3. i | P a g e
Table of Contents
PENDAHULUAN........................................................................................................ iii
PENGANTAR DOGMATIKA ........................................................................................ 1
DOGMATIKA: FUNGSI, METODE & PERKEMBANGANNYA........................................ 4
DOGMATIKA............................................................................................................ 20
Dogmatika Masa Kini [Soft Cover] .................................................................... 24
PENGANTAR TEOLOGI SISTEMATIK ........................................................................ 27
APA ITU TEOLOGI ?................................................................................................. 87
Pendahuluan Teologi Biblika PB ............................................................................. 89
Kontras antara Teologi Biblika dan Teologi Sistematika ........................... 91
Sejarah Teologi PB .................................................................................................. 93
Teologi Yohanes (Pengantar).................................................................................. 97
3. Penulis II Yohanes......................................................................................... 102
c. Alamat Pengirim dan yang Dituju................................................................ 102
5. Penulis Kitab Wahyu:.................................................................................... 103
TEOLOGI SINOPTIC................................................................................................ 105
Teologi Kisah Para Rasul ....................................................................................... 125
Introduksi Teologi Paulus...................................................................................... 129
SURAT-SURAT PAULUS............................................................................. 131
Teologi Paulus Tentang Allah................................................................................ 132
Teologi Paulus Tentang Kristus............................................................................. 134
Teologi Paulus Tentang Roh Kudus....................................................................... 135
Hamartologi Paulus............................................................................................... 136
Soteriologi Paulus ................................................................................................. 137
Teologi Paulus Tentang Gereja............................................................................. 139
Eskatologi Paulus....................................................................................... 140
Teologi Yakobus.................................................................................................... 142
Teologi Yakobus.................................................................................................... 144
4. ii | P a g e
Teologi Ibrani.........................................................................................................146
2. Waktu Penulisan ............................................................................................148
3. Alamat Penulis dan yang Dituju: Paulus menulis dari Italia untuk
sekelompok orang Yahudi.................................................................................149
4. Tujuan Penulisan ...........................................................................................149
6. Thema Surat Ibrani: ―Yakin di dalam Kristus‖............................................149
7. Karakteristik Surat Ibrani...............................................................................149
Doktrin-Doktrin Ibrani...........................................................................................149
Pengantar Teologi Petrus......................................................................................153
Pengantar II Petrus................................................................................................154
Teologi Petrus........................................................................................................157
Teologi Yudas (Pengantar) ....................................................................................161
Teologi Yudas (Doktrin).........................................................................................162
Teologi Yohanes (Pembahasan) ............................................................................164
Daftar Pertanyaan Diskusi Teologi PB2.................................................................177
PENUTUP...............................................................................................................179
5. iii | P a g e
PENDAHULUAN
Istilah dogmatika berasal dari kata Yunani dogma, jamaknya
dogmatika. Kata-kata ini mula-mula berarti:
1. Pandangan/pendapat.
2. Ajaran filsafat atau buah pikiran filsuf.
3. Keputusan/ketetapan, perintah.
4. Dekrit dari pihak pemerintah atau penguasa.
R. Soedarmo mendefinisikan dogma sebagai: hasil penyelidikan
orang percaya tentang firman Tuhan yang ditentukan oleh gereja dan
diperintahkan untuk dipercayai.
Bahan-bahan di sini diambil sebagian besar dari
http://sabdaabadi.blogspot.com/
Koleksi ini mengumpulkan bahan-bahan untuk dipelajari lebih lanjut. Bukan
kesimpulan tertutup, melainkan suatu bahan terbuka untuk kita kaji.
Tuhan Yesus memberkati.
BMF collections - 2015
7. 1 |PENGANTAR DOGMATIKA
PENGANTAR DOGMATIKA
(DR. RUBIN ADI ABRAHAM)
1. NAMA
1. Dogmatika. Istilah ini pertama kali digunakan oleh L. Fr.
Reinhart pada abad ke 17.
2. Iman Kristen/Ajaran Iman Kristen. Istilah ini digunakan oleh
teolog Jerman S.J. Baumgarten dan F.D.E. Schleiermacher pada
abad ke 18.
3. Teologi sistematika, khususnya dipergunakan oleh para teolog
yang berasal dari Inggris seperti Ch. Hodge, L Berkhof, A.H. Strong,
dll.
2. TEMPAT DOGMATIKA DALAM ILMU THEOLOGI
Di dalam ilmu theologi (theos = Allah, logos = ajaran), dogmatika
ditempatkan dalam vak Teologi Sistematika. Ilmu teologi terbagi atas
5 vak :
1. Teologi Biblika (eksegetis), menyelidiki apa yang tertulis
dalam Alkitab. Termasuk dalam vak ini, misalnya: Pengantar PL/PB,
teologi PL/PB, tafsiran, hermeneutika, bahasa.
2. Teologi Historika, menyelidiki sejarah umat Allah dalam
Alkitab dan gereja Sejas zaman Kristus. Termasuk di dalamnya:
sejarah Alkitab, sejarah gereja, sejarah pekabaran Injil, sejarah
ajaran dan sejarah pengakuan iman.
3. Teologi Sistematika, menyelidiki apa yang menjadi
pokok-pokok kepercayaan Alkitab, bagaimana hidup sesuai
dengan kepercayaan tersebut. Yang tergolong vak ini
adalah dogmatika, etika, apologetika.
4. Teologi Praktika, membahas penerapan pokok-pokok teologi
dalam kehidupan praktis untuk pembinaan dan pelayanan, meliputi:
8. 2 |PENGANTAR DOGMATIKA
homiletika, pendidikan agama Kristen (PAK), penginjilan,
administrasi gereja, dll.
5. Teologi Religi, untuk menyelidiki agama-agama di luar
kekristenan, misalnya: Islamologi, Hindu, Budha, dari sudut
pandang teologi Kristen yang alkitabiah.
3. DOGMA: Istilah dan Defininya
Istilah dogmatika berasal dari kata Yunani dogma, jamaknya
dogmatika. Kata-kata ini mula-mula berarti:
5. Pandangan/pendapat.
6. Ajaran filsafat atau buah pikiran filsuf.
7. Keputusan/ketetapan, perintah.
8. Dekrit dari pihak pemerintah atau penguasa.
Di dalam Perjanjian Baru kita melihat penggunaan kata dogma
dalam arti sebagai berikut:
1. Dekrit Kaisar (Luk 2:1, Kis 17:7)
2. Ketetapan, ketentuan Hukum Taurat (Ef 2:15, Kol 2:14)
3. Keputusan yang diambil oleh sidang para rasul dan penatua di
kota Yerusalem (Kis 16:4, 15:1-2, 19-20 keputusan yang diambil ialah
hal-hal yang menyangkut moral dan upacara keagamaan)
Selanjutnya sesudah abad 11 Masehi, Dogma dipahami sebagai
pengajaran yang telah diberikan oleh Tuhan Yesus atau sebagai
exposisi/penjelasan Injil/ ekxposisi dari kebenaran-kebenaran berita
Injil. Hal itu jelas sekali dari ungkapan-ungkapan yang sering
muncul pada zaman itu seperti: “Dogma Injil”, “Dogma Tuhan”. Di
sini kata dogma akhirnya sampai pada pengertian yang kita kenal
sekarang ini sebagai “Rumusan kepercayaan gereja Kristen”. Jadi
dogmatika ada sangkut pautnya dengan isi pengakuan iman gereja.
R. Soedarmo mendefinisikan dogma sebagai: hasil penyelidikan
orang percaya tentang firman Tuhan yang ditentukan oleh gereja dan
diperintahkan untuk dipercayai.
9. 3 |PENGANTAR DOGMATIKA
Dari rumusan itu kita melihat tiga unsur tentang dogma:
1. Hasil penyelidikan.
2. Firman Tuhan sebagai dasar. Gereja Roma Katholik
memandang “tradisi” (ajaran para rasul atau bapa gereja yang tidak
tertulis dalam Alkitab) juga sebagai dasar.
3. Yang menentukan dogma adalah gereja, bukan ahli
teologia,dll.
Dogma tidak sama dengan Firman Tuhan. Firman Tuhan merupakan
sumber dogma dan karena itu maka dogma harus terus menerus
dikontrol oleh Firman Tuhan sebab jika tak sesuai dengan Firman
Tuhan dogma itu perlu diubah. Jadi dogma sifatnya relatif, tidak
mutlak. Kebenaran dogma tergantung kepada sesuai tidaknya
dengan Firman Allah.
4. TUGAS DOGMATIKA
Dogmatika adalah kegiatan dari ilmu teología yang bertugas untuk:
1. Menyelidiki dan membuktikan apakah dogma-dogma Gereja
sesuai atau tidak dengan Firman Tuhan.
2. Merumuskan pengertian-pengertian pokok di dalam Alkitab
misalnya tentang Allah, Yesus Kristus, Keselamatan, Manusia, Roh
Kudus, dll. Dengan demikian obyek perhatian Dogmatika bukan
melulu dogma-dogma gereja saja.
3. Menanggapi dan menyanggah ajaran-ajaran atau pandangan
dari luar kekristenan.
5. PENTINGNYA DOGMATIKA
1. Memberikan peganganyang kokoh dan jelas kepada jemaat
sehingga dia tidak mudah tersesat ataupun disesatkan (1 Tim 4:1-16,
2 Ptr 3:17-18)
2. Dengan berdogmatika maka gereja bersikap mawas diri
terhadap apa yang diberikannya agar supaya pemberitaannya tidak
menyimpang.
6. METODE/CARA KERJA DOGMATIKA
10. 4 |PENGANTAR DOGMATIKA
1. Kita menggunakan Alkitab sebagai ukuran.
2. Dengan memperhatikan Pengakuan Iman (Sahadat), serta
pandangan reformator dan para teolog yang telah dirumuskan.
Misalnya: Pengakuan Iman Rasuli (abad IV), pengakuan iman Nicea,
katekismus Heidelberg (disusun oleh Ursinus, lalu oleh Olevinus).
Catatan: Dogma yang tertua ialah “Yesus Kristus adalah Tuhan”.
Dalam hal ini dogmatik perlu dibantu oleh disiplin ilmu teologia
lainnya seperti ilmu tafsir, teologia alkitabiah, sehingga penafsiran
untuk perumusan dogmatika itu bersifat: EXEGESE = membiarkan
Alkitab dipakai untuk menunjang pendapat kita. Kita harus
menghindari BIBLISISME, yakni pandangan yang mengutip ayat-
ayat Alkitab secara sembarangan atau hanya melihat makna harafiah
saja dalam Alkitab. Biblisisme ini biasanya hanya memperhatikan
apa yang tersurat tapi mengabaikan apa yang tersirat dalam Alkitab.,
walaupun memang ada ayat-ayat yang dapat dimengerti secara
mudah dari apa yang tersurat.
http://dasarkokoh.blogspot.com/2009/05/pengantar-
dogmatika.html
DOGMATIKA: FUNGSI, METODE & PERKEMBANGANNYA
00. Pengantar
Tulisan ini bukan sekedar pemenuhan penulisan makalah untuk
seleksi dosen di Fakultas Teologi, UKIM. Tapi jauh dari pada itu,
sebetulnya memperlihatkan keseriusan penulis dalam memahami
bidang dogmatika sebagai minat teologi yang harus diberi perhatian
khusus. Paling kurang ada dua alasan untuk itu; pertama, acapkali
ada pra-anggapan mengenai bidang ini yang cenderung kaku dan
tidak boleh di otak-atik lagi sebab sudah pasti dan mutlak (baca:
telah menjadi dogma). Hal ini mengakibatkan dogmatika seringkali
dilihat sebagai bidang teologi yang mandeg dan statis. Padahal jauh
dari pada itu, dogmatika adalah bidang teologi yang dinamis tetapi
juga kritis dan mengalami berbagai penyesuaian sana sini; kedua,
11. 5 |PENGANTAR DOGMATIKA
kontekstualisasi yang menjadi paradigma berteologi seakan menjadi
imperatif bagi dogmatika untuk melakukan kritik dirinya sembari
tetap menjaga aspek kekhasan iman Kristen ditengah-tengah
perjumpaan teologi dengan berbagai disiplin ilmu lain sebagai mitra
dialog. Sebab memang pertanyaan mendasar adalah bagaimana
Firman Tuhan dalam konteks kekinian digumuli? Mampukah
dogmatika dibebaskan dari cap Baratnya dan lalu sungguh-sungguh
merupakan dogmatika yang kontekstual dimana gereja itu ada dalam
menanggapi Firman Allah itu (khususnya di Indonesia bahkan
Maluku).
Oleh karena itu, tulisan ini bermaksud memperlihatkan fungsi,
metode dan juga perkembangan ilmu dogmatika sebagai bagian dari
pergumulan teologi (baca: gereja) yang tetap memperlihatkan aspek
ajaran iman sebagai doktrin yang jelas, kritis, dinamis, bahkan pasti
untuk menjadi dogma bagi gereja dari masa ke masa. Ada baiknya
didahului dengan memahami apa itu dogmatika.
01. Apa Itu Dogmatika
Dogmatika tidak bisa dilepaskan dari dogma, karenanya dalam
mengartikannya kita harus lebih dulu memahami apa itu dogma.
