugas rumah yang berupa proyek, harus disertai rubrik penilaian.
29. 23
Jenis penilaian terpadu terdiri atas tes dan bukan tes. Sistem penilaian dengan
menggunakan tes merupakan sistem penilaian konvensional. Sistem ini kurang dapat
menggambarkan kemampuan peserta didik secara menyeluruh, sebab hasil belajar
digambarkan dalam bentuk angka yang gambaran maknanya sangat abstrak. Oleh
karena itu untuk melengkapi gambaran kemajuan belajar secara menyeluruh maka
dilengkapi dengan non-tes, seperti terlihat pada gambar 2.7. berikut ini.
Gambar 2.7. Model Penilaian Pembelajaran Terpadu
Guru dapat mempraktikkan beberapa teknik penilaian, baik yang termasuk dalam
ranah kognitif, afektik, maupun psikomotor. Tugas berupa laporan baik secara
individu maupun kelompok sebaiknya berupa tugas aplikasi, misalnya merupakan
hasil pengamatan di luar kelas. Dapat pula berupa tugas sintesis dan evaluasi,
misalnya tugas pemecahan masalah lingkungan dan usulan cara penanggulangannya.
30. 24
Melalui penugasan ini maka kemampuan berpikir dan kepekaan peserta didik akan
terasah.
Untuk keperluan pelaporan hasil penilaian guru dapat memberikan bobot bagi setiap
tugas yang diberikan tergantung pada pertimbangan guru sesuai dengan karakteristik
tugas, baik tes maupun nontes. Penilaian untuk pelaporan mengacu pada pedoman
penilaian. Oleh karena keterpaduan pembelajaran IPA meliputi bidang kajian energi
dan perubahannya, materi dan sifatnya, makhluk hidup dan proses kehidupan, maka
dalam pelaporan hasil penilaian tidak menjadi masalah. Ketiganya akan dipadukan
menjadi nilai bidang kajian IPA.
Perkembangan Teknologi telah memberikan banyak sekali teknik atau ragam
pelaksanaan proses penilaian di kelas. Berikut adalah beberapa contoh proses
penilaian di kelas dengan memanfaatkan aplikasi dalam jaringan yang dapat
digunakan guru.
Quizizz (Aktivitas Menyimak 2.1.)
https://www.youtube.com/watch?v=Uit4yJRy0vs
Kahoot (Aktivitas Menyimak 2.2.)
https://www.youtube.com/watch?v=M4ITc77mLSk
Plickers (Aktivitas Menyimak 2.3.)
https://www.youtube.com/watch?v=KE3Sgw4fiQ4
Mari Kita Lakukan
Aktivitas 2.2. Mencoba Memanfaatkan Aplikasi Penilaian Interaktif
31. 25
Pelajari ketiga jenis aplikasi penilaian ineteraktif yang telah disajikan sebelumnya. Pilihlah
minimal 2 dari ketiga aplikasi tersebut (dapat juga dicoba seluruhya) dan cobakan di kelas
sebagai bagian penilaian formatif.
Diskusikan
1) Berdasarkan pengalaman mencoba tersebut, identifikasi kelebihan dan kekurangan
masing-masing aplikasi tersebut.
2) Manakah menurut anda yang merupakan aplikasi paling mudah dibuat dan dioperasikan
sesuai dengan karakteristik peserta didik dan fasilitas yang dimiliki sekolah?
3) Manakah menurut anda yang merupakan aplikasi paling menarik bagi siswa
dibandingkan aplikasi lainnya, mengapa demikian?
Simpulkan
Coba cermati lebih jauh berdasarkan karakteristik aplikasi dan pengalaman mencoba di
kelas yang telah dilakukan, bagaimanakah karakteristik penilaian yang sesuai untuk
masing-masing aplikasi yang telah dicoba.
d. Pengelolaan Laboratorium IPA Untuk Pembelajaran
Laboratorium adalah tempat untuk mengaplikasikan teori keilmuan, pengujian teoritis,
pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya dengan menggunakan alat bantu
yang menjadi kelengkapan dari fasilitas dengan kuantitas dan kualitas yang memadai
(Depdiknas, 2002). Laboratorium juga merupakan suatu tempat dimana terjadi berbagai
aktivitas yang melibatkan bahan, peralatan gelas dan instrumentasi khusus yang dapat
menyebabkan terjadinya kecelakaan bila dilakukan dengan cara yang tidak tepat.
Kecelakaan itu dapat juga terjadi karena kelalaian atau kecerobohan kerja, ini dapat
membuat orang tersebut cedera, dan bahkan bagi orang disekitarnya. Keselamatan kerja di
laboratorium merupakan kewajiban bagi setiap individu yang sadar akan kepentingan
kesehatan, keamanan dan kenyamanan kerja.
Beraktivitas dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan. Alat dan
bahan yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium sains memerlukan perlakuan
khusus sesuai sifat dan karakteristik masing-masing. Perlakuan yang salah dalam
membawa, menggunakan dan menyimpan alat dan bahan di laboratorium sains dapat
menyebabkan kerusakan alat dan bahan, terjadinya kecelakaan kerja serta dapat
32. 26
menimbulkan penyakit. Cara memperlakukan alat dan bahan di laboratorium sains secara
tepat dapat menentukan keberhasilan dan kelancaran kegiatan.
Kecelakaan menurut WHO merupakan suatu kejadian di luar kemampuan manusia,
disebabkan oleh kekuatan dari luar, terjadi dalam sekejap menimbulkan kerusakan
terhadap jasmani maupun rohani. Setiap laboratorium dengan segala desain dan
aktifitasnya memiliki potensi untuk terjadinya kecelakaan. Untuk itulah perlu diupayakan
untuk menghindarkaan atau paling tidak meminimalkan kemungkinan terjadinya
kecelakaan. Kecelakaan di laboratorium dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dan
pemahaman mengenai bahan kimia, proses-proses dan perlengkapan atau peralatan yang
tidak jelas serta kurangnya bimbingan terhadap siswa yang sedang bekerja di
laboratorium. Selain itu tidak tersedianya perlengkapan keamanan dan pelindung untuk
kegiatan, tidak mengikuti petunjuk atau aturan yang seharusnya ditaati, tidak
menggunakan perlengkapan pelindung atau menggunakan peralatan/ bahan tidak sesuai
dan tidak berhati-hati dalam kegiatan dapat pula menjadi sumber kecelakaan. Berikut
mari kita simak tayangan persiapan pelaksanaan kegiatan laboratorium yang
dimaksudkan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja di laboratorium pada tayangan
berikut ini:
(Aktivitas Menyimak 2.4.)
https://www.youtube.com/watch?v=K1TbLIh3UfQ
Pada laboratorium sains yang terdapat di sekolah guru sebagai pengelola maupun sebagai
guru mata pelajaran sains bertanggung jawab atas keselamatan kerja siswa di laboratorium.
Tanggung jawab tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya-upaya preventif untuk mencegah
terjadinya kecelakaan di laboratorium. Upaya-upaya preventif tersebut dapat antara lain
dengan menyediakan:
1) Alat pemadam api
2) Alat untuk menghindarkan terjadinya kebocoran gas
3) Kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakanan (P3K)
33. 27
Gambar 2.8. Peralatan Pemadam Api, Pengaman Tabung Gas dan Kotak P3K
Selain peralatan tersebut pengelola laboratorium wajib melakukan tindakan preventif yaitu
dengan:
1) Membuat desain dan penataan ruangan yang memenuhi persyaratan keamananan
2) Mengetahui lokasi dan perlengkapan darurat
3) Menggunakan perlengkapan keselamatan pada saat bekerja
4) Memahami sifat bahan dan memahami kemungkinan bahaya yang terjadi
5) Memberikan tanda peringatan pada bahan atau alat yang berbahaya
6) Membuat aturan agar setiap pengguna bekerja dengan prosedur yang benar
7) Membuang sisa kegiatan/praktikum di tempat yang telaah disediakan dan dengan
prosedur yang benar.
