SlideShare a Scribd company logo
DAMPAK PSAK SEWA YANG BARU
                          TERHADAP PLN
         (Kasus: Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik)

                                 ABSTRAK
         Makalah ini menjelaskan mengenai bagaimana dampak atas penerapan
PSAK sewa yang baru, yaitu PSAK 30 “Sewa” terhadap laporan keuangan suatu
perusahaan. Kita akan melihat dampak riilnya melalui studi kasus terhadap
Laporan Keuangan PT PLN, suatu BUMN yang bertugas menyediakan tenaga
listrik untuk kebutuhan masyarakat umum. Menggunakan data dari PT PLN, kita
akan temukan bagaimana PT PLN mempertimbangkan untuk memperlakukan
perjanjian jual beli tenaga listrik dari produsen swasta sebagai suatu perjanjian
sewa berdasarkan panduan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian
Mengandung Suatu Sewa“ sehingga berimplikasi pada penerapan PSAK 30 “
Sewa”, khususnya mengenai sewa pembiayaan. Kemudian, dibahas pula
bagaimana pada akhirnya penerapan PSAK 30 “Sewa” secara restrospektif
menyebabkan diakuinya aset dan kewajiban terkait perjanjian sewa dalam
laporan posisi keuangan serta mengakibatkan perubahan pada saldo laba/rugi
pada laporan laba/rugi komprehensif tahun sebelumnya. Dampaknya, rasio-rasio
keuangan perusahaan pun ikut berubah dan berpotensi mengakibatkan terjadinya
pelanggaran beberapa covenant atas obligasi yang dimiliki.

1. PENDAHULUAN
       Sewa guna usaha (leasing) pertama kali berkembang sebagai alat
pembelanjaan atau pembiayaan perusahaan sejak adanya Accounting Research
Bulletin No.38 tentang Disclosure of Long Term Lease on Financial Statement of
Lessees. Financial Accounting Standards Board (FASB) menerbitkan FASB
Statement No. 13 (Accounting for Leases) pada tahun 1976 yang memberikan
panduan akuntansi terhadap sewa guna usaha baik untuk lessor maupun lessee.
International Accounting Standards Committee (IASC) pada tahun 1982
menerbitkan standar mengenai “Leases” yang hampir sama dengan FASB
Statement No. 13.
       Sewa guna usaha (leasing) pertama kali diperkenalkan di Indonesia
melalui surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri
Perdagangan    Republik    Indonesia   dengan    Nomor     Kep-122/MK/2/1974,
No.32/M/SK/2/1974 dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang


                                   1                       Universitas Indonesia
“Perizinan Usaha Leasing”.   Sejak saat itu, perkembangan sewa di Indonesia
dapat terlihat dari munculnya perusahaan-perusahaan sewa guna usaha di
Indonesia. Selanjutnya, antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1990, dikeluarkan
Surat Edaran Direktur Jendral Moneter Dalam Negeri No. SE/499/MD/1984
tanggal 24 Januari 1984 tentang ketentuan dan tata cara penyampaian perusahaan
leasing, serta Keputusan Menteri No. 125/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember
1988.
        Mengikuti perkembangan usaha sewa dan praktik akuntansi baik di
Indonesia maupun dunia Internasional, maka standar akuntansi terkait dengan
leasing di Indonesia telah mengalami dinamika dan perubahan. Masalah
perlakuan akuntansi terkait sewa secara khusus diaturoleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 30. Sejak
disahkan tanggal 07 September 1994 dan dinyatakan efektif berlaku 1 Januari
1991 hingga sekarang, PSAK 30 (1994) “ Akuntansi Sewa Guna Usaha” telah
mengalami revisi sebanyak 2 kali. Revisi pertama, PSAK 30 (2007) “Sewa”
disahkan pada tahun 27 Juni 2007 untuk menggantikan PSAK (1994) “ Akuntansi
Sewa Guna Usaha”. Keluarnya PSAK 30 (2007) Sewa disusul dengan keluarnya
ISAK (Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan) 8 “Penentuan Apakah Suatu
Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” sebagai panduan menilai apakah suatu
perjanjian dianggap sebagai sewa atau mengandung sewa sehingga harus
menerapkan PSAK 30. Revisi kedua , PSAK 30 (2011) “Sewa” dilakukan untuk
mengadopsi ketentuan IAS 17 per 1 Januari 2009 dan dinyatakan efektif berlaku
per 1 Januari 2012.
        Munculnya standar akuntansi mengenai sewa yang baru tersebut membuat
implikasi yang cukup signifikan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan.
Hal tersebut terjadi karena penerapan kebijakan akuntansi yang baru tersebut
membawa pengaruh pada perubahan kebijakan akuntansi yang harus dilakukan
perusahaan.
        Dalam makalah ini, akan disajikan pembahasan/analisa mengenai
penerapan standar akuntansi yang terkait dengan sewa (PSAK 30 “Sewa” dan
ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa”) serta isu
yang timbul dalam praktek penyusunan laporan keuangan di Indonesia (kasus PT


                                  2                       Universitas Indonesia
PLN). Pembahasan tersebut akan dibagi dalam beberapa bagian. Pada bagian
pertama, akan diberikan landasan teori mengenai standar akuntansi terkait sewa
yang berlaku di Indonesia sesuai PSAK 30 “Sewa” dan ISAK 8 “Penentuan
Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa”. Pada bagian kedua, akan
diberikan suatu studi kasus penerapan PSAK 30 “Sewa” dan ISAK 8 “Penentuan
Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” oleh perusahaan PLN, mulai
dari latar belakang penerapan, isu permasalahan yang muncul sampai dampaknya
pada perusahaan. Terakhir, akan diambil kesimpulan mengenai kasus penerapan
PSAK sewa yang baru oleh PT PLN dan dampaknya.


2. STANDAR AKUNTANSI YANG BERLAKU: PSAK 30 DAN
      ISAK 8
2.1      ISAK 8 “PENENTUAN APAKAH SUATU PERJANJIAN
         MENGANDUNG SUATU SEWA”
         Sebelum memasuki pembahasan mengenai leasing, kita akan membahas
dulu mengenai ISAK 8. Dalam menentukan apakah suatu perjanjian mengandung
suatu sewa atau tidak, kita harus menggunakan panduan ISAK 8: “Penentuan
Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” yang mengadopsi IFRIC 4
“Determining Whether an Arrangement Containts a Leases”. Suatu entitas dapat
melakukan suatu perjanjian, yang terdiri dari satu atau serangkaian transaksi
terkait, dimana bentuk legal perjanjian tersebut bukan sewa tetapi perjanjian itu
memberikan hak kepada pihak lain untuk menggunakan suatu aset, dengan
imbalan suatu atau serangkaian pembayaran. Dalam menentukan apakah suatu
perjanjian merupakan perjanjian sewa atau suatu perjanjian yang mengandung
sewa, perlu diperhatikan substansi perjanjian dan dilakukan evaluasi, apakah:
a.    Pemenuhan perjanjian bergantung pada penggunaan aset tertentu
      Aset bukan merupakan subjek sewa jika pemenuhan perjanjian tidak
      sepenuhnya bergantung pada aset tersebut, walaupun secara eksplisit
      diidentifikasikan seperti itu di dalam perjanjian.
b. Perjanjian memberikan hak untuk menggunakan aset
      Suatu perjanjian dianggap memberikan hak untuk menggunakan aset jika
      perjanjian tersebut memberikan hak kepada lessee untuk mengendalikan


                                       3                    Universitas Indonesia
penggunaan aset tersebut. Di dalam ISAK 8, dijelaskan kondisi-kondisi yang
      harus dipenuhi agar terdapat pengalihak hak untuk menggunakan aset, yaitu:
      i.    Lessee mempunyai kemampuan atau hak untuk mengoperasikan aset atau
            mengarahkan pihak lain untuk mengoperasikan aset tersebut sesuai
            dengan cara ditentukan pembeli dan pada saat yang bersamaan, pembeli
            mendapatkan atau mengendalikan keluaran (output) atau kegunaan
            lainnya atas aset tersebut, dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan.
      ii. Pembeli mempunyai kemampuan atau hak untuk mengendalikan akses
            fisik terhadap aset tersebut dan pada saat yang bersamaan, pembeli
            mendapatkan atau mengendalikan keluaran atau kegunaan lainnya atas
            aset tersebut, dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan.
      iii. Fakta dan kondisi yang ada menunjukkan bahwa kecil kemungkinan bagi
            satu atau lebih pihak lain selain pembeli akan mengambil keluaran atau
            kegunaan lainnya dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan yang
            akan diproduksi atau dihasilkan oleh aset tersebut selama masa
            perjanjian; dan harga yang dibayar pembeli untuk keluaran tersebut
            bukan harga yang secara kontraktual tetap untuk setiap unit keluaran
            ataupun harga yang sama dengan harga pasar per unit keluaran pada saat
            penyerahan keluaran tersebut.


2.2        PSAK 30 “SEWA”
           Di Indonesia, standar akuntansi yang mengatur mengenai sewa terdapat
pada PSAK No. 30 mengenai Sewa. Dalam Paragraf 04 PSAK No. 30, dijelaskan
arti sewa, yaitu suatu perjanjian yang mana lessor memberikan kepada lessee hak
untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai
imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada
lessor. Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang
menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak Perusahaan Sewa
Guna Usaha (lessor). Di IFRS, leasing diatur dalam IAS 17 mengenai Leases.




                                        4                        Universitas Indonesia
Gambar 1. Hubungan antara Lessee dan Lessor


 2.2.1   Klasifikasi Sewa
         Di dalam PSAK No. 30 dan IAS 17, leasing diklasifikasikan ke dalam 2
 kategori, yaitu sewa pembiayaan (financial lease) dan sewa operasi (operating
 lease). Berikut adalah arti dari kedua klasifikasi tersebut:
 1.   Sewa Pembiayaan
      Sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh
      risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik
      pada akhirnya dapat dialihkan atau dapat juga tidak dialihkan.
2.    Sewa Operasi
      Sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan, yaitu jika sewa tidak
      mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait
      dengan kepemilikan aset.
         Klasifikasi sewa didasarkan atas sejauh mana risiko dan manfaat yang
 terkait dengan kepemilikan aset sewaan berada pada lessor atau lessee. Risiko
 termasuk kemungkinan kerugian dari kapasitas tidak terpakai atau keusangan
 teknologi dan variasi imbal hasil karena perubahan kondisi ekonomi. Manfaat
 dapat tercermin dari ekspektasi operasi yang menguntungkan selama umur
 ekonomi aset dan keuntungan dari kenaikan nilai atau realisasi dari nilai residu.


 2.2.2   Sewa Dalam Laporan Keuangan Lessee
 Sewa Pembiayaan
         Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan
 liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau
 sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih

                                       5                        Universitas Indonesia
rendah daripada nilai wajar. Transaksi dan kejadian dicatat dan disajikan sesuai
dengan substansi dan realitas keuangannya, dan tidak selalu mengikuti bentuk
hukumnya. Meskipun bentuk hukum perjanjian sewa menyatakan bahwa lessee
tidak memperoleh hak secara hukum atas aset sewaan, tetapi dalam hal sewa
pembiayaan, secara substansi dan realitas keuangan lessor memperoleh manfaat
ekonomi dari penggunaan aset sewaan tersebut selama sebagian besar umur
ekonomisnya
       Sewa pembiayaan diakui dalam laporan posisi keuangan lessee sebagai
aset dan kewajiban untuk membayar sewa masa depan. Pada awal masa sewa, aset
dan liabilitas untuk membayar sewa masa depan diakui dalam laporan posisi
keuangan pada jumlah yang sama, kecuali untuk biaya langsung awal dari lessee
yang ditambahkan ke jumlah yang diakui awal.
                           BIAYA LANGSUNG AWAL
                      Ya                                     Tidak
Biaya Komisi                                 General Overheads
Biaya legal (legal fees)                     Biaya iklan
Biaya yang timbul dari pengevaluasian dan    Biaya     yang   berhubungan      dengan
pencatatan garansi, jaminan dan perjanjian   pembujukan sewa potensial
keamanan lainnya
Biaya     yang       berhubungan   dengan    Biaya yang timbul dari pelayanan sewa
penegosiasian syarat sewa                    yang ada
Biaya yang timbul dalam persiapan dan        Biaya yang berhubungan dengan aktivitas
memroses dokumen sewa                        pendukung lainnya
Biaya yang timbul dari penyelesaian
transaksi
  Tabel 1. Biaya langsung awal yang dapat dan tidak dapat ditambahkan ke jumlah yang
                                      diakui awal
       Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara mana yang merupakan
beban keuangan dan pengurangan liabilitas. Beban keuangan dialokasikan pada
setiap periode selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu
suku bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas. Rental kontinjen
dibebankan pada periode terjadinya.
       Dalam sewa pembiayaan, terdapat beban penyusutan untuk aset
tersusutkan dan beban keuangan yang timbul pada setiap periode akuntansi.
Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan konsisten dengan aset yang dimiliki oleh
perusahaan dan penghitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK 16:
Aset Tetap dan PSAK 19: Aset Tak Berwujud. Jangka waktu penyusutan aset
sewaan jika tidak ada kepastian bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan

                                      6                        Universitas Indonesia
pada akhir masa sewa adalah jangka waktu yang lebih pendek antara masa sewa
dan umur manfaatnya. Pembayaran utang sewa tidak boleh langsung diakui
sebagai beban, karena jumlah beban penyusutan dan beban keuangan untuk suatu
periode tidak sama nilainya dengan jumlah pembayaran utang sewa untuk periode
tersebut.
       Menurut PSAK 30, paragraf 30, lessee mengungkapkan hal berikut untuk
sewa pembiayaan:
a.   Jumlah tercatat neto untuk setiap kelompok aset pada tanggal pelaporan.
b.   Rekonsiliasi antara total pembayaran sewa minimum masa depan pada akhir
     periode pelaporan dan nilai kininya. Selain itu, entitas mengungkapkan total
     pembayaran sewa minimum masa depan pada akhir periode pelaporan, dan
     nilai kininya untuk setiap periode, sampai dengan satu tahun, lebih dari satu
     tahun sampai lima tahun, dan lebih dari lima tahun.
c.   Rental kontinjen yang diakui sebagai beban pada periode.
d.   Total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut masa depan
     dari kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan pada akhir periode
     pelaporan.
e.   Penjelasan umum isi perjanjian sewa yang material yang meliputi, tetapi tidak
     terbatas pada, hal dasar penentual utang rental kontinjen, keberadaan dan
     persyaratan dari opsi pembaruan atau pembelian dan klausul eskalasi, dan
     pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian sewa, misalnya yang terkait
     dengan dividen, tambahan utang, dan sewa-lanjut.


Sewa Operasi
       Pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar
garis lurus selama masa sewa. Menurut PSAK 30, paragraf 34, pengungkapan
untuk sewa operasi, lessee juga mengungkapkan hal berikut untuk sewa operasi:
a.   Total pembayaran sewa minimum masa depan dalam sewa operasi yang tidak
     dapat dibatalkan untuk setiap peropde sampai dengan satu tahun, lebih dari
     satu tahun sampai lima tahun, lebih dari lima tahun.




                                    7                       Universitas Indonesia
b.   Total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut masa depan
     dari kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan pada akhir periode
     pelaporan.
c.   Pembayaran sewa dan sewa-lanjut yang diakui sebagai beban pada periode,
     dengan pengungkapan terpisah untuk jumlah pembayaran minimum sewa,
     rental kontinjen, dan pembayaran sewa-lanjut;
d.   Penjelasan umum perjanjian sewa lessee yang signifikan, yang meliputi,
     namun tidak terbatas pada dasar penentuan utang rental kontinjen, keberadaan
     dan persyaratan dari opsi pembaruan atau pembelian dan klausal eskalasi, dan
     pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian sewa, seperti pembatasan
     dividen utang tambahan, dan sewa-lanjut.


