SlideShare a Scribd company logo
MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69



      KANDUNGAN SENYAWA BUTILTIN (BT) DALAM AIR LAUT DAN
              SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK BANTEN

                                                  Hamidah Razak
            Kelompok Penelitian Pencemaran Laut, Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi,
                        Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia



                                                      Abstrak

Pengamatan kandungan senyawa butiltin (BT) dalam air laut dan sedimen di perairan Teluk Banten telah dilakukan pada
bulan Agustus 2003 dan Oktober 2003. Pengukuran kandungan BT ditentukan alat GC-FPD. Hasil yang diperoleh
adalah kandungan BT dalam air laut di Teluk Banten yang terdiri dari TBT, DBT, dan MBT masing-masing pada
bulan Agustus 2003 berkisar antara <2 ng Sn/l, <2-9 ng Sn/l dan <5-17 ng Sn/l., sedangkan bulan Oktober 2003 kisaran
kandungan TBT, DBT dan MBT masing-masing ttd-<2 ng Sn/l , ttd-6 ng Sn/l dan ttd-6 ng Sn/l. Dalam sedimen pada
bulan Agustus 2003 ditemukan kisaran kandungan TBT, DBT dan MBT masing-masing 0,5-12 ngSn/g, <0,5-2,7 ng
Sn/g dan<0,5-2,2 ng Sn/g dan pada bulan Oktober 2003 masing-masing ditemukan dengan kisaran antara <0,5-12 ng
Sn/g,0,5-2,7 ng Sn/g dan <0,5-2,2 ng Sn/g Kandungan TBTdalam sedimen tertinggi ditemukan pada bulan Agustus
2003 yaitu sebesar 12,0 ng Sn/g, sedangkan bulan Oktober dijumpai kandungan yang lebih rendah. Dari hasil
pengamatan ditemukan kandungan TBT dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan dalam air laut. Apabila
ditinjau dari kandungan tributiltin (TBT) dalam air maka perairan Teluk Banten dapat dikatakan masih bersih karena
masih memenuhi persyaratan Nilai Ambang Batas dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun
2004, untuk perairan pelabuhan yaitu sebesar 10 ng Sn/l.



                                                      Abstract

Butiltins compound in seawater and sediment of Banten Bay. Observation on butiltin (BTs) compound content in
seawater and sediments from Banten Bay were conducted in August 2003 and October 2003. Butiltin content including
TBT, DBT and MBT on August 2003 respectively range between <2ng Sn/l, <2 to 9 ng Sn/l and < 5 to 17 ng Sn/l and
on October 2003 was found respectively nd to <2 ng Sn/l, <nd- to 6 ng Sn/l and nd to 6 ng Sn/l. While in the sediment
TBT, DBT and MBT was found respectively on August 2003 varied between <0.5 to 12 ng Sn/g, 0.5 to 2.7 ng Sn/g and
<0.5 to 2.2 ng Sn/g, and on October 2003 was found varied from <0.5 to 4.2ng Sn/g, <0.5 to 1.1ng Sn/g and <0.5 to 1
ng Sn/g. Content of TBT was found on August 2003 higher than October 03 and also the content of TBT compound in
sediments was high compared to waters. It indicated that there was accumulation of TBT in sediment. The minimal risk
of TBT in seaport and for marine life according to Minister of environment in Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 is 10 ng/l. The results showed that Banten Bay is still
appropiate for seaport and marine life.

Keywords: Pollutions, Butiltin, Banten Bay




1. Pendahuluan

Senyawa butiltin biasa digunakan sebagai stabilizers dalam pembuatan plastik PVC (polyvinyl chloride), biosida dan
dalam cat sebagai antifouling yang digunakan dalam galangan kapal (boat hulls) dan juga banyak dipakai dalam
kegiatan akuakultur biota laut. Senyawa Butiltin terdiri dari metabolitnya yaitu tributiltin (TBT) dibutiltin (DBT) dan
monobutiltin (MBT). TBT banyak digunakan dan mengganggu kehidupan biota.



                                                          65
66
                         MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69

Penelitian tentang kerusakan yang disebabkan senyawa organik (Butiltin) banyak difokuskan pada senyawa tributiltin
(TBT), karena senyawa ini banyak digunakan sebagai cat antifouling yang mempunyai efek negatif pada biota perairan
yaitu efek racun yang terjadi pada organisme non target. Selain itu TBT akan mengakibatkan terjadinya perubahan
b                      e                     n                       t                   u                       k

(malformation) pada oyster (tiram) dan mengganggu kesuburan larva mussel (remis/kepah) serta terjadinya imposex
pada gastropoda, seperti yang dilaporkan beberapa pakar antara lain Fent [1], Alzieu & Herald [2], Alzieu & Portman
[3] dan Beamont & Budd [4]. Begitupula Kim et al. [5] melaporkan bahwa TBTdapat terakumulasi dalam mamalia
melalui enzim.

Pada permulaan tahun 1980, kira-kira 75% senyawa tributiltin digunakan sebagai antifouling pada cat.kapal. Di
negara-negara seperti Perancis, Inggris, Switzerland dan Japan penggunaan senyawa ini diawasi dengan ketat oleh
pemerintah. Horiguchi et al. [6] mengamati penggunaan TBT sebagai antifouling yang digunakan hampir 75% untuk
kapal dagang yang berukuran <25m.

Sampai saat ini ada beberapa penelitian melaporkan seperti Tong et al. [7] dan Chiu et al. [8] bahwa kontaminasi butiltin
telah terjadi di Asia Pasifik yaitu Malaysia dan Hongkong, dengan ditemukan kontaminasi TBT dalam sedimen, air laut
dan kerang bivalvia. Begitupula di Indonesia seperti laporan Evans et al. [9] terjadi proses imposex (sterilisasi dari
betina) pada gastropoda, Thais kieneri, T.savignyi and Vasum turbinellus yang ditemukan diperairan Teluk Ambon.
Kepulauan Indonesia yang terdiri dari 75% perairan dimana sebagai penghubung antar pulau banyak digunakan
kapal-kapal sehingga diduga kontaminasi oleh tributiltin sangat besar sekali. Penelitian tentang butiltin dalam perairan
ini yaitu kandungannya dalam air, sedimen masih sedikit sekali, dan penggunaan TBT dalam cat tampaknya belum
terkontrol.

Tulisan ini akan memberikan hasil laporan dari pengamatan BT dalam air laut dan sedimen di perairan Banten untuk
mengetahui seberapa besar tingkat pencemarannya.
67
                        MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69


2. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di perairan Teluk Banten pada bulan Agustus dan Oktober 2003 (Gambar 1). Lokasi pengambilan
contoh terdiri dari 5 stasiun yang posisinya ditentukan berdasarkan kemungkinan terdapatnya senyawa Butiltin di
perairan tersebut. Dan stasiun ditentukan dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS) agar mudah
untuk mengulangi pada tempat yang sama.




Contoh air              Gambar 1. Stasiun sampling perairan Banten, Agustus dan Oktober 2003             l a u t
diambil
menggunaka
n water sampler dan disimpan dalam botol berwarna coklat, sedangkan contoh sedimen diambil dengan alat Grab dan
disimpan dalam botol polietilen. Semua contoh disimpan dalam kotak pendingin yang dilengkapi dengan dry ice,
dibawa ke laboratorium dan siap dianalisa di laboratorium PT ASL (Australian Service Laboratory) –Bogor.

