SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
LAPORAN
MONITORING KUALITAS IKAN DAN LINGKUNGAN
           KAWASAN BUDIDAYA
      DI PROVINSI SULAWESI SELATAN




                      Oleh :
        Tim Laboratorium UJI BBAP Takalar

         Nana S.S. Udi Putra, S.Hut, M.Si
           Drs. Habson batubara, M.P.
               Endah Sutanti, A.Pi.
              Drh. Joko Suwiryono
                  Srinawati,S.Pi
                  Hamzah, S.Si
              Harunur Rasyid, Amd
                   Hasmawati
                      Suarni
                     Murgana
                 Naomi S. Pasau
                 Maqbul Syahrir
                  Khairil Jamal




     DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
   DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
      BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR
                      2008


                        0
I. PENDAHULUAN



1.1. Latar Belakang

      Sektor perikanan saat ini telah menjadi salah satu sumber devisa negara
yang dapat diandalkan.    Masih luasnya potensi lahan dan sumberdaya yang
belum termanfaatkan maka produktivitas sektor perikanan masih terus bisa
dikembangkan lagi.    Sejak tahun 1980 produksi terus meningkat bersamaan
dengan itu ekspor pun terus meningkat. Kemajuan sektor budidaya pun mulai
meningkat dengan berkembangnya teknik budidaya seperti semi intensif dan
intensif bahkan super intensif. Sejak itu pula peran sektor budidaya menjadi
sangat penting karena mulai mendominasi produk-produk ekspor perikanan.
Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan tersebut penggunaan obat dan
bahan kimia lainnya semakin intensif pula digunakan.

      Pada awalnya penggunaan obat, bahan kimia dan bahan biologi dalam
budidaya perikanan baru di kenal di Indonesia terutama setelah adanya wabah
penyakit   bercak merah yang menyerang ikan mas pada tahun 1980 yang
disebabkan oleh      Aeromonas hydrophila dan penyakit udang TSV (Taura
Syndrome Virus), White Spot, Vibriosis. Wabah penyakit ini telah mengakibatkan
kematian ikan yang menyebabkan para pembudidaya ikan mengalami kerugian.
      Di sisi lain perkembangan global dan berkembangnya ilmu pengetahuan
tentang bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia,
membuat semakin selektifnya penggunaan obat, bahan kimia lainnya dalam
kegiatan budidaya. Hal ini didorong oleh persyaratan standar yang ditetapkan
negara tujuan ekspor terhadap seluruh produk perikanan budidaya. Terbukti
dengan di blokkirnya 49 coldstorage Indonesia yang tidak bisa lagi melakukan
ekspor ke Eropa (Fajar, 26 Maret 2007).

      Penggunaan obat ikan, bahan kimia dan bahan biologi harus tetap
memperhatikan sifat fisik dan kimianya. Terdapat bahan-bahan kimia dan obat-
obatan yang berdampak langsung terhadap kesehatan manusia dan sebagian
lainnya tidak mudah terurai sehingga terakumulasi dalam tubuh ikan dan

                                       1
lingkungan perairan. Residu obat dan bahan kimia pada        tubuh ikan dapat
menyebabkan timbulnya berbagai penyakit degeneratif dan menurunnya
kekebalan pada tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Penggunaan bahan
biologi yang kurang tepat dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan
sumberdaya perikanan. Produk perikanan juga rentan terhadap pengaruh
pencemaran terutama senyawa logam berat. Keberadaan logam berat dapat
terakumulasi dalam daging ikan dan jika dikonsumsi manusia dapat merusak
kesehatan.

      Untuk mengantisipasi dampak yang dapat ditimbulkan baik terhadap
produk hasil budidaya maupun lingkungan, pemerintah Indonesia melakukan
pengaturan terhadap peredaran dan penggunaan obat ikan, penggunaan bahan
kimia dan bahan biologi.    Sulawesi Selatan dalah salah satu provinsi yang
melakukan ekspor udang dan ikan ke Eropa. Dengan demikian untuk lebih
menjamin bahwa produk perikanan budidaya aman terhadap kesehatan manusia
di wilayah kerja BBAPT Takalar khususnya Sulawesi Selatan, perlu dilakukan
monitoring residu obat ikan dan bahan kimia secara berkala dan terpadu.


1.2. Tujuan

      Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui kualitas lingkungan
yang meliputi kualitas air tanah, dan tingkat kandungan residu logam berat pada
kegiatan budidaya udang di Sulawesi Selatan.


1.3. Sasaran/Target

      Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan monitoring ini adalah untuk
mengetahui perubahan dan perkembangan kondisi lingkungan kawasan
budidaya terutama kualitas air tanah dan penggunaan jenis obat dalam kegiatan
budidaya udang di Sulawesi Selatan.




                                      2
II. BAHAN DAN METODE


2.1. Waktu dan Tempat
         Kegiatan monitoring akan dilakukan pada bulan Juni - November 2008
dengan lokasi monitoring di Pinrang, Pangkep, Barru, Takalar, Maros, Makasar,
Bone, Bulukumba, Bantaeng, dan Sinjai . Seluruh sampel yang diambil dikirim
untuk diujikkan di Laboratorium yang memiliki kemampuan untuk melakukan
pengujian.


2.2. Sampel
    Sampel yang diambil adalah udang dari jenis udang windu (Penaeus
monodon) dan udang vaname (Litopenaeus vannamei), kepiting bakau,
rajungan, bandeng, rumput laut dan air serta tanah media budidaya yang
bersangkutan.


2.3. Bahan dan Alat
         Bahan yang digunakan dalam kegiatan monitoring adalah es batu, plastik,
larutan HNO3/H2SO4 (pengawet), batu es, sedangkan alat-alat yang digunakan
berupa cold box, alat tulis, dan botol sampel, DO meter, pH meter serta redoks
meter,


2.4. Parameter Uji
         Parameter uji yang akan diukur dalam kegiatan monitoring ini adalah
kualitas lingkungan seperti tertera pada Tabel 1 dan beberapa parameter yang
dipersyaratkan oleh Uni Eropa untuk diuji di laboratorium dapat dilihat lebih
lengkap pada Tabel 2.


2.5. Petugas Pengambil Contoh (PPC)
         Petugas Pengambilan contoh untuk kegiatan monitoring adalah petugas
yang telah terlatih yang berasal dari lingkup laboratorium uji BBAPT yangkni
laboratorium Kimia Fisika dan Kesehatan ikan. Setiap kali pengambilan sampel

                                        3
terdiri atas 2 orang, dimana setiap orang mewakili salah satu laboratorium.

  Tabel 2.1. Parameter Pengujian yang Akan Dilakukan dalam Kegiatan
             Monitoring Kualitas Lingkungan.

No.       Jenis Parameter           Jenis Sampel                         Alat/Metoda uji
A.       Fisika
   1.    Suhu               Air                             Thermometer, Manual Alat
   2.    TSS                Tanah                           SNI 06-6989.3-2004
   3.    TDS                Tanah                           APHA 2540-1998
   4.    Kekeruhan                                          Turbidimeter, Manual alat
B        Kimia
   1.    pH                 Air/tanah                       pH Meter SNI 06-6989.11-2004/Soil tester
   2.    Ammonia            Air                             Spektrofotometri, SNI 06-2479-1991
   3.    Nitrit             Air                             Spektrofotometri, SNI 06-6989.9-2004
   4.    Nitrat             Air                             Spektrofotometri, SNI 06-2480-1991
   6.    Salinitas          Air                             Refraktrometer, Manual Alat
   7.    DO                 Air                             DO meter, manual Alat
   8.    Alkalinitas        Air                             APHA 2320-1998
   9.    TOM                Air                             SNI 01-3554-1998
 10.     Redoks             Tanah                           Manual alat
  C.     Biologi
   1.    Bakteri            Air/tanah                       ALT
   2.    Parasit            Air/tanah/ikan/udang            Mikroskop
  D.     Bahan Residu
   1.    Hg                 Air/tanah/ikan/udang/rpt laut   AAS
   2.    Pb                 Air/tanah/ikan/udang/rpt laut   AAS
   3.    Cd                 Air/tanah/ikan/udang/rpt laut   AAS
                            + kerang-kerangan&kptng
  D.     PCR
  1.     WSSV               Udang                           IQ 2000
  2.     TSV                Udang                           IQ 2000
  3.     IHHNV              Udang                           IQ 2000




  2.6.      Prosedur Kerja
  2.6.1. Monitoring Kualitas air dan Tanah
        a. Jumlah contoh
            Penentuan contoh mengikuti tata cara pengambilan contoh pada suatu
  kawasan budidaya. Untuk sampel air meliputi sampel inlet, outlet, air di tengah
  kawasan, bagian utara, timur, selatan dan barat, sampel air laut, air sungai, dan
  air di sekat pemukiman.            Sedangkan tanah meliputi tanah di sekitar sungai
  bagian tengah kawasan, utara, timur, selatan dan barat kawasan. Parameter
  yang langsung di ambil dilapangan adalah suhu air, DO, salinitas, dan pH.


                                                   4
b.    Cara Pengambilan dan Penanganan Contoh
       Contoh air diambil dengan menggunakan botol air plastik minimum 500 ml
tanpa ada gelembung udara. Sedangkan contoh tanah diambil dengan
menggunakan botol plastik atau plastik biasa. Contoh air dan tanah disimpan
dalam coldbox yang telah diisi dengan es curah. Diupayakan coldbox tertutup
rapat (kedap udara). Khusus untuk sampel residu diawetkan dengan cara
menambahkan larutan asam hingga pH di bawah 2.


2.6.2. Monitoring Residu Obat dan Bahan Kontaminan
a. Jumlah Contoh
       Untuk parameter residu maka sampel tanah diambil dari tanah tambak
dimana budidaya dilakukan dan tanah saluran masuk pada 2 lokasi tambak yang
berbeda. Sedangkan untuk sampel residu air diambil dari air tambak, saluran
inlet serta air laut. Untuk sampel udang, kepiting dan rumput laut dibuat sampel
ganda sebagai pengulangan di tambah sampel kerang-kerangan yang ada di
kawasan tambak.
       Contoh dikemas sedemikian rupa untuk mempertahankan contoh
udang/kepiting dalam kantong plastik (plastic pack) dan diberi keterangan/label
sesuai dengan lokasi, jenis, waktu pengambilan contoh kemudian dimasukkan ke
dalam cold box yang kedap air. Contoh air sebanyak 500 ml diambil
menggunakan botol contoh (botol kaca atau botol plastik polyethilene), kemudian
kedalam air contoh ditambahkan larutan pengawet (HNO 3/H2SO4) sebanyak 1
ml.
       Hal-hal yang perlu dicatat oleh petugas pengambil contoh/contoh pada
saat pengambilan contoh antara lain: (1) tanggal pengambilan contoh; (2) lokasi
pengambilan contoh; (3) komoditas. Contoh ikan dan air dari lokasi/lapangan
oleh petugas sampling diserahkan ke laboratorium uji yang ditunjuk (laboratorium
yang telah terakreditasi).




                                       5
b. Cara Pengambilan dan Penanganan Contoh
       Ikan contoh diambil dari lokasi pembudidayaan ikan oleh PPC. Untuk
selanjutnya PPC melakukan penanganan ikan contoh dengan sistem rantai
dingin, yaitu dengan memasukkan ikan ke dalam kantong plastik, ditempatkan
didalam wadah styrofoam dan di beri es curah.


c. Laboratorium Uji
       Laboratorium yang akan melakukan pengujian logan berat adalah
laboratorium pengujian terdekat yang ada di Makassar seperti Balai Besar
Industri dan Hasil Pertanian Makassar (BBIHP). Sedangkan untuk menguji bahan
kontaminan residu obat dilakukan di Lab Uji BBAP Takalar.


2.6.3. Monitoring Kesehatan Ikan
a. Cara Pengambilan dan Penanganan Contoh
       Penanganan sangat bergantung pada jenis sampel uji. Sampel uji yang
diambil adalah untuk pengujian parasit, bakteri dan PCR. Penanganan pada
sampel parasit dan bakteri harus menggunakan sampel dalam keadaan hidup.
Cara lain untuk bakteri adalah dengan membawa media siap pakai untuk
langsung diinfeksikan di lapangan, sehingga tidak perlu membawa sampel hidup.
       Sedangkan untuk sampel PCR dilakukan dengan mengambil bagian
organ dari udang diambil (kaki renang)           contoh diambil dari lokasi
pembudidayaan oleh PPC. Untuk selanjutnya PPC melakukan penanganan ikan
contoh dengan sistem rantai dingin, yaitu dengan memasukkan ikan ke dalam
kantong plastik, ditempatkan didalam wadah styrofoam dan di beri es curah.


d. Laboratorium Uji
       Laboratorium yang akan melakukan pengujian adalah Lab Uji BBAP
takalar.




                                       6
2.7. Analisa Data
      Analisa data dilakukan berdasarkan hasil laboratorium dibandingkan
dengan baku mutu. Untuk kualitas lingkungan menggunakan bakumutu kualitas
air dan tanah yang telah ditetapkan berkaitan dengan tujuan budidaya yakni
berdasarkan pada SNI budidaya atau petunjuk teknis yang ada. Sedangkan data
residu obat dan bahan kontaminan didasarkan pada baku mutu yang telah
dikeluarkan oleh pihak Uni Eropa.


2.8. Pencatatan
      Setiap tahapan kegiatan monitoring dilakukan pencatatan oleh Tim
Monitoring secara tertib dan dilakukan pendokumentasian untuk memudahkan
penelusuran.


2.9. Pembiayaan
     Biaya supervisi, monitoring dan uji laboratorium akibat kegiatan dimaksud
masing-masing dibebankan pada anggaran APBN Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya dalam hal ini Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan Direktorat
Perikanan Budidaya. Sedangkan Residu Logam berat di biayai oleh dana
Laboratorium yang terintegrasi dengan biaya jasa pengujian sebesar Rp
10.000.000.




                                      7
III. HASIL KEGIATAN



3.1. Kualitas Tanah dan Air

3.1.1. Kawasan Budidaya Desa Pallime Kabupaten Bone

3.1.1.1. Kualitas Tanah

     Dari Tabel 3.1. menunjukkan bahwa karakteristik yang mendukung kegiatan
budidaya kepiting dan udang adalah kondisi tekstur (70:30% liat pasir) dan pH
tanah (pH 6,93-7,02). Jenis tanah yang dijumpai di areal tambak Desa Pallime
Kecamatan Cenrana adalah jenis tanah dengan tekstur liat (clay), serta jenis liat
berpasir (sandy clay) dan liat berlumpur (silty loam). Karakterisik fisik dan kimia
tanah di areal tambak udang di Muara Sungai Cenrana Pallime dapat di lihat
pada Tabel 3.1. Dari sisi kondisi tanah menunjukkan bahwa areal tambak sudah
sesuai untuk budidaya udang maupun kepiting yang menghendaki kondisi tanah
yang liat berpasir dan liat berlumpur (Soetomo, 2002). Kondisi pH tanah tersebut
menunjukkan bahwa areal tambak ber pH netral ada pada kisaran 6,93 – 7,02,
sehingga baik untuk dijadikan tempat budidaya udang dan kepiting. Tambak
yang produktif untuk tambak mempunyai kisaran pH netral hingga basa dan
Tanah yang baik untuk budidaya tambak udang berada pada kisaran netral pH
6.0-8.0 (Direktorat Pembudidayaan, 2003).

Tabel 3.1. Kualitas tanah tambak budidaya kepiting dan udang di Ds Pallime-
           Bone

                           Tambak        Taambak      Tambak
Parameter     Satuan        Udang        kepiting     kepiting              Optimal
                            Muara        monosek       sawah
  Redoks        mV           -202         -241,33     -229,33              > - 100 (Reis, 1985)
                                                                                    6,00 – 8,00
    pH                       6,99          6,93         7,02
                                                                  (Dirt. Pembudidayaan,2003)
  Bahan
                %           10,51         11,67         9,77          < 2,5 % (Adhikari, 2003)
 organik
 Phosfat       mg/L          0,55          0,60         0,42        >30 mg/L ( Adhikari, 2003)
   Besi        mg/L          0,69          0,83         1,24                              < 0,1
 Nitrogen      mg/L          0,45          0,51         0,34       >250 mg/L ( Adhikari, 2003)
                           Liat 60 –     Liat 60 –    Liat 60 –   Liat 60-70%, pasir 30-40%
  Tekstur     % fraksi
                          pasir 40 %    pasir 40 %   pasir 40 %   (Dirt.Pembudidayaan, 2003)
Warna tanah                Abu-abu       Abu-abu       Coklat                           Coklat

                                             8
Hasil identifikasi karakteristik tanah lainnya menunjukkkan hasil uji yang
kurang baik bagi kondisi tambak. Ini nampak pada kondisi bahan organik tambak
yang tinggi (9,77 – 11,67%) melebihi 2,5% (Adhikari, 2003), kandungan phosfat
yang rendah (0,42 – 0,60 mg/L), yang seharusnya lebih dai 30 mg/L (Adhikari,
2003), kandungan besi yang tinggi ( 0,69 – 1,24 mg/L) harusnya kurang dari 0,1,
kandungan Nitrogen yang kurang (0,34 – 0,51 mg/L) yang seharusnya lebih dari
250 mg/L (Adhikari, 2003).      Begitu pula dengan indikasi warna tanah yang
berbeda pada ke tiga lokasi (udang, sawah dan monosek). Nampak tanah yang
bagus adalah yang berwarna coklat seperti di tambak sawah kepiting. Berbeda
dengan tanah yang berwarna abu mengindikasikan aktivitas biologi di dalam
tanah terhambat akibat kandungan oksigen tanah yang terbatas.

       Dari kondisi tanah tersebut memberikan gambaran bahwa kondisi tanah
masih baik namun perlu ada perlakuan saat persiapan tambak seperti
pengeringan, pemupukan. Nitrogen dan Fosfor adalah unsur yang penting bagi
pertumbuhan phytoplankton, dan organisme lainnya (Boyd, et.al. 2002).
Nitrogen dan fosfat merupakan bahan dasar nutrisi yang bisa dimanfaatkan oleh
phytoplankton yang dihasilkan oleh proses dekomposisi bahan organik oleh
bakteri. Nitrogen dalam bentuk ammonium dan nitrat serta fosfat mudah diserap
oleh    phytoplankton.   Penambahan      bisa   dilakukan   dengan    melakukan
pemupukkan dengan menggunakan pupuk urea atau ammonium untuk
menambah nitrogen dan pemupukkan Kalsium phosfat dan Ammonium Phosfat
untuk menambah nutrisi Phosfat.

3.1.1.2. Kualitas air

        Kondisi air di Pallime sangat dipengaruhi oleh suplai air dari sungai
Cenrana yang berhulu du danau Tempe. Sehingga kualitas air di hulu sangat
dipengaruhi oleh aktivitas atau perubahan kondisi alam di bagian hulu. Hasil dari
identifikasi (Tabel 3.2) menunjukkan menunjukkan kondisi yang umumnya
ditunjukkan oleh air sungai dalam kondisi keruh, tentunya mempunyai nilai
turbidity yang cukup tinggi, bahan organik yang tinggi dan tentunya kandungan
CO2 yang tinggi pula. Kandungan ammonia yang ada akibat tingginya bahan

                                         9
organik dan menunjukan adanya aktivitas dekomposisi dengan proses nitrifikasi
   yang terhambat akibat oksigen yang rendah. Kondisi air sungai ini masih bisa
   digunakan sebagai sumber air tawar bagi kegiatan budidaya yang tentunya perlu
   mendapat perlakuan seperti pengendapan air di tandon, filterisasi, pengapuran
   dan lain-lain.

