Teks tersebut merupakan makalah yang membahas profil dan perjalanan hidup Martin Luther, tokoh penting Gerakan Reformasi. Makalah ini membahas tentang latar belakang, pendidikan, dan peristiwa penting yang memicu Luther untuk memulai Gerakan Reformasi seperti menemukan ajaran pembenaran oleh iman.
1. UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
MATA KULIAH CHARACTER BUILDING
Makalah ini
Dibuat Oleh :
Nama : Lukman Prabowo
NIM : 1271510115
Kelas : PC
Periode : 512
Dosen Pengampu : Rifqi Muflih, M.Si
2. Analsis Kompetensi dan Karakter Tokoh ( Martin Luther )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Profil Martin Luther
Luther lahir pada tanggal 10 Nopember 1483, di kota Eisleben, propinsi
Saxony (sekarang wilayah Jerman). Martin adalah nama baptisan yang
diperolehnya karena hari pembabtisannya bertepatan dengan Hari Santo
Martin, pelindung kaum pengemis. Hans Luther, sang ayah, adalah seorang
pemilik beberapa tambang dan peleburan logam. Sedangkan ibunya,
Margaretha Luther, adalah seorang ibu rumah tangga yang sangat religius,
dan kemungkinan berperan besar dalam menanamkan benih iman kepada
Luther kecil. Dalam otobiografinya, Luther mengenang keduanya sebagai
orangtua yang disiplin dan keras dalam mendidik anak, tapi sekaligus ingin
memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Sikap orangtuanya yang
sangat menghargai pendidikan amat berbekas pada diri Luther. Pada saat
dewasa nanti, Luther memulai perjuangannya dari lingkungan dan dengan
metode akademis.
Pendidikan formal pertama Luther diperolehnya di Sekolah Latin kota
Mansfeld. Sebagaimana Sekolah Latin lainnya pada masa itu, Luther belajar
bahasa Latin yang membuatnya berkenalan dengan kekayaan pustaka Latin.
Juga musik dan agama. Luther belajar doktrin-doktrin penting gereja. Luther
remaja mengembangkan kepercayaan bahwa Allah pasti menghakimi segala
perbuatannya pada akhir zaman. Dan hanya berdoa kepada Kristus, Maria
dan para orang suci sebagai perantara maka akan beroleh rahmat
pengampunan dari Allah Bapa.
Pada usia 14, Luther hijrah ke Magdeburg, masuk Sekolah dari
Katedral setempat. Hal yang perlu dicatat, Luther berjumpa dengan ajaran
beberapa pendidik yang merupakan anggota Persaudaraan Brethen.
Persaudaraan Brethen adalah salah satu kelompok aliran Kristen Mistik yang
3. memang cukup banyak menjamur sejak sekitar dua abad sebelum Reformasi.
Penekanan mereka pada hubungan yang akrab dengan Allah (devosi) melalui
pembacaan Alkitab dan doa pribadi. Ajaran mereka membentuk kesalehan
Luther yang akan mewarnai kehidupan Luther seterusnya.
Setelah menempuh pendidikan pra universitas di Eisenach, Luther
masuk Universitas Erfurt, salah satu universitas terbaik masa itu di Jerman.
Perpustakaan Universitas Erfurt juga dikenal cukup lengkap. Dapat
dipastikan, Luther melahap habis pelbagai tulisan penting baik dari Abad
Pertengahan maupun sebelumnya di perpustakaan ini. Pada tahun 1502,
Luther merampungkan gelar pertamanya dalam Liberal Arts. Sambil
melanjutkan studi ke jenjang master, Luther mengajar di universitasnya dalam
bidang tata bahasa dan logika. Pada tahun 1505, Luther memperoleh gelar
master.
Selama kuliah, Luther memiliki kerinduan yang besar untuk secara
sungguh mencari Allah dan mempelajari Alkitab, dia sempat terpikir untuk
masuk ke biara sebagai cara terbaik untuk memenuhi kerinduannya itu.
Namun ayahnya menolak keinginannya. Sang ayah menganggap jurusan
hukum sebagai yang terbaik untuk masa depannya. Dalam ketaatannya
kepada orangtua, Luther masuk Universitas Leipzig pada tahun 1505, dan
tentunya mengambil jurusan hukum. Luther sama sekali tidak bahagia
dengan studinya. Pada tahun yang sama, Luther mengalami suatu peristiwa
penting yang mengubah jalan hidupnya secara drastis.