Menurut Hendrikus Berkhof dalam bukunya “introduction to the
study of dogmatics” menguraikan bahwa setiap kata yang diakhiri
dengan ics (dogmatics) mengarah kepada penjelasan kata
sebelumnya yaitu dogma. Lanjutnya ics menunjuk kepada sebuah
kegiatan ilmiah. Karenanya dengan sederhana ia menyimpulkan
dogmatika sebagai studi ilmiah tentang dogma.
Dalam kamus Yunani-Belanda sebagaimana yang dikutip Jongeneel,
kata dogma berarti pendapat, asaz, keputusan, perintah, atau
hukuman. Bahkan kata ini juga dipakai dalam artian sebagai
peraturan. Dengan mengacu pada kata dogma yang sering dipakai
dalam Perjanjian Baru, dogma mempunyai arti sebagai berikut:
ketetapan, perintah dari Kaisar atau raja (Lukas 2:1; Kis.17:7; Ibrani
11:23); perintah hukum, ketentuan hukum, yang berasal dari Musa
(Efesus 2:15; Kolose 2:14) dan keputusan Kristen (Kisah 16:4).
12. 6 |PENGANTAR DOGMATIKA
Menurut Herman Bavinck sebagaimana yang dikutip Yewangoe
menguraikan bahwa dogma berasal dari kata Yunani dokein, yang
mengacu pada apa yang ditetapkan, yang diputuskan, dan karena itu
pasti. Pemakaian istilah dogma mengajarkan kepada kita bahwa
terdapat berbagai perintah, keputusan, kebenaran, dalil, aturan
kehidupan yang bisa diacu. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Lukas
(dalam Kis.16:4) dimana para rasul (Paulus dan Silas) selalu
menyampaikan dogma yang berupa keputusan-keputusan yang
diambil oleh para Rasul dan para Penatua di Jerusalem dengan
pesan supaya jemaat menurutinya. Keputusan itu menyangkut baik
“ajaran Kristen” maupun “kehidupan Kristen”
Menurut Yawangoe istilah dogma mengandung empat makna,
diantaranya; pertama, secara umum terkandung di dalamnya
pengertian bahwa ada sesuatu yang pasti dan yang berada di atas;
kedua, dogma mengandung di dalamnya unsur sosial. Dogma
berwatak menentukan maka dengan sendirinya ia akan diakui dalam
suatu lingkungan tertentu. Pengertian dogma mengasumsikan bahwa
kekuasaan (baca: kewibawaan) yang menghasilkan mesti juga
mampu untuk mengakui dan mempertahankannya; ketiga, istilah ini
mengajarkan kita bahwa senantiasa ada dua unsur yang terkait satu
sama lain, yaitu kewibawaan Allah dan pengakuan iman gereja.
Olehnya tugas ahli dogmatika adalah menjamin bagaimana kedua
unsur ini dikaitkan satu sama lain; dan keempat, dogma juga berarti
luas sekali. Ia kadang-kadang mengacu pada seluruh ajaran dan akta
agama Kristen, termasuk di dalamnya upacara-upacara dan ritus-
ritus. Dogma juga tidak saja mengacu pada ajaran-ajaran tetapi juga
pada kebenaran etis.
Bagaimana dengan dogmatika? Dogmatika pada mulanya adalah
sebuah ajektif guna melukiskan pengertian utama teologi. Bahkan
pernah pula diartikan sebagai ajaran tentang Allah, tetapi segera
mendapat banyak kritikan sebab solah-olah Allah bisa saja dijadikan
sebagai objek percakapan dan pembahasan. Banyak ahli dogmatika
berpendapat, bahwa ketimbang Allah sebagai objek, maka isi
kepercayaanlah yang mestinya merupakan titik perhatian kita. R.
13. 7 |PENGANTAR DOGMATIKA
Soedarmo dalam bukunya “Ikhtisar Dogmatika” mengartikan
dogmatika sebagai ilmu teologi yang menyelidiki dan merumuskan
hal-hal yang dinyatakan dalam Kitab Suci dan yang mencari kesatuan
dari hal-hal tersebut. Bahkan lebih jauh Gerald O’collins
mengartikan dogmatika sebagai pengujian dan penampilan secara
koheren dan sistematis semua ajaran Kristen yang meliputi Trinitas,
Inkarnasi, Penebusan, dosa, anugerah, gereja, sakramen, eskatologis
dan seterusnya. Semuanya harus dilakukan dalam terang iman.
Olehnya dogmatika harus dikerjakan oleh orang percaya.
Aspek lain yang penting juga adalah dogmatika dilihat sebagai
bersifat gerejawi. Hal ini terlihat jelas dalam karya Karl Barth
“Kirchliche dogmatik” (dogmatika gerejawi). Dengan demikian
dogmatika haruslah merefleksikan iman jemaat. Namun tidak berarti
dogmatika menolak upaya-upaya penyelidikan, penelitian,
pertanyaan-pertanyaan dan pemikiran kritis, maupun konstruktif.
Dogmatika justru mendorong ke arah itu.
02. Fungsi Dogmatika
Dogmatika pada dasarnya mempunyai dua fungsi, yakni reproduktif-
tradisional dan produktif-kontekstual. Keduanya tidak bisa dilihat
secara terpisah atau berdiri sendiri-sendiri, tapi kedua fungsi ini
saling melengkapi dan mengoreksi.
a. Fungsi Reproduktif – Tradisional
Fungsi ini memperlihatkan tugas dogmatika yang mempunyai tugas
memadukan tafsiran Alkitab dan penjelasan dogma-dogma
kegerejaan. Kumpulan kitab-kitab Alkitab dan keputusan-keputusan
serta pengakuan-pengakuan tertentu dari Gereja Purba yang hingga
kini masih menjadi dasar pemikiran dogmatis bagi gereja-gereja di
seluruh dunia.
Fungsi ini sebetulnya memperlihatkan dua kesalahpahaman yang
perlu diluruskan dari tugas dogmatika. Pertama, orang sering
mengatakan bahwa mengerjakan dogmatika berarti menyajikan saja
bahan-bahan dari sejarah gereja atau sejarah dogma yang sudah ada
kemudian menyusunnya secara aktual. Pandangan ini sebetulnya
keliru, sebab jika demikian adanya berarti tugas dogmatika hanyalah
14. 8 |PENGANTAR DOGMATIKA
sebatas menyediakan informasi historis saja. Kedua, mengerjakan
dogmatika berarti mengulangi pernyataan Alkitab dan menyusunnya
dengan jelas menurut topik-topik pemikiran dogmatis, misalnya
pokok tentang manusia, dosa, iman, penyataan, Yesus Kristus, dll.
Padahal tugas dogmatika tidak harus dipersempit menjadi tugas
katalogisasi Alkitab dan sejarah dogma mengenai pernyataan-
pernyataan yang terdapat didalamnya. Memang benar dalam fungsi
ini cukup dibatasi pada tugas katalokisasi bagi penjelasan dogma-
dogma gereja dalam hubungannya dengan teratur. Namun dalam
upaya yang dirumuskan oleh gereja itu, jika pendapat-pendapat
teologis dapat pula didiskusikan. Sebab memang dalam
Protestantisme misalnya dogmatika tidak sekedar merupakan
metode deskriptif saja, melainkan mencari dan menemukan
pernyataan-pernyataan yang normatif.
Sebagai contoh dari pengembangan fungsi reproduktif-tradisional ini
sebetulnya nampak dalam karya dogmatis yang ditampilkan oleh
Harun Hadiwijono dalam buku “Iman Kristen” dan R. Soedarmo
dalam bukunya “Ikhtisar Dogmatik”. Kedua pikiran dogmatis yang
dituangkan dalam buku mereka kesannya sangat kuat menampilkan
fungsi dogmatis yang reproduktif-tradisional. Hal ini nampak jelas
dalam pikiran mereka yang terkesan teosentris. Jongeneel menyebut
kedua pikiran dogmatis ini sebagai gaya berteologi dogmatis yang
memberi penekanan ajaran iman Kristen “dari atas” atau sangat
deduktif. Penjelasan-penjelasan dogmatis masih terkesan terikat
pada pembagian yang lazim digunakan, bahkan aspek konteks
kurang diperhatikan. Seakan-akan dogma adalah sesuatu yang
ditentukan oleh gereja dan diperintahkan untuk dipercaya dan
dogmatika hanyalah rumusan-rumusan yang dinyatakan dalam Kitab
Suci dan hanya mencari kesatuan dari pokok-pokok itu (nampak
dalam R. Soedarmo). Memang Harun Hadiwijono turut memberi
perhatian terhadap agama-agama lain, namun harus diakui bahwa
dialog serius dengan pandangan dogmatis agama-agama lain tidak
nampak disana. Pemikirannya tetap menguraikan apa makna iman
15. 9 |PENGANTAR DOGMATIKA
Kristen yang mengacu pada isi iman Kristen itu sendiri, imann yang
dipercaya atau ada pada ajaran iman.
b. Fungsi Produktif – Kontekstual
Hal terpenting dari fungsi ini adalah dogmatika harus terus menerus
menginter-pertasikan Alkitab dan dogma secara baru. Mengapa?
Sebab fungsi ini melihat begitu pentingnya hubungan dogmatika
dengan situasi dan kondisi kekinian. Dogmatika tidak lalu serta
merta tiggal dalam pretimbangan-pertimbangan historis saja,
berbagai keputusan-keputusan juga pengakuan-pengakuan dari
sejarah gereja dan sejarah dogma membutuhkan proses
penterjemahannya kebenarannya ke dalam situasi yang kini.
Kekinian menuntut dogmatika untuk memberi ruang kepada upaya
pemahamana iman gereja secara baru dan kontekstual.
Dieter Becker menegaskan bahwa dalam fungsi ini dogmatika
menampakan suatu konsensus tentang isi pemberitaan atau
kesadaran gereja akan konteksnya. Dogmatika bukanlah sesuatu
yang ditetapkan selama-lamanya dan berlaku mutlak dan tidak perlu
di otak-atik. Ia harus diberi bobot yang istimewa, maksudnya
dogmatika tidak hanya menerima suatu dogma masa lampau dan
menerangkannya dalam konteks masa kini, melainkan jauh dari pada
itu dogmatika haruslah dikembangkan secara kritis. Sehingga
sekaligus dari fungsi ini dogmatika menawarkan berbagai formulasi
dogma yang sesuai dengan situasi dimana gereja merespon Allah itu
atau situasi dimana ajaran tentang iman itu bertumbuh.
Beberapa contoh konkrit perkembangan studi dogmatika yang
mengembangkan fungsi ini antara lain telah menjadi model
perkembangan studi-studi dogmatis pada sekolah-sekolah teologi di
Indonesia. Mata-mata kuliah dogmatis tidak hanya menguraikan
berbagai pokok ajaran iman Kristen dengan teratur dan sistematis
seperti Allah, Trinitas, Iman, Penyataan, Penciptaan, Kristologi, dll.,
dengan hanya bertumpuh pada dasar Alkitabiah dan sejarah dogma
gereja masa lampau, namun kebutuhan untuk melihat relevansi
pokok-pokok itu dalam konteks kekinian adalah dialog menarik yang
16. 10 |PENGANTAR DOGMATIKA
akhir-akhir ini berkembang pesat dimana-mana. Bahkan beberapa
gereja di Indonesia sudah secara kritis mengembangkan dogma
gereja mereka dengan malakukan dialog yang kritis dengan konteks
sehingga melahirkan pengakuan-pengakuan iman yang kontekstual
dalam pergumulan dogmatis gereja.
Upaya sistematis serupa sebetulnya nampak jelas pula pada karya
Dieter Becker dalam bukunya “pedoman dogmatika” yang telah
memperhitungkan upaya-upaya kontekstualisasi, dengan tetap
memperhatikan pendasaran-pendasaran Alkitabiah dan sejarah
dogma gereja masa lampau. Dialog antara pokok-pokok itu dengan
konteks sebetulnya memperlihatkan keseriusan Becker dalam
memberikan tanggapan dogmatis yang kontekstual. Sehingga dogma
tidak hanya berfungsi secara reproduktif-tradisional saja seperti yang
dijelaskan sebelumnya.
03. Metode Dogmatika
Ada beberapa metode dogmatika yang diulas oleh Jongeneel dalam
bukunya “Pembimbing ke Dalam Dogmatika Kristen”, diantaranya:
a. Metode Deduktif
Metode ini seringpula disebut metode dogamtis, sebab bertolak dari
dogmata = aksioma-aksioma tertentu dan yang menarik kesimpulan-
kesimpulan logis dari dogmata tersebut. Metode ini merupakan
metode dogmatik klasik. Metode ini bertolak dari kepercayaan
kepada Allah (teosentris) dan yang pada akhir zaman berbicara
kepada kita melalui perantaraan Anak-Nya (Ibrani 1:1), dan
menurunkan dari situ kebenaran-kebenaran yang kekal dan berlaku
universal, yang mempunyai karakter yang mutlak.
Menurut Jongeneel, beberapa teolog seperti O. Weber juga W.