Prosedur analisa secara umum sebagai berikut:
Contoh air laut sebanyak 1 liter diekstraksi dengan Tropolone-Benzene, kemudian tambahkan Na2SO4 anhidrit untuk
menghilangkan air. Setelah itu dilakukan proses propilasi dengan menambahkan reagen Grignard (n-Propyl Magnesium
Bromide dalam Tetrahydrofuran), kemudian di tambahkan 1 N H2SO4 untuk mentralkan kelebihan Grignard reagen.
Setelah itu larutan propilasi di pidahkan ke dalam larutan Benzene/n. Hexan, lalu proses pemurnian dilakukan dengan
melewatkan larutan propilasi kedalam kolom florisil dengan penambahan n. Hexan. Akhirnya larutan dipekatkan
menjadi 1 ml dengan alat rotary vapor pada temperatur 400C dan kadarnya diukur dengan alat GC-FPD. TBT dalam
air dinyatakan dalam ng Sn/l.

Contoh sedimen disimpan dalam botol polietilen dan disimpan dalam kotak pendingin yang dilengkapi dengan dry ice.
Analisa kimia yang dilakukan secara umum sebagai berikut: Sedimen diekstrak dengan 0,1% Tropolone/Aceton yang
68
                            MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69

sebelumnya ditambahkan larutan HCl. Kemudian ditambahkan internal standard (Hexyl-TBT) dan larutan dicentrifuge
lalu di tambahkan 0,1 % Tropolone-benzene. Hasil ekstrak dikeringkan dengan melewatkannya kedalam bubuk
Na2SO4, kemudian hasil ekstrak dipekatkan dengan menguapkannya dalam rotary vapour pada temperatur 40 0C
menjadi 1 ml. Selanjutnya proses propilasi dilakukan dengan menambahkan larutan Grignard (n-propyl bromide).
Setelah proses propilasi kemudian larutan dimurnikan lagi dengan melewatkannya kedalam kolom florisil yang dielusi
dengan n. heksan. Pekatkan kembali menjadi 1 ml dan siap diinjeksikan ke alat Gas kromatografi FPD. Konsentrasinya
dinyatakan dalam ng Sn/g.
3. Hasil dan Pembahasan

Konsentrasi BT (butiltin) dalam air di perairan Teluk Banten (Tabel 1) bervariasi tergantung dari lokasi. Pada bulan
Agustus 2003 ditemukan TBT, DBT dan MBT masing-masing berkisar antara ttd- <2 ng Sn/l, <2-9 ng Sn/l dan <5-17
ng Sn/l. Pada bulan Oktober 2003 kadarnya ditemukan masing-masing sebesar ttd-<2 ng Sn/l, <5-6 ng Sn/l, <5-6 ng
Sn/l. Kadarnya pada bulan Agustus 2003 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Oktober 2003. Kandungan TBT dalam
air umumnya sama pada semua stasiun pengamatan yaitu <2 ng Sn/l.

Kadar total butiltin (TBT+DBT+MBT) tertinggi ditemukan di St 4, yaitu sebesar 24 ng Sn/l dengan masing-masing
kadar TBT=<2 ng Sn/l, DBT <5 ng Sn/l dan MBT=17 ng Sn/l. Di St 4 pada bulan Agustus 03 kadar MBT<DBT<TBT.
Pada St 5 sama halnya dengan St 4 ditemukan kadar MBT (11ng Sn/l) > DBT (<2ng Sn/l) dan kadar TBT sama untuk
semua stasiun (<2 ng Sn/l). Menurut laporan Quevauviller et al. [10] bahwa MBT dan DBT selain sebagai metabolit
dari TBT juga banyak digunakan sebagai stabilizer dalam pembuatan polyvinyl chloride (PVC) atau sebagai katalis
dalam industri plastik.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari contoh air, St 4 mengandung total Butiltin tertinggi lalu diikuti stasiun 3 dan 5.
Stasiun 4 berada di pelabuhan Cigading terdapat aktifitas kapal dan juga tempat berlabuh kapal-kapal dan galangan
kapal serta menampung sebagian kapal pengangkut dari dermaga PT. Krakatau Steel. Dilihat secara fisik air yang
terdapat di dermaga PT. Krakatau Steel lebih kotor dan keruh serta banyak minyak. Sedangkan stasiun 5 yang terletak
agak jauh ternyata dalam airnya mengandung kadar total Butiltin yang hampir sama dibandingkan St 1 (pada musim
kering, Agustus 2003) yang merupakan pelabuhan penyeberangan ke Bakauheni. Hal ini diduga oleh adanya arus atau
gelombang pada saat itu yang membawa Butiltin ke lokasi yang tidak ada aktifitas



          Tabel 1. Kandungan butiltin (BT) dalam air ng /l di perairan Teluk Banten, Agustus dan Oktober 2003.

                                                         Bulan Pengamatan
                                 Agustus 2003                                       Oktober 2003
  No      St
                  Mono                   Tributilti      Total       Mono                  Tributilti       Total
                              Dibutiltin                                        Dibutiltin
                 butiltin                    n          butiltin    butiltin                   n           Butiltin
 1        1        <5             7         <2           < 14         <5           <5         <2             <12
 2        2         7            <5         <2            <14          6            6         <2             <14
 3        3         6             9         <2            <17         <5           <5         <2             <12
 4        4        17            <5         <2            24          <5           <5         <2             <12
 5        5        11            <2         <2            <15         ttd          ttd        ttd            ttd
Catatan: ttd = tidak terdeteksi
         Tabel 2. Kandungan butiltin (BT) dalam sedimen ng/g di perairan Teluk Banten, Agustus dan Oktober 2003

                                                        Bulan Pengamatan
                                      Agustus                                         Oktober
  No     St
                 Mono                                    Total      Mono                                    Total
                             Dibutiltin   Tributiltin                          Dibutiltin    Tributiltin
                butiltin                                butiltin   butiltin                                Butiltin
 1        1       2,2           1,8           3,6         7,6       <1,0          <1,0           0,8        <2,8
 2        2       1,6           2,7           2,5         6,8       <1,0          <1,0           0,9        <2,9
 3        3      <1,0           1,5           1,8        <4,3       <1,0          <1,0           1,2        <3,2
 4        4      <1,0           1,8           12         <14,8      <1,0           1,1           4,2        <6,3
 5        5      <0,5          <0,5          <0,5        <0,5       <0,5          <0,5          <0.5        <1,5
69
                        MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69



kapal. Pada bulan Oktober kandungan TBT dalam air sama halnya dengan bulan Agustus 2003, dimana kadar TBT
adalah <2 ng Sn/l untuk semua stasiun., kecuali pada St 5 ditemukan tidak terdeteksi. Kadar total Butiltin ditemukan
lebih tinggi pada bulan Agustus 03 dibandingkan bulan Oktober 03, karena pada bulan Agustus itu musim kering
sehingga terjadi pemekatan kandungan senyawa ini dalam air, sedangkan pada bulan Oktober sudah mulai musim
hujan. Menurut Kan-atireklap et al. [11] kadar total Butiltin juga tinggi ditemukan dilokasi tempat pemancingan ikan
dan galangan kapal. Akan tetapi harus diwaspadai bahwa menurut penelitian Gibbs et al., [12] imposex terjadi di
Blackwater, Essex, UK dengan kandungan TBT sebesar 1 ng Sn/l dalam air.

Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran Butiltin (BT) dalam sedimen. Konsentrasi dalam sedimen pada bulan Agustus
2003 ditemukan kisaran TBT, DBT dan MBT masing-masing <0,5 -12 ng Sn/g, <0,5-2,7 ng Sn/g dan <0,5-2,2 ng Sn/g.
Pada bulan Oktober ditemukan kisaran kadar TBT, DBT daan MBT masing-masing <0,5-4,2 ng Sn/g, <0,5-<1,0 ng
Sn/g dan <0,5-1 ng Sn/g. Pada bulan Agustus 2003 kadar TBT tertinggi ditemukan di St 4 (12 ngSn/g) lalu diikuti St 1
(3,6 ng Sn/g).

Dari hasil pengukuran BT dalam sedimen terlihat bahwa kadar TBT>DBT>MBT. Disini terlihat senyawa yang
berbahaya pada butiltin yaitu TBT (tributiltin) ditemukan kadarnya lebih tinggi dalam sedimen, sedangkan dalam contoh
air kandungan MBT nya yang tinggi sedangkan kadar TBT rendah. Kan-atireklap et al. [11], Grovhoug et al. [13] dan
Page et al. [14] melaporkan bahwa kadar TBT yang tinggi ditemukan juga di estuarin karena terjadinya peningkatan
aktifitas kapal di pantai atau dapat juga berasal dari kapal perdagangan yang berlabuh disana. Hal ini karena TBT
merupakan bahan dasar yang digunakan dalam cat sebagi zat antifouling yang banyak digunakan pada kapal yang
ditemukan di marina, pelabuhan kapal-kapal kecil dan di lokasi tempat perbaikan kapal ini juga aktifitas pencucian
kapal.
Semua konsentrasi dihitung sebagai Sn yang diubah menjadi MBT, DBT dan TBT dengan faktor perkalian 1,48, 1,96
dan 2,44.

Stasiun 4 dan merupakan lokasi yang banyak menerima limbah BT kemudian diukuti St 1,St 2 dan St 3. Seperti di
dalam air ditemukan kandungan total BT yang tinggi pada St 4 begitupula dalam sedimennya. Hal ini diduga aktifitas
pelabuhan Cigading ini banyak menggunakan cat kapal yang mengandung TBT yang membahayakan kehidupan biota
laut. Aktifitas yang ada pada stasiun 1 adalah pelabuhan penyeberangan yang cukup padat. Dan kemungkinan banyak
kapal kapal tersebut menggunakan TBT sebagai antifouling dalam cat kapal. Begitupula stasiun 3 yang berada di
dermaga PT.Krakatau Steel yang merupakan pelabuhan bongkar muat yang banyak disandari kapal–kapal besar yang
mengangkut produk PT. Krakatau Steel dan juga tempat perbaikan (docking) kapal milik PT Krakatau Steel.

Lokasi lainnya seperti stasiun 2 yang merupakan pelabuhan depot Pertamina juga banyak aktifitas kapal sebagai alat
pengangkut minyak ke tempaat lainnya, sehingga senyawa BT terutama TBT ditemukan di lokasi ini.

Dari hasil pengamatan ditemukan kandungan BT dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan dalam air. Matsunaga
et al. [15] dan Laughin et al. [16] mengamati bahwa sedimen organik berasal dari partikel tersuspensi yang ada pada
kolom air, termasuk didaalamnya phytoplankton dan bakteria. TBT banyak diadsorbsi dalam partikulat tersuspensi
Koeffisien partisi TBT dalam algae ditemukan sebesar 5 x 103 dan dalam bakteri sebesar 3 x 104. Adanya korelasi
yang baik antara konsentrasi Butiltin dan sedimen organik. diduga karena adanya pengendapan dari partikel tersuspensi
yang mengabsorbsi TBT, lalu dibawa ke dasar sehingga merupakan sumber senyawa Butiltin dalam sedimen.

Penggunaan Butiltin di Indonesia masih belum jelas seberapa jumlahnya. Apabila hasil pengukuran sedimen dalam
penelitian ini dibandingkan dengan hasil pengukuran dari negara lain (Tabel 3) maka kandungan BTdi Teluk Banten
masih jauh lebih rendah.
              Tabel 3. Kandungan (ng/g dry wt) senyawa BT (butiltin) dalam sedimen dari beberapa Negara

                Lokasi                      Tahun        MBT         DBT         TBT              Referensi
 Vancouver harbour, Canada                1982-1985    td-3400    td-8500     td-11.000   Maguire et al. (1996)
 Poole harbour, UK                        1985-1987    ta         10-570      20-520      Langston et al (1987)
 Boston harbour, USA                      1988         ttd-130    td-316      ttd-518     Makkar et al. (1989)
 Mediterania sea (French,Italy, Turkey)   1988         Td-670     7td-830     70-3400     Gabrielides et al. (1990)
 Marina area, Hongkong                    1988-1989    ta         ta          60-1160     Lau (1991)
70
                             MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69

 Aucklaand, New Zealand                     1990     ta          ta         <2-1360     De Mora et al. (1995)
 Teluk Banten                               2003     <0,5-2,2    <0,5-2,7   <0,5-12     Penelitian ini
ttd = tidak terdeteksi, ta= tidak diamati



4. Kesimpulan

Kandungan Butiltin terutama TBT dalam air di Teluk Banten dapat dikatakan masih rendah dan       perairannya masih
bersih.

Kandungannya dalam sedimen masih lebih rendah dibandingkan kadarnya yang ditemukan dari beberapa negara seperti
Hongkong, Auckland.

Daftar Acuan

[1] K. Fent, Crit. Rev. Toxicol. 26 (1996) 1.
[2] C. Alzieu, M.Herald, In: G. Persone, E. Jaspers, C. Claus (Eds.) Ecotoxicological testing for the marine
     environment, vol. 2, State University, Belgium, 1984, p.187.
[3] C. Alzieu, J.E Portman, Fifteenth annual shelfish conferences Proceedings, The shelfish association of Great
     Britain, London, 1984, p.87.
[4] A.R. Beamont, M. D. Budd, Marine Pollution Bulletin 115(1984) 402.
[5] G.B. Kim, H. Nakata, S. Tanabe, Environmental Pollution 99 (1998) 225.
[6] T. Horiguchi, H. Shiraishi, M. Shimizu, M. Morita, Journal of the Marine Biology Association UK 74 (1994) 651.
[7] S.L. Tong, F.Y. Pang, S.M. Phang, H. C. Lai, Environmental Pollution 91 (1996) 209.
[8] S.T. Chiu, L.M. Ho, P.S. Wong, Marine Pollution Bulletin 22 (1991) 220.
[9] S.M. Evans, M. Dawson, J. Day, C.L. Frid, J. M.E. Gill, L.A. Pattisina, J. Porter, Marine Pollution Bulletin 30
     (1995) 109.
[10] P. Quevauviller, R. Lavigne, R. Pinel, R.M. Astruct, Environmetal Pollution 57 (1989) 149.
[11] S. Kanatireklap, S. Tanabe, J. Sanguansin, Marine Pollution Bulletin 34 (1997) 894.
[12] P.E. Gibbs, G.W. Bryan, P.L. Pascoe, G. R. Burt, J. Mar. Biol. Asso. UK 67 (1987) 507.
[13] J.G. Growhoug, P.F. Seligman, G. Vafaa, Fransham, Proceedines of the Organotin Symposium of the Oceans ’86
     conference, Washington D.C., 1986, p.1283.
[14] D.S. Page, C.C. Ozbal, M.E. Lanphear, Environmental Pollution 91, (1996), 237-243.
[15] R.B. Laughlin, Jr., H.E. Guard, W.M. Coleman III, Environ. Sci. Tech. 20 (1996) 201.
[16] S. Matsunaga, S. Sato, N. Handa, In: E. Matsumoto, K. Ishikawa, Koseisha-Koseikaku (Eds.), Survey Manuals for
     estuarine Environments, Tokyo, 1986, p.57.
[17] R.J. Maguire, R.J. Tkacz, Y.K. Chau, G.A. Bengert, P.T.S. Wong, Chemosphere 15 (1986) 253.
[18] W.J. Langston, N.D. Pope, Marine Pollution Bulletin 18 (1995) 634.
[19] N.S. Makkar, A.T. Kronick, J.J. Cooney, Chemosphere 18 (1989) 2043.
[20] G.P. Gabrielides, C. Alzieu, J.W. Readman, E. Bacci, O. Abouldahab, I. Salihoglu, Marine Pollution Bulletin 21
     (1990) 233.
[21] M.M. Lau, Archives of Environmental Contamination and Toxicology 20 (1991) 299.
[22] S.J. de Mora, C. Stewart, D. Philips, Marine Pollution Bulletin 30 (1995) 50-57.

