Dokumen tersebut membahas tentang implementasi Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 dalam mendukung pemberdayaan masyarakat desa. Secara garis besar, dokumen tersebut menjelaskan latar belakang perlunya pemberdayaan masyarakat desa untuk mengurangi kesenjangan antara desa dan kota, serta bagaimana UU Desa diharapkan dapat mendukung upaya tersebut.
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penyusunan karya tulis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban membuat karya tulis untuk proses
wawancara yang akan dilaksanakan oleh peserta Ujian Kenaikan Pangkat Tk. IV
dengan mengambil tema “Implementasi Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014
Dalam Mendukung Pemberdayaan Masyarakat Desa”.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidak
mudah bagi saya untuk menyelesaikan hasil karya tulis. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih atas dukungan dan semangat serta membantu saya dalam
pelaksanaan proses penyusunan karya tulis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat
dalam proses wawancara Ujian Kenaikan Pangkat Tk. IV serta menjadi informasi yang
berguna bagi pembaca.
Jakarta, 1 Juni 2015
Yohannes
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I..................................................................................................................................5
PENDAHULUAN................................................................................................................5
A. Latar Belakang Masalah............................................................................................5
B. Identifikasi Masalah...................................................................................................7
C. Metode Penulisan......................................................................................................7
D. Sistimatika Penulisan................................................................................................7
BAB II.................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................9
A. Kebijakan Publik.......................................................................................................9
B. Implementasi kebijakan...........................................................................................10
E. Model Implementasi Kebijakan................................................................................13
BAB III..............................................................................................................................18
PEMBAHASAN/ANALISIS...............................................................................................18
A. Komunikasi..............................................................................................................18
i. Transmisi (transmission) .......................................................................................18
ii. Kejelasan (clarity).................................................................................................19
iii. Konsistensi (consistency) ....................................................................................19
B. Sumber daya............................................................................................................19
1. Sumber daya........................................................................................................19
ii. Sumber daya anggaran........................................................................................20
iii. Sumber daya peralatan........................................................................................21
iv. Sumber daya kewenangan..................................................................................22
C. Disposisi..................................................................................................................23
1. Pengangkatan birokrasi........................................................................................23
ii. Insentif...................................................................................................................24
D. Struktur birokrasi......................................................................................................24
1. SOP......................................................................................................................24
5. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada Era Globalisasi muncul berbagai macam perkembangan dalam berbagai
bidang, beberapa hal diantaranya adalah perkembangan sosial, budaya, pangsa pasar,
teknologi, dan sebagainya. Munculnya berbagai ragam perkembangan tersebut
berimbas pada pertumbuhan dan kemajuan antara masyarakat di daerah pedesaan dan
perkotaan yang menciptakan kesenjangan. Kondisi tersebut diperburuk dengan krisis
ekonomi yang mempengaruhi kehidupan masyarakat desa baik ekonomi, sosial
maupun budaya. Hal tersebut tercermin dari banyaknya jumlah masyarakat yang
tergolong miskin.
Gambar 1 Gap Koefisien GINI antar Propinsi
(Sumber: BPS hasil olahan sendiri)
Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumpulkan data seperti terlihat pada
gambar diatas, memperlihatkan bahwa kesenjangan ekonomi terjadi pada skala
nasional dan pada masing-masing propinsi terlihat dari nilai koefisiennya yang semakin
mendekati nilai 1 (satu). Hal tersebut didukung oleh hasil pengumpulan data yang
dilakukan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
6. terhadap kesenjangan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di daerah pedesaan dan
perkotaan.
Gambar 2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Desa dan Kota
(Sumber: Bappenas)
Berdasarkan data dari TNP2K, pertumbuhan ekonomi hanya terjadi pada
pendapataan riil tenaga professional sedangkan pendapataan riil buruh tidak
mengalami perubahan yang berarti. Untuk mengurangi kesenjangan antara desa dan
kota dibutuhkan upaya yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat mengengah
kebawah dan perlu dilakukan tidak hanya dimulai dari masyarakat itu sendiri melainkan
juga dari pihak pemerintah. Upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi khususnya dengan cara meningkatkan keterampilan,
produktivitas, mudahnya akses terhadap modal dalam mendukung kegiatan ekonomi
produktif.
Upaya penyamarataan status ekonomi sampai ke pedesaan, paradigma
pembangunan diubah menjadi pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat
Desa. Undang–undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) mengatur hal
yang dapat mendukung peningkatan perekonomian, dan keterampilan dari masyarakat
Desa untuk dapat bersaing dengan daerah perkotaan. UU Desa mengharapkan kondisi
masyarakat Desa lebih berdaya dan berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan.
Upaya pemberdayaan masyarakat lebih mengarah kepada langkah-langkah
yang menuju pemerataan kemakmuran. Demi tercapainya keserasian dengan
7. masyarakat kota perlu memprioritaskan upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan.
Pembinaan terhadap masyarakat desa dilakukan dengan pendekatan sosial budaya
yang mempergunakan kearifan lokal masyarakat dalam berkomunikasi dan
bermusyawarah. Pengimplementasian UU Desa dibuat untuk membantu meningkatkan
kapasitas dan kualitas hidup masyarakat Desa.
