Kemitraan Usaha adalah kerjasama yang saling menguntungkan dan saling memperkuat antara usaha kecil dan usaha menengah/besar dibidang Peternakan atau dibidang Kesehatan Hewan.
Nike Triwahyuningsih;
Setiap usaha perlu direncanakan dengan baik, termasuk usaha kuliner. Apa yang akan dijual haruslah memiliki keunggulan, diantaranya memberikan keuntungan bagi kesehatan.
Susu kedelai merupakan satu produk olahan yang memiliki begitu banyak keuntungan bagi kesehatan. Kandungan nutrisi dan gizinya sangat bagus.
Usaha produksi susu kedelai memberikan keuntungan finansial dan kesehatan.
(Contih analisis usaha dalam mata kuliah Dasar Manajemen)
Kemitraan Usaha adalah kerjasama yang saling menguntungkan dan saling memperkuat antara usaha kecil dan usaha menengah/besar dibidang Peternakan atau dibidang Kesehatan Hewan.
Nike Triwahyuningsih;
Setiap usaha perlu direncanakan dengan baik, termasuk usaha kuliner. Apa yang akan dijual haruslah memiliki keunggulan, diantaranya memberikan keuntungan bagi kesehatan.
Susu kedelai merupakan satu produk olahan yang memiliki begitu banyak keuntungan bagi kesehatan. Kandungan nutrisi dan gizinya sangat bagus.
Usaha produksi susu kedelai memberikan keuntungan finansial dan kesehatan.
(Contih analisis usaha dalam mata kuliah Dasar Manajemen)
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
2. 2
A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat
Kegiatan Belajar (KB) 3 dalam Modul 6 Industri Peternakan akan
membahas mengenai Industri Pakan Ternak. Ruang lingkup dari KB 3 ini yaitu
proses pembuatan pakan ternak utamanya produk pellet dalam indusri pakan,
standar industri pakan pellet, keamanan produk pakan serta macam-macam
cemaran produk pakan.
2. Relevansi
Dengan mengetahui konsep, prosedur dan prinsip prinsip dalam industri
pakan ternak, mulai dari pembuatan produk pakan ternak yaitu pellet dan standar
industri pakan pellet serta sistem keamanan produk pakan dan cemaran produknya
maka peserta didik dapat menganalisis dan menentukan standar industri pakan
ternak yang baik.
3. Panduan Belajar
Modul ini dilengkapi dengan tugas terstrukutur, link-link yang dapat
dikunjungi dan gambar serta infografis yang menambah pengetahuan peserta
didik.
B. INTI
1. Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan peserta didik mampu menguasai
materi ajar bidang agribisnis ternak ruminansia, agribisnis ternak unggas, dan
industri peternakan secara mendalam termasuk advance materials secara
bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi),
dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu peserta
didik juga diharapkan mampu menganalisis prinsip industri peternakan dan
aplikasinya dalam pembelajaran bidang studi agribisnis ternak.
3. 3
2. Sub Capaian Pembelajaran
1. Mampu menganalisis Industri pakan ternak utamanya dalam pembuatan
produk pakan pellet
2. Mampu menganalisis standar industri pakan pellet
3. Mampu menganalisis keamanan produk pakan dari industri pakan ternak
4. Mampu menganalisis cemaran pada produk pakan
3. Uraian Materi
Pakan mempunyai peran yang penting dalam subsektor industri
peternakan. Komponen pakan pada suatu usaha peternakan memegang presentase
terbesar dalam biaya pemeliharaan/produksi yaitu 60 - 70%. Dalam pemenuhan
kebutuhan protein hewani, penyediaan pakan yang bermutu dan bebas dari
cemaran dapat meningkatkan produktivitas ternak dan hasil produknya.
Penyediaan pakan yang berkualitas tinggi untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi
bagi ternak juga perlu mempertimbangkan harganya yang murah. Peningkatan
jumlah penduduk berbanding lurus dengan pemenuhan kebutuhan supply hasil
ternak seperti daging, susu dan telur. Kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi
produk yang memiliki nilai gizi tinggi khususnya protein juga memiliki dampak
positif dalam perkembangan sektor peternakan. Keadaan tersebut
mengindikasikan bahwa permintaan pakan juga akan semakin meingkat sehingga
industri pakan ternak akan terus berkembang.
Industri Pakan
Saat ini, pakan ternak komersial dikuasai oleh beberapa perusahaan yang
bermodal besar utamanya modal asing dengan pangsa pasar kurang lebih 80%
(Retnani, 2015). Pabrik pakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
meningkat jumlahnya. Dominasi industri pakan ternak di Indonesia menurut Feed
International tahun 2012 terlihat pada Gambar 31. Dominasi pemain asing dalam
industri pakan ternak yaitu termasuk Japfa Comfeed, Charoen pokphand, Sierad
Produce, CJ Feed, Gold Coin dan Sentra Profeed degan bahan baku pakan yang
masih bergantung pada impor (Data Consult, 2008).
4. 4
Gambar 1. Dominasi industri pakan
Sumber: Retnani (2015)
Pabrik pakan merupakan suatu unit usaha pengolahan bahan baku pakan
menjadi pakan sedangkan industri pakan ternak merupakan kumpulan dari
beberapa pabrik pakan yang dikelola oleh satu manajemen yang sama. Contoh
industri pakan yaitu suatu perusahaan yang memproduksi berbagai macam pakan
misalnya pakan ikan, pakan ayam, pakan udang dan pakan sapi yang bergabung
dalam satu manajemen yang sama. Contohnya perusahaan Charoen Phokpand dan
Japfa Comfeed.
Industri pakan ternak utamanya unggas berkembang sangat pesar seiring
dengan tumbuhnya industri perunggasan pada awal tahun 1980-an. Dari tahun ke
tahun kebutuhan pakan terus meningkat dengan dominasi pakan unggas dan
sedikit dari pakan ruminansia yaitu sekitar 3%. Distribusi penjualan pakan ayam
pada tahun 2016 dapat dilihat pada Gambar 32. Gabungan Pengusaha Makanan
Tenak (GPMT) yang meruakan organisasi yang menghimpun pembisnis bidang
feedmill memperkirakan peningkatan produksi pakan di Indonesia yaitu 17,2 juta
ton yang meningkat pada tahun 2016 menjadi 19,2 juta ton pada tahun 2017.
89%
4%
6%
1% 0%
Dominasi Industri Pakan
pabrik pakan unggas
pabrik pakan babi
pabrik pakan
aquakultur
pabrik pakan
ruminansia
pabrik pakan ternak
lainnya
5. 5
Gambar 2. Distribusi penjualan pakan ayam tahun 2016
Sumber: Natsir et al. (2018)
Pemerintah Indonesia juga telah menggalakkan program mini feedmill di
beberapa propinsi sebagai sarana peningkatan perkembangan industri pakan
ternak di tingkat pedesaan. Terdapat tiga kategori skala produksi feedmill di
Indonesia yaitu:
1. Feedmill Skala kecil dengan produksi 10 - 15 ton setiap hari atau 300 -
450 ton sebulan atau 3600 - 5400 ton setahun.
2. Feedmill Skala menengah dengan produksi 15 - 100 ton sehari atau 3000
ton sebulan atau 36000 ton setahun.
3. Feedmill Skala besar dengan produksi diatas 100 ton sehari.
Prospek industri peternakan di Indonesia sangat bergantung pada beberapa
hal berikut:
1. Adanya kecukupan bahan baku pakan
2. Adanya pemanfaatan teknologi
3. Tersedianya sumber daya manusia
4. Terdapat struktur industri
5. Adanya iklim investasi/bisnis
Pakan dibuat sebagai makanan untuk ternak yang dapat dimakan, memiliki
daya suka, mudah dicerna baik sebagian maupun seluruhnya, dapat diabsorbsi dan
memiliki manfaat bagi ternak (Kamal, 1994). Bahan baku pakan ternak
ayam
petelur
40%ayam
pedaging
46%
breeder
11%
lain-lain
3%
6. 6
mengandung beberapa nutrien seperti karbohidrat, protein, serat, lemak, vitamin,
mineral dan air (Lubis, 1963). Dalam satu pabrik pakan tidak boleh mengandalkan
dari satu jenis bahan baku saja sehingga diperlukan bahan baku pendamping atau
bahan baku pengganti. Bahan baku pakan dapat diperoleh dari hasil usaha
pertanian, perkebunan maupun perikanan dengan sifat bahan yang mudah rusak,
musiman dan bervolume (voluminous). Bahan baku hasil pertanian yang akan
diproses menjadi pakan ternak harus melewati beberapa proses untuk
meningkatkan dan mengefisiensikan kegunaannya sehingga nantikan akan
diperoleh produk pakan yang berkualitas. Proses yang dilakukan setelah
pemanenana bahan baku yaitu pembersihan kotoran, penurunan kadar air dengan
pengeringan, pemisahan menurut kegunaan, bentuk dan warna serta penentan
grade/tingkatan kualitas sesuai kebutuhan.
Bahan baku pakan ternak dan pangan manusia perlu dilakukan pencegahan
dalam hal persaingannya sehingga perlu adanya alternatif pilihan supaya
ketersediaan bahan pakan dapat kontinu dalam segi kualitas dan jumlahnya.
Syarat dari pemenuhan bahan pakan antara lain:
1. Tidak boleh bersaing dengan produk pangan manusia
2. Harus tersedia secara kontinu dalam waktu yang lama
3. Harga terjangkau sesuai kandungan nutriennya
4. Nutrien dalam bahan baku berkualitas
Alur proses industri pakan ternak di pabrik pakan terlihat pada Gambar 33.
Dengan tahapan yaitu pemesanan/purchasing order, pembelian/purchasing,
penerimaan/receiving, pengawasan kualitas/quality control, warehousing/
penggudangan, pemrosesan/processing, pengangkutan/loading, dan
pemasaran/marketing. Proses pembuatan pakan dapat dilihat pada link berikut:
1. http://nusfeed.id/2018/11/15/proses-produksi-pakan-mesh-pellet-dan-
crumble/
2. http://digilib.unila.ac.id/11330/8/BAB%20VII%20TATA%20LETAK.pdf
3. https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/80aace2cf32709
4f00a3263673c7bdca.pdf
7. 7
4. https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54208/1/D12kfa.pd
f
Gambar 3. Diagram proses produksi pakan di pabrik
Sumber: Pfost (1976)
Standar Industri Pakan Pellet
Pabrik pakan menghasilkan produk pakan ternak untuk komoditas unggas
yaitu pakan unggas (DOC/DOD/DOQ, starter, grower, finisher, dan layer),
konsentrat pakan ruminansia (sapi, kambing, dan domba), serta pakan komoditas
lain seperti untuk pakan babi, pakan ikan-udang, pakan kelinci, pakan hamster,
pakan kucing, dan anjing (petfood). Sebaran pemasaran produk pakan di
Indonesia tersaji pada Gambar 34. Bentuk pakan ternak ada tiga macam yaitu
mash, crumble, dan pellet (North dan Bell, 1990). Mash merupakan pakan yang
8. 8
berbentuk tepung yang umumnya digunakan sebagai pakan ayam DOC broiler
dan petelur (layer). Sedangkan pakan ayam broiler dan petelur fase grower dan
finisher menggunakan pakan bentuk crumble dan pellet.
Gambar 4. Sebaran pemasaran produk ternak tahun 2010 di Indonesia
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2010)
Mash merupakan jenis produk ternak/ransum yang berbentuk tepung halus
yang mengandung nutrien seimbang dan dihasilkan dari proses penggilingan
bahan baku pakan secara seimbang kemudian dicampur bersama-sama sampai
homogen (Titus dan Fritz 1971). Pengunaan pakan mash umumnya untuk ayam
DOC, petelur (layer) dan konsentrat ruminansia dengan harga yang relatif lebih
murah dibandingkan dengan pakan bentuk lain. Hal ini disebabkan karena tidak
ada proses produksi lebih lanjut sehingga tidak ada penambahan biaya produksi.
Crumble merupakan pakan yang berbentuk butiran yang diproses melalui
penghancuran pakan bentuk pellet menjadi bentuk butiran yang kasar atau
granula. Bentuk pakan jenis ini lebih disukai oleh ternak unggas karena lebih
mudah dikunyah, ditelan, dan dicerna daripada pakan bentuk pellet. Pakan
crumble menurut Ensminger et al. (1990) mempunyai beberapa keuntungan, yaitu
menurunkan adanya debu pakan, bentuk pakan tidak harus sama atau beraturan
dan granula dibandingkan dengan pakan tepung/mash.
Pellet merupakan produk pakan berbentuk silinder yang berasal dari proses
pencetakan bahan baku pakan dengan mempergunakan mesin die menjadi
ruminansia
6%
babi
3%
aquaculture
7%
lainnya
1%
unggas
83%
9. 9
berbentuk silinder atau potongan kecil-kecil dengan panjang, diameter, serta
derajat kekerasan yang berbeda-beda. Betuk pakan ini juga sebagai salah satu
bentuk awetan bahan pakan dengan tujuan memertahankan kualitas pakan
(Mathius et al. 2006). Pakan ini biasanya digunakan sebagai pakan ternak ayam
broiler dan petelur fase grower dan finisher, burung, hamster, dan kelinci serta
beberapa hewan akuatik, seperti ikan dan udang.
