Dokumen ini membahas definisi Al-Quran secara etimologi dan istilah, sejarah turunnya Al-Quran secara bertahap, hikmah turunnya secara berangsur-angsur, pengumpulan dan penulisan Al-Quran pada masa Nabi Muhammad SAW, Khulafaur Rasyidin, dan setelahnya.
1. • Ika Zulaefah (2013114125)
• Yulan Afriani (2013114135)
• Hikmatul Hanifah (2013114181)
• Mamluatul Barokah (2013114286)
Sejarah Turun dan Penulisan Al-Qur’anSejarah Turun dan Penulisan Al-Qur’an
2.
3. DEFINISI AL-QUR’ANDEFINISI AL-QUR’AN
1. Pengertian Etimologi (Bahasa)
Para ulama telah berbeda pendapat di dalam
menjelaskan kata Al-Qur’an dari sisi : cara
melafalkan (apakah memakai hamzah atau
tidak), dan apakah ia merupakan kata sifat
atau kata jadian. Para ulama yang
mengatakan bahwa, cara melafalkan
menggunakan hamzah pun telah terpecah
menjadi dua pendapat, yaitu :
4. 1. Al-Lihyani, berkata bahwa kata “Al-Qur’an”
merupakan kata jadian dari kata dasar
“qara’a” (membaca) sebagai mana kata
rujhan dan ghufran. Kata jadian ini
kemudian dijadikan sebagai nama bagi
firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw.. Penamaan ini masuk
kedalam kategori “tasmiyah al maf’ul bil al
mashdar” (penamaan isim maf’ul dengan isim
masdhar).
5. 2. Al-Zujaj, menjelaskan bahwa kata “Al Qur’an”
merupakan kata sifat yang berasal dari kata
dasar “al-qar’u” yang artinya menghimpun.
Kata sifat ini kemudian dijadikan nama bagi
firman Allah yang diturunkan kepada nabi
Muhammad, karena kitab menghimpun surat,
ayat, kisah, perintah dan larangan.
6. Para Ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkan
“Al-Qur’an” dengan tidak menggunakan hamzah pun terpecah
menjadi 2 kelompok :
1.Al-Asyari, mengatakan bahwa kata Al-Qu’ran diambil dari kata
kerja “qarana” (menyertakan) karena Al-Qur’an menyertakan
surat, ayat, dan huruf –huruf.
2.Al-Farra’, menjelaskan bahwa kata Al-Qur’an diambil dari kata
dasar “qarra’in” (penguat) karena Al-Qur’an terdiri dari ayat-
ayat yang saling menguatkan, dan terdapat kemiripan antara
satu ayat dan ayat-ayat lainnya.
7. a) Menurut Manna’ Al-Qaththan:
“Kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad S.A.W
dan yang membacanya memperoleh pahala.”
b) Menurut Al-Jujani:
“Yang diturunkan kepada Rasulullah S.A.W, yang ditulis
didalam mushaf dan yang diriwayatkan secara mutawatir
tanpa keraguan.”
2.Pengertian Terminologi (Istilah)
8. c. Menurut Abu Syahbah:
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan, baik lafaldz maupun
maknanya kepada nabi Muhammad SAW., yang diriwayatkan secara
mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan akan
kesesuaiannya dengan apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad
SAW., yang ditulis pada mushaf mulai dari surat Al-Fatihah sampai akhir
surat An-Nas.
d. Menurut Kalangan Pakar Ushul Fiqih, Fiqih, dan Bahasa Arab:
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW., yang
lafadz - lafadznya mengandung mujizat, membacanya mempunyai nilai
ibadah, yang diturunkan secara mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf,
mulai dari awal surat Al-Fatihah [1] sampai akhir surat An-Nas [114].
9. Sejarah Turunnya Al-
Qur’an (Nuzulul Qur’an)
Nuzul adalah kata jadian dari kata kerja “Nazala” yang
berarti “Turun”. Turunnya Al-Qur’an lebih sering digunakan
istilah Nuzulul Qur’an, bahkan terdapat peringatan Nuzulul
Qur’an sebagai bentuk penghormatan dan pengagungan
terhadap Al-Qur’an. Kebanyakan masyarakat hanya sebatas
mengetahui bahwa Al-Qur’an diturunkan pada Bulan
Ramadhan, namun sebenarnya ada beberapa tahapan Al-
Qur’an itu turun kepada Nabi Muhammad Saw. hingga dapat
kita baca sekarang ini.
Menurut Al-Zarqani dalam manahil Al-Irfan berpendapat
bahwa proses turunnya Al-Qur’an terdiri atas tiga tahapan:
10. 1. Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke Lauh Al-Mahfuzh, yaitu
suatu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan
kepastian Allah. Disebutkan dalan Surat Al-Buruj ayat 21-22, yang
artinya: “Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-Qur’an yang mulia,
yang (tersimpan) dalam lauh al-mahfuzh”.
2. Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait Al-Izzah (tempat
yang berada di langit dunia), sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Qadar ayat 1, yang artinya : ”Sesungguhnya Kami telah menurunkan-
nya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”.
3. Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam hati Nabi dengan
jalan berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Hal ini diisyaratjkan
dalam Q.S. Asy-Syu’ara ayat 193-195, yang artinya: “Dia dibawa turun
oleh ar-ruh al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang diantara orang yang memberi peringatan,
dengan bahasa Arab yang jelas”.