Tepatnya tanggal 2 Juli 1505, ketika itu, Luther sedang dalam
perjalanan dari Mansfield ke Erfurt. Dalam perjalanan itu, dia terjebak dalam
hujan badai yang menakutkan. Tidak jauh dari desa Stotternheim, beberapa
mil dari Mansfield, Luther dikejutkan oleh kilat yang menyambar di dekatnya.
Tiba-tiba gambaran akan kematiannya begitu nyata di depan matanya. Dia
teringat akan dosa di masa mudanya, dan pengadilan Tuhan seakan sudah di
ambang pintu. Dalam ketakutan yang sangat, Luther berdoa kepada Santa
Anna. Dalam doanya, Luther bersumpah bahwa seandainya dia dilepaskan
dari marabahaya ini, maka dia akan menjadi rahib selama sisa hidupnya. Dan
dia pun berhasil lolos dari hujan badai itu. Dua minggu kemudian, Luther
dengan hati yang mantap, mengutarakan keinginannya untuk menjadi rahib
kepada para sahabat dan keluarganya. Sang ayah begitu marah dengan
4. keputusannya itu. Namun kali ini, Luther bergeming. Dia memenuhi kaulnya
dengan masuk biara Agustinian di Erfurt, meskipun harus melawan kehendak
ayahnya.
1.2. Sejarah Pergerakan Martin Luther
Perjalanan seorang martin luther dimulai saat dia memutuskan untuk
menjadi Biarawan. Luther ditahbiskan pada tahun 1507. Selama di Biara,
Luther rajin menelaah seluruh isi Alkitab. Konon, Luther hafal hampir seluruh
Perjanjian Baru dan beberapa bagian dari Perjanjian Lama. Luther
menemukan bahwa begitu banyak bagian dari Alkitab yang tidak pernah
diceritakan dalam misa-misa reguler. Luther mulai merasakan kejanggalan
dari kebijakan gereja saat itu yang membatasi pembacaan dan penafsiran
Alkitab oleh para pejabat gereja saja, jemaat awam sama sekali tidak
diizinkan untuk membacanya. Suatu sistem yang justru menjauhkan jemaat
dari kekayaan Alkitab.
Jika kita membayangkan Luther sebagai tokoh yang selalu teguh hati
sejak muda, maka kita salah. Awalnya, Luther yakin bahwa dengan menjadi
biarawan maka kegelisahannya tentang penghukuman Allah akan sirna.
Sebelum masuk biara, Luther menganut ajaran via moderna yang sudah
digemarinya sejak di Universitas Erfurt. Suatu modifikasi dari ajaran kuno
Pelagius (rival Agustinus). Menurut via moderna, Allah akan memberikan
anugerah kepada orang berdosa yang sungguh-sungguh mencari Dia.
Seolah, Allah telah berjanji akan mengaruniakan anugerah pengampunan
sejauh orang berdosa bisa mencapai syarat minimum yaitu datang kepada-
Nya. Kemiripan dengan Pelagius terletak pada faktor inisiatif manusia, bahwa
orang berdosa masih memegang inisiatif untuk pengampunan dosanya, dan
Allah terikat dengan kewajiban untuk mengampuninya. Demikianlah, dengan
diinspirasikan via moderna, Luther berusaha sekuat tenaga menjadi rahib
yang saleh dan tekun. Dia pernah sesumbar, "Kalau ada rahib yang bisa
masuk surga karena kesalehannya, pastilah aku!". Namun dalam hati
kecilnya, Luther tetap gelisah dan takut akan penghukuman Allah.
Pada tahun 1508, atas ajakan gurunya, Johannes von Staupitz, Luther
menjadi pengajar bidang Filsafat Moral di Universitas Wittenberg yang baru
didirikan. Luther mengajar sambil melanjutkan studi teologinya. Setahun
kemudian, Luther menamatkan sarjana teologinya. Pada tahun 1512, Luther
5. berhasil meraih gelar doktor dalam bidang teologi dari Universitas yang sama.
Sebelumnya, pada tahun 1510, Luther berkesempatan mengunjungi kota suci
Vatikan. Awalnya, Luther begitu terpesona dengan pusat pemerintahan gereja
tertinggi ini. Diceritakan, saat dia tiba di Roma, dia berlutut dan berteriak, "Aku
menyapamu hai Roma yang suci, sucilah engkau karena darah martir yang
tertumpah bagimu!". Luther berharap kunjungannya ke Roma meredakan
kegelisahan hatinya, Namun setelah sekian hari dia melihat kota suci, dia
berbalik kecewa dengan segala praktik kotor dan sikap keduniawian pejabat
gereja. Pada perjalanan pulang, Luther melukiskan kekecewaannya, "Biarlah
segala yang suci tidak pernah ke Roma. Karena di Roma segalanya diizinkan,
kecuali orang jujur."
