1. 17
KATA PENGANTAR
Segala puji senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan hidayahNya kami dapat dapat menyelesaikan Makalah tentang Business Process
Reengineering guna memenuhi tugas Manajemen Operasional Lanjutan.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan lebih rinci tentang Pengertian,
Tujuan, Sifat, Prinsip dari Business Process Reengineering . Tidak lupa pada kesempatan kali ini
kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Untuk itu, kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. Kedua Orang Tua Tim Penyusun.
2. Dosen kami Bapak Dr. H. Susilo Toto Rahardjo, SE, MT dan Bapak Drs.
Bambang Munas D, S.E
3. Teman-teman yang terlibat
Kami menyadari dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu,kami mohon maaf apabila dalam penyajian makalah ini
terdapat hal-hal yang kurang berkenan. Atas perhatian dan kerjasamanya, kami mengucapkan
terima kasih.
Semarang, Mei 2013
Tim Penyusun
2. 17
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………. 1
Daftar Isi…………………………………………………………………………… 2
I. Pendahuluan……………………………………………………………...… 3
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………..… 3
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………. 3
1.3 Tujuan………………………………………………………………………… 3
II. Pembahasan…………………………………………………………………… 4
III. Kesimpulan…………………………………………………………………… 16
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………… 17
3. 17
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Hammer (1990) rekayasa bisnis memerlukan penghentian pemikiran lama
(discontinuous thinking) dengan cara menyadari dan kemudian membuang aturan-aturan dan
asumsi-asumsi dasar yang sudah usang yang mendasari operasi-operasi. Lebih lanjut Hammer
(1990, hal.4) mengatakan "jika kita tidak merubah semua aturanaturan usang ini, kita hanya
sekedar merubah letak dari bangku-bangku di kapai Titanic. Kita tidak dapat mencapai
terobosan-terobosan kinerja hanya dengan memotong lemak atau mengotomatisasikan proses-
proses yang sudah ada. Akan tetapi, kita harus menantang asumsi-asumsi lama dan menggeser
semua aturan-aturan lama yang membuat bisnis mempunyai kinerja rendah dari awalnya.
Sedang yang dimaksud dengan proses-proses bisnis adalah kumpulan dari aktivitas-aktivitas
yang merubah satu atau dua input menjadi output yang mempunyai nilai bagi yang
menggunakannya. Proses-proses bisnis ini misalnya adalah proses menerima order penjualan,
memproses order penjualan, menyetujui kredit, mempersiapkan dan mengirimkan barang dan
sebagainya.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Business Process Reengineering?
2. Apa saja sifat dari Business Process Reengineering?
3. Apa saja prinsip Business Process Reengineering?
4. Bagaimana proses serta tahapan dari rekayasa ulang?
5. Bagaimana hubungan antara TQM dengan Business Process Reengineering?
I.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Business Process Reengineering
2. Menjelaskan sifat dari Business Process Reengineering
4. 17
3. Menjelaskan prinsip Business Process Reengineering
4. Menjelaskan proses serta tahapan rekayasa ulang
5. Menjelaskan hubungan antara TQM dengan Business Process Reengineering
5. 17
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Business Process Reengineering
Rekayasa ulang usaha muncul secara bertahap di Mid-States sejak 1991. Hal ini muncul saat
mereka menyadari bahwa perubahan adalah satu-satunya hal yang konstan dalam lingkungan
bisnis. Tahun 1990-an berkembang menjadi dekade perubahan radikal. Pelaku bisnis di Amerika
Serikat dan di seluruh dunia mulai menyadari bahwa mereka "memasuki abad ke XXI dengan
perusahaan-perusahaan yang dirancang selama abad kesembilan belas untuk bekerja dengan baik
dalam abad kedua puluh." organisasi yang sekarang membahas kebutuhan untuk tetap atau
menjadi kompetitif melalui pengembangan dramatis dalam kualitas, biaya, waktu ke pasar, dan
layanan pelanggan. mereka melakukan ini dengan mencoba untuk menemukan kembali diri
mereka dengan bekerja di sekitar proses mengorganisir. "De-adam-smithizing" bisnis telah
dimulai. Fokus bergeser dari fungsional terhadap pandangan holistik organisasi. perubahan yang
dibuat melalui proses dan organisasi inovasi dan juga melalui aplikasi kreatif informasi teknologi
informasi.