B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 dalam
Pemberdayaan Masyarakat Desa?
2. Apakah faktor keberhasilan implementasi Undang-undang dalam
mempengaruhi Pemberdayaan Masyarakat Desa?
C. Metode Penulisan
Pengumpulan informasi dalam Karya Tulis ini didapatkan berdasarkan hasil
1. Studi pustaka.
Metode literatur merupakan metode pengumpulan data melalui dokumen
tertulis maupun elektronik dari lembaga atau institusi.
D. Sistimatika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang informasi umum berupa latar belakang, identifikasi
masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori yang diambil dari beberapa petikan buku yang
berupa pengertian dan definisi mengenai istilah dan informasi pembahasan
dari Implementasi Kebijakan Publik.
BAB III : PEMBAHASAN/ANALISIS
Bab ini menjelaskan mengenai pembahasan implementasi Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dilihat
dari sudut pandang Implementasi Kebijakan Publik.
8. BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi Kesimpulan dan Saran berdasarkan hasil
pembahasan/analisis yang telah dijelaskan sebelumnya.
9. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan Publik
Studi Kebijakan Publik mencakup berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi,
politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya dengan hierarki kebijakan publik yang
bersifat nasional, regional, maupun lokal yaitu undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi,
keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota, dan keputusan bupati/walikota
Menurut H. Tachjan (2006 : 15) Merupakan rangkaian keputusan yang
mengandung konsekuensi moral yang di dalamnya adanya keterkaitan akan
kepentingan rakyat banyak dan keterikatan terhadap tanah air atau tempat dimana
yang bersangkutan berada.
Pressman dan Widavsky mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai hipotesis
yang mengandung kondisi awal dan akibat yang dapat diramalkan (Purwo & Jatmiko,
2012).
Leslie A. Pal dalam widodo (2010:10) berpendapat bahwa definisi kebijakan
publik terdiri dari dua kategori yaitu definisi yang menekankan pada maksud dan tujuan
utama kebijakan dan definisi yang menekankan pada dampak dari tindakan pemerintah
(Wijaya & Putra, 2012). Sedangkan dilihat dari sisi pembuatnya, Anderson (1978 : 3)
yang dikutip oleh H.Tachjan (2006 : 16) berpendapat bahwa Kebijakan Publik adalah
kebijakan yang dikembangkan oleh Badan-badan dan Pejabat-pejabat Pemerintah.
Sebagaimana yang dikutip oleh Islamy (2009 : 19) Thomas R Dye
mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dipilihkan oleh
Pemerintah untuk dilakukan ataupun untuk tidak dilakukan (Purwo & Jatmiko, 2012),
yang memiliki 3 elemen kebijakan yaitu kebijakan publik/public policy, pelaku
kebijakan/policy stakeholder, dan lingkungan kebijakan (Rosyid, 2012). Ketiga elemen
tersebut saling memiliki hubungan timbal balik antara elemen yang satu dengan elemen
yang lainnya dan diartikan oleh Subarsono bahwa kebijakan publik dibuat oleh
pemerintah bukan organisasi swasta, dan kebijakan publik menyangkut pilihan yang
harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah (Wijaya & Putra, 2012).
10. David Easton yang dikutip Leo Agustino (2009: 19) berpendapat bahwa
kebijakan publik sebagai the autorative allocation of values for the whole society (Purwo
& Jatmiko, 2012). Definisi tersebut diartikan bahwa yang memiliki otoritas dalam sistem
politik (pemerintah) yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan
keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai (Purwo & Jatmiko, 2012).
Kebijakan Publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak
dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan
masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik (Purwo & Jatmiko, 2012).
Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Kebijakan Publik
adalah suatu peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur proses bagi
pelaku kebijakan yang dipergunaan untuk kepentingan seluruh rakyat baik dalam
lingkup nasional maupun regional sampai lingkup regional terkecil yang bersifat
mengikat dan memaksa.
B. Implementasi kebijakan
Implementasi kebijakan dapat diartikan seperti pendapat beberapa ahli berikut
(Nawawi, 2009; Wahab, 2010) :
Van Meter dan Van Horn (1957) berpendapat bahwa implementasi kebijakan
merupakan tindakan yang dilakukan individu, pejabat, kelompok pemerintah atau
swasta yang memiliki satu kepentingan yang sama yaitu tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan dalam keputusan kebijakan.
Mazmanian dan Paul Sebatier (1983) berpendapat bahwa implementasi
kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar dalam bentuk undang-
undang, perintah atau keputusan eksekutif.
Odoji (1981) berpendapat bahwa implementasi kebijakan adalah sesuatu yang
lebih penting dari pembuatan kebijakan dan kebijakan tersebut hanya merupakan
sebuah konsep dan angan-angan yang baik apabila tidak diimplementasikan.
Jones (1991) berpendapat bahwa implementasi kebijakan adalah kemampuan
membentuk kelanjutan hubungan antara sebab dan akibat yang saling berkaitan Antara
tujuan dan tindakan.