Kapasitas industri pakan akan menentukan macam dan jumlah alat yang
dibuat yaitu silo, grinder, mixer, timbangan, mesin pellet/crumble, mesin
jahit/mesin packing dan alat distribusi antar peralatan. Industri pakan ternak yang
baik juga akan dilengkapi dengan laboratorium fisika, kima dan biologi bahkan
laboratorium lapang (farm). Pembuatan pakan bentuk pelet di industri pakan
ternak menggunakan alat/mesin yaitu grinder, mixer, pelleter, ekstruder,
ekspander dan cooler. Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari
pengolahan pakan berbentuk pellet adalah:
1. Peningkatan densitas pakan
2. Handling produk lebih mudah
3. Terbentuknya debu berkurang
4. Penyusutan akibat tercecer pada saat dikonsumsi ternak dapat
diminimalisir
5. Lebih tahan terjadinya kerusakan pada saat penyimpanan
6. Tidak memberikan kesempatan kepada ternak untuk memilih jenis
bahan makanan yang disukai
7. Jumlah konsumsi pakan meningkat
8. Palatabilitas meningkat
9. Konversi ransum meningkat
10. Ongkos pemberian pakan menurun
11. Ternak ruminansia dapat memanfaatkan jumlah dan jenis hijauan yang
lebih besar
Silo (Gambar 35) merupakan tempat penyimpanan bahan pakan dalam
bentuk curah sedangkan bahan pakan bentuk karung di simpan di dalam gudang
dengan sistem FIFO (First In First Out). Silo memiliki dua bentuk, yaitu bulat
10. 10
(silindris) yang biasa disimpan di luar ruangan dan persegi yang letaknya di dalam
ruangan.
Gambar 5. Silo silinder bahan baku pakan ternak
Sumber: https://www.indonetwork.co.id/product/silo-jagunggabah-224797
Grinder (Gambar 36) merupakan alat yang digunakan untuk
menghaluskan bahan pakan atau memperkecil ukuran partikel bahan pakan
dengan ukuran yang bermacam-macam tergantung saringan yang digunakan dan
diinginkan. Alat grinder yang populer digunakan dalam industri pakan ternak
yaitu hammer mill.
Gambar 6. Mesin hammer mill
Sumber: powderbulksolids.com/article/Hammer-Mill-Designed-for-High-
Throughput-in-Small-Footprint-04-27-2018
11. 11
Tahapan proses pembuatan pellet terdiri dari proses pencampuran
(mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan (extruding), pendinginan
(cooling), dan pengeringan (Pfost, 1964). Proses pencampuran pakan dilakukan
menggunakan mesin mixer dengan tujuan pencampuran bahan baku pakan dapat
homogen. Mesin mixer dibagi menjadi dua yaitu mixer horizontal dengan model
memanjang ke samping (Gambar 37) dan mixer vertikal dengan model
memanjang keatas (Gambar 38).
Gambar 7. Mixer horizontal
Sumber: http://maskarizakariah.blogspot.com/2013/04/mixing-sebuah-tahapan-
proses-fabrikasi.html
Gambar 8. Mixer vertikal
Sumber: http://maskarizakariah.blogspot.com/2013/04/mixing-sebuah-tahapan-
proses-fabrikasi.html
12. 12
Conditioning adalah tahapan proses pemanasan bahan baku pakan yang
akan dibuat pellet dengan uap air dengan suhu tertentu yang bertujuan gelatinisasi
bahan supaya antar partikel bahan penyusun dapat rekat sehingga pellet yang
terbentuk memiliki durability mantap, kompak, kekerasan, dan teksturnya bagus
(Pujaningsih 2006). Pada proses conditioning ini juga memiliki fungsi supaya
kutu-kutu mati dan proses ini sangat berpengaruh terhadap kualitas produk pellet
yang dihasilkan. Suhu yang digunakan dalam proses pembuatan pellet yaitu 80 -
90O
C. Jika suhu terlalu rendah pellet yang dihasilkan akan mudah pecah karena
proses gelatinisasi tidak sempurna sedangkan jika suhu terlalu tinggi maka
kandungan vitamin dan mineral rusak. Proses conditioning juga dapat
berpengaruh terhadap nilai PDI (Pellet Durability Index).
Pencetakan/extruding merupakan proses pembentukan pakan menjadi
padat melalui alat extruder (Gambar 39). Pada prosess ini, bahan baku pakan
harus bertemperatur 80°C dengan kelembaban 12 - 15%. Pada proses ini juga
diperlukan tambahan air sekitar 10 - 20% ke dalam campuran pakan untuk
melunakkan bahan sehingga mudah keluar dari cetakan, akibatnya perlu
pengeringan setelah proses pencetakan.
Gambar 9. Mesin extruder pakan
Sumber: indonesian.feed-productionline.com/sale-11896813-modulation-steam-
aqua-shrimp-floating-fish-feed-extruder-wet-type-wear-resistant.html
13. 13
Campuran bahan baku pakan yang telah tercetak menjadi pellet kemudian
dilakukan pendinginan/cooling (Gambar 40) dan pengeringan. Tujuannya yaitu
menurunkan kadar air yang terkandung pada pellet menjadi kondisi stabil dengan
kadar minimal sekitar 10 - 12%. Sehingga pakan yang dibuat tidak akan mudah
terkontaminasi jamur atau mikroba. Proses pengeringan dapat dilakukan dengan
bantuan sinar matahari atau secara alami sehingga tidak memerlukan biaya
tambahan berupa investasi operasional alat dan dapat juga dilakukan secara
mekanik dengan bantuan alat (oven) pengering yang memerlukan biaya investasi
dan operasional alat. Secara garis besar, layout pabrik pakan ternak dapat dilihat
pada Gambar 41.
Gambar 10. Mesin pendinginan/cooling pakan
Sumber: http://id.fdsp-cn.com/fdsp-machinery-feed-cooler-poultry-pellet-co
Gambar 11. Layout industri pakan pellet
Sumber: maskarizakariah.blogspot.com/2013/04/perencanaan-pabrik-pakan-
ternak-feed.html
14. 14
Timbangan (Gambar 42) merupakan alat penting dalam industri pakan
ternak utamanya bagi formulator pakan dan pengemasan pakan. Timbangan
analitik (Gambar 43) digunakan untuk menimbang bahan pakan yang
penggunaannya sangat kecil seperti feed additive dan asam amino sintetis.
Peralatan lain yang juga penting yaitu mesin packing atau mesin jahit yang
digunakan untuk mengemas pakan yang sudah jadi untuk selanjutnya
didistribusikan.
Gambar 12. Timbangan pakan
Gambar 13. Timbangan analitik
Sumber: https://www.indotrading.com/product/timbangan-analitik-p434928.aspx
15. 15
Peralatan lain yang digunakan dalam industri pakan ternak khususnya
untuk penyimpanan komoditas yaitu berupa pallet (Gambar 44) dan stapel
(Gambar 45). Pallet dapat digunakan dalam menyimpan tumpukan pakan
sebanyak 5 - 6 karung sedangkan stapel digunakan untuk menyimpan tumpukan
komoditas sampai mencapai ketinggian tertentu. Selain itu peralata pengangkutan
yang digunakan didalam gudang pakan tersaji pada Gambar 46.
Gambar 14. Pallet pakan ternak dalam gudang pakan
Sumber: https://peternakan.kaltimprov.go.id/artikel/manajemen-penyimpanan-
pakan-berpengaruh-terhadap-mutu-pakan
Gambar 15. Stapel pakan ternak dalam gudang pakan
Sumber: https://docplayer.info/66437423-Proses-industri-proses-industri-paka-n-
pakan-proses-industri-prof-dr-ir-yuli-retnani-msc.html
Kualitas pakan pelet menurut Van der Poel (1996) dapat ditentukan
dengan melakukan pengujian fisik seperti ketahanan benturan uji kekerasan, dan
uji durabilitas pelet sebagai akibat guncangan yang dialami pelet selama
16. 16
transportasi. Uji ketahanan benturan pellet (Balagopalan 1988) dapat diukur
dengan menjatuhkan pellet dari ketinggian 1 meter pada lempengan besi setebal 2
mm. Kekerasan pelet merupakan kekuatan (gaya) yang dibutuhkan untuk
menekan pelet sampai pecah pada saat tertentu (Thomas dan van der Poel 1996).
