Teori perkembangan kepercayaan James W. Fowler menyatakan bahwa individu melalui 6 tahapan perkembangan kepercayaan sejak bayi hingga dewasa. Tahapan tersebut meliputi kepercayaan elemental awal, intuitif-proyektif, mitis-harfiah, sintetis-konvensional, individuatif-reflektif, eksistensial konjungtif, dan universalitas. Teori ini membantu memahami perkembangan makna agama seseorang secara ps
2. Biografi Singkat
James Fowler adalah seorang
profesor, human development theorist, dan
Direktur Pusat Etika dalam Kebijakan
Publik dan Profesi di Universitas Emory di
Atlanta, Georgia. Ditahbiskan di Gereja
Methodis Amerika. Fowler memiliki karir
sebagai pendidik agama.
Dia memegang posisi mengajar di
Harvard Divinity School dan Boston College
pada awal 1970, dan telah mengajar di
Emory University sejak tahun 1977.Dia
adalah seorang ahli di bidang agama dan
psikologi, dan etika dan kehidupan publik,
dan penulis beberapa buku.
Ayahnya adalah Methodis dan ibunya
seorang QuakerMy mother, a Quaker,
adopted his Methodist. Istrinya, Lurline,
adalah seorang Direktur Pendidikan Kristen
di Universitas Drew Theological Seminary,
Madison, New Jersey.
James W. Fowler
3. Konsep Teori
Fowler
James W. Fowler mengembangkan “Faith Development
Theory”. Teori ini lebih menjurus pada psikologi agama. Namun
pendekatannya membantu kita memahami tahapan
perkembangan kepercayaan individu.
Beragama bagi Fowler adalah bagian dari proses mencari
makna, sebab itu menurutnya manusia adalah meaning maker
(pemberi arti). Manusia adalah subyek yang bermakna dan
memberi/menciptakan makna pada sesuatu atau pada iman
(faith), dan kepercayaan (belief) atau agama.
Sederhananya bagi Fowler ialah ‘faith’ dimengertinya
sebagai sesuatu yang luas dari sekedar ‘kepercayaan’ (belief),
walau keduanya sinonim dengan ‘tindak pengartian’ (upaya
memberi arti/menjelaskan). Sebab kepercayaan menyangkut
mental untuk menciptakan, memelihara dan mentransformasi
arti. Hasilnya adalah apa yang disebutnya sebagai ‘kepercayaan
eksistensial’.
4. Kepercayaan eksistensial diawali oleh ‘rasa percaya’. Hal tersebut berarti :
kepercayaan sebagai cara seorang pribadi (atau kelompok) melihat hubungannya
dengan orang lain, dengan siapa ia merasa dirinya bersatu berdasarkan latar
belakang sejumlah tujuan dan pengartian yang dimiliki bersama.
kepercayaan sebagai cara tertentu, dengan mana pribadi menafsirkan dan
menjelaskan seluruh peristiwa dan pengalaman yang berlangsung dalam segala
lapangan daya kehidupannya yang majemuk dan kompleks.
kepercayaan sebagai cara pribadi melihat seluruh nilai dan kekuatan yang
merupakan realitas paling akhir dan pasti bagi diri dan sesamanya. Di sini
ditentukan mana ‘gambaran penuntun’ mengenai yang ultim yang akhirnya dapat
menggerakkan dan menjadi acuan hidup kita.
Apa yang disebut percaya tidak sekedar menerima secara taken for granted tetapi
belajar secara kritis melalui praksis. Sebab apa yang menjadi isi kognisi (ajaran)
sesungguhnya adalah kumulasi dari apa yang dialami dalam hidup sehari-hari.
5.
6. Tahap 0: Kepercayaan Elementer Awal (Primal
Faith)
• Terjadi pada usia 0-3 tahun.
• Tahapan ini disebut “tahapan primal”.
• Benih iman terbentuk oleh rasa percaya si anak
pada orang-orang yang mengasuhnya dan oleh
rasa aman yang dialami di tengah lingkungannya.
Seluruh interaksi timbal-balik antara si anak dan
orang-orang di sekitarnya merupakan titik tolak
bagi perkembangan imannya.
7. •Terjadi pada usia 3-7 tahun
•Tahapan ini disebut tahapan intuitif proyektif
•Dunia pengalaman sudah mulai disusun oleh
pengalaman inderawi dan kesan-kesan
emosional yang kuat, namun diangkat ke dalam
imajinasi.
•Anak aktif bertanya, mereka kesulitan
membedakan kenyataan dan fantasi.
•Anak memahami atau membayangkan Tuhan
sebagai tokoh yang dikaguminya.
Tahap 1: Kepercayaan Intuitif-Proyektif (Intuitive-Projective
Faith)
8. • Terjadi pada usia 7-12 tahun.
• Tahapan ini disebut “tahapan mistis literal”.
• Yang paling berperan dalam perkembangan iman anak
adalah kelompok atau institusi kemasyarakatan yang
paling dekat dengannya, misalnya kelompok pembinaan
agama, sekolah, atau kelompok sekolah berfungsi
sebagai sumber pengajaran iman.
• Pengajaran paling mengena kalau disampaikan dalam
bentuk kisah-kisah yang bernuansa rekaan. Tuturan
pengajaran lewat kisah rekaan cenderung diterima.
Tahap 2: Kepercayaan Mitis-Harfiah (Mithic-Literal
Faith)
9. Tahap 3: Kepercayaan Sintetis-Konvensional (Synthetic-
Conventional Faith)
• Terjadi pada usia 12-20 tahun.
• Muncul kemampuan kognitif baru, yaitu operasi-operasi
formal, maka remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi
rang lain menurut pola pengambilan perspektif antar-pribadi
secara timbal balik.
• Sudah ada kemampuan menyusun gambaran percaya,
termasuk kepada Tuhan.
• Interpersonal yang ada membuat dunia ini menjadi hidup dan
individu dapat berpikir tentang hipotetis untuk 'mensintesis'
iman yang masih umum.
10. Tahap 4: Kepercayaan Individuatif-Reflektif (Individuative-
Reflective Faith)
Terjadi pada usia 20 tahun ke atas.
Ditandai adanya refleksi kritis atas semua
pendapat,keyakinan,&nilai lama.
‘Individuatif’, saat itulah manusia tidak semata-
mata bergantung pada orang lain, tetapi sadar
akan tanggung jawab dan komitmen.
Ada dua perubahan utama dalam tahap ini:
Individuasi dan refleksi kritis.
11. Tahap 5: Kepercayaan Eksistensial Konjungtif
(Conjunctive Faith)
• Terjadi pada usia 35 tahun ke atas.
• ditandai suatu keterbukaan dan perhatian
baru terhadap adanya polaritas, ketegangan,
paradoks, & ambiguitas dalam hidupnya.
• Tahap ini melibatkan kemampuan untuk terus
bersama sebagai cara untuk mengungkapkan
suatu kesadaran baru bahwa kebenaran lebih
beragam dan kompleks dibanding yang
sebelumnya diyakini.
12. Tahap 6: Kepercayaan Eksistensial yang Universalitas
(Universalizing Faith)
• Terjadi pada usia 45 tahun ke atas.
• Gaya hidup langsung berakar pada kesatuan dengan
Tuhan, yaitu pusat nilai, kekuasaan dan keterlibatan
yang terdalam.
• Ada rasa keutuhan dan keinginan untuk bertindak
berdasarkan apa yang baik bagi semua orang.
Mereka memiliki mimpi dan akan bertindak dengan
komitmen yang mendalam, seringkali juga dengan
biaya pribadi.
13. Aplikasi Teori Fowler
Dalam aplikasinya, perkembangan iman individu biasanya berlangsung
dalam konteks atau ruang lingkup yang diwarnai oleh beberapa hal berikut,
yaitu :
•Teladan tokoh-tokoh identifikasi
•Suasana
•Pengajaran
•Komunikasi
Seorang remaja belasan tahun tentunya akan berbeda dengan orang
dewasa dalam menyikapi iman yang ada dalam dirinya. Orang dewasa lebih
memiliki kesadaran yang tinggi, sehingga tidak heran jika kita menemukan
orang dewasa yang begitu taat beragama, padahal di masa mudanya ia adalah
seorang yang acuh tak acuh. Namun tidak menutupi pula, pada usia yang lebih
dini, sebelum dikatakan dewasa sepenuhnya, seorang individu sudah
berkembang lebih cepat dalam pemahaman imannya.
14. Dalam kehidupan, tahapan-tahapan perkembangan iman
tersebut perlu diperhatikan dalam melakukan pendidikan agama,
setidaknya bagi diri sendiri. Dengan mengetahui tahapan-tahapan
tersebut, hal tersebut akan mempermudah kita dalam memahami
perkembangan iman yang terjadi pada diri sendiri. Apabila terjadi
hambatan pada tahap tersebut, kita akan mampu mencari
solusinya, meskipun bisa saja dengan campur tangan orang lain.