   Tabel 3.2. Kualitas air tambak budidaya udang dan kepiting di Ds Pallime-Bone

                           Tambak   Tambak     Tambak
                                                          Sungai                 Optimal
  Parameter       Satuan    udang   Kepiting   kepiting
                                                          Cenrana
                            Muara   Monosek     Sawah
Salinitas           ppt      8,67     2,00         1,33    0,33     15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
pH                           8,59     9,10         7,49    7,02     7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
DO                  mg/L     7,83     4,23         9,33    3,93      5,0 – 9,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
                                                                          28,0 – 32,0 (Van Wyk & Scarpa,
                     o
Suhu                 C     30,00     31,00       28,70    28,37                                    1999)
Alkalinias          mg/L   157,50    162,00     162,00    126,00         >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
CO2                 mg/L    0,00      0,00        1,04    10,43         < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Ammonia             mg/L    0,20      0,00        0,05     0,20          <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Nitrit              mg/L    0,00      0,00        0,05     0,00           <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
                    mg/L                                               0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan,
Posfat                      0,10     0,00         0,10      0,10                                   2003)
Klorin              mg/L    0,00     0,00         0,00      0,00      < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Bahan organik       mg/L   28,77     19,69       10,31     14,37        < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Turbidity           NTU    49,00     40,00       37,00     49,00    30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
Besi                mg/L    0,00     0,00         0,00      0,00           < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
H2S                 mg/L    0,00     0,00         0,00      0,00           < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
                           Coklat     Coklat     Coklat                 Coklat muda (Ariawan & Poniran,
Warna air                  muda          tua       tua    Kuning                                   2004)



             Kegiatan budidaya perikanan di Desa Pallime Cenrana-Bone adalah
   meliputi kegiatan budidaya udang tradisional, kepiting bakau tradisional, serta
   yang menarik adalah kegiatan budidaya kepiting mina padi yang merupakan
   kegiatan budidaya yang khas Pallime cenrana-Bone. Kegiatan budidaya ini
   sangat tergantung pada sumber air dari sungai Cenrana. Sehingga pola
   budidaya sangat tergantung dari suplai air sungai Cenrana. Pada kondisi
   salinitas rendah budiadaya Kepiting menggunakan jenis Scylla olivace yang
   bersamaan dengan budidaya padi, berbeda saat salinitas tinggi hanya dilakukan
   budidaya kepiting dengan menggunakan jenis S. serrata. Selain itu dilakukan
   upaya pengembangan teknologi seperti budidaya kepiting monokultur-monosek.


                                               10
Inisiatif budidya polikultur kepiting dan padi di tambak adalah suatu
kebutuhan atas dua komoditas bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.   Sehingga     pemilihan   waktu   tanam   dan   jenis   kepiting   yang
dibudidayakan menjadi hal penting untuk mendapat perhatian. Pilihan ini
berkaitan dengan kondisi kualitas air yang memungkinkan untuk keduanya bisa
tumbuh dan berkembang dengan normal. Oleh karena itu sasarannya adalah
dilakukan pada musim hujan dimana sumber air tawar melimpah untuk
menurunkan salinitas air hingga mendekati 0 ppt dan jenis kepiting yang
digunakan adalah jenis kepiting yang adaptif di kondisi salinitas rendah yakni
jenis kepiting S. olivacea.

     Hal yang perlu diberikan penjelasan kepada masyarakat di daerah ini
adalah kegiatan budidaya udang yang dipolykultur dengan kepiting. Ini menjadi
sangat riskan karena akan berdampak pada munculnya penyakit viral pada
udang dan ini akan sangat merugikan petani karena kepiting adalah carier bagi
virus WSSV.

     Kualitas air di kawasan ini pada saat identifikasi menunjukkan kondisi
salinitas rendah nampak salinitas air sungai 0,33 ppt, 8 ppt di tambak muara dan
1-2 ppt di tambak kepiting. Kondisi ini sebenarnya kurang cocok untuk budidaya
udang windu karena terlalu rendah, walaupun masih bisa tumbuh dengan baik,
akan tetapi untuk kondisi umur udang yang sudah masa panen hendaknya
salinitasnya harus tinggi (30-33 ppt). Karakteristik kualitas airnya menunjukkan
bahwa ada salam kondisi yang cukup baik untuk kegiatan budidaya, yang
menarik justru kondisi kualitas air di sawah justru cenderung lebih baik, kecuali
kandungan karbon dioksida (1,04 mg/L) yang melebihi ini dimungkinkan karena
ada peningkatan proses photosinthesis oleh padi dan proses respirasi
mikroorganisma, akan tetapi menjadi tidak masalah karena juga diimbangi oleh
kandungan oksigen yang tinggi (>9 mg/L). Ini adalah keuntungan yang diperoleh
dari adanya tumbuhan padi di tambak, karena padi mempunyai rate photositesis
yang tinggi sehingga berimbas pada kandungan oksigen tinggi di dalam kolom
air tambak. Tentunya akan berdampak pada sistem yang ada di dalam tambak

                                       11
berjalan dengan baik, dan nampak pada karakteristik yang sangat baik bagi
kehidupan kepiting di dalam tambak.          Sedangkan sedikit lebih tingginya
kandungan amonia di dalam tambak diduga karena proses amoifikasi namun
proses nitrifikasi yang sedikit terhambat. Akan tetapi nilai ammonia pada level
0,05 mg/L belum bersifat toksik karena nilai pH yang agak relatif netral (pH 7,49).



3.1.2. Kawaan Budidaya Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang

3.1.2.1. Kualitas Tanah Tambak

      Karakteristik tanah budidaya sangat penting karena menjadi sumber dari
keberhasilan budidaya. Karakteristik tanah hasil identifikasi tertera pada Tabel
3.3. Pada Tabel tersebut nampak bahwa karakteristik tanah di Lokasi identifikasi
menunjukkan kondisi tanah yang kurang baik, nampak bila dibandingkan dengan
karakteristik optimal bagi oleh proses persiapan awal yang cenderung banyak
diabaikan oleh para petani seperti tudak melakukan pembuangan sisa bahan
organik, pengeringan, dan pemupukan. Kondisi ini diindikasikan oleh redoks
yang rendah (-202,23 – -267,00 mV), bahan organik yang tinggi (7,54 – 18,16
mg/L) dan phosfat yang rendah (0,87 – 1,14 mg/L), serta besi yang masih tinggi
(0,28 -0,40 mg/L). Ini bisa disebabkan oleh kondisi konstruksi tambak yang tidak
memungkinkan untuk melakukan pembuangan air karena harus menggunakan
pompa air setiap kali pengeringan dan ini membutuhkan biaya yang tinggi.

Tabel 3.3. Kualitas tanah tambak budidaya udang dan kepiting di Kabupaten
          Pinrang.

                      Tambak        Tambak       Tambak
Parameter    Satuan   udang Bpk       KTP       Budidaya             Optimal
                      Tajuddin     Desiminasi   Kepiting
  Redoks       mV     -267,00                    -202,23           > - 100 (Reis, 1985)
  Bahan               18,16
               %                      7,54        11,26        < 2,5 % (Adhikari, 2003)
  organik
  Phosfat     mg/L    1,00            1,14        0,87       >30 mg/L ( Adhikari, 2003)
   Besi       mg/L    0,36            0,40        0,28                             < 0,1
                      0,00                                              0,05-0,10 (Dirt.
   H2S        mg/L                    0,00        0,00          Pembudidayaan,2003)




                                        12
3.1.2.2. Kualitas Air Tambak
            Kualitas air sungai dan muara sebagai sumber air dalam kegiatan
 budidaya menunjukkan bahwa terdapat perbesaan signifikan antara salinitas air
 sungai (9 ppt) dan muara (34 – 36 ppt). Ini terjadi karena pada saat itu ada dalam
 kondisi musim kering sehingga salinitas air sangat tinggi. Kondisi ini maka
 keberadaan air tawar menjadi sangat vital. Namun nampaknya kualitas air
 (Tabel 3.4) sungai dan muara kurang begitu baik karena kandungan bahan
 organik yang tinggi (41,90-102,91 mg/L) ini mengindikasikan kandungan lumpur
 yang tinggi akibat aktivitas pertainan di bagian hulu. Akan tetapi kondisi ini masih
 bisa dipergunakan sebagai sumber air budidaya melalui perlakuan pengendapan
 dan filterisasi di tandon.

 Tabel 3.4.      Kualitas air sungai dan muara sungai sebagai sumber air budidaya
                 udang dan kepiting di Kecamatan Duampanua-Pinrang.

                           Muara    Muara
                                                Sungai                  Optimal
  Parameter       Satuan   sungai   sungai
                                              Pasorongan
                           Serang   Suppa
                                                               15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan,
Salinitas          ppt     34,00    36,00         9,00                                  2003)
                                                               7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa,
pH                          7,80     7,27          7,44                                 1999)
Alkalinias        mg/L     104,69   104,69        91,58      >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Ammonia           mg/L      0,00     0,00          0,00      <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Nitrit            mg/L      0,00     0,00          0,00       <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
                                                                   < 55 (Dirt. Pembudidayaan,
Bahan organik     mg/L     102,91   101,97        41,90                                 2003)
H2S               mg/L      0,00     0,00          0,00        < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)


            Pada identifikasi kualitas air tambak baik di tambak udang maupun
 kepiting seperti pada Tabel 3.5. menunjukkan bahwa yang berpeluang menjadi
 faktor yang dapat mengurangi produkstivitas tambak baik di udang maupun
 kepiting adalah kandungan alkalinitas dan kandungan bahan organik. Akalinitas
 yang rendah (<100 mg/L) akan sangat mengurangi kemampuan alamiah dari air
 dalam melakukan netralisasi pH sehingga ketika tiba-tiba pH air turun akan
 kesulitan recoveri netralisasi pH (Svobodova, at al, 1993; Saeni & Darusman,
 2002). Begitu pula bahan organik melebihi standar optimal (> 55 mg/L) akan
 mengundang         banyak     mikroorganisme       masuk,      sehingga      berpeluang

                                             13
meningkatnya ammonia dan nitrit, menurunnya kandungan oksigen sehingga
  mengganggu ketersediaan oksigen bagi udang dan kepiting. Sebaliknya bila
  akan meningkatkan CO2 karena proses respirasi yang meningkat. Belum lagi
  kalau pH yang relatif tinggi akan meningkatkan daya toksik dari ammonia di air
  (Malone & Burden, 1988). Sementara itu pada saat pengujian kandungan
  ammonia, nitrit dan asam sulfida dalam kondisi yang cukup baik (0 mg/L), akan
  tetapi kondisi ini akan berubah pada waktu 1 – 2 minggu ke depan apalagi bila
  udang terus diberi pakan.

  Tabel 3.5.     Kualitas air tambak budidaya udang dan kepiting di Kecamatan
                 Duampanua - Pinrang.

                                  Tambak        Tambak
                         Tambak                                        Optimal
 Parameter      Satuan            Kepiting    Gelondongan
                          udang
                                                 udang
                                                               15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan,
  Salinitas      Ppt      16,50    25,67          25,00
                                                                                       2003)
                                                               7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa,
     pH                   7,58      7,72           8,03
                                                                                       1999)
  Alkalinias    mg/L      81,98   100,32          72,41      >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
  Ammonia       mg/L      0,00     0,00            0,00      <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
    Nitrit      mg/L      0,00     0,00            0,00       <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Bahan organik   mg/L      76,94   103,69          104.45    < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
     H2S        mg/L      0,00     0,00            0,00        < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)




  3.1.3. Kawasan Budidaya Kabupaten Barru

  3.1.3.1 Kualitas air Tambak

          Hasil identifikasi (Tabel 3.6) menunjukan bahwa kualitas air tambak di
  Juppai Kabupaten Barru memiliki bahan organik yang sangat tinggi (134,19
  mg/L), kondisi ini sangat berbahaya bagi kondisi udang yang ada di dalamnya.
  Kondisi ini juga diidikasikan oleh tingginya (pH 8,15) dan amonia yang tinggi
  (0,565 mg/L).    Bahan organik yang tinggi akan mengundang mikroorganisma
  masuk, sehingga berdampak pada penurunan oksigen terlarut atau sebaliknya
  karbondioksida yang meningkat sebagai hasil respirasi mikroorganima yang ada.
  Situasi seperti ini akan meningkatkan kompetisi penggunakan oksigen dan ini
  sangat merugikan bagi udang yang dibudidayakan. Terlebih ammonia yang tinggi

                                             14
dengan pH yang tinggi akan meningkatkan daya toksik ammonia. Selain itu efek
yang lain adalah kondisi nutrisi juga akan menjadi sangat kurang karena
kompetisi antara mikroorganisma dan udang yang dipelihara. Ini nampak dari
kandungan phosfat ang rendah yang akan berdampak pada berkurangnya
populasi rantai makanan di level yang lebih rendah.

Tabel 3.6.   Kualitas air tambak budidaya udang di Jupai –Barru.

                            Tambak                       Optimal
    Parameter      Satuan
                             udang
     Salinitas       Ppt        35              15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
        pH                     8,15            7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
      Phosfat       mg/L       0,00         0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
     Ammonia        mg/L      0,565                 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
       Nitrit       mg/L       0,00                  <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
   Bahan organik    mg/L     124,19                < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)



3.1.4. Kawasan Budidaya Kabupaten Pangkep

3.1.3.1 Kualitas air Tambak
       Kawasan budidaya di Kabupaten Pangkep adalah kawasan budidaya
untuk komoditas udang dan bandeng yang semuanya dilakukan polikultur. Hasil
pengujian (Tabel 3.7) menunjukkan bahwa sumber air laut menunjukkan kondisi
pH yang cukup tinggi (pH 8,19), begitu pula bahan organik (50,56 mg/L, serta
ammonia yang tinggi (0,383 mg/L). Kualitas air laut sebagai sumber air bagi air
tambak masih dalam kondisi yang kurang baik, akan tetapi masih bisa
diupayakan dengan melalui filterisasi, penambahan air tawar dan proses
pengendapan di tandon.
      Dari hasil pengujian kualitas air di tambak persiapan (Tabel 3.7)
menunjukkan bahwa air relatif tawar dimana masih mencoba untuk melakukan
mencucian dan mengurangi bahan-bahan yang bisa merugikan pada saat
pemeliharaan.      Kandungan nutrisi masih rendah nampak pada kandungan
phosfat yang rendah. Akan tetapi nampak terdeteksi kondisi ammonia yang
masih tingggi akan tetapi air tersebut harus diupayakan diganti dengan di air
baru sehingga air benar-benar bisa digunakan untuk budidaya.



                                       15
Tabel 3.7. Kualitas air tambak polikultur budidaya udang dan bandeng
             Kabupaten Pangkep.

                                      Tambak           Air                    Optimal
 Parameter       Satuan   Air laut
                                     polikultur    persiapan
  Salinitas        Ppt       34        29,00          4,00       15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
     pH                    8,19         7,31          7,34       7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
  Ammonia         mg/L     0,383        0,10          0,04            <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
    Nitrit        mg/L     0,00         0,00          0,00             <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Bahan organik     mg/L     50,56       441,10        42,03           < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
                                                                    0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan,
   Phosfat        mg/L     0,00        0,00            0,00
                                                                                                2003)

             Pada tambak pemeliharaan (Tabel 3.7) menunjukkan bahwa secara
  umum masih baik, namun yang paling nampak adalah kondisi bahan organik
  yang sangat tinggi (441,1 mg/L), sehingga ammoniak pun tinggin (0,1 mg/L).
  Kondisi ini bisa disebabkan oleh tanah yang tidak diolah dengan baik seperti
  tidak dilakukan pembuangan lumpur sisa dan pemberian pakan yang terlalu
  berlebihan, sehingga harus segera dilakukan pergantian air, dan ini harus sering
  dilakukan, sehingga kandungan bahan organiknya ada pad batas normal. Karena
  kondisi tersebut akan mengundang mikroorganisme baru yang berdampak pada
  peningkatan kompetisi ruang dan oksigen serta akan meningkatkan kandungan
  karbondioksida di kolom air.


  3.1.5 Kawasan Budidaya Kabupaten Maros

  3.1.5.1. Kualitas Tanah Tambak

              Hasil pengukuran kualitas tanah (Tabel 3.8) pada kawasan Tambak di
  Kabupaten Maros menunjukkan bahwa tanah di kawasan tersebut ada dalam
  kondisi yang cukup bagus dimana pH, bahan organik, dan kandungan besi yang
  ideal untuk budidaya udang bila merujuk kriteria optimal pada Tabel di bawah .
  Namun untuk kandungan phosfat yang rendah, akan tetapi kondisi ini masih bisa
  diperbaiki     dengan   melakukan       penambahan           phosfat   dengan     melakukan
  pemupukan tanah tambak pada awal persiapan tanah dasar atau pada saat
  kegiatan tambak sudah berjalan.             Kondisi ini menunjukkan bahwa kegiatan



                                                  16
persiapan tambak sudah cukup baik walaupun nampak kandungan nutrisi
   phosfat masih kurang, dan perlu penambahan melalui pemupukan.

   Tabel 3.8.       Kualitas tanah tambak budidaya udang di Kabupaten Maros.

                                    Tambak
                                                 Saluran
        Parameter          Satuan   udang                                  Optimal
                                                 Tambak
           pH                       7,15          7,26        6,0-8,0 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
      Bahan organik          %      1,65          7,54                      < 2,5 % (Adhikari, 2003)
         Phosfat            mg/L    < 0,0062      1,14                  >30 mg/L ( Adhikari, 2003)
          Besi              mg/L    <0,053        0,40                                          < 0,1


   3.1.5.2. Kualitas air Tambak

             Hasil identifikasi kualitas air pada tambak dan saluranya ditunjukkan pada
   Tabel 3.9. Dari data tersebut di tambak udang vanamei menunjukkan pH yang
   cukup tinggi (pH 8,50) ini sangat riskan apalagi ammonia cukup tinggi (0,6 mg/L).
   Karena akan menjadi lebih toksik bila dalam kondisi pH tinggi, didukung oleh
   suhu air yang tinggi akan menambah daya toksik ammonia. Melihat padatan
   terlarut di air menunjukkan nilai 0,066 mg/L mengindikasikan bahwa bahan
   organik di dalam air juga cukup tinggi. Ini sebanding dengan hadirnya ammonia
   di dalam air. Rendahnya nitrit bisa disebabkan oleh terhambatnya proses
   perombakan oleh bakteri, akibat dari persaingan oksigen dan didiga hadirnya
   CO2 yang tinggi.


   Tabel 3.9.       Kualitas air tambak dan saluran budidaya udang di kabupaten
                    Maros

                             Tambak    Tambak                             Optimal
  Parameter      Satuan                           Saluran
                            Vannamei   U.Windu
Salinitas           Ppt       15,00      5,00       -       15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
pH                             8,50      7,60       -       7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Alkalinias          mg/L      113,00    109,72    112,79         >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Ammonia             mg/L      0,605     0,124     0,017         <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
Nitrit              mg/L      <0,05     <0,05     <0,05           <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
                     o
Suhu                  C         32        31        -       28,0-32,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
TSS                 mg/L      0,066     0,224     0,058




                                                 17
Dari sisi salinitas nampak bahwa vaname masih bisa hidup hingga
mendekati air tawar, sehinggan dengan salinitas 15 masih bisa tumbuh dengan
baik. Berbeda dengan jenis udang windu salinitas 5 kurang optimal, akibatnya
pertumbuhan akan terganggu. Ini sangat kontras dengan kondisi kualitas air di
saluran masih sangat bagus.       Oleh karena itu, dengan dasar tanah dan
persiapan yang bagus namunpada saat pemeliharaan kurang seksama maka
akan terjadi kondisi kualitas air yang kurang optimal bagi udang. Sehingga perlu
dilakukan segera pergantian air untuk mengurangi             kandungan bahan-bahan
berbahaya seperti ammonia dan nitrit, menetralisisr kondisi pH air serta perlu
penabahan air laut untuk udang windu untuk meningkatkan salinitas.



3.1.6. Kawasan budidaya Kabupaten Bantaeng

3.1.6.1. Kualitas Tanah Tambak

      Karakteristik data tambak di Kabupaten Bantaeng terlihat pada Tabel
3.10. Dari tabel tersebut dari tiga karakteristik yang diperoleh menunjukkan
kondisi tanah yang baik dan baik skali untuk tambak budidaya dan bagus untuk
ikan maupun udang. Ini sangat nampak bila dibandingkan dengan kondisi
optimal bagi pertumbuhan udang/ikan.

Tabel 3.10. Kualitas tanah tambak budidaya Udang di Kabupaten Bantaeng.

                                Tambak
        Parameter      Satuan   udang                         Optimal

       Bahan organik     %      1,75                          < 2,5 % (Adhikari, 2003)
           H2S          mg/L     0,00         0,05-0,10 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
           Besi         mg/L    <0,053                                            < 0,1


3.1.6.2. Kualitas Air Tambak
       Dari data hasil identifikasi sebagaimana tertera pada Tabel                        3.11
menunjuukkan bahwa kualitas air tambak udang windu di Kabupaten Bantaeng
adalah dalam kondisi kurang baik, nampak bahwa air tambak dalam kondisi basa
(pH 8,6) dengan amoniak yang tinggi (0,148 mg/L). Kondisi ini sangat riskan
karena kan sangat berbahaya bagi udang. Kandungan amoniak yang tinggi dan

                                         18
pH yang tinggi akan sangat toksik bagi udang (Svobodova, at al, 1993). Ini
sangat didukung oleh kondisi kandungan bahan organik pada air juga melebihi
batas optimal (60 mg/L).       Namun demikian untuk parameter yang lainnya ada
dalam kondisi cukup baik seperti salinitas (19 ppt), nitrit (<0,05 mg/L), dan
alkalinitas (111,84 mg/L).