Durabilitas merupakan sifat fisik pelet yang lain yang pengujiannya dapat
dilakukan dengan memperhitungkan jumlah bagian partikel halus yang terbentuk
saat pembuatan pellet dan digunakan sebagai ukuran efisiensi siklus produksi
pellet.
Gambar 16. Alat yang digunakan dalam membawa komoditas di dalam gudang
Sumber: Ahyari (1979)
Keamanan Produk Pakan
Kontrol kualitas pakan dapat dilakukan dengan pengawasan mutu bahan
baku pakan yang meliputi penanganan dan pemeriksaan kualitas bahan baku yang
dibeli dan yang dihasilkan oleh industri pakan ternak. Kontrol kualitas ini
dilakukan dalam tiga tahapan menurut Natsir et al. (2018) yaitu:
17. 17
1. Tahap pemasukan bahan pakan (quality control ingridients)
yangbertanggung jawab terhadap diterima tidaknya bahan baku yang
masuk.
2. Tahap proses produksi (quality control production) yang bertanggung
jawab terhadap kontrol kualitas proses produksi dan tahap produk pakan
jadi termasuk didalamnya adalah pemasaran.
3. Chemical laboratory.
Pengawasan mutu bahan baku pakan (quality control ingridients) di pintu
masuk pabrik dalam pemasukan bahan baku pakan dilakukan melalui dua tahapan
yaitu pemeriksaan fisik dan kimia. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan uji
organoleptik bahan pakan yang meliputi pemeriksaan warna, bau, bentuk, tekstur,
dan ukuran. Pengujian fisik yang lain yaitu pemeriksaan ada tidaknya pemalsuan
pakan/kemurnian bahan di bagian quality control. Contoh pemeriksaanya
misalnya pemalsuan dedak padi dengan penambahan kapur atau sekam padi;
pemalsuan bungkil kelapa sawit dengan serbuk batu bata, pemalsuan molases
dengan oli dan sebagainya. Pemeriksaan fisik yang lain yang dilakukan di dalam
laboratorium yaitu berat jenis, kerapatan, kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan, sudut tumpukkan dan daya ambang. Flowchart penerimaan
bahan baku pakan dalam pengontrolan dari kualitas bahan baku pakan lokal
maupun impor tersaji pada Gambar 47.
Pemeriksaan kimia dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran atau
anailis proksimat paka yang meliputi kadar air, protein kasar, serat kasar, kadar
lemak, Ca, Posphor, uji urease, uji mikotoksin misalnya aflatoksin, uji salt, dan uji
VFA. Analisis proksimat juga dapat berfungsi untuk menggolongkan komponen
yang ada pada bahan pakan berdasarkan komposisi kimia dan fungsinya.
18. 18
Gambar 17. Kontrol kualitas bahan baku pakan lokal dan import
Sumber: Lesmana (2003)
Kontrol kualitas proses produksi (quality control production) meliputi
kegiatan pengawasan dan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Bahan pakan dan silo
Pengawasan yang dilakukan diantaranya pengawasan umur simpan bahan
pakan lokal dengan maksimal 30 hari dan pakan impor maksimal 90 hari,
kontrol adanya serangga, jamur, basah atau terbakar, kontrol kadar air,
dan kontrol pengeluaran bahan baku pakan dari bin/silo dengan sistem
FIFO (First In First Out).
2. Liquid system
Pengawasan bahan liquid dengan pengecekan berkala dari liquid spray
dan liquid meter, dan kontrol kebocoran atau sumbatan dari kondisi dan
quantity classpray.
19. 19
3. Hand-adds
Pengontrolan yang dilakukan yaitu dengan menyesuaikan jenis premix
yang digunakan dalam formulasi ransum, dan melakukan kalibrasi
timbangan premix.
4. Mixing
Pengawasan yang dilakukan yaitu pengecekan homogenitas campuran
bahan baku pakan sesuai formula, pengecekan kebocoran mesin mixer
dan waktu yang digunakan dalam mencampur bahan.
5. Pelleting
Pengontrolan yang dilakukan yaitu kontrol suhu bahan after conditioner
85°C, after die max 90°C, after cooler/packing maksimal 5°C di atas
ambient temperature, kontrol kadar air yaitu 11 - 14%, kontrol ukuran
pakan hasil pelleting atau crumbling, kontrol durability pakan min 90%,
kontrol debu/tepung saat packing yaitu maksimal 10%, kontrol densitas
pakan sekitar 500 - 600 g/liter dan kontrol Pellet Durability Indeks (PDI)
atau tes kekuatan pellet.
6. Packing
Pengawasan yang dilakukan yaitu dengan pengecekan timbangan yang
sesuai pada saat packing, kontrol fisik pakan seperti tekstur, warna dan
bau, menyamakan hasil produksi dengan hasil packing serta kontrol suhu
pakan yang tidak lebih dari 33°C dengan kadar air 12%.
7. Gudang pakan hasil produk
Pengawasan yang dilakukan yaitu dengan menjamin pengeluaran pakan
dengan sistem FIFO, kontrol umur pakan dan memonitor bloked feed dan
alasannya.
Kontrol kualitas analisa laboratorium meliputi kegiatan analisis proksimat
pakan untuk mendapatkan kandungan nutrien bahan baku pakan atau pakan
seperti Kadar Air (KA), kadar abu, Protein Kasar (PK), Lemak Kasar (LK), Serat
Kasar (SK), dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN). Bahan baku pakan yang
akan dianalisa harus dalam bentung halus/tepung sehingga semua nutrien yang
terkandung di dalamnya dapat terdeteksi. Analisa umum yang dilakukan yaitu
20. 20
pengukuran kadar air dengan menggunakan alat red moisture tester, protein kasar
menggunakan alat kjeltec auto, lemak kasar dengan menggunakan alat soxlet
extraction apparatus dengan petroleum ether sebagai ekstraktor, kadar abu
dengan pengukuran bobot sample yang tertinggal setelah di tanur pada suhu
600°C selama 3 jam, pengukuran kadar garam dengan metode volhard, analisa Ca
dengan pengendapan ammonium oxalate dan titrasi argen tomentri dan analisa
Phospor diukur dengan menambahkan molybdovanadate sehingga terbentuk
larutan warna yang kemudian dibaca di spektrofotometer dengan panjang
gelombang tertentu.
Cemaran Produk Pakan
Keamanan produk pakan akan menjamin keamanan produk pangan yang
dihasilkan (Tsaniyah et al., 2014). Pendeteksian dari bahaya keamanan pakan
diharapkan dapat memperoleh produk yang memenuhi syarat dalam pengendalian
bahaya pangan yang memiliki peluang untuk mengkontaminasi produk. Bahaya
pangan dalam industri pangan wajib dilakukan pegendalian dalam pengelolaan
produksinya guna mendapatkan hasil produk yang aman untuk dikonsumsi.
Pengetahuan dalam sistem penerapan dan manajemen keamanan pangan pada
industri pangan dapat dijadikan sebagai dasar dalam mengelola keamanan dalam
produksi pakan. Tujuan dari sistem manajemen kemanan pangan yang diterapkan
pada industri pakan yaitu:
a. Sistem pengelolaan produksi pakan dianalisis untuk melihat dari tingkat
keamanan pangan pada sistem pengelolaan produksi pakan;
b. Sistem manajemen dirancang untuk dapat menjaminan keamanan pangan
pada sistem pengelolaan produksi pakan;
c. Teridentifikasi bahan yang bahaya untuk pangan pada produk pakan.
Sebagian besar industri pakan modern yang ada Indonesia adanya sistem
manajemen mutu berbasis ISO 9001:2008 telah diterapkan. Akan tetapi dalam
penjaminan keamanan pangannya standar yang sesuai belum ditemukan.
Penerapan sistem manajemen keamanan pangan berbasis ISO 22000:2005 dan
HACCP telah diterapkan juga oleh beberapa industri. Publikasi terakhir dari
21. 21
Badan Standar Nasional (BSN, 2013), menyatakan bahwa ruang lingkup
akreditasi untuk sertifikasi sistem manajemen keamanan bahan pakan belum
tersedia. Petunjuk dalam melaksanakan sistem manajemen keamanan pangan
untuk pakan telah dikeluarkan Eropa, dimana menurut European Food Safety
Authority (EPSA, 2010) yang merujuk pada Regulasi EC No. 178/2002. Sebagai
rangkaian penerapan sistem keamanan pangan untuk pakan di Eropa juga merujuk
pada ketentuan Food Drugs Administration (FDA) dalam hal keamanan pangan
dan ketentuan CODEX dalam hal penggunaan obat-obatan.
Formulasi pakan ternak unggas biasanya menggunakan bahan baku utama
jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak padi, premix dan obat-obatan
tambahan. Obat-obatan yang sampai saat ini masih ditambahkan yaitu growth
promotor yang mengandung berbagai vitamin, dan metilen blue. Bahan baku
pakan yang tergolong obat-obatan tersebut sebagian besar merupakan sumber
bahaya keamanan pangan pada pakan.
1) Obat Hewan
Antibiotic growth promoters yang digunakan untuk meningkatkan
pertumbuhan hewan dengan membantu mencerna pakan lebih efisien, keuntungan
yang dihasilkan meningkat sehingga kedaulatan peternak menjadi lebih kuat
National Office of Animal Health Amerika Serikat (NOAH, 2001). Penggunaan
zat perangsang pertumbuhan juga memiliki keuntungan yaitu dapat menekan
pertumbuhan mikroorganisme patogen seperti beberapa bakteri yaitu Eschericia
coli, Salmonella, Campylobacter, dan Enterococci (Hughes dan Heritage, 2011).
Namun saat ini penggunaan zat perangsang tumbuh atau growth promoters
tersebut sudah sangat dibatasi. Dalam ketentuan CODEX melalui CAC/RCP 38
Tahun 1993, beberapa obat-obatan masih boleh dipergunakan asalkan masih dapat
memenuhi Maximum Residu Limit for Veterinery Drugs (MRLVD) yang telah
ditentukan, besaran obat tersebut dapat dilihat pada lampiran yang dikeluarkan
lembaga tersebut. Kelompok obat-obatan yang masih diperbolehkan
penggunaannya tersaji pada Tabel 14.
22. 22
Tabel 1. Kelompok antimikroba yang boleh digunakan pada hewan dan manusia
Kandungan zat aktif Contoh komersial obat
β-lactam Penisilin amoksilin, ceftiofur
Makritida dan linkosamid Tilosin, tilmikosin, tulatromisin,
linkomisin
Aminoglikosida Gentamisin, neomisin
Flurokuinolon Enrofloksasin, danoflaksosin
Tetrasiklin Tetrasiklin, oksitetrasiklin,
klortetrasiklin
Sulfonamida Beragam
Streptogramins Virginiamisin
Polipeptida Basitrasin
Fenikol Florfenikol
Fleuromultilin Tiamulin
Sumber : USDA (2011)
Antimikroba atau antibiotik yang digunakan dapat menimbulkan resistensi
sehingga memerlukan perhatian khusus (Lees dan Potter, 2012). Penggunaan
antibiotik yang berlebihan juga dapat menjadi sebab adanya kerusakan lingkungan
pada daerah peternakan itu sendiri seperti tanah dan airnya.
2) Mikotoksin
Mikotoksin merupakan hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
kapang/jamur yang dapat menyebabkan timbulnya penyaakit bahkan kematian
pada ternak ataupun manusia (Cisnileanu et al., 2008). Kontaminasi jamur/kapang
pada pangan dan pakan dapat menurunkan kualitas produk pangan atau pakan
yang dihasilkan. Jamur yang sudah mengkontaminasi bahan pakan akan
memproduksi toksin (racun) dalam kondisi tertentu seperti panas dan lembab yang
akibatnya akan mempengaruhi produktivitas ternak. Bahan baku pakan yang
tergolong jenis serealia seperti kedele, jagung, dan dedak memiliki hubungan
yang sangat erat dengan kapang.
Penyakit yang disebabkan oleh mikotoksin yaitu mycotoxicosis yang dapat
menyerang baik manusia maupun hewan (Tabel 15). Diperkirakan 25% bahan
pangan di dunia terkontaminasi setiap tahunnya (WHO). Macam jamur dan jenis
23. 23
mikotoksin yang dapat mengkontaminasi bahan pakan maupun pangan tersaji
pada Tabel 16.
Tabel 2. Akibat kontaminasi mikotoksin pada manusia
Jenis mikotoksin Mycotoxicosis
Aflatoxins Aflatoxicosis, Hepatocarcinogenesis, Indian
Childhood cirrhosis, reye’s syndrome,
endephalopahy dan fatty degeneration of the
vicera
Ergot alkaloids Ergotism
Ochratoxin A Balkan nephropathy, renal tumours
Zearalenone Cervical cancer, premature thelarche
Sumber: https://foodtech.binus.ac.id/2015/06/24/mikotoksin-dan-bahaya-
kontaminasinya-pada-bahan-pangan/
Tabel 3. Jamur dan bahan baku pakan yang rentan kontaminasi mikotoksin
Jamur Toksin Komoditi
Aspergillus Aflatoxin B1
Aflatoxin G1
Aflatoxin M1
Sterigmatocystin
Ochratoxin
(Produk) jagung,
(produk) kacang, biji
kapuk, beras, kedelai,
edible animals tissues,
ham, bacon, sosis,
(produk) susu
Fusarium Deoxynivalenol
Nivalenol
Zearalenone
T-2 toxin
Moniliformin
(Produk) gandum,
(produk) jagung,
(produk) barley, beras,
rye, oats
Pennicilium Patulin
Citrinine
Cyclopiazonicacid
Buah-buahan, jus buah,
hjagung, beras, keju
Sumber: Martindah dan Bahri (2016)
Efek mikotoksin pada ternak bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti jenis kelamin, umur, spesies, dan bangsa. Organ yang menjadi target
utama yag terserang mikotoksin adalah hati. Mikotoksin akan berinteraksi dan
bereaksi dengan asam nukleat, RNA dan DNA, protein dan enzim. Efek yang
terjadi pada ternak tidak hanya hepatoxic, namun dapat pula meluas pada berbagai
24. 24
organ, tissue, dan system. Beberapa gejala patologis yang nampak pada ternak
yang terserang mikotoksin tersaji pada Gambar 48.
Lesi pada lidah Lesi pada lidah dan larynge dan mukus
mandibula
Gangguan pertumbuhan bulu Lesi pada gizzard
Gambar 18. Gejala patologis ternak terserang mikotoksin jenis T-2 toxin
Sumber: Agus et al. (2014)
Gambar 19. Efek mikotoksin pada babi
Sumber: http://www.thepigsite.com/focus/biomin/3946/biomin-mycotoxins-
symptoms
25. 25
Perubahan warna hati kerkerdilan
Gambar 20. Efek aflatoksin pada unggas
Sumber: Agus et al. (2014)
Kerugian ekonomis yang disebabkan oleh mikotoksin yaitu pengeluaran
konsumen menjadi lebih tinggi, nilai nutrisi bahan pangan menurun, biaya
produksi dari supplier dan processors meningkat, dan kemungkinan terjangkit
penyakit juga meningkat. Mikotoksin dapat terbentuk dalam kondisi
penyimpanan, temperatur, kondensasi, dan kebocoran dalam gudang. Tabel 17
menjelaskan cemaran mikotoksin pada produk pangan dan pakan pada masa
penyimpanan dan kontaminasi di lapang.
Tabel 4. Kontaminasi mikotoksin selama penyimpanan di lapangan
Kontaminasi saat penyimpanan Kontaminasi di lapangan
Aspergillus spp. (Aflatoksin) Fusarium spp. (Zearalenone,
Deoxynivalenol)
Penicillium spp. (Ochratoksin) Trichothecene (T-2 Toxin)
Bahan pakan yang terkontaminasi
Kacang Cereal
Pistachio Jagung
Biji kopi
Rempah-rempah
Sumber: Agus et al. (2014)
Jenis jamur utama yang perlu diwaspadai pada cemaran bahan pakan yaitu
Aspergillus flavus penghasi aflatoksin berbahaya yaitu tipe B sementara
Aspergillus spesies lain seperti A. parasiticus atau A. nomius menghasilkan
26. 26
aflatoksin tipe G aflatoksin tipe B. Ketiga jamur ini sangat populer keberadaannya
di indonesia dengan dukungan iklim indonesia dengan suhu yang tinggi dan
kelembaban yang tinggi yang merupakan kondisi optimal pertumbuhannya. Sifat
jamur ini bukan parasit tetapi saprofit yaitu tumbuh pada produk pertanian yg
kurang sempurna pengeringannya dengan kadar air lebih dari 15%. Komoditi
yang biasa mengkontaminasi yaitu jagung, bungkil kelapa sawit, kacang-
kacangan, biji kapuk, rempah-rempah, biji wijen, dan beras. Racun hasil metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh jamur ini adalah aflatoksin. Produk ternak yang
biasa terkena residu dari cemaran aflatoksin ini yaitu ternak perah (susu), babi,
unggas, hati unggas, dan ginjal babi.
Aflatoksin bersifat sangat toksik, carcinogen, dan mutagen dengan tingkat
yang berbeda-beda. Aflatoksin terbagi menjadi 4 macam yaitu B1 > B2 > G1 >
G2. Efek yang dihasilkan pada ternak yang mengkonsumsi pakan terkontaminasi
aflatoksin yaitu kanker, immunosuppressif, dan kehilangan selera makan.
Aflatoksin dimetabolisme terutama di dalam hati oleh microsomal enzymes, lalu
didetoksifikasi melalui proses konjugasi dengan asam glucoronic atau sulfat dan
dibuang melalui urine dan feses.
Sifat kimia dari aflatoksin yaitu mengandung fluorescent heterocyclic
sehingga dapat dideteksi secara kualitatif di bawah sinar UV dengan panjang
gelombang 366 nm. Aflatoksin B1, B2 akan menghasilkan pendaran warna biru
sedangkan G1, G2 warna hijau. Deteksi secara kualitatif dapat menggunakan
metode TLC, HPLC, GC, ELISA. Gambar 51. Deteksi kualitatif dengan sinar UV
pada komoditas jagung
Gambar 21. Deteksi aflatoksin pada jagung
Sumber: http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id/actual.html?type=news&id=96
27. 27
Aflatoksin B1 di dalam pakan dapat dimetabolisme (hydroxylation) oleh
ternak, kemudian toksin disekresikan dalam susu sebagai aflatoksin M1.
Aflatoksin B1 dalam pakan dapat dimetabolisme oleh ternak dan toksin
disekresikan dalam susu sebagai aflatoksin M1. Aflatoksin M1 umumnya
ditemukan dalam konsentrasi sangat rendah di dalam susu dan produk-produk
susu. Susu umumnya dikonsumsi oleh bayi dan anak-anak „_ aflatoksin pada level
0,1 ppb sudah dianggap beresiko. Faktor yang mempengaruhi cemaran aflatoksin
1. Biologis.
2. Lingkungan yaitu temperature, kelembaban, kerusakan fisik dan cara
panen, deteksi/diversi, kerusakan akibat serangga/ burung, ada tidaknya
jamur dan spora jamur dalam tanah.
3. Pemanenan yaitu maturitas tanaman, temperature, kelembaban, kerusakan
mekanik, deteksi dan diversi.
4. Penyimpanan.
5. Prosessing dan distribusi
Gambar 22. Kontaminasi jamur Aspergillus flavus pada jagung
Sumber: https://slideplayer.info/slide/224985/
Fusarium dan Penicillium merupakan jenis kapang lain yang juga
ditemukan pada produk pakan dan menghasilkan toksin baik selama panen
serealia maupun selama penyimpanan pada proses pengolahan bahan tersebut
menjadi pakan. Kapang Fusarium mengeluarkan toksin trikoteken, fumonsin, dan
zearalanon yang menyebabkan pencernaan ternak terganggu. Sementara kapang
28. 28
Penicillium memproduksi toksin ochratoksin yang menyebabkan bagian hati
menjadi rusak (Binder, 2008). Aflatoksin yang ditemukan pada produk pakan
ayam komersial telah diteliti oleh Kajuna et al. (2013), dengan hasil yang
mengejutkan yaitu sebanyak 68% sampel yang diuji mengandung aflatoksin. Hasil
kandungan aflatoksin yang ditemukan pada pakan ternak tersebut memiiki
konsentrasi yang beragam yaitu antara 9,4 µg/kg hingga 35,8 µg/kg. Kosentrasi
tersebut lebih tinggi dari ambang batas WHO yaitu 5 µg/kg.