11. Pada tahun 2010 Widodo berpendapat bahwa implementasi adalah proses yang
melibatkan berbagai macam sumber seperti manusia, dana, dan kemampuan
organisasional yang dilaksanakan pihak pemerintah dan pihak swasta ataupun
dilaksanakan oleh individu atau kelompok dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh pembuat kebijakan (Wijaya & Putra, 2012).
Pelaksanaan implementasi publik tidak dapat berjalan tanpa adanya beberapa
proses yang telah terjadi pada saat penyusunan kebijakan. Proses dalam penyusunan
kebijakan tersebut terdiri dari beberapa tahap. Menurut William dunn tahap penyusunan
kebijakan yaitu tahap penyusunan agenda, tahap formulasi kebijakan, tahap adopsi
kebijakan, tahap implementasi kebijakan, tahap evaluasi kebijakan (Purwo & Jatmiko,
2012).
Tahap penyusunan agenda adalah tahap dimana permasalahan yang akan
diatur dalam sebuah kebijakan dimunculkan dan ditetapkan menjadi fokus pembahasan
dalam kebijakan. Pada tahap ini permasalahan yang akan masuk dalam agenda
kebijakan para perumus kebijakan akan dibahas, namun juga terdapat permasalahan
yang tidak menjadi fokus pembahasan dan ditunda untuk diatur dalam sebuah
kebijakan.
Tahap formulasi kebijakan adalah tahap dimana permasalahan yang sudah
menjadi agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus kebijakan. Permasalahan
tersebut akan didefinisikan dan kemudian akan dicarikan solusi terbaik dalam
pemecahan permasalahannya. Pada tahap ini perumus kebijakan berlomba-lomba
untuk menghasilkan pemecahan permasalahan yang terbaik untuk diimplementasikan
kedalam peraturan.
Tahap adopsi kebijakan adalah tahap dimana hasil pemecahan permasalahan
tersebut disuarakan kepada penentu kebijakan dengan memberikan hasl tersebut
kepada legislative untuk mendapatkan dukungan dalam persetujuan pemecahan
permasalahan.
Tahap implementasi kebijakan adalah tahap dimana persetujuan hasil peraturan
yang telah disetujui untuk dapat dilaksanakan secara administrasi dan
dipertanggungjawabkan secara finansial oleh instansi-instansi maupun agen
pemerintah ditingkat bawah.
12. Tahap evaluasi kebijakan adalah tahap dimana seluruh tahap-tahap dalam
penyusunan kebijakan telah dijalankan, dinilai, serta dievaluasi dilihat dari kebijakan.
Pemecahan masalah dari kebijakan yang dibuat tersebut mendapatkan hasil yang
diinginkan dari permasalahan yang dihadapi masyarakat.
James A. Anderson, dkk. Dalam Tilaar dan Nugroho (2005 : 186) juga memiliki
pandangan yang serupa mengenai proses kebijakan publik. Menurutnya tahap-
tahap/stages dalam proses kebijakan public sebagai berikut:
Gambar 3 Proses Kebijakan Publik Menurut Anderson, dkk
(Sumber: James A. Anderson, dkk. dalam Rosyid (2012))
Dengan penjelasan sebagai berikut:
Tahap 1 : permasalahan dari berbagai permasalahan yang ada mendapatkan
perhatian khusus dari pejabat publik.
Tahap 2 : pengembangan program usulan yang bersangkutan dan dapat diterima
tindakan untuk menangani masalah.
Tahap 3 : pengembangan dalam mendukung usulan kebijakan sehingga kebijakan
tersebut dapat menjadi sah dan resmi.
Tahap 4 : implementasi dari kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan.
Tahap 5 : upaya dari pemerintah untuk menentukan bagaimana kebijakan tersebut
memiliki dampak bagi permasalahan yang diatur didalamnya.
Policy
agenda
tahap 1
Policy
formulati
on
tahap 2
Policy
adoption
tahap 3
Policy
impleme
ntation
tahap 4
Policy
evaluatio
n
tahap 5
13. E. Model Implementasi Kebijakan
Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan tidak selalu berjalan sesuai dengan
rencana, hal tersebut dipengaruhi beberapa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi
keberhasilan implementasi suati kebijakan. Faktor-faktor tersebut menurut para ahli
dapat dijelaskan dengan beberapa model dalam mengimplementasikan kebijakan.
Menurut George Edward III dalam Widodo (2010:96) terdapat 4 faktor yang
berperan dalam keberhasilan dan kegagalan implementasi suati kebijakan yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi (Wijaya & Putra, 2012).
Gambar 4 Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi menurut Edward III
Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian berbagai informasi yang
disampaikan kepada pelaku kebijakan sehingga dapat mengetahui dan melakukan
berbagai langkah persiapan untuk menjalankan kebijakan tersebut dengan baik dan
mencapat tujuan serta sasaran kebijakan yang diharapkan. Menurut Edward III,
komunikasi kebijakan memiliki beberapa dimensi yaitu transmisi (transmission),
kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency).