Jabatan Luther sebagai pengajar diperluas pada tahun 1511. Luther
ditugasi mengajar kitab-kitab spesifik. Dari kuliah-kuliah awal, tampak jelas
Luther masih memegang posisi via moderna. Seiring dengan waktu, ketika
Luther mempersiapkan kuliah kitab Roma (1515-1516), dia menemukan
beberapa kesukaran besar dari pandangan via moderna. Konsep "iustita Dei"
(Kebenaran Allah) begitu dominan dalam kitab Roma. Allah dengan
kebenarannya yang sempurna akan mengadili setiap orang. Bagaimana bila
orang berdosa sesungguhnya tidak akan pernah memenuhi standar keadilan
Allah supaya dibenarkan, meskipun orang berdosa dengan tulus mencari-
Nya? Pertanyaan ini benar-benar menghujam ke sanubari Luther. Pertanyaan
ini bukanlah bersifat akademis belaka, namun memberikan dilema batin yang
luar biasa. Kebenaran Allah hanya akan mendatangkan kutukan dan
hukuman bagi orang berdosa, tanpa terkecuali dirinya. Luther menuliskan,
"Meskipun aku hidup tidak bercela sebagai seorang rahib, namun aku yakin
bahwa aku tetap orang yang berdosa dan hati nuraniku sangat gelisah di
hadapan Allah. Aku tidak percaya segala perbuatanku dapat menyenangkan
Allah."
Pada suatu malam, sekitar akhir tahun 1514, dalam suatu penggalian
Alkitab pribadi di menara biara Wittenberg, Luther terpaku pada tulisan Rasul
Paulus dalam kitab Roma 1:16-17. Tulisan Paulus begitu menggetarkan
hatinya. Sepanjang malam dia tidak bisa tidur dan memikirkannya. Setelah
bergumul begitu berat dan dengan pertolongan Allah, Luther tiba pada suatu
pencerahan. Diduga kuat, bacaan Luther dari tulisan Agustinus tentang
6. doktrin anugerah turut mengambil andil dalam pengalaman eksistensial ini.
"Orang benar akan hidup oleh iman", begitu adagium dari doktrin anugerah
yang memberikan titik balik dari krisisnya.
Luther mengingat ajaran Agustinus tentang "Anugerah" yang pernah
dibacanya. Doktrin "Anugerah" yang pernah dituliskan Agustinus dalam buku
"Pengakuan-pengakuan" (Confessions) adalah salah satu ajaran penting
yang telah begitu lama dilupakan gereja. Sederhananya, doktrin ini meyakini
bahwa tidak ada satupun manusia berdosa mampu menyelamatkan dirinya.
Hanya Allah yang dapat mengampuni manusia dalam kedaulatan-Nya.
Pengampunan inilah yang disebut anugerah, suatu rahmat yang sebenarnya
tidak layak diberikan kepada kita. Bahkan iman pun adalah pemberian Allah,
bukan usaha dan keputusan manusia.
Pencerahan ini membuat Luther sadar akan kekeliruan besar dari
ajaran via moderna dan ajaran gereja yang lain. Alkitab dan Agustinus telah
"melahirkan" Luther kembali. Dan perubahan ini tidak sekedar pada dimensi
rasional. Luther menyaksikan betapa segala kegelisahan hatinya lenyap,
"Seperti ada tertulis bahwa orang benar hidup oleh imannya. Ini membuat aku
seperti dilahirkan kembali. Kini aku seakan berdiri di depan pintu gerbang
surga dalam suatu terang yang baru. Kalau dulu aku membenci ungkapan
'Kebenaran Allah', maka sekarang aku mulai mencintai dan memujinya
sebagai ungkapan yang paling manis..." Luther pun mulai melihat seluruh isi
kitab suci dengan sudut pandang yang baru.