Tabel 3.11. Kualitas air tambak dan saluran budidaya udang di kabupaten
            Bantaeng.

                                  Tambak                       Optimal
         Parameter      Satuan
                                  U. Windu
        Salinitas        Ppt        19,00         15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
        pH                           8,60         7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
        Alkalinias      mg/L       111,84              >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
        Ammonia         mg/L        0,148              <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
        Nitrit          mg/L        <0,05               <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
        Bahan organik   mg/L        60,00             < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)




3.1.7. Kawasan Budidaya Kabupaten sinjai

3.1.7.1. Kualitas Air Tambak

      Hasil pengujian kualitas air sebagai mana tertera pada Tabel 3.12.
menunjukkan bahwa salinitas, dan bahan organik di saluran inlet menjadi penting
walaupun masih ada di saluran inlet. Kondisi salinitasnya sangat tinggi (35 ppt)
menunjukkan air inlet sulit mendapatkan air baru sehingga salinitas tinggi.
Kandungan bahan organik yangg tinggi (104,00 mg/L) menunjukkan bahwa
kualitas kurang baik untuk sumber air di tambak. Begitupula kandungan
ammonia (0,02 mg/L), ini sangat berkaitan dengan kandungan bahan organik
yang tinggi. Seharusnya air kualitasnya baik, oleh karena itu kondisi air di saluran
harusnya segera diisi air baru atau dilakukan penggantian saat air pasang baru.
      Sedangkan kualitas air ditambak nampak tidak terlalu jauh dengan kondisi
inlet namun kandungan bahan organiknya lebih tinggi (124,55 mg/L).                       Ini
berkorelasi karena kualitas air sumbernya sudah memiliki kandungan bahan
organik yang tinggi pula. Begitu pula untuk pH. Bila kondisi ini dibiarkan akan
berdampak pada proses pertumbuhan yang terhambat dan bisa menimbulkan

                                             19
kematian terutama pada udang bila ammoniak meningkat, populasi patogen juga
meningkat dan pH terus meningkat.                Sehingga perlu segera dilakukan
penggantian air baru dengan kondisi yang lebih baik tidak dengan kondisi
kualitas air inlet seperti di atas.

Tabel 3.12. Kualitas air tambak dan saluran budidaya udang di Kecamatan
            Sinjai Utara - Sinjai.

                              Tambak
                                                                Optimal
     Parameter      Satuan     udang    Inlet
                               windu
      Salinitas       Ppt       35,00   35,00      15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)
        pH                      7,93     7,57      7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
     Ammonia         mg/L       0,00     0,02           <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
     Alkalinitas     mg/L      148,07   150,17          >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999)
   Bahan organik     mg/L      127,55   104,00         < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)




3.2. Monitoring Residu Logam Berat

3.2.1 Air Laut
      Hasil monitoring residu (Tabel 3.13 ) diseluruh wilayah monitoring
memperlihatkan bahwa kisaran kandungan logam berat pada air laut berturut-
turut untuk air raksa (Hg), Plumbuk (Pb) dan Timbal (Pb) adalah                0,0006 –
0,0054 mg/L, 0,4284 - 0,7016 mg/L dan 0,0391 – 0,0603 mg/L.                   Dari hasil
tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam berat jenis Hg sudah ada pada
level yang masih rendah mengingat kandungan logam berat alami di laut jenis
Hg di pantai ada pada kisaran 0,002 – 0,015 µg/L (2-15 ppm), jenis Pb ada pada
kisaran 0,02 – 0,04 ppb (20 – 40 ppm) (Deocadiz, Diaz and Otico, 1999) dan Cd
ada pada kisaran 0,05 – 0,2 ppb (50 – 200 ppm) (Mukono, 2005). Dengan
demikian masih berada dibawah konsentrasi alami secara umum, kecuali jenis
Cd. Bila dibandingkan dengan batas yang diperbolehkan berdasarkan PP No. 18
tahun 1999 dimana kandungan logam berat yang diperbolehkan diperairan
berturut-turut untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 0,01 mg/L, 2,5 mg/L dan 0,05 mg/L,
menunjukkan bahwa konsentrasi kandungan jenis Hg dan Pb                    masih aman
namun untuk jenis Cd sudah berada di atas batas yang diijinkan, terutama untuk

                                         20
perairan laut di daerah kawasan budidaya di Kabupaten Barru (0,0580 mg/L),
Bantaeng (0,559 mg/L), dan sinjai (0,0603 mg/L).


3.2.2. Air Tambak
      Di seluruh kawasan tambak budiaya yang identifikasi (Tabel 3.13)
menunjukkan bahwa air tambak secara berturut-turut untuk jenis logam berat Hg,
Pb, dan Cd ada pada kisaran <0,0005 – 0,0135 mg/L, 0,1094 – 0,65295 mg/L,
dan 0,0052 – 0,3203 mg/L. Batas maksimum untuk ketiga jenis logam berat Hg,
Pb dan Cd berturut-turut adalah 0,1 ppb (0,0001 mg/L), 10 ppb (0,0100 mg/L),
dan 100 ppb (0,1 mg/L) (Van Wyk & Scarpa, 1999). Dari data tersebut nampak
bahwa kandungan logam berat jenis Hg dan Pb sudah melebihi batas maksimum
yang dibolehkan, dan ini ditemukan diseluruh kawasan budidaya yang
diidentifikasi (Pinrang, Barru, Takalar, Bulukumba, Sinjai dan Bone). Sedangkan
untuk logam berat jenis Cd hanya kawasan budidaya di Sinjai dan Bone yang
masih di bawah batas maksimum yang dibolehkan. Dengan demikian secara
umum seluruh daerah kawasan budidaya sudah tidak baik untuk digunakan
sebagai media budiaya. Akan tetapi bila dibandingkan dengan PP no. 18 tahun
1999 secara umum masih dibawah batas minimum kecuali air tambak di Pinrang
yang telah melebih batas minimum Hg (0,0135 mg/L) dan untuk kandungan Cd di
wilayah Kabupaten Barru (0,0685 mg/L), Takalar (0,0674 mg/L), dan Bulukumba
(0,3203 mg/L.


3.2.3. Tanah Tambak
      Kandungan logam berat di tanah memperlihatkan data yang sangat
beragam seperti tamapak pada Tabel 3.13. Kandungan logam berat jenis Hg, Pb
dan Cd berturut-turut adalah <0,0005 – 1,0072 mg/L, <0,0020 – 14,1844 mg/L
dan <0,0010 – 2,5946. Kanndungan logam berat di tanah tidak ada batasan
minimum karena bersifat alami, namun tentunya batasan untuk tujuan budidaya
ikan yang mengarah ke keamanan pangan menjadi sangat perlu. Dari data Tabel
tersebut menunjukkan bahwa tanah tambak dengan kandungan Hg tertinggi
berada di kawasan Tambak Kabupaten Barru (1,0072 mg/L), disusul oleh

                                      21
Kabupaten Sinjai (0,6046 mg/L), Pinrang-Bone (<0,1250 mg/L) dan Pangkep-
Takalar-Bulukumba (<0,0005 mg/L). Untuk kandungan Pb kandungan tertinggi
ditemukan didaerah kabupaten Sinjai (14,1844 mg/L), diikuti oleh Barru (6,2406
mg/L), Pinrang-Bone (0,5000 mg/L). Sedangkan untuk kandungan logam Cd
tertinggi di Kabupaten Sinjai (2,5946 mg/L) diikuti Takalar (1,5906 mg/L), Barru
(1,2488 mg/L), Bone-Pinrang (0,2500 mg/L), Pangkep (0,0020 mg/L) dan
Bulukumba (0,0010 mg/L).


3.2.4. Komoditas Perikanan
      Komoditas perikanan budidaya yang diidentifikasi adalah udang windu,
udang vaname, kepiting, kepiting softshell, bandeng, rumput laut, dan glasilaria.
Kandungan logam berat pada udang windu menunjukkan ada pada kisaran
<0,0005 – 0,0740 mg/L untuk Hg, <0,002 – 2,7435 mg/L untuk Pb dan 0,0405 –
0,3916 mg/L untuk Cd. Kandungan logam berat pada udang vanamei ada pada
kisaran 0,005 mg/L untuk Hg, 0,9982 mg/L untuk Pb, dan 0,1376 mg/L untuk Cd.
Pada komoditas bandeng menunjukkan kisaran 0,0360 – 0,1966 mg/L untuk
logam berat Hg, ≤0,002 mg/L untuk jenis logam berat Pb dan <0,001 – 0,0706
mg/L untuk logam berat jenis Cd. Pada komoditas jenis kepiting bakau diperoleh
bahwa kandungan logam berat berada pada kisaran tidak terdeteksi – 0,0575
mg/L untuk jenis logam berat Hg, tidak terdeteksi – 3,06637 mg/L untuk jenis
logam berat Pb, dan tidak terdeteksi – 0,5554 mg/L untuk jenis logam berat Cd.
Untuk jenis kepiting softshell kisaran logam berat jenis Hg ada pada kisaran
0,0664 mg/L, jenis Pb 2,5196 mg/L dan jenis Cd sebesar 0,3141 mg/L.
      Komoditas lainnya adalah jenis rumput laut yang dibudidayakan di
perairan dengan jenis Echeuma cotoni. Kandungan logam berat pada rumput
laut mencapai kisaran 0,0274 – 0,0556 mg/L untuk jenis Hg, <0,002 – 0,8198
mg/L untuk jenis logam barat jenis Pb, dan <0,002 – 0,4572 mg/L untuk jenis log
melipuutiam berat Cd. Jenis rumput lainnya adalah jenis rumput laut Glacilaria
yang tumbuh dibudidayakan di tambak. Kisaran kandungan logam berat pada
Glacilaria mencapai 0,0754 untuk jenis Hg, 0,9653 mg/L untuk jenis Pb, dan
0,5554 mg/L untuk jenis Cd.

                                       22
Tabel. 3.13. Kandungan Residu Logam Berat pada Air, Tanah, dan Komoditas Perikanan di Kawasan Budidaya Propinsi
             Sulawesi Selatan

            Jeni Logam                                                                             Sampel
Lokasi                   Satuan
               Berat              Air Laut    Air Tmbk      Tanah      U. Windu      U. Vaname       Bandeng     Kepiting       R.laut   Glacilaria   K. Softshell     Siput
Pinrang        Hg        mg/l       0,0054       0,0135    <0,1250        0,1176                                                0,0470                     0,0664      0,0750
               Pb        mg/l       0,4751       0,2295    <0,5000        2,7435                                                0,8198                     2,5196      2,1920
               Cd        mg/l       0,0391      0,00525    <0,2500          0,14                                                0,1034                     0,3141      0,2692
Barru          Hg        mg/l       0,0006       0,0022      1,0072                       0,0050       0,0360                   0,0556
               Pb        mg/l       0,4534       0,3973      6,2406                       0,9982   <0,0020                     <0,0020
               Cd        mg/l       0,0580       0,0685      1,2488                       0,1376   <0,0010                      0,4334
Pangkep        Hg        mg/l                              <0,0005        0,0900                       0,1966                   0,0472
               Pb        mg/l                              <0,0020    <0,0020                          0,0020                  <0,0020
               Cd        mg/l                              <0,0020        0,0542                       0,0706                   0,4572
Makassar       Hg        mg/l                                                                                   Ttd                                                  Ttd
               Pb        mg/l                                                                                   Ttd                                                    2,3000
               Cd        mg/l                                                                                   Ttd                                                  Ttd
Takalar        Hg        mg/l                <0,0005       <0,0005    <0,0005
               Pb        mg/l                    0,1094    <0,0020    <0,0020
               Cd        mg/l                    0,0674     1,59065       0,2062
Bantaeng       Hg        mg/l       0,0014                                                                                      0,0364
               Pb        mg/l       0,7016                                                                                     <0,0020
               Cd        mg/l       0,0559                                                                                      0,3234
Bulukumba      Hg        mg/l                    0,0018    <0,0005        0,0283                                                0,0379
               Pb        mg/l                   0,65295    <0,0020    <0,0020                                                  <0,0020
               Cd        mg/l                    0,3203    <0,0010        0,0405                                                0,3386
Sinjai         Hg        mg/l       0,0006       0,0023      0,6046       0,0740                                                0,0274
               Pb        mg/l       0,4184       0,1350     14,1844       1,7246                                                0,0336
               Cd        mg/l       0,0603       0,0156      2,5946       0,3916                                               <0,0020
Bone           Hg        mg/l                    0,0028    <0,1250        0,0504                                      0,0575                0,0754
               Pb        mg/l                    0,2167    <0,5000        2,1262                                      3,0637                0,9653
               Cd        mg/l                      0,009   <0,2500        0,1211                                      0,5554                0,0796




                                                                                23
Dari hasil identifikasi tersebut bila dibandingkan dengan batas maksimum
yang dibolehkan berdasarkan batasan dari Dirjend Perikanan Budidaya yang
merujuk ke batasan dari Komisi Eropa. Batasan maksimum residu yang
dibolehkan Maximum Residual Limit (MRL) untuk ketiga jenis logam berat di
dalam udang untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 500 ppb (0,5 ppm) sedangkan pada
ikan adalah berturut-turut untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 500 ppb (0,5 ppm), 200
ppb (0,2 ppm), dan 50 ppb (0,05 ppm).
      Apabila kita bandingkan dengan batasan tersebut maka untuk jenis udang
windu masih di bawah batas yang diperbolehkan di seluruh daerah yang
diidentifikasi pada jenis logam berat Hg, sedangkan untuk jenis logam berat Pb
ditemukan melebihi batas di daerah Pinrang (2,7435 mg/L), Sinjai (1,7246 mg/L)
dan Bone (2,1262 mg/L). Untuk jenis udang vannamei kandungan logam berat
jenis Hg dan Pb masih di bawah batas maksimum yang dibolehkan, namun untuk
jenis Pb (0,9982 mg/L) telah berada di atas batas yang diperbolehkan.
      Pada    komoditas    bandeng      menunjukkan   bahwa    hasil    pengujian
menunjukkan kandungan yang masih di bawah batas yang diperbolehkan untuk
jenis logam Hg dan Pb, akan tetapi untuk jenis Cd ditemukan melebihi batas
untuk daerah Kabupaten Pangkep (0,0706 mg/L). Pada komoditas kepiting
diperoleh bahwa hasil identifikasi kandungan logam berat menunjukkan
kandungan logam berat jenis Hg masih di bawah batas yang diperbolehkan
sedangkan untuk jenis logam berat Pb dan Cd sudah di atas batas yang
diperbolehkan yakni berturut-turut sebesar 3,0637 mg/L dan 0,5554 mg/L bila
menggunakan     pendekatan    batas     maksimum   untuk   udang   (sama-sama
krustaceae), dan semuanya ditemukan di kabupaten Bone. Sedangkan untuk
komoditas kepiting lunak (softshell) dari Pinrang menunjukkan bahwa hasil
pengujian menunjukkan bahwa kandungan logam berat jenis Hg dan Cd ada di
bawah batas yang diperbolehkan kecuali logam berat jenis Pb.
      Hasil pengujian pada siput atau kerang-kerangan di Pinrang dan
Makassar menunjukkan bahwa jenis logam Hg dan Cd masih dibawah 0,5 mg/L,
sedangkan kandungan logam berat Pb telah melebihi 1 mg/L. Pada Komoditas
rumput laut menunjukan bahwa kandungan Hg dan Cd masih dibawah 0,5 mg/L,

                                        24
namun untuk Pb sudah melewati 0,5 mg/L yang ditemukan di Pinrang (0,8198
mg/L). Begitu pula untuk jenis komoditas Glacilaria di Bone hanya kandungan Pb
yang melebihi 0,5 mg/L.


3.3. Residu antibiotik
       Pengujian residu antibiotik chloramphenicol diakukan pada beberapa
jenis pakan ikan dan udang. Batas maksimum residu yang digunakan adalah
nilai yang digunakan di unieropa. Batas maksimum yang dibolehkan untuk jenis
chloramphenicol pada pakan adalah 500 ppb, pada ikan dan udang 0,3 ppb.
Hasil pengujian sebagaimana yang tampak pada Tabel 3.14 menunjukkan
bahwa hasilnya menunjukkan untuk pakan masih ada dibawah batas yang
diperbolehkan, begitu juga untuk komoditas ikan dan udang.

Tabel 3.14. Kandungan residu chloramphenicol pada pakan, ikan dan udang

                                              Kabupaten
Jenis Sampel     Satuan
                           Takalar    Jeneponto Bantaeng         Maros    Barru
    Pakan                   0,1011
                   ppb
“Manggalindo”
Pakan “NUVO”       ppb      0,1065
Pakan “JAFFA”      ppb                                                    0,0925
Pakan “JAFFA”      ppb                                                    0,0819
Pakan “283 SP”     ppb      0,0749
  U. vanamei       ppb                                           0,0002
   U. Windu        ppb                                0,0102
   U. Putih        ppb                                0,0010
   Bandeng         ppb                     0,0292




3.3. Monitoring Penyakit

3.3.1. Pemantauan di Kabupaten Pinrang

      Hasil monitoring hama dan penyakit ikan/udang di Kabupaten Pinrang
tahun 2008 (Tabel 3.15) menunjukkan bahwa Virus WSSV menyerang udang
windu serta ditemukan pada udang yang menjadi carier di tambak. Ini
menunjukkan bahwa virus WSSV di Kabupaten Pinrang tersebar mulai dari



                                      25
tingkat carier hingga udang budidaya dan ini menjadi sangat berbahaya bila
sistem screening air tidak dilakukan dengan baik.


Tabel 3.15. Hasil deteksi WSSV positif di tambak udang Kabupaten Pinrang.