Menurut Michael Hammer dan James Champy (1993) rekayasa ulang adalah dasar dari
pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal terhadap proses-
proses bisnis untuk mendapatkan perbaikan dramatis dalam ukuran-ukuran kinerja yang penting
dan kontemporer, seperti biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan. Definisi tersebut mempunyai
4 kata kunci, yaitu:
• Fundamental
6. 17
Menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang paling mendasar tentang perusahaan-perusahaan
mereka dan bagaimana operasinya. Pertanyaan dasar yang sering ditanyakan seperti apakah misi
kita harus diperjelas? Apakah tujuan strategis kita berjalan beriringan dengan misi kita? Siapa
pelanggan kita?"
• Radikal
Merancang ulang mulai dari akar permasalahan dan menciptakan cara-cara yang sama sekali
baru dalam menyelesaikan pekerjaan.
• Dramatis
Perbaikan yang akan dicapai dengan rekayasa ulang adalah sebuah lompatan yang jauh kedepan.
• Proses
Sekumpulan aktivitas yang meliputi suatu jenis input atau lebih dan menciptakan sebuah output
yang bernilai bagi pelanggan. Sedangkan menurut Chase dan Aquilano (1995) rekayasa ulang
adalah proses perubahan yang signifikan yang akan memenuhi permintaan konsumen dalam
kualitas kecepatan dan pelayanan dapat tercapai.
B. Sifat Dari Proses Bisnis Rekayasa Ulang Usaha (BPR)
Michael Hammer, seorang ahli manajemen yang mengepalai gerakan rekayasa ulang usaha,
mendefinisikan rekayasa ulang usaha sebagai desain "mendasar memikirkan kembali dan radikal
proses desain ulang bisnis untuk mencapai perbaikan dramatis dalam langkah-langkah
kontemporer yang kritis kinerja, seperti biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan."
7. 17
Konsep rekayasa ulang usaha telah ada sekitar selama hampir dua dekade dan dilaksanakan
sedikit demi sedikit dalam organisasi. Organisasi produksi ada barisan depan tanpa
menyadarinya. Mereka telah melakukan rekayasa ulang usaha dengan menerapkan concurrent
engineering, produksi ramping, seluler manufaktur, teknologi kelompok, dan tarik-jenis sistem
produksi. Ini mewakili pemikiran ulang yang mendasar dari proses manufaktur. produsen
umumnya membuat perbaikan signifikan dalam operasi internal mereka selama tahun 1980.
Namun keunggulan dalam manufaktur telah tidak selalu diterjemahkan ke hasil berkelanjutan
yang lebih unggul di pasar. Baru-baru ini, fokus nampaknya telah bergeser dari untuk Pembeli
lain proses manufaktur interfunctional dan interorganizational dan proses berbasis pelanggan.
Kemajuan yang cepat dalam teknologi informasi dan aplikasi yang telah enabler utama rekayasa
ulang bisnis proses usaha dalam layanan.
Minat global dalam proses bisnis rekayasa ulang usaha telah berkembang dengan pesat.
Meskipun perusahaan-perusahaan Jepang biasanya tidak menggunakan rekayasa ulang usaha
untuk menggambarkan perubahan radikal proses, mereka sangat tertarik untuk mengembangkan
proses-proses baru yang menggunakan teknologi informasi. Sementara itu di Korea dan
Singapura sudah ada beberapa bank yang terlibat dalam inisiatif rekayasa ulang usaha.
Pengertian Business Process Reengineering (BPR)
C. Prinsip Business Process Reengineering
Rekayasa ulang usaha adalah tentang mencapai peningkatan yang signifikan dalam
proses sehingga kebutuhan pelanggan kontemporer kualitas, kecepatan, inovasi, kustomisasi, dan
layanan terpenuhi. Ini melibatkan tujuh aturan baru untuk melakukan pekerjaan yang dicetuskan
oleh Hammer, berkaitan dengan siapa yang melakukan pekerjaan, mana dan kapan hal itu
8. 17
dilakukan, dan mengumpulkan informasi dan integrasi. Peraturan-peraturan tesebut adalah
sebagai berikut:
1. Beberapa tugas yang khusus sebelumnya dikerjakan oleh orang yang berbeda
seharusnya dapat dikombinasikan kedalam satu pekerjaan.
2. Pekerjaan haruslah dikerjakan sesuai dengan bagiannya. Sebagai contoh: Pegawai dapat
melakukan pembelian tanpa harus melalui bagian pembelian. Realokasi dari pekerjaan
menghilangkan kebutuhan koordinasi pelaku dan pengguna dari suatu proses.
3. Menggabungkan Informasi-Proses kerja ke dalam pekerjaan nyata yang menghasilkan
informasi. Inti dari prinsip ini adalah memindahkan pekerjaan dari seseorang atau bagian ke
bagian lainnya, hal ini berarti, bagian yang menghasilkan informasi juga yang memproses
informasi tersebut. Ini berarti bahwa orang yang mengumpulkan informasi harus bertanggung
jawab untuk memproses informasi itu. Ini meminimalisasi kebutuhan atas kelompok lain untuk
menyelesaikan dan memproses informasi itu, dan hal tersebut sangat mengurangi kesalahan.
4. Perlakukan secara geografis sumber daya tersebar seolah-olah mereka terpusat.
Sudah merupakan alasan klasik antara sentralisasi dengan desentralisasi. Desentralisasi resource
seperti orang, peralatan, atau inventory memang memberikan pelayanan lebih baik terhadap yang
membutuhkannya, tetapi ongkos redudansi, birokrasi, dan ekonomi biaya tinggi. Perusahaan
dapat melakukan trade off dengan menggunakan database, jaringan telekomunikasi , dan
standarisasi processing sistem untuk membentuk suatu unit kontrol terpusat untuk koordinasi
tetapi tetap fleksibel dan menghasilkan pelayanan yang baik.
9. 17
5. Menghubungkan kegiatan paralel, bukan mengintegrasikan hasilnya
Pengembangan atau design produk merupakan contoh dari prinsip ini. Contoh pengembangan
mesin fotocopy tiap unit pengembang subsistem dari mesin fotocopy bekerja secara pararel. Satu
grup fokus di pengembangan optiknya, grup lainnya pada power supply nya tetapi tetap
dilakukan dengan simultan dan terintegrasi supaya tidak salah dan menghemat waktu
rancangnya.
6. Menempatkan titik keputusan dimana pekerjaan dilakukan, dan membangun kontrol proses
pengambilan keputusan harus dibuat bagian dari pekerjaan yang dilakukan. Hal ini
dimungkinkan bila angkatan kerja terdidik dan berpengetahuan cukup, untuk membantu
pengambilan keputusan teknologi. Maksud dari prinsip ini adalah orang yang melakukan
perkerjaan juga dapat membuat keputusan dan pada proses tersebutdibangun sistem agar proses
tersebut tetap didalam kontrol. Informasi teknologi dapat mengolah data, dan expert sistem dapat
memberikan pengetahuan memungkinkan seseorang untuk membuat keputusannya sendiri.
7. Menangkap informasi sekali dan pada sumbernya informasi harus dikumpulkan dan ditangkap
dalam sistem informasi online perusahaan hanya sekali pada sumber mana ia diciptakan.
Pendekatan ini menghindari masukan data yang salah dan mahalnya masukan data. Tiap unit di
departemen mempunyai kebutuhan dan formulir tersendiri untuk unitnya. Perusahaan dalam
kesehariannya akan mengalami delay, entry error dan ongkos overhead. Sekarang kita dapat
mengumpulkan semua data yang dibutuhkan kedalam satu database untuk semua unit yang
membutuhkan. Bar Code, relational database, dan electronic data interchange (EDI)
mempermudahuntuk collect, store, dan transmit information.
D. Proses Rekayasa Ulang
10. 17
Proses rekayasa ulang membutuhkan inovasi. Yang terpenting adalah pendekatan disiplin untuk
usaha. Berikut ini adalah rencana enam-langkah untuk proses Rekayasa ulang :
1. Menyatakan kasus untuk tindakan
2. Mengidentifikasi proses rekayasa ulang.
3. Evaluasi memungkinkan rekayasa ulang.
4. Memahami proses saat ini.
5. Membuat desain proses baru.
6. Melaksanakan proses merekayasa ulang.
1. Menyatakan kasus untuk tindakan
Kebutuhan untuk perubahan harus secara efektif dikomunikasikan kepada karyawan
perusahaan melalui pendidikan dan komunikasi. Dua pesan utama harus disampaikan dengan
jelas: (1) kebutuhan untuk tindakan ( Di sini adalah di mana posisi kita sebagai sebuah
perusahaan, dan mengapa kita tidak bisa tinggal/ berdiam diri di kondisi sini) dan (2) pernyataan
visi (Ini adalah tentang kita sebagai perusahaan perlu untuk melakukan rekayasa ulang").
Tujuan untuk rekayasa harus dalam bentuk pernyataan visi kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan-tujuan ini dapat mencakup tujuan untuk pengurangan biaya, waktu ke pasar, kualitas dan
tingkat kepuasan pelanggan, dan indikator keuangan. Tujuan dapat digunakan untuk mengukur
kemajuan dan untuk terus memacu tindakan yang sedang berlangsung. Pemimpin perusahaan
bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan ini pesan penting, pertama-tama untuk
manajemen senior kemudian ke seluruh perusahaan. Hal ini merupakan langkah pertama dalam
komunikasi, suatu kegiatan yang harus terus dilakukan secara konsisten selama durasi proyek
11. 17
rekayasa ulang. Steering Committee maanajemen senior termasuk eksekutif puncak biasanya
berhasil melakukan proses perubahan, menetapkan tujuan, dan menetapkan sumber daya. Desain
dan implementasi biasanya menjadi tanggung jawab tim evaluasi proses lintas fungsional.
2. Mengidentifikasi Proses
Semua proses utama dalam suatu organisasi harus diidentifikasi dari awal. Namun, tidak semua
proses utama yang harus direkayasa ulang pada waktu yang sama.
3. Melakukan evaluasi
Teknologi informasi dan manusia/organisasi bertindak sebagai pengevaluasi dari proses rekayasa
ulang. Evaluasi teknologi kini telah menjadi kompetensi inti yang dibutuhkan dari semua
perusahaan. Perusahaan harus mengembangkan kemampuan untuk mengevaluasi teknologi
informasi saat ini dan kemunculan teknologi informasi, dan mengidentifikasi aplikasi kreatif
untuk merancang ulang proses yang ada. Budaya partisipatif dan berorientasi pelanggan yang
telah berevolusi dari revolusi kualitas pada 1980 menyediakan lingkungan yang sesuai untuk
perubahan lebih lanjut. Namun besarnya perubahan yang diciptakan oleh proses perancangan
membuat perubahan kebutuhan manajemen. Masalah pengukuran dan kompensasi, jenjang karir,
pengayaankerja, dan pelatihan keterampilan baru harus ditangani. Desain yang tepat dari faktor
ini akan memiliki dampak yang signifikan terhadap implementasi sukses dari proses rekayasa
ulang.
Pengaruh Penjelasan
Automational
Informational
sequential
Tracking
Mengeliminasi tenaga manusia dari proses
Menggambarkan proses informasi untuk tujuan pemahaman
Mengubah rangkaian proses atau memungkinkan paralelisme
Memonitor proses status dan benda-benda
12. 17
Analytical
geographical
integrative
intellectual
disintermediating
Meningkatkan analisis informasi dan pengambilan keputusan
kordinasi proses melintasi jarak
Koordinasi antara tugas dan proses
Menggambarkan dan mendistribusikan aset intelektual
Mengeliminasi perantara dari proses
4. Memahami proses saat ini
Proses saat ini harus dikenali sebagai sarana untuk memahami dan hubungannya dengan proses
lainnya. Teknik evaluasi proses seperti flow chart, diagram fishbone, dan quality function
deployment digunakan. Karena tujuannya bukan untuk memperbaiki proses yang lama tapi untuk
membuat yang baru, radikal yang baik, proses, tidak membutuhkan waktu rinci dan studi gerak.
Proses saat ini harus dipelajari untuk memahami kegiatan yang penting untuk penyelesaianya.
Kita perlu untuk memperkenalkan beberapa terminologi guna menggambarkan kegiatan
komponen untuk membantu analisis kami. Semua kegiatan kerja dapat diklasifikasikan menjadi
tiga jenis:
- Value adding work, atau pekerjaan yang pelanggan bersedia untuk membayar.
- Non value adding work, yang tidak menciptakan nilai tambah bagi pelanggan, tetapi
diperlukan dalam rangka untuk mendapatkan nilai tambah pekerjaan yang dilakukan.
- Waste, atau pekerjaan yang tidak memberikan nilai tambah.
Nilai tambah pekerjaan, mudah untuk diidentifikasi. Ini terdiri dari semua kegiatan yang
menciptakan barang dan jasa yang pelanggan inginkan. Jika pelanggan ingin memesan, kegiatan
13. 17
nilai tambahnya meliputi alokasi persediaan, memilih, pengepakan, perencanaan rute, dan
pengiriman. Nilai-tambah jarang dapat dihilangkan dari proses, meskipun dapat ditingkatkan.
Limbah kerja adalah pekerjaan sia-sia yang ketidakberadaannya tidak diperhatikan oleh
pelanggan. Menghasilkan laporan bahwa tidak ada yang membaca, melakukan kesalahan pada
pekerjaan sehingga perlu penyelesaian ulang, dan aktivitas pemeriksaan yang berlebihan, itu
semua adalah limbah kerja, dan limbah kerja yang seperti itu harus di hilangkan.
5. Membuat desain proses baru
Proses desain ulang dimulai dengan membutuhkan selembar kertas. Sifat kreatif inovasi
membuat tidak rutin. Proses desain ulang harus menggantungkan pada peraturan saat ini,
prosedur, dan nilai-nilai sehingga menciptakan desain proses baru. Mereka juga perlu
memanfaatkan prinsip-prinsip rekayasa ulang yang telah ada.
Penekanan pertama dalam proses rekayasa ulang adalah untuk menghilangkan semua pekerjaan
yang tidak memberikan nilai tambah/ limbah kerja. Limbah kerja dapat dihilangkan dengan cepat
selama upaya rekayasa ulang. Selanjutnya, fokusnya adalah pada penghapusan pekerjaan yang
tidak memberikan nilai tambah. Hammer menemukan dalam karyanya bahwa itu sama sekali
tidak biasa untuk menemukan kurang dari 10% dari kegiatan-kegiatan dalam proses untuk
penambahan nilai. Berikutnya pada teknik desain ulang dan alat adalahmembahas beberapa
metode penting dan alat-alat diterapkan dalam proses tahap desain ulang.
Konsekuensi dari proses mendesain ulang untuk mengurangi pekerjaan yang tidak memberikan
nilai tambah yang signifikan. Sebuah hasil utama adalah bahwa pekerjaan menjadi lebih besar
dan lebih kompleks. Untuk memahami mengapa hal ini terjadi, pertimbangannya bahwa ketika
pekerjaan ini dibagi menjadi tugas-tugas kecil dan sederhana, salah satu kebutuhan proses
kompleks penuh dengan tidak memberikan nilai tambah pengikat, audit manajerial, cek,
persetujuan, transfer, dan sebagainya, untuk menempatkan mereka kembali bersama. Cara untuk
14. 17
menghindari menggunakan begitu banyak pengikat adalah mulai dengan pemisah yang lebih
besar dengan kata lain, pekerjaan yang lebih besar.
Pengalaman di GTE dalam rekayasa ulang sistem mereka untuk menanggapi pemadaman listrik
pelanggan. Pada GTE, menanggapi laporan pelanggan dari pemadaman melibatkan tiga nilai
tambah penugasan:
1. Mendapatkan informasi dari pelanggan
2. Memeriksa peralatan GTE
3. Jika perlu, pengiriman orang untuk memperbaiki
Sebelumnya dilakukan oleh tiga spesialis, ketiga tugas ini dilakukan oleh satu orang. Ketika tiga
orang yang terlibat, mereka membutuhkan koordinasi, komunikasi, dan pemeriksaan, ini tidak
terjadi ketika hanya satu orang yang terlibat.
Sebagian besar penjelasan diatas difokuskan pada bagaimana mengatur dan melakukan nilai
tambah kegiatan, dengan demikian, dalam bagian ini kita tidak akan membahas salah satu
kegiatan tertentu. Setelah kegiatan limbah dan nilai yang tidak memberikan nilai tambah di
hilangkan, tugas menentukan metode terbaik untuk melakukan pekerjaan baru dapat dilakukan.
Tugas melibatkan pemilihan teknologi yang tepat dan mungkin memerlukan pelatihan khusus
untuk mempersiapkan pekerja untuk pekerjaan baru.
6. Melaksanakan proses rekayasa ulang
Kepemimpinan sangat penting, bukan hanya untuk proses implementasi, tetapi guna upaya
rekayasa ulang keseluruhan. Tingkat perubahan memerlukan keterlibatan langsung dan terus-
menerus pada bagian dari eksekutif senior dan komite pengarah manajemen senior. Tim proses
rekayasa ini biasanya bertanggung jawab untuk melaksanakan desain baru. bagaimanapun,
dukungan dari manajer lini penting bagi keberhasilan, karena perubahan pelaksanaan
akuntabilitas dari manajer lini mengharapkan mereka untuk memenuhi perbaikan. Pelatihan
15. 17
karyawan dalam keterampilan tambahan yang dibutuhkan untuk tampil di lingkungan yang baru
juga penting. Desain rekayasa ulang proses membentuk dasar untuk sebuah proyek percontohan
yang diikuti oleh pengenalan bertahap. Tempat penilaian pelaksanaan biasanya dibuat dalam
kaitannya dengan tujuan yang telah ditetapkan pada awal proyek rekayasa ulang.
• Proses Mendesain Ulang Teknik dan Alat-Alat
1. Pemikiran Induktif
2. Flowcharting (Diagram Alir)
3. Proses Kreatif mendesain ulang
4. Proses Benchmarking
5. Simulasi
6. Merekayasa ulang software
E. Hubungan Antara TQM dengan BPR
16. 17
Total quality management (TQM) sering dibandingkan dengan rekayasa ulang. Beberapa
orang mengatakan bahwa keduanya sama, sementara yang lain bahkan berpendapat bahwa
mereka tidak kompatibel. Michael Hammer berpendapat bahwa dua konsep itu kompatibel dan
benar-benar sama satu dengan yang lain. Persamaan antara TQM dan rekayasa ulang adalah
sama-sama berfokus pada kepuasan pelanggan dan membutuhkan kepimpinan yang kuat,
berpikir ke depan, serta konsisten dari manajemen puncak.
TQM dan rekayasa ulang juga mempunyai perbedaan. TQM dilakukan dengan perbaikan yang
terus menerus (continuous improvement) terhadap kualitas barang-barang atau jasa. Sedangkan,
rekayasa ulang dilakukan dengan perubahan yang radikal. Perubahan radikal yang dapat
dilakukan adalah:
1) perubahan mendasar cara berpikir
2) perubahan radikal dari rancangan dan cara kerja proses-proses bisnis.
Pelanggan mengganggap kualitas sebagai sesuatu yang wajib. Pelanggan tidak akan menerima
barang yang tidak berkualitas. Mereka hanya mau menerima barang yang berkualitas baik dan
bahkan mereka akan memilih yang berkualitas kelas dunia. Supaya mempunyai keunggulan
kornpetitif, perusahaan harus dapat meloncat ke kualitas yang jauh kedepan dengan melakukan
rekayasa ulang melalui perubahan yang radikal. Umumnya organisasi menerapkan TQM terlebih
dahulu dan melakukan business process reengineering (BPR) jika mendapatkan kesempatan atau
karena tekanan untuk memenangkan persaingan seperti tampak pada gambar berikut ini.
17. 17
Gambar 19.4 menggambarkan bagaimana proses TQM dan rekayasa ulang bersama-sama dari
waktu ke waktu.
• Mengintegrasikan Rekayasa Ulang dan Perbaikan Proses
Organisasi harus mengembangkan kerangka kerja untuk menempatkan aktivitas rekayasa
ulang dalam konteks inisiatif perubahan. Pendekatan untuk mengintegrasikan perbaikan proses
dan aktivitas rekayasa ulang dalam organisasi, yaitu:
1. Inisiatif urutan perubahan
Pendekatan ini menyarankan melalui proses stabilisasi, proses rekayasa ulang, dan perbaikan
terus-menerus. Kerugian untuk inisiatif tersebut adalah bahwa dalam satu siklus perubahan
mengunakan waktu yang lama, yakni lima tahun. Waktu ini lebih lama dari pembelajaran siklus
organisasi dan siklus hidup produk.
2. Menciptakan Portofolio program untuk proses perubahan
Metode ini melibatkan kategorisasi semua proses dan sub-proses dalam sebuah organisasi
berdasarkan jenis perubahan yang diperlukan. Kriteria untuk memilih proses untuk rekayasa
ulang dapat mencakup relevansi dengan strategi, tingkat kinerja saat ini, kemampuan sponsor,
investasi yang tersedia, dan sejarah perubahan. Banyak perusahaan terkemuka dalam proses
rekayasa ulang yang mengadopsi pendekatan ini.
3. Melakukan perbaikan melalui inovasi
18. 17
Pendekatan ini menggabungkan metode perbaikan jangka pendek dan rekayasa ulang jangka
panjang dalam upaya proses perubahan yang sama. Metode perbaikan seperti analisis nilai dapat
digunakan untuk memperoleh manfaat yang cepat, yang kemudian diinvestasikan dalam upaya
rekayasa ulang jangka panjang. Proyek perbaikan juga dapat menjadi sarana untuk
memindahkan proses saat maju ke tahap proses perubahan. Organisasi perlu menentukan
bagaimana dan kapan mereka perlu menerapkan metode yang tepat untuk proses mereka.
Penting untuk memiliki pendekatan yang terintegrasi terhadap perubahan operasional.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Michael Hammer dan James Champy (1993) rekayasa ulang adalah dasar dari
pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal terhadap proses-
proses bisnis untuk mendapatkan perbaikan dramatis dalam ukuran-ukuran kinerja yang penting
dan kontemporer, seperti biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan. Definisi tersebut mempunyai
4 kata kunci, yaitu Fundamental, Radikal, Dramatis, Proses.
Rekayasa ulang (reengineering) pada akhirnya akan mempengaruhi sebagian besar organisasi.
Revolusi dalam teknologi komputer yang ada saat ini adalah fitur utama dari rekayasa ulang.
Reengineering mengintegrasikan semua konsep operasi dengan cara baru, serta melibatkan
budaya dan struktur organisasi.
19. 17
Rekayasa ulang proses bisnis merupakan simplifikasi dari proses bisnis untuk memenuhi
permintaan kontemporer dari konsumen akan kualitas produk, pelayanan, fleksibilitas, dan
ongkos yang rendah. Dalam BPR, proses bisnis dibuat menjadi sederhana dengan jalan kompresi
tanggungjawab perusahaan kepada integrated customer service representative. Unit ini
menyusun keseluruhan proses dan melayani sebagai titik tunggal kontak dengan pelanggan.
DAFTAR PUSTAKA
Chase, Aquilano. 2004. Operational Management for Competitive Advantage 10 Edition.
McGraw-Hill Companies