Leasing atau sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang0barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi yang dapat diangsur.
Tugas mata kuliah manajemen keuangan mengenai leasing, berisi tentang seluk beluk leasing mulai dari definisi dan sejarah leasing sampai proses perhitungan pada lembaga leasing
Leasing atau sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang0barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi yang dapat diangsur.
Tugas mata kuliah manajemen keuangan mengenai leasing, berisi tentang seluk beluk leasing mulai dari definisi dan sejarah leasing sampai proses perhitungan pada lembaga leasing
Bahan ini guna memenuhi mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Lainnnya. Adapun materi yang dibahas mengenai pegadaian yang merupakan salah satu lembaga keuangan yang ada di Indonesia, jenis pegadaian yang terbagi dua macam yaitu pegadaian konvensional dan pegadaian syariah.
Dan juga dibahas mengenai perbedaan diantara keduanya.
Perbankan syariah adalah institusi keuangan yang bergerak dan beroperasi dengan mengacu pada hukum-hukum syariat. produk perbankan syariah tentunya mencerminkan semangat anti riba di masyarakat
TINJAUAN SYARIAH TENTANG PENERAPAN AKAD IJARAH AL MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK ...An Nisbah
Â
Abstract: Public need for their fnancing of capital goods in accordance with the principles of Islam, encourages businesses and governments to create the Islamic fnance company. Basic application of sharia leasing transactions between customers through Ijarah Al Muntahiyah bi Al Tamlik contract based on the Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 about ijarah fnancing and Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 about Ijarah Al Muntahiyah bi Al Tamlik fnancing. Implementation of sharia fnance leasing company to its customers are still not in accordance
with the provisions of DSN 27/DSN-MUI / III / 2002 and hadith.
Keywords : leasing fnance, ijarah al muntahiyah bi al tamlik
Bahan ini guna memenuhi mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Lainnnya. Adapun materi yang dibahas mengenai pegadaian yang merupakan salah satu lembaga keuangan yang ada di Indonesia, jenis pegadaian yang terbagi dua macam yaitu pegadaian konvensional dan pegadaian syariah.
Dan juga dibahas mengenai perbedaan diantara keduanya.
Perbankan syariah adalah institusi keuangan yang bergerak dan beroperasi dengan mengacu pada hukum-hukum syariat. produk perbankan syariah tentunya mencerminkan semangat anti riba di masyarakat
TINJAUAN SYARIAH TENTANG PENERAPAN AKAD IJARAH AL MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK ...An Nisbah
Â
Abstract: Public need for their fnancing of capital goods in accordance with the principles of Islam, encourages businesses and governments to create the Islamic fnance company. Basic application of sharia leasing transactions between customers through Ijarah Al Muntahiyah bi Al Tamlik contract based on the Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 about ijarah fnancing and Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 27/DSN-MUI/III/2002 about Ijarah Al Muntahiyah bi Al Tamlik fnancing. Implementation of sharia fnance leasing company to its customers are still not in accordance
with the provisions of DSN 27/DSN-MUI / III / 2002 and hadith.
Keywords : leasing fnance, ijarah al muntahiyah bi al tamlik
BAB I
PENGANTAR HUKUM PEMBIAYAAN
1. PENGERTIAN HUKUM PEMBIAYAAN DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN
a. Pengertian Hukum Pembiayaan
Hukum pembiayaan adalah hukum yang mengatur suatu kegiatan yang dilakukan dalam bentuk penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang pembayarannya dilakukan secara angsuran ataupun berkala oleh konsumen.
b. Pengertian Lembaga Pembiayaan.
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha diluar bank dan lembaga keuangan bukan bank yang khusus melakukan kegiatan dalam bidang usaha lembaga pembiayaan.
Sewa guna usaha istilah yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris leasing, berasal dari kata dasar lease,
artinya sewa menyewa. Dalam dunia bisnis leasing berkembang sebagai bentuk khusus sewa-menyewa, yaitu dalam bentuk pembiayaan perusahaan berupa penyediaan barang modal yang digunakan untuk menjalankan usaha dengan membayar sewa selama jangka waktu tertentu.1 Pasal 1 angka (5) Perpres No. 9 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan menyebutkan bahwa Sewa Guna Usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam
1. BAB I
PENDAHULUAN
Perusahaan sewa guna usaha di Indonesia lebih dikenal dengan nama leasing. Kegitan utama
perusahaan sewa guna usaha bergerak dibidang pembiayaan utnuk keperluan barang-barang
modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan yang dimaksudkan disini adalah ketika
seorang nasabah membutuhkan barang modal seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara
disewa atau dibeli secara kredit dapat diperoleh diperusahaan leasing. Dengan melakukan leasing
perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung
digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali
kepada pihak lessor. Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang
modal untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan
kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan
yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat
membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai,
perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan
sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba, tetapi tidak
mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk mengatasinya.
Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal pengeluaran dana dibanding
dengan membeli secara tunai.
2. BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SEWA GUNA USAHA
Leasing adalah segala kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan
barang-barang modal yang penggunaannya diserahkan pada suatu perusahaan, melalui
pembayaran secara berkala dalam jangka waktu tertentu. Secara umum leasing artinya
Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses
produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Equipment Leasing
Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian
antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang
dipilih/ditentukan oleh lessee.
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah ”kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara guna usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh
lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Selanjutnya yang
dimaksud finance lease adalah kegiatan sewa guna usaha dimana lessee pada akhir masa
kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang
disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa
guna usaha.”
B. KLASIFIKASI LEASING
1. Capital Lease
Perusahaan leasing pada jenis ini berlaku sebagai suatu lembaga keuangan. Lessee yang akan
membutuhkan suatu barang modal menentukan sendiri jenis serta spesifikasi dari barang yang
dibutuhkan. Lessee juga mengadakan negoisasi langsung dengan supplier mengenai harga,
3. syarat-syarat perawatan serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pengoperasian barang
tersebut.
Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang tersebut kepada supplier dan
kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai imbalan atas jasa pengguanaan
barang tersebut lessee akan membayar secara berkala kepada lessor sejumlah uang yang berupa
rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
2. Operating Lease
Pada operating lease, lessor membeli barang dan kemudian menyewakan kepada lessee untuk
jangka waktu tertentu. Dalam praktik lessee membayar rental yang besarnya secara keseluruhan
tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah dikeluarkan oleh lessor. Di dalam menentukan
besarnya pembayaran lease, lessor tidak memperhitungkan biaya-biaya tersebut karena setelah
masa lease berakhir diharapkan harga barang tersebut masih cukup tinggi. Di sini jelas tidak
ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee.
3. Sales Type Lease
Lease penjualan biasanya dilakukan oleh perusahaan industri yang menjual lease barang
hasil produksinya. Dalam kontrak penjualan lease diakui dua macam pendapatan yaitu
pendapatan penjualan barang dan pendapatan bunga atas jasa pembelanjaan selama jangka waktu
lease.
4. Leverage Lease
Pada leasing ini dilibatkan pihak ketiga yang disebut credit provider. Lessor tidak membiayai
objek leasing hingga sebesar 100% dari harga barang melainkan hanya antara 20% hingga 40%.
Kemudian sisa dari harga barang tersebut akan dibiayai oleh credit provider.
5. Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Barang-barang atau peralatan yang biasanya ditransaksikan dalam cross
4. border lease meliputi nilai jutaan dollar Amerika Serikat. Seperti Pesawat terbang bermesin jet
dari Pabrikan Boeing dan Airbus.
C. KEGIATAN LEASING
Didalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 21 november
1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan cara, yaitu :
1) melakukan sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease).
Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan leasing memenuhi persyaratan
sebagai berikut : jumlah pembayaran sewa guna usaha dan selama masa sewa guna usaha
pertama kali, ditambah dengan nilai sisa barang yang dilease harus dapat menutupi harga
perolehan barang modal yang dileasekan dan keuntungan bagi pihak lessor dalam
perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee
2) melakukan sewa guna usaha dengan tanpa hak opsi bagi lessee (operating lease).
Jumlah pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi hrga
perolehan barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak lessor;
Didalam perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessee
D. PIHAK – PIHAK YANG TERLIBAT
Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pemberian fasilitas leasing, dan masing-masing pihak
mempunyai hak dan kewajibannya. Pihak – pihak ynag terlibat dalam proses pemberian fasilitas
leasing adalah sebagai berikut :
Lessor
Merupakan perusahaan leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh
barang – barang modal.
Lessee
5. Adalah nasabah yang mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang
modal yang diinginkan
Supplier
Yaitu pedagang yang menyediakan barang yang akan dileasing sesuai perjanjian antara lessors
dan lessee dan dalam hal ini supplier dapat bertindak sebagai lessor
Asuransi
Merupakan perusahaan yang akan menanggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dan
lessee. Dalam hal ini, lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka
perusahaan akan menanggung resiko sebesar yang telah ada didalam perjanjian terhadap barang
yang dileasingkan.
E. PROSEDUR MEKANISME LEASING
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan
yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
Lessee bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran
harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
Setelah lessee mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai
dokumen lengkap.