      Kelompok
No.                Jenis Penyakit       Komoditi      Lokasi   Keterangan
       Penyakit
  1. Virus         WSSV             Udang windu      Tambak
  2. Virus         WSSV             Udang jambret    Tambak
  3. Virus         WSSV             Benur U. Windu   Tambak
  4. Virus         WSSV             Udang windu      Tambak




                                       26
PETA SEBARAN KANDUNGAN RESIDU LOGAM BERAT
                                PADA KOMODITAS PERIKANAN DI SULAWESI SELATAN
                                        HASIL MONITORING RESIDU TA 2008



                                                                                         Air laut Air tbk Tanah U.Windu   Kpg Softshell    R.laut    Siput
                                                                              Hg (mg/L) 0,0054 0,1350 <0,1250 0,1176      0,0664           0,00470   0,0750
                                                                              Pb (mg/L) 0,4751 0,2295 <0,5000 2,7435      2,5196           0,8198    2,1920
                                                                              Cd (mg/L) 0,0391 0,0052 <0,2500 0,1400      0,3141           0,1034     0,2692

                                              MAMUJU UTARA



                                                                              LUWU UTARA

                                             MAMUJU
                                                                                                         LUWU TIMUR

                                                                               PALOPO

                                       MAMASA             TATOR
                           MAJENE
                                                                                                           Air tbk Tanah U.Windu Kepiting Glacilaria
                                                             E                     LUWU         Hg (mg/L) 0,0028 <0,1250 0,0504   0,0575 0,0754
                                    POLMAS                    N
                                                               R
                                                                E
                                                                                                Pb (mg/L) 0,2167 <0,5000 2,1262   3,0637 0,9653
                                                    PINRANG
                                                                    K
                                                                     A                          Cd (mg/L) 0,0090 <0,2500 0,1211   0,5554 0,0796
                                                                         N
                                                                          G
                                                             SIDRAP

                                          PAREPARE                               WAJO                             Air laut Air tambak     Tanah U.Windu R. Laut
                                                                                                        Hg (mg/L) 0,0006 0,0023            0,6046 0,0740 0,0274
             Hg(mg/L) Pb(mg/L) Cd(mg/L)                                                                 Pb (mg/L) 0,4184 0,1350           14,1844 1,7246 0,0336
                                                                  SOPPENG
Air Laut      0,0001 0,4534 0,0580                                                                      Cd (mg/L) 0,0603 0,0156            2,5946 0,3946 <0,0020
                                                         BARRU
Air Tbk       0,0022 0,3973 0,0685
Tanah        1,0072 6,2406 1,2488                                                  BONE
U. vanamei   0,0050 0,9982 0,1376                  PANGKEP
R. Laut       0,0556 <0,0020 0,4334                                                                                     Air tambak    Tanah    U.Windu R. Laut
Bandeng      0,0360 <0,0020 <0,0010                                                                           Hg (mg/L) 0,0018       <0,0005    0,0283 0,0379
                                                           MAROS
                                                                                                              Pb (mg/L) 0,6529       <0,0020   <0,0020 <0,0020
                                      MAKASSAR                                  SINJAI
                                                                                                              Cd (mg/L) 0,3203       <0,0010    0,0405 0,3386
                                                           GOWA
                                                                                    BULUKUMBA
                                     TAKALAR
                                                                         BANTAENG                                   Air laut R. Laut
                                                        JENEPONTO                                         Hg (mg/L) 0,0014 0,0364
                                                                                                          Pb (mg/L) 0,7016 <0,0020
                                                                                                          Cd (mg/L) 0,0559 0,3234
           Tanah U.Windu Bandeng R. laut                                              SELAYAR
 Hg (mg/L) <0,0005 0,0900 0,1966 0,0472
 Pb (mg/L) <0,0020 <0,0020 0,0020 <0,0020
 Cd (mg/L) <0,0020 0,0542 0,0706 <0,4572

                                                                                             Air tambak Tanah     U.Windu
                                                                                   Hg (mg/L) <0,0005 <0,0005      <0,0005
                                             Kepiting    Kerang                    Pb (mg/L) 0,1094 <0,0020       <0,0020
                                Hg (mg/L)      ttd        ttd                      Cd (mg/L) 0,0674      1,5906    0,2062
                                Pb (mg/L)      ttd       2,3000
                                Cd (mg/L)      ttd        ttd


                   Gambar 1. Peta sebaran kandungan residu logam berat pada air, tanah dan komoditas
                               pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan.
                   Keterangan : Huruf merah sudah melebihi batas maksimum yang dibolehkan


                                                                                      27
3.3.2. Pemantauan di Kabupaten Barru

      Hasil monitoring menunjukkan bahwa virus WSSV dan IHHNV masih
ditemukan pada udang budidaya di tambak yang berturut-turut pada komoditas
udang windu dan vannamei di Kabupaten Barru (Tabel 3.16). Virus TSV juga
masih ditemukan di udang Vannamei. Namun yang menarik virus WSSV sudah
menyerang jenis komoditas udang vannamei. Sedangkan bakteri jenis Vibrio sp
ditemukan pada udang windu yang dipelihara di Keramba Jaring Apung. Hasil ini
menunjukkan bahwa virus WSSV, IHHNV dan TSV masih ditemukan di
Kabupaten Barru dan informasi baru menunjukkan bahwa udang vannamei juga
bisa terserang virus WSSV dan 2 tahun berturut-turut terdeteksi .      Upaya
pembesaran udang windu di KJA di Siddo Barru mengalami kegagalan akibat
serangan bakteri Vibrio sp, ini mengindikasikan bahwa bakteri Vibrio sp banyak
terdapat di lokasi pengambilan sampel. Karena, ketika udang di pindahkan ke
Takalar udang sehat kembali dan bisa tumbuh dengan normal.


Tabel 3.16. Hasil deteksi positif virus WSSV, IHHNV, dan TSV dan Bakteri di
            Tambak udang dan KJA Kabupaten Barru.

      Kelompok        Jenis
No.                                   Komoditi         Lokasi     Keterangan
       Penyakit      Penyakit
  1. Virus        WSSV            Benur U. Windu     Tambak
  2. Virus        IHHNV           Benur U. Windu     Tambak
  3. Virus        WSSV            Udang Vannamae     Tambak
  4. Virus        TSV             Udang Vannamae     Tambak
  5. Bakteri      Vibrio sp       Udang windu        KJA


3.3.3. Pemantauan di Kabupaten Pangkep, Maros, Makassar, dan
       Jeneponto

      Hasil pemantauan di Kabupaten Pangkep, Maros, Makassar, dan
Jeneponto menujukkan tidak ditemukkanya penyakit baik virus maupun bakteri di
lokasi budiaya tambak (udang maupun bandeng). Ini menunjukkan bahwa
perairan di Kabupaen Pangkep Masih relatif aman bagi kegiatan budiaya udang.


                                     28
Karena secara umum di wilayah lainnya ditemukan penyakit virus yang
menyerang udang.


3.3.4. Pemantauan di Kabupaten Bone

      Penyakit yang ditemukan di Kabupaten Bone adalah virus WSSV yang
ditemukan di tambak udang tradisional (Tabel 3.17) . Pada tambak udang itu
ditemukan udang mati. Pada pengujian karier kepiting dan udang jambret juga
menunjukkan positif virus WSSV dengan tingkatan yang berat.


Tabel 3.17. Hasil deteksi positif virus WSSV di Tambak udang Kabupaten Bone.

       Kelompok
No.                 Jenis Penyakit       Komoditi         Lokasi     Keterangan
        Penyakit
  1. Virus          WSSV             Udang windu        Tambak
  2. Virus          WSSV             Kepiting           Tambak
  3. Virus          WSSV             Udang jambret      Tambak


3.3.5. Pemantauan di Kabupaten Bulukumba

      Hasil monitoring di Kabupaten Bulukumba diperoleh bahwa udang di
tambak terinfeksi dengan virus WSSV, sedangkan jenis lainnya tidak ditemukan.
Ini menunjukkan bahwa WSSV menjadi penyebab utama kematian udang di
Tambak di Kabupaten Bulukumba.



3.3.6. Pemantauan di Kabupaten Takalar

      Hasil monitoring hama penyakit ikan di Kabupaten Takalar disajikan pada
Tabel 3.18.    Hasil menunjukkan bahwa hanya ditemukan kelompok hama
penyakit berupa parasit dan bakteri baik di pembenihan maupun di Tambak
udang. Pada kegiatan pembenihan ditemkan parasit Amyloodinium sp yang
menyerang ikan kerapu, Vorticella sp, Cacing, Nematoda serta bakteri Flavobacterium
sp, Aeromonas sp yang menyerang larva beronang. Di lokasi tambak ditemukan parasit
jenis Zoothammium sp dan bakteri Vibrio sp yang menyerang udang vannamei.

                                        29
Tabel 3.18. Rangkuman hasil deteksi positif terserang parasit dan bakteri di
            Tambak udang Kabupaten Takalar.

      Kelompok
No.                Jenis Penyakit        Komoditi           Lokasi        Keterangan
       Penyakit
  1. Parasit      Amyloodinium sp   Kerapu              Pembenihan
  2. Parasit      Zoothammium sp    Udang Vannamae      Tambak
  3. Parasit      Zoothammium sp    Udang Vannamae      Tambak
  4. Parasit      Vorticella sp     Beronang            Pembenihan
  5. Parasit      Cacing            Beronang            Pembenihan
  6. Parasit      Nematoda          Beronang            Pembenihan
  7. Bakteri      Vibrio sp         Beronang            Pembenihan
  8. Bakteri      Vibrio sp         Udang Vannamae      Tambak
  9. Bakteri      Vibrio sp         Udang Vannamae      Tambak
                  Flavobacterium
 10. Bakteri      sp                Larva Beronang      Pembenihan
 11. Bakteri      Aeromonas sp      Larva Beronang      Pembenihan




                                       30
PETA SEBARAN HAMA PENYAKIT
                HASIL MONITORING HAMA DAN PENYAKIT TA 2008




                    MAMUJU UTARA



                                                   LUWU UTARA

                    MAMUJU
                                                                          LUWU TIMUR

                                                   PALOPO

              MAMASA          TATOR
  MAJENE
                                                                   WSSV
                                  E                   LUWU                    Parasit :
           POLMAS                  N
                                    R
                                     E
                                         K                                    Amyloolidium
                        PINRANG           A
                                              N
                                               G                              Cacing, Namatoda
                                SIDRAP
                                                                              Vorticella sp
              PAREPARE                               WAJO                     Zoothamnium sp
                                                                   WSSV       Monogonea
 WSSV                                SOPPENG
 IHHNV                       BARRU                                            Bakteri :
 TSV                                                  BONE                    Vibrio sp
 Vibrio sp              PANGKEP                                               Aeromonas sp
                                                                              Flavobacterium sp
                               MAROS
             MAKASSAR                               SINJAI
                                                                              Pseudomonas sp
                               GOWA
                                                       BULUKUMBA
            TAKALAR
                                              BANTAENG
                         JENEPONTO



                                                         SELAYAR

                                 WSSV




Gambar 2. Peta sebaran hasil deteksi positif hama penyakit ikan di Provinsi
          Sulawesi Selatan




                                                             31
IV. KESIMPULAN



4.1 Kualitas Tanah dan Air
     Kondisi kualitas tanah kawasan budidaya tambak udang/ikan di beberapa
daerah bervariasi, ada karena kondisi tanah yang memang kurang baik, ada juga
disebabkan oleh karena kegiatan persiapan tanah yang tidak dilakukan dengan
baik akibat sarana dan konstruksi tambak yang kurang baik. Kondisi ini juga
berdampak pada kualitas air yang dihasilkannya pada kegiatan budidaya.
Kegiatan pemeliharaan yang tidak seksama membuat kondisi kualitas air
menjadi tambah buruk dan berdamapak pada kualitas udang yang kurang baik
pula walaupun secara umum kegiatan budidaya dilakukan secara tradisional.


4.2 Kandungan Residu Logam Berat
      Dari daerah-daerah yang diidentifikasi kondisi perairan laut kandungan
logam berat Hg dan Pb masih rendah, namun untuk jenis Cd ada di atas batas
kandungan alami terutama untuk perairan di daerah KabupatenBarru, Bantaeng
dan Sinjai. Begituhalnya untuk kawasan air tambak menunjukkan bahwa seluruh
kawasan budidaya air tambaknya sudah kurang baik untuk lahan budidaya,
sedangkan bila merujuk ke PP no 18 tahun 1999 hanya Cd masih ada di atas
batas normal terutama untuk air tambak di Kabupaten Barru, Takalar dan
Bulukumba.    Untuk kandungan Logam berat ditanah memperlihatkan bahwa
yang melebihi 1 mg/L hampir diseluruh daerah identifikasi kecuali kabupaten
Pinrang dan Bone. Sedangkan untuk kandungan jenis Cd ada di Kabupaten
Sinjai, Takalar dan Barru.

      Untuk jenis Komoditas perikanan memperlihatkan bahwa untuk jenis
udang (windu/vanamei) daerah yang masih terdeksi kandungan logam berat
yang berlebihan adalah di kabupaten Pinrang (Pb), Barru (Pb), Sinjai (Pb), dan
Bone (Pb). Untuk jenis ikan bandeng terdeteksi di Kabupaten Barru (Cd). Untuk
Jenis Kepiting termasuk softshell ada di Kabupaten Pinrang (Pb) dan Bone (Pb

                                     32
dan Cd). Pada jenis rumput (cottoni dan Glacilaria) memperlihatkan deteksi
melebihi 0,5 ppm berada di Pinrang (Pb), dan Bone (Pb). Sedangkan untuk jenis
kerang/siput kandungan yang tinggi ditemukan untuk jenis logam Pb baik di
Pinrang   maupun     Makassar.      Pada    hasil   pengujian   chloranmphenicol
menunjukkan hasil yang negatif untuk keseluruh sampel yang diujikan baik
pakan, ikan dan udang.

4.3.   Hama dan Penyakit

       Dari daerah yang dikunjungi 5 daerah diantaranya yang masih ditemukan
hama dan penyakit yang meliputi virus, parasit dan bakteri. Virus yang ditemukan
adalah WSSV, IHHNV dan TSV pada komoditas udang windu dan vannamei.
Dan saat ini menunjukkan bahwa udang vannamei sudah rentan terhadap
serangan virus WSSV, sepertihalnya udang windu. Jenis parasit yang ditemukan
adalah jenis Amyloodinium sp, Vorticella sp, Cacing, Nematoda, Zoothammium
sp, dan Monogonea, yang ditemukan pada udang dan ikan dan jenis bakteri
adalah Vibrio sp, Aeromonas sp, Pseudomonas sp, dan Flavobacterium sp.

       Jenis ikan kerapu terserang bakteri Vibrio sp dan parasit Amyloodinium.
Ikan beronang terserang oleh bakteri Vibrio sp, Aeromonas sp, Pseudomonas
sp, dan Flavobacterium sp sedangkan jenis parasit yang menyerang adalah
Cacing, Vorticella sp, Nematoda, dan Monogonea. Akan tetapi udang windu dan
vannamei juga terserang Vibrio sp, dan secara khusus udang vanammei juga
terserang parasit Zoothamnium sp.




                                       33
III.    PUSTAKA



Adhikari, S. 2003. Fertilization, Soil dan Water Quality Management in Small-
    Scale Ponds : Fertilization Requirementa and soil properties. Central
    Institute of Freshwater Quaculture, Kausalyagangga, Bulaneswar India.
    J.Aquaculture Asia, October-December 2003 (Vol. VIII No. 4)

Ariawan, I.K dan Poniran. 2004. Persiapan Media Budidaya Udang Windu : Air.
     Makalah Pelatihan Petugas Teknis INBUDKAN . 24-30 Mei 2004, Jepara.
     Balai Besar Pengembangan Air Payau, Jepara.

Boyd, C.E. 1986. Water Quality Management for Fond Fish Culture. Elselvier
    Scientific Publishing Company. Amsterdam The Netherland.

--------------.1995. Bottom Soils, Sediment, and Pond Aquaculture. Chapman and
       Hall, New York. 348 pp.

Boyd, C.E. C.W. Wood and Taworn Thunjai. 2002. Aquaculture Pond Bottom Soil
    Quality Management. Oregon State University Corvallis, Oregon.

Deocadiz, E.S. V.R. Diaz, and P.F.J. Otico. 1999. Asean Marine Water Quality
     Criteria For Mercury. Marine Environment Division, Water Quality
     Management Bureau. Polution Control Departement, Asean-Canada
     CPMS-II Coorporative Program on Marine Science.

Direktorat Pembudidayaan. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Udang. Program
       Intensifikasi Pembudidayaan Ikan Direktorat Jenderal Perikanan
       Budidaya. Jakarta

Dirjen Perikanan Budidaya. 2007. Rencana Monitoring Residu Obat Ikan, Bahan
       Kimia, Bahan Biologi dan atau Kontaminan Tahun 2007. Direktorat
       Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan.

Harian Fajar. 2007. 49 Cold storadge Indonesia Kena blacklist di Eropa. 26 maret
      2007

Kep Dirjend Budidaya. 2005. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya
      No 3491/DPB/HK.150D4/VII/2005. Tentang Petugas Pengambilan Sampel
      Pada Usaha Di Bidang Pembudidayaan Ikan.

Kep Dirjend Budidaya. 2007. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya
     No. 116/DPB/HK.150.04/I/2007. Tentang Pedoman Pelaksanaan
     Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, bahan Biologi dan atau kontaminan
     pada Pembudidayaan Ikan.


                                        34
Kementrian Lingkungan hidup. 1999. Peraturan Perundang-undangan : PP
      No.18 tahun 1999: Pengolahan Limbah bahan berbahaya dan beracun.
      Jilid I Kementrian Lingkungan hidup.

Malone Ronald F dan Daniel G. Burden. 1988. Design of Recilculating Blue Crab
     Shedding System. Louisiana Sea Grand College Program. Center for
     Wetland Recources Louisiana State University.

Mukono, H.J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Airlangga University Press.

Saeni, M. Sri dan Latifah K. Darusman. 2002. Penuntun Praktikum Kimia
      Lingkungan. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
      Alam. IPB.

Svobodova Z, Richard Lioyd, Jana Machova, dan Blanka Vykusova. 1993. Water
     Quality and Fish Health. EIPAC Technical Paper. FAO Fisheries
     Department.

Veterinary Residues Committee. 2008. Annual Report on Survilence for
       Verterinary Residues in Food in UK 2007. Veterinary Residues Committee

Van Wyk P. dan John Scarpa. 1999. Water Quality Requirements and
    Management. Chapter 8 in . Farming Marine Shrimp in Recirculating
    Freshwater Systems. Prepared by Peter Van Wyk, Megan Davis-
    Hodgkins, Rolland Laramore, Kevan L. Main, Joe Mountain, John Scarpa.
    Florida Department of Agriculture and Consumers Services. Harbor
    Branch Oceanographic Institution.




                                      35

More Related Content

What's hot

baku mutu air dan parameter kualitas air
baku mutu air dan parameter kualitas airbaku mutu air dan parameter kualitas air
baku mutu air dan parameter kualitas airnurul isnaini
 
FORM-01-Formulir Pemeriksaan Bahan Baku Pangan dan Kemasan.pdf
FORM-01-Formulir Pemeriksaan Bahan Baku Pangan dan Kemasan.pdfFORM-01-Formulir Pemeriksaan Bahan Baku Pangan dan Kemasan.pdf
FORM-01-Formulir Pemeriksaan Bahan Baku Pangan dan Kemasan.pdfhernuwaluyo
 
Kontruksi Bangunan : Chemical Hazards
Kontruksi Bangunan : Chemical HazardsKontruksi Bangunan : Chemical Hazards
Kontruksi Bangunan : Chemical HazardsDian Sari
 
Penerapan konsep HACCP untuk produk perikanan
Penerapan konsep HACCP untuk produk perikananPenerapan konsep HACCP untuk produk perikanan
Penerapan konsep HACCP untuk produk perikananAdi Wibowo
 
Kelayakan kapal perikanan
Kelayakan kapal perikananKelayakan kapal perikanan
Kelayakan kapal perikananbachrisb
 
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdfRincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdfssuserc7b49e
 
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIPEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIMustain Adinugroho
 
INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN
INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANANINDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN
INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANANSunoto Mes
 
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranKeselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranBp Nafri
 
Perkembangan Sertifikasi Perikanan Budidaya di Indonesia
Perkembangan Sertifikasi Perikanan Budidaya di IndonesiaPerkembangan Sertifikasi Perikanan Budidaya di Indonesia
Perkembangan Sertifikasi Perikanan Budidaya di IndonesiaSyauqy Nurul Aziz
 
Ekonomi kelautan dan perikanan
Ekonomi kelautan dan perikananEkonomi kelautan dan perikanan
Ekonomi kelautan dan perikananPT. SASA
 
Power point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galahPower point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galahZulfikarRaihanMalah
 
Kualitas air dalam budidaya
Kualitas air dalam budidayaKualitas air dalam budidaya
Kualitas air dalam budidayapadree_box
 

What's hot (20)

baku mutu air dan parameter kualitas air
baku mutu air dan parameter kualitas airbaku mutu air dan parameter kualitas air
baku mutu air dan parameter kualitas air
 
FORM-01-Formulir Pemeriksaan Bahan Baku Pangan dan Kemasan.pdf
FORM-01-Formulir Pemeriksaan Bahan Baku Pangan dan Kemasan.pdfFORM-01-Formulir Pemeriksaan Bahan Baku Pangan dan Kemasan.pdf
FORM-01-Formulir Pemeriksaan Bahan Baku Pangan dan Kemasan.pdf
 
Kontruksi Bangunan : Chemical Hazards
Kontruksi Bangunan : Chemical HazardsKontruksi Bangunan : Chemical Hazards
Kontruksi Bangunan : Chemical Hazards
 
Penerapan konsep HACCP untuk produk perikanan
Penerapan konsep HACCP untuk produk perikananPenerapan konsep HACCP untuk produk perikanan
Penerapan konsep HACCP untuk produk perikanan
 
Pikp module11- manaj perikanan1
Pikp module11- manaj perikanan1Pikp module11- manaj perikanan1
Pikp module11- manaj perikanan1
 
Kelayakan kapal perikanan
Kelayakan kapal perikananKelayakan kapal perikanan
Kelayakan kapal perikanan
 
Lokasi desain-tambak
Lokasi desain-tambakLokasi desain-tambak
Lokasi desain-tambak
 
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdfRincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.pdf
 
Biota laut dilindungi
Biota laut dilindungiBiota laut dilindungi
Biota laut dilindungi
 
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEIPEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
PEMANENAN DAN PASCA PANEN PADA BUDIDAYA UDANG VANNAMEI
 
INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN
INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANANINDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN
INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN
 
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranKeselamatan Pelayaran
Keselamatan Pelayaran
 