Pannenberg banyak berbicara mengenai pokok iman Kristen yang
cukup menampakan cara deduktif yaitu “dari atas” yaitu ajaran iman
Kristen yang dimulai dari suatu aksioma Allah (yang “dia atas”) dan
menampakan diri dalam Yesus Kristus kepada manusia “di bawah”
yaitu bumi. Metode inipun nampak pula dalam buku dogmatika yang
dituliskan oleh R. Soedarmo dan Harun Hadiwijono. Struktur
17. 11 |PENGANTAR DOGMATIKA
metode deduktif digambarkannya demikian:
1.Allah “di tempat yang maha tinggi” (Lukas 2:14) yaitu surga
2.Penyataan Allah dalam Yesus Kristus “pada akhir zaman ini (Ibrani
1:1), di bumi
3.Iman Kristen sebagai reaksi orang percaya di bumi atas penyataan
Allah dalam Yesus Kristus
4.Pengakuan iman Kristen di hadapan hadiran Allah dan sesama
manusia
5.Kemudian diturunkan kebenaran-kebenaran dalam bentuk
dogmatik atau ajaran iman Kristen.
b. Metode Induktif
Metode ini bertolak belakang dengan metode deduktif. Metode ini
mendasarkan pekerjaan ilmian yang menyelidiki hal-hal yang khusus
dan berdasarkan itu berusaha untuk mencapai rumusan umum yang
berlaku untuk semua hal yang khusus dari pokok yang sama itu.
Metode ini sebetulnya menjadi minat para ilmuan bahwa para teolog
modern yang beranggapan bahwa metode deduktif terlalu abstrak.
Sebab bukankan iman Kristen itu harus mengalami konkritisasi. Dan
upaya ini hanya bisa tercapai atau terjawab hanya apabila teologi
sistematika (baca dogmatika) itu dirumuskan “dari bawah” yaitu
manusia “di bumi” dan bukan dari Allah yang “di atas” atau “di
surga”.
Metode ini mendapat tanggapan positif dari Jongeneel sendiri, sebab
menurutnya dari situlah sebetulnya teologi itu dibangun. Teologi
yang relevan adalah teologi yang dari situasi masa kini, dimana
kehidupan manusia sedalam-dalamnya diselidiki, kemudian naik
kepada perumusan-perumusan dan ucapan-ucapan teologis yang
berlaku umum. Teologi haruslah bergerak “dari bawah” sebab dari
situlah manusia menerima injil yang “kekal” itu dalam berbagai
perumulan konteksnya yang mungkin pula sangat beragam dan
partikular.
c. Metode Korelasi
Metode ini sebelutnya pertama kali diperkenalkan oleh Paul Tillich
18. 12 |PENGANTAR DOGMATIKA
yang mengembangkan tugas hermeneutik sebagai metode korelasi.
Metode ini dimulai dengan penggalian masalah pada situasi konkrit
“dari bawah”. Metode ini memperlihatkan sebuah upaya
menerangkan isi kepercayaan (baca: iman) Kristen melalui masalah-
masalah eksistensial yang rill dan mencari jawaban-jawaban teologis
yang saling berkaitan.
Tillich menyimpulklan problematik analisis situasi demikian: akal
budi manusia – keberadaan manusia – eksistensi manusia –
kehidupan manusia – sejarah manusia. jawaban konkrit yang
diberikan secara teologis dari Injil Yesus Kristus atas pertanyaan
masa kini itu diuraikan demikian: Wahyu – Allah – Kristus – Roh
Kudus – Kerajaan Allah. Hal ini memperlihatkan bahwa teologi
ternyata menjadi teologi yang menjawab persoalan-persoalan
eksistensial manusia itu dalam situasi konkritnya. Inilah yang
dimaksudkan oleh Tillich sebagai sebuah upaya korelasi antara
perhubungan injil yang “kekal” dengan kehidupan “sementara” di
bumi yang menunjukan sebuah perjuangan atau perjumpaan yang
tidak akan pernah selesai.
d. Metode Integrasi
Bagi Jongeneel metode ini dapat diberikan dalam menggambarkan
bidang dogmatika. Oleh karena injil Yesus Kristus tidak selalu
memberikan jawaban yang konkrit atas pertanyaan-pertanyaan
eksistensial manusia masa kini, sebagaimana yang digambarkan
dalam metode korelasi ala Tillich. Metode ini memiliki
keterhubungan demikian; dalam dogmatika atau ajaran iman Kristen
itu “diintegrasikan” unsur-unsur benar yang terdapat dalam, dan
diperjuangkan baik oleh ilmu, maupun filsafat ataupun agama-
agama bukan Kristen. Unsur-unsur yang dimaksudkan memang
selalu berkaitan dengan aspek relatif iman Kristen itu sendiri yang
menyangkut ekspresi, interpretasi ataupun aplikasi yang tergambar
dalam ajaran. Sebab memang kalau menyangkut aspek mutlak yaitu
inti sentral/Firman Tuhan, maka akan timbul bahaya sinkritisme.
Oleh karena itu tugas dogmatika adalah “mengintegrasikan” injil
19. 13 |PENGANTAR DOGMATIKA
Yesus Kristus ke dalam kehidupan manusia dan masyarakat kita.
Metode ini bergerak dalam dua arah, yaitu pengintegrasian
kehidupan manusia dan masyarakat kita ke dalam Firman Allah dan
juga sebaliknya upaya pengintegrasian Firman Allah itu ke dalam
situasi aktual dan konkrit dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, baik masa kini ataupun masa yang akan datang.
Pembagian metode ini sekaligus memperlihatkan dogmatika
merupakan bidang teologi yang berkembang dan dinamis dari masa
ke masa. Sehingga tidak menjadi statis atau tinggal dalam
pertimbangan-pertimbangan historis yang kaku dan mutlak itu.
metode-metode ini sebetulnya tidaklah memperlihatkan bahwa
perlunya mewajibkan atau memutlakkan pemakaian salah satu
model saja. Meskipun demikian, banyak teolog termasuk kalangan
gereja agaknya cenderung menjadikan model korelasi ataupun model
induktif sebagai upaya membangun teologi dogmatiknya. Namun itu
bukan berarti model ini menjadi lebih baik dari model-model
dogmatika yang lainnya. Sebab masih pula banyak gereja yang masih
mempertahankan berbagai ragam model tersebut.
Saya sendiri lebih memilih metode korelasi dalam membangun
dogmatika, meskipun metode korelasi ala Tillich yang dimaksudkan
adalah sebuah upaya korelasi dengan mencari jawaban teologis
terhadap persoalan-persoalan eksistensial yang dihadapi manusia
dan masyarakat pada konteks kekinian. Tetapi soal-soal eksistensial
sangat berhubungan sekali dengan filsafat. Tetapi paling tidak kita
bisa memaklumi pemikiran Tillich dalam konteks pengaruh
pemikiran filsafat yang merajai dunia pemikiran saat itu termasuk
teologi.
Model korelasi sebetulnya menampilkan sebuah upaya dialog yang
kritis dan juga transformatif dalam membangun teologi. Dengan
menggeserkan persoalan-persoalan eksistensial yang tidak hanya
berurusan dengan filsafat (seperti yang dimaksudkan Tillich) kepada
keterbukaan untuk berdialog dengan ilmu-ilmu lain yang seharusnya
menjadi mitra dialog teologi akan benar-benar menjadikan
20. 14 |PENGANTAR DOGMATIKA
dogmatika sebagai upaya berteologi yang benar-benar kontekstual.
GPM sebetulnya telah memberlakukan metode korelasi ini dalam
merumuskan ajaran-ajaran gerejanya, termasuk pokok-pokok
pengakuan imannya. Pembaharuan Teologi yang menjadi tema
sentral dalam gaya berteologi gereja, termasuk pula model-model
pembelajaran teologi di kampus telah memperlihatkan keseriusan
kita untuk mendialogkan Injil Suci itu dengan berbagai pergumulan
rill yang dihadapi umat dan masyarakat. Keterbukaan gereja kepada
ilmu-ilmu lain sebagai mitra dialog, turut memperlihatkan kuatnya
model korelasi ini dalam berbagai upaya kontekstualisasi dogmatika
yang akhir-akhir ini giat dilakukan oleh para ahli dogmatika maupun
GPM sendiri.
04. Perkembangan Studi Dogmatika Dari Masa ke Masa
Andreas A. Yewangoe memperlihatkan perkembangan studi
dogmatika dari masa ke masa, cenderung menampilkan berbagai
liku-liku yang turut menentukan studi itu sendiri. Bahkan ketika
istilah “dogma” dan “dogmatika” diperkenalkan dalam khazanah
gereja, bahkan menurutnya untuk waktu yang lampau dogmatika
biasanya dianggap sebagai “pusat” teologi. Sehingga ada anggapan
bahwa siapa yang mengajarkan dogmatika, seakan-akan ia
memegang “nafas” teologi. Namun seiring perkembangan dan
perubahan zaman, turut memberikan pembaharuan teologi, sehingga
kendati tetap penting tetapi tidak harus memiliki “keunggulan”
dibanding bidang-bidang teologi lainnya.
Studi dogmatika satu hal yang pasti adalah Allah tidak dapat menjadi
objek. Para ahli dogmatika berpendapat bahwa ketimbang Allah
sebagai objek, maka isi kepercayaanlah yang mestinya menjadi titik
perhatian kita. Pemikiran ini sebetulnya menggambarkan pemakaian
yang lazim digunakan di dataran Eropa, khususnya Jerman dan
Belanda yang sedikit banyaknya sangat mempengaruhi corak
dogmatis di Indonesia untuk waktu yang cukup lama. Hal terpenting
yang perlu digaris bawahi adalah studi dogmatika selalu dilihat
bersifat gerejawi. Hal ini nampak dalam Karl Barth yang sangat
21. 15 |PENGANTAR DOGMATIKA
terkenal itu Kirchliche dogmatik” (dogmatika gerejawi). Dogmatika
dalam hal demikian harus pula merefleksikan iman jemaat. Kendati
demikian, tidak berarti bahwa studi dogmatika menolak upaya-upaya
penyelidikan, penelitian, pertanyaan-pertanyaan dan pemikiran
kritis, maupun konstruktif. Malahan studi dogmatika mendorong ke
arah itu.
Menurut Yewangoe, jika kita membaca karya dogmatika yang selama
ini ditulis, terlihat bahwa ada dialog antara iman yang diwarisi orang
Kristen dengan filsafat. Para teolog, seperti H. Bavinck, John
Macquarrie bahkan Paul Tillich telah memperlihatkan studi
dogmatika yang tidak bisa terhindarkan dari pandangan-pandangan
filsafat yang muncul sebagai refleksi perkembangan berpikir di
dalam masyarakat dan pada saat yang sama pula ikut membentuk
perilaku masyarakat. Sehingga studi dogmatika berusaha
menempatkan warisan Kristen maupun pandangan filsafati dalam
suatu sistem yang bisa diteliti dan dipelajari.
Dalam disiplin ilmu teologi, dogmatika tergolong dalam teologi
sistematika. Meskipun ada pula teolog seperti F. Schleimacher yang
menggolongkan dogmatika dalam teologi sejarah, namun banyak ahli
dogmatika menyetujui penggolongan ini. Yang berdiri berdampingan
dengan etika. Biasanya dogmatika disebut sebagai credenda dan
etika sebagai agenda. Keduanya sangat berhubungan erat, menurut
H. Bavinck dogmatika menggambarkan perbuatan-perbuatan Allah
bagi, untuk dan di dalam manusia, sedangkan etika menggambarkan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia yang diperbaharui itu
atas dasar dan dengan kekuatan dari perbuatan Allah. Dalam
dogmatika manusia pasif, ia menerimanya dan mempercayainya,
sedangkan dalam etika mansuia itu sendiri tampil dan berbuat.
Dengan mengutip gagasan Gerhard Ebeling, Yewangoe
memperlihatkan sifat studi dari dogmatika, yaitu apakah bersifat
ajektif saja, yang berarti sesuatu yang formal, yang didaktik, atau
juga mengekspresikan objek yang diajarkan, yaitu dogma. Oleh
karena itu, dengan memperlihatkan keterhubungan antara “dogma”
dan “dogmatika” setidaknya memperlihatkan bahwa dogmatika
22. 16 |PENGANTAR DOGMATIKA
sebagai the science of dogma. Menurutnya dogmatika pada mulanya
tidak mempranggapkan adanya suatu dogma yang dirumuskan
secara gerejawi dan otoritatif, tetapi dikaitkan secara kritis
dengannya. Olehnya sifat dogmatika harus menuntut klarifikasi dan
argumentasi khusus mengenai kandungan teologisnya. Relasi
“dogma” dan “dogmatika” bagi Ebeling, mengingatkan bahwa teologi
berurusan dengan Allah dan atas alasan itu dengan iman melalui
ajaran/doktrin. Tetapi yang dikatakan oleh iman Kristen bukanlah
sekedar ungkapan-ungkapan perasaan, melainkan juga mengemban
juga watak kebenaran yang mestinya bisa ditampialkan dan
didiskusikan secara publik. Hubungan ini memperlihatkan sebuah
penegasan untuk mempertanggungjawabkan relasi antara iman dan
akal, sehingga iman bukanlah sesuatu yang buta dan yang tidak bisa
dipikirkan. Dogmatika mendorong bagi terjadinya pemahaman
terhadap iman, dan menggali dalamnya kekayaan gagasan-gagasan
yang tidak habis-habisnya. Sehingga “dogma” dan “dogmatika” ingin
mengungkapkan bahwa ajaran mengenai iman adalah doktrin yang
jelas, tentu dan pasti.