8) Menjaga kebersihan dan kerapihan laboratorium
Desain dan penataan ruang yang memenuhi persyaratan keamanan dapat dilihat pada gambar
berikut ini :
34. 28
Gambar 2.9. Desain Penataan Ruang Laboratorium
Secara umum, Kecelakaan kerja dalam laboratorium dapat berupa:
1) Terluka,
2) Terbakar
3) Terkena Racun
4) Terkena Zat Korosif
5) Terkena Radiasi
6) Terkena Kejutan Listrik
Kecelakaan dalam laboratorium dapat disebabkan oleh keteledoran manusia, maupun kondisi
alat, sarana, dan prasarana laboratorium yang memang berbahaya jika tidak diperlakukan secara
khusus. Berikut merupakan beberapa contoh bahaya yang perlu diketahui guru IPA sebagai
pengelola dan pengguna Laboratorium:
35. 29
1) Bahaya Listrik Penyebab:
a) I > 80 mA (DC), I > 20 mA 50 Hz (AC)
b)Kulit basah
c) Terkonduksi dengan bumi
Pencegahan:
a) Memastikan casis alat elektronik tidak hidup (mengalami kebocoran listrik) secara
periodik
b)Kapasitor > 10000 uF disimpan dalam keadaan short
c) Memakai alas kaki dari karet
d)Memakai sarung tangan karet
2) Bahaya Radiasi Penyebab:
a) Radiasi meng-ion-kan: tabung sinar
b) X, zat radioaktif.
c) Laser berdaya > 10-2 W/cm2
d) Sinar ultraviolet
Pencegahan:
a) Tidak mengarahkan sinar radiasi langsung ke tubuh
b) Tidak memindahkan sumber radioaktif dari tempat yang sudah disediakan
c) Tidak mengarahkan laser ke mata
d) Tidak melihat langsung sumber ultraviolet
e) Tidak mengarahkan mata ke proses las
3) Bahaya Hayati/Biologi Bahaya hayati dapat disebabkan oleh bakteri patogenik.
Tabel 3. Macam-macam bakteri patogenik dan penyakit yang ditimbulkan
36. 30
Untuk menghindari terjadinya bahaya biologi perlu dilakukan tindakan-tindakan pencegahan:
a) Disarankan tidak menggunakan mikroba patogenik untuk percobaan
b) Untuk kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan mikroorganisme : prinsip kerja
aseptik, alatalat yang digunakan harus steril (disterilisasi dengan autoklaf), seka meja
kerja dengan alkohol 70%, mencuci tangan,dll.
c) Limbah mikroorganisme harus dimusnahkan sebelum dibuang, dengan jalan di otoklaf
atau didesinfeksi menggunakan natrium hipoklorit 5% selama 30’ atau larutan
desinfektan.
d) Untuk sisa hewan yang sudah mati, lebih baik dikubur dan jangan dibuang ke tempat
sampah, jika masih hidup lebih baik dikembalikan lagi ke habitatnya.
e) Menyimpan kultur di tempat khusus, di-isolasi
f) Ruang percobaan harus tertutup
Ada beberapa simbol sebagai tanda peringatan dan label harus terpasang pada botol karena sangat penting
untuk untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Contoh simbol seperti ini :
37. 31
Gambar 2.10. Contoh simbol-simbol keselamatan kerja
Zat Kimia Potensial Berbahaya
Ada beberapa jenis zat kimia yang potensial berbahaya.
1) Zat korosif: zat yang dapat merusak zat yang dikenainya, yaitu :
a) Asam : asam nitrat, asam asetat, asam sulfat
b) Basa : NaOH, KOH, larutan amonia dengan air
c) Zat-zat yang menghasilkan zat korosif dengan air: HCl, AlCl2, Br2, fenol, fosfor,
SO2.
2) Zat beracun: zat yang menyebabkan orang menjadi sakit bahkan kematian, contoh: logam
berat, gas CO,H2S, asbes dll.
3) Zat karsinogenik: zat yang berpotensi dapat menyebabkan kanker, Contohnya adalah
jenis amina aromatik, metil yodida, karbon tetraklorida, benzena, hasil reaksi
formaldehida dengan hirdogen klorida yaitu bischloromethyl eter,
Untuk lebih memperluas pengetahuan kita berkenaan dengan jenis-jenis bahan berbahaya yang
harus diperhatikan saat melakukan aktivitas laboratorium, mari kita simak tayangan video
berikut ini:
(Aktivitas Menyimak 2.5.)
38. 32
https://www.youtube.com/watch?v=ck_T9ELL0Q8
Untuk mencegah terjadinya bahaya kimia, laboratorium disarankan mengajarkan siswanya
mengenai 32 simbol-simbol/tanda peringatan yang terdapat pada label bahan kimia. Hal ini perlu
dilakukan agar siswa mengerti tingkat kewaspadaan yang diperlukan, dan penanganan yang
harus dilakukan jika terjadi kecelakaan. Beberapa tanda peringatan yang paling penting untuk
diperhatikan dalam laboratorium:
Tabel 4. Simbol-simbol kimia dan keterangannya
39. 33
Penempatan bahan kimia pun diusahakan agar aman. Beberapa bahan kimia mudah bereaksi
sehingga dapat membahayakan. Bahan kimia yang mudah bereaksi misalnya asam sulfat
(H2SO4) pekat dan natrium hidroksida (NaOH) pekat yang bereaksi menghasilkan air (H2O) dan
garam sulfat (Na2SO4). Kedua zat tersebut bahkan bereaksi dengan cepat ketika berwujud uap
dan uap garam sulfat membahayakan jika terhirup. Untuk lebih jelasnya, berikut penjelasan dari
beberapa simbol yang umum digunakan pada bahan-bahan kimia di Laboratorium:
(Aktivitas Menyimak 2.6.)
https://www.youtube.com/watch?v=n-hjlwA63gk
40. 34
Gambar 2.11. Merupakan petunjuk penempatan bahan kimia menurut Ibnu Susanto.
Gambar 2.11. Petunjuk penempatan bahan kimia menurut Ibnu Susanto
[Susanto, 2011]
Selain cara tersebut, kita juga dapat memperhatikan penyimpanan bahan-bahan kimia
berdasarkan kelasnya, seperti yang dijelaskan pada tayangan berikut ini:
41. 35
(Aktivitas Menyimak 2.7.)
https://www.youtube.com/watch?v=OrowQcOhnlw
Sebagai pengingat apa yang telah dipelajari pada bagian bahan kimia ini, mari kita simak
rangkuman kategori bahan-bahan kimia di laboratorium berikut ini:
(Aktivitas Menyimak 2.8.)
https://www.youtube.com/watch?v=PuLEcSEoSpc
Pelaksanaan praktikum di tingkat SMP tidak terlepas dari tuntutan Kurikulum. Kurikulum
mensyaratkan beberapa kompetensi dasar dapat dicapai dengan melaksnakan praktikum
misalnya pada materi kemagnetan, kelistrikan, gelombang dan optic, gaya dan energy, perubahan
sifat kimia, pemuaian, sistem respirasi, sistem pencernaan, sistem peredaran darah. Semua
kegiatan tersebut mengandung resiko kecelakaan apabila tidak dilaksanakan dengan hati-hati.
Pada percobaan untuk menguji perubahan sifat kimia, praktikum pengujian bahan makanan dan
praktikum untuk menguji fotosintesis misalnya, pada praktikum ini menggunakan api sebagai
salah satu bahan yang harus digunakan siswa, apabila tidak hati-hati potensi terjadinya
kebakaran cukup besar. Demikian pula praktikum yang menggunakan alat-alat gelas yang rentan
pecah, maka pecahan gelas tersebut dapat melukai siswa yang tidak hati-hati.