2.2.2   Sewa Dalam Laporan Keuangan Lessor
Sewa Pembiayaan
        Dalam sewa pembiayaan dimana seluruh risiko dan manfaat yang terkait
dengan kepemilikan aset dialihkan dari lessor ke lessee, penerimaan piutang sewa
diakui oleh lessor sebagai pembayaran pokok dan pendapatan keuangan sebagai
penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya.
        Biaya langsung awal yang dapat diatribusikan langsung pada proses
negosiasi dan pengaturan sewa antara lain, komisi, biaya hukum dan biaya
internal yang bersifat tambahan. Biaya langsung awal tidak termasuk biaya umum
seperti yang lazimnya dikeluarkan oleh tim penjualan dan pemasaran.
        Lessor mengalokasikan pendapatan keuangan selama masa sewa dengan
dasar yang sistematis dan rasional. Alokasi pendapatan ini didasarkan pada suatu
pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang konstan atas
investasi neto lessor dalam sewa pembiayaan. Pembayaran sewa dalam suatu
periode diterapkan pada investasi sewa bruto untuk mengurangi pokok dan
pendapatan keuangan yang belum diterima.
        Lessor pabrikan atau dealer sering memberikan pilihan penawaran untuk
membeli atau menyewa suatu aset kepada pelanggan. Sewa pembiayaan oleh
lessor pabrikan atau dealer seringkali menimbulkan:




                                   8                        Universitas Indonesia
a.   keuntungan/kerugian yang setara dengan laba rugi dari penjualan biasa atas
     aset sewaan yang ditentukan pada harga jual normal setelah dikurangi
     potongan penjualan, dan
b.   pendapatan keuntungan selama masa sewa.
     Pendapatan penjualan diakui pada awal masa sewa oleh lessor pabrikan atau
     dealer sebesar nilai wajar aset.
        Menurut PSAK 30, paragraf 47, lessor mengungkapkan hal berikut untuk
sewa pembiayaan:
a.   rekonsiliasi antara investasi sewa bruto dan nilai kini piutang pembayaran
     sewa minimum pada akhir periode pelaporan. Di samping itu, lessor
     mengungkapkan investasi sewa bruto dan nilai kini piutang pembayaran sewa
     minimum pada akhir periode pelaporan untuk setiap periode kurang dari satu
     tahun, lebih dari satu tahun sampai lima tahun, dan lebih dari lima tahun.
b.   Pendapatan keuangan yang belum diterima.
c.   Nilai residu yang tidak dijamin yang diakru sebagai manfaat lessor.
d.   Akumulasi penyisihan piutang tidak tertagih atas pembayaran sewa
     minimum.
e.   Rental kontinjen yang diakui sebagai pendapatan dalam periode; dan
f.   Penjelasan umum isi perjanjian sewa lessor yang material.


Sewa Operasi
        Menurut PSAK 30, paragraf 56, lessor mengungkapkan hal berikut untuk
sewa operasi:
a.   Jumlah agregat pembayaran sewa minimum masa depan dalam sewa operasi
     yang tidak dapat dibatalkan untuk setiap periode sampai dengan satu tahun,
     lebih dari satu tahun sampai lima tahun, dan lebih dari lima tahun
b.   Total rental kontinjen yang diakui sebagai pendapatan pada periode; dan
c.   Penjelasan umum isi perjanjian sewa lessor.




                                        9                     Universitas Indonesia
3. STUDI KASUS: PENERAPAN PSAK SEWA YANG BARU
     PADA PLN
        Penerapan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung
Sewa”, memberikan implikasi pada perusahaan untuk mengevaluasi/melakukan
asessment ulang terhadap perjanjian memberikan hak untuk menggunakan aset
apakah merupakan perjanjian sewa atau perjanjian yang mengandung sewa.
Selanjutnya, setelah dilakukan evaluasi sebagaimana dimaksud diatas, atas
perjanjian yang mengandung sewa maka pihak-pihak yang melakukan perjanjian
harus menerapkan ketentuan PSAK 30 “Sewa” dalam penyusunan dan penyajian
laporan keuangan.
        Sesuai PSAK 30 “Sewa” terhadap perjanjian yang ditetapkan mengandung
sewa harus ditentukan apakah termasuk kategori sewa pembiayaan atau sewa
operasi. Jika dalam perjanjian sewa terdapat pengalihan secara substansial seluruh
resiko atau manfaat terkait dengan kepemilikan suatu aset, maka perusahaan
tersebut harus mengakui perjanjian yang mengandung sewa tersebut sebagai sewa
pembiayaan. Disisi lain, apabila dalam perjanjian sewa tersebut tidak terdapat
secara substansial seluruh resiko atau manfaat terkait dengan kepemilikan suatu
aset, maka perjanjian tersebut dianggap sebagai sewa operasi.
         Sesuai PSAK 30 “Sewa”, perlakuan akuntansi atas sewa pembiayaan dan
sewa operasi sangatlah berbeda. Pada sewa pembiayaan, Lessee mengakui aset
dan liabilitas sewa di Laporan posisi keuangan serta melakukan amortisasi atas
aset yang dicatat sepanjang umur ekonomis sewa. Kemudian, apabila timbul
bunga atas pembayaran cicilan sewa, maka diakui sebagai biaya bunga di Laporan
Laba/Rugi. Sedangkan atas sewa operasi, Lessee tidak perlu mengakui aset atau
liabilitas   pada laporan posisi keuangan dan hanya perlu mengakui setiap
pembayaran sewa sebagai biaya sewa di Laporan Laba/Rugi.
        Penerapan retrospektif ISAK 8 dan PSAK 30 tentunya membawa dampak
yang    signifikan   terhadap   kebijakan   akuntansi   yang    digunakan    serta
mempengaruhi penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk tahun
berjalan atau tahun sebelumnya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, perbedaan
kebijakan akuntansi tersebut membawa pengaruh pada perubahan nilai aset dan
kewajiban yang muncul laporan posisi keuangan serta menyebabkan perubahan


                                  10                        Universitas Indonesia
pada saldo laba yang muncul dalam laporan laba/rugi perusahaan. Bahkan secara
ekstrem, perubahan tersebut bisa berdampak pada pelanggaran Covenant
kewajiban perusahaan karena berubahnya besaran rasio keuangan perusahaan
yang tidak sesuai harapan.
       Dampak riil atas penerapan retrospektif ISAK 8 dan PSAK 30 pada
laporan keuangan perusahaan dapat ditunjukkan secara jelas melalui sebuah studi
kasus. Salah satu perusahaan yang bisa menjadi contoh nyata adalah PT PLN
(Persero) yang mulai menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 pada tahun 2012
(artinya, laporan tahun 2010 dan 2011 disajikan kembali secara retrospektif).
Diharapkan melalui studi terhadap Laporan Keuangan PT PLN (Persero) tersebut
kita bisa mendapatkan gambaran secara utuh mengenai dampak atas penerapan
PSAK 30 “Sewa” seperti yang diharapkan sebelumnya. Untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih jelas mengenai penerapan retrospektif yang terjadi atas
PSAK 30 “Sewa”, maka pembahasan akan lebih berfokus pada data perusahaan
yang meliputi data statistik bisnis maupun laporan keuangan tahun 2011 PT PLN.
       Pembahasan studi kasus akan kita bagi dalam beberapa bagian. Pertama,
akan diberikan gambaran umum mengenai kegiatan operasional/bisnis PT PLN.
Kedua, akan dibahas perjalanan panjang menuju penerapan ISAK 8 dan PSAK 30
oleh PT PLN (Persero). Ketiga, akan diperlihatkan bagaimana perlakuan
akuntansi, pelaporan, dan pengungkapan transaksi terkait kegiatan sewa yang
dilakukan PT PLN. Terakhir, akan dilakukan analisa dampak praktek akuntansi
terkait sewa sesuai ISAK 8 dan PSAK 30 yang dilakukan oleh PLN terhadap
gambaran performa perusahaan.




                                 11                       Universitas Indonesia
3.1    GAMBARAN UMUM BISNIS PT PLN




                   Gambar 2. Struktur Ketenagalistrikan Indonesia


       PLN merupakan salah satu BUMN yang berdasarkan anggaran dasar dan
ketentuan   perundang-undangan       oleh   pemerintah     diberi   amanat   untuk
menyediakan barang publik berupa tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam
jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan
penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam rangka menunjang
pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas.            Sesuai
dengan UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, Pemerintah wajib memberikan
kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN termasuk
margin yang diharapkan kepada BUMN yang diberikan penugasan khusus.
Perusahaan merupakan BUMN yang sedang melaksanakan penugasan khusus
berupa penyediaan tenaga listrik bersubsidi kepada masyarakat.
       Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik bagi kepentingan umum, PT
PLN maupun anak perusahaannya berupaya untuk melakukan produksi sendiri
maupun melakukan perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA – Power Purchase
Agreement dan ESC – Energy Sales Contract) dengan penyedia dan pengembang
tenaga listrik swasta (IPP – Independent Power Producers). IPP tersebut
merupakan pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk kepentingan umum,
yang dapat diserahkan kepada entitas usaha lain dengan tanggung jawab untuk
menghasilkan tenaga listrik guna kepentingan umum. Selama tahun 2011, jumlah


                                   12                         Universitas Indonesia
energi yang berhasil disediakan oleh PT PLN melalui kegiatan produksi sendiri
dan sewa, serta pembelian disajikan pada gambar 3 dibawah ini.




         Gambar 3. Jumlah Energi Listrik yang Diproduksi PT PLN Tahun 2011
                     (sumber: Laporan Statistik PLN tahun 2011)


       Dari gambar 3 diatas, dapat kita lihat bahwa produksi energi listrik yang
dilakukan sendiri oleh PLN berjumlah 142,739,06 GWh (77,82% total produksi)
dan berasal dari PLTA (pembangkit listrik tenaga air); PLTU (Pembangkit Listrik
Tenaga Uap); PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi); PLTGU
(Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap); PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel); PLTMG (Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas); PLTS (Pembangkit
Listrik tenaga Surya); PLT Bayu (Pembangkit Listrik Tenaga Angin); PLTG
(Pembangkit Listrik Tenaga Gas); dan Sewa Pembangkit. Sedangkan energi listrik
yang diperoleh PT PLN melalui pembelian dari pihak IPP berjumlah 40.681,87
GWh (22,18% total produksi) yang didapat melalui PPA/ESC.
       Dari total produksi energi listrik PT PLN yang mencapai 183.420,93
GWh sebagaimana disebutkan diatas, jumlah energi yang terjual pada tahun 2011
mencapai 157.992,66 GWh dan             didistribusikan kepada sekitar 45.895.145
pelanggan/konsumen yang terdiri dari kelompok industri, rumah tangga, bisnis,
dan lainnya. Selam tahun 2011, energi listrik tersebut dijual kepada pelanggan
dengan harga jual listrik rata-rata per kWh sebesar Rp.714,24,-.




                                   13                        Universitas Indonesia
3.2     PERJALANAN PANJANG MENUJU PENERAPAN ISAK 8 DAN
       PSAK 30 OLEH PT PLN
       Suatu upaya yang cukup panjang telah dilalui untuk menerapkan ISAK 8
dan PSAK 30 pada laporan keuangan PT PLN. Awalnya, sesuai surat Ketua
Bapepam-LK Nomor S-2366/BL/2009 tertanggal 30 Maret 2009, dinyatakan
bahwa perusahaan dan anak perusahaan PLN dikecualikan dari penerapan ISAK 8
sampai DSAK-IAI menerbitkan intepretasi akuntansi yang secara spesifik
mengatur mengenai akuntansi untuk Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang
dimiliki. Sebagai hasilnya, Perusahaan dan entitas anak tetap mengikuti kebijakan
akuntansi yang berlaku, dimana pembelian listrik dianggap sebagai transaksi
pembelian komoditas normal. Namun, pembahasan mengenai apakah perjanjian
mengandung sewa (dalam hal ini terkait perjanjian PPA dan ESC PLN) harus
menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 tetap menjadi sebuah bahan kajian dan bahkan
telah menjadi sebuah tema yang dibahas dalam Kongres IAI XI di Jakarta tanggal
9 Desember 2010. Tujuh Bulan sebelumnya, tepatnya tanggal 8 Mei 2010, pada
acara bertajuk Forum Diskusi IFRS antara BUMN dan Tim Implementasi IFRS
diangkat isu yang serupa. Salah satu sesi diskusi dengan judul “PPA dan ESC:
Transaksi Pembelian, Sewa Pembiayaan, atau Perjanjian Konsesi Jasa dalam Case
PLN” ikut menyeruak dibawakan oleh tim implementasi IFRS maupun pihak PLN
dengan perwakilan BUMN yang hadir dalam forum diskusi di Bandung tersebut.
       Kita ketahui bahwa PSAK 30 (2007) “Sewa” disahkan 27 Juni 2007 dan
efektif berlaku sejak 1 Jaanuari 2008, sementara itu ISAK 8 “Penentuan Apakah
Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” ditetapkan tanggal 16 September
2008, lalu mengapa penerapannya pada kasus PLN belum juga dilakukan
memerlukan waktu yang lama. Muncul sebuah pertanyaan “Apa isu permasalahan
yang menjadi dibahas dan menjadi hambatan dalam penerapan PSAK 30 dan
ISAK 8 oleh PLN dalam case perjanjian PPA dan ESC?”.              Ringkasan isu
permasalahan yang muncul seputar kasus tersebut dapat dilihat dalam gambar 4 di
bawah ini.




                                  14                       Universitas Indonesia
Gambar 4. Isu Permasalahan yang Dibahas Terkait PPA dan ESC
                            (sumber: www.IAIglobal.co.id)


       Sebagaimana diambil dari bahan presentasi Kongres XI IAI di Jakarta,
berikut akan diberikan uraian kronologis mengenai isu yang dibahas dalam setiap
diskusi yang dilakukan:
1. Dalam ISAK 8 Paragraf 06 dinyatakan bahwa: “Dalam menentukan apakah
    suatu   perjanjian    merupakan     perjanjian   sewa   atau   perjanjian   yang
    mengandung sewa perlu diperhatikan substansi perjanjian dan dilakukan
    evaluasi apakah: (1) pemenuhan perjanjian bergantung pada penggunaan
    suatu aset atau aset-aset tertentu; dan (2) perjanjian tersebut memberikan
    suatu hak untuk menggunakan aset tersebut.”
2. Berdasarkan klausul “take or pay” sebagaimana dimaksud dalam poin 1
    diatas, Kemudian atas case perjanjian PPA dan ESC antara PLN dangan IPP
    dilakukan evaluasi apakah merupakan perjanjian sewa atau perjanjian yang
    mengandung sewa dengan menggunakan 2 kriteria klausul diatas.
3. Untuk menguji klausul “pemenuhan perjanjian bergantung pada penggunaan
    aset tertentu”, beberapa pertanyaan dimunculkan terkait perjanjian PPA dan
    ESC antara PLN dengan IPP diantaranya:


                                   15                         Universitas Indonesia
a. Apakah aset (pembangkit) diidentifikasikan secara eksplisit dalam
           perjanjian?
      b. Apakah pemeasok (IPP) tidak mempunyai hak dan kemampuan untuk
           menyediakan barang atau jasa (tenaga listrik) dengan menggunakan aset
           lain yang tidak disebutkan dalam perjanjian?
      c. Apakah tidak terdapat persyaratan untuk mengganti aset lain jika aset
           yang disewakan (pembangkit) tidak beroperasi dengan baik?
4. Sedangkan untuk menguji klausul “perjanjian memberikan hak untuk
      menggunakan aset”, pertanyaan terkait perjanjian PPA dan ESC antara PLN
      dengan IPP yang dimunculkan antara lain:
      a. Apakah            PLN        memiliki          kemampuan/hak                untuk       mengoperasikan
           pembangkit sesuai dengan cara yang ditentukan PLN? dan PLN
           mendapatkan output dari pembangkit dalam jumlah yang lebih dari tidak
           signifikan?
      b.    Apakah PLN memiliki kemampuan/hak untuk mengendalikan akses fisik
           terhadap pembangkit? dan
      c. Apakah PLN mendapatkan keluaran dari pembangkit dalam jumlah yang
           lebih dari tidak signifikan?
      d. Apakah kecil kemungkinan bagi pihak selain PLN untuk mengambil
           output dalam jumlah lebih dari tidak signifikan? dan
      e. Apakah harga yang dibayar PLN untuk listrik yang dihasilkan secara
           kontraktual tetap untuk setiap unit keluaran?


5. Dari hasil evaluasi yang dilakukan berdasarkan panduan ISAK 8 sebagaimana
      dilakukan diatas, perjanjian PPA dan ESC                                   hampir semua 1 perjanjian
      mengandung sewa sehingga berlaku PSAK 30 “Sewa”. Kesimpulan tersebut
      diambil atas dasar pertimbangan bahwa perusahaan dan entitas anak PLN

1
      Sesuai laporan keuangan PT PLN, sampai saat ini terdapat ± 33 perjanjian jual beli tenaga listrik yang mengandung
    sewa, yang terdiri dari 26 perjanjian masuk kategori sewa pembiayaan yang sudah beroperasi; 6 sewa operasi yang
    sudah beroperasi, serta 31 perjanjian lainnya masih belum beroperasi . Disisi lain, terdapat juga perjanjian jual beli
    listrik yang diperlakukan sebagai transaksi pembelian normal, yaitu Perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PT
    Cikarang Listrindo dengan kapasitas 300 MW yang berlokasi di Jawa Barat hingga tahun 2018. Rincian mengenai
    perjanjian jual beli tenaga listrik yang masuk kategori sewa dan sudah aktif beroperasi tersebut dapat dilihat dalam
    tabel di halaman berikutnya.