Untuk konteks Indonesia, Yewangoe memperlihatkan kemajuan
studi dogmatika yang kian menjadikan kontekstualisasi sebagai
imperatif studi dogmatika. Meskipun studi dogmatika itu sendiri
sudah dimulai atau sama tuanya dengan sekolah-sekolah teologi yang
didirikan oleh gereja-gerjea. Namun tetap memperlihatkan kemajuan
ke arah yang lebih baik. Upaya untuk melepaskan dogmatika dari cab
ke-Barat-annya seakan kini menjadi pergumulan studi-studi
dogmatika yang makin menggeliat dimana-mana dengan tak
terbendung lagi. pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang diajukan
tidak lagi berhubungan dengan filsafat sebagaimana yang
berkembang di Eropa, tetapi bagaimana perjumpaan gereja dengan
agama-agama lain termasuk agama suku, realitas kemiskinan,
penindasan, pembangunan ataupun perjumpaan-perjumpaan
kemanusiaan lainnya, dimana gereja turut ada dan terlibat
didalamnya. Meskipun upaya itu giat dilakukan, namun Yewangoe
meyakini bahwa berbagai studi dogmatika itu tetap dilakukan
23. 17 |PENGANTAR DOGMATIKA
dengan menampakan kecintaan yang mendalam kepada Kristus,
Sang Inkarnasi Allah dalam konteks kita. Sebab memang kita tidak
mungkin menjadi anak durhaka yang melupakan warisan dan tradisi
yang diturunkan kepada kita.
05. Beberapa Pikiran Mengenai Perkembangan Dogmatika di
Indonesia
Pokok ini dikhususkan dengan memberikan sedikit pikiran mengenai
perkembangan studi dogmatika di Indonesia:
a. Meskipun studi dogmatika telah sama tuanya dengan lembaga-
lembaga pendidikan teologi yang didirikan oleh gereja-gereja, namun
dalam kurun waktu yang lama itu pula studi dogmatika terkesan
tidak bisa melepaskan diri dari cab ke-Barat-annya sebagai hasil
pekabaran injil dari bangsa-bangsa Eropa, khususnya Jerman dan
Belanda. Seiring perkembangannya ketika istilah
kontekstualisasi,diperkenalkan oleh salah seorang teolog Asia, yaitu
Shoki Coe dalam sebuah diskusi oikumenis untuk menggantikan
istilah-istilah sebelumnya, yaitu pembribumian, indegenisasi, atau
theology in loco. Maka akhir-akhir ini upaya-upaya kontekstualisasi
memperoleh stimulus yang kuat bahkan merupakan imperatif
keharusan berteologi, seiring itu pula studi dogmatika ikut terkena
pengaruhnya. Apalagi ketika Thelogical Education Found
menekankan perlunya kontekstualisasi, khususnya di Dunia Ketiga,
maka sekolah-sekolah teologi termasuk di Indonesia berusaha
meninjau kembali secara kritis berbagai rumusan-rumusan
teologinya. Pengalaman gereja-gereja di Amerika Latin (teologi
Pembebasan), Asia (teologi agama-agama, teologi minjung, teologi
dalit) ataupun di Afrika (perjumpaan dengan budaya dan agama
suku) cukup memberikan stimulus yang kuat bagi perbaikan studi
dogmatika kita di Indonesia yang dikiatkan oleh para ahli-ahli
dogmatika hingga kini. Dengan mencarikan formula-formula studi
dogmatika yang sungguh-sungguh ala Indonesia. Oleh karena itu,
memang benar apa yang dikatakan Yewangoe bahwa kontekstualisasi
tidak harus menjadi mata kuliah tersendiri, melainkan
24. 18 |PENGANTAR DOGMATIKA
kontekstualisasi mestinya menjiwai dan menggerakan seluruh
matakuliah-matakuliah teologi, termasuk dogmatika.
b. Ada peristiwa penting yang menentukan arah dan perkembangan
baru dalam sejarah pendidikan teologi di Indonesia, yaitu Konsultasi
Teologia I yang diselenggarakan oleh Dewan Gereja-Gereja di
Indonesia (mengganti nama menjadi PGI di Ambon) pada tahun
1970 di Sukabumi yang menghasilkan pergumulan rangkap yang
menjadi paradigma pendirian teologis. paradigma ini, ingin
dikatakan bahwa gereja-gereja di Indonesia, termasuk dalamnya
pendidikan teologi dan pengembangan ilmu teologi, memiliki
pergumulan rangkap, yaitu bergumul dengan pada satu pihak dan
sekaligus bergumul dengan masyarakat Indonesia yang sedang
memulai pembangunan nasional. Pergumulan ini secara
metodologis, memperlihatkan relevansi Firman Allah dalam bentuk
kesaksian Alkitab selalu harus digumuli dalam setiap konteks dan
sebaliknya.
c. Ada hal terpenting yang harus digarisbawahi dalam tuntutan
kontekstualisasi, yaitu studi dogmatika tetaplah bersumber pada
Alkitab. Ketersesuaian teks-teks Kitab suci sebagai sumber studi
dogmatis dengan konteks haruslah dilakukan dalam dialog yang
saling menghormati dan bawah ketaatan kepada Allah. Mengapa ini
penting ditekankan, sebab adakalanya tuntutan kontekstualisasi
kemudian memberi penghormatan lebih kepada konteks (dalam hal
ini budaya) dan sering dilakukan tidak menghormati injil. Sehingga
teologi acapkali jatuh dalam romantisme budaya yang kurang
menghargai injil.
d. Sepakat dengan Becker yang mengusulkan metode studi
dogmatika haruslah dilakukan dalam tiga langkah yaitu pertama,
menentukan masalah dalam situasi sekarang; kedua, mengerjakan
masalah tersebut secara eksegetik dan historis; dan ketiga,
menentukan tanggapan secara kontekstual. Olehnya pekerjaan pokok
dari studi dogmatis adalah haruslah memperlihatkan tolak ukur
ganda, yaitu kesesuian dengan Kitab Suci dan kesesuian dengan
situasi masa kini. Sehingga anggapan bahwa pekerjaan dogmatika
25. 19 |PENGANTAR DOGMATIKA
sama dengan tugas khotbah (homiletika), mungkin ada benarnya
dimana dialog antara teks dan konteks harus terjadi sedemikian rupa
sehingga pendengar masa kini diterangi cahaya Firman Allah.
06. Penutup
Berbagai pikiran di atas sebetulnya menggambarkan bahwa geliat
studi dogmatis menunjukan perkembangan di sana sini, itu berarti
jika ada anggapan bahwa dogmatika adalah ilmu mandeg, tidak
berkembang, tidak boleh di otak atik sebab telah menjadi dogma
adalah keliru bahkan salah. upaya kontekstualisasi dogmatika tidak
bisa dihentikan, malah akan semakin digiatkan dalam masa-sama
mendatang lagi.
Demikian !!!
Daftar Bacaan
Becker, Dieter., Pedoman Dogmatika; Suatu Kompadium Singkat,
Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1991
Berkhof, Hendrikus., Introduction to The Study of Dogmatics, 1988
Drewes, B.F. & Julianus Mojau., Apa Itu Teologi, Jakarta: BPK.
Gunung Mulia, 2003
Hadiwijono. Harun., Iman Kristen, Jakarta: BPK. Gunung Mulia,
1995
Jongeneel, J.A.B., Pembimbing Ke Dalam Dogmatika Kristen,
Jakarta: BPK. Gunung
Mulia, 2007
Soedarmo, R., Ikhtisar Dogmatika, Jakarta: BPK. Gunung Mulia,
1992
Van Niftrik,G.C., dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, Jakarta:
BPK. Gunung
Mulia, 2001
Yewangoe, A.A., dkk., (peny.), Kontekstualisasi Pemikiran Dogmatika
di Indonesia, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2004
26. 20 |PENGANTAR DOGMATIKA
https://tounusa.wordpress.com/2011/10/02/dogmatika-fungsi-
metode-dan-perkembangannya/
DOGMATIKA
PENDAHULUAN
Definisi Istilah
Istilah “dogma” berasal dari kata Yunani dan Latin, yang berarti “hal yang
dipegang sebagai suatu opini” atau bisa juga menunjuk pada “suatu
doktrin atau badan dari doktrin-doktrin teologi dan agama yang secara
formal dinyatakan dan diproklamasikan sebagai suatu yang berotoritas
oleh gereja.” Istilah ini bukanlah istilah yang asing bagi Alkitab sebab dalam
Perjanjian Baru ada beberapa ayat yang menyebutkan kata dogma, dengan
berbagai variasi pengertian. Enam di antaranya adalah:
Lukas 2:1; Kisah Para Rasul 17:7; Ibrani 11:23 dengan arti ketetapan,
perintah dari kaisar atau raja
Efesus 2:15; Kolose 2:14 dengan arti perintah hukum, ketentuan hukum,
yang berasal dari Musa
Kisah 16:4 dengan arti keputusan Kristen
Dalam ayat Kisah 16:4 dijelaskan oleh Lukas bahwa Paulus dan Silas
berjalan keliling di Asia dari kota ke kota sambil menyampaikan dogmata
(keputusan-keputusan) yang diambil oleh para rasul dan para penatua di
Yerusalem dengan pesan supaya jemaat menurutinya. Keputusan-
keputusan ini menyangkut baik “ajaran Kristen,” yaitu kebebasan dari kuk
Hukum Musa yang telah digenapi oleh Yesus Kristus maupun “kehidupan
Kristen,” yakni menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan
berhala-berhala, dari percabulkan, dari daging binatang yang mati lemas
dan dari darah (bandingkan Kisah Para Rasul 15:20, 29).
27. 21 |PENGANTAR DOGMATIKA
Pengakuan Petrus yang dicatat dalam Matius 16:16 pun dapat
dikatagorikan sebagai dogma. Ia menyatakan Yesus adalah Kristus, Anak
Allah yang hidup ketika Yesus bertanya kepada murid-murid siapa Ia di
mata mereka. Jawaban Petrus ini merupakan suatu konfesi dalam bentuk
yang pendek dan sederhana. Dengan seiring perjalanan waktu, dogma
tidaklah mungkin lagi seperti itu. Terjadi perkembangan dalam dogmatika
yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ditemui.
Sejarah Perkembangan Dogmatika
Istilah “dogmatika” diperkenalkan pertama kali pada abad ke-17, tepatnya
tahun 1659, ketika L. Fr. Reinhart menulis sebuah buku teologis yang
berjudul Synopsis Teologie ae (Ikhtisar Teologi Dogmatis). Pada awalnya
apa yang disebut dogmatika pada saat ini memiliki berbagai istilah,
tergantung pada individu yang mengembangkannya.
Pada perkembangan selanjutnya, di abad kedelapan belas, S. J.
Baumgarten menerbitkan bukunya dengan judul Evangelische
Glaubenslehre (Ajaran Iman Evangelis 1759-1760), yang memperkenalkan
nama “ajaran iman,” yang lalu diikuti oleh F. D. E. Schleiermacher, penulis
buku Der Christliche Glaube (Iman Kristen I, II) tahun 1821-1822.
Bapak-bapak Rasuli dan kaum apologet abad kedua dan abad ketiga
sesudah Kristus secara langsung memihak kepada penggunaan kata dogma
yang nyata dalam Kisah Para Rasul 16:4. Mereka juga tidak hanya
menghubungkan kata ini dengan “ajaran Kristen”, melainkan juga dengan
“kehidupan Kristen.”
Namun kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kata “dogma” lebih
sering dihubungkan dengan “ajaran Kristen” bahkan “ajaran gereja-gereja”
daripada “kehidupan Kristen.” Terjadi suatu proses yang menyebabkan
terjadinya pemisahan yang hebat antara “kehidupan” dan “ajaran” bahkan
antara “praktek” dan “teori” dan menyamaratakan dogma dengan “ajaran
gereja.” Hal ini tampak jelas terutama di dalam gereja Katolik Roma. Dalam
karangan I Klug umpamanya, seorang teolog Roma yang termasyur pada
28. 22 |PENGANTAR DOGMATIKA
masa antara perang dunia yang pertama dan yang kedua, ia mendefinisikan
dogma sebagai “sebuah dalil yang dinyatakan oleh gereja sebagai
kebenaran wahyu dan yang pada waktu yang sama dirumuskan.”
Tempat Dogmatika Di Dalam Seluruh Ilmu Teologi
Dogmatika dapat diumpamakan sebagai ranting dalam “pohon” ilmu
teologi. Ada banyak ranting di dalam “pohon” tersebut yang juga disebut
teologi sehingga masing-masing ranting itu kemudian perlu memakai nama
sifat, umpamanya historika, praktika dan lain-lain. Maka nama-nama ini
disebut teologi historika, teologi praktika, teologi biblika, teologi dogmatika
dan sebagainya.