Penggunaan bahan-bahan kimia misalnya alkohol yang digunakan untuk melarutkan klorofil
pada daun pada praktikum fotosintesis dan penggunaan chloroform dalam praktikum
pembedahan juga harus hati-hati. Misalnya alkohol tidak boleh dipanaskan langsung di api
karena dapat meledak sehingga dalam pelaksanaannya alkohol dipanaskan dengan cara direbus
dalam air yang sedang dipanaskan. Untuk chloroform karena sifatnya dapat membius dan mudah
menguap, maka perlu hati-hati dalam menggunakannya.
Tugas Guru untuk Menjaga Keselamatan Siswa di Laboratorium
42. 36
Guru wajib selalu mengingatkan siswa untuk selalu berhati-hati dalam bekerja. Siswa diberi
pengetahuan tentang symbol-symbol tanda bahaya berikut artinya, sisw juga diberi pengetahuan
akan bahan-bahan kimia berbahaya. Siswa setingkat SMP sebaiknya tidak dibiarkan melakukan
praktikum tanpa pengawasan. Guru juga harus menerapkan tata tertib yang ketat ketika
mengajak siswa bekerja di laboratorium. Siswa yang cenderung tidak fokus sebaiknya segera
diperingatkan ketika bekerja di laboratorium, Siswa sudah seharusnya dilatih untuk bertanggung
jawab atas semua alat dan bahan yang digunakan dan dibiasakan untuk selalu menjaga
kebersihan laboratorium. Sisa-sisa bahan praktikum yang dapat membusuk dan menimbulkan
bau tidak sedap harus dibuang diluar laboratorium. Siswa juga dibiasakan untuk menjaga
kebersihan bak pencucian dan tidak menjadikannya sebagai tempat sampah. Selain itu siswa
sebaiknya juga dibiasakan untuk mematikan kran air dan seluruh sumber listrik yang tidak
terpakai ketika meninggalkan laboratorium.
Bila terjadi keadaan darurat maka tindakan yang harus segera dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Bila terkena bahan kimia maka yang harus dilakukan adalah :
1) Jangan panik.
2) Mintalah bantuan rekan anda yang berada didekat anda.
3) Bersihkan bagian yang mengalami kontak langsung tersebut (cuci bagian yang
mengalami kontak langsung tersebut dengan air apabila memungkinkan).
4) Bila kulit terkena bahan Kimia, janganlah digaruk agar tidak tersebar.
5) Bawa ketempat yang cukup oksigen.
6) Hubungi paramedik secepatnya(dokter, rumah sakit).
b) Jika terjadi kebakaran maka yang harus dilakukan adalah
1) Jangan panik.
2) semprotkan gas pemadam api apabila api masih mungkin dipadamkan.
3) Mintalah bantuan terdekat dari kolega anda.
4) Hindari mengirup asap secara langsung.
5) Tutup pintu untuk menghambat api membesar dengan cepat (jangan dikunci).
6) Pada gedung tinggi gunakan tangga darurat.
7) Hubungi pemadam kebakaran.
43. 37
Tindakan pencegahan kecelakaan kerja di Laboratorium telah dibahas, berikut akan kita
simak bersama bagaimana penanganan kecelakaan kerja yang terjadi di Laboratorium
pada tayangan berikut ini:
(Aktivitas Menyimak 2.9)
https://www.youtube.com/watch?v=r4yPVsYkLIw
Kebiasaan-kebiasaan positif tersebut sebaiknya dengan disiplin diterapkan guru sebagai
salah satu standar untuk menjaga keselamatan bekerja di laboratorium Laboratorium
adalah sumber pembelajaran yang penting bagi siswa. Di dalam laboratorium tersimpan
bahan-bahan dan peralatan yang berpotensi menjadi penyebab kecelakaan apabila
digunakan dengan tidak benar oleh karena itu guru sebagai pengelola dan guru mata
pelajaran IPA wajib melakukan upaya-upaya preventif baik berupa sosialisasi terhadap
perlunya berhati-hati dan menerapkan standar operasional yang baku untuk beraktivitas di
dalam laboratorium. Serta juga menerapkan disiplin dan menerapkan aturan yang ketat
bagi siapa saja yang akan melaksanakan praktikum di laboratorium.
Sebagai penutup sub bagian ini, silahkan anda simak pemaparan Pengelolaan
Laboratorium IPA di Sekolah berikut ini:
(Aktivitas Menyimak 2.10.)
Pengelolaan Laboratorium IPA di Sekolah.ppt
e. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dinamika proses pembelajaran di kelas bukanlah suatu keniscayaan. Heterogenitas
karakteristik peserta didik, tingkat aksesibilitas dan kualitas media dan bahan ajar, bentuk
pembelajaran yang berkembang pesat mengikuti perkembangan karakter peserta didik,
serta tuntutan penumbuhan, pengembangan, maupun peningkatan kemampuan,
keterampilan, serta sikap peserta didik yang semakin beragam menjadi beberapa hal
umum yang biasanya menjadi penentu bagaimana praktisi Pendidikan mengukur kualitas
pembelajarannya di kelas. Untuk mencapai kualitas pembelajaran yang diinginkan,
tentunya guru sebagai praktisi Pendidikan tidak dapat hanya sekedar menjalankan
rutinitas melakukan transfer of knowledge dalam proses pembelajarannya. Lebih dari
44. 38
semua itu, kesadaran secara sistematis dan terstruktur dalam mengelola proses
pembelajaran perlu dilakukan dengan tujuan yang jelas dan terarah. Simaklah tayangan
infografis berikut ini untuk mengenal secara umum bagaimana ciri dan prinsip upaya
peningkatan kualitas pembelajaran di kelas melalui proses Penelitian Tindakan Kelas
(PTK):
(Aktivitas Menyimak 2.11.)
https://www.youtube.com/watch?v=2jY9ZMKoFq8
Penelitian tindakan merupakan intervensi praktik dunia nyata yang ditujukan untuk
meningkatkan situasi praktis. Tentu penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru
ditujukan untuk meningkatkan kualitas situasi pembelajaran yang menjadi tanggung
jawabnya dan secara khusus penelitian tindakan ini disebut ’penelitian tindakan kelas’
atau PTK.
Apakah kegiatan penelitian tindakan tidak akan mengganggu proses pembelajaran? Sama
sekali tidak, karena justru ia dilakukan dalam proses pembelajaran yang alami di kelas
sesuai dengan jadwal. Kalau begitu, apakah penelitian tindakan kelas (PTK) bersifat
situasional, kontekstual, berskala kecil, terlokalisasi, dan secara langsung gayut (relevan)
dengan situasi nyata dalam dunia kerja? Benar. Apakah berarti bahwa subyek dalam PTK
termasuk murid-murid Anda? Benar. Lalu bagaimana cara untuk menjaga kualitas PTK?
Apakah boleh bekerjasama dengan guru lain? Benar. Anda bisa melibatkan guru lain
yang mengajar bidang pelajaran yang sama, yang akan berfungsi sebagai kolaborator
Anda.
Karena situasi kelas sangat dinamis dalam konteks kehidupan sekolah yang dinamis pula,
apakah peneliti perlu menyesuaikan diri dengan dinamika yang ada? Benar. Anda
memang dituntut untuk adaptif dan fleksibel agar kegiatan PTK Anda selaras dengan
situasi yang ada, tetapi tetap mampu menjaga agar proses mengarah pada tercapainya
perbaikan. Hal ini menuntut komitmen untuk berpartisipasi dan kerjasama dari semua
orang yang terlibat, yang mampu melakukan evaluasi diri secara kontinyu sehingga
perbaikan demi perbaikan, betapapun kecilnya, dapat diraih. Kalau begitu, apakah
45. 39
diperlukan kerangka kerja agar masalah praktis dapat dipecahkan dalam situasi nyata?
Benar. Tindakan dilaksanakan secara terencana, hasilnya direkam dan dianalisis dari
waktu ke waktu untuk dijadikan landasan dalam melakukan modifikasi.