                                                   16                                     Universitas Indonesia
dan IPP memiliki perjanjian take or pay, dimana Perusahaan mengambil lebih
   dari jumlah yang tidak signifikan dari seluruh listrik dan energi yang
   dihasilkan oleh pembangkit listrik.
6. Berikutnya, muncul pembahasan mengenai assessment atas perjanjian PPA
   dan ESC yang memenuhi ketentuan perjanjian mengandung sewa tersebut
   “apakah dapat dimasukkan kedalam kategori sewa pembiayaan sesuai PSAK
   30”.




       Tabel 2. Daftar Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang masuk kategori sewa
                            pembiayaan dan sudah beroperasi.




                                   17                           Universitas Indonesia
Tabel 3. Daftar Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang masuk kategori sewa operasi
                                    dan sudah beroperasi.

7. Sesuai PSAK 30 Paragraf 08, dinyatakan bahwa “suatu sewa diklasifikasikan
   sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial
   seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset”. Untuk
   menguji klausul tersebut dilakukan assessment dengan menggunakan 5
   kriteria situasi (PSAK 30 Paragraf 10) dan 3 indikator situasi (PSAK 30
   Paragraf 11) yang mengarahkan suatu sewa diklasiikasikan sebagai suatu
   sewa pembiayaan. Kelima kriteria situasi yang secara individual dan
   gabungan mengarahkan suatu sewa diklasifikasikan sebagai suatu sewa
   pembiayaan tersebut adalah:
   a. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa.
   b. lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan
       cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai
       dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi
       tersebut akan dilaksanakan.
   c. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomi aset meskipun hak
       milik tidak dialihkan.
   d. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara
       substansial mendekati nilai wajar aset sewaan.
   e. aset    sewaan     bersifat    khusus    dan     hanya    lessee    yang    dapat
       menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material.




                                    18                           Universitas Indonesia
Sedangkan ketiga indikator situasi yang secara individul atau gabungan dapat
       juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan
       adalah:
       a. Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka kerugian lessor yang terkait
           dengan pembatalan tersebut ditanggung oleh lessee.
       b. keuntungan atau kerugian dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan
           pada lessee (misalnya, dalam bentuk potongan harga rental yang sama
           dengan sebagian besar hasil penjualan penjualan residu pada akhir sewa).
       c. lesse memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua
           dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah daripada nilai
           pasar rental.
    8. Berdasarkan kriteria dan indikator situasi diatas, maka hampir semua 2
       perjanjian PPA dan ESC yang dilakukan oleh PLN dengan IPP ternyata
       memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai sewa pembiayaan. Jenis
       perjanjian tersebut ditetapkan sebagai sewa pembiayaan karena porsi
       signifikan dari risiko dan manfaat atas sejumlah pembangkit listrik telah
       dialihkan ke Perusahaan dan entitas anak PLN dengan dasar bahwa masa
       sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset dan terdapat opsi beli
       pada akhir masa sewa. Hal tersebut tentu membawa implikasi yang sangat
       signifikan dalam penyajian laporan keuangan PT PLN.
    9. Setelah disimpulkan bahwa sesuai ISAK 8 dan PSAK 30 PPA dan ESC
       masuk kategori sewa pembiayaan, ternyata muncul permasalahan baru yang
       cukup membingungkan. Permasalahan tersebut adalah munculnya perdebatan
       mengenai penggunaan ISAK 8 sebagai panduan dalam menentukan perjanjian
       PPA dan ESC sebagai perjanjian sewa. Mengapa? Hal tersebut terjadi karena
       dalam ISAK 8 paragraf 04b dinyatakan bahwa “Interpretasi ini (ISAK 8)
       tidak berlaku untuk perjanjian konsesi jasa publik ke swasta dalam ruang
       lingkup ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa”. Akibatnya adalah, sesuai
       ketentuan, transaksi penyediaan tenaga listrik oleh IPP ke PLN dikecualikan
       dari penerapan ISAK 8 sesuai ISAK 8 paragraf 04b.



2                                                         1
    penjelasan sama dengan yang terdapat pada catatan kaki .


                                         19                     Universitas Indonesia
10. Apa konsekuensi atas perdebatan pada poin 10 diatas? muncul perdebatan
    untuk menerapkan ISAK 16 “Jasa Konsesi”         dalam kasus PPA. Namun,
    beberapa pertanyaan diajukan terkait permasalahan tersebut, diantaranya:
    a. Apakah PPA merupakan perjanjian jasa konsesi? jawabannya adalah ya.
    b. Dengan memperhatikan struktur kelistrikan di Indonesia, PLN merupakan
        Grantor atau Operator? Grantor (Pemberi konsesi).
    c. Apabila PLN merupakan Grantor, maka bukankah ISAK 16 “Jasa
        Konsesi” tidak mengatur mengenai hal itu? Ya, karena dalam ISAK 16
        Paragraf 04 dinyatakan bahwa Interpretasi dalam ISAK 16 hanya
        memberikan panduan akuntansi untuk operator atas perjanjian konsesi
        jasa publik ke swasta.
11. Dikarenakan semua isu diatas, maka kita ketahui bahwa intepretasi akuntansi
    yang secara spesifik mengatur mengenai akuntansi untuk Perjanjian Jual Beli
    Tenaga Listrik belum ada. Dengan demikian, penerapan ISAK 8 dan PSAK
    30 menjadi pilihan yang dapat diambil oleh pihak PT PLN secara sukarela.
        Setelah melakukan evaluasi ataspak penerapan PSAK sewa yang baru,
pembahasan dan diskusi yang dilaksanakan diatas akhirnya berujung pada
keputusan PT PLN mulai menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 di tahun 2012,
dimana pada laporan keuangan triwulan pertama 2012 telah disajikan penerapan
retrospektif ISAK 8 dan PSAK 30 pada laporan keuangan tahun 2010 dan 2011.
Sebelum menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 tersebut, PT PLN menulis surat
kepada Kepala Bapepam-LK tanggal 22 Desember 2011 untuk menyatakan
perubahan kebijakan akuntansi secara sukarela dan menerapkan ketentuan ISAK 8
dan PSAK 30 terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik mulai tanggal 1 Januari
2012.
        Sebagai langkah lanjutan penerapan rerospektif ISAK 8 dan PSAK 30, PT
PLN meminta persetujuan dari para pihak yang terkait dengan Laporan Keuangan
PT PLN. Dalam sebuah publikasi yang dapat dilihat melalui situs resmi PT PLN,
diketahui bahwa pada tanggal 09 s/d 12 Januari 2012 PT PLN telah melakukan
Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) dan Rapat Umum Pemegang Sukuk
Ijarah (RUPSI) untuk mendapat persetujuan pemegang obligasi dan sukuk Ijarah
PT PLN atas perubahan ketentuan kewajiban keuangan (financial covenant)


                                 20                         Universitas Indonesia
dalam Perjanjian Perwaliamanatan sehubungan dengan Penerapan Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30, Interpretasi Standar Akuntansi
Keuangan (ISAK) No. 8 dan ISAK No. 16 beserta aturan pelaksanaan terkait.
       Gambaran kronologis mengenai perjalanan panjang penerapan ISAK 8 dan
PSAK 30 sebagaimana dibahas pada bagian ini dapat dilihat pada gambar 5
dibawah ini.




      Gambar 5. Perjalanan Panjang Penerapan ISAK 8 dan PSAK 30 pada PT PLN


3.2       PERLAKUAN, PELAPORAN, PENGUNGKAPAN PERJANJIAN
TERKAIT SEWA DALAM LK PT PLN
       Keputusan yang diambil oleh PT PLN untuk mulai menerapkan ISAK 8
dan PSAK 30 secara retrospektif tentu saja membawa perubahan dalam perlakuan,
pelaporan, serta pengungkapan perjanjian terkait sewa dalam laporan keuangan
PT PLN. Berikut akan diberikan perbandingan mengenai perubahan perlakuan,
pelaporan serta pengungkapan terkait kebijakan akuntansi yang diambil tersebut.




                                  21                       Universitas Indonesia
ASPEK       SEBELUM PENERAPAN                                        SESUDAH PENERAPAN
Perlakuan    mencatat sebagai pembelian                               melakukan reklasifikasi
atas Kontrak listrik normal.                                          pembelian listrik tertentu
PPA dan ESC                                                           sebagai sewa dan beban
                                                                      bunga.
Pengakuan        mengakui biaya pembelian                             mencatat       aset        sewa
dalam            tenaga listrik dari IPP sebagai                      pembiayaan dan hutang sewa
Laporan          beban pada saat terjadinya dan                       pembiayaan serta mencatat
Keuangan         tidak mencatat apapun terkait                        beban penyusutan untuk aset
                 pembayaran dimasa depan.                             sewa pembiayaan.
Pengungkapan Disajikan dalam catatan atas                             Disajikan dalam catatan atas
PPA dan ESC laporan keuangan dan tidak                                laporan     keuangan        dan
dalam CALK       berdampak pada laporan                               memberikan dampak pada
                 posisi keuangan.                                     laporan posisi keuangan.
Struktur         1. Komponen Tetap
harga                Komponen A
pembelian            - pembayaran take or pay                         - angsuran minimum lease
               3
tenaga listrik          (TOP)                                           payments (terdiri atas sewa
                                                                        dan bunga)
                           - pembayaran diatas TOP                    - sewa kontijen (interest)
                           Komponen B                                 Beban pemeliharaan
                        2. Komponen Variabel
                           Komponen C                                 Beban bahan bakar
                           Komponen D                                 Beban pemeliharaan
                           Komponen E                                 Beban lain-lain

    Tabel 4. Perbedaan Perlakuan Akuntansi Sebelum dan Sesudah Penerapan PSAK30 dan
                                         ISAK8


3.3     DAMPAK PENERAPAN PRAKTEK AKUNTANSI TERKAIT SEWA
          SESUAI ISAK 8 DAN PSAK 30 PADA PLN
          Terkait dengan perlakuan, pelaporan dan pengungkapan perjanjian yang
mengandung sewa pada laporan keuangan perusahaan sebagai akibat penerapan
PSAK 30 dan ISAK 8, sebagaimana dapat dilihat dalam laporan keuangan parsial
tahun 2011 yang disajikan kembali dalam gambar 6 terjadi perubahan atas nilai
aset dan kewajiban pada laporan posisi keuangan serta perubahan atas saldo
laba/rugi yang ditampilkan pada laporan laba/rugi. Perubahan-perubahan tersebut


3
  struktur harga tenaga listrik terdiri dari 2 komponen, yaitu:
pertama, komponen tetap yang terdiri dari (1) komponen A “capacity payment” – merupakan pembayaran atas investasi
aset tetap yang telah dilakukan oleh IPP; (2) Komponen B – merupakan pembayaran atas beban tetap dalam
pemeliharaan aset yang dilakukan oleh IPP, juga mencakup beban kepegawaian dan administrasi.
kedua, komponen variabel yang terdiri dari (1) komponen C – merupakan pembayaran atas beban energi yang bersifat
variabel sesuai dengan tingkat pemakaian yang terjadi dan disepakati; (2) komponen D – merupakan beban
operasi/pemeliharaan yang bersifat variabel; (3) komponen E merupakan beban selisih kurs dan beban lain-lain.


                                                22                                  Universitas Indonesia
secara tidak langsung berimbas pada berubahnya rasio keuangan PT PLN dan
berdampak pula pada kondisi technical default atas        financial covenant yang
dibuat perusahaan.
3.3.1 Dampak Terhadap Komponen Laporan Keuangan (Laporan Posisi
       Keuangan dan Laporan Laba Rugi Komprehensif)
       Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa pengakuan perjanjian jual
beli tenaga lisrik (PPA & ESC) sebagai sewa pembiayaan mengakibatkan
penyajian retrospektif yang berakibat prerubahan pada aset dan kewajiban serta
laba usaha.
       Dalam membahas dampak perlakuan akuntansi yang terjadi, dimana PT
PLN mulai menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 di awal tahun 2012, laporan
keuangan tahun 2010 dan 2011 telah disajikan kembali pada laporan keuangan
triwulan pertama 2012 sehingga kita dapat membandingkan Laporan Posisi
Keuangan per 31 Desember 2011 dan per 31 Desember 2010 setelah disajikan
kembali dengan laporan yang sama sebelum penerapan ISAK 8 dan PSAK 30.
Adapun untuk laporan laba rugi komprehensif, kita hanya mendapatkan data
pembanding antara laporan laba rugi komprehensif untuk periode yang berakhir
31 Maret 2011 setelah disajikan kembali dengan laporan yang sama sebelum
penerapan.
1. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2011.
              Akun              Sebelum             Sesudah           Kenaikan
                               Disajikan           Disajikan        (Penurunan)
                                Kembali            Kembali
    Aset Lancar                 58,252,342            58,252,342                -
    Aset Tidak Lancar          368,266,521           416,843,767       48,577,246
    Liabilitas                 271,169,696           336,846,168       65,676,472
    Ekuitas                    155,349,167           138,249,941     (17,099,226)

      Tabel 5. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2011.




                                   23                         Universitas Indonesia
Kenaikan (penurunan) di atas berasal dari akun-akun berikut:
               Akun               Sebelum            Sesudah          Kenaikan
                                 Disajikan          Disajikan       (Penurunan)
                                 Kembali            Kembali
     Aset Tetap                 261,226,207        309,803,453       48,577,246
     Utang Sewa
                                 23,922,731        89,599,204        65,676,473
     Pembiayaan
     Saldo Laba-tidak
     ditentukan                  55,285,174        38,185,947        (17,099,227)
     penggunaannya
  Tabel 6. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2011 per Akun.
          (sumber: LK PT PLN TW. 1 2012 dan LK PLN 2011 (dalam jutaan rupiah).

2. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2010.
             Akun                Sebelum              Sesudah          Kenaikan
                                 Disajikan           Disajikan        (Penurunan)
                                 Kembali             Kembali
     Aset Lancar                   44,773,286          44,773,286                     -
     Aset Tidak Lancar            324,417,296         372,706,591       48,289,295
     Liabilitas                   219,507,987         282,252,109       62,744,122
     Ekuitas                      149,682,595         135,227,768     (14,454,827)
      Tabel 7. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2010.

       Kenaikan (penurunan) di atas berasal dari akun-akun berikut:
             Akun                Sebelum            Sesudah           Kenaikan
                                Disajikan          Disajikan         (Penurunan)
                                 Kembali            Kembali
     Aset Tetap                210,651,868        258,941,163       48,289,295
     Utang Sewa
                                14,166,649        76,910,771          62,744,122
     Pembiayaan
     Saldo Laba-tidak
     ditentukan                 58,107,990        43,653,163         (14,454,827)
     penggunaannya
  Tabel 8. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2010 per Akun.
          (sumber: LK PT PLN TW. 1 2012 dan LK PLN 2011 (dalam jutaan rupiah))




                                   24                          Universitas Indonesia
Dari informasi di atas dapat kita lihat bahwa penyajian kembali Laporan
Posisi Keuangan per 31 Desember 2011 mengakibatkan Aset tetap bertambah
sebesar Rp 48,57 T dan Liabilitas bertambah sebesar Rp 65,67 T serta rugi sebesar
Rp 17,09 T. Sedangkan untuk tahun 2010, Aset tetap bertambah sebesar Rp 48,28
T dan Liabilitas bertambah sebesar Rp 62,74 T serta rugi sebesar Rp 14,45 T.


3. Penyajian Kembali Laporan Laba Rugi Komprehensif Untuk Periode Yang
   Berakhir 31 Maret 2011.
                                     Sebelum Disajikan Sesudah Disajikan     Kenaikan
                Akun
                                         Kembali           Kembali         (Penurunan)

 Pendapatan Usaha                           44,403,162    44,403,162                 -
 Beban Usaha
     Bahan Bakar dan Pelumas                26,377,813    28,720,959           2,343,146
     Pembelian Tenaga Listrik                6,831,249      1,499,249         (5,332,000)
     Pemeliharaan                            2,203,731      2,623,475            419,744
     Kepegawaian                             2,370,500      2,370,500                -
     Penyusutan                              3,310,405      3,983,550            673,145
     Lain-lain                                 939,869        939,869                -
     Jumlah Beban Usaha                     42,033,567    40,137,602          (1,895,965)
 Laba sebelum Pos Keuangan dll               2,369,595      4,265,560          1,895,965
 Pos Keuangan dan Lain-lain Bersih
     Penghasilan Bunga                         151,570        151,570                -
     Keuntungan (kerugian) Kurs              1,726,443      3,673,144          1,946,701
     Beban Bunga dan Keuangan               (1,559,023)    (3,986,977)        (2,427,954)
     Lain-lain - bersih                        197,806        197,806                -
     Pos Keuangan dan Lain-lain Bersih         536,796         35,543           (501,253)
 Laba sebelum pajak                          2,906,391      4,301,103          1,394,712
 Beban Pajak                                   (81,142)       (81,142)               -
 Laba Tahun Berjalan dan
   Jumlah Laba Komprehensif                  2,825,249      4,219,961          1,394,712
Tabel 9. Penyajian kembali Laporan Laba Rugi Komprehensif untuk periode yang berakhir
                                       30 Maret 2011
        (sumber: LK PT PLN TW. 1 2012 dan LK PLN TW. 1 2011 (dalam jutaan rupiah)).


Dari informasi di atas, penyajian kembali laporan laba rugi komprehensif tersebut
mengakibatkan beban berkurang sebesar Rp 5,3 T dari pembelian tenaga listrik
namun disisi lain beban bertambah dri beban penyusutan, beban bunga, bahan
bakar dan beban pemeliharaan sebesar +/- 5,8 T.




                                     25                            Universitas Indonesia
3.3.2 Dampak Terhadap Rasio-rasio Keuangan Yang berhubungan dengan
       Debt Covenant Obligasi.
       Perubahan     pada    elemen-elemen      laporan   keuangan      tentu   saja
mempengaruhi rasio-rasio keuangan perusahaan. Bertambahnya liabilitas secara
significant mengakibatkan turunnya rasio-rasio yang berhubungan dengan
kemampuan membayar bunga hutang sebagaimana yang disyaratkan dalam debt
covenant seperti EICR (EBITDA Interest Coverage) dan CICR (Consolidated
Interest Coverage Ratio). Demikian juga dengan DER (Debt to Equity Ratio) akan
naik dengan bertambahnya hutang perusahaan.
       Dalam Forum Diskusi IFRS antara BUMN dan Tim Implementasi IFRS,
yaitu dalam Bahan presentasi “PLN dan ISAK 16 (ED)”, telah disajikan
bagaimana asumsi penyajian kembali dari tahun 2006-2009 menyebabkan rasio-
rasio terkait debt covenant menjadi turun secara signifikan.




                     Gambar 6. Perbandingan EICR th 2005-2009




                                   26                          Universitas Indonesia
Gambar 7. Perbandingan CICR th 2005-2009




                   Gambar 8. Perbandingan DER th 2005-2009


      CICR yang merupakan kovenan Obligasi Internasional mensyaratkan nilai
minimum 2 (dua). Dengan penerapan ISAK 8 akan menyebabkan nilai CICR < 2.

                                27                           Universitas Indonesia
Demikian juga dengan EICR dengan syarat yang sama dengan CICR. Dengan
demikian terjadi Potensi Technical Default atas Obligasi (USD & IDR)PLN.
3.3.3 Dampak Terhadap Rasio-rasio Keuangan Lainnya.
       Rasio yang berhubungan dengan laporan posisi keuangan, kita akan
digunakan beberapa rasio, yaitu: Intensity of investment (NCA/TA), equity to
assets (E/A), dan debt to equity (D/E). Beberapa studi mengidentifikasi bahwa
rasio tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi resiko operasi maupun resiko
keuangan (e.g., Bowman (1980); Imhoff, Lipe, and Wright (1993); Ely (1995);
Gallery and Imhoff (1998); Beattie, Goodacre, and Thomson (2000b)). Adapun
Untuk rasio-rasio keuangan yang berhubungan dengan laporan laba rugi
komprehensif digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, yaitu: Profit
Margin, Earning per Share, dan Times Interest Earned.
       Karena keterbatasan data, untuk keperluan perbandingan rasio keuangan
setelah disajikan kembali dengan sebelumnya, kita akan menggunakan Laporan
Posisi keuangan adalah per 31 Desember 2011 dan per 31 Desember 2010,
sedangkan untuk laporan laba rugi komprehensif adalah laporan Untuk Periode
Yang Berakhir 31 Maret 2011. Oleh karena itu, rasio-rasio yang memerlukan data
baik laporan posisi keuangan maupun laporan laba rugi komprehensif, seperti:
Return on Asset, Return on Invested Capital, dan Return on Shareholders’ Equity,
belum bisa kami sajikan.
        Jenis Rasio                Numerator                      Denominator
Intensity of Investment          Non Current asset                 Total Assets
(TA)
Debt to Equity (D/E)              Total Liabilities                 Equity
Equity to Assets (E/A)                Equity                      Total Assets

                               Tabel 10. Rumus Rasio
Rasio dari data Laporan Posisi Keuangan per 31 Des 2011
             Rasio                 Sebelum             Sesudah           Kenaikan
                                   Disajikan          Disajikan        (penurunan)
                                   Kembali            Kembali
Intensity of Investment (TA)         0.14                0.12              -0.01
Debt to Equity (D/E)                 1.75                2.44              0.69
Equity to Assets (E/A)               0.36                0.29              -0.07

         Tabel 11.Perhitungan Rasio Laporan Posisi Keuangan per 31 Des 2011



                                   28                         Universitas Indonesia
Rasio dari data Laporan Posisi Keuangan per 31 Des 2010
      Rasio LK 2010                Sebelum              Sesudah          Kenaikan
                                   Disajikan           Disajikan       (penurunan)
                                   Kembali             Kembali
Intensity of Investment (TA)         0.12                 0.11                -0.01
Debt to Equity (D/E)                 1.47                 2.09                0.62
Equity to Assets (E/A)               0.41                 0.32                -0.08

         Tabel 12.Perhitungan Rasio Laporan Posisi Keuangan per 31 Des 2010
Dapat dilihat dari data di atas bahwa rasio TA dan EA turun karena bertambahnya
aset sedangkan rasi D/E naik karena bertambahnya liabilitas.


4   KESIMPULAN
       Pada studi kasus kali ini, kita menemukan bahwa penerapan PSAK 30
“Sewa” dan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu
Sewa” pada suatu perusahaan memerlukan pembahasan dan kajian yang panjang.
Hal tersebut ditunjukkan pada pembahasan mengenai kasus perjanjian jual beli
tenaga listrik (PPA dan ESC) yang dilakukan PT PLN dengan IPP.
       Setidaknya terdapat 3 isu yang menjadi permasalahan terkait dengan
perjanjian jual beli tenaga listrik. Pertama, penentuan PPA dan ESC dipandang
sebagai perjanjian sewa atau mengandung sewa sesuai panduan ISAK 8. Kedua,
asessment PPA dan ESC sebagai kategori sewa pembiayaan sesuai PSAK 30.
Ketiga, dampak atas perlakuan PPA dan ESC sebagai sewa pembiayaan terhadap
penyajian laporan keuangan, serta perubahan saldo elemen laporan keuangan dan
rasio keuangan perusahaan.
       Walaupun penerapan PSAK 30 dan ISAK 8 memberikan manfaat positif
bagi pengguna laporan keuangan, yaitu dengan menyajikan secara penuh
perjanjian jual beli tenaga listrik sebagai aset dan kewajiban sewa dalam halaman
muka laporan posisi keuangan. Namun, hal tersebut memberikan dampak
sebaliknya bagi gambaran kinerja keuangan perusahaan. Munculnya dan naiknya
nilai aset, kewajiban, serta beban penyusutan terkait sewa pembiayaan dalam
laporan keuangan perusahaan mengakibatkan turunnya rasio-rasio keuangan
perusahaan yang dapat berpotensi mengakibatkan technical default atas sebagian
kewajiban perusahaan.


                                   29                          Universitas Indonesia
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebelum menerapkan suatu
praktek akuntansi sesuai standar perlu dilakukan evaluasi mengenai dampaknya
terhadap laporan keuangan dan kinerja keuangan suatu perusahaan. Hal tersebut
dilakukan demi meminimalisir terjadinya munculnya kewajiban bagi perusahaan
sehubungan dengan penerapan standar baru tersebut.



REFERENSI
Admin, Akuntansi Sewa dari Sisi Penyewa: Operating, Finance, Right of Use
    Lease, 2012, www.JurnalAkuntansiKeuangan.com
Bryan et al., 2010, The Financial Statement Effect of Capitalizing Operating
    Leases, The CPA Journal, August, 36-41.
De Martino, Giulia, 2011, Considerations on the Subject of Lease Accounting,
    Advances in Accounting, Volume 27, Issue 2, December, 355-365.
Eipstein, B.J., and Eva K. Jermakowicz, IFRS 2011: Interpretation and
    Application of IFRS, John Wiley, 2010.
Forum Diskusi IFRS antara BUMN dan Tim Implementasi IFRS, Bahan
    presentasi “PLN dan ISAK 16 (ED)”, 2010, www.IAIGlobal.or.id
IAI, Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juni 2012.
Kieso, Donald E., dan Jerry Weygandt, Warfield, Terry., Intermediate
    Accounting, Vol. 2, IFRS Edition, John Wiley and Sons, 2011.
Kongres IAI XI, Bahan presentasi “Issue Perpajakan dalam Implementasi PSAK
    yang Konvergen dengan IFRS dan KetentuanTransisi PSAK”, 2010,
    www.IAIGlobal.or.id
KPMG, News on the Horizon: Leases, September 2010, www.kpmg.com
KPMG, IFRS – Leases Newsletter, May 2011, Issue 6, 2011, www.kpmg.com
Laporan   Keuangan    PT    PLN    Tahun      2010,2011,2012   (1Q   dan   2Q);
www.PLN.co.id
Laporan tahunan PLN tahun 2011 dan Laporan Statistik PLN tahun 2011;
    www.PLN.co.id
Rolf et al., 2008, Impact of Lease Capitalization on Financial Ratios of Listed
    German Companies, Sbr 60, April, 122-144.
UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.


                                  30                      Universitas Indonesia

More Related Content

What's hot

Makalah Pajak Internasional
Makalah Pajak InternasionalMakalah Pajak Internasional
Makalah Pajak Internasional
Risang Pradana
 
Psak 30-sewa-isak-8-120212
Psak 30-sewa-isak-8-120212Psak 30-sewa-isak-8-120212
Psak 30-sewa-isak-8-120212
Sri Apriyanti Husain
 
Persekutuan (Partnership)
Persekutuan (Partnership)Persekutuan (Partnership)
Persekutuan (Partnership)
Syafril Djaelani,SE, MM
 
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiPengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Muhammad Rafi Kambara
 
persekutuan likuidasi
persekutuan likuidasipersekutuan likuidasi
persekutuan likuidasi
fadhly arsani
 
Spm bab 5 pusat investasi
Spm bab 5 pusat investasiSpm bab 5 pusat investasi
Spm bab 5 pusat investasi
SatyaAdii Wiguna
 
Lat. rekon fiskal
Lat. rekon fiskalLat. rekon fiskal
Lat. rekon fiskal
Réndí Héryádí
 
Psak 30-sewa-isak-8
Psak 30-sewa-isak-8Psak 30-sewa-isak-8
Psak 30-sewa-isak-8
Sri Apriyanti Husain
 
Materi Akuntansi Organisasi Nirlaba
Materi Akuntansi Organisasi NirlabaMateri Akuntansi Organisasi Nirlaba
Materi Akuntansi Organisasi Nirlaba
rusdiman1
 
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tatacara PerpajakanKetentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
iyandri tiluk wahyono
 
PPh 23
PPh 23PPh 23
PPh 23
aninchuy
 
Tanggung jawab auditor
Tanggung jawab auditorTanggung jawab auditor
Tanggung jawab auditorresa_putra
 
Ch1 standar akuntansi kieso ifrs
Ch1  standar akuntansi kieso ifrsCh1  standar akuntansi kieso ifrs
Ch1 standar akuntansi kieso ifrs
alif radix
 
Ch01_ IND_ accounting intermediate
Ch01_ IND_ accounting intermediateCh01_ IND_ accounting intermediate
Ch01_ IND_ accounting intermediate
Maiya Maiya
 
Quiz 6 pengendalian internal dan evaluasinya
Quiz 6   pengendalian internal dan evaluasinyaQuiz 6   pengendalian internal dan evaluasinya
Quiz 6 pengendalian internal dan evaluasinya
Hutria Angelina Mamentu
 
Profesi Akuntan Publik pada Masa depan
Profesi Akuntan Publik pada Masa depanProfesi Akuntan Publik pada Masa depan
Profesi Akuntan Publik pada Masa depan
Diah Fitri
 
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual PenuhAkuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Mahyuni Bjm
 
Akuntansi Kewajiban PEMDA
Akuntansi Kewajiban PEMDAAkuntansi Kewajiban PEMDA
Akuntansi Kewajiban PEMDA
Mahyuni Bjm
 
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Manik Ryad
 

What's hot (20)

Makalah Pajak Internasional
Makalah Pajak InternasionalMakalah Pajak Internasional
Makalah Pajak Internasional
 
Psak 30-sewa-isak-8-120212
Psak 30-sewa-isak-8-120212Psak 30-sewa-isak-8-120212
Psak 30-sewa-isak-8-120212
 
Persekutuan (Partnership)
Persekutuan (Partnership)Persekutuan (Partnership)
Persekutuan (Partnership)
 
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiPengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
 
persekutuan likuidasi
persekutuan likuidasipersekutuan likuidasi
persekutuan likuidasi
 
Spm bab 5 pusat investasi
Spm bab 5 pusat investasiSpm bab 5 pusat investasi
Spm bab 5 pusat investasi
 
Lat. rekon fiskal
Lat. rekon fiskalLat. rekon fiskal
Lat. rekon fiskal
 
Psak 30-sewa-isak-8
Psak 30-sewa-isak-8Psak 30-sewa-isak-8
Psak 30-sewa-isak-8
 
Materi Akuntansi Organisasi Nirlaba
Materi Akuntansi Organisasi NirlabaMateri Akuntansi Organisasi Nirlaba
Materi Akuntansi Organisasi Nirlaba
 
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tatacara PerpajakanKetentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
 
PPh 23
PPh 23PPh 23
PPh 23
 
Tanggung jawab auditor
Tanggung jawab auditorTanggung jawab auditor
Tanggung jawab auditor
 
Ch1 standar akuntansi kieso ifrs
Ch1  standar akuntansi kieso ifrsCh1  standar akuntansi kieso ifrs
Ch1 standar akuntansi kieso ifrs
 
Ch01_ IND_ accounting intermediate
Ch01_ IND_ accounting intermediateCh01_ IND_ accounting intermediate
Ch01_ IND_ accounting intermediate
 
Quiz 6 pengendalian internal dan evaluasinya
Quiz 6   pengendalian internal dan evaluasinyaQuiz 6   pengendalian internal dan evaluasinya
Quiz 6 pengendalian internal dan evaluasinya
 
Profesi Akuntan Publik pada Masa depan
Profesi Akuntan Publik pada Masa depanProfesi Akuntan Publik pada Masa depan
Profesi Akuntan Publik pada Masa depan
 
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual PenuhAkuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
Akuntansi aset-tetap PEMDA - Akrual Penuh
 
Akuntansi Kewajiban PEMDA
Akuntansi Kewajiban PEMDAAkuntansi Kewajiban PEMDA
Akuntansi Kewajiban PEMDA
 
Kewajiban jangka-pendek
Kewajiban jangka-pendekKewajiban jangka-pendek
Kewajiban jangka-pendek
 
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
Transaksi mata uang asing pertemuan ke 7
 

Viewers also liked

“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap ...
“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap ...“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap ...
“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap ...
Neli Semangat
 
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
ANALISIS LAPORAN KEUANGANANALISIS LAPORAN KEUANGAN
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
Universitas Mulawarman Samarinda
 
Resume Auditing Bab I - IV Buku I
Resume Auditing Bab I - IV Buku IResume Auditing Bab I - IV Buku I
Resume Auditing Bab I - IV Buku I
9elevenStarUnila
 
Aset Tidak Berwujud - PSAK 19
Aset Tidak Berwujud - PSAK 19 Aset Tidak Berwujud - PSAK 19
Aset Tidak Berwujud - PSAK 19
Fair Nurfachrizi
 
Laporan Prakerin PT PLN (Persero) Area Surabaya Utara
Laporan Prakerin PT PLN (Persero) Area Surabaya UtaraLaporan Prakerin PT PLN (Persero) Area Surabaya Utara
Laporan Prakerin PT PLN (Persero) Area Surabaya Utara
avsai
 
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
Psak  46 pajak penghasilan 25032015Psak  46 pajak penghasilan 25032015
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
PPA FEUI
 
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Sri Apriyanti Husain
 
Penerapan Sistem informasi akuntansi pada PT PLN (Persero) di Kota Palu
Penerapan Sistem informasi akuntansi pada PT PLN (Persero) di Kota PaluPenerapan Sistem informasi akuntansi pada PT PLN (Persero) di Kota Palu
Penerapan Sistem informasi akuntansi pada PT PLN (Persero) di Kota Paludewi masita
 

Viewers also liked (8)

“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap ...
“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap ...“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap ...
“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap ...
 
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
ANALISIS LAPORAN KEUANGANANALISIS LAPORAN KEUANGAN
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
 
Resume Auditing Bab I - IV Buku I
Resume Auditing Bab I - IV Buku IResume Auditing Bab I - IV Buku I
Resume Auditing Bab I - IV Buku I
 
Aset Tidak Berwujud - PSAK 19
Aset Tidak Berwujud - PSAK 19 Aset Tidak Berwujud - PSAK 19
Aset Tidak Berwujud - PSAK 19
 
Laporan Prakerin PT PLN (Persero) Area Surabaya Utara
Laporan Prakerin PT PLN (Persero) Area Surabaya UtaraLaporan Prakerin PT PLN (Persero) Area Surabaya Utara
Laporan Prakerin PT PLN (Persero) Area Surabaya Utara
 
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
Psak  46 pajak penghasilan 25032015Psak  46 pajak penghasilan 25032015
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
 
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
 
Penerapan Sistem informasi akuntansi pada PT PLN (Persero) di Kota Palu
Penerapan Sistem informasi akuntansi pada PT PLN (Persero) di Kota PaluPenerapan Sistem informasi akuntansi pada PT PLN (Persero) di Kota Palu
Penerapan Sistem informasi akuntansi pada PT PLN (Persero) di Kota Palu
 

Similar to Dampak PSAK Sewa yang Baru terhadap PLN

Pengertian leasing
Pengertian leasingPengertian leasing
Pengertian leasing
Arif Mulyono
 
5.Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing).pptx
5.Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing).pptx5.Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing).pptx
5.Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing).pptx
donihasmanto
 
MATERI HUKUM PEMBIAYAAN Fenti Anita Sari
MATERI HUKUM PEMBIAYAAN Fenti Anita SariMATERI HUKUM PEMBIAYAAN Fenti Anita Sari
MATERI HUKUM PEMBIAYAAN Fenti Anita Sari
Fenti Anita Sari
 
Analisis keputusan lease vs buy part 2
Analisis keputusan lease vs buy part 2Analisis keputusan lease vs buy part 2
Analisis keputusan lease vs buy part 2
Futurum2
 
Analisis keputusan lease vs buy part 2
Analisis keputusan lease vs buy part 2Analisis keputusan lease vs buy part 2
Analisis keputusan lease vs buy part 2
Futurum2
 
sewa guna usaha . . . . . . . . . . . . . .
sewa guna usaha . . . . . . . . . . . . . .sewa guna usaha . . . . . . . . . . . . . .
sewa guna usaha . . . . . . . . . . . . . .
ihsansyahidaxxi
 
Sewa+guna+usaha
Sewa+guna+usahaSewa+guna+usaha
Sewa+guna+usaha
Wirna Taryono
 
SEWA GUNA USAHA dan cara menghitung secara Finance
SEWA GUNA USAHA dan cara menghitung secara FinanceSEWA GUNA USAHA dan cara menghitung secara Finance
SEWA GUNA USAHA dan cara menghitung secara Finance
LayonHocben1
 
Bej v3-n1-artikel1-agustus2006
Bej v3-n1-artikel1-agustus2006Bej v3-n1-artikel1-agustus2006
Bej v3-n1-artikel1-agustus2006
Lita Adjalah
 
PPT Manajemen Keuangan - Leasing
PPT Manajemen Keuangan - LeasingPPT Manajemen Keuangan - Leasing
PPT Manajemen Keuangan - Leasing
Doni Ramdhani
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
iqbaleeeee
 
Leasing
Leasing Leasing
Leasing
Deandra Zahra
 
3. leasing
3. leasing3. leasing
Pengertian leasing, contoh dan kegiatan leasing
Pengertian leasing, contoh dan kegiatan leasingPengertian leasing, contoh dan kegiatan leasing
Pengertian leasing, contoh dan kegiatan leasing
cekkembali dotcom
 
Leasing - Pendanaan Jangka Menengah
Leasing - Pendanaan Jangka MenengahLeasing - Pendanaan Jangka Menengah
Leasing - Pendanaan Jangka Menengah
Nike Antika Putri
 
Akuntansi sewa_Muhammad Afif_DR. Afdal S.pd, M.pd_Persada Bunda
Akuntansi sewa_Muhammad Afif_DR. Afdal S.pd, M.pd_Persada BundaAkuntansi sewa_Muhammad Afif_DR. Afdal S.pd, M.pd_Persada Bunda
Akuntansi sewa_Muhammad Afif_DR. Afdal S.pd, M.pd_Persada Bunda
Nadia Nurul
 
LEASING
LEASINGLEASING
powerpoint_Leasing_sewa_guna_usaha.pptx
powerpoint_Leasing_sewa_guna_usaha.pptxpowerpoint_Leasing_sewa_guna_usaha.pptx
powerpoint_Leasing_sewa_guna_usaha.pptx
FahrulFauzan2
 

Similar to Dampak PSAK Sewa yang Baru terhadap PLN (20)

Pengertian leasing
Pengertian leasingPengertian leasing
Pengertian leasing
 
5.Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing).pptx
5.Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing).pptx5.Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing).pptx
5.Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing).pptx
 
MATERI HUKUM PEMBIAYAAN Fenti Anita Sari
MATERI HUKUM PEMBIAYAAN Fenti Anita SariMATERI HUKUM PEMBIAYAAN Fenti Anita Sari
MATERI HUKUM PEMBIAYAAN Fenti Anita Sari
 
Analisis keputusan lease vs buy part 2
Analisis keputusan lease vs buy part 2Analisis keputusan lease vs buy part 2
Analisis keputusan lease vs buy part 2
 
Analisis keputusan lease vs buy part 2
Analisis keputusan lease vs buy part 2Analisis keputusan lease vs buy part 2
Analisis keputusan lease vs buy part 2
 
sewa guna usaha . . . . . . . . . . . . . .
sewa guna usaha . . . . . . . . . . . . . .sewa guna usaha . . . . . . . . . . . . . .
sewa guna usaha . . . . . . . . . . . . . .
 
Makalah leasing
Makalah leasingMakalah leasing
Makalah leasing
 
Sewa+guna+usaha
Sewa+guna+usahaSewa+guna+usaha
Sewa+guna+usaha
 
SEWA GUNA USAHA dan cara menghitung secara Finance
SEWA GUNA USAHA dan cara menghitung secara FinanceSEWA GUNA USAHA dan cara menghitung secara Finance
SEWA GUNA USAHA dan cara menghitung secara Finance
 
Bej v3-n1-artikel1-agustus2006
Bej v3-n1-artikel1-agustus2006Bej v3-n1-artikel1-agustus2006
Bej v3-n1-artikel1-agustus2006
 
PPT Manajemen Keuangan - Leasing
PPT Manajemen Keuangan - LeasingPPT Manajemen Keuangan - Leasing
PPT Manajemen Keuangan - Leasing
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Leasing
Leasing Leasing
Leasing
 
3. leasing
3. leasing3. leasing
3. leasing
 
Pengertian leasing, contoh dan kegiatan leasing
Pengertian leasing, contoh dan kegiatan leasingPengertian leasing, contoh dan kegiatan leasing
Pengertian leasing, contoh dan kegiatan leasing
 
Leasing - Pendanaan Jangka Menengah
Leasing - Pendanaan Jangka MenengahLeasing - Pendanaan Jangka Menengah
Leasing - Pendanaan Jangka Menengah
 
BLK.pptx
BLK.pptxBLK.pptx
BLK.pptx
 
Akuntansi sewa_Muhammad Afif_DR. Afdal S.pd, M.pd_Persada Bunda
Akuntansi sewa_Muhammad Afif_DR. Afdal S.pd, M.pd_Persada BundaAkuntansi sewa_Muhammad Afif_DR. Afdal S.pd, M.pd_Persada Bunda
Akuntansi sewa_Muhammad Afif_DR. Afdal S.pd, M.pd_Persada Bunda
 
LEASING
LEASINGLEASING
LEASING
 
powerpoint_Leasing_sewa_guna_usaha.pptx
powerpoint_Leasing_sewa_guna_usaha.pptxpowerpoint_Leasing_sewa_guna_usaha.pptx
powerpoint_Leasing_sewa_guna_usaha.pptx
 

Recently uploaded

Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Fathan Emran
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
junarpudin36
 
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi KomunikasiMateri Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
AdePutraTunggali
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
NavaldiMalau
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
indraayurestuw
 
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remajamateri penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
DewiInekePuteri
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPALANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
Annisa Syahfitri
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
NiaTazmia2
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
nasrudienaulia
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
YongYongYong1
 
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdfJuknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
HendraSagita2
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
YuristaAndriyani1
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
JALANJALANKENYANG
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
fadlurrahman260903
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
NURULNAHARIAHBINTIAH
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
ssuser4dafea
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
GusniartiGusniarti5
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
ahyani72
 

Recently uploaded (20)

Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka - [abdiera.com]
 
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdfRANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF.pdf
 
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi KomunikasiMateri Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
Materi Feedback (umpan balik) kelas Psikologi Komunikasi
 
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptxFORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
FORMAT PPT RANGKAIAN PROGRAM KERJA KM 7.pptx
 
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdfKisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
Kisi-kisi PAT IPS Kelas 8 semester 2.pdf
 
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remajamateri penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
materi penyuluhan kesehatan reproduksi remaja
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 8 Fase D Kurikulum Merdeka
 
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPALANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
ANALISIS PENCEMARAN UDARA AKIBAT PABRIK ASPAL
 
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdekaSOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
SOAL ASAS SENI MUSIK kelas 2 semester 2 kurikulum merdeka
 
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
 
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptxRPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
RPH BAHASA MELAYU TAHUN 6 SJKC 2024.pptx
 
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdfJuknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
Juknis Materi KSM Kabkota - Pendaftaran[1].pdf
 
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdfMODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
MODUL P5 FASE B KELAS 4 MEMBUAT COBRICK.pdf
 
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 7 Fase D Kurikulum Merdeka
 
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdfKelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
Kelompok 2 Tugas Modul 2.1 Ruang Kolaborasi.pdf
 
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdfPpt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdf
 
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKANSAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
SAINS TINGKATAN 4 BAB 11 DAYA DAN GERAKAN
 
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptxPemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
Pemutakhiran Data dosen pada sister.pptx
 
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOKPENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
PENDAMPINGAN INDIVIDU 2 CGP ANGKATAN 10 KOTA DEPOK
 
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptxMateri 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
Materi 2_Benahi Perencanaan dan Benahi Implementasi.pptx
 

Dampak PSAK Sewa yang Baru terhadap PLN

  • 1. DAMPAK PSAK SEWA YANG BARU TERHADAP PLN (Kasus: Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik) ABSTRAK Makalah ini menjelaskan mengenai bagaimana dampak atas penerapan PSAK sewa yang baru, yaitu PSAK 30 “Sewa” terhadap laporan keuangan suatu perusahaan. Kita akan melihat dampak riilnya melalui studi kasus terhadap Laporan Keuangan PT PLN, suatu BUMN yang bertugas menyediakan tenaga listrik untuk kebutuhan masyarakat umum. Menggunakan data dari PT PLN, kita akan temukan bagaimana PT PLN mempertimbangkan untuk memperlakukan perjanjian jual beli tenaga listrik dari produsen swasta sebagai suatu perjanjian sewa berdasarkan panduan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa“ sehingga berimplikasi pada penerapan PSAK 30 “ Sewa”, khususnya mengenai sewa pembiayaan. Kemudian, dibahas pula bagaimana pada akhirnya penerapan PSAK 30 “Sewa” secara restrospektif menyebabkan diakuinya aset dan kewajiban terkait perjanjian sewa dalam laporan posisi keuangan serta mengakibatkan perubahan pada saldo laba/rugi pada laporan laba/rugi komprehensif tahun sebelumnya. Dampaknya, rasio-rasio keuangan perusahaan pun ikut berubah dan berpotensi mengakibatkan terjadinya pelanggaran beberapa covenant atas obligasi yang dimiliki. 1. PENDAHULUAN Sewa guna usaha (leasing) pertama kali berkembang sebagai alat pembelanjaan atau pembiayaan perusahaan sejak adanya Accounting Research Bulletin No.38 tentang Disclosure of Long Term Lease on Financial Statement of Lessees. Financial Accounting Standards Board (FASB) menerbitkan FASB Statement No. 13 (Accounting for Leases) pada tahun 1976 yang memberikan panduan akuntansi terhadap sewa guna usaha baik untuk lessor maupun lessee. International Accounting Standards Committee (IASC) pada tahun 1982 menerbitkan standar mengenai “Leases” yang hampir sama dengan FASB Statement No. 13. Sewa guna usaha (leasing) pertama kali diperkenalkan di Indonesia melalui surat keputusan bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan Nomor Kep-122/MK/2/1974, No.32/M/SK/2/1974 dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang 1 Universitas Indonesia
  • 2. “Perizinan Usaha Leasing”. Sejak saat itu, perkembangan sewa di Indonesia dapat terlihat dari munculnya perusahaan-perusahaan sewa guna usaha di Indonesia. Selanjutnya, antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1990, dikeluarkan Surat Edaran Direktur Jendral Moneter Dalam Negeri No. SE/499/MD/1984 tanggal 24 Januari 1984 tentang ketentuan dan tata cara penyampaian perusahaan leasing, serta Keputusan Menteri No. 125/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988. Mengikuti perkembangan usaha sewa dan praktik akuntansi baik di Indonesia maupun dunia Internasional, maka standar akuntansi terkait dengan leasing di Indonesia telah mengalami dinamika dan perubahan. Masalah perlakuan akuntansi terkait sewa secara khusus diaturoleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) 30. Sejak disahkan tanggal 07 September 1994 dan dinyatakan efektif berlaku 1 Januari 1991 hingga sekarang, PSAK 30 (1994) “ Akuntansi Sewa Guna Usaha” telah mengalami revisi sebanyak 2 kali. Revisi pertama, PSAK 30 (2007) “Sewa” disahkan pada tahun 27 Juni 2007 untuk menggantikan PSAK (1994) “ Akuntansi Sewa Guna Usaha”. Keluarnya PSAK 30 (2007) Sewa disusul dengan keluarnya ISAK (Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan) 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” sebagai panduan menilai apakah suatu perjanjian dianggap sebagai sewa atau mengandung sewa sehingga harus menerapkan PSAK 30. Revisi kedua , PSAK 30 (2011) “Sewa” dilakukan untuk mengadopsi ketentuan IAS 17 per 1 Januari 2009 dan dinyatakan efektif berlaku per 1 Januari 2012. Munculnya standar akuntansi mengenai sewa yang baru tersebut membuat implikasi yang cukup signifikan dalam penyajian laporan keuangan perusahaan. Hal tersebut terjadi karena penerapan kebijakan akuntansi yang baru tersebut membawa pengaruh pada perubahan kebijakan akuntansi yang harus dilakukan perusahaan. Dalam makalah ini, akan disajikan pembahasan/analisa mengenai penerapan standar akuntansi yang terkait dengan sewa (PSAK 30 “Sewa” dan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa”) serta isu yang timbul dalam praktek penyusunan laporan keuangan di Indonesia (kasus PT 2 Universitas Indonesia
  • 3. PLN). Pembahasan tersebut akan dibagi dalam beberapa bagian. Pada bagian pertama, akan diberikan landasan teori mengenai standar akuntansi terkait sewa yang berlaku di Indonesia sesuai PSAK 30 “Sewa” dan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa”. Pada bagian kedua, akan diberikan suatu studi kasus penerapan PSAK 30 “Sewa” dan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” oleh perusahaan PLN, mulai dari latar belakang penerapan, isu permasalahan yang muncul sampai dampaknya pada perusahaan. Terakhir, akan diambil kesimpulan mengenai kasus penerapan PSAK sewa yang baru oleh PT PLN dan dampaknya. 2. STANDAR AKUNTANSI YANG BERLAKU: PSAK 30 DAN ISAK 8 2.1 ISAK 8 “PENENTUAN APAKAH SUATU PERJANJIAN MENGANDUNG SUATU SEWA” Sebelum memasuki pembahasan mengenai leasing, kita akan membahas dulu mengenai ISAK 8. Dalam menentukan apakah suatu perjanjian mengandung suatu sewa atau tidak, kita harus menggunakan panduan ISAK 8: “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” yang mengadopsi IFRIC 4 “Determining Whether an Arrangement Containts a Leases”. Suatu entitas dapat melakukan suatu perjanjian, yang terdiri dari satu atau serangkaian transaksi terkait, dimana bentuk legal perjanjian tersebut bukan sewa tetapi perjanjian itu memberikan hak kepada pihak lain untuk menggunakan suatu aset, dengan imbalan suatu atau serangkaian pembayaran. Dalam menentukan apakah suatu perjanjian merupakan perjanjian sewa atau suatu perjanjian yang mengandung sewa, perlu diperhatikan substansi perjanjian dan dilakukan evaluasi, apakah: a. Pemenuhan perjanjian bergantung pada penggunaan aset tertentu Aset bukan merupakan subjek sewa jika pemenuhan perjanjian tidak sepenuhnya bergantung pada aset tersebut, walaupun secara eksplisit diidentifikasikan seperti itu di dalam perjanjian. b. Perjanjian memberikan hak untuk menggunakan aset Suatu perjanjian dianggap memberikan hak untuk menggunakan aset jika perjanjian tersebut memberikan hak kepada lessee untuk mengendalikan 3 Universitas Indonesia
  • 4. penggunaan aset tersebut. Di dalam ISAK 8, dijelaskan kondisi-kondisi yang harus dipenuhi agar terdapat pengalihak hak untuk menggunakan aset, yaitu: i. Lessee mempunyai kemampuan atau hak untuk mengoperasikan aset atau mengarahkan pihak lain untuk mengoperasikan aset tersebut sesuai dengan cara ditentukan pembeli dan pada saat yang bersamaan, pembeli mendapatkan atau mengendalikan keluaran (output) atau kegunaan lainnya atas aset tersebut, dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan. ii. Pembeli mempunyai kemampuan atau hak untuk mengendalikan akses fisik terhadap aset tersebut dan pada saat yang bersamaan, pembeli mendapatkan atau mengendalikan keluaran atau kegunaan lainnya atas aset tersebut, dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan. iii. Fakta dan kondisi yang ada menunjukkan bahwa kecil kemungkinan bagi satu atau lebih pihak lain selain pembeli akan mengambil keluaran atau kegunaan lainnya dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan yang akan diproduksi atau dihasilkan oleh aset tersebut selama masa perjanjian; dan harga yang dibayar pembeli untuk keluaran tersebut bukan harga yang secara kontraktual tetap untuk setiap unit keluaran ataupun harga yang sama dengan harga pasar per unit keluaran pada saat penyerahan keluaran tersebut. 2.2 PSAK 30 “SEWA” Di Indonesia, standar akuntansi yang mengatur mengenai sewa terdapat pada PSAK No. 30 mengenai Sewa. Dalam Paragraf 04 PSAK No. 30, dijelaskan arti sewa, yaitu suatu perjanjian yang mana lessor memberikan kepada lessee hak untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor. Penyewa Guna Usaha (Lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak Perusahaan Sewa Guna Usaha (lessor). Di IFRS, leasing diatur dalam IAS 17 mengenai Leases. 4 Universitas Indonesia
  • 5. Gambar 1. Hubungan antara Lessee dan Lessor 2.2.1 Klasifikasi Sewa Di dalam PSAK No. 30 dan IAS 17, leasing diklasifikasikan ke dalam 2 kategori, yaitu sewa pembiayaan (financial lease) dan sewa operasi (operating lease). Berikut adalah arti dari kedua klasifikasi tersebut: 1. Sewa Pembiayaan Sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan atau dapat juga tidak dialihkan. 2. Sewa Operasi Sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan, yaitu jika sewa tidak mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Klasifikasi sewa didasarkan atas sejauh mana risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset sewaan berada pada lessor atau lessee. Risiko termasuk kemungkinan kerugian dari kapasitas tidak terpakai atau keusangan teknologi dan variasi imbal hasil karena perubahan kondisi ekonomi. Manfaat dapat tercermin dari ekspektasi operasi yang menguntungkan selama umur ekonomi aset dan keuntungan dari kenaikan nilai atau realisasi dari nilai residu. 2.2.2 Sewa Dalam Laporan Keuangan Lessee Sewa Pembiayaan Pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan liabilitas dalam laporan posisi keuangan sebesar nilai wajar aset sewaan atau sebesar nilai kini dari pembayaran sewa minimum, jika nilai kini tersebut lebih 5 Universitas Indonesia
  • 6. rendah daripada nilai wajar. Transaksi dan kejadian dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas keuangannya, dan tidak selalu mengikuti bentuk hukumnya. Meskipun bentuk hukum perjanjian sewa menyatakan bahwa lessee tidak memperoleh hak secara hukum atas aset sewaan, tetapi dalam hal sewa pembiayaan, secara substansi dan realitas keuangan lessor memperoleh manfaat ekonomi dari penggunaan aset sewaan tersebut selama sebagian besar umur ekonomisnya Sewa pembiayaan diakui dalam laporan posisi keuangan lessee sebagai aset dan kewajiban untuk membayar sewa masa depan. Pada awal masa sewa, aset dan liabilitas untuk membayar sewa masa depan diakui dalam laporan posisi keuangan pada jumlah yang sama, kecuali untuk biaya langsung awal dari lessee yang ditambahkan ke jumlah yang diakui awal. BIAYA LANGSUNG AWAL Ya Tidak Biaya Komisi General Overheads Biaya legal (legal fees) Biaya iklan Biaya yang timbul dari pengevaluasian dan Biaya yang berhubungan dengan pencatatan garansi, jaminan dan perjanjian pembujukan sewa potensial keamanan lainnya Biaya yang berhubungan dengan Biaya yang timbul dari pelayanan sewa penegosiasian syarat sewa yang ada Biaya yang timbul dalam persiapan dan Biaya yang berhubungan dengan aktivitas memroses dokumen sewa pendukung lainnya Biaya yang timbul dari penyelesaian transaksi Tabel 1. Biaya langsung awal yang dapat dan tidak dapat ditambahkan ke jumlah yang diakui awal Pembayaran sewa minimum dipisahkan antara mana yang merupakan beban keuangan dan pengurangan liabilitas. Beban keuangan dialokasikan pada setiap periode selama masa sewa sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu suku bunga periodik yang konstan atas saldo liabilitas. Rental kontinjen dibebankan pada periode terjadinya. Dalam sewa pembiayaan, terdapat beban penyusutan untuk aset tersusutkan dan beban keuangan yang timbul pada setiap periode akuntansi. Kebijakan penyusutan untuk aset sewaan konsisten dengan aset yang dimiliki oleh perusahaan dan penghitungan penyusutan yang diakui berdasarkan PSAK 16: Aset Tetap dan PSAK 19: Aset Tak Berwujud. Jangka waktu penyusutan aset sewaan jika tidak ada kepastian bahwa lessee akan mendapatkan hak kepemilikan 6 Universitas Indonesia
  • 7. pada akhir masa sewa adalah jangka waktu yang lebih pendek antara masa sewa dan umur manfaatnya. Pembayaran utang sewa tidak boleh langsung diakui sebagai beban, karena jumlah beban penyusutan dan beban keuangan untuk suatu periode tidak sama nilainya dengan jumlah pembayaran utang sewa untuk periode tersebut. Menurut PSAK 30, paragraf 30, lessee mengungkapkan hal berikut untuk sewa pembiayaan: a. Jumlah tercatat neto untuk setiap kelompok aset pada tanggal pelaporan. b. Rekonsiliasi antara total pembayaran sewa minimum masa depan pada akhir periode pelaporan dan nilai kininya. Selain itu, entitas mengungkapkan total pembayaran sewa minimum masa depan pada akhir periode pelaporan, dan nilai kininya untuk setiap periode, sampai dengan satu tahun, lebih dari satu tahun sampai lima tahun, dan lebih dari lima tahun. c. Rental kontinjen yang diakui sebagai beban pada periode. d. Total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut masa depan dari kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan pada akhir periode pelaporan. e. Penjelasan umum isi perjanjian sewa yang material yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal dasar penentual utang rental kontinjen, keberadaan dan persyaratan dari opsi pembaruan atau pembelian dan klausul eskalasi, dan pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian sewa, misalnya yang terkait dengan dividen, tambahan utang, dan sewa-lanjut. Sewa Operasi Pembayaran sewa dalam sewa operasi diakui sebagai beban dengan dasar garis lurus selama masa sewa. Menurut PSAK 30, paragraf 34, pengungkapan untuk sewa operasi, lessee juga mengungkapkan hal berikut untuk sewa operasi: a. Total pembayaran sewa minimum masa depan dalam sewa operasi yang tidak dapat dibatalkan untuk setiap peropde sampai dengan satu tahun, lebih dari satu tahun sampai lima tahun, lebih dari lima tahun. 7 Universitas Indonesia
  • 8. b. Total perkiraan penerimaan pembayaran minimum sewa-lanjut masa depan dari kontrak sewa-lanjut yang tidak dapat dibatalkan pada akhir periode pelaporan. c. Pembayaran sewa dan sewa-lanjut yang diakui sebagai beban pada periode, dengan pengungkapan terpisah untuk jumlah pembayaran minimum sewa, rental kontinjen, dan pembayaran sewa-lanjut; d. Penjelasan umum perjanjian sewa lessee yang signifikan, yang meliputi, namun tidak terbatas pada dasar penentuan utang rental kontinjen, keberadaan dan persyaratan dari opsi pembaruan atau pembelian dan klausal eskalasi, dan pembatasan yang ditetapkan dalam perjanjian sewa, seperti pembatasan dividen utang tambahan, dan sewa-lanjut. 2.2.2 Sewa Dalam Laporan Keuangan Lessor Sewa Pembiayaan Dalam sewa pembiayaan dimana seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset dialihkan dari lessor ke lessee, penerimaan piutang sewa diakui oleh lessor sebagai pembayaran pokok dan pendapatan keuangan sebagai penggantian dan imbalan atas investasi dan jasanya. Biaya langsung awal yang dapat diatribusikan langsung pada proses negosiasi dan pengaturan sewa antara lain, komisi, biaya hukum dan biaya internal yang bersifat tambahan. Biaya langsung awal tidak termasuk biaya umum seperti yang lazimnya dikeluarkan oleh tim penjualan dan pemasaran. Lessor mengalokasikan pendapatan keuangan selama masa sewa dengan dasar yang sistematis dan rasional. Alokasi pendapatan ini didasarkan pada suatu pola yang mencerminkan suatu tingkat pengembalian periodik yang konstan atas investasi neto lessor dalam sewa pembiayaan. Pembayaran sewa dalam suatu periode diterapkan pada investasi sewa bruto untuk mengurangi pokok dan pendapatan keuangan yang belum diterima. Lessor pabrikan atau dealer sering memberikan pilihan penawaran untuk membeli atau menyewa suatu aset kepada pelanggan. Sewa pembiayaan oleh lessor pabrikan atau dealer seringkali menimbulkan: 8 Universitas Indonesia
  • 9. a. keuntungan/kerugian yang setara dengan laba rugi dari penjualan biasa atas aset sewaan yang ditentukan pada harga jual normal setelah dikurangi potongan penjualan, dan b. pendapatan keuntungan selama masa sewa. Pendapatan penjualan diakui pada awal masa sewa oleh lessor pabrikan atau dealer sebesar nilai wajar aset. Menurut PSAK 30, paragraf 47, lessor mengungkapkan hal berikut untuk sewa pembiayaan: a. rekonsiliasi antara investasi sewa bruto dan nilai kini piutang pembayaran sewa minimum pada akhir periode pelaporan. Di samping itu, lessor mengungkapkan investasi sewa bruto dan nilai kini piutang pembayaran sewa minimum pada akhir periode pelaporan untuk setiap periode kurang dari satu tahun, lebih dari satu tahun sampai lima tahun, dan lebih dari lima tahun. b. Pendapatan keuangan yang belum diterima. c. Nilai residu yang tidak dijamin yang diakru sebagai manfaat lessor. d. Akumulasi penyisihan piutang tidak tertagih atas pembayaran sewa minimum. e. Rental kontinjen yang diakui sebagai pendapatan dalam periode; dan f. Penjelasan umum isi perjanjian sewa lessor yang material. Sewa Operasi Menurut PSAK 30, paragraf 56, lessor mengungkapkan hal berikut untuk sewa operasi: a. Jumlah agregat pembayaran sewa minimum masa depan dalam sewa operasi yang tidak dapat dibatalkan untuk setiap periode sampai dengan satu tahun, lebih dari satu tahun sampai lima tahun, dan lebih dari lima tahun b. Total rental kontinjen yang diakui sebagai pendapatan pada periode; dan c. Penjelasan umum isi perjanjian sewa lessor. 9 Universitas Indonesia