14. Transmisi (transmission) mengharapkan agar kebijakan disampaikan kepada
pelaksana kebijakan dan kelompok sasaran atau pihak lain yang berkepentingan
secara langsung dan tidak langsung dalam pelaksanaan kebijakan. Kejelasan (clarity)
mengharapkan kebijakan yang diinformasikan tersebut telah jelas diterima pihak
pelaksana kebijakan serta kelompok lainnya dan setiap pihak yang berperan
mengetahui secara jelas tindakan yang perlu diambil. Konsistensi (consistency)
mengharapkan agar kebijakan yang diambil tidak berubah-ubah dan tidak simpang siur
dan membingungkan pelaksana kebijakan dan pihak yang berperan dalam pelaksanaan
kebijakan.
Sumber daya diartikan sebagai ketersediaan atas sumber daya manusia,
anggaran, dan peralatan serta kewenangan dalam kelancaran pelaksanaan kebijakan.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
pengimplementasian kebijakan karena pentingnya dan jelasnya sebuah kebijakan tanpa
pelaksanaan yang baik tidak akan terimplementasi dengan baik. Sumber daya
anggaran merupakan salah satu sumber daya yang memperlancar setiap tindakan
implementasi kebijakan karena dengan sumber anggaran yang terbatasi berpengaruh
dalam pelaksanaan implementasi kebijakan.Sumber daya peralatan merupakan sarana
yang dipergunakan dalam kegiatan operasional pengimplementasian kebijakan seperti
gedung, tanah, dan berbagai sarana yang dapat mempermudah pengimplementasian
dan memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. Sumber daya kewenangan
merupakan hak yang dimiliki oleh suatu lembaga tertentu dalam melaksanakan
kebijakan. Kewenangan menjadi sangat penting ketika dihadapkan pada permasalahan
yang harus diselesaikan hanya dengan membuat suatu keputusan.
Disposisi diartikan sebagai kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku
kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh dengan tujuan dari
kebijakan tersebut dapat diwujudkan bersama-sama. Dalam pelaksanaan disposisi,
terdapat hal yang memicu perwujudan implemenasi kebijakan yaitu pengangkatan
birokrasi dan insentif. Pengangkatan birokrasi merupakan pengangkatan dan pemilihan
personel pelaksana kebijakan yang memiliki dedikasi terhadap kebijakan yang telah
ditetapkan dan kepentingan masyarakat. Insentif merupakan faktor pendorong yang
membuat pelaksana menjalankan perintah dengan baik sehingga permasalahan sikap
15. para pelaksana kebijakan dapat diminimalisir dengan tidak hanya melaksanakan
perintah untuk kepentingan masyarakat melainkan juga mendapatkan hal yang setimpal
dengan pelaksanaan yang dilakukan.
Struktur birokrasi diartikan sebagai aspek-aspek yang mencakup struktur
birokrasi, pembagian wewenang, hubungan antar unit organisasi yang terbagi menjadi
2 karakteristik utama birokrasi yaitu Standard Operational Procedure (SOP) dan
fragmentasi. SOP merupakan perkembangan dari pelaksana kebijakan secara internal
akan kepastian waktu, sumber daya, serta keseragaman dalam organisasi kerja yang
kompleks dan luas. SOP juga dapat menjadi kendala dalam pengimpmlementasian
kebijakan baru yang memerlukan cara kerja baru dan personil yang baru. Fragmentasi
merupakan penyebaran tanggung jawab kebijakan yang diserahkan kepada beberapa
badan/lembaga sehingga membutuhkan koordinasi.
Selain itu terdapat beberapa model implementasi kebijakan lainnya yang
mempengaruhi dan dirincinkan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh oleh
beberapa ahli seperti tabel dibawah ini (Nawawi, 2009):
Tabel 1 Model dan Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
No Model Variabel Keterangan
1 Van Meter dan
Van Horn
(1975)
1. Ukuran dan Tujuan Tujuan kebijakan harus dipahami mulai dari atas
sampai bawah dan harus ada ukurannya
2. Sumber daya Implementasi kebijakan membutuhkan dukungan
berbagai sumber daya
3. Komunikasi Implementasi kebijakan memerlukan dukungan
dan koordinasi dengan banyak pihak
4. Karakteristik agen
birokrasi
Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan
pola hubungan dalam satu organisasi
5. Lingkungan ekonomi,
sosial, dan politik
Kondisi perekonomian masyarakat, sosial dan
politik yang terjadi berpengaruh pada
implementasi kebijakan
6. Disposisi a. respon implementasi terhadap kebijakan
b. pemahaman implementor terhadap isi dan
tujuan kebijakan
c. intensitas preferensi nilai yang dimiliki
16. No Model Variabel Keterangan
implementor
2 Grindle (1980) 1. Isi kebijakan a. Sejauhmana kepentingan kelompok sasaran
terakomodasi
b. Jenis manfaat yang diinginkan oleh kebijakan
c. Perubahan yang diinginkan
d. Kedudukan pembuat kebijakan
e. Siapa pembuat kebijakan
f. Sumber daya
2. Konteks implementasi a. Seberapa besar kekuasaan dan strategi
implementor
