Dokumen tersebut merangkum sejarah, pengertian, dan perkembangan jurnalistik. Secara ringkas, jurnalistik dimulai sejak zaman Romawi dengan Acta Diurna, kemudian berkembang menjadi ilmu dan profesi seiring perkembangan teknologi. Jurnalistik didefinisikan sebagai proses pembuatan berita yang mencakup pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran informasi melalui media. Di Indonesia, jurnalistik mengalami perkembangan
1. Nama : Lukman Prabowo
NIM : 1271510115
Periode : 0513
Mata Kuliah : Jurnalistik TV dan Radio
Dosen Pengampu : Indah Suryawati, M.Si
____________________________________________________________________________________
Review Hakikat Jurnalistik
A. Sejarah Jurnalistik
Literatur jurnalistik menyebutkan bahwa produk jurnalistik pertama adalah Acta Diurna yang
artinya “Catatan Harian”, terbit di zaman Romawi ketika Julius Cesar berkuasa (60 SM). Acta Diurna
merupakan kegiatan jurnalistik yang berkisar pada hal-hal yang sifatnya informative saja, terutama
untuk kepentingan kerajaan Romawi. Setiap warga diperbolehkan membaca isi Acta Diurna, bahkan
boleh juga mengutipnya untuk disebarluaskan dan dikabarkan lagi ketempat lain. Namun ada yang
menyebutkan bahwa cikal bakal jurnalistik bukanlah “Acta Diurna”, melainkan sejarah Nabi Nuh.
Yang dikisahkan disuruh berlindung di atas kapal dan terjadi banjir besar dan saat mereka semua
kelaparan mereka Nabi Nuh mengirim burung Dara keluar untuk mengecek, dan didapatinya burung
itu kembali dengan membawa setangkai batang. Berdasarkan temuan tersebut, Nabi Nuh
menyimpulkan bahwa banjir sebenarnya sudah mulai surut, hanya saja permukaan daratan masih
tertutup air. Informasi itupun disampaikan Nabi Nuh kepada para pengikutnya. Berdasarkan kisa
tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari berita sekaligus penyiar
kabar (wartawan/jurnalis) yang pertama kali didunia. Sehubung dengan cerita tersebut, maka
“catatan harian” sebagai kegiatan jurnalistik, pada dasarnya dilakukan melalui berbagai tahapan,
seperti proses mencari berita, mengumpulkan, mengolah, dan kemudian menyiarkan. Seiring
dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, sehingga menghasilkan radio,
televise, dan film, jurnalistik pun menjadi semakin luas cakupannya. Kehadiran media elektronik
(radio, televise, dan kini media online) memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap jurnalistik
media cetak. Untuk menyiasatinya, pekerja jurnalistik media cetak berusaha mengubah teknik
pengolahan beritanya. Hal ini bertujuan agar informasi yang sampai ke masyarakat masih tergolong
actual dan khalayak sasarannya (pembaca) tetap tertarik untuk membeli surat kabar meskipun
khalay sudah mengetahui lebih dahulu sebuah informasi melalui radio dan televisi.
2. B. Pengertian Jurnalistik
Untuk memahami jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang :
1. jurnalistik secara harifah (etimologi) artinya kewartawanan dan kepenulisan.
2. Kedua, jurnalistik secara konseptual (terminology) mengandung tiga pengertian, yaitu:
- Jurnalistik adalah proses “aktivitas” atau “kegiatan”
- Jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis
- Jurnalistik adalah bagian dari “bidang kajian” komunikasi/publisistik.
3. junalistiksecara praktis adalah proses pembuatan informasi (news processing) hingga
penyebarluasan melalui media massa, baik media cetak, elektronik maupun media online. Ada
empat komponen dalam jurnalistik :
- Informasi : Berita dan Pendapat
- Penyusun Informasi
- Penyebaran informasi
- Media informasi
Adapun pengertian jurnalistik menurut beberapa pakar antara lain sebagai berikut :
- Fraser Bond : “Jurnalistik adalah penyajian berita dalam segala bentuk dan momentum berita
kepada public”
- Roland E. Walseley : “Jurnalistik adalah proses pengumpulam, penulisan, penafsiran,
pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, opini, hiburan, secara sistematis dan dapat
dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, Majalah, dan disiarkan di stasiun siaran.”
- A. Muis : “Umumnya, semua definisi jurnalistik memasukan unsure media massa, penulisan
berita dan waktu yang tertentu (aktualitas).”
C. Jurnalistik : Keterampilan, Ilmu, dan Profesi
Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi, jurnalistik yang dahulunya dianggap
hanya keterampilan menulis semata berubah mejadi objek studi ilmiah tersendiri. Berkaitan dengan
itu, Prof. Harsojo mengutip pendapat Robert Bierstedt dalam bukunya “the Social Order”,
menganggap jurnalistik sebagai objek studi ilmiah. Bierstedt menempatkan jurnalistik dan publisistik
(istilah lain untuk komunikasi) dalam urutan ilmu-ilmu terapan. Keduanya pun masuk dalam
pengelompokan ilmu social (social science). Journalism dibentuk tak hnya mempelajari dan meneliti
hal-hal yang bersangkutan dengan persuratkabaran semata, selanjutnya journalism semakin
berkembang menjadi mass communication. Dalam perkembangan selanjutnya, mass
communication dianggap tidak tepat lagi karena bukan merupakan proses komunikasi yang sifatnya
menyeluruh. Komunikasi social selalu menggunakan media tradisional seperti isyarat, perlambang,
gerak tubuh, tatap muka (face to face), pertunjukan, kentongan, angkringan, dan dengan
audiensi/khalayak yang selalu terbatas. Komunikasi massa bersifat tidak langsung (indirect
communication) serta dibatasi oleh ruang (massa yang luas, anonym, dan heterogen), waktu, jarak,
dan tempat. Jurnalistik sebagai cikal bakal ilmu komunikasi tidak terlepas dari kajian seluruh aspek
media massa. Tidak hanya terbatas pada kajian media cetak surat kabar atau Majalah, tapi juga
3. media elektronik (radio, film, dan televise), dan bahkan kini mencakup pula media online. Oleh
karena itu, dari segi implementasi, jurnalistik dapat dikatagorikan dalam dua garis besar, yaitu :
pertama, jurnalistik yang pengertian dan prosesnya sebagai bagian dari ilmu komunikasi (ilmu
publisistik); kedua, jurnalsitik yang pengertian dan prosesnya sebagai profesi dan keterampilan
(Yunus,2010).
Bagaimana dengan momentum perkembangan jurnalistik di Indonesia ?
Semakin pesatnya pertumbuhan perusahaan media di Indonesia, siring dengan pesatnya
pertumbuhan perusahaan penerbitnya. Profesi jurnalis atau wartawan kini menjadi pilihan profesi
yang makin digemari masyarakat. Bukan itu saja, peluang menjadi presente televisi misalnya,
merupakan sesuatu yang ditunggu-tunggu oleh para fresh graduate. Sebenarnya, di era Orde Baru,
jurnalistik sempat mengalami stuck. Namun, di era reformasi hingga sekarang ini, jurnalistik berubah
mejadi sangat dinamis. Menyadari bahwa fungsi dari media massa itu adalah sebagai lembaga
informasi dan edukasi, media massa harus membuat suatu program yang tidak hnya sebagi hiburan
semata, tetapi juga dapat memberikan informasi yang berharga yang dapat dipetik sebagai
pelajaran bagi kahalayaknya. Menurut penulis, masyarakat hendaknya menjadi khalayak yang
aktif/kritis (active audience), bukan khalayak yang pasif, terutama jika mengakses informasi melalui
media online. Sejalan dengan pernyataan Prof. Abdurrahman Mas’ud, Ph.D., dalam sebuah
tulisannya di media online bahwa cirri-ciri audiensi/khalayak yang kritis adalah khalayak yang
bersikap selektif (memilih), utilitarian (manfaat), dan intentional (tidak dapat dipengaruhi).