Istilah “dogmatika” maupun “teologi” sering dipertukarkan dan dikacaukan
dalam penggunaannya sehingga terjadi kerancuan. Padahal dalam bentuk
yang sederhananya, istilah ini artinya “perintah”, “ketetapan,”
“keputusan,” “resolusi,” “doktrin,” “opini” dan “azas.” Kata kerja dalam
bahasa Yunani untuk istilah “dogma” ini adalah dogmatizo, artinya
menetapkan atau menitahkan.
Sumber dogmatika adalah Alkitab, seperti halnya juga dengan teologia.
Tapi penekanan dalam dogmatika adalah penetapan atau keputusan gereja
tentang pokok-pokok ajaran Kristen. Itu sebabnya denominasi-denominasi
gereja dapat memiliki dogma masing-masing yang berbeda dan bahkan
mungkin ada bagian-bagian yang bertentangan. Sedangkan teologia
mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan dogmatika
sebab tidak dibatasi oleh tembok-tembok denominasi. Karena itu dalam
perkembangan kemudian, dogmatika diterima sebagai suatu cabang dari
teologi.
Metode Dogmatika
29. 23 |PENGANTAR DOGMATIKA
Metode yang harus dipakai dalam merumuskan dan mempelajari dogma
adalah sebagai berikut:
1) Memandang Kitab Suci sebagai sumber dogmatika.
2) Tidak objektif. Ada pautan, penunjuk arah yang harus dipakai oleh
penyelidik dogmatika, yaitu pengakuan gereja, agar tidak sia-sia saja dan
agar dogmatika dapat memperkaya pengakuan-pengakuan gereja dan tidak
malah mempermiskinkannya. Meskipun, kalau perlu, pengakuan dapat
dikritik jua.
3) Orang yang mengerjakan juga harus dipandang penting. Dengan singkat
harus dinyatakan, bahwa orang yang menyelidiki dogmatika harus percaya
akan Kitab Suci sebagai firman Tuhan. Metode yang dianjurkan banyak
orang dan yang kelihatannya secara ilmiah, yaitu dengan dasar
keobjektifan sebenarnya tidak mungkin dipakai sebab:
a) Keobjektifan di dalam agama tidak mungkin. Kita tak dapat berdiri di luar
segala agama, kemudian menyelidiki agama itu.
b) Orang yang tidak percaya tidak dapat membicarakan kepercayaan
c) Cara objektif merendahkan penyataan Tuhan sebab menjadikan
pernyataan ini relatif. Dengan demikian kesimpulan dapat ditarik, bahwa
orang yang mempelajari dogmatika itu harus orang yang percaya akan
Kitab Suci sebagai Firman Tuhan.
http://nataliyanagigih.blogspot.com/2010/11/dogmatika.html
30. 24 |PENGANTAR DOGMATIKA
Dogmatika Masa Kini
[Soft Cover]
Pengarang: G.C. van Niftrik & B.J. Boland
Ukuran Buku: 14.5 x 21 cm
Isi: 576 hlm.
Dogmatika adalah suatu dalil-ajaran, atau suatu rumusan
tentang suatu kebenaran keagamaan. Di dalam Kekristenan,
dogmatika adalah bagian dari ilmu teologi yang ada sangkut
pautnya dengan isi pengakuan iman Gereja Kristen.
Demikianlah buku ini disusun dengan maksud agar pokok-
pokok iman Kristen digeluti dengan saksama. Dengan
menyebutkan "masa kini" bukan seolah-olah buku ini
hendak mengangkat pokok-pokok iman Kristen yang sama
sekali baru. Sebaliknya, apa yang dipelajari itu bertolak dari
Alkitab dan juga dari rumusan-rumusan atau pengakuan-
pengakuan iman yang telah dihasilkan oleh para pendahulu.
Namun, setelah itu, rumusan atau pengakuan itu dikaji
secara kritis di dalam terang Alkitab.
31. 25 |PENGANTAR DOGMATIKA
Dengan demikian, Gereja terpanggil untuk terus-menerus
mengkaji apa yang diberitakannya berdasarkan pengakuan
imannya. Kiranya buku ini membantu para sarjana teologi
dan pendeta, bahkan tak terkecuali aktivis gereja, untuk
secara kritis mengenal pemberitaan gereja yang sudah,
sedang, dan yang seharusnya dilakukan.
DAFTAR ISI
Daftar Isi
Pendahuluan
PENGANTAR
1. Dogmatika
2. Pengakuan
3. Percaya
4. Penyataan
BAGIAN PERTAMA : ALLAH BAPA
5. Allah
6. Bapa yang mahakuasa
7. Khalik langit dan bumi
8. Manusia
9. Para malaikat
10. Pemeliharaan, pemerintahan, pemilihan
BAGIAN KEDUA : YESUS KRISTUS
11. Allah serta manusia
12. AnakNya yang tunggal
13. Tuhan kita
14. Rahasia Inkarnasi
15. Penderitaan
16. Salib
17. Turun ke dalam kerajaan maut
32. 26 |PENGANTAR DOGMATIKA
18. Kebangkitan
19. Kenaikan ke surga
20. Duduk di sebelah kanan Allah
21. KedatanganNya sebagai Hakim
22. Ketiga jabatan Kristus
BAGIAN KETIGA : ROH KUDUS
23. Allah Roh Kudus
24. Gereja
25. Persekutuan yang sungguh
26. Alkitab
27. Injil dan Hukum Allah
28. Perjanjian Allah
29. Baptisan dan Perjamuan
30. Pengampunan dosa (pembenaran dan pengudusan)
31. Pertobatan dan kelahiran kembali
32. Permintaan doa
33. Kebangkitan daging
34. Hidup yang kekal
35. Allah Tritunggal
TAMBAHAN DAN DAFTAR-DAFTAR
Penjelasan
I. Symbolum Apostolicum
(forma occidentalis antiquior)
II. Symbolum Apostolicum
(forma occidentalis recentior)
III. Pengakuan Iman Rasuli
IV. Pengakuan Nicea-Konstantinopel
V. Daftar istilah-istilah
VI. Daftar buku-buku
http://kerygma-online.com/dogmatika-masa-kini-p-
1417.html#.VL51KNKsXng
33. 27 |PENGANTAR DOGMATIKA
PENGANTAR TEOLOGI SISTEMATIK
Pendahuluan
Mata kuliah ini sifatnya mengantar mahasiswa, khususnya
mahasiswa pada semester dan tahunn ajaran yang sedang
berlangsung ke bidang Teologi Sistematik. Di dalam Teologi
Sistematik mahasiswa akan mempelajari doktrin yang dirumuskan
Gereja sepanjang abad, yaitu:
1. Teologia Proper (Allah)
2. Antropologi (Manusia)
3. Soteriologi (Keselamatan)
4. Kristologi (Yesus Kristus)
5. Pneumatologi (Roh Kudus)
6. Eklesiologi (Gereja)
7. Eskatologi (Akhir zaman)
Selain itu, ada Teologi Biblika, Teologi Historika, Teologi Praktika,
Teologi Kontemporer dll. Selanjutnya mahasiswa dapat melihat pada
topic pembahasanpembagian Teologi pada halaman selanjutnya.
Bibliologi (Alkitab)
Ketujuh mata kuliah Teologi Sistematika atau Dogmatika
sebagaimana yang disebutkan di atas akan dibahas dalam
semester-semester selanjutnya oleh dosen dogmatika.
Jadi, kita tidak akan membahas berbagai doktrin yang sudah
disebutkan di atas. Mata kuliah ini hanya sifatnya pembimbing ke
dalam pengenalan akan Teologi Sistematik. Sekali lagi, mata kuliah
ini sifatnya hanya pembimbing ke dalam Teologi Sistematik.
A. Pengertian Dasar Studi Teologi Sistematika
34. 28 |PENGANTAR DOGMATIKA
1.1 Pengertian Teologi Sistematika
Demi memudahkan kita memahami teologi sistematika maka berikut
ini kita berusaha membahas
kata teologi dan sistematika, kemudian pengertian dari Teologi
Sistematika. Perlu diketahui bahwa isi Teologi Sistematik adalah
upaya para ahli Teologi untuk membuat isi /ajaran Alkitab (PL dan
PB) dipahami artinya secara logis dan sistematis.
Studi Kata Apa itu teologi?
Kata teologi yang kita pakai di Indonesia itu berasal dari bahasa
Yunani maka baiklah kita memeriksa arti kata itu menurut pendapat
beberapa teolog (kita hanya mengambil pendapat tiga teolog).
Paul Alvis:
Kata ―teologi‖ berasal dari kata-kata Yunani yakni dari
kata theos yang berarti Allah, dan logos yang berarti: ―perkataan‖,
―pikiran‖, ―percakapan‖.
Jadi, menurut arti kata ini teologi adalah berpikir atau berbicara
tentang Allah. Bila dikatakan bahwa teologi adalah berpikir tentang
Allah, dapat berarti bahwa hal tersebut (berteologi) adalah sesuatu
yang dapat kita kerjakan dalam kesendirian.
Henry C. Thiessen:
35. 29 |PENGANTAR DOGMATIKA
Istilah Teologi berasal dari dua kata Yunani, yaitu theos dan logos.
Theos berarti Tuhan dan logos berarti ―kata‖, ―wejangan‖ atau
―ajaran‖.
Jadi, secara sempit teologi dapat didefinisikan sebagai ajaran
tentang Tuhan. Dan secara luas teologi dapat diartikan seluruh
ajaran Kristen, dan bujan sekadar ajaran tentang Tuhan saja, tetapi
juga semua ajaran yang membahas hubungan yang dipelihara oleh
Tuhan dengan alam semesta ini. Atau secara luas teologi adalah
ilmu tentang Tuhan dan hubungan-hubungan-Nya dengan alam
semesta (Thiessen, 1995:2)
A.H.Strong
Teologi (Yun: theologia, gabungan dari dua kata theos,
Allah dan logos, logika). Jadi, secara sederhana A.H. Strong,
mendefinisikan Teologi sebagai "ilmu tentang Allah dan hubungan-
hubungan antara Allah dan alam semesta." Strong juga
menghubungkan pengertian Teologi dengan pendapat Aquinas yakni
karena teologia itu merujuk kepada Allah, maka, Thomas Aquinas,
mendefinisikannya secara spesifik, sebagai "pikiran Allah, ajaran
Allah dan memimpin kepada Allah. (Sinclair B. Ferguson,ENDT:
"Theology", Downers Grove, Illinois, 1988, 680-681).
Sistem Teologi sebagaimana yang dipaparkan diatas bukan eksklusif
milik orang Kristen, tetapi semua agama. Pada umumnya, dunia
sekuler, berdasarkan definisi filsafat Aristoteles, menyebut disipilin
Teologi sebagai Filsafat Teologi atau Metafisika. Maka jelaslah
bahwa teologi Kristen harus berbeda dengan agama-agama lain,
perbedaannya terletak pada sumber berteologi. Sumber
berteologinya Kristen adalah Alkitab. Ini berarti bagi gereja, Teologia
memiliki dua pengertian, yaitu (1). Pengajaran tentang Allah dan (2).
Pengetahuan tentang Allah. Sumber utama Teologi Kristen adalah
Alkitab. Teologia Kristen adalah upaya logis untuk mempelajari
36. 30 |PENGANTAR DOGMATIKA
tentang Allah dengan sumber utama adalah Alkitab. Sedangkan
tradisi dan tulisan-tulisan bapak-bapak gereja dan teolog-teolog
klasik lainnya adalah sebagai pembantu-panduan pengembangan
Teologi selanjutnya.
Ada pepatah yang menyatakan ―guru kencing berdiri siswa kencing
berlari‖ kita ganti menjadi ―guru kencing berdiri murid bertanya
mengapa guru kencing berdiri. Dalam hal ini para mahasiswa dapat
memperluas pengertian kata teologi dari berbagai teolog
berdasarkan buku-buku teologi Kristen yang berkualitas.
Adapula yang mengartikan teologi sbb:
Kata ―teologi‖ berasal dari dua kata Bahasa Yunani, yaitu theos dan
logos yang berarti ―Allah‖ dan ―kata/firman.‖
Teologi (bahasa Yunani θεος, theos, "Allah, Tuhan", + λογια, logia,
"kata-kata," "ucapan," atau "wacana") adalah wacana yang
berdasarkan nalar mengenaiagama, spiritualitas dan Tuhan (Lih.
bawah, "Teologi dan agama-agama lain di luar agama Kristen").
Secara Etimologi
Arti etimologis (asal kata) Istilah "Teologia" berasal dari 2 kata
Yunani, yaitu:theos artinya "Allah"; dan logos artinya "perkataan,
uraian, pikiran, ilmu".
Definisi Istilah "Teologia" dapat dimengerti dalam arti sempit atau arti
luas. Arti luas: mencakup seluruh pokok studi (disiplin ilmu) dalam
pendidikan teologia.
Arti sempit: usaha meneliti iman Kristen dari aspek doktrinnya saja
yang sering disebut sebagai Teologia Sistematika.
37. 31 |PENGANTAR DOGMATIKA
Teologi secara etimologis diartikan sebagai ―logos‖ mengenai
―theos‖, atau bercakap-cakap mengenai Allah. Ini berarti berteologi
merupakan pengalaman manusia mengenai Allah, tentang
tanggapan manusia terhadap Allah. (Paul Alvis, 2001:3-4)
Kesimpulan kita berdasarkan definisi di atas:
1. Teologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang
berkaitan dengan keyakinan beragama.
2. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan
dengan Tuhan.
3. Para teolog berupaya menggunakan analisis dan argumen-
argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan dan mengajar
dalam salah satu bidang dari topik-topik agama.
4. Teologi dapat dipelajari sekadar untuk menolong sang teolog
untuk lebih memahami tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi
keagamaan lainnya, atau untuk menolong membuat perbandingan
antara berbagai tradisi atau dengan maksud untuk melestarikan atau
memperbarui suatu tradisi tertentu, atau untuk menolong penyebaran
suatu tradisi, atau menerapkan sumber-sumber dari suatu tradisi
dalam suatu situasi atau kebutuhan masa kini, atau untuk berbagai
alasan lainnya.
5. Informasi para ahli teologi menyadarkan kita bahwa teologi itu
bukan berasal dari budaya kita tetapi budaya Yunani.
6. Kata 'teologi' itu berasal dari bahasa Yunani klasik, tetapi
lambat laun memperoleh makna yang baru ketika kata itu diambil
dalam bentuk Yunani maupun Latinnya oleh para penulis Kristen.
Karena itu, penggunaan kata ini, khususnya di Barat, mempunyai
latar belakang Kristen. Namun demikian, di masa kini istilah ini dapat
digunakan untuk wacana yang berdasarkan nalar di lingkungan
ataupun tentang berbagai agama.
7. Di lingkungan agama Kristen sendiri disiplin 'teologi'
melahirkan banyak sekali sub-divisinya.
Definisi:
Teologi adalah pemikiran (berpikir, berkata, bercakap-cakap) atau
38. 32 |PENGANTAR DOGMATIKA
ajaran/doktrin yang sistematis tentang Allah dan ciptaan-Nya.
Salah satu contoh berteologi dalam narasi Alkitab (Kej. 28:10-
22)
Pada saat Yakub bangun dari mimpinya di Betel, mengenai tangga
yang ujungnya sampai ke langit dan malaikat-malaikat Allah turun-
naik mendaki tangga itu, maka ia menyadari bahwa ―Sesungguhnya
TUHAN ada di tempat itu …Pada saat itu Yakub sedang berteologi.
Pikirannya adalah tanggapan terhadap kehadiran Allah. Bila pikiran
kita sendiri mengarah pada persoalan-persoalan makna hidup, nilai-
nilai di luar batas pemikiran dan rahasia takdir manusia, maka kita
sedang berteologi atau mengerjakan teologi. (Paul Alvis, 2001:2).
Berteologi sebagaimana yang dikatakan diatas dapat dikerjakan
dalam kesendirian tetapi juga berteologi (berpikir tentang Tuhan)
bukan kebiasaan yang dapat dilakukuan dalam kesendirian tetapi
dalam kebersamaan. Ini berarti teologi dapat diartikan berbicara
tentang Allah dan hal-hal mengenai Allah. Contoh: Mereka saling
mengatakan : Bukankah hati kami berkobar-kobar ketika Ia berbicara
dengan kami di tengah jalan dan menerangkan Kitab Suci pada
kita?‖ (Luk. 24:13-35).
Penggunaan Kata Teologi pada abad Pertengahan
Pada Abad Pertengahan, teologi merupakan subyek utama di
sekolah-sekolah universitas dan biasa disebut sebagai "The Queen
of the Sciences". Dalam hal ini ilmu filsafat merupakan dasar yang
membantu pemikiran dalam teologi.
39. 33 |PENGANTAR DOGMATIKA
Kata "Teologi" diambil dari bahasa Yunani Helenis, namun demikian
maknanya telah berubah jauh melalui penggunaannya di dalam
pemikiran Kristen di Eropa sepanjang Abad Pertengahan dan Zaman
Pencerahan.
Istilah theologia digunakan dalam literatur Yunani Klasik,
dengan makna "wacana tentang para dewa atau kosmologi (lihat
Lidell dan Scott Greek-English Lexicon untuk rujukannya).
Aristoteles membagi filsafat teoretis ke
dalam mathematice, phusikedan theologike. Yang dimaksud
dengan theologike oleh Aristoteles kira-kira sepadan
dengan metafisika, yang bagi Aristoteles mencakup pembahasan
mengenai hakikat yang ilahi. Sejak itu istilah ini telah diambil oleh
berbagai tradisi keagamaan Timur maupun Barat.
Dengan meminjam dari sumber-sumber Yunani,
penulis Latin Varromembedakan tiga bentuk wacana ini: mitis
(menyangkut mitos-mitos tentang para dewata Yunani), rasional
(analisis filosofis mengenai para dewata dan kosmologi) dan sipil
(menyangkut ritus dan tugas-tugas keagamaan di tengah
masyarakat).
Para penulis Kristen, yang bekerja dengan
kerangka Helenistik, mulai menggunakan istilah ini untuk
menggambarkan studi mereka. Kata ini muncul sekali dalam
beberapa naskah Alkitab, dalam judul Kitab Wahyu: apokalupsis
ioannou tou theologou, "penyataan kepada Yohanes
sang theologos". Namun demikian, kata ini merujuk bukan kepada
Yohanes sang "teolog" dalam pengertian bahasa kita sekarang,
melainkan – dengan menggunakan arti akar kata logosdalam arti
yang sedikit berbeda, dan di sini tidak dimaksudkan sebagai "wacana
rasional" melainkan dalam arti "firman" atau "pesan". Dengan
demikian, sang "theologos" di sini dimaksudkan sebagai orang yang
menyampaikan firman Allah - logoi tou theou.
Teologi adalah "iman yang mencari pengertian (fides
quaerens intellectum)." - Anselmus dari Canterbury
"Teologi adalah upaya untuk menjelaskan hal-hal yang tidak
diketahui dalam pengertian-pengertian dari mereka yang tidak patut
mengetahuinya." - H. L. Mencken
40. 34 |PENGANTAR DOGMATIKA
"Teologi yang otentik tidak akan mengizinkan orang terobsesi
dengan dirinya sendiri." - Thomas F. Torrance dalam Reality and
Scientific Theology
"Teologi memberitakan bukan hanya apa yang dikatakan oleh
Alkitab, melainkan juga apa maknanya." - J. Kenneth Grider dalam A
Wesleyan-Holiness Theology (Kansas City: Beacon Hill, 1994), hlm.
19.
"Saya tidak membutuhkan orang bodoh yang tidak menyukai
musik, karena musik adalah pemberian Allah. Musik dapat mengusir
Iblis dan membuat orang berbahagia, dan dengan demikian mereka
melupakan segala kemarahan, ketidaksetiaan, kesombongan, dan
sejenisnya. Setelah teologi, saya menempatkan musik pada tempat
yang tertinggi dan memberikan kepadanya keagungan yang
tertinggi." — Martin Luther, dikutip dalam Martin Marty, Martin Luther,
2004, hlm. 114.
Sedangkan sistematika diartikan pengetahuan mengenai klasifikasi
(penggolongan/urutan) pengajaran Alkitab ke dalam system secara
logis.
Sumber:
Paul Avis, Ambang Pintu Teologi, Jakarta : BPK, 2001
Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, Malang : Gandum Mas,
1995
Definisi umum: Teologia ialah pengetahuan yang rasional tentang
Allah dan hubungannya dengan karya/ciptaan-Nya seperti yang
dipaparkan oleh Alkitab.
Definisi khusus: Teologia Sistematika ialah bagian dari divisi
Teologia yang mengatur secara terperinci dan berurutan tema-tema
dari ajaran doktrin dalam Alkitab.
41. 35 |PENGANTAR DOGMATIKA
Pengertian Teologi Sistematika
Apa itu teologi sistematika?
Bila kata ―teologi‖diartikan ―Allah‖ dan ―kata/firman.‖ Maka perpaduan
atau kombinasi kata ―teologi‖ dengan “sistematika dapat berarti
―studi tentang Allah.‖ Sedangkan kata"Sistematika" berasal dari
kata sustematikos, artinya penempatan/ penyusunan secara tepat.
Sistematika menunjuk pada sesuatu yang ditempatkan dalam sistim.
Oleh sebab itu teologia sistematika berarti pembagian teologi ke
dalam sistim yang menjelaskan berbagai bidang. Contohnya, banyak
kitab dalam Alkitab yang memberi informasi mengenai malaikat.
Tidak ada satu kitabpun yang memberi semua informasi mengenai
malaikat. Teologia sistematika mengambil semua informasi
mengenai malaikat dari semua kitab dalam Alkitab dan mengaturnya
ke dalam suatu sistim, angelologi. Inilah yang dilakukan oleh teologia
sistematika – mengatur pengajaran-pengajaran Alkitab ke dalam
berbagai kategori.
Teologi sistematik atau Sistematika Teologi adalah upaya menyusun
teologia-teologia yang membentuk Doktrin. Doktrin yang diajarkan
oleh Alkitab tersusun atas Teologi-Teologi dari masing-masing
penulis Alkitab (PL-PB). Teologia sistematika adalah sebuah alat
penting untuk menolong kita mengerti dan mengajarkan Alkitab
dengan cara yang teroganisir.
Jadi teologi sistematik adalah pengetahuan mengenai klasifikasi
(penggolongan/urutan) pengajaran Alkitab ke dalam system secara
logis.
42. 36 |PENGANTAR DOGMATIKA
Dengan kata lain, teologi sistematika adalah percakapan tentang
Allah dan ciptaan-Nya secara sistematis/berurutan secara logis.
Misalnya dalam aspek doktrin, mana yang lebih duluan dipelajari.
Apakah Doktrin Allah atau Doktrin Manusia … dimulai dari mana dan
berakhir dimana. Misalnya ada yang mulai dari Doktrin Allah dan
berakhir di Doktrin Akhir Zaman. Mengapa demikian (logika/logisnya
dan teologisnya)
Contoh teologi sistematika:
1. Teologi Proper/Teologi Umum atau Paterologi adalah studi
mengenai Allah Bapa.
2. Antropologi Alkitab (doktrin manusia) studi tentang manusia
dan dosanya.
3. Kristologi adalah studi mengenai Allah Anak, Tuhan Yesus
Kristus.
4. Soteriologi adalah studi mengenai keselamatan.
5. Pneumatologi adalah studi mengenai Allah Roh Kudus.
6. Bibliologi adalah studi mengenai Alkitab.
7. Ekklesiologi adalah studi mengenai gereja.
8. Eskatologi adalah studi mengenai akhir zaman.
9. Angelologi adalah studi mengenai malaikat.
10. Demonologi Kristen adalah studi mengenai Iblis dari perspektif
Kristen.
11. Antropologi Kristen adalah study mengenai manusia.
Hamartiologi adalah studi mengenai dosa.
43. 37 |PENGANTAR DOGMATIKA
12. Teologi Biblika adalah studi mengenai kitab (-kitab) tertentu
dalam Alkitab dan menekankan berbagai aspek teologia yang
berbeda yang menjadi fokusnya. Contohnya: Injil Yohanes adalah
injil yang sangat Kristologis karena banyak memusatkan pada
keillahian Kristus (Yohanes 1:1, 14; 8:58; 10:30; 20:28).
13. Teologi Historis adalah studi mengenai doktrin-doktrin dan
bagaimana doktrin-doktrin itu berkembang sepanjang berabad-abad
dari gereja Kristen.
14. Teologi Dogmatika adalah studi mengenai kelompok-kelompok
Kristen tertentu yang memiliki doktrin yang sistimatis, seperti
misalnya teologia Calvinistik dan teologia dispensasi.
15. Teologi Kontemporer adalah studi mengenai doktrin-doktrin
yang berkembang dan menjadi perhatian baru-baru ini.
16. Hamartiologi adalah studi mengenai dosa.
17. Teologia sistematika adalah sebuah alat penting untuk
menolong kita mengerti dan mengajarkan Alkitab dengan cara yang
teroganisir.
18. Teologi Kontemporer adalah studi mengenai doktrin-doktrin
yang berkembang dan menjadi perhatian baru-baru ini.
Jadi, teologia sistematika adalah sebuah alat penting untuk
menolong kita mengerti dan mengajarkan Alkitab dengan cara yang
teroganisir.
Berdasarkan pembahasan di atas menjadi jelas bahwa kata teologi
itu bukan berasal dari budaya kita tetapi budaya Yunani. Kata
'teologi' berasal dari bahasa Yunani klasik, tetapi lambat laun
memperoleh makna yang baru ketika kata itu diambil dalam bentuk
Yunani maupun Latinnya oleh para penulis Kristen. Karena itu,
penggunaan kata ini, khususnya di Barat, mempunyai latar belakang
44. 38 |PENGANTAR DOGMATIKA
Kristen. Namun demikian, di masa kini istilah ini dapat digunakan
untuk wacana yang berdasarkan nalar di lingkungan ataupun tentang
berbagai agama. Di lingkungan agama Kristen sendiri disiplin
'teologi' melahirkan banyak sekali sub-divisinya.