Beberapa bidang kajian Penelitian Tindakan Kelas yang umumnya dipilih:
1) Masalah belajar siswa di sekolah (termasuk di dalam tema ini, antara lain: masalah
belajar di kelas, kesalahan-kesalahan pembelajaran, miskonsepsi).
2) Desain dan strategi pembelajaran di kelas (termasuk dalam tema ini,antara
lain:masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran,implementasi dan inovasi
dalam metode pembelajaran, interaksi di dalam kelas, partisipasi orangtua dalam
proses belajar siswa).
3) Alat bantu, media dan sumber belajar (termasuk dalam tema ini, antara lain: masalah
penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas,
peningkatan hubungan antara sekolah dan masyarakat).
4) Sistem asesmen dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran (termasuk dalam tema
ini, antara lain: masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan
instrumen asesmen berbasis kompetensi).
5) Pengembangan pribadi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya
termasuk dalam tema ini antara lain: peningkatan kemandirian dan tanggungjawab
peserta didik, peningkatan keefektifan hubungan antara pendidik- peserta didik dan
orangtua dalam PBM, peningkatan konsep diri peserta didik).
6) Masalah kurikulum (termasuk dalam tema ini antara lain: implementasi KBK, urutan
penyajian materi pokok, interaksi guru-siswa, siswa-materi ajar, dan siswa-
lingkungan belajar).
1) Syarat-syarat menuju PTK yang berhasil
Untuk dapat meraih perubahan yang diinginkan melalui PTK, apakah ada syarat-syarat
lain? Betul, untuk lebih jelasnya anda dapat membaca McNiff, Lomax dan Whitehead
(2003). Berikut adalah rangkumannya:
46. 40
a) Anda dan kolaborator serta murid-murid harus punya tekad dan komitmen untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dan komitmen itu terwujud dalam keterlibatan
mereka dalam seluruh kegiatan PTK secara proporsional. Andil itu mungkin
terwujud jika ada maksud yang jelas dalam melakukan intervensi tersebut.
b) Anda dan kolaborator menjadi pusat dari penelitian sehingga dituntut untuk
bertanggung jawab atas peningkatan yang akan dicapai.
c) Tindakan yang Anda lakukan hendaknya didasarkan pada pengetahun, baik
pengetahuan konseptual dari tinjauan pustaka teoretis, maupun pengetahuan teknis
prosedural, yang diperoleh lewat refleksi kritis dan dipadukan dengan pengalaman
orang lain dari tinjauan pustaka hasil penelitian tindakan), berdasarkan nilai-nilai
yang diyakini kebenarannya. Refleksi kritis dapat dilakukan dengan baik jika
didukung oleh keterbukaan dan kejujuran terhadap diri sendiri, khususnya kejujuran
mengakui kelemahan/kekurangan diri.
d) Tindakan tersebut dilakukan atas dasar komitmen kuat dan keyakinan bahwa situasi
dapat diubah ke arah perbaikan.
e) Penelitian tindakan melibatkan pengajuan pertanyaan agar dapat melakukan
perubahan melalui tindakan yang disadari dalam konteks yang ada dengan seluruh
kerumitannya.
f) Anda mesti mamantau secara sistematik agar Anda mengetahui dengan mudah arah
dan jenis perbaikan, yang semuanya berkenaan dengan pemahaman yang lebih baik
terkadap praktik dan pemahaman tentang bagaimana perbaikan ini telah terjadi.
g) Anda perlu membuat deskripsi otentik objektif (bukan penjelasan) tentang tindakan
yang dilaksanakan dalam riwayat faktual, perekaman video and audio, riwayat
subjektif yang diambil dari buku harian dan refleksi dan observasi pribadi, dan
riwayat fiksional.
h) Anda perlu memberi penjelasan tentang tindakan berdasarkan deskripsi autentik
tersebut di atas, yang mencakup:
(1) Identifikasi makna-makna yang mungkin diperoleh (dibantu) wawasan teoretik
yang relevan, pengaitan dengan penelitian lain (misalnya lewat tinjauan
pustaka di mana kesetujuan dan ketidaksetujuan dengan pakar lain perlu
47. 41
dijelaskan), dan konstruksi model (dalam konteks praktik terkait) bersama
penjelasannya;
(2) Mempermasalahkan deskripsi terkait, yaitu secara kritis mempertanyakan motif
tindakan dan evaluasi terhadap hasilnya; dan #
(3) Teorisasi, yang dilahirkan dengan memberikan penjelasan tentang apa yang
dilakukan dengan cara tertentu.
i) Anda perlu menyajikan laporan hasil PTK dalam berbagai bentuk termasuk:
(1) Tulisan tentang hasil refleksi-diri, dalam bentuk catatan harian dan dialog,
yaitu percakapan dengan dirinya sendiri;
(2) Percakapan tertulis, yang dialogis, dengan gambaran jelas tentang proses
percakapan tersebut;
(3) Narasi dan cerita; dan
(4) Bentuk visual seperti diagram, gambar, dan grafik.
j) Anda perlu memvalidasi pernyataan Anda tentang keberhasilan tindakan Anda lewat
pemeriksaan kritis dengan mencocokkan pernyataan dengan bukti (data mentah),
baik dilakukan sendiri maupun bersama teman (validasi-diri), meminta teman
sejawat untuk memeriksanya dengan masukan dipakai untuk memperbaikinya
(validasi sejawat), dan terakhir menyajikan hasil seminar dalam suatu seminar
(validasi public). Perlu dipastikan bahwa temuan validasi selaras satu sama lain
karena semuanya berdasarkan pemeriksaan terhadap penyataan dan data mentah. Jika
ada perbedaan, pasti ada sesuatu yang masih harus dicermati kembali.
2) Pencapaian yang dapat diperoleh melalui Penelitian Tindakan Kelas
Pernyataan tersebut merupakan bentuk lain dari: ”Kapan Anda secara tepat dapat
melakukan PTK?” Jawabannya adalah: Ketika Anda ingin meningkatkan kualitas
pembelajaran yang menjadi tanggung jawab Anda dan sekaligus ingin melibatkan
murid-murid Anda dalam proses pembelajaran (lihat Cohen dan Manion, 1980). Dengan
kata lain, Anda ingin meningkatkan praktik pembelajaran, pemahaman Anda terhadap
praktik tersebut, dan situasi pembelajaran kelas Anda (Grundy & Kemmis, 1982: 84).
Dapat dikatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk mengubah perilaku pengajaran
Anda, perilaku murid-murid Anda di kelas, dan/atau mengubah kerangka kerja
48. 42
melaksanakan pembelajaran kelas Anda. Jadi, PTK lazimnya dimaksudkan untuk
mengembangkan keterampilan atau pendekatan baru pembelajaran dan untuk
memecahkan masalah dengan penerapan langsung di ruang kelas.
PTK berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran kelas.
Cohen & Manion (1980: 211), mengungkapkan bahwa di ruangan kelas, PTK dapat
berfungsi sebagai:
a) Alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi pembelajaran
di kelas;
b) Alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru
dan mendorong timbulnya kesadaran-diri, khususnya melalui pengajaran sejawat;
c) Alat untuk memasukkan ke dalam sistem yang ada (secara alami) pendekatan
tambahan atau inovatif;
d) Alat untuk meningkatkan komunikasi yang biasanya buruk antara guru dan peneliti;
e) Alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik
terhadap pemecahan masalah kelas.
Ada tiga butir penting yang perlu disebut di sini. Pertama, hasil penelitian tindakan
dipakai sendiri oleh penelitinya, dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya.
Kedua, penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnya segera
diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait.
Ketiga, peneliti tindakan melakukan sendiri pengelolaan, penelitian, dan sekaligus
pengembangan.