Di kemudian hari, doktrin "Pembenaran oleh Iman" menjadi dasar dari
seluruh bangunan teologi Luther. Peristiwa pemakuan 95 dalil di pintu gereja
Wittenberg sebenarnya konsekuensi dari pandangan Luther yang telah
diperbaharui beberapa tahun sebelumnya. Allah mengubah pergumulan
Luther yang pelik itu menjadi semacam "Reformasi" dalam dirinya terlebih
dahulu, sebelum dia memimpin gerakan Reformasi yang lebih besar dan
berat. Reformasi praktikal merupakan reformasi yang dilakuakn oleh Luther
untuk mengingatkan jemaatnya untuk tidak menodai perjuangan suci ini
dengan kebencian dan kemarahan kepada siapapun, termasuk otoritas gereja
Roma.
Pada tahun 1523, Luther mengedarkan tulisannya yang berjudul
"Ibadah Reformasi Bersama" (Formula Missae et Communionis). Dalam
7. tulisannya, Luther menyatakan bahwa tujuan reformasi ibadah bukan untuk
membuang seluruh ibadah pra Reformasi. Menurutnya, ada bagian-bagian
ibadah pra Reformasi yang baik dan tidak bertentangan dengan Alkitab. Yang
perlu dibuang adalah bagian-bagian yang nyata bertentangan dengan Alkitab.
Pada tahun yang sama, Luther menerbitkan "Tentang Penyembahan Ilahi".
Luther menekankan kembali agar setiap orang percaya membaca Alkitab,
berdoa dan menyembah Allah dalam devosi pribadi tiap hari.
Sebelum gerakan Reformasi merebak, kekuasaan politis gereja Roma
mencakup sekitar 300 teritori kecil dan besar, khususnya di Eropa Barat dan
Tengah. Hampir semua penguasa daerah tunduk kepada otoritas gereja
Roma. Kondisi ini berubah drastis sejak 20 tahun pertama gerakan Reformasi
Luther muncul. Dibarengi semangat lokalisme yang menguat di kalangan elit
politik, maka mulailah sejumlah besar daerah memutuskan hubungan dengan
otoritas gereja Roma. Banyak daerah mengklaim dirinya sebagai teritori
Lutheran dan bukan lagi Katolik Roma. Dan tampaknya, hal ini akan terus
berkembang. Kondisi ini sangat mencemaskan otoritas gereja Roma.
Charles V kembali berinisiatif mengadakan sidang untuk menghambat
gerakan Reformasi ini terutama di kalangan para bangsawan. Pada tahun
1526, sidang digelar di kota Speyer. Agenda sidang terutama untuk mencapai
konsesi antara para elit politik. Mana yang memilih Katolik dan mana yang
memilih Lutheran. Setiap elit politik diberi kebebasan untuk memilih. Sebagian
besar elit politik di Jerman Utara memilih Lutheran sebagai "agama resmi"
mereka yang baru. Charles V bermaksud menggertak para elit politik yang
memilih Lutheran. Charles V mengira dengan adanya pertemuan di antara
para elit politik ini, mampu mengecilkan hati kubu Luther. Ternyata, hasil
sidang malah sebaliknya. Elit politik Lutheran justru menganggap sidang ini
sebagai kesempatan yang baik untuk mereka mengambil posisi secara
formal. Mereka malah menyangka sidang ini sebagai cerminan sikap otoritas
gereja yang melunak dan mentoleransi ajaran Luther. Hasil yang tidak sesuai
harapan ini, mendorong Charles V mengadakan sidang kedua di kota yang
sama pada tahun 1529.
Pada sidang kedua ini, Charles V menguatkan kembali keputusan
otoritas gereja yang menyebutkan Luther dan pengikutnya sebagai sesat.
Charles V juga memberikan ultimatum kepada elit politik yang masih ragu
8. untuk segera kembali ke Katolik Roma, dan benar-benar melarang ajaran
Luther masuk daerahnya. Intervensi politis sepihak ini dan inkonsistensi dari
sidang pertama diprotes oleh beberapa bangsawan seperti Elektor dari
Saxony, Gubernur dari Brandenburg, dan lainnya. Mereka yang menentang
keputusan sidang kedua ini disebut sebagai kelompok "Protestan". Dari
sinilah asal mula istilah "Protestan". Protestan bukanlah berarti "kembali
kepada Alkitab" (pro testanum) sebagaimana yang sering kita kira.
