2. Keterangan Buku
• Judul Buku : Pembelajaran Moral
• Pengarang Buku : Dr. C. Asri Budiningsih
• Tahun Terbit : mei 2008
• Penerbit : Rineka Cipta
3. KARAKTERISTIK
SISWA DAN
BUDAYANYA
KARAKTERISTIK KARAKTERISTIK
SISWA BUDAYA
4. Karakteristik siswa adalah bagian-bagian pengalaman
siswa yang berpengaruh pada keefektifan proses belajar.
Pemahaman tentang karakteristik siswa bertujuan untuk
mendeskripsikan bagian-bagian kepribadian siswa yang
perlu di perhatikan untuk kepentingan rancangan
pembelajaran. Menganalis karakteristik siswa
dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan
siswa. Hasil dari kegiatan ini akan berupa daftar yang
memuat pengelompokan karakteristik siswa, sebagian
untuk mempreskripsikan metode yang optimal untuk
mencapai hasil belajar tertentu. Karakteristik siswa
sebagian salah satu variabel dalam domain desain
pembelajaran akan memberikan dampak terhadap
keefektifan belajar.
5. Karakteristik Budaya merupakan suatu kesatuan yang unik dan bukan jumlah dari
bagian-bagian. Budaya dapat berbentuk fisik seperti hasil seni, dapat juga
berbentuk kelompok-kelompok masyarakat sebagai realitas objektif yang diperoleh
dari lingkungan dan tidak terjadi dalam kehidupan manusia.
Unsur-unsur sosial dan budaya terdapat dua unsur yaitu:
1. Kerangka aspirasi-aspirasi.
2. Unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan untuk mencapai aspirasi-aspirasi
tersebut.
Nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian dari konsepsi-konsepsi dostrak yang
hidup di dalam alam pikiran bagian tersebar dari warga masyarakat mengenai apa yang
baik dan apa yang buruk dan norma-norma yang mengatur kegiatan-kegiatan manusia
untuk mencapai cita-cita tersebut . Nilai sosial budaya tadi berfungsi sebagai pedoman
dan pendorong perilaku individu di dalam hidupnya.
Pemahaman tentang budaya sebagai bentuk-bentuk prestasi spikologis yaitu sebagai
kompleks gagasan yang bersifat abstrak, spesifik, subjektif, dan tidak teramati yang
akan mewarnai kehidupan moral para remajanya, perlu dipahami oleh para guru dan
pendidik moral, sebagai dasar pengembangan-pengembangan program pendidikan
moral yang kontekstual.
6. PENALARAN MORAL
KONSEP DASAR TAHAP-TAHAP
MORAL DAN PERKEMBANGAN
PENALARAN MORAL MORAL
7. • Kata moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia
sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai
manusia. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap
yang baik karena dia sadar akan kewajiban dan tanggung
jawabnya dan bukan karena dia mencari keuntungan.
Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-
betul tanpa pamrih. Penaralan moral dipandang sebagai
struktur pemikiran bukan isi, dengan demikian penaralan
moral bukanlah tentang apa yang baik atau yang buruk tetapi
tentang bagaimana seseorang berfikir sampai pada keputusan
bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Penalaran moral pada
intinya bersipat rasional, suatu keputusan moral bukanlah soal
perasaan atau nilai, melainkan selalu mengandung tafsiran
kognitif yang bersifat kontruksi kognitif yang aktif dengan
memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban dan keterlibatan
individu atau kelompok terhadap hal-hal yang baik.
8. • Tahap-Tahap Perkembangan Moral
ada 3 yaitu:
1. Tingkat Pra Konvensional
Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau
buruk ini dalam rangka maksimalisasi, kenikmatan atau akibat-akibat fisik-fisik dari tindakannya.
Tingkat ini dibagi 2 tahap:
a) Tahap 1 : Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan di alami, sedangkan arti atau nilai
manusiawi tidak diperhatikan.
b) Tahap 2 : Orientasi Intrumentalistis
Pada tahap ini tindakan seseorang selalu diarahkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan memperalat orang lain.