3) Kriteria dalam Penelitian Tindakan
Benarkah PTK harus memenuhi kriteria tertentu? Benar. Seperti layaknya penelitian,
PTK harus memenuhi kriteria validitas. Akan tetapi, makna dasar validitas untuk
penelitian tindakan condong ke makna dasar validitas dalam penelitian kualitatif, yaitu
makna langsung dan lokal dari tindakan sebatas sudut pandang peserta penelitiannya
(Erickson, 1986, disitir oleh Burns, 1999). Jadi kredibilitas penafsiran peneliti dipandang
lebih penting daripada validitas internal (Davis, 1995, disitir oleh Burns, 1999). Karena
49. 43
PTK bersifat transformatif, maka kriteria yang cocok adalah validitas demokratik,
validitas hasil, validitas proses, validitas katalitik, dan validitas dialogis, yang harus
dipenuhi dari awal sampai akhir penelitian, yaitu dari refleksi awal saat kesadaran akan
kekurangan muncul sampai pelaporan hasil penelitiannya (Burns, 1999: 161-162,
menyitir Anderson dkk,1994).
Validitas: Demokratik, Hasil, Proses, Katalitik, dan Dialogis
Validitas Demokratik berkenaan dengan kadar kekolaboratifan penelitian dan
pencakupan berbagai suara. Dalam PTK, idealnya Anda, guru lain/pakar sebagai
kolaborator, dan murid-murid Anda masing-masing diberi kesempatan
menyuarakan apa yang dipikirkan dan dirasakan serta dialaminya selama penelitian
berlangsung. Pertanyaan kunci mencakup: Apakah semua pemangku kepentingan
(stakeholders) PTK (guru, kolaborator, administrator, mahasiswa, orang tua) dapat
menawarkan pandangannya? Apakah solusi masalah di kelas Anda memberikan
manfaat kepada mereka? Apakah solusinya memiliki relevansi atau keterterapan
pada konteks kelas Anda? Semua pemangku kepentingan di atas diberi kesempatan
dan/atau didorong lewat berbagai cara yang cocok dalam situasi budaya setempat
untuk mengungkapkan pendapatnya, gagasan-gagasannya, dan sikapnya terhadap
persoalan pembelajaran kelas Anda, yang fokusnya adalah pencarian solusi untuk
peningkatan praktik dalam situasi pembelajaran kelas Anda. Misalnya, dalam kasus
penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPA,
pada tahap refleksi awal guru-guru yang berkolaborasi untuk melakukan penelitian
tindakan kelas, siswa, Kepala Sekolah, dan juga orang tua siswa, diberi kesempatan
dan/atau didorong untuk mengungkapkan pandangan dan pendapatnya tentang
situasi dan kondisi pembelajaran IPA di sekolah terkait. Hal ini dilakukan untuk
mencapai suatu kesepatakan bahwa memang ada kekurangan yang perlu diperbaiki
dan kekurangan tersebut perlu diperbaiki dalam konteks yang ada, atau juga disebut
kesepakatan tentang latar belakang penelitian. Selanjutnya, diciptakan proses yang
sama untuk mencapai kesepakatan tentang masalah-masalah apa yang ada, yaitu
identifikasi masalah, dan tentang masalah apa yang akan menjadi fokus penelitian
atau pembatasan masalah penelitian. Kemudian, proses yang sama berlanjut untuk
50. 44
merumuskan pertanyaan penelitian atau merumuskan hipotesis tindakan yang akan
menjadi dasar bagi perencanaan tindakan, yang juga dilaksanakan melalui proses
yang melibatkan semua peserta penelitian untuk mengungkapkan pandangan dan
pendapat serta gagasan-gagasannya. Proses yang mendorong setiap peserta
penelitian untuk mengungkapkan atau menyuarakan pandangan, pendapat, dan
gagasannya ini diciptakan sepanjang penelitian berlangsung.
Validitas Hasil mengandung konsep bahwa tindakan kelas Anda membawa hasil
yang sukses di dalam konteks PTK Anda. Hasil yang paling efektif tidak hanya
melibatkan solusi masalah tetapi juga meletakkan kembali masalah ke dalam suatu
kerangka sedemikian rupa sehingga melahirkan pertanyaan baru. Hal ini tergambar
dalam siklus penelitian, di mana ketika dilakukan refleksi pada akhir tindakan
pemberian tugas yang menekankan kegiatan menggunakan IPA lewat tugas
‘information gap’, ditemukan bahwa hanya sebagian kecil siswa menjadi aktif dan
sebagian besar siswa merasa takut salah, cemas, dan malu berbicara. Maka timbul
pertanyaan baru, ‘Apa yang mesti dilakukan untuk mengatasi agar siswa tidak takut
salah, tidak cemas, dan tidak malu sehingga dengan suka rela aktif melibatkan diri
dalam kegiatan pembelajaran?’ Hal ini menggambarkan bahwa pertanyaan baru
timbul pada akhir suatu tindakan yang dirancang untuk menjawab suatu
pertanyaan, begitu seterusnya sehingga upaya perbaikan berjalan secara bertahap,
berkesinambungan tidak pernah berhenti, mengikuti kedinamisan situasi dan
kondisi. (Mohon dicermati uraian masing-masing tahap dan kesinambungan
masalah yang timbul). Validitas hasil juga tergantung pada validitas proses
pelaksanaan penelitian, yang merupakan kriteria berikutnya.
Validitas Proses berkenaan dengan ‘keterpercayaan’ dan ‘kompetensi’, yang dapat
dipenuhi dengan menjawab sederet pertanyaan berikut: Mungkinkah menentukan
seberapa memadai proses pelaksanaan PTK Anda? Misalnya, apakah Anda dan
kolaborator Anda mampu terus belajar dari proses tindakan tersebut? Artinya, Anda
dan kolaborator secara terus menerus dapat mengkritisi diri sendiri dalam situasi
yang ada sehingga dapat melihat kekurangannya dan segera berupaya
memperbaikinya. Apakah peristiwa atau perilaku dipandang dari perspektif yang
51. 45
berbeda dan melalui sumber data yang berbeda agar terjaga dari ancaman
penafsiran yang ‘simplistik’ atau ‘rancu’?
Dalam kasus penelitian tindakan kelas IPA yang disebut di atas, para peneliti dapat
menentukan indikator kelas IPA yang aktif, mungkin dengan menghitung berapa
siswa yang aktif terlibat belajar menggunakan IPA untuk berkomunikasi lewat
tugas-tugas yang diberikan guru, dan berapa banyak konsep IPA yang diproduksi
siswa, yang bisa dihitung dari jumlah kata/kalimat yang diproduksi dan lama waktu
yang digunakan siswa untuk memproduksinya, serta adanya upaya guru
memfasilitasi pemelajaran siswa. Kemudian jika keaktifan siswa terlalu rendah
yang tercermin dalam sedikitnya ungkapan yang diproduksi, guru secara kritis
merefleksi bersama kolaborator untuk mencari sebab-sebabnya dan menentukan
cara-cara mengatasinya. Kalau diperlukan, siswa yang tidak aktif didorong untuk
menyuarakan apa yang dirasakan sehingga mereka tidak mau aktif dan siswa yang
aktif diminta mengungkapkan mengapa mereka aktif. Perlu juga ditemukan apakah
ada perubahan pada diri siswa sesuai dengan indikator bahwa para siswa berubah
lewat tindakan pertama berupa pemberian tugas ‘information gap’ dan tindakan
kedua berupa pembelakuan kriteria penilaian, dan perubahan pada diri guru dari
peran pemberi pengetahuan ke peran fasilitator dan penolong. Begitu seterusnya
sehingga pemantauan terhadap perubahan hendaknya dilakukan secara cermat dan
disimpulkan lewat dialog reflektif yang demokratik.