b. Karakteristik rezim yang berkuasa
c. Tingkat kepatuhan kelompok sasaran
3 Mazmanian &
Sabatier
1. Karakteristik dari
masalah
a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah
b. Tingkat kemajemukan kelompok sasaran
c. Cakupan perubahan yang diharapkan
d. Proporsi kelompok sasaran terhadap total
populasi
e. Kejelasan dan konsistensi aturan
f. Tingkat komitmen
2. Karakteristik dari
kebijakan
a. Kejelasan isi kebijakan
b. Dukungan teoritis terhadap kebijakan
c. Besarnya alokasi sumber daya finansial
d. Kejelasan dan konsistensi aturan badan
pelaksana
e. Akses kelompok luar untuk berpartisipasi
3. Kondisi lingkungan a. Kondisi sosial ekonomi
b. Dukungan publik terhadap kebijakan
c. Sikap kelompok pemilih
d. Komitmen dan keterampilan implementor
4 Hoogwood dan
Gunn (1978)
1. Jaminan Kondisi eksternal tidak menimbulkan masalah
baru
2. Dukungan sumber daya Sumber daya manusia, materal dan metode
3. Pengadaan sumber
daya
Ada kesiapan semua sumber
4. Hubungan kasual Ada hubungan sebab akibat
5. Seberapa banyak
hubungan konsalitas
Apakah jumlahnya memadai
6. Kecil ketergantungan Bila tinggi tidak akan efektif
7. Pemaaman yang
mendalam dan
Ada peran antar lembaga
17. No Model Variabel Keterangan
kesepakatan
8. Masalah diurutkan Dirinci masalahnya mana yang awal dan akhir
Berdasarkan beberapa model diatas Rosyid membaginya kedalam beberapa
faktor tersebut menjadi kategori yang serupa seperti gambar berikut (Rosyid, 2012):
Gambar 5 Kategori Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan
18. BAB III
PEMBAHASAN/ANALISIS
A. Komunikasi
UU Desa telah menetapkan pelaporan antara Kepala Desa Kepada
Bupati/Walikota dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk rutin dilaksanakan
setiap tahunnya seperti penyampaian laporan setiap akhir tahun anggaran, laporan
penyelenggaraan pada akhir masa jabatan, laporan keterangan penyelenggaraan
pemerintahan kepada BPD setiap akhir tahun anggaran, serta menyediakan dan
menyebarkan informasi tertulis mengenai penyelenggaraan pemerintahan kepada
masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran (UU6/2014 Pasal 27).
Kepala Desa wajib memberikan informasi kepada masyarakat Desa (UU6/2014
Pasal 26:4p). Informasi mengenai Pemerintahan Desa juga dapat diminta dan
didapatkan oleh masyarakat Desa, serta dapat mengawasi semua kegiatan yang
dilaksanakan Pemerintah Desa (Pemdes) salah satunya yaitu Pemberdayaan
Masyarakat Desa (UU6/2014 Pasal 68:1a). Komunikasi antara Kepala Desa tidak
hanya dilakukan secara 1 arah, masyarakat Desa juga dapat memberikan aspirasi,
saran dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab mengenai kegiatan-
kegiatan di Desa yaitu Pemberdayaan Masyarakat Desa (UU6/2014 Pasal 68:1c).
Selain hal tersebut dalam UU Desa juga mengatur mengenai Musyawarah Desa
berperan sebagai forum yang diikuti oleh BPD, Pemdes, dan Unsur Masyarakat Desa
untuk memusyawarahkan hal-hal dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang
dilaksanakan paling kurang 1 pertemuan dalam 1 tahun (UU6/2014 Pasal 54).
i. Transmisi (transmission)
Kepala Desa berkewajiban untuk memberikan laporan kepada Bupati/Walikota
serta BPD secara berkelanjutan setiap tahunnya sebagai sarana untuk memberikan
penjelasan dan perkembangan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa dari
hasil laporan tertulis Kepala Desa. Selain kepada lembaga-lembaga terkait, Informasi
mengenai kebijakan ataupun kegiatan yang dilakukan oleh Pemdes diinformasikan
kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi 2 arah sehingga kedua pihak
pemberi atau penerima informasi dapat berperan aktif untuk mendapatkan dan/atau
19. memberikan informasi kepada masing-masing pihak. Informasi mengenai kegiatan
Pemdes juga dilaksanakan baik secara lisan, tertulis, maupun dilakukan dengan
Musyawarah Desa.
ii. Kejelasan (clarity)
Kejelasan informasi kebijakan juga terlihat dari pengaturan pemberian informasi
dari Kepala Desa kepada Bupati/Walikota, masyarakat Desa, BPD serta lembaga
lainnya yang dilakukan secara lisan, tertulis, dan dibahas didalam Musyawarah Desa
dengan berbagai unsur yang dilibatkan dalam kegiatan Pemdes.
iii. Konsistensi (consistency)
Konsistensi penyampaian informasi mengenai kegiatan yang dilakukan Pemdes
sudah diatur dalam undang-undang yang memang penginformasiannya lebih banyak
dilakukan setiap tahun akhir tahun anggaran. Konsistensi komunikasi ini juga didukung
dengan pasal yang menyebutkan adanya komunikasi 2 arah yang dilakukan baik dari
Kepala Desa maupun dari masyarakat Desa itu sendiri, sehingga program dan kegiatan
yang dijalankan dalam Pemdes dapat disebarluaskan dan diketahui oleh masyarakat
Desa.
B. Sumber daya
1. Sumber daya
Pemberdayaan Masyarakat Desa dilakukan agar masyarakat Desa dapat
mandiri dan sejahtera dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan,
perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya lainnya melalui
kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan sesuai dengan esensi masalah dan
prioritas kebutuhan masyarakat desa (UU6/2014 Pasal 1)
Dengan adanya bantuan dari Pemerintah Pusat sampai kepada Pemerintah
Daerah melakukan pemberdayaan masyarakat desa dengan cara menerapkan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna, temuan baru
dalam kemajuan ekonomi dan pertanian, meningkatkan kualitas pemerintahan dan
masyarakat Desa melalui pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, mengakui dan
memfungsikan institusi asli yang suda ada di masyarakat Desa (UU6/2014 Pasal
112:3). Pemberdayaan yang dilakukan tersebut akan dilaksanakan dengan
20. pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan
Desa dan Kawasan Perdesaan (UU6/2014 Pasal 112:4). Sumber daya manusia di
Desa yaitu masyarakat Desa dapat memilih dan dipilih menjadi Kepala Desa, perangkat
Desa yang dapat berperan dalam proses berjalannya Pemerintahan Desa (UU6/2014
Pasal 68:1d). Selain itu masyarakat Desa juga berkewajiban membangun dan
memelihara lingkungan Desa, mendorong terciptanya penyelenggaraan Pemberdayaan
Masyarakat Desa yang baik, terciptanya situasi yang aman, nyaman, tentram,
memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan,
dan kegotongroyongan, serta berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di Desa
(UU6/2014 Pasal 68:2).
Sumber daya manusia yang akan dimanfaatkan dalam pemerintahan Desa
kebanyakan berasal dari masyarakat yang tinggal di Desa tersebut yang umumnya kita
ketahui dengan tingkat pendidikan kurang, dan keterampilan yang terbatas. Dengan
adanya pasal dalam undang-undang ini, masyarakat Desa di berikan pendidikan,
pelatihan, dan penyuluhan untuk membuka wawasan masyarakat Desa dalam
membantu jalannya kegiatan pemerintahan Desa. Peran serta masyarakat yang
diharapkan dengan cara ikut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang difasilitasi
Pemdes maupun berpartisipasi dalam pencalonan diri sebagai Kepala Desa yang
diharapkan dengan adanya partisipasi masyarakat dapat meningkatkan kualitas
menjadi masyarakat Desa yang mandiri dan sejahtera sesuai dengan karakteristik dan
keunggulan dari masing-masing Desa.
ii. Sumber daya anggaran
Dalam UU desa, Desa memiliki sumber anggaran yang beragam yaitu
pendapatan asli Desa, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
bagian hasil pajak daerah, alokasi dana Desa, bantuan keuangan Anggaran
Pendapaan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota,
Hibah/sumbangan yang tidak mengikat,serta pendapatan lain Desa yang sah
(UU6/2014 Pasal 72:1).
Selain dari pendapatan, Desa memiliki asetnya masing-masing berupa tanah kas
Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa,
pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa,
21. pemandian umum, dll. Aset Desa lainnya berupa kekayaan Desa yang diperoleh dari
APBN, APBD, APBDes, hibah dan sumbangan, perjanjian/kontrak dengan ketentuan
perundang-undangan, hasil kerja sama Desa, dan kekayaan lainnya yang dianggap
sah, tanah yang disertifikatkan atas nama Pemdes, serta bangunan milik Desa yang
dilengkapi dengan bukti status kepemilikan Pemdes (UU6/2014 Pasal 76).
Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Des) yang ditetapkan dengan
Peraturan Desa (Perdes) akan dikelola dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan yang akan menjalankan usaha di bidang ekonomi dan pelayanan
umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BUM Des ini akan
dimanfaatkan dalam pengembangan usaha, pembangunan Desa, pemberdayaan
masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin (UU6/2014 BAB X).
Undang-undang sudah telah mengatur mengenai sumber pendanaan dalam
mendukung kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemdes seperti yang dapat dilihat pada
pasal-pasal diatas. Aset desa juga sebagai salah satu sarana yang dipergunakan untuk
mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa dalam pengembangan
potensi asset tersebut. Pengembangan potensi asset tersebut tidak akan berjalan
dengan baik apabila masyarakat mengelola Asset Desanya tanpa pengetahuan dan
keterampilan yang memadai sehingga program Pemberdayaan Masyarakat Desa selain
untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat, juga untuk
mengembangkan potensi Aset Desa. Sama halnya dengan pengelolaan Aset Desa,
pengelolaan BUM Des dilakukan dengan semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan dan dimanfaatkan untuk pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat desa.
iii. Sumber daya peralatan
Sumber daya peralatan berupa Aset Desa berupa tanah kas Desa, tanah ulayat,
pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan ikan,
pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dll
(UU6/2014 Pasal 76:1).
Desa pada mulanya sudah memiliki modal awal sebagai sarana yang
mendukung kegiatan pengimplementasian sebuah kebijakan. Sarana tersebut dapat
dimanfaatkan dalam berbagai kegiatan BUM Des dalam bidang ekonomi dan bidang
22. pelayanan umum kepada masyarakat Desa. Aset Desa juga dapat dimanfaatkan
Pemdes sebagai tempat untuk membantu masyarakat Desa memperoleh keterampilan
baru, pengetahuan baru dari hasil kegiatan pemberdayaan masyarakat Desa yang
berkaitan dengan asset tersebut, salah satu contohnya yaitu pengelolaan bahan
mentah hasil pertanian, hutan, pengelolaan mata air dan pemandian umum yang
efisien.
iv. Sumber daya kewenangan
Desa itu sendiri memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan
adat istiadat Desa (UU6/2014 Pasal 18). Wewenang dimiliki oleh Kepala Desa selaku
pemegang kekuasaan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa, perangkat Desa,
pengelolaan Keuangan dan Aset Desa, mengembangkan kehidupan sosial budaya
masyarakat Desa (UU6/2014 Pasal 26:2). Salah satu wewenang yang diberikan kepada
pemerintah pusat sampai kepada pemerintah Daerah diatur sedemikian rupa pada BAB
XIV mengenai Pembinaan dan Pengawasan (UU6/2014).
Dalam pelaksanaan Pemerintahan Desa, permasalahan dari masyarakat Desa
pasti akan muncul sejalan dengan struktur birokrasi yang berjalan dan bersinggungan
dengan adat istiadat dari masing-masing Desa. Pengadaan kegiatan yang dilakukan
Pemdes terkadang tidak berjalan sesuai dengan adat istiadat Desa. Berdasarkan hasil
penelitian Lestari (2014) budaya Orang Rimba memiliki pandangan yang berbeda
mengenai konsep pemukiman. Membangun rumah menurut Orang Rimba disesuaikan
dengan kebutuhan hidup sehari-hari yang sesuai dengan pengetahuan yang mereka
dapatkan turun temurun dari nenek moyangnya (Lestari, 2014). Pemukiman yang biasa
disebut Orang Rimba genah dibangun sepanjang aliran anak sungai dan memiliki jarak
yang cukup dengan sungai (Lestari, 2014).
Berdasarkan contoh diatas bagaimanapun juga Kepala Desa selaku pemimpin
Pemdes harus mengetahui secara lebih mendalam adat istiadat masyarakat yang
berada dalam wilayah administrasi yang sulit dijangkau karena mungkin memiliki
pemahaman yang berbeda dengan kebanyakan masyarakat Desa lainnya. Wewenang
memang dimiliki oleh Kepala Desa namun penggunaan wewenang tersebut harus
23. sejalan dengan kearifan lokal dan/atau adat istiadat masyarakat Desa. Penggunaan
wewenang diharapkan dapat menghindari permasalahan tersebut sehingga dapat
mendukung kegiatan pemberdayaan masyarakat desa yang sejalan dengan kearifan
lokal dan/atau adat istiadat masyarakat Desa.
C. Disposisi
1. Pengangkatan birokrasi
Pengangkatan birokrasi menurut UU Desa terdapat dalam BAB V
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Bagian Ketiga mengenai Pemilihan Kepala Desa
pada pasal 31 yang mengangkat Kepala Desa dan teknis pengangkatannya akan diatur
berdasarkan peraturan pemerintah yang dipanitiai oleh perangkat Desa, lembaga
kemasyarakatan, dan tokoh masyarakat Desa. Kepala Desa dipilih dengan cara
pemungutan suara yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil oleh
penduduk Desa (UU6/2014 Pasal 34). Pengangkatan birokrasi merupakan pelaksana
yang memiliki dedikasi tersirat secara jelas sebagai syarat yang diberikan kepada Calon
Kepala Desa untuk dapat mempertanggungjawabkan dirinya sebagai penduduk Desa
tersebut untuk dicalonkan sebagai Kepala Desa (UU6/2014 Pasal 33).
Selain dari Kepala Desa, terdapat Perangkat Desa yang nantinya akan
membantu Kepala Desa dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Desa
dalam bentuk berbagai program yang akan diadakan di Desa. Perangkat Desa yang
dimaksud yaitu Sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan, serta pelaksana teknis
(UU6/2014 Pasal 48). Perangkat-perangkat Desa tersebut adalah penduduk Desa yang
memiliki persyaratan-persyaratan untuk mencalonkan diri sebagai Perangkat Desa
yang akan diatur lebih lanjut didalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan
Peraturan Pemerintah (UU6/2014 Pasal 50).
Pemilihan Kepala Desa, Sekretariat Desa, pelaksana kewilayahan, serta
pelaksana teknis dalam undang-undang merupakan suatu perwujudan dalam
pengangkatan birokrasi yang yang memiliki dedikasi terhadap kebijakan dan
kepentingan masyarakat. Hal tersebut didukung dari pemilihan Kepala Desa yang
melibatkan perangkat Desa, lembaga kemasyarakatan, serta tokoh masyarakat yang
diharapkan sesuai dengan keinginan masyarakat Desa dengan berbagai pertimbangan.
24. Selain itu perangkat Desa yang diatur lebih lanjut diangkat berdasarkan aturan yang
nantinya akan dibuat. Salah satu contoh Desa yang telah membuat Perdes mengenai
Perangkat Desa adalah Desa Margajaya, Perdes ini sudah diterbitkan pada tahun 2011.
Beberapa Desa lainnya mungkin juga sudah memiliki aturan mengikat dalam
pengangkatan Perangkat Desa, dan akan dimodifikasi berdasarkan asas dan aturan
yang tertulis dalam UU Desa, dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
(PP23/2014).
ii. Insentif
Kepala Desa dan perangkat Desa diberikan tunjangan yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), serta jaminan kesehatan dan
penerimaan lainnya yang dianggap sah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
(UU6/2014 Pasal 66).
Insentif yang didapatkan hampir serupa dengan jaminan yang dimiliki Pegawai
Negeri Sipil yaitu pemberian tunjangan, jaminan kesehatan, dan penerimaan lainnya
yang keseluruhannya itu didapatkan dari Pendapatan Asli Desa.
D. Struktur birokrasi
1. SOP
SOP dalam pelaksanaan pemerintahan desa ini beberapa diantaranya sudah
dipersiapkan sebelumnya oleh masing-masing Bupati/Walikota. SOP tersebut
kebebanyakan sudah dibuat oleh BPM untuk pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
contohnya yaitu pada kabupaten Sumbawa dan Provinsi Jawa Timur. BPM yang
sebelumnya sudah eksis dalam bidang pemberdayaan Desa sudah memulai
langkahnya dalam memberdayakan masyarakat Desa. Oleh karena itu,penetapan SOP
dalam berbagai kegiatan Desa dalam Pemdes tidak akan menjadi hal yang sulit karena
sudah ada tata cara tersendiri yang dapat diadaptasi dalam pengaturan SOP di masing-
masing Pemdes.
ii. Fragmentasi
Fragmentasi ini ditunjukkan dalam UU Desa dengan mengadakan kerja sama
dengan Desa lain ataupun bekerja sama dengan pihak ketiga (UU6/2014 Pasal 91).
25. Penyebaran tanggung jawab dalam kerja sama antar-Desa diberikan kepada
kelompok/lembaga hasil musyawarah antar-Desa yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Bersama Kepala Desa. Sedangkan kerja sama dengan pihak ketiga yang
dimusyawarahkan dalam Musyawarah Desa dilakukan untuk mempercepat dan
meningkatkan penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat Desa (UU6/2014 Pasal
93).
Pembagian tanggung jawab terhadap berjalannya program Pemdes juga
diberikan kepada lembaga kemasyarakatan desa dalam membantu fungsi
penyelenggaraan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan bertugas melakukan
pemberdayaan masyarakat Desa, merencanakan dan melaksanakan pembangunan,
serta meningkatkan pelayanan masyarakat Desa (UU6/2014 Pasal 94). Selain itu
pengelolaan Keuangan Desa diberikan kepada perangkat Desa (UU6/2014 Pasal 75:2).
26. BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dukungan Undang-undang Desa terhadap Pemberdayaan Masyarakat Desa
sangat berperan, hal tersebut dapat terlihat dari faktor-faktor seperti komunikasi antar
lembaga, sumber daya, disposisi, serta struktur birokrasi yang mendukung berjalannya
program/kegiatan Pemdes khususnya dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa.
B. Saran
Pemdes harus lebih berhati-hati dengan menentukan kebijakan turunan dari
Undang-undang Desa agar wewenang khususnya dalam mengembangkan kehidupan
sosial budaya masyarakat tidak bertentangan dengan kearifan lokal atau adat istiadat
masyarakat Desa, dan memilih program yang sesuai dengan karakteristik Desa dan
adat istiadatnya.
27. DAFTAR PUSTAKA
academia.edu. . Retrieved from
https://www.academia.edu/6241649/intisari_UU_no_6_tahun_2014_ttg_Desa_ol
eh_Try_Raharjanto_
Lestari, I. (2014). Penolakan dan Penerimaan Orang Rimba Terhadap Program
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (Studi kasus: Orang Rimba di Taman
Nasional Bukit Dua Belas, Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam,
Sarolangun, Jambi). Universitas Andalas.
Nawawi, I. (2009). Public Policy, Analisis, Strategi Advokasi Teori Dan Praktek.
Surabaya: PMN Surabaya.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-undang No. 06 Tahun 2014 tentang Desa.
Purwo, A., & Jatmiko. (2012). Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Purworejo
Dalam Pelestarian Benda Cagar Budaya Sebagai Kearifan Lokal. DI.
Yogyakarta.
Rosyid, M. (2012). Perkembangan Komunitas Samin di Kudus dan Perlawanannya
Terhadap Program Pembangunan Irigasi Tahun 1986. Semarang.
Tachjan, H. (2006). Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Asosiasi Ilmu Politik
Indonesia (AIPI) Bandung & Puslit KP2W Lembaga Penelitian Unpad.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Wahab, S. A. (2010). Analisis Kebijaksanaan : Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijaksanaan Negara (Kedua ed.). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wijaya, C., & Putra, H. A. (2012). Implementasi Program Pagu Wilayah
Kecamatan(Pwk) Bidang Ekonomi. DI. Yogyakarta.