Perkembangan Sertifikasi Perikanan Budidaya di Indonesia
Perkembangan Sertifikasi Perikanan Budidaya di IndonesiaPerkembangan Sertifikasi Perikanan Budidaya di Indonesia
Perkembangan Sertifikasi Perikanan Budidaya di Indonesia
 
Ekonomi kelautan dan perikanan
Ekonomi kelautan dan perikananEkonomi kelautan dan perikanan
Ekonomi kelautan dan perikanan
 
Power point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galahPower point pembenihan udang galah
Power point pembenihan udang galah
 
Baku mutu air, tanah, udara
Baku mutu air, tanah, udaraBaku mutu air, tanah, udara
Baku mutu air, tanah, udara
 
Kepelautan1
Kepelautan1Kepelautan1
Kepelautan1
 
PPT bioindikator
PPT bioindikatorPPT bioindikator
PPT bioindikator
 
Kualitas air dalam budidaya
Kualitas air dalam budidayaKualitas air dalam budidaya
Kualitas air dalam budidaya
 
Sistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidayaSistem perikanan budidaya
Sistem perikanan budidaya
 

Similar to Kualitas Ikan dan Lingkungan Budidaya di Sulsel

Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarPemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarBBAP takalar
 
Jurnal Manajemen Kualitas Air
Jurnal Manajemen Kualitas AirJurnal Manajemen Kualitas Air
Jurnal Manajemen Kualitas AirSabarudin saba
 
Respon Biota Akuatik terhadap Limbah Industri Pertanian,Tekstil, dan Limbah RPH
Respon Biota Akuatik terhadap Limbah Industri Pertanian,Tekstil, dan Limbah RPHRespon Biota Akuatik terhadap Limbah Industri Pertanian,Tekstil, dan Limbah RPH
Respon Biota Akuatik terhadap Limbah Industri Pertanian,Tekstil, dan Limbah RPHDian Novi. L
 
PEMBINAAN MANAJEMEN KUALITAS AIR.ppt
PEMBINAAN MANAJEMEN KUALITAS AIR.pptPEMBINAAN MANAJEMEN KUALITAS AIR.ppt
PEMBINAAN MANAJEMEN KUALITAS AIR.pptimamtohari7
 
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udangProposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udangIrJum Jaya
 
SILABUS BAHAN BAKU PHP + Pengajar.docx
SILABUS  BAHAN BAKU PHP + Pengajar.docxSILABUS  BAHAN BAKU PHP + Pengajar.docx
SILABUS BAHAN BAKU PHP + Pengajar.docxUllyWulandari
 
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...Asramid Yasin
 
Praktikum pencemaran air pdf
Praktikum pencemaran air pdfPraktikum pencemaran air pdf
Praktikum pencemaran air pdfDody Perdana
 

Similar to Kualitas Ikan dan Lingkungan Budidaya di Sulsel (20)

Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di MakassarPemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
Pemantauan Budidaya Udang Vaname Sistem Tradisional Di Makassar
 
Jurnal Manajemen Kualitas Air
Jurnal Manajemen Kualitas AirJurnal Manajemen Kualitas Air
Jurnal Manajemen Kualitas Air
 
Identifikasi kualitas lingkungan dan keragaan budidaya di desa tanjung banon,...
Identifikasi kualitas lingkungan dan keragaan budidaya di desa tanjung banon,...Identifikasi kualitas lingkungan dan keragaan budidaya di desa tanjung banon,...
Identifikasi kualitas lingkungan dan keragaan budidaya di desa tanjung banon,...
 
Oseanografi Kimia.pptx
Oseanografi Kimia.pptxOseanografi Kimia.pptx
Oseanografi Kimia.pptx
 
Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april ...
Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april ...Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april ...
Romi novriadi pemantauan kesehatan ikan dan lingkungan pancur tower 22 april ...
 
Respon Biota Akuatik terhadap Limbah Industri Pertanian,Tekstil, dan Limbah RPH
Respon Biota Akuatik terhadap Limbah Industri Pertanian,Tekstil, dan Limbah RPHRespon Biota Akuatik terhadap Limbah Industri Pertanian,Tekstil, dan Limbah RPH
Respon Biota Akuatik terhadap Limbah Industri Pertanian,Tekstil, dan Limbah RPH
 
PEMBINAAN MANAJEMEN KUALITAS AIR.ppt
PEMBINAAN MANAJEMEN KUALITAS AIR.pptPEMBINAAN MANAJEMEN KUALITAS AIR.ppt
PEMBINAAN MANAJEMEN KUALITAS AIR.ppt
 
Pkm muhammad iqram tanoto copy (2)
Pkm muhammad iqram  tanoto  copy (2)Pkm muhammad iqram  tanoto  copy (2)
Pkm muhammad iqram tanoto copy (2)
 
Laporan praktikum fix
Laporan praktikum fixLaporan praktikum fix
Laporan praktikum fix
 
Prin besok
Prin besokPrin besok
Prin besok
 
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udangProposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
 
SILABUS BAHAN BAKU PHP + Pengajar.docx
SILABUS  BAHAN BAKU PHP + Pengajar.docxSILABUS  BAHAN BAKU PHP + Pengajar.docx
SILABUS BAHAN BAKU PHP + Pengajar.docx
 
Tambak udang
Tambak udangTambak udang
Tambak udang
 
Tugas 5 lingkungan
Tugas 5 lingkunganTugas 5 lingkungan
Tugas 5 lingkungan
 
12106728.ppt
12106728.ppt12106728.ppt
12106728.ppt
 
Identifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogenIdentifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogen
 
Identifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogenIdentifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogen
 
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...
 
Praktikum pencemaran air pdf
Praktikum pencemaran air pdfPraktikum pencemaran air pdf
Praktikum pencemaran air pdf
 
Kelompok 1 CPIB.docx
Kelompok 1 CPIB.docxKelompok 1 CPIB.docx
Kelompok 1 CPIB.docx
 

More from BBAP takalar

Pembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangPembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangBBAP takalar
 
Pembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangPembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangBBAP takalar
 
Manjemen kualitas air
Manjemen kualitas airManjemen kualitas air
Manjemen kualitas airBBAP takalar
 
Budidaya lawi lawi di tambak
Budidaya lawi lawi di tambakBudidaya lawi lawi di tambak
Budidaya lawi lawi di tambakBBAP takalar
 
Budidaya ikan nila di tambak
Budidaya ikan nila di tambakBudidaya ikan nila di tambak
Budidaya ikan nila di tambakBBAP takalar
 
Performa 4 strain nila di tambak
Performa 4 strain nila di tambakPerforma 4 strain nila di tambak
Performa 4 strain nila di tambakBBAP takalar
 
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di Tambak
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di TambakBudidaya lawi lawi (caulerpa sp) di Tambak
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di TambakBBAP takalar
 
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanUltraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanBBAP takalar
 
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap UvDaya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap UvBBAP takalar
 
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  BoneIdentifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime BoneBBAP takalar
 
M A N J E M E N K U A L I T A S A I R D A N T A N A H
M A N J E M E N  K U A L I T A S  A I R  D A N  T A N A HM A N J E M E N  K U A L I T A S  A I R  D A N  T A N A H
M A N J E M E N K U A L I T A S A I R D A N T A N A HBBAP takalar
 
Efektivitas Filter Cartridge Sederhana
Efektivitas  Filter Cartridge SederhanaEfektivitas  Filter Cartridge Sederhana
Efektivitas Filter Cartridge SederhanaBBAP takalar
 
Kemampuan Reduksi U V 4 L Terhadap Populasi Beberapa Jenis Bakteri
Kemampuan  Reduksi  U V 4 L  Terhadap  Populasi  Beberapa  Jenis  BakteriKemampuan  Reduksi  U V 4 L  Terhadap  Populasi  Beberapa  Jenis  Bakteri
Kemampuan Reduksi U V 4 L Terhadap Populasi Beberapa Jenis BakteriBBAP takalar
 
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu MacanPemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu MacanBBAP takalar
 
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca BencanaKualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca BencanaBBAP takalar
 
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanUltraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanBBAP takalar
 
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi BakteriDisain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi BakteriBBAP takalar
 
Application Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesApplication Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesBBAP takalar
 
Application Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesApplication Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesBBAP takalar
 
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...BBAP takalar
 

More from BBAP takalar (20)

Pembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangPembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbang
 
Pembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbangPembenihan ikan terbang
Pembenihan ikan terbang
 
Manjemen kualitas air
Manjemen kualitas airManjemen kualitas air
Manjemen kualitas air
 
Budidaya lawi lawi di tambak
Budidaya lawi lawi di tambakBudidaya lawi lawi di tambak
Budidaya lawi lawi di tambak
 
Budidaya ikan nila di tambak
Budidaya ikan nila di tambakBudidaya ikan nila di tambak
Budidaya ikan nila di tambak
 
Performa 4 strain nila di tambak
Performa 4 strain nila di tambakPerforma 4 strain nila di tambak
Performa 4 strain nila di tambak
 
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di Tambak
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di TambakBudidaya lawi lawi (caulerpa sp) di Tambak
Budidaya lawi lawi (caulerpa sp) di Tambak
 
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanUltraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
 
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap UvDaya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
Daya Tahan Beberapa Jenis Bakteri Terhadap Uv
 
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  BoneIdentifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone
Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone
 
M A N J E M E N K U A L I T A S A I R D A N T A N A H
M A N J E M E N  K U A L I T A S  A I R  D A N  T A N A HM A N J E M E N  K U A L I T A S  A I R  D A N  T A N A H
M A N J E M E N K U A L I T A S A I R D A N T A N A H
 
Efektivitas Filter Cartridge Sederhana
Efektivitas  Filter Cartridge SederhanaEfektivitas  Filter Cartridge Sederhana
Efektivitas Filter Cartridge Sederhana
 
Kemampuan Reduksi U V 4 L Terhadap Populasi Beberapa Jenis Bakteri
Kemampuan  Reduksi  U V 4 L  Terhadap  Populasi  Beberapa  Jenis  BakteriKemampuan  Reduksi  U V 4 L  Terhadap  Populasi  Beberapa  Jenis  Bakteri
Kemampuan Reduksi U V 4 L Terhadap Populasi Beberapa Jenis Bakteri
 
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu MacanPemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
Pemanfaatan Arus Dalam Meningkatkan Kualitas Ikan Kerapu Macan
 
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca BencanaKualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
Kualitas Lahan Tambak Sinjai Timur Pasca Bencana
 
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di PembenihanUltraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
Ultraviolet Sebagai Alat Disinfektan Penting Di Pembenihan
 
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi BakteriDisain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
Disain Uv 3 In 1 Untuk Mereduksi Bakteri
 
Application Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesApplication Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And Molases
 
Application Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And MolasesApplication Of Probiotic And Molases
Application Of Probiotic And Molases
 
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...Uji Efektivitas UV  Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
Uji Efektivitas UV Dalam Mereduksi Beberapa Bakteri Pathogen Dari Sumber Med...
 

Kualitas Ikan dan Lingkungan Budidaya di Sulsel

  • 1. LAPORAN MONITORING KUALITAS IKAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN BUDIDAYA DI PROVINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Tim Laboratorium UJI BBAP Takalar Nana S.S. Udi Putra, S.Hut, M.Si Drs. Habson batubara, M.P. Endah Sutanti, A.Pi. Drh. Joko Suwiryono Srinawati,S.Pi Hamzah, S.Si Harunur Rasyid, Amd Hasmawati Suarni Murgana Naomi S. Pasau Maqbul Syahrir Khairil Jamal DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR 2008 0
  • 2. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan saat ini telah menjadi salah satu sumber devisa negara yang dapat diandalkan. Masih luasnya potensi lahan dan sumberdaya yang belum termanfaatkan maka produktivitas sektor perikanan masih terus bisa dikembangkan lagi. Sejak tahun 1980 produksi terus meningkat bersamaan dengan itu ekspor pun terus meningkat. Kemajuan sektor budidaya pun mulai meningkat dengan berkembangnya teknik budidaya seperti semi intensif dan intensif bahkan super intensif. Sejak itu pula peran sektor budidaya menjadi sangat penting karena mulai mendominasi produk-produk ekspor perikanan. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan tersebut penggunaan obat dan bahan kimia lainnya semakin intensif pula digunakan. Pada awalnya penggunaan obat, bahan kimia dan bahan biologi dalam budidaya perikanan baru di kenal di Indonesia terutama setelah adanya wabah penyakit bercak merah yang menyerang ikan mas pada tahun 1980 yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila dan penyakit udang TSV (Taura Syndrome Virus), White Spot, Vibriosis. Wabah penyakit ini telah mengakibatkan kematian ikan yang menyebabkan para pembudidaya ikan mengalami kerugian. Di sisi lain perkembangan global dan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, membuat semakin selektifnya penggunaan obat, bahan kimia lainnya dalam kegiatan budidaya. Hal ini didorong oleh persyaratan standar yang ditetapkan negara tujuan ekspor terhadap seluruh produk perikanan budidaya. Terbukti dengan di blokkirnya 49 coldstorage Indonesia yang tidak bisa lagi melakukan ekspor ke Eropa (Fajar, 26 Maret 2007). Penggunaan obat ikan, bahan kimia dan bahan biologi harus tetap memperhatikan sifat fisik dan kimianya. Terdapat bahan-bahan kimia dan obat- obatan yang berdampak langsung terhadap kesehatan manusia dan sebagian lainnya tidak mudah terurai sehingga terakumulasi dalam tubuh ikan dan 1
  • 3. lingkungan perairan. Residu obat dan bahan kimia pada tubuh ikan dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit degeneratif dan menurunnya kekebalan pada tubuh manusia yang mengkonsumsinya. Penggunaan bahan biologi yang kurang tepat dapat menimbulkan gangguan pada lingkungan sumberdaya perikanan. Produk perikanan juga rentan terhadap pengaruh pencemaran terutama senyawa logam berat. Keberadaan logam berat dapat terakumulasi dalam daging ikan dan jika dikonsumsi manusia dapat merusak kesehatan. Untuk mengantisipasi dampak yang dapat ditimbulkan baik terhadap produk hasil budidaya maupun lingkungan, pemerintah Indonesia melakukan pengaturan terhadap peredaran dan penggunaan obat ikan, penggunaan bahan kimia dan bahan biologi. Sulawesi Selatan dalah salah satu provinsi yang melakukan ekspor udang dan ikan ke Eropa. Dengan demikian untuk lebih menjamin bahwa produk perikanan budidaya aman terhadap kesehatan manusia di wilayah kerja BBAPT Takalar khususnya Sulawesi Selatan, perlu dilakukan monitoring residu obat ikan dan bahan kimia secara berkala dan terpadu. 1.2. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui kualitas lingkungan yang meliputi kualitas air tanah, dan tingkat kandungan residu logam berat pada kegiatan budidaya udang di Sulawesi Selatan. 1.3. Sasaran/Target Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan monitoring ini adalah untuk mengetahui perubahan dan perkembangan kondisi lingkungan kawasan budidaya terutama kualitas air tanah dan penggunaan jenis obat dalam kegiatan budidaya udang di Sulawesi Selatan. 2
  • 4. II. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat Kegiatan monitoring akan dilakukan pada bulan Juni - November 2008 dengan lokasi monitoring di Pinrang, Pangkep, Barru, Takalar, Maros, Makasar, Bone, Bulukumba, Bantaeng, dan Sinjai . Seluruh sampel yang diambil dikirim untuk diujikkan di Laboratorium yang memiliki kemampuan untuk melakukan pengujian. 2.2. Sampel Sampel yang diambil adalah udang dari jenis udang windu (Penaeus monodon) dan udang vaname (Litopenaeus vannamei), kepiting bakau, rajungan, bandeng, rumput laut dan air serta tanah media budidaya yang bersangkutan. 2.3. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam kegiatan monitoring adalah es batu, plastik, larutan HNO3/H2SO4 (pengawet), batu es, sedangkan alat-alat yang digunakan berupa cold box, alat tulis, dan botol sampel, DO meter, pH meter serta redoks meter, 2.4. Parameter Uji Parameter uji yang akan diukur dalam kegiatan monitoring ini adalah kualitas lingkungan seperti tertera pada Tabel 1 dan beberapa parameter yang dipersyaratkan oleh Uni Eropa untuk diuji di laboratorium dapat dilihat lebih lengkap pada Tabel 2. 2.5. Petugas Pengambil Contoh (PPC) Petugas Pengambilan contoh untuk kegiatan monitoring adalah petugas yang telah terlatih yang berasal dari lingkup laboratorium uji BBAPT yangkni laboratorium Kimia Fisika dan Kesehatan ikan. Setiap kali pengambilan sampel 3
  • 5. terdiri atas 2 orang, dimana setiap orang mewakili salah satu laboratorium. Tabel 2.1. Parameter Pengujian yang Akan Dilakukan dalam Kegiatan Monitoring Kualitas Lingkungan. No. Jenis Parameter Jenis Sampel Alat/Metoda uji A. Fisika 1. Suhu Air Thermometer, Manual Alat 2. TSS Tanah SNI 06-6989.3-2004 3. TDS Tanah APHA 2540-1998 4. Kekeruhan Turbidimeter, Manual alat B Kimia 1. pH Air/tanah pH Meter SNI 06-6989.11-2004/Soil tester 2. Ammonia Air Spektrofotometri, SNI 06-2479-1991 3. Nitrit Air Spektrofotometri, SNI 06-6989.9-2004 4. Nitrat Air Spektrofotometri, SNI 06-2480-1991 6. Salinitas Air Refraktrometer, Manual Alat 7. DO Air DO meter, manual Alat 8. Alkalinitas Air APHA 2320-1998 9. TOM Air SNI 01-3554-1998 10. Redoks Tanah Manual alat C. Biologi 1. Bakteri Air/tanah ALT 2. Parasit Air/tanah/ikan/udang Mikroskop D. Bahan Residu 1. Hg Air/tanah/ikan/udang/rpt laut AAS 2. Pb Air/tanah/ikan/udang/rpt laut AAS 3. Cd Air/tanah/ikan/udang/rpt laut AAS + kerang-kerangan&kptng D. PCR 1. WSSV Udang IQ 2000 2. TSV Udang IQ 2000 3. IHHNV Udang IQ 2000 2.6. Prosedur Kerja 2.6.1. Monitoring Kualitas air dan Tanah a. Jumlah contoh Penentuan contoh mengikuti tata cara pengambilan contoh pada suatu kawasan budidaya. Untuk sampel air meliputi sampel inlet, outlet, air di tengah kawasan, bagian utara, timur, selatan dan barat, sampel air laut, air sungai, dan air di sekat pemukiman. Sedangkan tanah meliputi tanah di sekitar sungai bagian tengah kawasan, utara, timur, selatan dan barat kawasan. Parameter yang langsung di ambil dilapangan adalah suhu air, DO, salinitas, dan pH. 4
  • 6. b. Cara Pengambilan dan Penanganan Contoh Contoh air diambil dengan menggunakan botol air plastik minimum 500 ml tanpa ada gelembung udara. Sedangkan contoh tanah diambil dengan menggunakan botol plastik atau plastik biasa. Contoh air dan tanah disimpan dalam coldbox yang telah diisi dengan es curah. Diupayakan coldbox tertutup rapat (kedap udara). Khusus untuk sampel residu diawetkan dengan cara menambahkan larutan asam hingga pH di bawah 2. 2.6.2. Monitoring Residu Obat dan Bahan Kontaminan a. Jumlah Contoh Untuk parameter residu maka sampel tanah diambil dari tanah tambak dimana budidaya dilakukan dan tanah saluran masuk pada 2 lokasi tambak yang berbeda. Sedangkan untuk sampel residu air diambil dari air tambak, saluran inlet serta air laut. Untuk sampel udang, kepiting dan rumput laut dibuat sampel ganda sebagai pengulangan di tambah sampel kerang-kerangan yang ada di kawasan tambak. Contoh dikemas sedemikian rupa untuk mempertahankan contoh udang/kepiting dalam kantong plastik (plastic pack) dan diberi keterangan/label sesuai dengan lokasi, jenis, waktu pengambilan contoh kemudian dimasukkan ke dalam cold box yang kedap air. Contoh air sebanyak 500 ml diambil menggunakan botol contoh (botol kaca atau botol plastik polyethilene), kemudian kedalam air contoh ditambahkan larutan pengawet (HNO 3/H2SO4) sebanyak 1 ml. Hal-hal yang perlu dicatat oleh petugas pengambil contoh/contoh pada saat pengambilan contoh antara lain: (1) tanggal pengambilan contoh; (2) lokasi pengambilan contoh; (3) komoditas. Contoh ikan dan air dari lokasi/lapangan oleh petugas sampling diserahkan ke laboratorium uji yang ditunjuk (laboratorium yang telah terakreditasi). 5
  • 7. b. Cara Pengambilan dan Penanganan Contoh Ikan contoh diambil dari lokasi pembudidayaan ikan oleh PPC. Untuk selanjutnya PPC melakukan penanganan ikan contoh dengan sistem rantai dingin, yaitu dengan memasukkan ikan ke dalam kantong plastik, ditempatkan didalam wadah styrofoam dan di beri es curah. c. Laboratorium Uji Laboratorium yang akan melakukan pengujian logan berat adalah laboratorium pengujian terdekat yang ada di Makassar seperti Balai Besar Industri dan Hasil Pertanian Makassar (BBIHP). Sedangkan untuk menguji bahan kontaminan residu obat dilakukan di Lab Uji BBAP Takalar. 2.6.3. Monitoring Kesehatan Ikan a. Cara Pengambilan dan Penanganan Contoh Penanganan sangat bergantung pada jenis sampel uji. Sampel uji yang diambil adalah untuk pengujian parasit, bakteri dan PCR. Penanganan pada sampel parasit dan bakteri harus menggunakan sampel dalam keadaan hidup. Cara lain untuk bakteri adalah dengan membawa media siap pakai untuk langsung diinfeksikan di lapangan, sehingga tidak perlu membawa sampel hidup. Sedangkan untuk sampel PCR dilakukan dengan mengambil bagian organ dari udang diambil (kaki renang) contoh diambil dari lokasi pembudidayaan oleh PPC. Untuk selanjutnya PPC melakukan penanganan ikan contoh dengan sistem rantai dingin, yaitu dengan memasukkan ikan ke dalam kantong plastik, ditempatkan didalam wadah styrofoam dan di beri es curah. d. Laboratorium Uji Laboratorium yang akan melakukan pengujian adalah Lab Uji BBAP takalar. 6
  • 8. 2.7. Analisa Data Analisa data dilakukan berdasarkan hasil laboratorium dibandingkan dengan baku mutu. Untuk kualitas lingkungan menggunakan bakumutu kualitas air dan tanah yang telah ditetapkan berkaitan dengan tujuan budidaya yakni berdasarkan pada SNI budidaya atau petunjuk teknis yang ada. Sedangkan data residu obat dan bahan kontaminan didasarkan pada baku mutu yang telah dikeluarkan oleh pihak Uni Eropa. 2.8. Pencatatan Setiap tahapan kegiatan monitoring dilakukan pencatatan oleh Tim Monitoring secara tertib dan dilakukan pendokumentasian untuk memudahkan penelusuran. 2.9. Pembiayaan Biaya supervisi, monitoring dan uji laboratorium akibat kegiatan dimaksud masing-masing dibebankan pada anggaran APBN Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya dalam hal ini Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan Direktorat Perikanan Budidaya. Sedangkan Residu Logam berat di biayai oleh dana Laboratorium yang terintegrasi dengan biaya jasa pengujian sebesar Rp 10.000.000. 7
  • 9. III. HASIL KEGIATAN 3.1. Kualitas Tanah dan Air 3.1.1. Kawasan Budidaya Desa Pallime Kabupaten Bone 3.1.1.1. Kualitas Tanah Dari Tabel 3.1. menunjukkan bahwa karakteristik yang mendukung kegiatan budidaya kepiting dan udang adalah kondisi tekstur (70:30% liat pasir) dan pH tanah (pH 6,93-7,02). Jenis tanah yang dijumpai di areal tambak Desa Pallime Kecamatan Cenrana adalah jenis tanah dengan tekstur liat (clay), serta jenis liat berpasir (sandy clay) dan liat berlumpur (silty loam). Karakterisik fisik dan kimia tanah di areal tambak udang di Muara Sungai Cenrana Pallime dapat di lihat pada Tabel 3.1. Dari sisi kondisi tanah menunjukkan bahwa areal tambak sudah sesuai untuk budidaya udang maupun kepiting yang menghendaki kondisi tanah yang liat berpasir dan liat berlumpur (Soetomo, 2002). Kondisi pH tanah tersebut menunjukkan bahwa areal tambak ber pH netral ada pada kisaran 6,93 – 7,02, sehingga baik untuk dijadikan tempat budidaya udang dan kepiting. Tambak yang produktif untuk tambak mempunyai kisaran pH netral hingga basa dan Tanah yang baik untuk budidaya tambak udang berada pada kisaran netral pH 6.0-8.0 (Direktorat Pembudidayaan, 2003). Tabel 3.1. Kualitas tanah tambak budidaya kepiting dan udang di Ds Pallime- Bone Tambak Taambak Tambak Parameter Satuan Udang kepiting kepiting Optimal Muara monosek sawah Redoks mV -202 -241,33 -229,33 > - 100 (Reis, 1985) 6,00 – 8,00 pH 6,99 6,93 7,02 (Dirt. Pembudidayaan,2003) Bahan % 10,51 11,67 9,77 < 2,5 % (Adhikari, 2003) organik Phosfat mg/L 0,55 0,60 0,42 >30 mg/L ( Adhikari, 2003) Besi mg/L 0,69 0,83 1,24 < 0,1 Nitrogen mg/L 0,45 0,51 0,34 >250 mg/L ( Adhikari, 2003) Liat 60 – Liat 60 – Liat 60 – Liat 60-70%, pasir 30-40% Tekstur % fraksi pasir 40 % pasir 40 % pasir 40 % (Dirt.Pembudidayaan, 2003) Warna tanah Abu-abu Abu-abu Coklat Coklat 8
  • 10. Hasil identifikasi karakteristik tanah lainnya menunjukkkan hasil uji yang kurang baik bagi kondisi tambak. Ini nampak pada kondisi bahan organik tambak yang tinggi (9,77 – 11,67%) melebihi 2,5% (Adhikari, 2003), kandungan phosfat yang rendah (0,42 – 0,60 mg/L), yang seharusnya lebih dai 30 mg/L (Adhikari, 2003), kandungan besi yang tinggi ( 0,69 – 1,24 mg/L) harusnya kurang dari 0,1, kandungan Nitrogen yang kurang (0,34 – 0,51 mg/L) yang seharusnya lebih dari 250 mg/L (Adhikari, 2003). Begitu pula dengan indikasi warna tanah yang berbeda pada ke tiga lokasi (udang, sawah dan monosek). Nampak tanah yang bagus adalah yang berwarna coklat seperti di tambak sawah kepiting. Berbeda dengan tanah yang berwarna abu mengindikasikan aktivitas biologi di dalam tanah terhambat akibat kandungan oksigen tanah yang terbatas. Dari kondisi tanah tersebut memberikan gambaran bahwa kondisi tanah masih baik namun perlu ada perlakuan saat persiapan tambak seperti pengeringan, pemupukan. Nitrogen dan Fosfor adalah unsur yang penting bagi pertumbuhan phytoplankton, dan organisme lainnya (Boyd, et.al. 2002). Nitrogen dan fosfat merupakan bahan dasar nutrisi yang bisa dimanfaatkan oleh phytoplankton yang dihasilkan oleh proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Nitrogen dalam bentuk ammonium dan nitrat serta fosfat mudah diserap oleh phytoplankton. Penambahan bisa dilakukan dengan melakukan pemupukkan dengan menggunakan pupuk urea atau ammonium untuk menambah nitrogen dan pemupukkan Kalsium phosfat dan Ammonium Phosfat untuk menambah nutrisi Phosfat. 3.1.1.2. Kualitas air Kondisi air di Pallime sangat dipengaruhi oleh suplai air dari sungai Cenrana yang berhulu du danau Tempe. Sehingga kualitas air di hulu sangat dipengaruhi oleh aktivitas atau perubahan kondisi alam di bagian hulu. Hasil dari identifikasi (Tabel 3.2) menunjukkan menunjukkan kondisi yang umumnya ditunjukkan oleh air sungai dalam kondisi keruh, tentunya mempunyai nilai turbidity yang cukup tinggi, bahan organik yang tinggi dan tentunya kandungan CO2 yang tinggi pula. Kandungan ammonia yang ada akibat tingginya bahan 9
  • 11. organik dan menunjukan adanya aktivitas dekomposisi dengan proses nitrifikasi yang terhambat akibat oksigen yang rendah. Kondisi air sungai ini masih bisa digunakan sebagai sumber air tawar bagi kegiatan budidaya yang tentunya perlu mendapat perlakuan seperti pengendapan air di tandon, filterisasi, pengapuran dan lain-lain. Tabel 3.2. Kualitas air tambak budidaya udang dan kepiting di Ds Pallime-Bone Tambak Tambak Tambak Sungai Optimal Parameter Satuan udang Kepiting kepiting Cenrana Muara Monosek Sawah Salinitas ppt 8,67 2,00 1,33 0,33 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) pH 8,59 9,10 7,49 7,02 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999) DO mg/L 7,83 4,23 9,33 3,93 5,0 – 9,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999) 28,0 – 32,0 (Van Wyk & Scarpa, o Suhu C 30,00 31,00 28,70 28,37 1999) Alkalinias mg/L 157,50 162,00 162,00 126,00 >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999) CO2 mg/L 0,00 0,00 1,04 10,43 < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,20 0,00 0,05 0,20 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L 0,00 0,00 0,05 0,00 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) mg/L 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, Posfat 0,10 0,00 0,10 0,10 2003) Klorin mg/L 0,00 0,00 0,00 0,00 < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Bahan organik mg/L 28,77 19,69 10,31 14,37 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Turbidity NTU 49,00 40,00 37,00 49,00 30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Besi mg/L 0,00 0,00 0,00 0,00 < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) H2S mg/L 0,00 0,00 0,00 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Coklat Coklat Coklat Coklat muda (Ariawan & Poniran, Warna air muda tua tua Kuning 2004) Kegiatan budidaya perikanan di Desa Pallime Cenrana-Bone adalah meliputi kegiatan budidaya udang tradisional, kepiting bakau tradisional, serta yang menarik adalah kegiatan budidaya kepiting mina padi yang merupakan kegiatan budidaya yang khas Pallime cenrana-Bone. Kegiatan budidaya ini sangat tergantung pada sumber air dari sungai Cenrana. Sehingga pola budidaya sangat tergantung dari suplai air sungai Cenrana. Pada kondisi salinitas rendah budiadaya Kepiting menggunakan jenis Scylla olivace yang bersamaan dengan budidaya padi, berbeda saat salinitas tinggi hanya dilakukan budidaya kepiting dengan menggunakan jenis S. serrata. Selain itu dilakukan upaya pengembangan teknologi seperti budidaya kepiting monokultur-monosek. 10
  • 12. Inisiatif budidya polikultur kepiting dan padi di tambak adalah suatu kebutuhan atas dua komoditas bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga pemilihan waktu tanam dan jenis kepiting yang dibudidayakan menjadi hal penting untuk mendapat perhatian. Pilihan ini berkaitan dengan kondisi kualitas air yang memungkinkan untuk keduanya bisa tumbuh dan berkembang dengan normal. Oleh karena itu sasarannya adalah dilakukan pada musim hujan dimana sumber air tawar melimpah untuk menurunkan salinitas air hingga mendekati 0 ppt dan jenis kepiting yang digunakan adalah jenis kepiting yang adaptif di kondisi salinitas rendah yakni jenis kepiting S. olivacea. Hal yang perlu diberikan penjelasan kepada masyarakat di daerah ini adalah kegiatan budidaya udang yang dipolykultur dengan kepiting. Ini menjadi sangat riskan karena akan berdampak pada munculnya penyakit viral pada udang dan ini akan sangat merugikan petani karena kepiting adalah carier bagi virus WSSV. Kualitas air di kawasan ini pada saat identifikasi menunjukkan kondisi salinitas rendah nampak salinitas air sungai 0,33 ppt, 8 ppt di tambak muara dan 1-2 ppt di tambak kepiting. Kondisi ini sebenarnya kurang cocok untuk budidaya udang windu karena terlalu rendah, walaupun masih bisa tumbuh dengan baik, akan tetapi untuk kondisi umur udang yang sudah masa panen hendaknya salinitasnya harus tinggi (30-33 ppt). Karakteristik kualitas airnya menunjukkan bahwa ada salam kondisi yang cukup baik untuk kegiatan budidaya, yang menarik justru kondisi kualitas air di sawah justru cenderung lebih baik, kecuali kandungan karbon dioksida (1,04 mg/L) yang melebihi ini dimungkinkan karena ada peningkatan proses photosinthesis oleh padi dan proses respirasi mikroorganisma, akan tetapi menjadi tidak masalah karena juga diimbangi oleh kandungan oksigen yang tinggi (>9 mg/L). Ini adalah keuntungan yang diperoleh dari adanya tumbuhan padi di tambak, karena padi mempunyai rate photositesis yang tinggi sehingga berimbas pada kandungan oksigen tinggi di dalam kolom air tambak. Tentunya akan berdampak pada sistem yang ada di dalam tambak 11