Lessor mengevaluasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lessee (lama kontrak pembayaran sewa lease),
setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
Pada saat yang sama, lessee dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang
dilease dangan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam
kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama.
Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
6. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lessee. Untuk mempertahankan
dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna
jual.
Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada suppplier.
Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lessee), bukti pemilikan dan
pemindahan pemilikan kepada lessor.
Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
Lessee membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
ditentukan dalam kontrak lease.
F. PERKEMBANGAN LEASING DI INDONESIA
1. Sejarah Leasing
Kehadiran industri pembiayaan (multi finance) di Indonesia sesungguhnya belumlah terlalu
lama, terutama bila dibandingkan dengan di negara-negara maju. Dari beberapa sumber,
diketahui industri ini mulai tumbuh di Indonesia pada 1974. Kelahirannya didasarkan pada surat
keputusan bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan
Menteri Perdagangan. Setahun setelah dikeluarkannya SKB tersebut, berdirilah PT
Pembangunan Armada Niaga Nasional pada 1975. Kelak, perusahaan tersebut mengganti
namanya menjadi PT (Persero) PANN Multi Finance. Kemudian, melalui Keputusan Presiden
(Keppres) No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No.
1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan
cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal ventura dan kartu kredit.
Sebagai sesama industri keuangan, perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan
yang lain, perbankan, misalnya. Terlebih lagi bila dibandingkan dengan perbankan pasca Pakto
1988. Pada era inilah bank muncul dan menjamur bagai musim hujan. Deregulasi yang
digulirkan pemerintah di bidang perbankan telah membuahkan banyak sekali bank, walaupun
dalam skala gurem. tetapi banyak kalangan menuding, justru Pakto 88 inilah menjadi biang
keladi suramnya industri perbankan di kemudian hari. Puncaknya, terjadi pada 1996 ketika
7. pemerintah melikuidasi 16 bank. Langkah itu ternyata masih diikuti dengan dimasukkannya
beberapa bank lain dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional(BPPN). Meski
demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat
ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang
dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi,
kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini
mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional. Ada beberapa hal menarik
jika kita mencermati konsentrasi dan perkembangan perusahaan leasing. Pada era 1989,
misalnya, industri ini di Indonesia cenderung berupaya memperbesar asset. perburuan asset
tersebut diantaranya disebabkan tantangan perekonomian menuntut mereka tampil lebih besar,
sehat dan kuat. Perusahaan yang tidak beranjak dari skala semula, tampak terguncang-guncang
dana akhirnya tutup sama sekali. Dengan asset dan skala usaha yang besar, muncul anggapan
perusahaan lebih andal dibandingkan yang lain. Bagi yang kapasitasnya memang terbatas,
mereka berupaya agar tetap tampil megah dan gagah. Maka, dimulailah saling lirik dan
penjajakan di antara sesamanya. Skenario selanjutnya, banyak perusahaan leasing yang
melakukan penggabungan menjadi satu grup. Tampaknya, langkah ini membuahkan hasil positif.
Selain modal dan asset menggelembung, kredibilitas dan penguasaan pasar pun ikut terdongkrak.
Namun gairah menggelembungkan asset tersebut berangsur-angsur mulai pudar. Karena pada
tahun berikutnya (1990), industri leasing mulai kembali pada prinsip dasar ekonomi. mereka
lebih mengutamakan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sebetulnya, berubahnya orientasi ini
dipicu oleh kian sengitnya persaingan di industri leasing. Akibatnya, kehati-hatian menjadi agak
terabaikan. Indikasinya, persyaratan untuk memperoleh sewa guna usaha menjadi semakin
longgar. Bahkan, kabarnya di Bengkulu, orang bisa mendapatkan sewa guna usaha hanya dengan
menyerahkan selembar kartu tanda penduduk (KTP). Pada tahun 1991, kembali terjadi
perubahan besar-besaran pada perusahaan pembiayaan. Seiring dengan kebijakan uang ketat
(TMP = tight money policy) – yang lebih dikenal dengan Gebrakan Sumarlin I dan II – suku
bunga pun ikut meroket naik. Akibatnya, banyak kredit yang sudah disetujui terpaksa ditunda
pencairannya. Dari sisi permodalan, TMP membuat perusahaan multi finance seperti kehabisan
darah. Aliran dana menjadi seret. kalaupun ada, harganya tinggi sekali. Itulah sebabnya banyak
di antara mereka yang menggabungkan usahanya. Dengan bergabung, mereka lebih mudah
dalam memperoleh kredit, termasuk dari luar negeri.