More Related Content

What's hot

BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERA T MEN...
BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERA T MEN...BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERA T MEN...
BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERA T MEN...
Repository Ipb
 
Ppt bioteknologi penambangan logam
Ppt bioteknologi penambangan logamPpt bioteknologi penambangan logam
Ppt bioteknologi penambangan logamSilvieani Nur Azizah
 
Kolikum ppt fix
Kolikum ppt fixKolikum ppt fix
Kolikum ppt fix
trisna_bagus
 
Jurnal meikel, foraminifera
Jurnal meikel, foraminiferaJurnal meikel, foraminifera
Jurnal meikel, foraminiferaMeikel Sihombing
 
Jurnal echino
Jurnal echinoJurnal echino
Jurnal echino
yustisriwulandarii
 
Estimasi
EstimasiEstimasi
Estimasi
PT. SASA
 
Cara uji timbal (pb) dengan spektrofotometer serapan atom (ssa) nyala
Cara uji timbal (pb) dengan spektrofotometer serapan atom (ssa) nyalaCara uji timbal (pb) dengan spektrofotometer serapan atom (ssa) nyala
Cara uji timbal (pb) dengan spektrofotometer serapan atom (ssa) nyala
UIN Alauddin Makassar
 
Cara uji kadmium (cd) secara asam dengan spektrofotometer serapan atom
Cara uji kadmium (cd) secara asam dengan spektrofotometer serapan atomCara uji kadmium (cd) secara asam dengan spektrofotometer serapan atom
Cara uji kadmium (cd) secara asam dengan spektrofotometer serapan atom
UIN Alauddin Makassar
 
Anaerobik digester
Anaerobik digesterAnaerobik digester
Anaerobik digesterIffa M.Nisa
 
Nanopdf.com gejala alam-biotik-dan-abiotik-a-komponen-biotik-b-komponen
Nanopdf.com gejala alam-biotik-dan-abiotik-a-komponen-biotik-b-komponenNanopdf.com gejala alam-biotik-dan-abiotik-a-komponen-biotik-b-komponen
Nanopdf.com gejala alam-biotik-dan-abiotik-a-komponen-biotik-b-komponen
lanilinggar
 
Siklus Nitrogen
Siklus NitrogenSiklus Nitrogen
Siklus Nitrogen
NURSAPTIA PURWA ASMARA
 
SINTESIS KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA TERDOPING TiO2 : MENCIPTAKAN BAHA...
SINTESIS KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA TERDOPING TiO2 : MENCIPTAKAN BAHA...SINTESIS KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA TERDOPING TiO2 : MENCIPTAKAN BAHA...
SINTESIS KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA TERDOPING TiO2 : MENCIPTAKAN BAHA...
Dwiprayogo Wibowo
 
kadar amoniak, nitrat dan nitrit
kadar amoniak, nitrat dan nitritkadar amoniak, nitrat dan nitrit
kadar amoniak, nitrat dan nitrit
nadya parmitha
 
Amoniak nitrat nitrit
Amoniak nitrat nitritAmoniak nitrat nitrit
Amoniak nitrat nitrit
nadya parmitha
 
Karakteristik air limbah
Karakteristik air limbahKarakteristik air limbah
Karakteristik air limbahEchi Chii
 
Kemampuan degradasi fenol oleh isolat bakteri dari tanah
Kemampuan degradasi fenol oleh isolat bakteri dari tanahKemampuan degradasi fenol oleh isolat bakteri dari tanah
Kemampuan degradasi fenol oleh isolat bakteri dari tanahLuph PaLuphy
 
Cara uji merkuri (hg) secara spektrofotometer
Cara uji merkuri (hg) secara spektrofotometerCara uji merkuri (hg) secara spektrofotometer
Cara uji merkuri (hg) secara spektrofotometerUIN Alauddin Makassar
 
Tugas unit proses nitrifiaksi
Tugas unit proses nitrifiaksiTugas unit proses nitrifiaksi
Tugas unit proses nitrifiaksi
Utami Hasibuan
 

What's hot (20)

BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERA T MEN...
BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERA T MEN...BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERA T MEN...
BIOREMEDIASI SENYAWA HIDROKARBON PADA TANAH TERCEMAR LIMBAH MINYAK BERA T MEN...
 
Ppt bioteknologi penambangan logam
Ppt bioteknologi penambangan logamPpt bioteknologi penambangan logam
Ppt bioteknologi penambangan logam
 
Kolikum ppt fix
Kolikum ppt fixKolikum ppt fix
Kolikum ppt fix
 
Jurnal meikel, foraminifera
Jurnal meikel, foraminiferaJurnal meikel, foraminifera
Jurnal meikel, foraminifera
 
Jurnal echino
Jurnal echinoJurnal echino
Jurnal echino
 
Estimasi
EstimasiEstimasi
Estimasi
 
Cara uji timbal (pb) dengan spektrofotometer serapan atom (ssa) nyala
Cara uji timbal (pb) dengan spektrofotometer serapan atom (ssa) nyalaCara uji timbal (pb) dengan spektrofotometer serapan atom (ssa) nyala
Cara uji timbal (pb) dengan spektrofotometer serapan atom (ssa) nyala
 
Cara uji kadmium (cd) secara asam dengan spektrofotometer serapan atom
Cara uji kadmium (cd) secara asam dengan spektrofotometer serapan atomCara uji kadmium (cd) secara asam dengan spektrofotometer serapan atom
Cara uji kadmium (cd) secara asam dengan spektrofotometer serapan atom
 
Anaerobik digester
Anaerobik digesterAnaerobik digester
Anaerobik digester
 
Nanopdf.com gejala alam-biotik-dan-abiotik-a-komponen-biotik-b-komponen
Nanopdf.com gejala alam-biotik-dan-abiotik-a-komponen-biotik-b-komponenNanopdf.com gejala alam-biotik-dan-abiotik-a-komponen-biotik-b-komponen
Nanopdf.com gejala alam-biotik-dan-abiotik-a-komponen-biotik-b-komponen
 
Siklus Nitrogen
Siklus NitrogenSiklus Nitrogen
Siklus Nitrogen
 
SINTESIS KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA TERDOPING TiO2 : MENCIPTAKAN BAHA...
SINTESIS KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA TERDOPING TiO2 : MENCIPTAKAN BAHA...SINTESIS KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA TERDOPING TiO2 : MENCIPTAKAN BAHA...
SINTESIS KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KELAPA TERDOPING TiO2 : MENCIPTAKAN BAHA...
 
Mt lasut 2009-hg-jms
Mt lasut 2009-hg-jmsMt lasut 2009-hg-jms
Mt lasut 2009-hg-jms
 
kadar amoniak, nitrat dan nitrit
kadar amoniak, nitrat dan nitritkadar amoniak, nitrat dan nitrit
kadar amoniak, nitrat dan nitrit
 
Amoniak nitrat nitrit
Amoniak nitrat nitritAmoniak nitrat nitrit
Amoniak nitrat nitrit
 
Karakteristik air limbah
Karakteristik air limbahKarakteristik air limbah
Karakteristik air limbah
 
Kemampuan degradasi fenol oleh isolat bakteri dari tanah
Kemampuan degradasi fenol oleh isolat bakteri dari tanahKemampuan degradasi fenol oleh isolat bakteri dari tanah
Kemampuan degradasi fenol oleh isolat bakteri dari tanah
 
Siklus nitrogen
Siklus nitrogenSiklus nitrogen
Siklus nitrogen
 
Cara uji merkuri (hg) secara spektrofotometer
Cara uji merkuri (hg) secara spektrofotometerCara uji merkuri (hg) secara spektrofotometer
Cara uji merkuri (hg) secara spektrofotometer
 
Tugas unit proses nitrifiaksi
Tugas unit proses nitrifiaksiTugas unit proses nitrifiaksi
Tugas unit proses nitrifiaksi
 

Viewers also liked

Причины выбора Agel
Причины выбора AgelПричины выбора Agel
Причины выбора Agel
argonavt999
 
Future schools
Future schoolsFuture schools
Future schools
The Southport School
 
Anastasia
AnastasiaAnastasia
Robert heck district technology plan
Robert heck district technology planRobert heck district technology plan
Robert heck district technology planrobertlheck
 
Robert Heck EDLD 5326 Week 4 Presentation
Robert Heck EDLD 5326 Week 4 PresentationRobert Heck EDLD 5326 Week 4 Presentation
Robert Heck EDLD 5326 Week 4 Presentationrobertlheck
 
Media is a mixed blessing (1)
Media is a mixed blessing (1)Media is a mixed blessing (1)
Media is a mixed blessing (1)Khushboo Singh
 
Google search slides
Google search slidesGoogle search slides
Google search slides
The Southport School
 
Renstra mi sukajaya 2010 2015
Renstra mi sukajaya  2010   2015Renstra mi sukajaya  2010   2015
Renstra mi sukajaya 2010 2015Ajat Sudrajat
 
Internet & Islam - Threats & Challenges - Pious Waqf -
Internet & Islam - Threats & Challenges - Pious Waqf -Internet & Islam - Threats & Challenges - Pious Waqf -
Internet & Islam - Threats & Challenges - Pious Waqf -
protechno
 
Asterisk
AsteriskAsterisk
Asterisk
Dupi Rueda
 

Viewers also liked (15)

Причины выбора Agel
Причины выбора AgelПричины выбора Agel
Причины выбора Agel
 
Future schools
Future schoolsFuture schools
Future schools
 
Anastasia
AnastasiaAnastasia
Anastasia
 
Robert heck district technology plan
Robert heck district technology planRobert heck district technology plan
Robert heck district technology plan
 
Robert Heck EDLD 5326 Week 4 Presentation
Robert Heck EDLD 5326 Week 4 PresentationRobert Heck EDLD 5326 Week 4 Presentation
Robert Heck EDLD 5326 Week 4 Presentation
 
Kandinsky
KandinskyKandinsky
Kandinsky
 
Bmm3104 a
Bmm3104 aBmm3104 a
Bmm3104 a
 
Media is a mixed blessing (1)
Media is a mixed blessing (1)Media is a mixed blessing (1)
Media is a mixed blessing (1)
 
Google search slides
Google search slidesGoogle search slides
Google search slides
 
Mkt pizza hut
Mkt pizza hutMkt pizza hut
Mkt pizza hut
 
Renstra mi sukajaya 2010 2015
Renstra mi sukajaya  2010   2015Renstra mi sukajaya  2010   2015
Renstra mi sukajaya 2010 2015
 
Body language
Body languageBody language
Body language
 
Shezan
ShezanShezan
Shezan
 
Internet & Islam - Threats & Challenges - Pious Waqf -
Internet & Islam - Threats & Challenges - Pious Waqf -Internet & Islam - Threats & Challenges - Pious Waqf -
Internet & Islam - Threats & Challenges - Pious Waqf -
 
Asterisk
AsteriskAsterisk
Asterisk
 

Similar to Butilitin

PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
Repository Ipb
 
Estimasi populasi gastropoda 1
Estimasi populasi gastropoda 1Estimasi populasi gastropoda 1
Estimasi populasi gastropoda 1
PT. SASA
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
Repository Ipb
 
jurnal limnologi
jurnal limnologijurnal limnologi
jurnal limnologi
Chayyu Latifah
 
Laporan Monitoring Residu 20008
Laporan Monitoring Residu 20008Laporan Monitoring Residu 20008
Laporan Monitoring Residu 20008
BBAP takalar
 
359 394
359 394359 394
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANEPENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
Lifia Citra Ramadhanti
 
Ekologi perairan 2007 2008 - 4 siklus biogeokimia - revisi
Ekologi perairan 2007 2008 - 4 siklus biogeokimia - revisiEkologi perairan 2007 2008 - 4 siklus biogeokimia - revisi
Ekologi perairan 2007 2008 - 4 siklus biogeokimia - revisiUNHAS
 
Hasil Penelitian
Hasil PenelitianHasil Penelitian
Hasil Penelitian
Nurma Putri Tanadoang
 
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
Monitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  BudidayaMonitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  Budidaya
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan BudidayaBBAP takalar
 
Sungai
SungaiSungai
Sungai
PT. SASA
 
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udangProposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
IrJum Jaya
 
Laporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanLaporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairan
PT. SASA
 
Ikan tercemar logam barito1
Ikan tercemar logam barito1Ikan tercemar logam barito1
Ikan tercemar logam barito1
Didik Prasetya
 
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakartaestimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
PT. SASA
 
Laporan Praktikum Ekologi: Padatan Terlarut
Laporan Praktikum Ekologi: Padatan TerlarutLaporan Praktikum Ekologi: Padatan Terlarut
Laporan Praktikum Ekologi: Padatan Terlarut
UNESA
 
2575 5225-1-sm
2575 5225-1-sm2575 5225-1-sm
2575 5225-1-smmorila mei
 
18-Article Text-121-1-10-20210202.pdf
18-Article Text-121-1-10-20210202.pdf18-Article Text-121-1-10-20210202.pdf
18-Article Text-121-1-10-20210202.pdf
FriscaZofanoraPramah1
 

Similar to Butilitin (20)

PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
PERANAN KEONG BAKAU, Telescopium telescopium L., SEBAGAI BIOFILTER DALAM PENG...
 
Estimasi populasi gastropoda 1
Estimasi populasi gastropoda 1Estimasi populasi gastropoda 1
Estimasi populasi gastropoda 1
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
 
jurnal limnologi
jurnal limnologijurnal limnologi
jurnal limnologi
 
Laporan Monitoring Residu 20008
Laporan Monitoring Residu 20008Laporan Monitoring Residu 20008
Laporan Monitoring Residu 20008
 
359 394
359 394359 394
359 394
 
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANEPENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
PENELITIAN RESIDU AIR DI SUNGAI CISADANE
 
Ekologi perairan 2007 2008 - 4 siklus biogeokimia - revisi
Ekologi perairan 2007 2008 - 4 siklus biogeokimia - revisiEkologi perairan 2007 2008 - 4 siklus biogeokimia - revisi
Ekologi perairan 2007 2008 - 4 siklus biogeokimia - revisi
 
Hasil Penelitian
Hasil PenelitianHasil Penelitian
Hasil Penelitian
 
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
Monitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  BudidayaMonitoring  Kualitas  Ikan Dan  Lingkungan  Kawasan  Budidaya
Monitoring Kualitas Ikan Dan Lingkungan Kawasan Budidaya
 
Sungai
SungaiSungai
Sungai
 
Identifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogenIdentifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogen
 
Identifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogenIdentifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogen
 
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udangProposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
 
Laporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanLaporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairan
 
Ikan tercemar logam barito1
Ikan tercemar logam barito1Ikan tercemar logam barito1
Ikan tercemar logam barito1
 
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakartaestimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
 
Laporan Praktikum Ekologi: Padatan Terlarut
Laporan Praktikum Ekologi: Padatan TerlarutLaporan Praktikum Ekologi: Padatan Terlarut
Laporan Praktikum Ekologi: Padatan Terlarut
 
2575 5225-1-sm
2575 5225-1-sm2575 5225-1-sm
2575 5225-1-sm
 
18-Article Text-121-1-10-20210202.pdf
18-Article Text-121-1-10-20210202.pdf18-Article Text-121-1-10-20210202.pdf
18-Article Text-121-1-10-20210202.pdf
 

Butilitin

  • 1. MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69 KANDUNGAN SENYAWA BUTILTIN (BT) DALAM AIR LAUT DAN SEDIMEN DI PERAIRAN TELUK BANTEN Hamidah Razak Kelompok Penelitian Pencemaran Laut, Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta 14430, Indonesia Abstrak Pengamatan kandungan senyawa butiltin (BT) dalam air laut dan sedimen di perairan Teluk Banten telah dilakukan pada bulan Agustus 2003 dan Oktober 2003. Pengukuran kandungan BT ditentukan alat GC-FPD. Hasil yang diperoleh adalah kandungan BT dalam air laut di Teluk Banten yang terdiri dari TBT, DBT, dan MBT masing-masing pada bulan Agustus 2003 berkisar antara <2 ng Sn/l, <2-9 ng Sn/l dan <5-17 ng Sn/l., sedangkan bulan Oktober 2003 kisaran kandungan TBT, DBT dan MBT masing-masing ttd-<2 ng Sn/l , ttd-6 ng Sn/l dan ttd-6 ng Sn/l. Dalam sedimen pada bulan Agustus 2003 ditemukan kisaran kandungan TBT, DBT dan MBT masing-masing 0,5-12 ngSn/g, <0,5-2,7 ng Sn/g dan<0,5-2,2 ng Sn/g dan pada bulan Oktober 2003 masing-masing ditemukan dengan kisaran antara <0,5-12 ng Sn/g,0,5-2,7 ng Sn/g dan <0,5-2,2 ng Sn/g Kandungan TBTdalam sedimen tertinggi ditemukan pada bulan Agustus 2003 yaitu sebesar 12,0 ng Sn/g, sedangkan bulan Oktober dijumpai kandungan yang lebih rendah. Dari hasil pengamatan ditemukan kandungan TBT dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan dalam air laut. Apabila ditinjau dari kandungan tributiltin (TBT) dalam air maka perairan Teluk Banten dapat dikatakan masih bersih karena masih memenuhi persyaratan Nilai Ambang Batas dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, untuk perairan pelabuhan yaitu sebesar 10 ng Sn/l. Abstract Butiltins compound in seawater and sediment of Banten Bay. Observation on butiltin (BTs) compound content in seawater and sediments from Banten Bay were conducted in August 2003 and October 2003. Butiltin content including TBT, DBT and MBT on August 2003 respectively range between <2ng Sn/l, <2 to 9 ng Sn/l and < 5 to 17 ng Sn/l and on October 2003 was found respectively nd to <2 ng Sn/l, <nd- to 6 ng Sn/l and nd to 6 ng Sn/l. While in the sediment TBT, DBT and MBT was found respectively on August 2003 varied between <0.5 to 12 ng Sn/g, 0.5 to 2.7 ng Sn/g and <0.5 to 2.2 ng Sn/g, and on October 2003 was found varied from <0.5 to 4.2ng Sn/g, <0.5 to 1.1ng Sn/g and <0.5 to 1 ng Sn/g. Content of TBT was found on August 2003 higher than October 03 and also the content of TBT compound in sediments was high compared to waters. It indicated that there was accumulation of TBT in sediment. The minimal risk of TBT in seaport and for marine life according to Minister of environment in Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.51 tahun 2004 is 10 ng/l. The results showed that Banten Bay is still appropiate for seaport and marine life. Keywords: Pollutions, Butiltin, Banten Bay 1. Pendahuluan Senyawa butiltin biasa digunakan sebagai stabilizers dalam pembuatan plastik PVC (polyvinyl chloride), biosida dan dalam cat sebagai antifouling yang digunakan dalam galangan kapal (boat hulls) dan juga banyak dipakai dalam kegiatan akuakultur biota laut. Senyawa Butiltin terdiri dari metabolitnya yaitu tributiltin (TBT) dibutiltin (DBT) dan monobutiltin (MBT). TBT banyak digunakan dan mengganggu kehidupan biota. 65
  • 2. 66 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69 Penelitian tentang kerusakan yang disebabkan senyawa organik (Butiltin) banyak difokuskan pada senyawa tributiltin (TBT), karena senyawa ini banyak digunakan sebagai cat antifouling yang mempunyai efek negatif pada biota perairan yaitu efek racun yang terjadi pada organisme non target. Selain itu TBT akan mengakibatkan terjadinya perubahan b e n t u k (malformation) pada oyster (tiram) dan mengganggu kesuburan larva mussel (remis/kepah) serta terjadinya imposex pada gastropoda, seperti yang dilaporkan beberapa pakar antara lain Fent [1], Alzieu & Herald [2], Alzieu & Portman [3] dan Beamont & Budd [4]. Begitupula Kim et al. [5] melaporkan bahwa TBTdapat terakumulasi dalam mamalia melalui enzim. Pada permulaan tahun 1980, kira-kira 75% senyawa tributiltin digunakan sebagai antifouling pada cat.kapal. Di negara-negara seperti Perancis, Inggris, Switzerland dan Japan penggunaan senyawa ini diawasi dengan ketat oleh pemerintah. Horiguchi et al. [6] mengamati penggunaan TBT sebagai antifouling yang digunakan hampir 75% untuk kapal dagang yang berukuran <25m. Sampai saat ini ada beberapa penelitian melaporkan seperti Tong et al. [7] dan Chiu et al. [8] bahwa kontaminasi butiltin telah terjadi di Asia Pasifik yaitu Malaysia dan Hongkong, dengan ditemukan kontaminasi TBT dalam sedimen, air laut dan kerang bivalvia. Begitupula di Indonesia seperti laporan Evans et al. [9] terjadi proses imposex (sterilisasi dari betina) pada gastropoda, Thais kieneri, T.savignyi and Vasum turbinellus yang ditemukan diperairan Teluk Ambon. Kepulauan Indonesia yang terdiri dari 75% perairan dimana sebagai penghubung antar pulau banyak digunakan kapal-kapal sehingga diduga kontaminasi oleh tributiltin sangat besar sekali. Penelitian tentang butiltin dalam perairan ini yaitu kandungannya dalam air, sedimen masih sedikit sekali, dan penggunaan TBT dalam cat tampaknya belum terkontrol. Tulisan ini akan memberikan hasil laporan dari pengamatan BT dalam air laut dan sedimen di perairan Banten untuk mengetahui seberapa besar tingkat pencemarannya.
  • 3. 67 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69 2. Metode Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Teluk Banten pada bulan Agustus dan Oktober 2003 (Gambar 1). Lokasi pengambilan contoh terdiri dari 5 stasiun yang posisinya ditentukan berdasarkan kemungkinan terdapatnya senyawa Butiltin di perairan tersebut. Dan stasiun ditentukan dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS) agar mudah untuk mengulangi pada tempat yang sama. Contoh air Gambar 1. Stasiun sampling perairan Banten, Agustus dan Oktober 2003 l a u t diambil menggunaka n water sampler dan disimpan dalam botol berwarna coklat, sedangkan contoh sedimen diambil dengan alat Grab dan disimpan dalam botol polietilen. Semua contoh disimpan dalam kotak pendingin yang dilengkapi dengan dry ice, dibawa ke laboratorium dan siap dianalisa di laboratorium PT ASL (Australian Service Laboratory) –Bogor. Prosedur analisa secara umum sebagai berikut: Contoh air laut sebanyak 1 liter diekstraksi dengan Tropolone-Benzene, kemudian tambahkan Na2SO4 anhidrit untuk menghilangkan air. Setelah itu dilakukan proses propilasi dengan menambahkan reagen Grignard (n-Propyl Magnesium Bromide dalam Tetrahydrofuran), kemudian di tambahkan 1 N H2SO4 untuk mentralkan kelebihan Grignard reagen. Setelah itu larutan propilasi di pidahkan ke dalam larutan Benzene/n. Hexan, lalu proses pemurnian dilakukan dengan melewatkan larutan propilasi kedalam kolom florisil dengan penambahan n. Hexan. Akhirnya larutan dipekatkan menjadi 1 ml dengan alat rotary vapor pada temperatur 400C dan kadarnya diukur dengan alat GC-FPD. TBT dalam air dinyatakan dalam ng Sn/l. Contoh sedimen disimpan dalam botol polietilen dan disimpan dalam kotak pendingin yang dilengkapi dengan dry ice. Analisa kimia yang dilakukan secara umum sebagai berikut: Sedimen diekstrak dengan 0,1% Tropolone/Aceton yang
  • 4. 68 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69 sebelumnya ditambahkan larutan HCl. Kemudian ditambahkan internal standard (Hexyl-TBT) dan larutan dicentrifuge lalu di tambahkan 0,1 % Tropolone-benzene. Hasil ekstrak dikeringkan dengan melewatkannya kedalam bubuk Na2SO4, kemudian hasil ekstrak dipekatkan dengan menguapkannya dalam rotary vapour pada temperatur 40 0C menjadi 1 ml. Selanjutnya proses propilasi dilakukan dengan menambahkan larutan Grignard (n-propyl bromide). Setelah proses propilasi kemudian larutan dimurnikan lagi dengan melewatkannya kedalam kolom florisil yang dielusi dengan n. heksan. Pekatkan kembali menjadi 1 ml dan siap diinjeksikan ke alat Gas kromatografi FPD. Konsentrasinya dinyatakan dalam ng Sn/g. 3. Hasil dan Pembahasan Konsentrasi BT (butiltin) dalam air di perairan Teluk Banten (Tabel 1) bervariasi tergantung dari lokasi. Pada bulan Agustus 2003 ditemukan TBT, DBT dan MBT masing-masing berkisar antara ttd- <2 ng Sn/l, <2-9 ng Sn/l dan <5-17 ng Sn/l. Pada bulan Oktober 2003 kadarnya ditemukan masing-masing sebesar ttd-<2 ng Sn/l, <5-6 ng Sn/l, <5-6 ng Sn/l. Kadarnya pada bulan Agustus 2003 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Oktober 2003. Kandungan TBT dalam air umumnya sama pada semua stasiun pengamatan yaitu <2 ng Sn/l. Kadar total butiltin (TBT+DBT+MBT) tertinggi ditemukan di St 4, yaitu sebesar 24 ng Sn/l dengan masing-masing kadar TBT=<2 ng Sn/l, DBT <5 ng Sn/l dan MBT=17 ng Sn/l. Di St 4 pada bulan Agustus 03 kadar MBT<DBT<TBT. Pada St 5 sama halnya dengan St 4 ditemukan kadar MBT (11ng Sn/l) > DBT (<2ng Sn/l) dan kadar TBT sama untuk semua stasiun (<2 ng Sn/l). Menurut laporan Quevauviller et al. [10] bahwa MBT dan DBT selain sebagai metabolit dari TBT juga banyak digunakan sebagai stabilizer dalam pembuatan polyvinyl chloride (PVC) atau sebagai katalis dalam industri plastik. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari contoh air, St 4 mengandung total Butiltin tertinggi lalu diikuti stasiun 3 dan 5. Stasiun 4 berada di pelabuhan Cigading terdapat aktifitas kapal dan juga tempat berlabuh kapal-kapal dan galangan kapal serta menampung sebagian kapal pengangkut dari dermaga PT. Krakatau Steel. Dilihat secara fisik air yang terdapat di dermaga PT. Krakatau Steel lebih kotor dan keruh serta banyak minyak. Sedangkan stasiun 5 yang terletak agak jauh ternyata dalam airnya mengandung kadar total Butiltin yang hampir sama dibandingkan St 1 (pada musim kering, Agustus 2003) yang merupakan pelabuhan penyeberangan ke Bakauheni. Hal ini diduga oleh adanya arus atau gelombang pada saat itu yang membawa Butiltin ke lokasi yang tidak ada aktifitas Tabel 1. Kandungan butiltin (BT) dalam air ng /l di perairan Teluk Banten, Agustus dan Oktober 2003. Bulan Pengamatan Agustus 2003 Oktober 2003 No St Mono Tributilti Total Mono Tributilti Total Dibutiltin Dibutiltin butiltin n butiltin butiltin n Butiltin 1 1 <5 7 <2 < 14 <5 <5 <2 <12 2 2 7 <5 <2 <14 6 6 <2 <14 3 3 6 9 <2 <17 <5 <5 <2 <12 4 4 17 <5 <2 24 <5 <5 <2 <12 5 5 11 <2 <2 <15 ttd ttd ttd ttd Catatan: ttd = tidak terdeteksi Tabel 2. Kandungan butiltin (BT) dalam sedimen ng/g di perairan Teluk Banten, Agustus dan Oktober 2003 Bulan Pengamatan Agustus Oktober No St Mono Total Mono Total Dibutiltin Tributiltin Dibutiltin Tributiltin butiltin butiltin butiltin Butiltin 1 1 2,2 1,8 3,6 7,6 <1,0 <1,0 0,8 <2,8 2 2 1,6 2,7 2,5 6,8 <1,0 <1,0 0,9 <2,9 3 3 <1,0 1,5 1,8 <4,3 <1,0 <1,0 1,2 <3,2 4 4 <1,0 1,8 12 <14,8 <1,0 1,1 4,2 <6,3 5 5 <0,5 <0,5 <0,5 <0,5 <0,5 <0,5 <0.5 <1,5
  • 5. 69 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69 kapal. Pada bulan Oktober kandungan TBT dalam air sama halnya dengan bulan Agustus 2003, dimana kadar TBT adalah <2 ng Sn/l untuk semua stasiun., kecuali pada St 5 ditemukan tidak terdeteksi. Kadar total Butiltin ditemukan lebih tinggi pada bulan Agustus 03 dibandingkan bulan Oktober 03, karena pada bulan Agustus itu musim kering sehingga terjadi pemekatan kandungan senyawa ini dalam air, sedangkan pada bulan Oktober sudah mulai musim hujan. Menurut Kan-atireklap et al. [11] kadar total Butiltin juga tinggi ditemukan dilokasi tempat pemancingan ikan dan galangan kapal. Akan tetapi harus diwaspadai bahwa menurut penelitian Gibbs et al., [12] imposex terjadi di Blackwater, Essex, UK dengan kandungan TBT sebesar 1 ng Sn/l dalam air. Tabel 2 menunjukkan hasil pengukuran Butiltin (BT) dalam sedimen. Konsentrasi dalam sedimen pada bulan Agustus 2003 ditemukan kisaran TBT, DBT dan MBT masing-masing <0,5 -12 ng Sn/g, <0,5-2,7 ng Sn/g dan <0,5-2,2 ng Sn/g. Pada bulan Oktober ditemukan kisaran kadar TBT, DBT daan MBT masing-masing <0,5-4,2 ng Sn/g, <0,5-<1,0 ng Sn/g dan <0,5-1 ng Sn/g. Pada bulan Agustus 2003 kadar