  • 13. berjalan dengan baik, dan nampak pada karakteristik yang sangat baik bagi kehidupan kepiting di dalam tambak. Sedangkan sedikit lebih tingginya kandungan amonia di dalam tambak diduga karena proses amoifikasi namun proses nitrifikasi yang sedikit terhambat. Akan tetapi nilai ammonia pada level 0,05 mg/L belum bersifat toksik karena nilai pH yang agak relatif netral (pH 7,49). 3.1.2. Kawaan Budidaya Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang 3.1.2.1. Kualitas Tanah Tambak Karakteristik tanah budidaya sangat penting karena menjadi sumber dari keberhasilan budidaya. Karakteristik tanah hasil identifikasi tertera pada Tabel 3.3. Pada Tabel tersebut nampak bahwa karakteristik tanah di Lokasi identifikasi menunjukkan kondisi tanah yang kurang baik, nampak bila dibandingkan dengan karakteristik optimal bagi oleh proses persiapan awal yang cenderung banyak diabaikan oleh para petani seperti tudak melakukan pembuangan sisa bahan organik, pengeringan, dan pemupukan. Kondisi ini diindikasikan oleh redoks yang rendah (-202,23 – -267,00 mV), bahan organik yang tinggi (7,54 – 18,16 mg/L) dan phosfat yang rendah (0,87 – 1,14 mg/L), serta besi yang masih tinggi (0,28 -0,40 mg/L). Ini bisa disebabkan oleh kondisi konstruksi tambak yang tidak memungkinkan untuk melakukan pembuangan air karena harus menggunakan pompa air setiap kali pengeringan dan ini membutuhkan biaya yang tinggi. Tabel 3.3. Kualitas tanah tambak budidaya udang dan kepiting di Kabupaten Pinrang. Tambak Tambak Tambak Parameter Satuan udang Bpk KTP Budidaya Optimal Tajuddin Desiminasi Kepiting Redoks mV -267,00 -202,23 > - 100 (Reis, 1985) Bahan 18,16 % 7,54 11,26 < 2,5 % (Adhikari, 2003) organik Phosfat mg/L 1,00 1,14 0,87 >30 mg/L ( Adhikari, 2003) Besi mg/L 0,36 0,40 0,28 < 0,1 0,00 0,05-0,10 (Dirt. H2S mg/L 0,00 0,00 Pembudidayaan,2003) 12
  • 14. 3.1.2.2. Kualitas Air Tambak Kualitas air sungai dan muara sebagai sumber air dalam kegiatan budidaya menunjukkan bahwa terdapat perbesaan signifikan antara salinitas air sungai (9 ppt) dan muara (34 – 36 ppt). Ini terjadi karena pada saat itu ada dalam kondisi musim kering sehingga salinitas air sangat tinggi. Kondisi ini maka keberadaan air tawar menjadi sangat vital. Namun nampaknya kualitas air (Tabel 3.4) sungai dan muara kurang begitu baik karena kandungan bahan organik yang tinggi (41,90-102,91 mg/L) ini mengindikasikan kandungan lumpur yang tinggi akibat aktivitas pertainan di bagian hulu. Akan tetapi kondisi ini masih bisa dipergunakan sebagai sumber air budidaya melalui perlakuan pengendapan dan filterisasi di tandon. Tabel 3.4. Kualitas air sungai dan muara sungai sebagai sumber air budidaya udang dan kepiting di Kecamatan Duampanua-Pinrang. Muara Muara Sungai Optimal Parameter Satuan sungai sungai Pasorongan Serang Suppa 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, Salinitas ppt 34,00 36,00 9,00 2003) 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, pH 7,80 7,27 7,44 1999) Alkalinias mg/L 104,69 104,69 91,58 >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,00 0,00 0,00 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L 0,00 0,00 0,00 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) < 55 (Dirt. Pembudidayaan, Bahan organik mg/L 102,91 101,97 41,90 2003) H2S mg/L 0,00 0,00 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Pada identifikasi kualitas air tambak baik di tambak udang maupun kepiting seperti pada Tabel 3.5. menunjukkan bahwa yang berpeluang menjadi faktor yang dapat mengurangi produkstivitas tambak baik di udang maupun kepiting adalah kandungan alkalinitas dan kandungan bahan organik. Akalinitas yang rendah (<100 mg/L) akan sangat mengurangi kemampuan alamiah dari air dalam melakukan netralisasi pH sehingga ketika tiba-tiba pH air turun akan kesulitan recoveri netralisasi pH (Svobodova, at al, 1993; Saeni & Darusman, 2002). Begitu pula bahan organik melebihi standar optimal (> 55 mg/L) akan mengundang banyak mikroorganisme masuk, sehingga berpeluang 13
  • 15. meningkatnya ammonia dan nitrit, menurunnya kandungan oksigen sehingga mengganggu ketersediaan oksigen bagi udang dan kepiting. Sebaliknya bila akan meningkatkan CO2 karena proses respirasi yang meningkat. Belum lagi kalau pH yang relatif tinggi akan meningkatkan daya toksik dari ammonia di air (Malone & Burden, 1988). Sementara itu pada saat pengujian kandungan ammonia, nitrit dan asam sulfida dalam kondisi yang cukup baik (0 mg/L), akan tetapi kondisi ini akan berubah pada waktu 1 – 2 minggu ke depan apalagi bila udang terus diberi pakan. Tabel 3.5. Kualitas air tambak budidaya udang dan kepiting di Kecamatan Duampanua - Pinrang. Tambak Tambak Tambak Optimal Parameter Satuan Kepiting Gelondongan udang udang 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, Salinitas Ppt 16,50 25,67 25,00 2003) 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, pH 7,58 7,72 8,03 1999) Alkalinias mg/L 81,98 100,32 72,41 >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,00 0,00 0,00 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L 0,00 0,00 0,00 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Bahan organik mg/L 76,94 103,69 104.45 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) H2S mg/L 0,00 0,00 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999) 3.1.3. Kawasan Budidaya Kabupaten Barru 3.1.3.1 Kualitas air Tambak Hasil identifikasi (Tabel 3.6) menunjukan bahwa kualitas air tambak di Juppai Kabupaten Barru memiliki bahan organik yang sangat tinggi (134,19 mg/L), kondisi ini sangat berbahaya bagi kondisi udang yang ada di dalamnya. Kondisi ini juga diidikasikan oleh tingginya (pH 8,15) dan amonia yang tinggi (0,565 mg/L). Bahan organik yang tinggi akan mengundang mikroorganisma masuk, sehingga berdampak pada penurunan oksigen terlarut atau sebaliknya karbondioksida yang meningkat sebagai hasil respirasi mikroorganima yang ada. Situasi seperti ini akan meningkatkan kompetisi penggunakan oksigen dan ini sangat merugikan bagi udang yang dibudidayakan. Terlebih ammonia yang tinggi 14
  • 16. dengan pH yang tinggi akan meningkatkan daya toksik ammonia. Selain itu efek yang lain adalah kondisi nutrisi juga akan menjadi sangat kurang karena kompetisi antara mikroorganisma dan udang yang dipelihara. Ini nampak dari kandungan phosfat ang rendah yang akan berdampak pada berkurangnya populasi rantai makanan di level yang lebih rendah. Tabel 3.6. Kualitas air tambak budidaya udang di Jupai –Barru. Tambak Optimal Parameter Satuan udang Salinitas Ppt 35 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) pH 8,15 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Phosfat mg/L 0,00 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Ammonia mg/L 0,565 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L 0,00 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Bahan organik mg/L 124,19 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) 3.1.4. Kawasan Budidaya Kabupaten Pangkep 3.1.3.1 Kualitas air Tambak Kawasan budidaya di Kabupaten Pangkep adalah kawasan budidaya untuk komoditas udang dan bandeng yang semuanya dilakukan polikultur. Hasil pengujian (Tabel 3.7) menunjukkan bahwa sumber air laut menunjukkan kondisi pH yang cukup tinggi (pH 8,19), begitu pula bahan organik (50,56 mg/L, serta ammonia yang tinggi (0,383 mg/L). Kualitas air laut sebagai sumber air bagi air tambak masih dalam kondisi yang kurang baik, akan tetapi masih bisa diupayakan dengan melalui filterisasi, penambahan air tawar dan proses pengendapan di tandon. Dari hasil pengujian kualitas air di tambak persiapan (Tabel 3.7) menunjukkan bahwa air relatif tawar dimana masih mencoba untuk melakukan mencucian dan mengurangi bahan-bahan yang bisa merugikan pada saat pemeliharaan. Kandungan nutrisi masih rendah nampak pada kandungan phosfat yang rendah. Akan tetapi nampak terdeteksi kondisi ammonia yang masih tingggi akan tetapi air tersebut harus diupayakan diganti dengan di air baru sehingga air benar-benar bisa digunakan untuk budidaya. 15
  • 17. Tabel 3.7. Kualitas air tambak polikultur budidaya udang dan bandeng Kabupaten Pangkep. Tambak Air Optimal Parameter Satuan Air laut polikultur persiapan Salinitas Ppt 34 29,00 4,00 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) pH 8,19 7,31 7,34 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,383 0,10 0,04 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L 0,00 0,00 0,00 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Bahan organik mg/L 50,56 441,10 42,03 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, Phosfat mg/L 0,00 0,00 0,00 2003) Pada tambak pemeliharaan (Tabel 3.7) menunjukkan bahwa secara umum masih baik, namun yang paling nampak adalah kondisi bahan organik yang sangat tinggi (441,1 mg/L), sehingga ammoniak pun tinggin (0,1 mg/L). Kondisi ini bisa disebabkan oleh tanah yang tidak diolah dengan baik seperti tidak dilakukan pembuangan lumpur sisa dan pemberian pakan yang terlalu berlebihan, sehingga harus segera dilakukan pergantian air, dan ini harus sering dilakukan, sehingga kandungan bahan organiknya ada pad batas normal. Karena kondisi tersebut akan mengundang mikroorganisme baru yang berdampak pada peningkatan kompetisi ruang dan oksigen serta akan meningkatkan kandungan karbondioksida di kolom air. 3.1.5 Kawasan Budidaya Kabupaten Maros 3.1.5.1. Kualitas Tanah Tambak Hasil pengukuran kualitas tanah (Tabel 3.8) pada kawasan Tambak di Kabupaten Maros menunjukkan bahwa tanah di kawasan tersebut ada dalam kondisi yang cukup bagus dimana pH, bahan organik, dan kandungan besi yang ideal untuk budidaya udang bila merujuk kriteria optimal pada Tabel di bawah . Namun untuk kandungan phosfat yang rendah, akan tetapi kondisi ini masih bisa diperbaiki dengan melakukan penambahan phosfat dengan melakukan pemupukan tanah tambak pada awal persiapan tanah dasar atau pada saat kegiatan tambak sudah berjalan. Kondisi ini menunjukkan bahwa kegiatan 16
  • 18. persiapan tambak sudah cukup baik walaupun nampak kandungan nutrisi phosfat masih kurang, dan perlu penambahan melalui pemupukan. Tabel 3.8. Kualitas tanah tambak budidaya udang di Kabupaten Maros. Tambak Saluran Parameter Satuan udang Optimal Tambak pH 7,15 7,26 6,0-8,0 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Bahan organik % 1,65 7,54 < 2,5 % (Adhikari, 2003) Phosfat mg/L < 0,0062 1,14 >30 mg/L ( Adhikari, 2003) Besi mg/L <0,053 0,40 < 0,1 3.1.5.2. Kualitas air Tambak Hasil identifikasi kualitas air pada tambak dan saluranya ditunjukkan pada Tabel 3.9. Dari data tersebut di tambak udang vanamei menunjukkan pH yang cukup tinggi (pH 8,50) ini sangat riskan apalagi ammonia cukup tinggi (0,6 mg/L). Karena akan menjadi lebih toksik bila dalam kondisi pH tinggi, didukung oleh suhu air yang tinggi akan menambah daya toksik ammonia. Melihat padatan terlarut di air menunjukkan nilai 0,066 mg/L mengindikasikan bahwa bahan organik di dalam air juga cukup tinggi. Ini sebanding dengan hadirnya ammonia di dalam air. Rendahnya nitrit bisa disebabkan oleh terhambatnya proses perombakan oleh bakteri, akibat dari persaingan oksigen dan didiga hadirnya CO2 yang tinggi. Tabel 3.9. Kualitas air tambak dan saluran budidaya udang di kabupaten Maros Tambak Tambak Optimal Parameter Satuan Saluran Vannamei U.Windu Salinitas Ppt 15,00 5,00 - 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) pH 8,50 7,60 - 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Alkalinias mg/L 113,00 109,72 112,79 >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,605 0,124 0,017 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L <0,05 <0,05 <0,05 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) o Suhu C 32 31 - 28,0-32,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999) TSS mg/L 0,066 0,224 0,058 17
  • 19. Dari sisi salinitas nampak bahwa vaname masih bisa hidup hingga mendekati air tawar, sehinggan dengan salinitas 15 masih bisa tumbuh dengan baik. Berbeda dengan jenis udang windu salinitas 5 kurang optimal, akibatnya pertumbuhan akan terganggu. Ini sangat kontras dengan kondisi kualitas air di saluran masih sangat bagus. Oleh karena itu, dengan dasar tanah dan persiapan yang bagus namunpada saat pemeliharaan kurang seksama maka akan terjadi kondisi kualitas air yang kurang optimal bagi udang. Sehingga perlu dilakukan segera pergantian air untuk mengurangi kandungan bahan-bahan berbahaya seperti ammonia dan nitrit, menetralisisr kondisi pH air serta perlu penabahan air laut untuk udang windu untuk meningkatkan salinitas. 3.1.6. Kawasan budidaya Kabupaten Bantaeng 3.1.6.1. Kualitas Tanah Tambak Karakteristik data tambak di Kabupaten Bantaeng terlihat pada Tabel 3.10. Dari tabel tersebut dari tiga karakteristik yang diperoleh menunjukkan kondisi tanah yang baik dan baik skali untuk tambak budidaya dan bagus untuk ikan maupun udang. Ini sangat nampak bila dibandingkan dengan kondisi optimal bagi pertumbuhan udang/ikan. Tabel 3.10. Kualitas tanah tambak budidaya Udang di Kabupaten Bantaeng. Tambak Parameter Satuan udang Optimal Bahan organik % 1,75 < 2,5 % (Adhikari, 2003) H2S mg/L 0,00 0,05-0,10 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) Besi mg/L <0,053 < 0,1 3.1.6.2. Kualitas Air Tambak Dari data hasil identifikasi sebagaimana tertera pada Tabel 3.11 menunjuukkan bahwa kualitas air tambak udang windu di Kabupaten Bantaeng adalah dalam kondisi kurang baik, nampak bahwa air tambak dalam kondisi basa (pH 8,6) dengan amoniak yang tinggi (0,148 mg/L). Kondisi ini sangat riskan karena kan sangat berbahaya bagi udang. Kandungan amoniak yang tinggi dan 18
  • 20. pH yang tinggi akan sangat toksik bagi udang (Svobodova, at al, 1993). Ini sangat didukung oleh kondisi kandungan bahan organik pada air juga melebihi batas optimal (60 mg/L). Namun demikian untuk parameter yang lainnya ada dalam kondisi cukup baik seperti salinitas (19 ppt), nitrit (<0,05 mg/L), dan alkalinitas (111,84 mg/L). Tabel 3.11. Kualitas air tambak dan saluran budidaya udang di kabupaten Bantaeng. Tambak Optimal Parameter Satuan U. Windu Salinitas Ppt 19,00 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) pH 8,60 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Alkalinias mg/L 111,84 >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,148 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Nitrit mg/L <0,05 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Bahan organik mg/L 60,00 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) 3.1.7. Kawasan Budidaya Kabupaten sinjai 3.1.7.1. Kualitas Air Tambak Hasil pengujian kualitas air sebagai mana tertera pada Tabel 3.12. menunjukkan bahwa salinitas, dan bahan organik di saluran inlet menjadi penting walaupun masih ada di saluran inlet. Kondisi salinitasnya sangat tinggi (35 ppt) menunjukkan air inlet sulit mendapatkan air baru sehingga salinitas tinggi. Kandungan bahan organik yangg tinggi (104,00 mg/L) menunjukkan bahwa kualitas kurang baik untuk sumber air di tambak. Begitupula kandungan ammonia (0,02 mg/L), ini sangat berkaitan dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Seharusnya air kualitasnya baik, oleh karena itu kondisi air di saluran harusnya segera diisi air baru atau dilakukan penggantian saat air pasang baru. Sedangkan kualitas air ditambak nampak tidak terlalu jauh dengan kondisi inlet namun kandungan bahan organiknya lebih tinggi (124,55 mg/L). Ini berkorelasi karena kualitas air sumbernya sudah memiliki kandungan bahan organik yang tinggi pula. Begitu pula untuk pH. Bila kondisi ini dibiarkan akan berdampak pada proses pertumbuhan yang terhambat dan bisa menimbulkan 19
  • 21. kematian terutama pada udang bila ammoniak meningkat, populasi patogen juga meningkat dan pH terus meningkat. Sehingga perlu segera dilakukan penggantian air baru dengan kondisi yang lebih baik tidak dengan kondisi kualitas air inlet seperti di atas. Tabel 3.12. Kualitas air tambak dan saluran budidaya udang di Kecamatan Sinjai Utara - Sinjai. Tambak Optimal Parameter Satuan udang Inlet windu Salinitas Ppt 35,00 35,00 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) pH 7,93 7,57 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Ammonia mg/L 0,00 0,02 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Alkalinitas mg/L 148,07 150,17 >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999) Bahan organik mg/L 127,55 104,00 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003) 3.2. Monitoring Residu Logam Berat 3.2.1 Air Laut Hasil monitoring residu (Tabel 3.13 ) diseluruh wilayah monitoring memperlihatkan bahwa kisaran kandungan logam berat pada air laut berturut- turut untuk air raksa (Hg), Plumbuk (Pb) dan Timbal (Pb) adalah 0,0006 – 0,0054 mg/L, 0,4284 - 0,7016 mg/L dan 0,0391 – 0,0603 mg/L. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kandungan logam berat jenis Hg sudah ada pada level yang masih rendah mengingat kandungan logam berat alami di laut jenis Hg di pantai ada pada kisaran 0,002 – 0,015 µg/L (2-15 ppm), jenis Pb ada pada kisaran 0,02 – 0,04 ppb (20 – 40 ppm) (Deocadiz, Diaz and Otico, 1999) dan Cd ada pada kisaran 0,05 – 0,2 ppb (50 – 200 ppm) (Mukono, 2005). Dengan demikian masih berada dibawah konsentrasi alami secara umum, kecuali jenis Cd. Bila dibandingkan dengan batas yang diperbolehkan berdasarkan PP No. 18 tahun 1999 dimana kandungan logam berat yang diperbolehkan diperairan berturut-turut untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 0,01 mg/L, 2,5 mg/L dan 0,05 mg/L, menunjukkan bahwa konsentrasi kandungan jenis Hg dan Pb masih aman namun untuk jenis Cd sudah berada di atas batas yang diijinkan, terutama untuk 20
  • 22. perairan laut di daerah kawasan budidaya di Kabupaten Barru (0,0580 mg/L), Bantaeng (0,559 mg/L), dan sinjai (0,0603 mg/L). 3.2.2. Air Tambak Di seluruh kawasan tambak budiaya yang identifikasi (Tabel 3.13) menunjukkan bahwa air tambak secara berturut-turut untuk jenis logam berat Hg, Pb, dan Cd ada pada kisaran <0,0005 – 0,0135 mg/L, 0,1094 – 0,65295 mg/L, dan 0,0052 – 0,3203 mg/L. Batas maksimum untuk ketiga jenis logam berat Hg, Pb dan Cd berturut-turut adalah 0,1 ppb (0,0001 mg/L), 10 ppb (0,0100 mg/L), dan 100 ppb (0,1 mg/L) (Van Wyk & Scarpa, 1999). Dari data tersebut nampak bahwa kandungan logam berat jenis Hg dan Pb sudah melebihi batas maksimum yang dibolehkan, dan ini ditemukan diseluruh kawasan budidaya yang diidentifikasi (Pinrang, Barru, Takalar, Bulukumba, Sinjai dan Bone). Sedangkan untuk logam berat jenis Cd hanya kawasan budidaya di Sinjai dan Bone yang masih di bawah batas maksimum yang dibolehkan. Dengan demikian secara umum seluruh daerah kawasan budidaya sudah tidak baik untuk digunakan sebagai media budiaya. Akan tetapi bila dibandingkan dengan PP no. 18 tahun 1999 secara umum masih dibawah batas minimum kecuali air tambak di Pinrang yang telah melebih batas minimum Hg (0,0135 mg/L) dan untuk kandungan Cd di wilayah Kabupaten Barru (0,0685 mg/L), Takalar (0,0674 mg/L), dan Bulukumba (0,3203 mg/L. 3.2.3. Tanah Tambak Kandungan logam berat di tanah memperlihatkan data yang sangat beragam seperti tamapak pada Tabel 3.13. Kandungan logam berat jenis Hg, Pb dan Cd berturut-turut adalah <0,0005 – 1,0072 mg/L, <0,0020 – 14,1844 mg/L dan <0,0010 – 2,5946. Kanndungan logam berat di tanah tidak ada batasan minimum karena bersifat alami, namun tentunya batasan untuk tujuan budidaya ikan yang mengarah ke keamanan pangan menjadi sangat perlu. Dari data Tabel tersebut menunjukkan bahwa tanah tambak dengan kandungan Hg tertinggi berada di kawasan Tambak Kabupaten Barru (1,0072 mg/L), disusul oleh 21