  • 10. 3. STUDI KASUS: PENERAPAN PSAK SEWA YANG BARU PADA PLN Penerapan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa”, memberikan implikasi pada perusahaan untuk mengevaluasi/melakukan asessment ulang terhadap perjanjian memberikan hak untuk menggunakan aset apakah merupakan perjanjian sewa atau perjanjian yang mengandung sewa. Selanjutnya, setelah dilakukan evaluasi sebagaimana dimaksud diatas, atas perjanjian yang mengandung sewa maka pihak-pihak yang melakukan perjanjian harus menerapkan ketentuan PSAK 30 “Sewa” dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Sesuai PSAK 30 “Sewa” terhadap perjanjian yang ditetapkan mengandung sewa harus ditentukan apakah termasuk kategori sewa pembiayaan atau sewa operasi. Jika dalam perjanjian sewa terdapat pengalihan secara substansial seluruh resiko atau manfaat terkait dengan kepemilikan suatu aset, maka perusahaan tersebut harus mengakui perjanjian yang mengandung sewa tersebut sebagai sewa pembiayaan. Disisi lain, apabila dalam perjanjian sewa tersebut tidak terdapat secara substansial seluruh resiko atau manfaat terkait dengan kepemilikan suatu aset, maka perjanjian tersebut dianggap sebagai sewa operasi. Sesuai PSAK 30 “Sewa”, perlakuan akuntansi atas sewa pembiayaan dan sewa operasi sangatlah berbeda. Pada sewa pembiayaan, Lessee mengakui aset dan liabilitas sewa di Laporan posisi keuangan serta melakukan amortisasi atas aset yang dicatat sepanjang umur ekonomis sewa. Kemudian, apabila timbul bunga atas pembayaran cicilan sewa, maka diakui sebagai biaya bunga di Laporan Laba/Rugi. Sedangkan atas sewa operasi, Lessee tidak perlu mengakui aset atau liabilitas pada laporan posisi keuangan dan hanya perlu mengakui setiap pembayaran sewa sebagai biaya sewa di Laporan Laba/Rugi. Penerapan retrospektif ISAK 8 dan PSAK 30 tentunya membawa dampak yang signifikan terhadap kebijakan akuntansi yang digunakan serta mempengaruhi penyajian dan pengungkapan laporan keuangan untuk tahun berjalan atau tahun sebelumnya. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, perbedaan kebijakan akuntansi tersebut membawa pengaruh pada perubahan nilai aset dan kewajiban yang muncul laporan posisi keuangan serta menyebabkan perubahan 10 Universitas Indonesia
  • 11. pada saldo laba yang muncul dalam laporan laba/rugi perusahaan. Bahkan secara ekstrem, perubahan tersebut bisa berdampak pada pelanggaran Covenant kewajiban perusahaan karena berubahnya besaran rasio keuangan perusahaan yang tidak sesuai harapan. Dampak riil atas penerapan retrospektif ISAK 8 dan PSAK 30 pada laporan keuangan perusahaan dapat ditunjukkan secara jelas melalui sebuah studi kasus. Salah satu perusahaan yang bisa menjadi contoh nyata adalah PT PLN (Persero) yang mulai menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 pada tahun 2012 (artinya, laporan tahun 2010 dan 2011 disajikan kembali secara retrospektif). Diharapkan melalui studi terhadap Laporan Keuangan PT PLN (Persero) tersebut kita bisa mendapatkan gambaran secara utuh mengenai dampak atas penerapan PSAK 30 “Sewa” seperti yang diharapkan sebelumnya. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai penerapan retrospektif yang terjadi atas PSAK 30 “Sewa”, maka pembahasan akan lebih berfokus pada data perusahaan yang meliputi data statistik bisnis maupun laporan keuangan tahun 2011 PT PLN. Pembahasan studi kasus akan kita bagi dalam beberapa bagian. Pertama, akan diberikan gambaran umum mengenai kegiatan operasional/bisnis PT PLN. Kedua, akan dibahas perjalanan panjang menuju penerapan ISAK 8 dan PSAK 30 oleh PT PLN (Persero). Ketiga, akan diperlihatkan bagaimana perlakuan akuntansi, pelaporan, dan pengungkapan transaksi terkait kegiatan sewa yang dilakukan PT PLN. Terakhir, akan dilakukan analisa dampak praktek akuntansi terkait sewa sesuai ISAK 8 dan PSAK 30 yang dilakukan oleh PLN terhadap gambaran performa perusahaan. 11 Universitas Indonesia
  • 12. 3.1 GAMBARAN UMUM BISNIS PT PLN Gambar 2. Struktur Ketenagalistrikan Indonesia PLN merupakan salah satu BUMN yang berdasarkan anggaran dasar dan ketentuan perundang-undangan oleh pemerintah diberi amanat untuk menyediakan barang publik berupa tenaga listrik bagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutu yang memadai serta memupuk keuntungan dan melaksanakan penugasan Pemerintah di bidang ketenagalistrikan dalam rangka menunjang pembangunan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. Sesuai dengan UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, Pemerintah wajib memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN termasuk margin yang diharapkan kepada BUMN yang diberikan penugasan khusus. Perusahaan merupakan BUMN yang sedang melaksanakan penugasan khusus berupa penyediaan tenaga listrik bersubsidi kepada masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik bagi kepentingan umum, PT PLN maupun anak perusahaannya berupaya untuk melakukan produksi sendiri maupun melakukan perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA – Power Purchase Agreement dan ESC – Energy Sales Contract) dengan penyedia dan pengembang tenaga listrik swasta (IPP – Independent Power Producers). IPP tersebut merupakan pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk kepentingan umum, yang dapat diserahkan kepada entitas usaha lain dengan tanggung jawab untuk menghasilkan tenaga listrik guna kepentingan umum. Selama tahun 2011, jumlah 12 Universitas Indonesia
  • 13. energi yang berhasil disediakan oleh PT PLN melalui kegiatan produksi sendiri dan sewa, serta pembelian disajikan pada gambar 3 dibawah ini. Gambar 3. Jumlah Energi Listrik yang Diproduksi PT PLN Tahun 2011 (sumber: Laporan Statistik PLN tahun 2011) Dari gambar 3 diatas, dapat kita lihat bahwa produksi energi listrik yang dilakukan sendiri oleh PLN berjumlah 142,739,06 GWh (77,82% total produksi) dan berasal dari PLTA (pembangkit listrik tenaga air); PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap); PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi); PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap); PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel); PLTMG (Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas); PLTS (Pembangkit Listrik tenaga Surya); PLT Bayu (Pembangkit Listrik Tenaga Angin); PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas); dan Sewa Pembangkit. Sedangkan energi listrik yang diperoleh PT PLN melalui pembelian dari pihak IPP berjumlah 40.681,87 GWh (22,18% total produksi) yang didapat melalui PPA/ESC. Dari total produksi energi listrik PT PLN yang mencapai 183.420,93 GWh sebagaimana disebutkan diatas, jumlah energi yang terjual pada tahun 2011 mencapai 157.992,66 GWh dan didistribusikan kepada sekitar 45.895.145 pelanggan/konsumen yang terdiri dari kelompok industri, rumah tangga, bisnis, dan lainnya. Selam tahun 2011, energi listrik tersebut dijual kepada pelanggan dengan harga jual listrik rata-rata per kWh sebesar Rp.714,24,-. 13 Universitas Indonesia
  • 14. 3.2 PERJALANAN PANJANG MENUJU PENERAPAN ISAK 8 DAN PSAK 30 OLEH PT PLN Suatu upaya yang cukup panjang telah dilalui untuk menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 pada laporan keuangan PT PLN. Awalnya, sesuai surat Ketua Bapepam-LK Nomor S-2366/BL/2009 tertanggal 30 Maret 2009, dinyatakan bahwa perusahaan dan anak perusahaan PLN dikecualikan dari penerapan ISAK 8 sampai DSAK-IAI menerbitkan intepretasi akuntansi yang secara spesifik mengatur mengenai akuntansi untuk Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang dimiliki. Sebagai hasilnya, Perusahaan dan entitas anak tetap mengikuti kebijakan akuntansi yang berlaku, dimana pembelian listrik dianggap sebagai transaksi pembelian komoditas normal. Namun, pembahasan mengenai apakah perjanjian mengandung sewa (dalam hal ini terkait perjanjian PPA dan ESC PLN) harus menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 tetap menjadi sebuah bahan kajian dan bahkan telah menjadi sebuah tema yang dibahas dalam Kongres IAI XI di Jakarta tanggal 9 Desember 2010. Tujuh Bulan sebelumnya, tepatnya tanggal 8 Mei 2010, pada acara bertajuk Forum Diskusi IFRS antara BUMN dan Tim Implementasi IFRS diangkat isu yang serupa. Salah satu sesi diskusi dengan judul “PPA dan ESC: Transaksi Pembelian, Sewa Pembiayaan, atau Perjanjian Konsesi Jasa dalam Case PLN” ikut menyeruak dibawakan oleh tim implementasi IFRS maupun pihak PLN dengan perwakilan BUMN yang hadir dalam forum diskusi di Bandung tersebut. Kita ketahui bahwa PSAK 30 (2007) “Sewa” disahkan 27 Juni 2007 dan efektif berlaku sejak 1 Jaanuari 2008, sementara itu ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” ditetapkan tanggal 16 September 2008, lalu mengapa penerapannya pada kasus PLN belum juga dilakukan memerlukan waktu yang lama. Muncul sebuah pertanyaan “Apa isu permasalahan yang menjadi dibahas dan menjadi hambatan dalam penerapan PSAK 30 dan ISAK 8 oleh PLN dalam case perjanjian PPA dan ESC?”. Ringkasan isu permasalahan yang muncul seputar kasus tersebut dapat dilihat dalam gambar 4 di bawah ini. 14 Universitas Indonesia
  • 15. Gambar 4. Isu Permasalahan yang Dibahas Terkait PPA dan ESC (sumber: www.IAIglobal.co.id) Sebagaimana diambil dari bahan presentasi Kongres XI IAI di Jakarta, berikut akan diberikan uraian kronologis mengenai isu yang dibahas dalam setiap diskusi yang dilakukan: 1. Dalam ISAK 8 Paragraf 06 dinyatakan bahwa: “Dalam menentukan apakah suatu perjanjian merupakan perjanjian sewa atau perjanjian yang mengandung sewa perlu diperhatikan substansi perjanjian dan dilakukan evaluasi apakah: (1) pemenuhan perjanjian bergantung pada penggunaan suatu aset atau aset-aset tertentu; dan (2) perjanjian tersebut memberikan suatu hak untuk menggunakan aset tersebut.” 2. Berdasarkan klausul “take or pay” sebagaimana dimaksud dalam poin 1 diatas, Kemudian atas case perjanjian PPA dan ESC antara PLN dangan IPP dilakukan evaluasi apakah merupakan perjanjian sewa atau perjanjian yang mengandung sewa dengan menggunakan 2 kriteria klausul diatas. 3. Untuk menguji klausul “pemenuhan perjanjian bergantung pada penggunaan aset tertentu”, beberapa pertanyaan dimunculkan terkait perjanjian PPA dan ESC antara PLN dengan IPP diantaranya: 15 Universitas Indonesia
  • 16. a. Apakah aset (pembangkit) diidentifikasikan secara eksplisit dalam perjanjian? b. Apakah pemeasok (IPP) tidak mempunyai hak dan kemampuan untuk menyediakan barang atau jasa (tenaga listrik) dengan menggunakan aset lain yang tidak disebutkan dalam perjanjian? c. Apakah tidak terdapat persyaratan untuk mengganti aset lain jika aset yang disewakan (pembangkit) tidak beroperasi dengan baik? 4. Sedangkan untuk menguji klausul “perjanjian memberikan hak untuk menggunakan aset”, pertanyaan terkait perjanjian PPA dan ESC antara PLN dengan IPP yang dimunculkan antara lain: a. Apakah PLN memiliki kemampuan/hak untuk mengoperasikan pembangkit sesuai dengan cara yang ditentukan PLN? dan PLN mendapatkan output dari pembangkit dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan? b. Apakah PLN memiliki kemampuan/hak untuk mengendalikan akses fisik terhadap pembangkit? dan c. Apakah PLN mendapatkan keluaran dari pembangkit dalam jumlah yang lebih dari tidak signifikan? d. Apakah kecil kemungkinan bagi pihak selain PLN untuk mengambil output dalam jumlah lebih dari tidak signifikan? dan e. Apakah harga yang dibayar PLN untuk listrik yang dihasilkan secara kontraktual tetap untuk setiap unit keluaran? 5. Dari hasil evaluasi yang dilakukan berdasarkan panduan ISAK 8 sebagaimana dilakukan diatas, perjanjian PPA dan ESC hampir semua 1 perjanjian mengandung sewa sehingga berlaku PSAK 30 “Sewa”. Kesimpulan tersebut diambil atas dasar pertimbangan bahwa perusahaan dan entitas anak PLN 1 Sesuai laporan keuangan PT PLN, sampai saat ini terdapat ± 33 perjanjian jual beli tenaga listrik yang mengandung sewa, yang terdiri dari 26 perjanjian masuk kategori sewa pembiayaan yang sudah beroperasi; 6 sewa operasi yang sudah beroperasi, serta 31 perjanjian lainnya masih belum beroperasi . Disisi lain, terdapat juga perjanjian jual beli listrik yang diperlakukan sebagai transaksi pembelian normal, yaitu Perjanjian jual beli tenaga listrik dengan PT Cikarang Listrindo dengan kapasitas 300 MW yang berlokasi di Jawa Barat hingga tahun 2018. Rincian mengenai perjanjian jual beli tenaga listrik yang masuk kategori sewa dan sudah aktif beroperasi tersebut dapat dilihat dalam tabel di halaman berikutnya. 16 Universitas Indonesia
  • 17. dan IPP memiliki perjanjian take or pay, dimana Perusahaan mengambil lebih dari jumlah yang tidak signifikan dari seluruh listrik dan energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik. 6. Berikutnya, muncul pembahasan mengenai assessment atas perjanjian PPA dan ESC yang memenuhi ketentuan perjanjian mengandung sewa tersebut “apakah dapat dimasukkan kedalam kategori sewa pembiayaan sesuai PSAK 30”. Tabel 2. Daftar Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang masuk kategori sewa pembiayaan dan sudah beroperasi. 17 Universitas Indonesia
  • 18. Tabel 3. Daftar Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik yang masuk kategori sewa operasi dan sudah beroperasi. 7. Sesuai PSAK 30 Paragraf 08, dinyatakan bahwa “suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset”. Untuk menguji klausul tersebut dilakukan assessment dengan menggunakan 5 kriteria situasi (PSAK 30 Paragraf 10) dan 3 indikator situasi (PSAK 30 Paragraf 11) yang mengarahkan suatu sewa diklasiikasikan sebagai suatu sewa pembiayaan. Kelima kriteria situasi yang secara individual dan gabungan mengarahkan suatu sewa diklasifikasikan sebagai suatu sewa pembiayaan tersebut adalah: a. sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa. b. lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup rendah dibandingkan nilai wajar pada tanggal opsi mulai dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi tersebut akan dilaksanakan. c. masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomi aset meskipun hak milik tidak dialihkan. d. pada awal sewa, nilai kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati nilai wajar aset sewaan. e. aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. 18 Universitas Indonesia
  • 19. Sedangkan ketiga indikator situasi yang secara individul atau gabungan dapat juga menunjukkan bahwa sewa diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan adalah: a. Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka kerugian lessor yang terkait dengan pembatalan tersebut ditanggung oleh lessee. b. keuntungan atau kerugian dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan pada lessee (misalnya, dalam bentuk potongan harga rental yang sama dengan sebagian besar hasil penjualan penjualan residu pada akhir sewa). c. lesse memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah daripada nilai pasar rental. 8. Berdasarkan kriteria dan indikator situasi diatas, maka hampir semua 2 perjanjian PPA dan ESC yang dilakukan oleh PLN dengan IPP ternyata memenuhi persyaratan untuk dikategorikan sebagai sewa pembiayaan. Jenis perjanjian tersebut ditetapkan sebagai sewa pembiayaan karena porsi signifikan dari risiko dan manfaat atas sejumlah pembangkit listrik telah dialihkan ke Perusahaan dan entitas anak PLN dengan dasar bahwa masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomik aset dan terdapat opsi beli pada akhir masa sewa. Hal tersebut tentu membawa implikasi yang sangat signifikan dalam penyajian laporan keuangan PT PLN. 9. Setelah disimpulkan bahwa sesuai ISAK 8 dan PSAK 30 PPA dan ESC masuk kategori sewa pembiayaan, ternyata muncul permasalahan baru yang cukup membingungkan. Permasalahan tersebut adalah munculnya perdebatan mengenai penggunaan ISAK 8 sebagai panduan dalam menentukan perjanjian PPA dan ESC sebagai perjanjian sewa. Mengapa? Hal tersebut terjadi karena dalam ISAK 8 paragraf 04b dinyatakan bahwa “Interpretasi ini (ISAK 8) tidak berlaku untuk perjanjian konsesi jasa publik ke swasta dalam ruang lingkup ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa”. Akibatnya adalah, sesuai ketentuan, transaksi penyediaan tenaga listrik oleh IPP ke PLN dikecualikan dari penerapan ISAK 8 sesuai ISAK 8 paragraf 04b. 2 1 penjelasan sama dengan yang terdapat pada catatan kaki . 19 Universitas Indonesia