8. 2. Asosiasi Leasing
Sebetulnya, organisasi ini punya nama lain, seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Anggaran
dasar (AD)-nya, yaitu Asosiasi Lembaga Pembiayaan Indonesia (APLI). Tetapi agaknya nama
yang pertama lebih dikenal para pelakunya dan masyarakat luas. ALI didirikan sebagai satu-
satunya wadah komunikasi bagi perusahaan-perusahaan pembiayaan. Di sini mereka secara
bersama-sama membicarakan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. ALI juga hadir
untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Di sisi lain, organisasi ini
juga bermaksud menjadi jembatan untuk meneruskan keinginan dan bimbingan pemerintah
kepada para anggota. Sederet sasaran ideal menjadi tujuan didirikannya ALI. Paling tidak, pasal
6 AD-nya menyebutkan lima tujuan utama organisasi ini. Di antaranya memajukan dan
mengembangkan peranan lembaga pembiayaan di Indonesia serta memberikan sumbangsih bagi
kemajuan perekonomian nasional. Dalam perjalanan sejarahnya, ALI mengalami pasang naik
dan pasang surut. Para pengurus yang silih-berganti berupaya memberikan yang terbaik guna
pemecahan, kemajuan dan perkembangannya. Sejak didirikan, tercatat sudah 12 kali terjadi
pergantian kepengurusan. Sebetulnya, periodisasi kepengurusan ditetapkan tiap dua tahun.
Namun dalam beberapa kasus, terjadi pergantian kepengurusan sebelum masa jabatan berakhir.
3. Dari ALI ke APPI
Pada awalnya, tepatnya tanggal 2 Juli 1982 telah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI)
yang berkedudukan di Jakarta sebagai satu-satunya wadah komunikasi bagi perusahaan-
perusahaan leasing di Indonesia. Kehadiran ALI telah dirasakan manfaatnya oleh seluruh pelaku
usaha leasing di Indonesia dan ALI telah berhasil melakukan berbagai aktivitas guna
kepentingan para anggotanya, termasuk membantu pengembangan industri usaha leasing di
Indonesia bersamapemerintah. Seiring dengan pertumbuhan sektor usaha jasa pembiayaan dan
guna menampung aspirasi seluruh anggota maka pada tanggal 20 Juli 2000 telah diambil
keputusan untuk mengubah ALI menjadi ASOSIASI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN
INDONESIA(APPI). Keputusan diatas sejalan dengan keberadaan usaha para anggota sebagai
perusahaan pembiayaan yang dapat melakukan aktivitas usaha: sewa guna usaha (leasing), anjak
9. piutang (factoring), pembiayaan konsumen (consumer finance), dan kartu kredit (credit card).
Dalam perkembangannya pada tanggal 21 Desember 2000 Asosiasi Factoring Indonesia (AFI)
juga telah bergabung ke dalam APPI. Sesuai dengan tujuan didirikannya, APPI bersama
pemerintah terus berupaya memberikan andil dan peran lebih berarti dalam peningkatan
perekonomian nasional khususnya pada sektor usaha jasa pembiayaan
10. BAB III
PENUTUP
Dapat disimpulkan bahwa, Leasing adalah Lembaga keuangan bukan bank yang
mempunyai kegiatan utama menghimpun dana secara tidak langsung dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Dalam perkembangannya di masyarakat Leasing
banyak digunakan. Leasing berperan penting dalam masyarakat terutama untuk masyarakat yang
tidak mempunyai cukup kemampuan financial dalam memiliki barang – barang modal, tetapi
dalam Leasing pihak yang diuntungkan adalah Lessor karena menggunakan Perjanjian Baku
yang harus ditaati oleh Lessee, seringkali Lessor menggunakan Perjanjian tambahan yang untuk
melindungi kepentingannya, perusahaan leasing biasanya mengambil jalan pintas dengan
membuat surat perjanjian tambahan yang dipisahkan dari klausul baku (perjanjian, kontrak, akad
kredit, dsb.) yang disepakati. Dalam perjanjian tambahan tersebut, biasanya tercantum pasal
bahwa pengguna jasa bersedia menyerahkan kembali kendaraannya jika dalam waktu tertentu
tidak bisa memenuhi kewajibannya membayar kredit
DAFTAR PUSTAKA
http://hukumperbankan.blogspot.com/2009/04/sejarah-leasing.html
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/12/07/berbicara-leasing/
12. MAKALAH PERKEMBANGAN HUKUM PERIKATAN DILUAR
KUHper (KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM PERDATA)
( LEASING )
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Hukum Perikatan
Oleh
DAVID OLOAN PURBA
(115010105111009)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL