Telah dilakukan penelitian pada bulan November - Januari 2018 dikawasan Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Luas hutan Mangrove di kawasan HLAK mencapai luasan 44,76 Ha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Biodiversitas Gastropoda sebagai Bioindikator kualitas perairan di kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Pengambilan sampel ditentukan secara Random Sampling, dimana lokasi terdiri dari 3 stasiun pengamatan. Pengamatan tiap stasiun dilakukan dengan menggunakan metode transek dengan ukuran 10 x 10 m. Analisis data yang dilakukan meliputi keanekaragaman dan Bioindikator kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman. Hasil penelitian pada 3 Stasiun ditemukan 4 jenis Mollusca yang mewakili 2 famili dari kelas Gastropoda, yakni Cassidula aurisfelis, Ellobium aurismidae, Pythia Sp, dan Littoraria Scabra. Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner (H’). Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner dengan hasil berkisar antara 0,37 – 0,54 masuk dalam kategori rendah. Kualitas perairan dengan menggunakan indeks keanekaragaman menunjukan bahwa kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) memiliki kualitas air sangat tercemar yang mana sumber pengaruhnya berasal dari limbah sampah.
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...robert peranginangin
Informasi mengenai persebaran dan struktur komunitas sumber daya ikan demersal penting sebagai bahan masukan untuk pengelolaan perikanan demersal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keanekaragaman dan persebaran sumber daya ikan demersal berdasarkan perbedaan kedalaman perairan, serta keterkaitannya dengan lingkungan. Penelitian dilaksanakan di Laut Cina Selatan pada bulan Mei sampai Juni 2015 dengan mengoperasikan alat tangkap pukat ikan di stasiun yang telah ditetapkan. Metode analisis keanekaragaman hayati ikan demersal menggunakan beberapa indeks ekologi yaitu indeks kekayaan jenis Margalef, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman Pielou, dan indeks dominansi Simpson. Nilai indeks ekologi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi lingkungan, menggunakan analisis komponen utama. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kestabilan komunitas sumber daya ikan demersal semakin baik seiring dengan meningkatnya kedalaman. Kedalaman, suhu, dan salinitas merupakan parameter yang paling memengaruhi tingkat kekayaan jenis serta persebaran sumber daya ikan demersal, sedangkan persebaran kelimpahan ikan sangat terkait dengan oksigen terlarut dan kecerahan perairan. Implikasinya, kondisi lingkungan perairan sangat memengaruhi persebaran dan kelimpahan ikan demersal.
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...Asramid Yasin
http://ojs.uho.ac.id/index.php/green/article/view/6053
ABSTRAK
Makroinvertebrata berperan penting dalam suatu perairan dan telah lama digunakan sebagai bioindikator kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tingkat pencemaran air Sungai Wanggu dengan menggunakan makroinvertebrata. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus sampai September 2017. Sedangkan parameter yang diamati yaitu fisik, kimia dan biologi. Parameter fisik meliputi (suhu, TSS, kekeruhan dan kecepatan arus). Parameter kimia meliputi (pH, COD, BOD dan DO). Sedangkan parameter biologi yaitu (makroinvertebrata). Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk parameter fisik–kimia perairan, yaitu suhu 340C, 310C dan 350C, TSS 9,26 mg l-1, 13,49 mg l-1 dan 11,53 mg l-1. Kekeruhan 2,15 NTU, 1,86 NTU dan1,95 NTU. Kecepatan arus 35,06 ms-1, 4,77 ms-1 dan 40,48 ms-1. PH 7,16, 7,45 dan 7,78. COD 2,15 mg l-1, 6,38 mg l-1 dan 4,72 mg l-1. BOD 1,09 mg l-1, 1,39 mg l-1 dan 1,18 mg l-1. DO 7,42 mg l-1, 6,95 mg l-1 dan 7,26 mg l-1. Parameter biologi yaitu makroinvertebrata menghasilkan nilai FBI yaitu pada stasiun-I 4,42 dengan kriteria baik, stasiun-II 4,82 kriteria baik dan pada stasiun-III dengan nilai 7,32 dengan kriteria buruk sekali. Dengan demikian kualitas perairan agak tercemar dan tercemar sangat berat.
Kata kunci: Makroinvertebrata,Sungai Wanggu, Kualitas Air
Telah dilakukan penelitian pada bulan November - Januari 2018 dikawasan Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Luas hutan Mangrove di kawasan HLAK mencapai luasan 44,76 Ha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Biodiversitas Gastropoda sebagai Bioindikator kualitas perairan di kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK), Jakarta. Pengambilan sampel ditentukan secara Random Sampling, dimana lokasi terdiri dari 3 stasiun pengamatan. Pengamatan tiap stasiun dilakukan dengan menggunakan metode transek dengan ukuran 10 x 10 m. Analisis data yang dilakukan meliputi keanekaragaman dan Bioindikator kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman. Hasil penelitian pada 3 Stasiun ditemukan 4 jenis Mollusca yang mewakili 2 famili dari kelas Gastropoda, yakni Cassidula aurisfelis, Ellobium aurismidae, Pythia Sp, dan Littoraria Scabra. Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner (H’). Keanekaragaman Gastropoda dihitung dengan menggunakan indeks Shannon-Weiner dengan hasil berkisar antara 0,37 – 0,54 masuk dalam kategori rendah. Kualitas perairan dengan menggunakan indeks keanekaragaman menunjukan bahwa kawasan mangrove Hutan Lindung Angke Kapuk (HLAK) memiliki kualitas air sangat tercemar yang mana sumber pengaruhnya berasal dari limbah sampah.
Struktur komunitas sumber daya ikan demersal berdasarkan kedalaman perairan d...robert peranginangin
Informasi mengenai persebaran dan struktur komunitas sumber daya ikan demersal penting sebagai bahan masukan untuk pengelolaan perikanan demersal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat keanekaragaman dan persebaran sumber daya ikan demersal berdasarkan perbedaan kedalaman perairan, serta keterkaitannya dengan lingkungan. Penelitian dilaksanakan di Laut Cina Selatan pada bulan Mei sampai Juni 2015 dengan mengoperasikan alat tangkap pukat ikan di stasiun yang telah ditetapkan. Metode analisis keanekaragaman hayati ikan demersal menggunakan beberapa indeks ekologi yaitu indeks kekayaan jenis Margalef, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks keseragaman Pielou, dan indeks dominansi Simpson. Nilai indeks ekologi tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi lingkungan, menggunakan analisis komponen utama. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kestabilan komunitas sumber daya ikan demersal semakin baik seiring dengan meningkatnya kedalaman. Kedalaman, suhu, dan salinitas merupakan parameter yang paling memengaruhi tingkat kekayaan jenis serta persebaran sumber daya ikan demersal, sedangkan persebaran kelimpahan ikan sangat terkait dengan oksigen terlarut dan kecerahan perairan. Implikasinya, kondisi lingkungan perairan sangat memengaruhi persebaran dan kelimpahan ikan demersal.
INDIKATOR KUALITAS AIR SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN MAKRO INVERTEBRATA DI SUNGAI...Asramid Yasin
http://ojs.uho.ac.id/index.php/green/article/view/6053
ABSTRAK
Makroinvertebrata berperan penting dalam suatu perairan dan telah lama digunakan sebagai bioindikator kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi tingkat pencemaran air Sungai Wanggu dengan menggunakan makroinvertebrata. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus sampai September 2017. Sedangkan parameter yang diamati yaitu fisik, kimia dan biologi. Parameter fisik meliputi (suhu, TSS, kekeruhan dan kecepatan arus). Parameter kimia meliputi (pH, COD, BOD dan DO). Sedangkan parameter biologi yaitu (makroinvertebrata). Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa untuk parameter fisik–kimia perairan, yaitu suhu 340C, 310C dan 350C, TSS 9,26 mg l-1, 13,49 mg l-1 dan 11,53 mg l-1. Kekeruhan 2,15 NTU, 1,86 NTU dan1,95 NTU. Kecepatan arus 35,06 ms-1, 4,77 ms-1 dan 40,48 ms-1. PH 7,16, 7,45 dan 7,78. COD 2,15 mg l-1, 6,38 mg l-1 dan 4,72 mg l-1. BOD 1,09 mg l-1, 1,39 mg l-1 dan 1,18 mg l-1. DO 7,42 mg l-1, 6,95 mg l-1 dan 7,26 mg l-1. Parameter biologi yaitu makroinvertebrata menghasilkan nilai FBI yaitu pada stasiun-I 4,42 dengan kriteria baik, stasiun-II 4,82 kriteria baik dan pada stasiun-III dengan nilai 7,32 dengan kriteria buruk sekali. Dengan demikian kualitas perairan agak tercemar dan tercemar sangat berat.
Kata kunci: Makroinvertebrata,Sungai Wanggu, Kualitas Air
Tumbuhan sebagai bioindikator pencemaran lingkunganAri Sugiarto
Beberapa jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan (pencemaran air, pencemeran tanah, dan pencemaran udara) memiliki kemampuan dalam mendetekdi atau mengukur tingkat pencemaran lingkungan yang terdapat di suatu kawasan.
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
Kawasan Pulau Parang adalah gugusan pulau di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem laut yang dinilai masih baik, salah satunya adalah ekosistem lamun yang memiliki fungsi sebagai daerah memijah, daerah asuhan dan daerah mencari makan bagi ikan-ikan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi, struktur komunitas juga keterkaitan antara faktor lingkungan dengan keberadaan larva ikan di ekosistem lamun di Kawasan Pulau Parang. Penelitian dilakukan di 5 lokasi di Kawasan Pulau Parang, yakni Legon Boyo, Watu Merah, Pulau Kumbang, Pulau Nyamuk dan Pulau Kembar. Sampling dilakukan pada bulan Juni 2012, September 2012 dan Desember 2012 sebagai perwakilan 3 musim laut, yaitu musim timur, musim peralihan dan musim barat. Sampling larva ikan menggunakan alat modifikasi dari bongonet dengan ukuran mata jaring 500 µm yang ditarik sejauh 50 m sejajar pantai. Larva ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 375 individu, yang terdiri dari 14 famili dengan dominasi famili Gerreidae (68%), Gobiidae (10,13%), Labridae (8,27%), Blennidae (5,6%) dan Atherinidae (3,47%). Hasil analisa indeks biologi secara temporal, keanekaragaman (H’) larva ikan tertinggi ada di musim peralihan (1,742), nilai keseragaman (E) rendah (0,312) dan nilai dominansi 0,498. Secara spasial, keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat di Legonboyo (1,294), Pulau Nyamuk (1,231) dan Pulau Kembar (0,947). Selama kegiatan penelitian berlangsung kualitas perairan suhu 28,5 o C - 31,14 o C; salinitas 29,5 o / oo - 34 o / ; pH 7,5 – 8; DO 3,37 ppt – 12,92 ppt; amonium 0,016 – 0,959 mg/L; Nitrat 0.003 – 0,877 mg/L; Nitrit 0,003 – 0,036 mg/L; Orthofosfat 0,000 – 0,089 mg/L; dan BOT air 0,088 – 244,932. Hasil analisa PCA (Principal Component Analysis) terhadap stasiun menunjukkan bahwa ditiap musimnya, ke 5 stasiun dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ciri parameternya masing-masing. Parameter perairan nitrit hampir diseluruh lokasi penelitian dimusim barat menunjukkan korelasi negatif terhadap kelimpahan larva ikan.
Kegiatan perikanan budidaya dikenal baik
menjadi penyumbang utama terhadap peningkatan tingkat limbah organik dan bahan
beracun dalam industri budidaya. Seiring dengan perkembangan budidaya perikanan yang
intensif di Cina, menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan dampak dari limbah
budidaya yang semakin meningkat baik terhadap produktivitas internal sistem budidaya dan
terhadap ekosistem perairan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, jelas bahwa proses
pengelolaan limbah yang sesuai sangat diperlukan untuk pengembangan budidaya
perikanan yang berkelanjutan. Tinjauan ini bertujuan untuk mengidentifikasi status terkini
perikanan budidaya dan produksi limbah perikanan budidaya di Cina
Tumbuhan sebagai bioindikator pencemaran lingkunganAri Sugiarto
Beberapa jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bioindikator pencemaran lingkungan (pencemaran air, pencemeran tanah, dan pencemaran udara) memiliki kemampuan dalam mendetekdi atau mengukur tingkat pencemaran lingkungan yang terdapat di suatu kawasan.
ANALISIS PARAMETER FISIKA-KIMIA UNTUK KEPENTINGAN REHABILITASI EKOSISTEM MANG...Asramid Yasin
Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jgg/article/view/9048
Abstrak: Di beberapa tempat telah dilakukan rehabilitasi terhadap kawasan mangrove yang telah rusak namun pada kenyataannya tidak semua kegiatan rehabilitasi mangrove berhasil dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui kondisi parameter lingkungan perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli sesuai untuk kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dan menentukan strategi rehabilitasi yang tepat untuk diterapkan di perairan pantai Bungkutoko Kecamatan Abeli. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni-Juli 2009 bertempat di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kabupaten Kendari Sulawesi Tenggara. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Dari hasil pengukuran beberapa parameter fisika-kimia di pesisir pulau Bungkutoko Kecamatan Abeli Kota Kendari yang diperoleh sesuai untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan memperhatikan waktu penanaman yang tepat yaitu ketika musim berbuah mangrove dan musim teduh dan menggunakan teknik penanaman secara langsung menggunakan propagul dan penanaman menggunakan anakan (bibit dalam polybag).
Kajian komunitas larva ikan pada ekosistem padang lamun di kawasan pulau para...Mujiyanto -
Kawasan Pulau Parang adalah gugusan pulau di Kepulauan Karimunjawa yang memiliki ekosistem laut yang dinilai masih baik, salah satunya adalah ekosistem lamun yang memiliki fungsi sebagai daerah memijah, daerah asuhan dan daerah mencari makan bagi ikan-ikan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi, struktur komunitas juga keterkaitan antara faktor lingkungan dengan keberadaan larva ikan di ekosistem lamun di Kawasan Pulau Parang. Penelitian dilakukan di 5 lokasi di Kawasan Pulau Parang, yakni Legon Boyo, Watu Merah, Pulau Kumbang, Pulau Nyamuk dan Pulau Kembar. Sampling dilakukan pada bulan Juni 2012, September 2012 dan Desember 2012 sebagai perwakilan 3 musim laut, yaitu musim timur, musim peralihan dan musim barat. Sampling larva ikan menggunakan alat modifikasi dari bongonet dengan ukuran mata jaring 500 µm yang ditarik sejauh 50 m sejajar pantai. Larva ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 375 individu, yang terdiri dari 14 famili dengan dominasi famili Gerreidae (68%), Gobiidae (10,13%), Labridae (8,27%), Blennidae (5,6%) dan Atherinidae (3,47%). Hasil analisa indeks biologi secara temporal, keanekaragaman (H’) larva ikan tertinggi ada di musim peralihan (1,742), nilai keseragaman (E) rendah (0,312) dan nilai dominansi 0,498. Secara spasial, keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat di Legonboyo (1,294), Pulau Nyamuk (1,231) dan Pulau Kembar (0,947). Selama kegiatan penelitian berlangsung kualitas perairan suhu 28,5 o C - 31,14 o C; salinitas 29,5 o / oo - 34 o / ; pH 7,5 – 8; DO 3,37 ppt – 12,92 ppt; amonium 0,016 – 0,959 mg/L; Nitrat 0.003 – 0,877 mg/L; Nitrit 0,003 – 0,036 mg/L; Orthofosfat 0,000 – 0,089 mg/L; dan BOT air 0,088 – 244,932. Hasil analisa PCA (Principal Component Analysis) terhadap stasiun menunjukkan bahwa ditiap musimnya, ke 5 stasiun dikelompokkan menjadi 4 kelompok dengan ciri parameternya masing-masing. Parameter perairan nitrit hampir diseluruh lokasi penelitian dimusim barat menunjukkan korelasi negatif terhadap kelimpahan larva ikan.
Kegiatan perikanan budidaya dikenal baik
menjadi penyumbang utama terhadap peningkatan tingkat limbah organik dan bahan
beracun dalam industri budidaya. Seiring dengan perkembangan budidaya perikanan yang
intensif di Cina, menimbulkan kekhawatiran tentang kemungkinan dampak dari limbah
budidaya yang semakin meningkat baik terhadap produktivitas internal sistem budidaya dan
terhadap ekosistem perairan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, jelas bahwa proses
pengelolaan limbah yang sesuai sangat diperlukan untuk pengembangan budidaya
perikanan yang berkelanjutan. Tinjauan ini bertujuan untuk mengidentifikasi status terkini
perikanan budidaya dan produksi limbah perikanan budidaya di Cina
Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di kawasan desa parang,...Mujiyanto -
Gastropoda adalah salah satu kelas moluska yang sangat mudah ditemukan di ekosistem mangrove. Di ekosistem ini, gastropoda berperan dalam membantu proses dekomposisi serasah. Informasi tentang struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di Kawasan Desa Parang belum ada, sehingga perlu adanya kajian tentang struktur komunitas gastropoda di kawasan tersebut sebagai acuan untuk pengelolaan. Pada bulan Juni-Desember 2012 telah dilakukan penelitian tentang struktur komunitas gastropoda di Kawasan Desa Parang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang ditemukan 29 jenis dari 16 famili gastropoda. Kelimpahan rata-rata gastropoda berkisar antara 2,10–18,85 ind/m 2 . Indeks keanekaragaman berkisar antara 0,35–1,45 yang termasuk dalam kategori rendah sampai sedang. Nilai Indeks Keseragaman masuk dalam kategori rendah sampai tinggi dengan nilai berkisar antara 0,12–0,62 dan kisaran Indeks Dominasi antara 0,50–0,84 masuk dalam kategori terdapat spesies yang mendominasi. Littoraria scabra adalah jenis gastropoda yang mendominasi di ekosistem mangrove Kawasan Desa Parang.
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI PLANKTON DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak . Teluk Semarang merupakan teluk terbesar di pantai utara Jawa Tengah dan tercatat terdapat 29 aliran sungai bermuara ke teluk ini. Banyak aktifitas manusia seperti industri, pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini yag berpotensi menjadi tekanan ingkungan bagi organisme yang hidup di teluk ini. Plankton merupakan organisme yang hidup di perairan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan merupakan sumber makanan alami bagi ikan dan organisme laut lainnya. Mengkaji kelimpahan dan indeks diversitas plankton menjadi tujuan dari penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan SeptemberOktober 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu. Hasil menunjukkan bahwa jenis fitoplankton terdiri dari 6 kelas dan 37 genera sedangkan zooplankton yang ditemukan terdiri dari 6 kelas dan 32 genera. Kelimpahan fitoplankton lebih banyak daripada zooplankton dan memiliki kecederungan hubungan yang berbanding terbalik. Indeks diversitas fitoplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat rendah hingga sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis tidak sama dan terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu. Indeks diversitas zooplankton menunjukkan tingkat keragaman, kesetabilan komunitas dan tekanan lingkungan berada pada tingkat sedang, tingkat keseragaman jumlah tiap jenis sama dan tidak terdapat kecenderungan dominasi jenis tertentu
Kata Kunci: plankton, distribusi dan komposisi, teluk Semarang
Berdasarkan hasil praktikum mengenai produktivitas primer yang telah dilakukan di danau UNESA Ketintang, dapat diketahui bahwa:
1. Nilai kadar fotosintesis perairan sebesar 0,596 mg/L
2. Nilai kadar respirasi perairan sebesar 0,542 mg/L
3. Nilai kadar produktivitas primer perairan sebesar 0,054 mg/L
4. Nilai kadar produktivitas total perairan sebesar 1,138 mg/L
Jadi, laju fotosintesis pada perairan lebih tinggi daripada laju respirasi pada perairan.
Kegiatan pemantauan kawasan budidaya dan penyakit ikan merupakan salah satu perangkat yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi data hasil produksi dan informasi yang relevan tentang keragaan/dinamika penyakit tertentu pada suatu ”lokasi” sebagai akibat dari fluktuasi beberapa parameter kualitas lingkungan budidaya. Dari hasil pemantauan yang dilakukan di Selat Nenek, Kelurahan Temoyong diketahui bahwa kondisi kualitas air cukup optimal untuk produksi ikan laut, Sementara hasil analisa penyakit menunjukkan bahwa terdapat infeksi parasit Diplectanum spp dan infeksi bakteri Vibrio sp sebagai dampak sistem budidaya yang dilakukan. Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa masyarakat sangat antusias untuk melakukan pengembangan produksi budidaya dengan disertai dukungan oleh pemerintah daerah
Similar to BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA (20)
Sebagai salah satu pertanggungjawab pembangunan manusia di Jawa Timur, dalam bentuk layanan pendidikan yang bermutu dan berkeadilan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Untuk mempercepat pencapaian sasaran pembangunan pendidikan, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur telah melakukan banyak terobosan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Salah satunya adalah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, dan Sekolah Luar Biasa Provinsi Jawa Timur tahun ajaran 2024/2025 yang dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan tanpa diskriminasi.
Pelaksanaan PPDB Jawa Timur tahun 2024 berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, Keputusan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi nomor 47/M/2023 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru pada Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan dan Sekolah Luar Biasa. Secara umum PPDB dilaksanakan secara online dan beberapa satuan pendidikan secara offline. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik, orang tua, masyarakat untuk mendaftar dan memantau hasil PPDB.
tugas pai kelas 10 rangkuman bab 10 smk madani bogor
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
1. Reprint:
JURNALILMU-ILMUPERAIRANDANPERIKANANINDONESIA
ISSN 0854-3194
Juni 2004, Jilid 11, Nomor 1
Halaman 61 – 66
Bio-Ecologi Kerang Lamis (Meretrix meretrix)
di Perairan Marunda
(Bio-ecology of Lamis (Meretrix meretrix) from Marunda Coast)
Isdradjat Setyobudiandi, Eddy Soekendarsih, Yon Vitnerdan Rini Setiawati
Alamat Penyunting dan Tata Usaha: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor - Jl. Lingkar Akademik, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Wing C, Lantai 4 - Telepon (0251)
622912, Fax. (0251) 622932. E-mail : jippi@centrin.net.id
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional No. 22/DIKTI/Kep /2002 tanggal 8
Mei 2002 tentang Hasil Akreditasi Jurnal Ilmiah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun 2002, Jurnal Ilmu-ilmu Perairan
dan Perikanan Indonesia (JIPPI) diakui sebagai jurnal nasional terakreditasi.
2. 61
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix)
DI PERAIRAN MARUNDA
(Bio-ecology of Lamis (Meretrix meretrix) from Marunda Coast)
Isdradjat Setyobudiandi1
, Eddy Soekendarsih1
, Yon Vitner
1
, dan Rini Setiawati
1
ABSTRAK
Kerang lamis (Meretrix-meretrix) termasuk sumberdaya moluska (kelompok bivalva) yang bernilai e-
konomi tinggi. Namun demikian kegiatan penangkapan dari sedian stok alami di perkirakan telah menyebab-
kan terjadinya penurunan populasi kerang lamis. Kondisi ini diperparah dengan perubahan kualitas lingkung-
an yang semakin memprihatinkan. Untuk itu diperlukan suatu kajian tentang upaya pengelolaan yang dapat
menjamin kelangsungan sumberdaya M. meretrix melalui pendekatan ekobiologi. Pendekatan yang diguna-
kan adalah analisis ekologi kuantitatif (keseragaman, keragaman, dominansi), analisis biostratigrafi dan anali-
sis populasi dengan program FISAT II. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyebaran lamis mengikuti pola
sebaran BOD, salinitas, karbon organik dan tingkat kekeruhan. Secara umum kerang terbagi menjadi lima
kelompok ukuran, dengan kepadatan tertinggi pada ukuran 32.08-33.23 mm. Sedangkan panjang takhingga
adalah 48.90 mm (L∞) dengan laju pertumbuhan 1 (K).
Kata kunci: lamis (Meretrix-meretrix), panjang takhingga, keragaman, keseragaman, dominansi, biostrati-
grafi, pertumbuhan.
ABSTRACT
Lamis (Meretrix meretrix) is one of the mollusk group that has a high economical value in the market.
But, uncontrolled exploitation in nature can cause the population of lamis is declines and these condition also
support by decrease and poor environmental quality. It is needed one management and strategy to
maintenance the population of lamis in the nature, by using eco-biological method. Analysis that used in
these research such as quantitat ive ecology (heterogeneity, equitability, dominance), biostratigraphy analysis
and population analysis was performed by using FISAT II program. The result shows that the lamis
distribution follow BOD, salinity, organic carbon in substrate, and turbidity trend dispersion. In general the
shell divides into five groups with the highest population of 32.08-33.23 mm in site. While the infinity length
is 48.90 mm (L∞) with growth rate is 1 (K).
Key words: lamis (Meretrix-meretrix), infinity length, heterogeneity, equitability, dominance, biostratigra-
phy, growth.
PENDAHULUAN
Meretrix meretrix termasuk salah satu bi-
valvia yang bernilai ekonomis tinggi. Di bebe-
rapa tempat M. meretrix menjadi sumber peng-
hasilan bagi penduduk sekitar. Kerang M. me-
retrix dikenal dengan beberapa nama lokal se-
perti kerang susu, kerang putih, kerang lamis.
Beberapa lokasi penangkapan kerang M. mere-
trix yaitu Pandeglang, Banten, Teluk Jakarta,
Tuban dan Gresik, Pantai timur Sumatera, Sela-
tan Sulawesi dan Kalimantan.
Salah satu lokasi penangkapan dan budi-
daya jenis kerang M. meretrix adalah di daerah
perairan Marunda, namun pemanfaatannya ma-
sih terasa kurang dibandingkan jenis bivalvia
lainnya seperti kerang hijau dan kerang darah
karena dianggap kurang ekonomis.
Keberadaan dan distribusi M meretrix di-
pengaruhi oleh keadaan lingkungan dan tingkat
eksploitasi. Kondisi lingkungan yang rusak ka-
rena berbagai kegiatan manusia seperti pembu-
kaan lahan dan kegiatan tambak serta efek kegi-
atan urban (perkotaan) mengakibatkan menu-
runnya daya dukung lingkungan. Di Pande-
glang selama lima tahun terakhir terjadi penu-
runan ukuran kerang yang dipanen masyarakat.
Di Jakarta perubahan distribusi terjadi karena
pengaruh aktifitas daratan dan penurunan mutu
kualitas air.
Melihat kondisi seperti di atas perlu dila-
kukan upaya pengelolaan dengan strategi pe-
1
Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3. 62 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2004, Jilid 11, Nomor 1: 61-66
manfaatan yang tepat seperti pembatasan waktu
dan ukuran tangkap. Mengingat terbatasnya lo-
kasi penyebaran kerang M meretrix, beberapa
informasi yang diperlukan untuk itu adalah in-
formasi spasial tentang keberadaan biota dan
densitasnya agar kelestarian dan keberlanjutan
sumberdaya kerang di lokasi tersebut dapat di-
wujudkan. Informasi yang didapatkan ini diha-
rapkan dapat menambah informasi tentang mo-
luska jenis bivalvia, kerang M meretrix khusus-
nya untuk melakukan pengelolaan secara lestari
dan berkelanjutan.
Dalam mengembangkan konsep pengelo-
laan yang mempertimbangkan upaya pemanfa-
atan adalah melalui pengkajian informasi biolo-
gi dan ekologi Meretrix. Penelitian ini bertuju-
an untuk melihat struktur Biologi-Ekologi ke-
rang susu Meretrix dari perairan Marunda.
BAHAN DAN METODE
Lokasi pengambilan contoh ditentukan
secara purposive (terpilih) yaitu di muara Su-
ngai Blencong di Jakarta. Lokasi yang dipilih
yaitu daerah yang memiliki perbedaan karakte-
ristik akibat pengaruh dari luar. Lokasi berada
di sekitar kawasan industri (KBN - Kawasan
Berikat Nusantara) dan di sekitar pemukiman
penduduk.
Pengambilan contoh dilakukan secara
berlapis pada 6 transek dengan 18 titik pengam-
bilan contoh. Tiga transek mewakili lokasi pe-
mukiman dan tiga transek mewakili lokasi in-
dustri (KBN). Lokasi pengambilan contoh di-
batasi oleh kawasan Sungai Blencong. Pemi-
sahan kedua kelompok lokasi pengambilan con-
toh ini didasarkan pada pemikiran bahwa terda-
pat pengaruh yang berbeda terhadap populasi
(kepadatan dan pertumbuhan) kerang M. mere-
trix akibat perbedaan pengaruh yang terjadi.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perangkat pengambilan contoh kualitas
air meliputi alat titrasi, botol kemerer, dan Pe-
tersen dredge. Bahan yang di gunakan adalah
bahan pengawet (formalin dan lugol). Contoh
air dianalisis secara insitu dan eksitu. Analisa
eksitu dilakukan di Laboratorium Fisik-Kimia
Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan dan Lingkungan FPIK-
IPB. Sedangkan contoh biota M. meretrix dia-
nalisis di Laboratorium Manajemen Sumberda-
ya Perikanan, Departemen MSP, FPIK IPB.
Kualitas perairan dianalisis dengan meng-
gunakan Sidik Komponen Utama (Principal
Component Analisis) (Legendre and Legendre,
1983). Analisis parameter biologi meliputi ana-
lisis kelompok ukuran kerang dan pertumbuhan
dengan program FISAT II melalui pendekatan
Bathacharya, dan Pencaran Von Bartalanffy
(Pauly, 2002). Sedangkan analisis ekologi di-
antaranya kepadatan spasial, serta hubungan pa-
rameter dengan kepadatan spasial M. meretrix.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas Perairan
Suhu di sekitar pemukiman berkisar 28-
30 o
C dan industri 29-31 o
C. Pola distribusi ho-
risontal suhu pada pemukiman dan industri
memperlihatkan pola peningkatan. Salinitas
perairan relatif rendah berkisar antara 15-25 %.
Salinitas di sekitar pemukiman penduduk berki-
sar antara 17-25 % sedangkan di sekitar industri
15-24 %. Rendahnya salinitas terjadi karena
percampuran masa air tawar yang dibawa Su-
ngai Blencong. Arus di pemukiman berkisar
antara 0.05-0.27 m/dt dan di industri 0.05-0.17
m/dt. Sedangkan kedalaman perairan antara
0.60-1.55 m di pemukiman dan 0.90-1.63 m di
sekitar industri KBN.
Kekeruhan perairan juga cukup bervaria-
si, terutama sekitar kawasan pemukiman yaitu
15.0-34.5 mhos/dt, dan di sekitar industri berki-
sar antara 7.1-21.5 mhos/dt. Kekeruhan yang
tinggi terjadi karena air tawar yang membawa
bahan-bahan tersuspensi kemuara Sungai Blen-
cong cukup besar. Arus dan kedalaman perair-
an tidak terlalu bervariasi di kedua lokasi terse-
but. Sedangkan kandungan karbon organic ter-
lihat cukup bervariasi. Kandungan C-organik
berkisar antara 0.30-1.08 mg/l di sekitar kawas-
an pemukiman dan 0.20-3.38 mg/l di sekitar ka-
wasan industri.
Kisaran pH antara 6.5-7.5 dan tidak ter-
dapat perbedaan yang nyata antara kedua
lapisan yang diamati. Sementara itu kandungan
oksigen terlarut mencapai 2.01-9.24 mg/l. Kan-
dungan oksigen terlarut di kawasan pemukiman
cenderung lebih rendah yaitu 2.01-5.22 mg/l di-
bandingkan kawasan dekat industri KBN yang
mencapai 3.21-9.00 mg/l.
Kandungan organik biologi (BOD) berki-
sar antara 3.01-16.06 mg/l. Kandungan BOD di
4. Setyobudiandi, I., E. Soekendarsih, Y. Vitner dan R. Setiawati, Bio-ecology Kerang Lamis . . . 63
sekitar pemukiman berkisar antara 4.82-16.06
mg/l dan di sekitar industri antara 3.01-7.03
mg/l. Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) terli-
hat lebih tinggi dari BOD. COD di sekitar pe-
mukiman berkisar antara 8.78-57.26 mg/l dan
sekitar industri mencapai 8.78-20.90 mg/l.
Analisis statistika memperlihatkan bahwa
kondisi kualitas perairan pada kedua lokasi ter-
sebut secara umum tidak berbeda nyata dengan
(p<0.05). Walaupun terdapat perbedaan tapi se-
cara umum kawasan di sekitar pemukiman dan
industri tidak berbeda dilihat dari kondisi kua-
litas perairannya.
Sidik komponen utama secara umum meng-
gambarkan bahwa parameter BOD, C organik, sa-
linitas dan kekeruhan sangat berperan terhadap
penyebaran kerang M. meretrix. BOD serta ke-
keruhan terlihat sangat dominan mempengaruhi
kepadatan pada stasiun 2 dan 3 di kawasan in-
dustri (Gambar 1).
S u h u
p H
K e d a l a m a n
Arus
D O
k e c e r a h a n
salinitas
k e k e r u h a n
B O D
C O D
TSS
Pasir
D e b u
L i a t
C-organik
D i s t r i b u s i s p a s i a l
K e p a d a t a n
-0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
-0.5 -0.3 -0.1 0.1 0.3 0.5
F1 (39,6%)
F2(32,6%)
6
5
4
3
2
1
- 0 . 8
- 0 . 6
- 0 . 4
- 0 . 2
0
0 . 2
0 . 4
0 . 6
0 . 8
- 0 . 6 -0.4 -0.2 0 0.2 0 . 4 0.6
F1 (39,6%)
F2(32,6%)
Gambar 1. Karakter Parameter Lingkungan di Lokasi Pengamatan.
Struktur Ekologi Kerang Susu
Total kepadatan pada tiap stasiun tidak
menunjukkan perbedaan yang terlalu besar, ke-
padatan terendah terdapat pada stasiun 3 ka-
wasan industri yaitu 579 ind/m2
. Sedangkan ke-
padatan tertinggi terdapat pada stasiun 2 di se-
kitar kawasan pemukiman yaitu 1381 ind/m2
.
Kepadatan M. meretrix yang berbeda pada ma-
sing-masing daerah, yaitu untuk daerah pemu-
kiman 344.33 ind/m2
dan 482.67 ind/m2
untuk
daerah industri. Kepadatan daerah industri lebih
tinggi dibandingkan kepadatan daerah pemu-
kiman.
Nilai Indeks penyebaran menjelaskan po-
la penyebaran M. meretrix baik pada masing-
masing stasiun, tiap daerah/lapisan maupun se-
cara keseluruhan di perairan Marunda, Teluk
Jakarta seperti disajikan pada Tabel 1.
Pola penyebaran M. meretrix pada ma-
sing-masing stasiun, menurut lapisan dan kese-
luruhan di Perairan Marunda, Teluk Jakarta me-
ngikuti pola penyebaran mengelompok. Menu-
rut Setyawati (1986) di Panimbang dan Siswan-
toro (2002) di Pantai Jenu, Tuban distribusi M.
meretrix umumnya mengelompok. Berdasarkan
pola pengelompokan kerang M.meretrix di Ja-
karta dengan daerah lainnya. maka disimpulkan
bahwa terdapat pola yang sama dari distribusi
kerang M.meretrix yang terdapat di Jakarta.
Tabel 1. Indeks Dispersi Morisita M. meretrix
Lapisan Stasiun
Kepa-
datan
Total
(ind/m2
)
Pan-
jang
Rata-
rata
Id Keterangan
I 1.162 32.12 1.08 Mengelompok
II 940 32.57 1.01 MengelompokPemukiman
III 579 26.31 1.02 Mengelompok
I 1.215 32.80 1.02 Mengelompok
II 1.381 32.61 1.06 MengelompokIndustri
III 963 32.78 1.04 Mengelompok
Sumber: Data Primer (2003)
Variasi jumlah dan kepadatan tersebut di-
pengaruhi faktor lingkungan dan eksploitasi
manusia. Faktor lingkungan yang paling berpe-
ngaruh terhadap penyebaran atau distribusi ke-
5. 64 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2004, Jilid 11, Nomor 1: 61-66
rang lamis adalah kecerahan, DO, suhu, TSS,
kedalaman, jenis substrat dan C-organik.
Substrat dan kandungan bahan organik
(C-organik) biota juga berhubungan dengan ke-
tersediaan makanan yang menjadi kebutuhan-
nya. Hampir seluruh hasil Id (Indeks Dispersi
Morisita) M. meretrix yang menunjukkan pola
mengelompok memiliki nilai yang cenderung
kecil (mendekati 1), hal tersebut berarti kerang
jenis M. meretrix memiliki pola sebaran yang
luas di daerah penelitian ini. Penyebaran yang
luas dapat disebabkan spesies ini tidak terlalu
memilih tempat hidupnya atau dapat hidup di-
mana saja, namun masih dalam intensitas batas
kemampuan M. meretrix.
Distribusi Spasial Kerang Susu
Distribusi spasial kerang Meretrix dapat
dilihat dari beberapa karakteristik dan tingkah
laku kerang terhadap lingkungaannya. Berda-
sarkan kelompok ukurannya, asosiasi dengan
kondisi lingkungan dan profil menegak terha-
dap garis pantai, secara umum profil distribusi
spasial M. meretrix disajikan pada skema dalam
Tabel2.
Tabel 2. Profil Distribusi Spasial M. meretrix di
Kawasan Industri.
Kawasan
Industri
Jarak
10m 25m 15m
st1 st2 st3 offshore
Profil Pantai
Kepadatan 1162 940 579 Turun
BOD 5,22 5,36 4,48 Fluktuasi naik
C-Organik 1,32 0,32 0,81 Fluktuasi turun
Salinitas 21,17 22,17 24 Naik
Kekeruhan 14,5 12,77 9,57 Turun
Sumber: Analisis Data Primer, 2003
Dari profil menegak untuk daerah indus-
tri terlihat bahwa distribusi salinitas berbanding
terbalik dengan distribusi kerang lamis. Pening-
katan salinitas menyebabkan menurunnya kepa-
datan populasi kerang. Pola yang sama juga
terjadi di tingkat kekeruhan perairan. Sementa-
ra itu profil BOD memiliki pola yang terbalik
dengan C- organik.
Dari profil spasial untuk daerah pemu-
kiman (Tabel 3) terlihat bahwa kandungan
BOD, kekeruhan dan C-Organik memiliki pola
yang sama dengan sebaran kepadatan kerang M.
meretrix. Sedangkan Salinitas memiliki pola
yang berlawanan dengan sebaran kepadatan.
Beberapa informasi penting yang didapat yaitu
terjadinya peningkatan kepadatan dalam hu-
bungannya dengan peningkatan BOD, kekeruh-
an dan C-Organik. Sebaliknya peningkatan ke-
padatan terjadi dengan adanya penurunan Sali-
nitas.
Tabel 3. Profil Distribusi Spasial M. meretrix di
Kawasan Pemukiman.
Kawasan
Pemukiman
Jarak
10m 15m 15m
st1 st2 st3 offshore
Profile Pantai
Kepadatan 1215 1381 963 Fluktuasi naik
BOD 7,16 11,31 7,23 Fluktuasi naik
C-Organik 0,43 0,63 0,59 Fluktuasi naik
Salinitas 20,5 19,67 21,33 Fluktuasi turun
Kekeruhan 20,42 22,5 19 Fluktuasi naik
Sumber: Analisis Data Primer (2003)
Terlihat bahwa peran salinitas sangat me-
nentukan penyebaran populasi M meretrix. Ke-
rang lamis tidak bisa berkembang baik pada sa-
linitas tinggi, dan selalu ada pencampuran masa
air tawar sehingga umumnya ditemukan diseki-
tar daerah muara sungai dengan masukan keke-
ruhan perairan yang tinggi.
Biologi Populasi Kerang Meretrix-meretrix
Klasifikasi kerang lamis (M. meretrix)
menurut Abbot (1974) adalah:
Filum:Moluska
Klas: Bivalvia
Subklas:Heterodonta
Ordo: Veneroida
Superfamili: Veneroidea
Famili: Veneridae
Subfamili: Meretricinae
Genus: Meretrix
Species: Meretrix spp
Nateewathana (1994) menyatakan ada-
pun ciri-ciri morfologi Meretrix meretrix antara
lain: memiliki cangkang yang tipis, licin, berki-
lap, ujung belakang panjang dan beberapa datar,
tubuh berbentuk menyerupai telur, bagian umbo
yang besar, pada bagian tengah anterior meng-
gembung dan bagian depan yang ramping, per-
6. Setyobudiandi, I., E. Soekendarsih, Y. Vitner dan R. Setiawati, Bio-ecology Kerang Lamis . . . 65
mukaan halus, palial sinus dalam, warna berva-
riasi, dengan bagian anterior yang berwarna pu-
tih.
M. meretrix merupakan jenis kerang yang
secara umum hidup tersebar luas di sepanjang
pantai berpasir halus dan dibudidayakan secara
intensif dibeberapa daerah laut dangkal dan ter-
buka dengan jenis substrat berupa pasir (Davy
dan Graham, 1982). M. meretrix termasuk filter
feeder karena memiliki siphon yang pendek
yang tidak mampu menjulurkan siphon pendek
tersebut keluar dari lapisan permukaan untuk
menyaring makanan jika hidupnya di tempat
yang lebih dalam (Setyawati, 1986).
Kelompok ukuran
Analisis kelompok ukuran kerang M. me-
retrix pada kedua kategori lapisan di Marunda
memberikan 5 kelas ukuran. Pola sebaran ke-
lompok ukuran di kawasan pemukiman disaji-
kan pada Gambar 2.
Gambar 2. Pola Sebaran Ukuran Lamis di Ka-
wasan Pemukiman.
Berdasarkan program FISAT II, rata-rata
pada setiap kelompok ukuran di kawasan pemu-
kiman di sajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-Rata Ukuran pada Setiap Kelom-
pok Ukuran di Kawasan Pemukiman.
Kelompok
Ukuran
Rata-rata
Kelompok
Ukuran
Lamis
Simpangan
Baku
Ukuran
Contoh
SI
1 21.74 1.06 23 -
2 27.42 2.14 660 3.55
3 32.08 1.80 1 140 2.37
4 36.72 1.73 339 2.63
5 41.04 1.42 37 2.74
Dari hasil analisis diatas terlihat bahwa
kepadatan terbesar pada kelompok umur 32.08
mm yang berjumlah 1140 ekor kerang. Dapat
diduga bahwa kelompok ukuran optimal untuk
eksploitasi (optimum harvesting) pada kelom-
pok ukuran 32 mm keatas. Rendahnya kepa-
datan pada kelompok ukuran yang lebih besar
dapat disebabkan oleh kegiatan penangkapan
kerang yang cenderung mengambil ukuran ke-
rang yang lebih besar untuk panen. Sehingga
yang tersisa di alam menjadi lebih sedikit. Se-
baran kelompok ukuran di kawasan Industri di-
sajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Pola Sebaran Ukuran Lamis di Ka-
wasan Industri.
Berdasarkan program FISAT II, rata-rata
pada setiap kelompok ukuran di kawasan
industri disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-Rata Ukuran pada Setiap Kelom-
pok Ukuran di Kawasan Industri.
Kelompok
Ukuran
Rata-rata
Kelompok
Ukuran
Lamis
Simpangan
Baku
Ukuran
Contoh
SI
1 26.13 1.04 37 -
2 30.26 1.50 629 3.25
3 33.23 1.39 1.549 2.06
4 36.37 1.44 1 318 2.22
5 40.29 0.67 20 3.72
Kepadatan terbesar pada kelompok ukur-
an 33.23 mm dan 36.36 mm. Kerang yang ber-
ukuran lebih besar banyak ditemukan di sekitar
kawasan industri. Kondisi ini terjadi karena ku-
rangnya upaya penangkapan kerang yang dila-
kukan masyarakat di sekitar industri. Serta ke-
mungkinan kondisi lingkungan yang cukup baik
untuk kehidupan kerang. Analisis statistik dari
7. 66 Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2004, Jilid 11, Nomor 1: 61-66
kedua lokasi terlihat tidak adanya perbedaan ke-
dua kelompok ukuran. Dalam artian rata-rata
kelompok ukuran di industri lebih besar dari ra-
ta-rata kelompok ukuran di kawasan pemukim-
an. Analisis pertumbuhan dan trend kecepatan
pertumbuhan memberikan koefisien laju per-
tumbuhan mencapai 1 (K = 1) dengan panjang
asimptotik (L∞ = 48,90 mm) serta pola sebaran
seperti disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Pencaran Von Bartalanfy untuk Ke-
rang M. meretrix.
Kerang mampu tumbuh mencapai laju 1
sampai ukuran 48.90 mm. Setalah mencapai
panjang rata-rata maksimum, maka kerang akan
mengalami penurunan percepatan pertumbuhan
(pertumbuhan akan berhenti).
PUSTAKA
Abbot, E. 1974. Biology of Invertebrate of Sheell
(Meretrix sp). Manual I. Plenum Press. NY.
Davy and Graham. 1982. River and Coastal Zonation
and Clasification. Blackwell Scientific Oxford,
London.
Legendre and Legendre. 1983. Numerical Ecology. Else-
vier Scientific Publishing Company.
Nateewathana, S. G. 1994. The Feeding and Survival
Strategy of Mollusc. Elsevier Scientific Publishing
Company. NY.
Pauly, R. 2002. Fish Management Toll (FISAT Pro-
gram II). IRRI Philiphina, Manila.
Setyawati. 1986. Struktur Populasi Kerang Lamis (Me-
retrix-meretrix) di Panimbang. Skripsi. Unpublished.
Siswantoro, B. 2002. Biologi Populasi Kerang Putih
(Meretrix meretrix) di Pantai Jenu Tuban. Fakultas
Perikanan. IPB.