  • 20. 10. Apa konsekuensi atas perdebatan pada poin 10 diatas? muncul perdebatan untuk menerapkan ISAK 16 “Jasa Konsesi” dalam kasus PPA. Namun, beberapa pertanyaan diajukan terkait permasalahan tersebut, diantaranya: a. Apakah PPA merupakan perjanjian jasa konsesi? jawabannya adalah ya. b. Dengan memperhatikan struktur kelistrikan di Indonesia, PLN merupakan Grantor atau Operator? Grantor (Pemberi konsesi). c. Apabila PLN merupakan Grantor, maka bukankah ISAK 16 “Jasa Konsesi” tidak mengatur mengenai hal itu? Ya, karena dalam ISAK 16 Paragraf 04 dinyatakan bahwa Interpretasi dalam ISAK 16 hanya memberikan panduan akuntansi untuk operator atas perjanjian konsesi jasa publik ke swasta. 11. Dikarenakan semua isu diatas, maka kita ketahui bahwa intepretasi akuntansi yang secara spesifik mengatur mengenai akuntansi untuk Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik belum ada. Dengan demikian, penerapan ISAK 8 dan PSAK 30 menjadi pilihan yang dapat diambil oleh pihak PT PLN secara sukarela. Setelah melakukan evaluasi ataspak penerapan PSAK sewa yang baru, pembahasan dan diskusi yang dilaksanakan diatas akhirnya berujung pada keputusan PT PLN mulai menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 di tahun 2012, dimana pada laporan keuangan triwulan pertama 2012 telah disajikan penerapan retrospektif ISAK 8 dan PSAK 30 pada laporan keuangan tahun 2010 dan 2011. Sebelum menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 tersebut, PT PLN menulis surat kepada Kepala Bapepam-LK tanggal 22 Desember 2011 untuk menyatakan perubahan kebijakan akuntansi secara sukarela dan menerapkan ketentuan ISAK 8 dan PSAK 30 terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik mulai tanggal 1 Januari 2012. Sebagai langkah lanjutan penerapan rerospektif ISAK 8 dan PSAK 30, PT PLN meminta persetujuan dari para pihak yang terkait dengan Laporan Keuangan PT PLN. Dalam sebuah publikasi yang dapat dilihat melalui situs resmi PT PLN, diketahui bahwa pada tanggal 09 s/d 12 Januari 2012 PT PLN telah melakukan Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO) dan Rapat Umum Pemegang Sukuk Ijarah (RUPSI) untuk mendapat persetujuan pemegang obligasi dan sukuk Ijarah PT PLN atas perubahan ketentuan kewajiban keuangan (financial covenant) 20 Universitas Indonesia
  • 21. dalam Perjanjian Perwaliamanatan sehubungan dengan Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 30, Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) No. 8 dan ISAK No. 16 beserta aturan pelaksanaan terkait. Gambaran kronologis mengenai perjalanan panjang penerapan ISAK 8 dan PSAK 30 sebagaimana dibahas pada bagian ini dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini. Gambar 5. Perjalanan Panjang Penerapan ISAK 8 dan PSAK 30 pada PT PLN 3.2 PERLAKUAN, PELAPORAN, PENGUNGKAPAN PERJANJIAN TERKAIT SEWA DALAM LK PT PLN Keputusan yang diambil oleh PT PLN untuk mulai menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 secara retrospektif tentu saja membawa perubahan dalam perlakuan, pelaporan, serta pengungkapan perjanjian terkait sewa dalam laporan keuangan PT PLN. Berikut akan diberikan perbandingan mengenai perubahan perlakuan, pelaporan serta pengungkapan terkait kebijakan akuntansi yang diambil tersebut. 21 Universitas Indonesia
  • 22. ASPEK SEBELUM PENERAPAN SESUDAH PENERAPAN Perlakuan mencatat sebagai pembelian melakukan reklasifikasi atas Kontrak listrik normal. pembelian listrik tertentu PPA dan ESC sebagai sewa dan beban bunga. Pengakuan mengakui biaya pembelian mencatat aset sewa dalam tenaga listrik dari IPP sebagai pembiayaan dan hutang sewa Laporan beban pada saat terjadinya dan pembiayaan serta mencatat Keuangan tidak mencatat apapun terkait beban penyusutan untuk aset pembayaran dimasa depan. sewa pembiayaan. Pengungkapan Disajikan dalam catatan atas Disajikan dalam catatan atas PPA dan ESC laporan keuangan dan tidak laporan keuangan dan dalam CALK berdampak pada laporan memberikan dampak pada posisi keuangan. laporan posisi keuangan. Struktur 1. Komponen Tetap harga Komponen A pembelian - pembayaran take or pay - angsuran minimum lease 3 tenaga listrik (TOP) payments (terdiri atas sewa dan bunga) - pembayaran diatas TOP - sewa kontijen (interest) Komponen B Beban pemeliharaan 2. Komponen Variabel Komponen C Beban bahan bakar Komponen D Beban pemeliharaan Komponen E Beban lain-lain Tabel 4. Perbedaan Perlakuan Akuntansi Sebelum dan Sesudah Penerapan PSAK30 dan ISAK8 3.3 DAMPAK PENERAPAN PRAKTEK AKUNTANSI TERKAIT SEWA SESUAI ISAK 8 DAN PSAK 30 PADA PLN Terkait dengan perlakuan, pelaporan dan pengungkapan perjanjian yang mengandung sewa pada laporan keuangan perusahaan sebagai akibat penerapan PSAK 30 dan ISAK 8, sebagaimana dapat dilihat dalam laporan keuangan parsial tahun 2011 yang disajikan kembali dalam gambar 6 terjadi perubahan atas nilai aset dan kewajiban pada laporan posisi keuangan serta perubahan atas saldo laba/rugi yang ditampilkan pada laporan laba/rugi. Perubahan-perubahan tersebut 3 struktur harga tenaga listrik terdiri dari 2 komponen, yaitu: pertama, komponen tetap yang terdiri dari (1) komponen A “capacity payment” – merupakan pembayaran atas investasi aset tetap yang telah dilakukan oleh IPP; (2) Komponen B – merupakan pembayaran atas beban tetap dalam pemeliharaan aset yang dilakukan oleh IPP, juga mencakup beban kepegawaian dan administrasi. kedua, komponen variabel yang terdiri dari (1) komponen C – merupakan pembayaran atas beban energi yang bersifat variabel sesuai dengan tingkat pemakaian yang terjadi dan disepakati; (2) komponen D – merupakan beban operasi/pemeliharaan yang bersifat variabel; (3) komponen E merupakan beban selisih kurs dan beban lain-lain. 22 Universitas Indonesia
  • 23. secara tidak langsung berimbas pada berubahnya rasio keuangan PT PLN dan berdampak pula pada kondisi technical default atas financial covenant yang dibuat perusahaan. 3.3.1 Dampak Terhadap Komponen Laporan Keuangan (Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi Komprehensif) Sebagaimana telah dibahas sebelumnya bahwa pengakuan perjanjian jual beli tenaga lisrik (PPA & ESC) sebagai sewa pembiayaan mengakibatkan penyajian retrospektif yang berakibat prerubahan pada aset dan kewajiban serta laba usaha. Dalam membahas dampak perlakuan akuntansi yang terjadi, dimana PT PLN mulai menerapkan ISAK 8 dan PSAK 30 di awal tahun 2012, laporan keuangan tahun 2010 dan 2011 telah disajikan kembali pada laporan keuangan triwulan pertama 2012 sehingga kita dapat membandingkan Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2011 dan per 31 Desember 2010 setelah disajikan kembali dengan laporan yang sama sebelum penerapan ISAK 8 dan PSAK 30. Adapun untuk laporan laba rugi komprehensif, kita hanya mendapatkan data pembanding antara laporan laba rugi komprehensif untuk periode yang berakhir 31 Maret 2011 setelah disajikan kembali dengan laporan yang sama sebelum penerapan. 1. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2011. Akun Sebelum Sesudah Kenaikan Disajikan Disajikan (Penurunan) Kembali Kembali Aset Lancar 58,252,342 58,252,342 - Aset Tidak Lancar 368,266,521 416,843,767 48,577,246 Liabilitas 271,169,696 336,846,168 65,676,472 Ekuitas 155,349,167 138,249,941 (17,099,226) Tabel 5. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2011. 23 Universitas Indonesia
  • 24. Kenaikan (penurunan) di atas berasal dari akun-akun berikut: Akun Sebelum Sesudah Kenaikan Disajikan Disajikan (Penurunan) Kembali Kembali Aset Tetap 261,226,207 309,803,453 48,577,246 Utang Sewa 23,922,731 89,599,204 65,676,473 Pembiayaan Saldo Laba-tidak ditentukan 55,285,174 38,185,947 (17,099,227) penggunaannya Tabel 6. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2011 per Akun. (sumber: LK PT PLN TW. 1 2012 dan LK PLN 2011 (dalam jutaan rupiah). 2. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2010. Akun Sebelum Sesudah Kenaikan Disajikan Disajikan (Penurunan) Kembali Kembali Aset Lancar 44,773,286 44,773,286 - Aset Tidak Lancar 324,417,296 372,706,591 48,289,295 Liabilitas 219,507,987 282,252,109 62,744,122 Ekuitas 149,682,595 135,227,768 (14,454,827) Tabel 7. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2010. Kenaikan (penurunan) di atas berasal dari akun-akun berikut: Akun Sebelum Sesudah Kenaikan Disajikan Disajikan (Penurunan) Kembali Kembali Aset Tetap 210,651,868 258,941,163 48,289,295 Utang Sewa 14,166,649 76,910,771 62,744,122 Pembiayaan Saldo Laba-tidak ditentukan 58,107,990 43,653,163 (14,454,827) penggunaannya Tabel 8. Penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2010 per Akun. (sumber: LK PT PLN TW. 1 2012 dan LK PLN 2011 (dalam jutaan rupiah)) 24 Universitas Indonesia
  • 25. Dari informasi di atas dapat kita lihat bahwa penyajian kembali Laporan Posisi Keuangan per 31 Desember 2011 mengakibatkan Aset tetap bertambah sebesar Rp 48,57 T dan Liabilitas bertambah sebesar Rp 65,67 T serta rugi sebesar Rp 17,09 T. Sedangkan untuk tahun 2010, Aset tetap bertambah sebesar Rp 48,28 T dan Liabilitas bertambah sebesar Rp 62,74 T serta rugi sebesar Rp 14,45 T. 3. Penyajian Kembali Laporan Laba Rugi Komprehensif Untuk Periode Yang Berakhir 31 Maret 2011. Sebelum Disajikan Sesudah Disajikan Kenaikan Akun Kembali Kembali (Penurunan) Pendapatan Usaha 44,403,162 44,403,162 - Beban Usaha Bahan Bakar dan Pelumas 26,377,813 28,720,959 2,343,146 Pembelian Tenaga Listrik 6,831,249 1,499,249 (5,332,000) Pemeliharaan 2,203,731 2,623,475 419,744 Kepegawaian 2,370,500 2,370,500 - Penyusutan 3,310,405 3,983,550 673,145 Lain-lain 939,869 939,869 - Jumlah Beban Usaha 42,033,567 40,137,602 (1,895,965) Laba sebelum Pos Keuangan dll 2,369,595 4,265,560 1,895,965 Pos Keuangan dan Lain-lain Bersih Penghasilan Bunga 151,570 151,570 - Keuntungan (kerugian) Kurs 1,726,443 3,673,144 1,946,701 Beban Bunga dan Keuangan (1,559,023) (3,986,977) (2,427,954) Lain-lain - bersih 197,806 197,806 - Pos Keuangan dan Lain-lain Bersih 536,796 35,543 (501,253) Laba sebelum pajak 2,906,391 4,301,103 1,394,712 Beban Pajak (81,142) (81,142) - Laba Tahun Berjalan dan Jumlah Laba Komprehensif 2,825,249 4,219,961 1,394,712 Tabel 9. Penyajian kembali Laporan Laba Rugi Komprehensif untuk periode yang berakhir 30 Maret 2011 (sumber: LK PT PLN TW. 1 2012 dan LK PLN TW. 1 2011 (dalam jutaan rupiah)). Dari informasi di atas, penyajian kembali laporan laba rugi komprehensif tersebut mengakibatkan beban berkurang sebesar Rp 5,3 T dari pembelian tenaga listrik namun disisi lain beban bertambah dri beban penyusutan, beban bunga, bahan bakar dan beban pemeliharaan sebesar +/- 5,8 T. 25 Universitas Indonesia
  • 26. 3.3.2 Dampak Terhadap Rasio-rasio Keuangan Yang berhubungan dengan Debt Covenant Obligasi. Perubahan pada elemen-elemen laporan keuangan tentu saja mempengaruhi rasio-rasio keuangan perusahaan. Bertambahnya liabilitas secara significant mengakibatkan turunnya rasio-rasio yang berhubungan dengan kemampuan membayar bunga hutang sebagaimana yang disyaratkan dalam debt covenant seperti EICR (EBITDA Interest Coverage) dan CICR (Consolidated Interest Coverage Ratio). Demikian juga dengan DER (Debt to Equity Ratio) akan naik dengan bertambahnya hutang perusahaan. Dalam Forum Diskusi IFRS antara BUMN dan Tim Implementasi IFRS, yaitu dalam Bahan presentasi “PLN dan ISAK 16 (ED)”, telah disajikan bagaimana asumsi penyajian kembali dari tahun 2006-2009 menyebabkan rasio- rasio terkait debt covenant menjadi turun secara signifikan. Gambar 6. Perbandingan EICR th 2005-2009 26 Universitas Indonesia
  • 27. Gambar 7. Perbandingan CICR th 2005-2009 Gambar 8. Perbandingan DER th 2005-2009 CICR yang merupakan kovenan Obligasi Internasional mensyaratkan nilai minimum 2 (dua). Dengan penerapan ISAK 8 akan menyebabkan nilai CICR < 2. 27 Universitas Indonesia
  • 28. Demikian juga dengan EICR dengan syarat yang sama dengan CICR. Dengan demikian terjadi Potensi Technical Default atas Obligasi (USD & IDR)PLN. 3.3.3 Dampak Terhadap Rasio-rasio Keuangan Lainnya. Rasio yang berhubungan dengan laporan posisi keuangan, kita akan digunakan beberapa rasio, yaitu: Intensity of investment (NCA/TA), equity to assets (E/A), dan debt to equity (D/E). Beberapa studi mengidentifikasi bahwa rasio tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi resiko operasi maupun resiko keuangan (e.g., Bowman (1980); Imhoff, Lipe, and Wright (1993); Ely (1995); Gallery and Imhoff (1998); Beattie, Goodacre, and Thomson (2000b)). Adapun Untuk rasio-rasio keuangan yang berhubungan dengan laporan laba rugi komprehensif digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan, yaitu: Profit Margin, Earning per Share, dan Times Interest Earned. Karena keterbatasan data, untuk keperluan perbandingan rasio keuangan setelah disajikan kembali dengan sebelumnya, kita akan menggunakan Laporan Posisi keuangan adalah per 31 Desember 2011 dan per 31 Desember 2010, sedangkan untuk laporan laba rugi komprehensif adalah laporan Untuk Periode Yang Berakhir 31 Maret 2011. Oleh karena itu, rasio-rasio yang memerlukan data baik laporan posisi keuangan maupun laporan laba rugi komprehensif, seperti: Return on Asset, Return on Invested Capital, dan Return on Shareholders’ Equity, belum bisa kami sajikan. Jenis Rasio Numerator Denominator Intensity of Investment Non Current asset Total Assets (TA) Debt to Equity (D/E) Total Liabilities Equity Equity to Assets (E/A) Equity Total Assets Tabel 10. Rumus Rasio Rasio dari data Laporan Posisi Keuangan per 31 Des 2011 Rasio Sebelum Sesudah Kenaikan Disajikan Disajikan (penurunan) Kembali Kembali Intensity of Investment (TA) 0.14 0.12 -0.01 Debt to Equity (D/E) 1.75 2.44 0.69 Equity to Assets (E/A) 0.36 0.29 -0.07 Tabel 11.Perhitungan Rasio Laporan Posisi Keuangan per 31 Des 2011 28 Universitas Indonesia
  • 29. Rasio dari data Laporan Posisi Keuangan per 31 Des 2010 Rasio LK 2010 Sebelum Sesudah Kenaikan Disajikan Disajikan (penurunan) Kembali Kembali Intensity of Investment (TA) 0.12 0.11 -0.01 Debt to Equity (D/E) 1.47 2.09 0.62 Equity to Assets (E/A) 0.41 0.32 -0.08 Tabel 12.Perhitungan Rasio Laporan Posisi Keuangan per 31 Des 2010 Dapat dilihat dari data di atas bahwa rasio TA dan EA turun karena bertambahnya aset sedangkan rasi D/E naik karena bertambahnya liabilitas. 4 KESIMPULAN Pada studi kasus kali ini, kita menemukan bahwa penerapan PSAK 30 “Sewa” dan ISAK 8 “Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Suatu Sewa” pada suatu perusahaan memerlukan pembahasan dan kajian yang panjang. Hal tersebut ditunjukkan pada pembahasan mengenai kasus perjanjian jual beli tenaga listrik (PPA dan ESC) yang dilakukan PT PLN dengan IPP. Setidaknya terdapat 3 isu yang menjadi permasalahan terkait dengan perjanjian jual beli tenaga listrik. Pertama, penentuan PPA dan ESC dipandang sebagai perjanjian sewa atau mengandung sewa sesuai panduan ISAK 8. Kedua, asessment PPA dan ESC sebagai kategori sewa pembiayaan sesuai PSAK 30. Ketiga, dampak atas perlakuan PPA dan ESC sebagai sewa pembiayaan terhadap penyajian laporan keuangan, serta perubahan saldo elemen laporan keuangan dan rasio keuangan perusahaan. Walaupun penerapan PSAK 30 dan ISAK 8 memberikan manfaat positif bagi pengguna laporan keuangan, yaitu dengan menyajikan secara penuh perjanjian jual beli tenaga listrik sebagai aset dan kewajiban sewa dalam halaman muka laporan posisi keuangan. Namun, hal tersebut memberikan dampak sebaliknya bagi gambaran kinerja keuangan perusahaan. Munculnya dan naiknya nilai aset, kewajiban, serta beban penyusutan terkait sewa pembiayaan dalam laporan keuangan perusahaan mengakibatkan turunnya rasio-rasio keuangan perusahaan yang dapat berpotensi mengakibatkan technical default atas sebagian kewajiban perusahaan. 29 Universitas Indonesia
  • 30. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebelum menerapkan suatu praktek akuntansi sesuai standar perlu dilakukan evaluasi mengenai dampaknya terhadap laporan keuangan dan kinerja keuangan suatu perusahaan. Hal tersebut dilakukan demi meminimalisir terjadinya munculnya kewajiban bagi perusahaan sehubungan dengan penerapan standar baru tersebut. REFERENSI Admin, Akuntansi Sewa dari Sisi Penyewa: Operating, Finance, Right of Use Lease, 2012, www.JurnalAkuntansiKeuangan.com Bryan et al., 2010, The Financial Statement Effect of Capitalizing Operating Leases, The CPA Journal, August, 36-41. De Martino, Giulia, 2011, Considerations on the Subject of Lease Accounting, Advances in Accounting, Volume 27, Issue 2, December, 355-365. Eipstein, B.J., and Eva K. Jermakowicz, IFRS 2011: Interpretation and Application of IFRS, John Wiley, 2010. Forum Diskusi IFRS antara BUMN dan Tim Implementasi IFRS, Bahan presentasi “PLN dan ISAK 16 (ED)”, 2010, www.IAIGlobal.or.id IAI, Standar Akuntansi Keuangan Per 1 Juni 2012. Kieso, Donald E., dan Jerry Weygandt, Warfield, Terry., Intermediate Accounting, Vol. 2, IFRS Edition, John Wiley and Sons, 2011. Kongres IAI XI, Bahan presentasi “Issue Perpajakan dalam Implementasi PSAK yang Konvergen dengan IFRS dan KetentuanTransisi PSAK”, 2010, www.IAIGlobal.or.id KPMG, News on the Horizon: Leases, September 2010, www.kpmg.com KPMG, IFRS – Leases Newsletter, May 2011, Issue 6, 2011, www.kpmg.com Laporan Keuangan PT PLN Tahun 2010,2011,2012 (1Q dan 2Q); www.PLN.co.id Laporan tahunan PLN tahun 2011 dan Laporan Statistik PLN tahun 2011; www.PLN.co.id Rolf et al., 2008, Impact of Lease Capitalization on Financial Ratios of Listed German Companies, Sbr 60, April, 122-144. UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. 30 Universitas Indonesia