Sepuluh tahun terakhir dalam hidupnya ditandai dengan kemunduran
fisik maupun mental. Kira-kira sejak tahun 1538, Luther mengidap penyakit
kencing batu, gangguan jantung dan pencernaan. Pada tahun 1541, Luther
kena infeksi telinga dan tenggorokan. Penyakitnya ini bukan hanya
menggerogoti fisiknya, namun juga menciptakan depresi yang dalam. Luther
tidak lagi produktif dalam menghasilkan tulisan, kalaupun ada, tulisannya
pada masa ini tampak lebih keras. Luther tidak sungkan memasukan hujatan
dalam tulisannya. Puncaknya pada tahun 1545, Luther menuliskan risalahnya
yang paling sarkastis, "Menentang Kepausan Roma yang Didirikan Setan".
Secara isi, tidak ada yang baru dari pemikiran Luther, namun cara
penyampaiannya yang amat vulgar.
Kepahitan hidupnya bertambah dengan meninggalnya, Magdalena
Luther, anak perempuannya yang menjadi korban wabah penyakit di
Wittenberg. Wabah ini juga banyak merenggut jemaatnya. Kesedihan di
mana-mana mempengaruhi jiwa Luther menjadi semakin tertekan. Dalam
keadaan depresi, Luther sempat berdelusi bahwa akhir zaman sudah dekat.
Dia merasa banyak warga Wittenberg sudah kehilangan imannya. Luther
mengalami delusi ini sampai beberapa tahun. Pada tahun 1545, Luther tiba-
tiba ingin keluar dari Wittenberg karena merasa tidak nyaman. Tapi niatnya ini
dihalangi oleh pihak universitas dan Melachthon, karena mengingat kondisi
fisik Luther yang buruk dan usianya yang sudah lanjut.
Pada Januari 1546, Luther dipanggil ke kota Eisleben untuk menjadi
mediator perselisihan dua orang bangsawan dari Mansfield. Persis sebulan,
setelah tiba di sana, tepatnya tanggal 17 Februari, Luther meninggal karena
gagal jantung. Pada tanggal 22 Februari, jenazah Luther kembali ke
Wittenberg dan dikebumikan di gereja yang sama ketika dia memulai gerakan
Reformasi. Luther wafat dalam usianya yang ke-63.
9. BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Analisis Karakter Pokok (Dasar, Unggulan dan Kepemimpinan)
a. Karakter dasar yang dimiliki oleh Martin Luther :
Karakter pada hakekatnya merupakan perilaku baik, dalam
menjalankan peran dan fungsinya sesuai amanah dan tanggung jawab.
Dia seorang yang mempunyai karakter dasar yang kuat, diataranya; tidak
egois, jujur dan disiplin, terbukti dia tidak pernah egois bahkan ia selalu
mau belajar dan displin dalam memahami selama dia ada dalam
universitas dan dengan kejujurannya dia meraih gelar doctor teologi, itu
semua karna ketekunan dan kediplinannya untuk terus belajar dan
berusaha mencari seutu kebenaran sesuai dengan tujuannya.
Kediplinannya juga yang membawa dia menjadi tokoh penggerak
Reformasi dalam dunia kekristenan dengan terus memberikan idiologi
yang baru seuai dengan apa yang telah tertulis di Alkitab.
b. Karakter Unggulan yang dimiliki oleh Martin Luther :
Sabar, bertanggung jawab, perbaiki diri dan sungguh-sungguh
merupakan karakter unggulan yang sangat menonjol dalam cerita
kehidupan Martin Luther. Terbukti disaat dia penuh kesabaran untuk
mencari ketenangan diri, bertanggung jawab atas apa yang telah
diputuskan meski harus menentang keinginan ayahnya, selalu
memperbaiki diri seperti kata-kata yang say kutip "Meskipun aku hidup
tidak bercela sebagai seorang rahib, namun aku yakin bahwa aku tetap
orang yang berdosa dan hati nuraniku sangat gelisah di hadapan Allah.
Aku tidak percaya segala perbuatanku dapat menyenangkan Allah." Kata-
kata ini membuktikan bahwa setiap orang tidaklah sempurna, tapi harus
selalu diperbaharui dan di perbaiki setiap harinya dan selalu merendahkan
diri dihadapan Tuhan, karena kita bukanlah siapa-siapa dihadapan Tuhan.
SUnggung-sungguh menjadi dasar kegigihannya untuk mencari
pembenaran dalam Alkitab, tertulis pada saat dia didalam biara hamper
seluruh Perjanjian Baru dihafalkannya.