Perlu dicatat bahwa kompetensi peneliti dalam bidang terkait sangat menentukan
kualitas proses yang diinginkan dan tingkat kemampuan untuk melakukan
pengamatan dan membuat catatan lapangan. Dalam kasus penelitian tindakan kelas
IPA yang dicontohkan di atas, misalnya, kualitas proses akan sangat ditentukan
oleh wawasan, pengetahuan dan pemahaman sejati peneliti tentang (1) hakikat
kompetensi komunikatif, (2) pembelajaran IPA yang komunikatif yang mencakup
pendekatan komunikatif bersama metodologi dan teknik-tekniknya, dan (3)
karakteristik siswanya (intelegensi, gaya belajar, variasi kognitif, kepribadian,
motivasi, tingkat perkembangan/pemelajaran) dan pengaruhnya terhadap
pembelajaran sains. Jika wawasan, pengetahuan dan pemahaman tersebut kuat,
52. 46
maka peneliti akan dapat dengan lebih mudah menentukan perilaku-perilaku mana
yang menunjang tercapainya perubahan yang diinginkan dengan indikator yang
tepat, dan juga perilaku-perilaku mana yang menghambatnya.
Namun demikian, hal ini masih harus didukung dengan kemampuan untuk
mengumpulkan data, misalnya melakukan pengamatan dan membuat catatan
lapangan dan harian. Dalam mengamati, tim peneliti dituntut untuk dapat bertindak
seobjektif mungkin dalam memotret apa yang terjadi. Artinya, selama mengamati
perhatiannya terfokus pada gejala yang dapat ditangkap lewat pancainderanya saja,
yaitu apa yang didengar, dilihat, diraba (jika ada), dikecap (jika ada), dan tercium,
yang terjadi pada semua peserta penelitian, dalam kasus di atas pada peneliti, guru
dan siswa. Dalam pengamatan tersebut harus dijaga agar jangan sampai peneliti
melakukan penilaian terhadap apa yang terjadi. Seperti telah diuraikan di depan,
perlu dijaga agar tidak terjadi penyampuradukan antara deskripsi dan penafsiran.
Kemudian, diperlukan kompetensi lain untuk membuat catatan lapangan dan harian
tentang apa yang terjadi. Akan lebih baik jika para peneliti merekamnya dengan
kaset audio atau audio-visual sehingga catatan lapangan dapat lengkap. Singkatnya,
kompetensi peneliti dalam bidang yang diteliti dan dalam pengumpulan data lewat
pengamatan partisipan sangat menentukan kualitas proses tindakan dan
pengumpulan data tentang proses tersebut.
Validitas Katalitik terkait dengan kadar pemahaman yang Anda capai realitas
kehidupan kelas Anda dan cara mengelola perubahan di dalamnya, termasuk
perubahan pemahaman Anda dan murid-murid terhadap peran masing-masing dan
tindakan yang diambil sebagai akibat dari perubahan ini.
Dalam kasus penelitian tindakan kelas IPA yang dicontohkan di atas, validitas
katalitik dapat dilihat dari segi peningkatan pemahaman guru terhadap faktor-faktor
yang dapat menghambat dan factor-faktor yang memfasilitasi pembelajaran.
Misalnya faktor-faktor kepribadian (lihat Brown, 2000) seperti rasa takut salah dan
malu melahirkan inhibition dan kecemasan. Sebaliknya, upaya-upaya guru untuk
mengorangkan siswa dengan mempertimbangkan pikiran dan perasaan serta
53. 47
mengapresiasi usaha belajarnya merupakan faktor positif yang memfasilitasi proses
pembelajaran. Selain itu, validitas katalitik dapat juga ditunjukkan dalam
peningkatan pemahaman terhadap peran baru yang mesti dijalani guru dalam
proses pembelajaran komunikatif. Peran baru tersebut mencakup peran fasilitator
dan peran penolong serta peran pemantau kinerja. Validitas katalitik juga tercermin
dalam adanya peningkatan pemahaman tentang perlunya menjaga agar hasil
tindakan yang dilaksanakan tetap memotivasi semua yang terlibat untuk
meningkatkan diri secara stabil alami dan berkelanjutan. Semua upaya memenuhi
tuntutan validitas katalitik ini dilakukan melalui siklus perencanaan tindakan,
pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
Validitas Dialogik sejajar dengan proses review sejawat yang umum dipakai
dalam penelitian akademik. Secara khas, nilai atau kebaikan penelitian dipantau
melalui tinjauan sejawat untuk publikasi dalam jurnal akademik. Sama halnya,
review sejawat dalam PTK berarti dialog dengan guru-guru lain, bisa lewat
sarasehan atau dialog reflektif dengan ‘teman yang kritis’ atau pelaku PTK
lainnya, yang semuanya dapat bertindak sebagai ‘jaksa tanpa kompromi’.
Kriteria validitas dialogis ini dapat juga mulai dipenuhi ketika penelitian masih
berlangsung, yaitu secara beriringan dengan pemenuhan kriteria demokratik. Yaitu,
setelah seorang peserta mengungkapkan pandangan, pendapat, dan/atau
gagasannya, dia akan meminta peserta lain untuk menanggapinya secara kritis
sehingga terjadi dialog kritis atau reflektif. Dengan demikian, kecenderungan
untuk terlalu subjektif dan simplistik akan dapat dikurangi sampai sekecil mungkin.
Untuk memperkuat validitas dialogik, seperti telah disebut di atas, proses yang
sama dilakukan dengan sejawat peneliti tindakan lainnya, yang jika memerlukan,
diijinkan untuk memeriksa semua data mentah yang terkait dengan yang sedang
dikritisi.
54. 48
4) Tahapan Penelitian Tindakan Kelas
Sesuai dengan tujuannya yaitu menghasilkan suatu perbaikan atau perubahan
khususnya pada proses pembelajaran, proses pelaksanaan PTK adalah khas,
berbeda dengan penelitian pada umumnya yang bertujuan menghasilkan ilmu
pengetahuan baru yang dapat digeneralisasi. Proses tersebut digambarkan secara
skematis oleh Kemmis seperti ditunjukkan di bawah ini.
Gambar 2.12. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (Kemmis, 1983)
Gambar 2.12. di atas menunjukkan bahwa PTK terdiri dari empat tahap besar yaitu:
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Selain menunjukkan
empat tahap besar tersebut, diagram di atas juga menunjukkan bahwa PTK tidak
sekali jalan kemudian selesai melainkan menunjukkan adanya siklus atau
pengulangan. Dengan demikian terdapat dua hal yang perlu dibahas di sini, pertama
adalah tahap-tahap dan kedua adalah siklus. Pertama kita akan bahas tahap-tahap
terlebih dahulu.
55. 49
Gerald Susman (1983) mengelaborasi tahap-tahap dalam satu siklus ke dalam
tahap-tahap yang lebih terperinci yang terdiri dari:
a) Diagnosis
Pada tahap ini peneliti (mandiri atau bersama partnernya) mengumpulkan berbagai data
terkait dengan praktek yang akan diperbaiki. Dalam hal ini fokus kita pada pembelajaran.
Data yang terkait dengan pembelajaran dapat berupa: nilai rata-rata siswa pada mata
pelajaran tertentu dan mata pelajaran lainnya, fasilitas pembelajaran yang tersedia,
karakteristik kelas/keterlibatan siswa dalam pembelajaran berdasarkan pengamatan,
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, termasuk kemampuan guru dalam
menerapkan metode pembelajaran tertentu, dan kemampuan guru dalam mengggunakan
media tertentu, serta informasi lainnya yang terkait dengan pembelajaran.
Berdasarkan data tersebut peneliti mulai melakukan diagnosa dan membuat perkiraan, apa
yang menjadi sebab utama atau sumber persoalan yang dihadapi saat itu. Proses diagnosa
dan perumusan hipotesis atas sumber masalah ini merupakan hal yang penting karena akan
menuntun peneliti dalam pengambilan keputusan pada langkah berikutnya. Apabila
perkiraan sumber masalah yang dirumuskan oleh peneliti berbeda dengan sumber masalah
yang sesungguhnya maka tindakan yang dilaksanakan tidak akan menyelesaikan masalah.