2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bini
bangsanya
Tingkat ini terdiri dari 2 tahap :
c) tahap 3 : Orientasi kerukunan atau Orientasi good boy-nice girl
Pada tahap ini orang berpandangan bahwa tingkah laku yang baik adalah yang menyenangkan atau menolong lain serta
diakui oleh yang lain
d) tahap 4 : Orientasi Ketertiban Masyarakat
pada tahap ini tindakan seseorang didorong oleh keinginannya untuk menjaga tertib legal.
3. Tingkat Pasca – Konvensional atau Tingkat Otonom
Pada tahap ini, orang bertindak sebagai subjek hukum dengan mengatasi hukum yang ada.
Tingkat ini terdiri dari 2 tahap :
e) tahap 5 : Orientasi Kontrak sosial
Tindakan yang benar pada tahap ini cenderung ditafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum.
f) tahap 6: Orientasi Prinsip Etis Universal
pada tahap ini orang tidak hanya memandang dirinya sebagai subjek hukum tetapi juga sebagai pribadi yang harus di hormati
9. Konsep dasar kepercayaan eksistensial
(iman) menurut fowler
KEPERCAYAAN
EKSISTENSIAL
(IMAN)
Tahap-tahap kepercayaan eksistensial Hubungan kepercayaan eksistensial
( iman ) (iman) dengan pekembangan moral
10. Kepercayaan eksistensial (iman) menurut fowler adalah suatu cara manusia bersandar atau berserah diri serta
menemukan atau memberikan makna terhadap berbagai kondisi atau keadaan hidupnya. Kepercayaan eksistensial
memiliki dimensi sosial atau relasional yang bersifat triadik atau 3 serangkai, yang meliputi kepercayaan dan kesetiaan
manusia terhadap sesamannya dalam komunitas bersama serta terhadap pusat-pusat nilai dan kekuasaan akhir yang
bersama-sama diyakini dan disetiai.
• Tahap-Tahap Kepercayaan Eksistensial (iman)
Ada 7 tahap yaitu :
1. Tahap 0 : Kepercayaan elementer awal (prima falth)
Tahap ini timbul sebagai pratahap ( pre-strage, yaitu masa bayi 0 sampai 2 atau 3 tahun ).
Kepercayaan juga disebut pratahap “kepercayaan yang belum terdiferensiasi”. Pola
kepercayaan ini di sebut elementer.
2. Tahap 1 : Kepercayaan intuitif –proyektif ( intuitive – projective falth) menandai tahap perkembangan pertama 3-7
tahun
karena daya imajinasi dan dunia gambaran sangat berkembang. Dengan timbulnya kemampuan simbolis dan
bahasa, maka
imajinasi dan dunia gambaran dirangsang oleh cerita, gerak, isyarat, upacara, simbol-simbol, dan kata-kata.
3. Tahap 2 : Kepercayaan mistis – harfiah ( misthic-literal falth)
Bentuk kepercayaan ini muncul biasanya pada umur 7-12 tahun. Seluruh bekal gambaran
emosional dan imajinal masih berpengaruh kuat, namun muncul pula operasi-operasi logis
tersebut yang melampaui tingkat perasaan dn imajinasi tahap sebelumnya.
4. Tahap 3 : Kepercayaan sintetis – konvensional ( syinthetic – convensional falth ).
Kepercayaan ini timbul pada masa adolesen (umur 12-20 tahun) anatara umur 12 tahun remaja
biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya memberi arti.
5. Tahap 4 : kepercayaan individuatif –reflektif ( individuative-fefletive falth ).
Kepercayaan ini muncul pada umur 20 tahun keatas. Pola kepercayaan ini di tandai oleh lahirnya refleksi kritis atas
seluruh
pendapat, keyakinan dan nilai ( religius ) lama.
11. 6. Tahap 5 : kepercayaan eksistensialb- kongjungtif ( konjungtive
falth ).