Hubungan Doktrin, Dogma dengan Sistematika Teologi
Tentang Sistematika Teologi
Sistematika Teologi adalah upaya menyusun Teologia-Teologia
(Teologi proper dst), yang membentuk Doktrin. Doktrin yang
diajarkan oleh Alkitab tersusun atas Teologi-Teologi dari masing-
masing penulis Alkkitab. Perpektif Teologi, yakni Teologi Perjanjian
Lama (teologi menurut penulis-penulis PL. di PL. Contoh: Teologia
Ayub, dll). dan Teologi Perjanjian Baru (Teologi menurut para penulis
PB. di PB. Contoh: Teologi Paulus, dll). Semua penulis Alkitab
menyepakati tentang tema-tema secara obyektif, misalnya, tema
Kristus (--Christology). Penjelasan tema ini menyebar di seluruh
Alkitab (PL-PB) sebelum disistematisasikan dalam oleh para teolog
sistematika. Tema-tema Alkitab ini kemudian disintesa secara
kategorial sehingga membentuk akumulasi tema-tema tertentu oleh
Bapa-Bapa Gereja, sehingga tema itu mudah dipahami dan dapat
diajarkan secara tuntas.
Ada tiga kriteria untuk menentukan Doktrin:
Doktrin itu sangat ditekankan dalam Kitab Suci.
Doktrin itu sangat penting dan berpengaruh dalam Ajaran Gereja
sepanjang masa.
Doktrin itu sangat berpengaruh bagi pengajaran gereja sepanjang
masa. Karena kesesuaiannya dengan situasi kontemporer
(perubahan), Doktrin-Doktrin itu lebih diterima pada hari ini,
45. 39 |PENGANTAR DOGMATIKA
ketimbang buku-buku teks Teologi Sistematika. (Wayne
Grudem, Systematic Theology: An Introduction to a Biblical
Doctrine, GR. Michigan: Zondervan Pub. House, 1994, 25-26).
Usaha mensintesa tema-tema Alkitab ini disebut usaha Sistematisasi
Doktrin. Tema-tema Alkitab yang menyebar dan telah diakumulasi itu
membentuk beberapa tema mayor, misalnya, secara umum ada 7
Doktrin mayor dalam Alkitab (sebutannya bisa berbeda):
(1). Doktrin Alkitab.
(2). Doktrin Allah.
(3). Doktrin Manusia.
(4). Doktrin Kristus dan Roh Kudus.
(5). Doktrin Aplikasi Penebusan.
(6). Doktrin Gereja.
(7). Doktrin Akhir zaman.
Istilah "Doktrin" tidak dapat diganti dengan istilah "Teologi" Misalnya:
"Doktrin Allah" tidak bisa menjadi "Teologi Allah", dll. Doktrin-Doktrin
(Misalnya: Doktrin Allah) ini bisa dipersempit, seperti: Doktrin
Kekekalan Allah, atau Doktrin Trinitas, atau Doktrin Penghakiman
Allah. Doktrin-Doktrin, dalam pengajaran dan penyelidikannya bisa
dikembangkan, tetapi tidak akan berubah atau bertambah, selama
Alkitab Kanonik (PL-PB) adalah Sumber Doktrin itu.
Dengan demikian, berdasarkan fungsinya, tugas seorang teolog
sistematika adalah menata secara Logis semua Doktrin yang sudah
tersedia di Alkitab dengan panduan Tokoh-Tokoh Besar dalam
46. 40 |PENGANTAR DOGMATIKA
penelitian Teologi lainnya. Misalnya, John Calvin,
dengan Institutionya tidak bisa lepas dari karya-karya Bapak-Bapak
Gereja, seperti Agustinus, Thomas Aquinas, dll. Hasil akhir dari
usaha "Sistematisasi" Doktrin Alkitab itu disebut Teologi Sistematika.
(Silahkan bandingkan dengan karya Louis Berkhof, Teologi
Sistematika (telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesi oleh
LRII, Jakarta).
Tentang Doktrin
Doktrin merujuk kepada pengajaran tentang Allah yang bersumber
dari Alkitab. Sebuah Doktrin adalah apa yang seluruh kitab suci
ajarkan tentang topik-topik tertentu kepada kita hari ini. Doktrin ini
terkait langsung dengan definisi Teologi Sistematika. Doktrin dapat
bermakna sempit atau luas. Doktrin yang luas, misalnya, Doktrin
Allah, termasuk sebuah ringkasan dari apa yang Alkitab katakan
kepada kepada kita tentang Allah. [Wayne Grudem,Systematic
Theology: An Introduction to a Biblical Doctrine(G. R. Michigan:
Zondervan Pub. House, 1994), 25-26]. Pengertian Doktrin secara
sederhana adalah ajaran utama Alkitab. Ajaran yang tertulis dalam
Alkitab. Ajaran itu tidak pernah salah atau tidak konsisten atau
berubah.
Tentang Dogma
47. 41 |PENGANTAR DOGMATIKA
Dogma merujuk kepada apa yang dilihat benar oleh seseorang dan
yang mempengaruhi pendiriannya. Dalam gereja, Doktrin adalah
Kebenaran Sejati yang dinyatakan oleh Allah di dalam Kristus dan
tertulis dalam Alkitab. Doktrin yang telah disepakati akan disebut
Dogma. Doktrin menentukan Dogma. Dogma-dogma Kristen
ditetapkan dalam Konsili-Konsili. Misalnya, Doktrin Kristus (--
Kristologi, sebagai Doktrin yang banyak menghadapi permasalahan)
disepakati sebagai Dogma Gereja dalam 4 kali Konsili, tahun 325,
787, 1215 dan 1545-1563 Masehi. [Hendrikus Berkhof, Introduction
to the Study of Dogmatics (G. R, Mich.: W. B.Eerdman Pub. Co.,
1985), 4-6.]. Tentang Konsili-Konsili, silahkan baca di F.D.
Wellem, Kamus Sejarah Gereja: "Konsili" (Jakarta: BPK. Gunung
Mulia, 1994), 127-139.
Jadi, Dogma yang sejati dasarnya adalah Doktrin atau Pengajaran
yang bersumber dari Alkitab itu sendiri dan ditetapkan oleh Konsili
Gereja sebagai Dogma Gereja yang sah dan benar.
Tentang "Aliran Teologi"
Aliran Teologi adalah adalah suatu Sistem Pemahaman Teologi yang
dikembangkan oleh seseorang atau kelompok dalam suatu masa
atau generasi tertentu, yang kemudian diwariskan kepada pengikut
atau generasi berikutnya. Sistem ini membentuk sebuah sudut
pandang tertentu yang unik yang dianggap dan diyakini benar
sehingga membentuk Komunitas dengan sejarah pemikiran yang
sama dan gerakan yang sama. Orang-orang yang tergabung di
dalam Komunitas ini akan disebut sesuai nama-nama Teori atau
Teologinya atau pencetusnya.
48. 42 |PENGANTAR DOGMATIKA
Contoh:
a) Gereja-gereja yang mewarisi Teologia Reformator, misalnya,
Martin Luther atau John Calvin, maka gereja-gereja ini beraliran
Teologia Reformasi atau Injili tetapi tidak disebut "berdoktrin Luther
atau Calvin" atau berdoktrin Reformasi. Karena Luther atau Calvin
atau Reformator lainnya tidak menciptakan Doktrin tetapi hanya
memurnikan Doktrin yang sudah ada. Meskipun, Calvin menemukan
cara pandangan lain dalam mengembangkan Doktrin Keselamatan
dari Alkitab, tentang "Predestinasi" dan "Inneransi Alkitab", dll.; yang
sebelumnya diabaikan oleh para teolog Katolik Roma.
b) Misalnya, jika ada Pendeta yang mengatakan: "Kami menganut
Doktrin Calvin, dapat dipastikan bahwa yang dia maksudkan adalah
"Doktrin yang diwariskan oleh Calvin atau para Reformator "bukan
Doktrin Menurut Calvin". Calvin sendiri mendasari Teologianya pada
Alkitab. Doktrin-Doktrin yang Dia ajarkan pun adalah dari Alkitab.
Silahkan Baca terjemahan dan ringkasan buku Yohanes
Calvin, Institutio.
c) Gerakan Kharismatik adalah suatu aliran yang menekankan
kharisma dalam pelayanan dan ibadah. Gereja-gereja ini beraliran
Kharismatik atau Pentakostal. Sebenarnya. Kharismatik dan
Pentakosta disebut "gerakan,movement)", bukan "Aliran Teologi".
Karena dalam tradisi, Kharismatik tidak menciptakan atau membuat
Aliran Teologia atau "Doktrin Baru", tetapi para penggerak
Kharismatik atau Pentakostal itu memberikan penekanan pada hal-
hal yang margin - yang tidak utama dalam Doktrin Ortodoks.
Misalnya, Doktrin Baptisan. Gerakan Kharismatik atau Pentakostal
mengajarkan bahwa baptisan "harus" selam, jika tidak, berarti tidak
sah atau salah. PAdahal tidak harus seperti itu.
49. 43 |PENGANTAR DOGMATIKA
Aliran Teologi Membentuk Komunitas
Macam-macam Aliran Teologi yang membentuk komunitasnya
sendiri dalam Organisasi-Organisasi dan Yayasan-Yayasan dalam
Kristiani. Antara lain:
1. Anglikan
2. Arminian
3. Baptis
4. Dispensasional
5. Lutheran
6. Reformed/Presbiterian
7. Kahrismatik/Pentakostal
8. Katolik Traditional
9. Katolik Paska Konsili Vatikan II.
10. Kristen Ortodoks
11. Dsb.
Corak suatu Denominasi sangat dipengaruhi oleh Pemikiran dan
Teologia yang dianut oleh Perintisnya.
Salah satu contoh berteologi sesuai konteks pergumulan yang
dihadapi oleh komunitas berteologi, seperti:
Teologi pembebasan.
50. 44 |PENGANTAR DOGMATIKA
Teologi pembebasan adalah sebuah paham tentang
peranan agama dalam ruang lingkup lingkungan sosial. Dengan kata
lain Teologi pembebasan adalah suatu usaha kontekstualisasi
ajaran-ajaran dan nilai keagamaan pada masalah kongkret di
sekitarnya. Dalam kasus kelahiran Teologi Pembebasan, masalah
kongkret yang dihadapi adalah situasi ekonomi dan politik yang
dinilai menyengsarakan rakyat. Paham ini hampir terdapat pada
semua agama didunia.Teologi Pembebasan merupakan refleksi
bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial. Karena
itu masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan.
Mereka mempertanyakan seperti apa tanggung jawab agama dan
apa yang harus dilakukan agama dalam konteks pemiskinan
struktural.
1.2. Tempat/kedudukan Teologia dengan disiplin ilmu lain
Pertanyaan yang sering timbul adalah, kalau Teologia adalah
pengenalan tentang Allah dan karya-Nya, bagaimana hubungan
Teologia dengan ilmu-ilmu yang lain (musik, filsafat, sosiologi,
kedokteran, dll? Dengan percaya bahwa seluruh kebenaran adalah
berasal dari Allah, maka tidak seharusnya Teologia bertentangan
dengan disiplin-disiplin ilmu yang lain, baik itu kebenaran alam,
filsafat, musik, dll., bahkan seharusnya mereka akan saling
melengkapi.
Jadi, kedudukan teologi dengan disiplin ilmu lain ialah bahwa
berbagai ilmu itu saling melengkapi. Misalnya filsafat menolong
teologi untuk menyusun isi teologi secara logis sehingga dapat
diterima oleh orang lain. Matematika dan ilmu-ilmu lain member
kontribusi kepada teologi.
51. 45 |PENGANTAR DOGMATIKA
1.3. Tugas/fungsi/Pentingnya Teologi Sistematika
a. Karena manusia sebagai mahluk ciptaan yang berasio maka
manusia mempunyai . kecenderungan untuk berpikir dan
mempelajari sesuatu secara sistematis. Dengan demikian jelaslah
bahwa Teologia sistematis berusaha mensistematiskan isi ajaran
Alkitab dari kitab Kejadian sampai Wahyu sehingga mudah dipahami.
b. Sifat Alkitab sendiri yang menuntut untuk disusun secara
sistematis. Kebenaran tersebar secara acak di seluruh bagian
Alkitab, sehingga perlu disusun secara sistematis.
c. Bahaya pengajaran sesat. Untuk memberikan jawaban akan iman
kepercayaannya dan sekaligus melawan setiap tantangan dari
pengajaran palsu. 1Pe 3:15, Efe 4:14
d. Alkitab adalah sumber doktrin Kristen. Tugas orang Kristen adalah
untuk menjelaskan doktrin-doktrin itu dalam sistematika yang baik
dan di dalam konteks yang tepat sehingga dapat menjawab
pertanyaan, "Apa yang diajarkan oleh Alkitab kepada kita untuk
jaman ini?"
e. Alkitab adalah pedoman hidup Kristen. Mengerti Teologia bukan
hanya sekedar sebagai pengetahuan teoritis, tapi juga sebagai gaya
hidup yang berintegritas. 2Ti 2:24-25; 2Ti 3:15-16
f. Keutuhan keseluruhan kebenaran Firman Tuhan yang bersistem
sangat dibutuhkan oleh pekerja Kristen yang efektif.