11. Hikmah Turunnya Al-Qur’an
Secara Berangsur-angsur
1. Untuk meneguhakan hati Nabi Muham mad Saw..
2. Sebagai Mukjizat Mengingat banyaknya tantangan
yang dihadapi Nabi dari kaumnya baik dari
pertanyaan yang memojokkan.
3. Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman Al-
Qur’an.
4. Untuk menerapkan hukum secara bertahap.
5. Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an adalah bukan
rekayasa Nabi Muhammad atau manusia biasa.
12. PengumPulan al-Qur’an
Dalam penulisan Al-Qur’an kita mengenal istilah Jam’u Al-Qur’an
(pengumpulan Al-qur’an) yang mempunyai dua pengertian yaitu, al-hifdzu
(menghafal) dan al-kitabah (menulis) yakni menulis al-qur’an pada benda-benda
yang dapat ditulis.
Kata pengumpulan dalam arti penghafalannya adalah proses ketika Allah Swt.
menyemayamkan wahyu yang diturunkan ke dalam lubuk hati Nabi Muhammad
Saw. secara mantap, menghafal dan menghayatinya, sehingga beliau dapat
menguasai Al-Quran sebagaimana yang dimaksud Allah SWT. kemudian beliau
membacakannya kepada sejumlah sahabatnya, agar mereka dapat pula menghafal
dan memantapkannya di dalam lubuk hati mereka.
Sedangkan pengumpulan Al-Qur’an yang berarti al-kitabah (menulis) yakni
perhimpunan seluruh Al-Qur’an dalam bentuk tulisan, yang memisahkan masing-
masing ayat dan surah, dan mengatur susunan semua ayat dan surah di dalam
beberapa shahifah yang kemudian disatukan sehingga menjadi suatu koleksi yang
merangkum semua surah yang sebelumnya telah disusun satu demi satu.
13. Proses Penulisan Al-
Qur’an
Proses penulisan Al-Qur’an (rasmu Al-Qur’an) terdiri dari beberapa tahapan
atau masa. Yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW., pada masa Khulafa’ur
Rasyidin, dan pada masa setelah Khulafa’ur Rasyidin.
1.Masa Nabi Muhammad SAW.
Penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad ditempuh dengan dua cara:
a)Al-Jam’u fis Sudur
Rasulullah amat menyukai wahyu, dan senantiasa menunggu turunnya
wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya.
Nabi Muhammad Saw adalah hafiz (penghafal) Al-Qur’an pertama dan
merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dalam menghafalnya, sebagai
bentuk kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Setiap kali
Rasulullah menerima wahyu, para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala.
14. b) Al-Jam’u fis Suthur
Selain di hafal, Rasulullah juga mengangkat para penulis wahyu Al-
Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka seperti Ali, Mu’awiyah,
Ubay bin Ka’b dan Zaid bin Sabit. Bila ayat turun, beliau
memerintahkan mereka menuliskan dan menunjukan tempat ayat
tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu
membantu penghafalan didalam hati.
Proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad Saw.
sangatlah sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana
dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang dan
berbagai tempat lainnya.
15. 2. Masa Khulafa’ur Rasyidin
a. Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pada masa pemerintahan Abu Bakar terjadilah Jam’ul Quran yaitu
pengumpulan naskah-naskah atau manuskrip Al-Quran yang susunan surah-
surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi
tartibin nuzul).
Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar terjadi
setelah Perang Yamamah pada tahun 12 H. Peperangan tersebut
mengakibatkan 70 orang sahabat penghafal Al-Qur’an syahid. Khawatir akan
hilangnya Al-Qur’an karena para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur
dalam medan perang. Lalu Umar bin Khattab menemui Khalifah Abu Bakar
Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang
tersimpan didalam hafalan maupun tulisan.
16. b. Pada Masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan
Pada masa pemerintahan Usman bin ‘Affan terjadi perluasan wilayah
islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan
hanya terdiri dari bangsa arab saja (’Ajamy).
Salah satu dampak yang terjadi adalah ketika mereka membaca Al-
Quran, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini
ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai
panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin Al-
Yaman.
Inisiatif ‘Utsman bin ‘Affan untuk menyatukan penulisan Al-Qur’an
tampaknya sangat beralasan. Betapa tidak, menurut beberapa riwayat,
perbedaan cara membaca Al-Qur’an pada saat itu sudah berada pada
titik yang menyebabkan umat Islam saling menyalahkan dan pada
ujungnya terjadi perselisihan diantara mereka.
17. 3. Masa setelah Khulafa’ur Rasyidin
Pada masa ini, Al-Qur’an mulai dalam tahap penyempurnaan dalam
penulisannya. Mushaf yang ditulis pada masa ‘Utsman bin ‘Affan tidak
memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu
qira’at yang tujuh. Setelah banyak orang non-Arab memeluk Islam, mereka
merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan bertitik itu.
Pada masa khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), ketidak memadainya mushaf
ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkemuka saat itu dan pada karena
itu pula penyempurnaan mulai segera dilakukan.
Upaya penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan
dilakukan oleh setiap generasi sampai abad III H (akhir abad IX M.).