Kepercaayan ini timbul pada usiasekitar umur 35 tahun ke atas .
Semua yang di upayakan dibawah kuasa kesadaran dan
pengontrolan rasio pada tahap sebelumnya.
7. Tahap 6 : kepercayaan eksistensial yang mengacu pada
universalitas ( universalitas – falth ).
Kepercayaan ini ( jarang terwujud sepenuhnya ) dapat berkembang
pada umur 45 tahun keatas.
• Hubungan Kepercayaan Eksistensial( iman ) dengan Perkembangan
Moral. Kepercayaan keagamaan adalah persoalan alam karena
menyangkut jiwa atau batin manusia. Kepercayaan merupakan cara
seorang melihat seluruh nilai dan kekuatan sebagai realitas paling
akhir dan pasti bagi dir dan sesamanya, dan dapat menggerakan
program pendidikan moral untuk meningkatkan kepercayaan
eksistensial (iman)
13. • Empati berasal dari kata photos ( dalam bahasa
yunani ) yang berarti perasaan yang mendalam.
Empati pada awalnya digunakan untuk
menggambarkan sesuatu pengalaman estetika
kedalam berbagai bentuk kesenian empati lebih
memusatkan perasaannya pada kondisiorang lain
atau lawan bicaranya. Kata empati mengandung
makna bahwa seseorang mencoba untuk mengerti
keadaan orang lain sebagai mana orang tersebut
mengertinya dan menyampaikan kepadannya.
14. • Skala Emapati
Tingkat 1 : Respon tidak relevan atau menyakitkan, tidak mengarah pada perasaan pembicara, jika isi
pembicaraan dikomukasikan secara akurat maka dapat menaikan tingkat respon.
Tingkat 2 : Respon hanya berhubungan sedikit dengan apa yang dikatakan atau dirasakan oleh pembicara. Jika
isi pembicaraan dikomunikasikan secara akurat dapat menaikan tingkat respon, sebaliknya jika tidak akurat
dapat menurunkan respon.
Tingkat 3 : Respon menunjukan bahwa perasaan pembicaraan dipahami secara pribadi oleh responden. Isi
pembicaraan kurang penting , tetapi ketika isi pembicaraan harus dicermati. Jika tidak akurat tingkat respon
akan turun.
Tingkat 4 : Respon dapat meningkatkan kesadaran pembicara dan dapat mengidentifikasi perasaannya yang
mendasar. Isi pembicaraan digunakan untuk memperdalam makna (arti). Jika isi tidak akurat, tingkat respon
dapat diturunkan.
• Peranan Empati Dalam Perkembangan Moral
Dalam suatu budaya tertentu sebagai contoh budaya yogyakarta, dapat dapat dijelaskan sebagai berikut. Bahwa
pertimbangan-pertimbangan moral masyarat yogyakarta terkenal oleh batasan prinsip kerukunan dan prinsip
hormat pertimbangan moral pribadi seseorang harus memperhatikan tuntutan-tuntutan prinsip keselarasan.
Upaya pemberian bantuan kepada orang lain merupakam bentuk-bentuk empati seseorang .
Dengan kata lain, masyarat yogyakarta menuntut agar individu-individu jangan bertindak hanya berdasarkan
pertimbangannya sendiri, melainkan harus memperhatikan prinsip keselarasan dalam masyarakat, dan itu
berlaku pula apabila pertimbangan-pertimbangannya mangandung nilai-nilai moral.
15. Peran sosial Interaksi didalam situasi
kelompok sosial
Sumbangan peran sosial
dalam perkembangan
moral
16. • Interaksi merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih dimana pelaku individu yang
satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki prilaku individu yang lain sedangkan
situasi kelompok sosial yaitu situasi yang terjadi dan sumbangan yang ditentukan dalam
kelompok sosial tempat orang-orang berinteraksi dan didalam kelompok mempunyai tujuan
bersama, semakin giat angota angota kolompok tersebut melaksanakan tugasnya, semakin
produktif pula usaha kelompok dan semakin kokoh persatuan diantara anggotanya.