Pada tahap ini perlu diperjelas perbedaan antara prestasi belajar siswa dengan persoalan
pembelajaran. Yang akan dilakukan melalui PTK adalah pemecahan masalah
pembelajaran, bukan semata-mata hanya menaikkan prestasi siswa. Penyelesaian
masalah yang dihadapi dalam pembelajaran seharusnya berdampak pada peningkatan hasil
belajar siswa. Oleh karena itu peningkatan hasil belajar merupakan dampak dari
diselesaikannya atau dipecahkannya persoalan.
Tidak jarang PTK diarahkan semata-mata untuk menaikkan prestasi belajar siswa tanpa
didahului kajian apa yang menjadi penyebab rendahnya prestasi siswa selama ini dan masa
yang lampau. Apabila PTK terlalu terarah pada peningkatan prestasi belajar murid tanpa
didahului analisis penyebabnya maka bisa terjadi pada saat PTK dilakukan prestasi murid
meningkat akan tetapi setelah itu prestasi menjadi turun lagi karena sumber persoalan yang
menjadi penyebab rendahnya prestasi tidak diketahui apalagi tidak diatasi.
56. 50
Analisis sumber permasalahan harus dilakukan secara mendalam supaya diperoleh rumusan
sumber masalah yang mendasar dan tepat, bukan hanya fenomenanya melainkan inti
persoalannya. Identifikasi masalah harus mampu ‘menjamin’ bahwa apabila inti persoalan
tersebut diselesaikan maka kualitas pembelajaran akan meningkat dan pada akhirnya
prestasi siswa juga meningkat. Salah satu contoh persoalan mendasar adalah kemampuan
belajar siswa. Kemampuan belajar bisa terdiri dari bermacam-macam komponen misalnya
kemampuan mencari informasi dan merumuskannya secara benar, kemampuan
mengungkapkan atau mempresentasikan informasi atau gagasan, kemampuan berdiskusi,
kemampuan menyelesaikan persoalan secara sistematis.
Bisa saja fenomena yang langsung terlihat adalah nilai siswa rendah. Akan tetapi nilai yang
diperoleh siswa hanya merupakan akibat dari suatu proses panjang yang harus dicari
sebabnya. Salah satu sebabnya bisa saja rendahnya kemampuan belajar siswa atau juga
kurangnya kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Kesimpulan tentang rendahnya
kemampuan belajar murid atau kurangnya kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
tidak boleh diambil secara serampangan atau gegabah, melainkan harus didasarkan pada
data yang tersedia. Tanpa data maka diagnosa atas persoalan dan dugaan atas sumber
persoalannya tidak akan tepat. Inilah pentingnya partner dalam PTK, yaitu untuk
mendiskusikan berbagai kemungkinan sumber persoalan. Partner juga dapat diajak
berdiskusi perlu atau tidaknya suatu data tertentu untuk mendukung suatu dugaan atas
sumber persoalan.
b) Perencanaan tindakan
Langkah berikutnya yang dilakukan oleh peneliti setelah melakukan identifikasi sumber
persoalan dalam pembelajaran adalah merencanakan tindakan yang akan dilakukan untuk
menyelesaikan persoalan tersebut. Pada tahap ini peneliti membuat perencanaan tindakan
apa yang akan dilakukan untuk mengatasi persoalan yang telah dirumuskan pada langkah
pertama. Tindakan yang akan dilakukan harus cocok dengan persoalan yang akan
dipecahkan.
Tindakan yang direncanakan untuk dilaksanakan adalah tindakan yang mengarah pada
pemecahan masalah sebagaimana telah dirumuskan pada tahap yang terdahulu. Sebagai
contoh, bila persoalannya adalah persoalan kemampuan guru dalam mengembangkan
57. 51
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, maka tindakan yang
dilakukan adalah tindakan-tindakan yang melatih kemampuan guru dalam melibatkan siswa
secara aktif dalam pembelajaran melalui pemilihan metode-metode pembelajaran yang tepat.
Pemilihan metode yang tepat dapat ‘memaksa’ guru untuk melibatkan siswa secara aktif
sehingga secara bertahap kemampuan guru dalam melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran akan meningkat.
Di dalam proses perencanaan tersebut peneliti mempertimbangkan berbagai aspek yang
terkait dengan rencana tindakan yang akan dilaksanakan. Aspek-aspek terebut diantaranya:
a. Topik pembelajaran di mana tindakan akan dilaksanakan
b. Waktu pelaksanaan tindakan
c. Ketersediaan fasilitas pembelajaran yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan
d. Kemampuan guru untuk menerapkan metode tertentu atau menggunakan media
tertentu dalam topik yang akan diajarkan
e. Langkah-langkah secara detail tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan. Untuk
hal ini peneliti membuat RPP secara detail yang di dalamnya termuat tindakan
penelitian yang akan dilakukan sebagai bagian dari proses pembelajaran
Selain aspek-aspek tersebut di atas, hal lain yang tidak kalah pentingnya dilakukan oleh
peneliti pada tahap perencanaan tindakan adalah menentukan ukuran keberhasilan tindakan
dan membuat instrumen untuk mengukur keberhasilan itu. Ukuran keberhasilan harus sesuai
dengan persoalan yang akan dipecahkan, demikian pula instrumen yang dipergunakan harus
cocok dengan ukuran untuk mengukur keberhasilan. Ukuran-ukuran keberhasilan itu tidak
hanya prestasi siswa karena prestasi siswa hanya merupakan akibat dari proses
pembelajaran. Instrumen untuk mengukur keberhasilan dapat berupa tes, kuesioner, atau
lembar observasi. Pada langkah ini, selain dibuat instrumen untuk memperoleh data, harus
pula dibuat metode analisis data.
Dengan demikian dari tahap kedua ini dihasilkan dokumen rencana pembelajaran yang di
dalamnya sudah memuat tindakan yang akan dilaksanakan dan instrumen untuk
mengumpulkan data yang akan dipergunakan untuk mengukur keberhasilan tindakan,
ukuran atau kriteria keberhasilan, serta metode analisis data. Oleh karena itu dapat
58. 52
dibayangkan bahwa pada akhir tahap kedua peneliti bersama partnertnya sudah memiliki
gambaran secara detail tentang apa yang akan dilakukan oleh masing-masing pihak.
c) Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan bersifat lebih teknis dalam arti hanya melaksanakan rencana yang
telah disusun pada langkah kedua. Harus diupayakan sedapat mungkin agar pelaksanaan
penelitian sesuai dengan rencana. Pada tahap ini partner peneliti biasanya hadir di kelas
melakukan observasi. Kehadiran partner peneliti sangat penting untuk memberikan umpan
balik kepada peneliti. Ketika partner peneliti berada di dalam kelas, ia sudah siap dengan
catatan untuk mencatat kejadian atau informasi penting yang perlu dicatat.
d) Evaluasi dan refleksi
Langkah ini diawali dengan pengumpulan seluruh data yang dilanjutkan dengan analisis atas
data tersebut. Analisis dilakukan sesuai dengan rencana yang telah dibuat pada langkah
kedua. Hasil dari analisis tersebut seharusnya memberi informasi apakah indikator
keberhasilan tercapai atau tidak. Kalau indikator keberhasilan tercapai berarti masalah telah
terpecahkan. Selain menggunakan data kuantitatif, pada tahap ini juga dipergunakan data
kualitatif misalnya catatan pengamatan partner peneliti. Pada tahap ini peneliti dan partner
berdiskusi apakah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana. Apakah cara
pelaksanaannya baik menurut ukuran yang telah ditetapkan, bagaimana rekasi para murid,
dan sebagainya. Puncak dari tahap ini adalah peneliti beserta partner melakukan refleksi,
menemukan makna dari semua pengalamannya itu dalam kerangka profesi keguruan.
Dari tahap ini bisa diperoleh bahwa ternyata dengan tindakan yang telah dilakukan itu,
masalah langsung terpecahkan. Akan tetapi dapat pula pembelajaran sudah menunjukkan
perbaikan akan tetapi belum mencapai tingkat keberhasilan yang ditentukan. Hasil evaluasi
dan refleksi ini menuntun peneliti mempersiapkanlangkah berikutnya.