Menurut FDA, level aflatoksin yang mampu ditoleransi oleh ternak yaitu
untuk unggas sebesar 20 ppb, sapi pembibitan yaitu 100 ppb, itik 200 ppb, sapi
pedaging yaitu 300 ppb dan maksimal kandungannya dalam produk susu yaitu 0,5
ppb. Batas maksimum mikotoksin pada komoditas sapi perah tersaji pada tabel
18.
Tabel 5. Batas maksimum mikotoksin untuk sapi perah
Mikotoksin Batas maksimum (ppb)
Deoxynivalenol < 5 - 6
Fumonisin < 25
T-2 toxin < 100 - 200
Zearalenone < 300
Aflatoxin < 20
Sumber: http://bulletin.ipm.illinois.edu/print.php?id=1244
3) Biogenik Amin
Biogenik amin merupakan suatu senyawa yang terdapat pada bahan yang
diproses dengan fermentasi atau protein yang telah mengalami kerusakan.
Biogenik amin terklasifikasi menjadi heterosiklik (histamin dan tiramin), aromatik
(tiramin dan feniletilamin) dan alifatik (putresin dan kadaverin) (EFSA, 2011).
Produk pakan ternak seperti tepung ikan mengandung histamin. Manusia yang
mengkonsumsi pangan mengandung histamin dan tidak tahan terhadap adanya
histamin, akan mengalami alergi. Kandungan histamin dalam tepung ikan hasil
penelitian Kennedy et al. (2004) yaitu sebesar 138,2 µg/g dan beberapa bahkan
ada yang lebih dari 200 µg /g. Badan WHO memberi ambang batas maksimum
penggunaan histamin yaitu 0,02 µg /g. Beberapa pabrik pengolahan tepung ikan di
Indonesia hanya biasanya sisa kepala dan ikan yang sudah tidak segar lagi yang
29. 29
dimanfaatkan sehingga potensi adanya protein yang rusak dan memiliki
kandungan biogenik alami menjadi sangat tinggi.
4) Kadar Air
Kadar air merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam formulasi
pakan, yang kaitannya digunakan dalam pencegahan tumbuhnya kapang penghasil
mikotoksin dan mempertahankan daya rekat bentuk pellet. Industri moderen pada
prakteknya, kadar air pada bahan selain dipertahankan antara 7 - 15%, juga
diberikan dalam bentuk steam saat proses pembuatan pelet. Menurut Cotty dan
Jaime-Garcia (2007), kadar air pada produk pakan harus dibuat tidak melebihi
15%, hal ini disebabkan dalam kondisi yang lembab potensi pertumbuhan kapang
dapat terpicu dan toksin akan dihasikan. Secara teori, kadar air yang seharusnya
terdapat dalam bahan pakan yaitu tak boleh lebih dari 7% sehingga dapat
dipastikan tidak akan ada kapang yang tumbuh. Akan tetapi pakan yang terlalu
rendah kadar ainya akan sangat susah dibentuk menjadi pelet karena terlalu
kering.
5) Metilen Biru/Metilen Blue
Metilen blue biasa ditambahkan pada pakan sebagai upaya untuk
mempertahankan kadar air bahan pakan sebesar 15% mengurangi kontaminasi
dari kapang dan jamur. Metilen blue bisa disebut sebagai anti jamur yang biasanya
dipergunakan pada ikan air tawar. Metilen blue memiliki sifat antimikrobial yang
muncul pada Staphylococcus aureus dan Enterococcus faecalis (Gueorgieva et
al., 2010).
6) Logam Berat
Logam berat merupakan salah satu cemaran yang dikhawatirkan dapat
masuk melalui proses steam dan adanya korosif mesin produksi serta residu
pertisida organo logam. Cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mencegah
adanya keropos dinding peralatan yaitu perawatan mesin produksi. Pencegahan
logam berat dari steam dapat dilakukan melalui perawatan dari pipa dan
30. 30
penggunaan obat-obatan yang tidak mengandung senyawa logam. Beberapa
logam berat yang pernah ditemukan pada proses steam yang dilakukan dengan
menyaringnya menggunakan karbon aktif adalah dimana Cu (II) dan Pb (II) (Zaini
et al., 2010).
C. PENUTUP
1. Rangkuman
Jumlah pabrik pakan di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Dominasi industri pakan dikuasai oleh pabrik pakan unggas sebesar lebih dari
80%. Pakan unggas juga telah didominasi dengan jenis ayam pedaging dimana
permintaan ayam pedaging semaki meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan
penduduk dan minat/kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi nutrien sumber
protein hewani yaitu sebesar lebih dari 45% yang diikuti ayam petelur sebesar
40%. Terdapat tiga kategori skala produksi feedmill di Indonesia yaitu feedmill
skala kecil, feedmill skala menengah dan feedmill skala besar. Syarat dari
pemenuhan bahan pakan antara lain tidak boleh bersaing dengan produk pangan
manusia, harus tersedia secara kontinu dalam waktu yang lama, harga terjangkau
sesuai kandungan nutriennya dan nutrien dalam bahan baku berkualitas. Alur
proses industri pakan ternak di pabrik pakan yaitu pemesanan/purchasing order,
pembelian/purchasing, penerimaan/receiving, pengawasan kualitas/quality
control, warehousing/penggudangan, pemrosesan/processing,
pengangkutan/loading, dan pemasaran/marketing. Bentuk pakan ada tiga macam
yaitu mash/tepug, pellet, dan crumble (pecahan pellet). Keamanan produk pangan
bergantung dari keamanan produk pakan oleh karena itu sebelum diedarkan
produk pakan harus dilakukan pengontrolan kualitasnya. Kontrol kualitas ini
dilakukan dalam tiga tahapan yaitu tahap pemasukan bahan pakan (quality control
ingridients), tahap proses produksi (quality control production) dan tahap
chemical laboratory. Pendeteksian dari bahaya keamanan pakan diharapkan dapat
memperoleh produk yang memenuhi syarat dalam pengendalian bahaya pangan
yang berpeluang mengkontaminasi produk. Sumber bahaya keamanan pangan
31. 31
pada pakan dapat berasal dari obat hewan, mikotoksin, biogenik amin, kadar air,
metilen blue, dan logam berat. Mikotoksin yang paling berbahaya dan yang paling
sering dijumpai pada produk pakan adalah mikotoksin yang berasal dari
jamur/kapang Aspergillus flavus dengan sebutan toksinnya adalah aflatoksin.
Aflatoksin bersifat sangat toksik, carcinogen, dan mutagen dengan tingkat yang
berbeda-beda. Aflatoksin terbagi menjadi 4 macam yaitu B1 > B2 > G1 > G2.
Efek yang dihasilkan pada ternak yang mengkonsumsi pakan terkontaminasi
aflatoksin yaitu kanker, immunosuppressif, dan kehilangan selera makan.
Aflatoksin dimetabolisme terutama di dalam hati oleh microsomal enzymes, lalu
didetoksifikasi melalui proses konjugasi dengan asam glucoronic atau sulfat dan
dibuang melalui urine dan feses.