  • 23. Kabupaten Sinjai (0,6046 mg/L), Pinrang-Bone (<0,1250 mg/L) dan Pangkep- Takalar-Bulukumba (<0,0005 mg/L). Untuk kandungan Pb kandungan tertinggi ditemukan didaerah kabupaten Sinjai (14,1844 mg/L), diikuti oleh Barru (6,2406 mg/L), Pinrang-Bone (0,5000 mg/L). Sedangkan untuk kandungan logam Cd tertinggi di Kabupaten Sinjai (2,5946 mg/L) diikuti Takalar (1,5906 mg/L), Barru (1,2488 mg/L), Bone-Pinrang (0,2500 mg/L), Pangkep (0,0020 mg/L) dan Bulukumba (0,0010 mg/L). 3.2.4. Komoditas Perikanan Komoditas perikanan budidaya yang diidentifikasi adalah udang windu, udang vaname, kepiting, kepiting softshell, bandeng, rumput laut, dan glasilaria. Kandungan logam berat pada udang windu menunjukkan ada pada kisaran <0,0005 – 0,0740 mg/L untuk Hg, <0,002 – 2,7435 mg/L untuk Pb dan 0,0405 – 0,3916 mg/L untuk Cd. Kandungan logam berat pada udang vanamei ada pada kisaran 0,005 mg/L untuk Hg, 0,9982 mg/L untuk Pb, dan 0,1376 mg/L untuk Cd. Pada komoditas bandeng menunjukkan kisaran 0,0360 – 0,1966 mg/L untuk logam berat Hg, ≤0,002 mg/L untuk jenis logam berat Pb dan <0,001 – 0,0706 mg/L untuk logam berat jenis Cd. Pada komoditas jenis kepiting bakau diperoleh bahwa kandungan logam berat berada pada kisaran tidak terdeteksi – 0,0575 mg/L untuk jenis logam berat Hg, tidak terdeteksi – 3,06637 mg/L untuk jenis logam berat Pb, dan tidak terdeteksi – 0,5554 mg/L untuk jenis logam berat Cd. Untuk jenis kepiting softshell kisaran logam berat jenis Hg ada pada kisaran 0,0664 mg/L, jenis Pb 2,5196 mg/L dan jenis Cd sebesar 0,3141 mg/L. Komoditas lainnya adalah jenis rumput laut yang dibudidayakan di perairan dengan jenis Echeuma cotoni. Kandungan logam berat pada rumput laut mencapai kisaran 0,0274 – 0,0556 mg/L untuk jenis Hg, <0,002 – 0,8198 mg/L untuk jenis logam barat jenis Pb, dan <0,002 – 0,4572 mg/L untuk jenis log melipuutiam berat Cd. Jenis rumput lainnya adalah jenis rumput laut Glacilaria yang tumbuh dibudidayakan di tambak. Kisaran kandungan logam berat pada Glacilaria mencapai 0,0754 untuk jenis Hg, 0,9653 mg/L untuk jenis Pb, dan 0,5554 mg/L untuk jenis Cd. 22
  • 24. Tabel. 3.13. Kandungan Residu Logam Berat pada Air, Tanah, dan Komoditas Perikanan di Kawasan Budidaya Propinsi Sulawesi Selatan Jeni Logam Sampel Lokasi Satuan Berat Air Laut Air Tmbk Tanah U. Windu U. Vaname Bandeng Kepiting R.laut Glacilaria K. Softshell Siput Pinrang Hg mg/l 0,0054 0,0135 <0,1250 0,1176 0,0470 0,0664 0,0750 Pb mg/l 0,4751 0,2295 <0,5000 2,7435 0,8198 2,5196 2,1920 Cd mg/l 0,0391 0,00525 <0,2500 0,14 0,1034 0,3141 0,2692 Barru Hg mg/l 0,0006 0,0022 1,0072 0,0050 0,0360 0,0556 Pb mg/l 0,4534 0,3973 6,2406 0,9982 <0,0020 <0,0020 Cd mg/l 0,0580 0,0685 1,2488 0,1376 <0,0010 0,4334 Pangkep Hg mg/l <0,0005 0,0900 0,1966 0,0472 Pb mg/l <0,0020 <0,0020 0,0020 <0,0020 Cd mg/l <0,0020 0,0542 0,0706 0,4572 Makassar Hg mg/l Ttd Ttd Pb mg/l Ttd 2,3000 Cd mg/l Ttd Ttd Takalar Hg mg/l <0,0005 <0,0005 <0,0005 Pb mg/l 0,1094 <0,0020 <0,0020 Cd mg/l 0,0674 1,59065 0,2062 Bantaeng Hg mg/l 0,0014 0,0364 Pb mg/l 0,7016 <0,0020 Cd mg/l 0,0559 0,3234 Bulukumba Hg mg/l 0,0018 <0,0005 0,0283 0,0379 Pb mg/l 0,65295 <0,0020 <0,0020 <0,0020 Cd mg/l 0,3203 <0,0010 0,0405 0,3386 Sinjai Hg mg/l 0,0006 0,0023 0,6046 0,0740 0,0274 Pb mg/l 0,4184 0,1350 14,1844 1,7246 0,0336 Cd mg/l 0,0603 0,0156 2,5946 0,3916 <0,0020 Bone Hg mg/l 0,0028 <0,1250 0,0504 0,0575 0,0754 Pb mg/l 0,2167 <0,5000 2,1262 3,0637 0,9653 Cd mg/l 0,009 <0,2500 0,1211 0,5554 0,0796 23
  • 25. Dari hasil identifikasi tersebut bila dibandingkan dengan batas maksimum yang dibolehkan berdasarkan batasan dari Dirjend Perikanan Budidaya yang merujuk ke batasan dari Komisi Eropa. Batasan maksimum residu yang dibolehkan Maximum Residual Limit (MRL) untuk ketiga jenis logam berat di dalam udang untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 500 ppb (0,5 ppm) sedangkan pada ikan adalah berturut-turut untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 500 ppb (0,5 ppm), 200 ppb (0,2 ppm), dan 50 ppb (0,05 ppm). Apabila kita bandingkan dengan batasan tersebut maka untuk jenis udang windu masih di bawah batas yang diperbolehkan di seluruh daerah yang diidentifikasi pada jenis logam berat Hg, sedangkan untuk jenis logam berat Pb ditemukan melebihi batas di daerah Pinrang (2,7435 mg/L), Sinjai (1,7246 mg/L) dan Bone (2,1262 mg/L). Untuk jenis udang vannamei kandungan logam berat jenis Hg dan Pb masih di bawah batas maksimum yang dibolehkan, namun untuk jenis Pb (0,9982 mg/L) telah berada di atas batas yang diperbolehkan. Pada komoditas bandeng menunjukkan bahwa hasil pengujian menunjukkan kandungan yang masih di bawah batas yang diperbolehkan untuk jenis logam Hg dan Pb, akan tetapi untuk jenis Cd ditemukan melebihi batas untuk daerah Kabupaten Pangkep (0,0706 mg/L). Pada komoditas kepiting diperoleh bahwa hasil identifikasi kandungan logam berat menunjukkan kandungan logam berat jenis Hg masih di bawah batas yang diperbolehkan sedangkan untuk jenis logam berat Pb dan Cd sudah di atas batas yang diperbolehkan yakni berturut-turut sebesar 3,0637 mg/L dan 0,5554 mg/L bila menggunakan pendekatan batas maksimum untuk udang (sama-sama krustaceae), dan semuanya ditemukan di kabupaten Bone. Sedangkan untuk komoditas kepiting lunak (softshell) dari Pinrang menunjukkan bahwa hasil pengujian menunjukkan bahwa kandungan logam berat jenis Hg dan Cd ada di bawah batas yang diperbolehkan kecuali logam berat jenis Pb. Hasil pengujian pada siput atau kerang-kerangan di Pinrang dan Makassar menunjukkan bahwa jenis logam Hg dan Cd masih dibawah 0,5 mg/L, sedangkan kandungan logam berat Pb telah melebihi 1 mg/L. Pada Komoditas rumput laut menunjukan bahwa kandungan Hg dan Cd masih dibawah 0,5 mg/L, 24
  • 26. namun untuk Pb sudah melewati 0,5 mg/L yang ditemukan di Pinrang (0,8198 mg/L). Begitu pula untuk jenis komoditas Glacilaria di Bone hanya kandungan Pb yang melebihi 0,5 mg/L. 3.3. Residu antibiotik Pengujian residu antibiotik chloramphenicol diakukan pada beberapa jenis pakan ikan dan udang. Batas maksimum residu yang digunakan adalah nilai yang digunakan di unieropa. Batas maksimum yang dibolehkan untuk jenis chloramphenicol pada pakan adalah 500 ppb, pada ikan dan udang 0,3 ppb. Hasil pengujian sebagaimana yang tampak pada Tabel 3.14 menunjukkan bahwa hasilnya menunjukkan untuk pakan masih ada dibawah batas yang diperbolehkan, begitu juga untuk komoditas ikan dan udang. Tabel 3.14. Kandungan residu chloramphenicol pada pakan, ikan dan udang Kabupaten Jenis Sampel Satuan Takalar Jeneponto Bantaeng Maros Barru Pakan 0,1011 ppb “Manggalindo” Pakan “NUVO” ppb 0,1065 Pakan “JAFFA” ppb 0,0925 Pakan “JAFFA” ppb 0,0819 Pakan “283 SP” ppb 0,0749 U. vanamei ppb 0,0002 U. Windu ppb 0,0102 U. Putih ppb 0,0010 Bandeng ppb 0,0292 3.3. Monitoring Penyakit 3.3.1. Pemantauan di Kabupaten Pinrang Hasil monitoring hama dan penyakit ikan/udang di Kabupaten Pinrang tahun 2008 (Tabel 3.15) menunjukkan bahwa Virus WSSV menyerang udang windu serta ditemukan pada udang yang menjadi carier di tambak. Ini menunjukkan bahwa virus WSSV di Kabupaten Pinrang tersebar mulai dari 25
  • 27. tingkat carier hingga udang budidaya dan ini menjadi sangat berbahaya bila sistem screening air tidak dilakukan dengan baik. Tabel 3.15. Hasil deteksi WSSV positif di tambak udang Kabupaten Pinrang. Kelompok No. Jenis Penyakit Komoditi Lokasi Keterangan Penyakit 1. Virus WSSV Udang windu Tambak 2. Virus WSSV Udang jambret Tambak 3. Virus WSSV Benur U. Windu Tambak 4. Virus WSSV Udang windu Tambak 26
  • 28. PETA SEBARAN KANDUNGAN RESIDU LOGAM BERAT PADA KOMODITAS PERIKANAN DI SULAWESI SELATAN HASIL MONITORING RESIDU TA 2008 Air laut Air tbk Tanah U.Windu Kpg Softshell R.laut Siput Hg (mg/L) 0,0054 0,1350 <0,1250 0,1176 0,0664 0,00470 0,0750 Pb (mg/L) 0,4751 0,2295 <0,5000 2,7435 2,5196 0,8198 2,1920 Cd (mg/L) 0,0391 0,0052 <0,2500 0,1400 0,3141 0,1034 0,2692 MAMUJU UTARA LUWU UTARA MAMUJU LUWU TIMUR PALOPO MAMASA TATOR MAJENE Air tbk Tanah U.Windu Kepiting Glacilaria E LUWU Hg (mg/L) 0,0028 <0,1250 0,0504 0,0575 0,0754 POLMAS N R E Pb (mg/L) 0,2167 <0,5000 2,1262 3,0637 0,9653 PINRANG K A Cd (mg/L) 0,0090 <0,2500 0,1211 0,5554 0,0796 N G SIDRAP PAREPARE WAJO Air laut Air tambak Tanah U.Windu R. Laut Hg (mg/L) 0,0006 0,0023 0,6046 0,0740 0,0274 Hg(mg/L) Pb(mg/L) Cd(mg/L) Pb (mg/L) 0,4184 0,1350 14,1844 1,7246 0,0336 SOPPENG Air Laut 0,0001 0,4534 0,0580 Cd (mg/L) 0,0603 0,0156 2,5946 0,3946 <0,0020 BARRU Air Tbk 0,0022 0,3973 0,0685 Tanah 1,0072 6,2406 1,2488 BONE U. vanamei 0,0050 0,9982 0,1376 PANGKEP R. Laut 0,0556 <0,0020 0,4334 Air tambak Tanah U.Windu R. Laut Bandeng 0,0360 <0,0020 <0,0010 Hg (mg/L) 0,0018 <0,0005 0,0283 0,0379 MAROS Pb (mg/L) 0,6529 <0,0020 <0,0020 <0,0020 MAKASSAR SINJAI Cd (mg/L) 0,3203 <0,0010 0,0405 0,3386 GOWA BULUKUMBA TAKALAR BANTAENG Air laut R. Laut JENEPONTO Hg (mg/L) 0,0014 0,0364 Pb (mg/L) 0,7016 <0,0020 Cd (mg/L) 0,0559 0,3234 Tanah U.Windu Bandeng R. laut SELAYAR Hg (mg/L) <0,0005 0,0900 0,1966 0,0472 Pb (mg/L) <0,0020 <0,0020 0,0020 <0,0020 Cd (mg/L) <0,0020 0,0542 0,0706 <0,4572 Air tambak Tanah U.Windu Hg (mg/L) <0,0005 <0,0005 <0,0005 Kepiting Kerang Pb (mg/L) 0,1094 <0,0020 <0,0020 Hg (mg/L) ttd ttd Cd (mg/L) 0,0674 1,5906 0,2062 Pb (mg/L) ttd 2,3000 Cd (mg/L) ttd ttd Gambar 1. Peta sebaran kandungan residu logam berat pada air, tanah dan komoditas pertanian di Provinsi Sulawesi Selatan. Keterangan : Huruf merah sudah melebihi batas maksimum yang dibolehkan 27
  • 29. 3.3.2. Pemantauan di Kabupaten Barru Hasil monitoring menunjukkan bahwa virus WSSV dan IHHNV masih ditemukan pada udang budidaya di tambak yang berturut-turut pada komoditas udang windu dan vannamei di Kabupaten Barru (Tabel 3.16). Virus TSV juga masih ditemukan di udang Vannamei. Namun yang menarik virus WSSV sudah menyerang jenis komoditas udang vannamei. Sedangkan bakteri jenis Vibrio sp ditemukan pada udang windu yang dipelihara di Keramba Jaring Apung. Hasil ini menunjukkan bahwa virus WSSV, IHHNV dan TSV masih ditemukan di Kabupaten Barru dan informasi baru menunjukkan bahwa udang vannamei juga bisa terserang virus WSSV dan 2 tahun berturut-turut terdeteksi . Upaya pembesaran udang windu di KJA di Siddo Barru mengalami kegagalan akibat serangan bakteri Vibrio sp, ini mengindikasikan bahwa bakteri Vibrio sp banyak terdapat di lokasi pengambilan sampel. Karena, ketika udang di pindahkan ke Takalar udang sehat kembali dan bisa tumbuh dengan normal. Tabel 3.16. Hasil deteksi positif virus WSSV, IHHNV, dan TSV dan Bakteri di Tambak udang dan KJA Kabupaten Barru. Kelompok Jenis No. Komoditi Lokasi Keterangan Penyakit Penyakit 1. Virus WSSV Benur U. Windu Tambak 2. Virus IHHNV Benur U. Windu Tambak 3. Virus WSSV Udang Vannamae Tambak 4. Virus TSV Udang Vannamae Tambak 5. Bakteri Vibrio sp Udang windu KJA 3.3.3. Pemantauan di Kabupaten Pangkep, Maros, Makassar, dan Jeneponto Hasil pemantauan di Kabupaten Pangkep, Maros, Makassar, dan Jeneponto menujukkan tidak ditemukkanya penyakit baik virus maupun bakteri di lokasi budiaya tambak (udang maupun bandeng). Ini menunjukkan bahwa perairan di Kabupaen Pangkep Masih relatif aman bagi kegiatan budiaya udang. 28
  • 30. Karena secara umum di wilayah lainnya ditemukan penyakit virus yang menyerang udang. 3.3.4. Pemantauan di Kabupaten Bone Penyakit yang ditemukan di Kabupaten Bone adalah virus WSSV yang ditemukan di tambak udang tradisional (Tabel 3.17) . Pada tambak udang itu ditemukan udang mati. Pada pengujian karier kepiting dan udang jambret juga menunjukkan positif virus WSSV dengan tingkatan yang berat. Tabel 3.17. Hasil deteksi positif virus WSSV di Tambak udang Kabupaten Bone. Kelompok No. Jenis Penyakit Komoditi Lokasi Keterangan Penyakit 1. Virus WSSV Udang windu Tambak 2. Virus WSSV Kepiting Tambak 3. Virus WSSV Udang jambret Tambak 3.3.5. Pemantauan di Kabupaten Bulukumba Hasil monitoring di Kabupaten Bulukumba diperoleh bahwa udang di tambak terinfeksi dengan virus WSSV, sedangkan jenis lainnya tidak ditemukan. Ini menunjukkan bahwa WSSV menjadi penyebab utama kematian udang di Tambak di Kabupaten Bulukumba. 3.3.6. Pemantauan di Kabupaten Takalar Hasil monitoring hama penyakit ikan di Kabupaten Takalar disajikan pada Tabel 3.18. Hasil menunjukkan bahwa hanya ditemukan kelompok hama penyakit berupa parasit dan bakteri baik di pembenihan maupun di Tambak udang. Pada kegiatan pembenihan ditemkan parasit Amyloodinium sp yang menyerang ikan kerapu, Vorticella sp, Cacing, Nematoda serta bakteri Flavobacterium sp, Aeromonas sp yang menyerang larva beronang. Di lokasi tambak ditemukan parasit jenis Zoothammium sp dan bakteri Vibrio sp yang menyerang udang vannamei. 29
  • 31. Tabel 3.18. Rangkuman hasil deteksi positif terserang parasit dan bakteri di Tambak udang Kabupaten Takalar. Kelompok No. Jenis Penyakit Komoditi Lokasi Keterangan Penyakit 1. Parasit Amyloodinium sp Kerapu Pembenihan 2. Parasit Zoothammium sp Udang Vannamae Tambak 3. Parasit Zoothammium sp Udang Vannamae Tambak 4. Parasit Vorticella sp Beronang Pembenihan 5. Parasit Cacing Beronang Pembenihan 6. Parasit Nematoda Beronang Pembenihan 7. Bakteri Vibrio sp Beronang Pembenihan 8. Bakteri Vibrio sp Udang Vannamae Tambak 9. Bakteri Vibrio sp Udang Vannamae Tambak Flavobacterium 10. Bakteri sp Larva Beronang Pembenihan 11. Bakteri Aeromonas sp Larva Beronang Pembenihan 30
  • 32. PETA SEBARAN HAMA PENYAKIT HASIL MONITORING HAMA DAN PENYAKIT TA 2008 MAMUJU UTARA LUWU UTARA MAMUJU LUWU TIMUR PALOPO MAMASA TATOR MAJENE WSSV E LUWU Parasit : POLMAS N R E K Amyloolidium PINRANG A N G Cacing, Namatoda SIDRAP Vorticella sp PAREPARE WAJO Zoothamnium sp WSSV Monogonea WSSV SOPPENG IHHNV BARRU Bakteri : TSV BONE Vibrio sp Vibrio sp PANGKEP Aeromonas sp Flavobacterium sp MAROS MAKASSAR SINJAI Pseudomonas sp GOWA BULUKUMBA TAKALAR BANTAENG JENEPONTO SELAYAR WSSV Gambar 2. Peta sebaran hasil deteksi positif hama penyakit ikan di Provinsi Sulawesi Selatan 31
  • 33. IV. KESIMPULAN 4.1 Kualitas Tanah dan Air Kondisi kualitas tanah kawasan budidaya tambak udang/ikan di beberapa daerah bervariasi, ada karena kondisi tanah yang memang kurang baik, ada juga disebabkan oleh karena kegiatan persiapan tanah yang tidak dilakukan dengan baik akibat sarana dan konstruksi tambak yang kurang baik. Kondisi ini juga berdampak pada kualitas air yang dihasilkannya pada kegiatan budidaya. Kegiatan pemeliharaan yang tidak seksama membuat kondisi kualitas air menjadi tambah buruk dan berdamapak pada kualitas udang yang kurang baik pula walaupun secara umum kegiatan budidaya dilakukan secara tradisional. 4.2 Kandungan Residu Logam Berat Dari daerah-daerah yang diidentifikasi kondisi perairan laut kandungan logam berat Hg dan Pb masih rendah, namun untuk jenis Cd ada di atas batas kandungan alami terutama untuk perairan di daerah KabupatenBarru, Bantaeng dan Sinjai. Begituhalnya untuk kawasan air tambak menunjukkan bahwa seluruh kawasan budidaya air tambaknya sudah kurang baik untuk lahan budidaya, sedangkan bila merujuk ke PP no 18 tahun 1999 hanya Cd masih ada di atas batas normal terutama untuk air tambak di Kabupaten Barru, Takalar dan Bulukumba. Untuk kandungan Logam berat ditanah memperlihatkan bahwa yang melebihi 1 mg/L hampir diseluruh daerah identifikasi kecuali kabupaten Pinrang dan Bone. Sedangkan untuk kandungan jenis Cd ada di Kabupaten Sinjai, Takalar dan Barru. Untuk jenis Komoditas perikanan memperlihatkan bahwa untuk jenis udang (windu/vanamei) daerah yang masih terdeksi kandungan logam berat yang berlebihan adalah di kabupaten Pinrang (Pb), Barru (Pb), Sinjai (Pb), dan Bone (Pb). Untuk jenis ikan bandeng terdeteksi di Kabupaten Barru (Cd). Untuk Jenis Kepiting termasuk softshell ada di Kabupaten Pinrang (Pb) dan Bone (Pb 32
  • 34. dan Cd). Pada jenis rumput (cottoni dan Glacilaria) memperlihatkan deteksi melebihi 0,5 ppm berada di Pinrang (Pb), dan Bone (Pb). Sedangkan untuk jenis kerang/siput kandungan yang tinggi ditemukan untuk jenis logam Pb baik di Pinrang maupun Makassar. Pada hasil pengujian chloranmphenicol menunjukkan hasil yang negatif untuk keseluruh sampel yang diujikan baik pakan, ikan dan udang. 4.3. Hama dan Penyakit Dari daerah yang dikunjungi 5 daerah diantaranya yang masih ditemukan hama dan penyakit yang meliputi virus, parasit dan bakteri. Virus yang ditemukan adalah WSSV, IHHNV dan TSV pada komoditas udang windu dan vannamei. Dan saat ini menunjukkan bahwa udang vannamei sudah rentan terhadap serangan virus WSSV, sepertihalnya udang windu. Jenis parasit yang ditemukan adalah jenis Amyloodinium sp, Vorticella sp, Cacing, Nematoda, Zoothammium sp, dan Monogonea, yang ditemukan pada udang dan ikan dan jenis bakteri adalah Vibrio sp, Aeromonas sp, Pseudomonas sp, dan Flavobacterium sp. Jenis ikan kerapu terserang bakteri Vibrio sp dan parasit Amyloodinium. Ikan beronang terserang oleh bakteri Vibrio sp, Aeromonas sp, Pseudomonas sp, dan Flavobacterium sp sedangkan jenis parasit yang menyerang adalah Cacing, Vorticella sp, Nematoda, dan Monogonea. Akan tetapi udang windu dan vannamei juga terserang Vibrio sp, dan secara khusus udang vanammei juga terserang parasit Zoothamnium sp. 33
  • 35. III. PUSTAKA Adhikari, S. 2003. Fertilization, Soil dan Water Quality Management in Small- Scale Ponds : Fertilization Requirementa and soil properties. Central Institute of Freshwater Quaculture, Kausalyagangga, Bulaneswar India. J.Aquaculture Asia, October-December 2003 (Vol. VIII No. 4) Ariawan, I.K dan Poniran. 2004. Persiapan Media Budidaya Udang Windu : Air. Makalah Pelatihan Petugas Teknis INBUDKAN . 24-30 Mei 2004, Jepara. Balai Besar Pengembangan Air Payau, Jepara. Boyd, C.E. 1986. Water Quality Management for Fond Fish Culture. Elselvier Scientific Publishing Company. Amsterdam The Netherland. --------------.1995. Bottom Soils, Sediment, and Pond Aquaculture. Chapman and Hall, New York. 348 pp. Boyd, C.E. C.W. Wood and Taworn Thunjai. 2002. Aquaculture Pond Bottom Soil Quality Management. Oregon State University Corvallis, Oregon. Deocadiz, E.S. V.R. Diaz, and P.F.J. Otico. 1999. Asean Marine Water Quality Criteria For Mercury. Marine Environment Division, Water Quality Management Bureau. Polution Control Departement, Asean-Canada CPMS-II Coorporative Program on Marine Science. Direktorat Pembudidayaan. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Udang. Program Intensifikasi Pembudidayaan Ikan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta Dirjen Perikanan Budidaya. 2007. Rencana Monitoring Residu Obat Ikan, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan atau Kontaminan Tahun 2007. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Harian Fajar. 2007. 49 Cold storadge Indonesia Kena blacklist di Eropa. 26 maret 2007 Kep Dirjend Budidaya. 2005. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No 3491/DPB/HK.150D4/VII/2005. Tentang Petugas Pengambilan Sampel Pada Usaha Di Bidang Pembudidayaan Ikan. Kep Dirjend Budidaya. 2007. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No. 116/DPB/HK.150.04/I/2007. Tentang Pedoman Pelaksanaan Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, bahan Biologi dan atau kontaminan pada Pembudidayaan Ikan. 34
  • 36. Kementrian Lingkungan hidup. 1999. Peraturan Perundang-undangan : PP No.18 tahun 1999: Pengolahan Limbah bahan berbahaya dan beracun. Jilid I Kementrian Lingkungan hidup. Malone Ronald F dan Daniel G. Burden. 1988. Design of Recilculating Blue Crab Shedding System. Louisiana Sea Grand College Program. Center for Wetland Recources Louisiana State University. Mukono, H.J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Airlangga University Press. Saeni, M. Sri dan Latifah K. Darusman. 2002. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan. Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. IPB. Svobodova Z, Richard Lioyd, Jana Machova, dan Blanka Vykusova. 1993. Water Quality and Fish Health. EIPAC Technical Paper. FAO Fisheries Department. Veterinary Residues Committee. 2008. Annual Report on Survilence for Verterinary Residues in Food in UK 2007. Veterinary Residues Committee Van Wyk P. dan John Scarpa. 1999. Water Quality Requirements and Management. Chapter 8 in . Farming Marine Shrimp in Recirculating Freshwater Systems. Prepared by Peter Van Wyk, Megan Davis- Hodgkins, Rolland Laramore, Kevan L. Main, Joe Mountain, John Scarpa. Florida Department of Agriculture and Consumers Services. Harbor Branch Oceanographic Institution. 35