Apabila dengan satu siklus persoalan langsung teratasi, biasanya tindakan yang sama
diulangi pada siklus yang kedua untuk meyakinkan atau mengkonfirmasi bahwa tindakan
itu memang telah mampu menyelesaikan masalah. Akan tetapi apabila indikator
59. 53
keberhasilan belum tercapai maka harus dilakukan siklus kedua dengan perubahan-
perubahan tertentu agar indikator keberhasilan tercapai
e) Identifikasi temuan umum
Pada tahap ini peneliti bersama partner mengidentifikasi, pengalaman belajar apa yang telah
diperoleh melalui tindakan satu siklus ini. Hal ini merupakan salah satu inti PTK, yang tidak
lain bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peneliti. Maka identifikasi pengalaman
belajar ini menjadi penting dilakukan secara cermat. Pada tahap ini juga dilakukan persiapan
untuk tindakan pada siklus berikutnya dengan tahap-tahap seperti yang telah diuraikan pada
tahap kedua. Demikianlah maka dengan penjelasan di atas satu siklus PTK telah lengkap
dilaksanakan. Keseluruhan tahap-tahap tersebut digambarkan dalam diagram di bawah ini
26
Identifikasi
Masalah
(Refleksi Awal)
Perumusan
Masalah
Hipotesis
Tindakan
Perencanaan
Tindakan
Pelaksanaan
Tindakan
dan Observasi
Analisis Data
Refleksi
PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Indikator Keberhasilan
Belum
Tercapai Tercapai
STOP
atau
Pemantapan
Tujuan/
Indikator
Keberhasilan.
Kajian
Teori dan
Empiris
Gambar 2.13. Alur Penelitian PTK
(Sumber: Materi pelatihan PIPS, Dikti)
5) Hal-hal yang perlu diperhatikan pada proses analisis hasil PTK
Data yang diperoleh dari proses PTK yang telah dilakukan perlu disusun secara cermat
dan komprehensif untuk menghasilkan simpulan yang tepat sasaran dan reliable.
60. 54
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan saat melaukan proses analisis
hasil PTK yang diperoleh:
a) Data penelitian tindakan kelas pada dasarnya dikumpulkan oleh guru yang berperan
sebagai peneliti dan pengajar, dan jika perlu dapat dibantu oleh teman sejawat. Data
tersebut lebih banyak bersifat kualitatif, meski ada juga yang berupa data
kuantitatif.
b) Analisis data adalah upaya yang dilakukan oleh guru yang berperan sebagai peneliti
untuk merangkum secara akurat data yang telah dikumpulkan dalam bentuk yang
dapat dipercaya dan benar.
c) Sehubungan dengan butir 2, maka analisis data dilakukan dengan cara memilih,
memilah, mengelompokkan, data yang ada, merangkumnya, kemudian menyajikan
dalam bentuk yang mudah dibaca atau dipahami. Penyajian hasil analisis data
kualitatif dapat dibuat dalam bentuk uraian singkat, bagan alur, atau tabel sesuai
dengan hakikat data yang dianalisis.
d) Data kuantitatif dianalisis dengan statistik deskriptif untuk menemukan persentase,
dan nilai rata-rata. Penyajian hasil analisis dapat dilakukan dengan membuat tabel
distribusi atau grafik.
e) Interpretasi data adalah upaya peneliti untuk menemukan makna dari data yang
dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Interpretasi ini pada
gilirannya akan menjadi temuan penelitian.
f) Analisis yang akurat dan cara penyajian yang tepat akan memungkinkan
tafsiran/interpretasi hasil penelitian yang akurat dan valid itu. Oleh karena itu, guru
harus sangat berhati-hati dalam melakukan analisis. Kekurang-akuratan dapat
diminimalkan dengan melakukan “cross check” dengan sumber data atau dengan
data lain yang sejenis.
g) Agar mampu melakukan analisis data, guru harus banyak melakukan latihan dan
bekerja dalam kelompok.
h) Menyimpulkan adalah mengikhtisarkan atau memberi pendapat berdasarkan apa-
apa yang diuraikan sebelumnya. Sejalan dengan itu, kesimpulan atau simpulan
61. 55
adalah kesudahan pendapat atau pendapat terakhir yang dibuat berdasarkan uraian
sebelumnya.
i) Dalam kaitan dengan PTK, kesimpulan harus disusun secara singkat, padat, dan
jelas; sesuai dengan uraian, dan mengacu kepada pertanyaan penelitian/tujuan
perbaikan. Di samping itu, kesimpulan harus disusun secara sistematis sesuai
dengan urutan pertanyaan penelitian/tujuan perbaikan.
j) Penyusunan kesimpulan seyogianya dilakukan melalui langkah-langkah: (1)
memeriksa dan memahami pertanyaan penelitian/tujuan perbaikan, (2) mencermati,
menganalisis, dan mensintesis deskripsi temuan, (3) menulis kesimpulan untuk
setiap pertanyaan penelitian/tujuan perbaikan, (4) mengurutkan setiap butir
kesimpulan sesuai dengan urutan pertanyaan penelitian/tujuan perbaikan, serta (5)
memeriksa kesesuaian antara pertanyaan penelitian/tujuan perbaikan dengan
deskripsi temuan, dan kesimpulan.
k) Saran dimaknai sebagai: pendapat (usul, anjuran, cita-cita) yang dikemukakan
untuk dipertimbangkan. Dalam kaitan dengan PTK, saran merupakan pemikiran
yang diajukan oleh guru peneliti untuk menindaklanjuti hasil penelitiannya.
l) Saran tindak lanjut hasil PTK harus memenuhi rambu-rambu: (1) bersumber atau
sesuai dengan kesimpulan, (2) bersifat kongkret, operasional, dan penting, sehingga
menarik untuk dilaksanakan oleh guru, (3) jelas sasarannya, apakah ditujukan
kepada guru atau sekolah, atau barangkali instansi lain, serta (4) dapat meliputi hal-
hal yang berkaitan dengan metodologi penelitian.
m) Pembuatan saran dapat dilakukan melalui langkah-langkah: (1) mencermati
kesimpulan hasil PTK, (2) mengkaji aspek-aspek dari kesimpulan tersebut yang
perlu ditindaklanjuti, baik oleh guru peneliti, guru lain, maupun sekolah, (3)
menetapkan kepada siapa saran tersebut akan ditujukan, serta (4) menulis saran.
6)Cara Penulisan Laporan Hasil PTK
Laporan PTK adalah laporan yang ditulis secara sistematis berdasarkan penelitian
tindakan kelas yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri. Laporan ini ditulis karena
62. 56
merupakan dokumen yang dapat dijadikan acuan, harus diserahkan kepada pihak
sponsor, serta dapat diketahui oleh umum, terutama oleh para guru yang barangkali
mengalami masalah yang sama dengan yang dilaporkan.
Sistematika laporan PTK pada umumnya tidak jauh berbeda dari laporan penelitian
formal. Sesuai dengan format Laporan PTK yang terdapat dalam Panduan Umum, maka
Sistematika Laporan PTK dibuat sebagai berikut:
Struktur Laporan Penelitian Tindakan Kelas
Halaman Judul
Lembar Pengesahan
Abstrak
Daftar Isi
BAB 1. Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah (data awal dalam mengidentifikasi masalah, analisis
masalah, dan pentingnya masalah dipecahkan).
b. Rumusan Masalah
c. Tujuan Penelitian
d. Manfaat Penelitian
BAB 2. Kajian Pustaka
BAB 3. Pelaksanaan Penelitian
a. Subjek Penelitian (Lokasi, waktu, mata pelajaran, kelas, dan karakteristik siswa)
b. Deskripsi per Siklus: (rencana, pelaksanaan, pengamatan/pengumpulan
data/instrumen, refleksi)
BAB 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Deskripsi per siklus (data tentang rencana, pengamatan, refleksi),
keberhasilan dan kegagalan, lengkap dengan data.
b. Pembahasan dari setiap siklus.