10. c. Karakter kepemimpinan yang dimiliki oleh Martin Luther
Kepemimpinan Martin Luther terlihat saat dia sudah lulus dari
Universitas dan mendapat gelar Doktor, dan kepintarannya dalam
menterjemahkan filsafat-filsafat yang adalam Alkitab, sehingga dia ditunjuk
untuk menjadi pendeta di sebuah gereja dan menetap disana untuk
memberikan penginjilan. Kepemimpinannya terlihat dari kepemimpinan
structural dan kharismatiknya membuat dia menjadi figure yang disegani
dan di hormati.
2.2. Analisis Kompetensi (Kapasitas dan Kapabilitas)
a. Kapasitas merupakan sebuah potensi yang dimiliki oleh seseorang yang
belum pernah dikeluarkan atau tersimpan didalam dirinya
b. Kapabilitas merupakan hal yang mendukung kapsitas sesorang atau
potensi menjadi sebuah hal yang dapat dipraktekan sehingga dapat
menjadi kompetensi pribadi.
Dalam hal ini Martin Luther memiliki potensi yang luar biasa yang ada dalam
dirinya yaitu sebagai seorang penginjil bahkan seorang penafsir, dan potensi
tersebut di kembangkan melalu tindakan nyata yang menambah kapabilitanya
sehingga menjadi pribadi yang berkompeten dalam penafsiran ayat dan, dan
dapat mempengaruhi orang untuk menjadi pengikutnya.
Kompetensi yang ada didalam diri Martin Luther terlihat saat dia masih ada
dalam Universitas, dia selau memiliki rasa ingin tahu terhadap ketenangan diri
dan hal tersebut dapat terealisaikan saat dia menambah kapabilatanya denga
mempelajari Alkitab dan membuat idiologi-idiologi baru.
11. BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Karakter yang kuat dapat dibangun dari komunitas yang terkecil seperti
keluarga dan teman dekat, dan dapat dipengaruhi oleh komunitas yang besar,
seperti; lingkungan kerja, lingkungan masyarakat, dan lain-lain. Dalam cerita
Martin Luther say dapat menyimpulkan bahwa seseorang harus mempunyai
karakter dasar yang baik dahulu baru dia dapat mencapai karakter unggulan
atau bahkan karakter kepemimpinan. Karakter juga harus didukung dengan
sebuah keinginan untuk menjadi pribadi yang lebih baik, setiap manusia pasti
diciptakan dengan karakter yang berbeda dan tugas manusialah yang harus
mengasah karkater tersebut dengan baik.
Kompetensi merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menjalani
hidup ini, karena kompetensi merupakan sebuah hal yang sering dilihat
seseorang dalam menilai orang lain. Kapasitas merupakan potensi yang ada
dalam diri manusia. Orang yang memiliki kompetensi yang baik maka orang
tersebut mempunyai kapabilitas yang baik dan seiring dengan pengalaman
yang terus bertambah serta meningkatkatkan kapabilitasnya maka kapasitas
seseorang akan menjadi sebuah hal kenyataan dan bukan hanya hal yang
terpendam dalam diri saja.
3.2. Saran
Mulailah berfikir untuk menjalani hidup ini dengan memiliki karakter yang baik
sehingga dapat menjadi pribadi yang baik dengan cara membangun karakter
dari lingkungan terkecil dan mempengaruhi lingkungan yang besar, serta
temukan potensi apa yang ada didalam diri kita sehingga kita bisa menjadi
pribadi yang berkompeten dan jangan sampai kita tidak pernah tau potensi
diri kita sampai kita mengakhiri hidup ini. Setelah kita tau apa potensi diri kita,
mulailah tingkatkan kapabilitas kita agar potensi yang kita miliki dapat menjadi
hal-hal yang dapat kita banggakan untuk pengalaman kita.
12. DAFTAR PUSTAKA
Bainton, Roland H. Here I Stand: a Life of Martin Luther. New York: Penguin, 1995
(1950)
Dickens, A.G. Martin Luther and the Reformation. New York: Harper & Row, 1967
Hillerbrand, Hans J., ed. The Reformation: A Narrative History Related by
Contemporary Observers and Participants. Grand Rapids, MI: Baker Book
House, 1979
Todd, John M. Luther: A Life. New York: Crossroad Publishing Company, 1982
Martin Luther dalam Jaroslav Peliken, editor, “Luther's Works,” Lectures on Genesis
Chapters 1-5, Vol. 1 (St. Louis: Concordia Publishing House, 1958), pp. 3, 6.
Nohl, Frederick. Luther: Biography of a Reformer. St. Louis: Concordia Publishing
House, 2003