Daftar Pustaka
Agus, A., Soejono M., Utomo R., Priyono S., dan Noviandi C.T., 2014. Kontrok
kualitas pakan: Kontrol Mikotoksin. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ahyari A. 1979. Managemen Produksi. Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas
Ekonomi Universitas Gajah Mada.
Bahri S. 2015. Toksikologi veteriner: Tanaman beracun, mikotoksin, pestisida dan
logam berat. Buku II. Bogor (Indonesia): IPB Press.
Binder EM. 2008. Managing the risk of mycotoxins in modern feed production.
Anim Feed Sci Technol. 133:149-166.
BSN. 2013. Standar Nasional Indonesia (SNI) No: 7388-2009 Tentang Batas
Maksimum Cemaran Mikroba Dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan
Makanan Asal Hewan. Jakarta: BSN
Codex. 1993. Reccomended International Code of Practice for Control of The Use
of Veterinary Dugs. CAC/RCP 38.
Cotty, P. J. dan Ramon Jamie-Garcia. 2007. Influences of climate on aflatoxin
producing fungi and aflatoxin contamination. Int.J.Food Microbiol. 119
Data Consult. 2008. Perkembangan Industri Pakan Ternak di Indonesia. Mei
2008. http://www.datacon.co.id/MakananTernak2008.html (08 Oktober
2019).
Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan hewan. 2010. Sebaran pemasaran
produk ternak di indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan, Kementrian Pertanian.
Ensminger ME. 1990. Animal Science. 8th ed. Danville, Illinois: Interstate
Publisher, Inc.
32. 32
EPSA (European Food Safety Authority). 2010. Application of systematic review
methodology to food and feed safety assessments to support decision
making. EPSA J. 8(6).
FAO. 2004. Worldwide Regulation for mycotoxins in food and feed in 2003. FAO
Food and Nutrition Paper 81. Rome (Italy): FAO.
FDA. 2006. Aflatoxin. Food borne and phatogenic microorganism and natural
toxin handbook.U.S Food and Drug Administration FDA Home
page.mow@cfsan.fda.gov
Gueorgieval, T., Slavcho D., Violeta D., Vasil K., Marieta B., Vanya M., Ivan A.,
Vaselin K. 2010. Susceptibility of S. Aureus to Methylene Blue
Haemotoporphyrin, Phtalocyanines Photodynamic Effects. J. IMAB-Anno
Preceed. Vol 16, book 4.
http://bulletin.ipm.illinois.edu/print.php?id=1244
http://id.fdsp-cn.com/fdsp-machinery-feed-cooler-poultry-pellet-co
http://maskarizakariah.blogspot.com/2013/04/mixing-sebuah-tahapan-proses-
fabrikasi.html
http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id/actual.html?type=news&id=96
https://docplayer.info/66437423-Proses-industri-proses-industri-paka-n-pakan-
proses-industri-prof-dr-ir-yuli-retnani-msc.html
https://foodtech.binus.ac.id/2015/06/24/mikotoksin-dan-bahaya-kontaminasinya-
pada-bahan-pangan/
https://peternakan.kaltimprov.go.id/artikel/manajemen-penyimpanan-pakan-
berpengaruh-terhadap-mutu-pakan
https://slideplayer.info/slide/224985/
https://www.indonetwork.co.id/product/silo-jagunggabah-224797
https://www.indotrading.com/product/timbangan-analitik-p434928.aspx
indonesian.feed-productionline.com/sale-11896813-modulation-steam-
aqua-shrimp-floating-fish-feed-extruder-wet-type-wear-resistant.html
Kajunam FF., B.A. Emba, dan RD. Mosha. 2013. Surveillance of aflatoxin B1
contamination in chicken commercial feed in Morogoro, Tanzania.
Lifestock Research for Rural Development 25 (3).
Kamal. 1994. Nutrisi Ternai I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kennedy, B., I. Karunasagar, dan I. Karunasagar. 2004. Histamine Level in
Fishmeal and Shrimp Feed Marketed in India. Asian Fish. Sci. 17
Lees, P. Dan T. Potter. 2011. Antimicrobial Resistance in farm Animals: Origins,
Mechanisms, Avoidance, Implication.. J. Research and Dev. 172
33. 33
Lesmana T. 2003. Penanganan produk pakan ternak di PT JAPFA Comfeed
Indonesia Tbk. Unit Tangerang Banten. Laporan Magang. Jurusan Ilmu
Nutrisi dan Pakan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Lubis DA. 1963. Ilmu Makanan Ternak, edisi II. Jakarta: Penerbit Pembangunan
Martindah, E dan Bahri S. 2016. Kontaminasi Mikotoksin Pada Rantai Makanan.
WARTAZOA Vol. 26 No. 3 Th. 2016 Hlm. 115-124
Mathius, JW, AP Sinurat, DM Sitompul, BP Manurung, Azmi. 2006. Pengaruh
bentuk dan lama penyimpanan terhadap kualitas dan nilai biologis paka
komplit. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 57–66.
Natsir M., Widodo E., Sjofjan O. 2018. Industri Pakan Ternak. UB Press. Malang.
North MO, DD Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition.
London: Champman and Hall
Pfost HB. 1976. Grinding dan rolling. Kansas State University. In Feed
Manufacturing Technology. 1976. H.B. Pfost, Technical Editor and D.
Pickering, Production Editor. Feed Production Council, American Feed
Manufacturers Association, Inc. pp.71–84
powderbulksolids.com/article/Hammer-Mill-Designed-for-High-Throughput-in-
Small-Footprint-04-27-2018
Pujaningsih RI. 2006. Pengelolaan Pakan Bijian. Cetakan 1. Semarang: Penerbit
Alif Press.
Retnani, Y. 2015. Proses Industri Pakan. IPB Press, Bogor.
SNI. 2001. Batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam
bahan makanan asal hewan. Jakarta (Indonesia): Standar Nasional
Indonesia.
Sumantri, I., Agus A., Irawan B., Habibah, Faizah N, Dan Wulandari K J. 2016.
Cemaran Aflatoksin Dalam Pakan Dan Produk Itik Alabio (Anas
Platyrinchos Borneo) Di Kalimantan Selatan. Buletin Peternakan Vol. 41
(2): 163-168, Mei 2017
Titus HW, JC Fritz. 1971. The Scientific Feeding of Chicken. 5th Edition. Illinois:
The Interstate Publisher Inc. Dannile.
Tsaniyah, L., H. Hardjomidjojo, and S. Rahardja. 2014. Optimisasi model
keamanan pangan pada sistem manajemen industri pakan unggas. 1.25
Seminar Nasional IDEC 2014
USDA. United States Departement of Agriculture. 2011. Maximum residu limit
for veterinery drugs. United State Departement of Agriculture, United State.
WHO. 1978. Selected mycotoxins: Ochratoxins, trichothecenes, ergot
(environmental health criteria 105). Geneva (Switzerland): World Health
Organization.
34. 34
Zaini, M.A.A., Yoshimasa A., Motoi M. 2010. Adsorption of Heavy Metals onto
activated carbons derived from polyacrylonitrile fiber. J. Hazardous
Material 180.