TBT tertinggi ditemukan di St 4 (12 ngSn/g) lalu diikuti St 1 (3,6 ng Sn/g). Dari hasil pengukuran BT dalam sedimen terlihat bahwa kadar TBT>DBT>MBT. Disini terlihat senyawa yang berbahaya pada butiltin yaitu TBT (tributiltin) ditemukan kadarnya lebih tinggi dalam sedimen, sedangkan dalam contoh air kandungan MBT nya yang tinggi sedangkan kadar TBT rendah. Kan-atireklap et al. [11], Grovhoug et al. [13] dan Page et al. [14] melaporkan bahwa kadar TBT yang tinggi ditemukan juga di estuarin karena terjadinya peningkatan aktifitas kapal di pantai atau dapat juga berasal dari kapal perdagangan yang berlabuh disana. Hal ini karena TBT merupakan bahan dasar yang digunakan dalam cat sebagi zat antifouling yang banyak digunakan pada kapal yang ditemukan di marina, pelabuhan kapal-kapal kecil dan di lokasi tempat perbaikan kapal ini juga aktifitas pencucian kapal. Semua konsentrasi dihitung sebagai Sn yang diubah menjadi MBT, DBT dan TBT dengan faktor perkalian 1,48, 1,96 dan 2,44. Stasiun 4 dan merupakan lokasi yang banyak menerima limbah BT kemudian diukuti St 1,St 2 dan St 3. Seperti di dalam air ditemukan kandungan total BT yang tinggi pada St 4 begitupula dalam sedimennya. Hal ini diduga aktifitas pelabuhan Cigading ini banyak menggunakan cat kapal yang mengandung TBT yang membahayakan kehidupan biota laut. Aktifitas yang ada pada stasiun 1 adalah pelabuhan penyeberangan yang cukup padat. Dan kemungkinan banyak kapal kapal tersebut menggunakan TBT sebagai antifouling dalam cat kapal. Begitupula stasiun 3 yang berada di dermaga PT.Krakatau Steel yang merupakan pelabuhan bongkar muat yang banyak disandari kapal–kapal besar yang mengangkut produk PT. Krakatau Steel dan juga tempat perbaikan (docking) kapal milik PT Krakatau Steel. Lokasi lainnya seperti stasiun 2 yang merupakan pelabuhan depot Pertamina juga banyak aktifitas kapal sebagai alat pengangkut minyak ke tempaat lainnya, sehingga senyawa BT terutama TBT ditemukan di lokasi ini. Dari hasil pengamatan ditemukan kandungan BT dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dengan dalam air. Matsunaga et al. [15] dan Laughin et al. [16] mengamati bahwa sedimen organik berasal dari partikel tersuspensi yang ada pada kolom air, termasuk didaalamnya phytoplankton dan bakteria. TBT banyak diadsorbsi dalam partikulat tersuspensi Koeffisien partisi TBT dalam algae ditemukan sebesar 5 x 103 dan dalam bakteri sebesar 3 x 104. Adanya korelasi yang baik antara konsentrasi Butiltin dan sedimen organik. diduga karena adanya pengendapan dari partikel tersuspensi yang mengabsorbsi TBT, lalu dibawa ke dasar sehingga merupakan sumber senyawa Butiltin dalam sedimen. Penggunaan Butiltin di Indonesia masih belum jelas seberapa jumlahnya. Apabila hasil pengukuran sedimen dalam penelitian ini dibandingkan dengan hasil pengukuran dari negara lain (Tabel 3) maka kandungan BTdi Teluk Banten masih jauh lebih rendah. Tabel 3. Kandungan (ng/g dry wt) senyawa BT (butiltin) dalam sedimen dari beberapa Negara Lokasi Tahun MBT DBT TBT Referensi Vancouver harbour, Canada 1982-1985 td-3400 td-8500 td-11.000 Maguire et al. (1996) Poole harbour, UK 1985-1987 ta 10-570 20-520 Langston et al (1987) Boston harbour, USA 1988 ttd-130 td-316 ttd-518 Makkar et al. (1989) Mediterania sea (French,Italy, Turkey) 1988 Td-670 7td-830 70-3400 Gabrielides et al. (1990) Marina area, Hongkong 1988-1989 ta ta 60-1160 Lau (1991)
  • 6. 70 MAKARA, SAINS, VOL. 8, NO. 2, AGUSTUS 2004: 65-69 Aucklaand, New Zealand 1990 ta ta <2-1360 De Mora et al. (1995) Teluk Banten 2003 <0,5-2,2 <0,5-2,7 <0,5-12 Penelitian ini ttd = tidak terdeteksi, ta= tidak diamati 4. Kesimpulan Kandungan Butiltin terutama TBT dalam air di Teluk Banten dapat dikatakan masih rendah dan perairannya masih bersih. Kandungannya dalam sedimen masih lebih rendah dibandingkan kadarnya yang ditemukan dari beberapa negara seperti Hongkong, Auckland. Daftar Acuan [1] K. Fent, Crit. Rev. Toxicol. 26 (1996) 1. [2] C. Alzieu, M.Herald, In: G. Persone, E. Jaspers, C. Claus (Eds.) Ecotoxicological testing for the marine environment, vol. 2, State University, Belgium, 1984, p.187. [3] C. Alzieu, J.E Portman, Fifteenth annual shelfish conferences Proceedings, The shelfish association of Great Britain, London, 1984, p.87. [4] A.R. Beamont, M. D. Budd, Marine Pollution Bulletin 115(1984) 402. [5] G.B. Kim, H. Nakata, S. Tanabe, Environmental Pollution 99 (1998) 225. [6] T. Horiguchi, H. Shiraishi, M. Shimizu, M. Morita, Journal of the Marine Biology Association UK 74 (1994) 651. [7] S.L. Tong, F.Y. Pang, S.M. Phang, H. C. Lai, Environmental Pollution 91 (1996) 209. [8] S.T. Chiu, L.M. Ho, P.S. Wong, Marine Pollution Bulletin 22 (1991) 220. [9] S.M. Evans, M. Dawson, J. Day, C.L. Frid, J. M.E. Gill, L.A. Pattisina, J. Porter, Marine Pollution Bulletin 30 (1995) 109. [10] P. Quevauviller, R. Lavigne, R. Pinel, R.M. Astruct, Environmetal Pollution 57 (1989) 149. [11] S. Kanatireklap, S. Tanabe, J. Sanguansin, Marine Pollution Bulletin 34 (1997) 894. [12] P.E. Gibbs, G.W. Bryan, P.L. Pascoe, G. R. Burt, J. Mar. Biol. Asso. UK 67 (1987) 507. [13] J.G. Growhoug, P.F. Seligman, G. Vafaa, Fransham, Proceedines of the Organotin Symposium of the Oceans ’86 conference, Washington D.C., 1986, p.1283. [14] D.S. Page, C.C. Ozbal, M.E. Lanphear, Environmental Pollution 91, (1996), 237-243. [15] R.B. Laughlin, Jr., H.E. Guard, W.M. Coleman III, Environ. Sci. Tech. 20 (1996) 201. [16] S. Matsunaga, S. Sato, N. Handa, In: E. Matsumoto, K. Ishikawa, Koseisha-Koseikaku (Eds.), Survey Manuals for estuarine Environments, Tokyo, 1986, p.57. [17] R.J. Maguire, R.J. Tkacz, Y.K. Chau, G.A. Bengert, P.T.S. Wong, Chemosphere 15 (1986) 253. [18] W.J. Langston, N.D. Pope, Marine Pollution Bulletin 18 (1995) 634. [19] N.S. Makkar, A.T. Kronick, J.J. Cooney, Chemosphere 18 (1989) 2043. [20] G.P. Gabrielides, C. Alzieu, J.W. Readman, E. Bacci, O. Abouldahab, I. Salihoglu, Marine Pollution Bulletin 21 (1990) 233. [21] M.M. Lau, Archives of Environmental Contamination and Toxicology 20 (1991) 299. [22] S.J. de Mora, C. Stewart, D. Philips, Marine Pollution Bulletin 30 (1995) 50-57.