• Posisi sosial yaitu penempatan seseorang dalam kelompok masyarakat sehubungan dengan
sumbangan yang ditentukan bagi suatu tata hubungan dengan orang lain yang sudah
menempati tempat dalam masyarakatnya setiap posisi yang diakvi oleh angota-anggota suatu
kelompok, akan mendukung tujuan-tujuan kelompok tersebut, setiap posisi merupakan bagian
dari suatu sistem posisi, sehingga tidak ada posisi yang mempunyai arti bila terpisah dari
posisi-posisi lainya. Pesan seseorang dalam posisinya mencakup semua pelaku yang
dilakukan oleh kelompok untuk dilakukanya, ada kewajiban dan ada hak-haknya, dengan
demikian maka setiap pesan merupakan bagian dan dari sistem peran yang interdependensi
dan dapat berubah, jika sistem berubah.
17. • Faktor-faktor penentu lingkungan sosial terhadap
perkembangan moral yaitu kesempatan untuk
mengambil peran sosial, perkembangan moral
sebagai urutan peralihan tahap merupakan proses
transpormasi struktur kognitif yang berurutan.
Perkembangan struktural tersebut tidak
disebabkan oleh proses pematangn
biologis, perkembangan merupakan hasilinteraksi
antara terdensi-terdensi struktural organisasi dan
ciri-ciri struktural lingkungan sekitar, dalam
bahasa struktural format tahap diuraikan sebagai
pola pengenalan sosial – afektif proses
perkembangan pribadi yang menjadi ciri khas
manusia sebagai mahluk sosial yang hidup di
dalam masyarakat.
18. Karakteristik
siswa
berhubungan
dengan
pemahaman/pena
laran
Karakteristik Pembelajaran Karakteristik
siswa siswa
berhubungan moral berpijak berhubungan
dengan pada karakteristik dengan
perasaan moral kepercayaan
(empati) siswa dan eksestensial (
budayanya iman)
Karakteristik
siswa
berhubungan
dengan
tinndakan moral
(peran sosial)
19. • Pembelajaran dalam mengembangkan model atau strategi
pembelajaran moral menggunakan pendekatan struktural
kognitif. Pendekatan struktural kognitif lebih menaruh
perhatianpada penalaran moral dari pada tindakan moral
dengan asumsi bahwa pemikiran moral akan mengarahkan
tindakan moral, dan ia menganggap tahap-tahap yang lebih
tinggi sebagai lebih bermoral dari pada tahap-tahap yang
lebih rendah.
• Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan
dengan kata-kata, aksi dan kontemplasi kepercayaan yang
ada dalam diri mereka. Hal ini memungkinkan siswa untuk
lebih terbuka dan sadar akan perkembangan kepercayaan
mereka sendiri.
• Diperlukan suatu keadaan jiwa atau sikap batin berbudi
luhur, yang artinya mempunyai perasaan yang tepat
bagaimana cara bersikap terhadap orang lain, untuk itu
pengelolaan pembelajaran moral yang bertujuan
meningkatkan empati perlu di kembangkan
20. • Kesempatann untuk mengambil peran sosial tampaknya
merupakan suatu yang penting dalam perkembangan
moral. Memperlihatkan bahwa anak-anak yang maju
dalam perkembangan moral, memiliki orang tua yang
juga maju dalam penalaran moral dan berusaha
mengenal pandangan anak dan yang mendorong
terjadinya dialog, mempunyai anak yang secara moral
lebih matang.
21. KOMENTAR
• Buku ini sangat bagus dan menarik untuk
dibaca oleh semua orang, dengan adanya
buku pembelajaran moral ini, agar para
remaja memiliki kesadaran moral yaitu agar
dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk
dan hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan. Moralitas remaja ini juga
perlu di perhatikan, sebab akan menentukan
nasib dan masa depan mereka.