1.4. Norma/sumber/metode Teologi
Bila dalam definisi teologi diartikan berpikir tentang Allah dan karya-
Nya, merenung tentang Allah dan karya-Nya, ilmu tentang Allah dan
52. 46 |PENGANTAR DOGMATIKA
karya-Nya maka jelaslah dibutuhkan norma/sumber/metode. Sebab
bila tidak ada norma/sumber/metode maka setiap orang akan
berbeda-beda dalam memikirkan tentang Allah dan karya-Nya.
Mereka yang memulai dengan akal semata akan mengatakan bahwa
Allah itu tidak ada (komunis), sebaliknya mereka yang memulai
berpikir tentang Allah dan karya-Nya hanya berdasarkan pikiran
semata (baca filsafat/berpikir mendalam dengan memakai metode
berpikir ilmiah) akan menghasilkan teologi yang berbeda dengan
Alkitab (Allah dan karya-Nya yang dibicarakan oleh mereka yang
hanya berdasarkan pendekatan filsafat). Di sinilah pentingnya norma
berteologi yaitu Alkitab, sumber berteologi yaitu Alkitab, metode
berteologi yaitu Alkitab.
Dengan demikian maka berteologi sangat erat kaitannya dengan
norma/sumber/metode. Hasil teologi sangat ditentukan oleh
norma/sumber/metode berteologi. Ini disebabkan karena Teologi
dalam definisinya yaitu berpikir, berbicara, perkataan, uraian, ilmu
tentang Allah. Bila manusia yang berteologi tidak mempunyai
norma/sumber/metode maka akan menghasilkan teologi yang tidak
pasti. Dengan demikian norma berteologi/sumber berteologi/metode
berteologi orang Kristen adalah Alkitab. Artinya orang Kristen dapat
berpikir, merenung, berbicara, berkata-kata, bercakap-cakap,
menuturkan tentang Allah sejauh yang disaksikan dalam Alkitab.
Jadi, norma berteologi, sumber berteologi, metode berteologi adalah
Alkitab. Filsafat hanya membantu dalam berteologi berdasarkan
Alkitab.
Jadi, kita dapat mempertegas sumber berteologi sbb:
1. Alkitab sebagai sumber yang paling utama yang menjadi
otoritas tertinggi dan mutlak bagi iman dan kehidupan Kristen.
2. Tradisi gereja khususnya dari Bapak-bapak Gereja, dan
perkembangan pengajaran di gereja dari zaman ke zaman, yaitu
tentang apa yang diterima/ditolak oleh gereja sepanjang sejarah.
53. 47 |PENGANTAR DOGMATIKA
3. Buku-buku Lain Sumber-sumber lain berasal dari buku-buku
yang sudah "jadi" yang dihasilkan oleh teologia
biblika, historika atau filosofikauntuk dipergunakan sebagai sarana
membantu menyelidiki Alkitab dengan lebih sehat.
Sumber pertama menjadi pedoman untuk menilai sumber 2 dan 3
(lihat 3 point di atas).
Setelah kita membicarakan metode berteologi maka sekarang kita
memperhatikan beberapa metode berteologi dari para teolog masa
lampau.
Metode Berteologi
Beberapa syarat berteologi:
1. Syarat-syarat berteologi.
a. Presupposisi (praduga awal) setiap orang mengawali
pemikiran dengan anggapan (asumsi).
b. Mempunyai perlengkapan rohani dan sikap yang taat.
Seorang yang mempelajari Alkitab tidak mungkin bersikap objektif,
karena ia harus percaya terlebih dahulu bahwa Alkitab adalah
Firman Allah yang tidak mungkin salah (iman mendahului rasio).
"Karena percaya, orang mengerti" (Augustinus). Rasio adalah alat
yang dipakai untuk mengerti pengetahuan.
c. Membutuhkan penerangan Roh (iluminasi)
1. harus percaya
2. harus berpikir
3. harus mempunyai ketergantungan
4. sikap ibadah (penyembahan)
Dalam berteologi juga mesti disadari bahwa ada keterbatasan.
Sabda menyebutkan paling tidak ada 2 keterbatasan yaitu:
2. Keterbatasan teologia
a. Keterbatasan pemikiran manusia untuk memikirkan
pikiran Allah yang tidak terbatas.
b. Kekurangan ilmu pengetahuan pembantu.
54. 48 |PENGANTAR DOGMATIKA
c. Keterbatasan bahasa manusia.
d. Kekurangan ketrampilan untuk menguasai dan
mengartikan secara tepat Alkitab secara utuh dan menyeluruh.
(hermeneutik).
e. Bungkamnya penyataan lanjutan.
f. Pengaruh dosa dan kehendak daging.
3. Metode-metode Teologia.
a. Metode Charles Hodge Memakai metode induktif,
yaitu dengan mengumpulkan fakta-fakta, kemudian ditarik
kesimpulan. Alkitab adalah gudang fakta (yang tidak dapat dicerna
disingkirkan, karena, tidak diterima oleh rasio).
b. Metode Karl Barth Teori Barth mengatakan: bahwa
manusia tidak mungkin mengenal Allah (karena di luar jangkauan
rasio manusia). Oleh karena itu Allah yang mencari manusia.
Imanlah yang membantu manusia untuk bisa bertemu Allah (yang
mencari mereka). Karena Allah ada di luar jangkauan manusia maka
Allah menjadi "tersembunyi". Satu-satunya cara manusia untuk
menerima kebenaran adalah melalui cara supranatural dan Allah
harus menemui manusia langsung sehingga manusia mempunyai
bukti pengalaman tentang Dia. Maka pernyataan teologis harus
didasarkan pada pengalaman supranatural itu.
c. Metode Torrance Ilmu adalah suatu keterbukaan
terhadap obyek. Ilmu terjadi, karena manusia menaklukkan diri pada
obyek penelitiannya yang intrinsik, yang untuk nantinya manusia
mampu memberikan penjelasan rasionalitasnya terhadap obyek itu.
Teologi juga demikian meskipun teologi mempunyai jenis rasionalitas
sendiri, tidak perlu sama dengan rasionalitas disiplin ilmu yang lain.
Teologi yang obyektif adalah sejauh mana teologi tunduk dan
terbuka pada obyek penelitiannya. Torrance menyangkal bahwa
Obyeknya adalah Allah, karena Allah harus menjadi subyek, maka
55. 49 |PENGANTAR DOGMATIKA
kalau begitu obyek lah (Allah) yang akan mempertanyakan tentang
manusia.
d. Metode Paul Tillich Metode yang dipakai adalah
Metode Korelasi. Keprihatinannya yang utama adalah bagaimana
menyampaikan berita Alkitab kepada situasi dunia kontemporer
sekarang ini. Untuk menjawab ini maka pertanyaan-pertanyaan
manusia modern itu dihubungkan sedemikian rupa dengan jawaban
dari tradisi kristen, sedangkan jawaban-jawabannya ditentukan oleh
bahasa filsafat, sains, psikokologi dan seni modern. Ia yakin tentu
ada kaitan antara pikiran dan problema manusia dengan jawaban
yang diberikan oleh kepercayaan dalam agama. Untuk itu ia menolak
jawaban yang supranaturalisme dari fundamentalisme, dan juga
menolak naturalisme dari liberalisme.
Penekanan metode Tillich adalah pada penggunaan bahasa simbolik
religius. Ia yakin bahwa pengetahuan tentang Allah hanya dapat
diuraikan melalui penggunaan kata-kata simbolik secara semantik.
Tugas kita adalah menterjemahkan simbol religius dalam Alkitab ke
dalam suatu urutan atau susunan simbol yang teratur melalui prinsip-
prinsip dan metode-metode teologis.
e. Metode Interpretasi Analitis Teologi adalah ilmu
tentang Allah; yang memberikan paparan yang koheren (menyatu,
berkaitan, teratur, logis) tentang doktrin-doktrin iman Kristen.
Landasan utama yang dipakai dalam metode ini adalah percaya
bahwa seluruh Alkitab adalah sebagai Firman Allah, kemudian
sebagai respons mau tidak mau kita harus menginterpretasikan
(menafsirkan) berita Alkitab ini lalu menterjemahkannya ke dalam
bahasa kontemporer yang akan relevan dengan manusia di setiap
jaman, budaya dan konteks.
Dengan demikian unsur terpenting dalam metode ini adalah
penafsiran (karena segala sesuatunya harus ditafsirkan). Penafsiran
yang tepat akan menghasilkan produk teologi yang tepat. Untuk itu
seorang penafsir harus melakukan hal-hal berikut ini:
1. Penafsir harus setia pada kebenaran Alkitab
sebagai sumber normatif dan tidak mungkin keliru bagi semua
manusia (Biblikal).
56. 50 |PENGANTAR DOGMATIKA
2. Penafsir harus memakai sistem penafsiran yang
sehat (ilmu Hermeneutiks) yaitu: melihat dari sudut pandang dan
maksud orisinil penulis (dilihat dari latar belakang historis, budaya,
ekonomi dan gramatikal/bahasanya), lalu hasil penafsirannya itu
(dari Kejadian - Wahyu) diteliti, dianalisa dan dipadukan. Kemudian
ditarik kesimpulan dan prinsip-prinsip, apa yang sebenarnya Alkitab
ingin ajarkan secara keseluruhan bagi kehidupan normatif sepanjang
jaman.
3. Untuk tugas di atas penafsir juga harus melihat
dirinya sendiri (latar belakang, dll.) sehingga ia betul-betul terbuka
kepada Alkitab dan tidak berbias, mengurangi, atau
memanipulasinya. Selain itu, sifat penafsiran ini juga harus sesuai
dengan sifat kekinian sehingga dapat diaplikasikan untuk menjawab
kebutuhan manusia kontemporer.
4. Keseluruhan hasil penafsiran ini perlu disusun
sedemikian rupa untuk memenuhi standard ilmu (analistis, dengan
metode yang tepat dan teratur, sistematik dan diungkapkan dengan
bahasa yang jelas). Teologia yang dihasilkan dari penyusunan ini
dijamin sifat biblikal, sistematik, kontekstual dan praktikalnya.
Dasar pemahaman adalah dari 2Ti 3:16-17; kita tidak
mendayagunakan teologi untuk memperbaiki ketidak-jelasan yang
ada dalam Alkitab tapi untuk menerangi ketidak-jelasan pikiran
manusia dalam menanggapi isi Alkitab.
Pembagian Teologi
1. Dalam arti luas Teologia, sebagai keseluruhan pokok studi
pendidikan Teologia, dibagi menjadi:
a. Teologia Biblika (Eksegetis) Teologia yang berurusan
dengan penelahaan isi naskah Alkitab dan alat- alat bantunya, untuk
tujuan menggali, mengerti dan mengartikan apa yang ditulis dalam
Alkitab.
b. Teologia Historika (Sejarah) Teologia yang berurusan
dengan sejarah umat Allah, Alkitab dan gereja, untuk tujuan
57. 51 |PENGANTAR DOGMATIKA
mengikuti dan menyelidiki perkembangan iman/teologia dan
sejarahnya dari jaman ke jaman.
c. Teologia Sistematika (Doktrin Iman Kristen) Teologia
yang berurusan dengan penataan doktrin-doktrin dalam Alkitab
menurut suatu tatanan logis, untuk tujuan menemukan,
merumuskan, memegang dan mempertahankan dasar pengajaran
iman Kristen dan tindakan yang sesuai dengan Alkitab.
d. Teologia Praktika (Pelayanan) Teologia yang
berurusan dengan penerapan teologi dalam kehidupan praktis, untuk
tujuan pembangunan, pengudusan, pembinaan pendidikan dan
pelayanan jemaat dan umat manusia pada umumnya.
Teologi Dalam Arti Sempit
Teologia, sebagai usaha meneliti iman Kristen dari aspek doktrinnya,
dibagi menjadi beberapa bidang studi:
a. Bibliologi (Alkitab)
b. Teologia Proper (Allah)
c. Antropologi (Manusia)
d. Soteriologi (Keselamatan)
e. Kristologi (Yesus Kristus)
f. Pneumatologi (Roh Kudus)
g. Eklesiologi (Gereja)
h. Eskatologi (Akhir zaman)
2. Struktur pembagian Teologia Sistematika
58. 52 |PENGANTAR DOGMATIKA
Teologi Kristen dibagi ke dalam 4 kelompok:
Teologi Eksegetis Teologia Eksegetis meliputi penelaahan
Bahasa-Bahasa, Arkeologi, Pengantar, Hemeneutika, Teologi
Alkitabiah.
Teologi Historis Teologi historis merunut sejarah umat Allah
dalam Alkitab (PL) dan Gereja sejak Yesus Kristus [PB]. Teologi
Historis membahas awal mula, perkembangan, dan penyebaran
Agama yang sejati dan juga semua Doktrin, organisasi, dan
kebiasaannya. Di dalamnya termasuk juga Sejarah Alkitab, Sejarah
Gereja, Sejarah Pekabaran Injil, sejarah Ajaran dan sejarah
Pengakuan Iman.
Teologi Sistematika
Teologi Sistematika menggunaan bahan-bahan yang disajikan oleh
(1). Teologi Eksegesis dan (2). Teologi Historis, lalu menatanya
menurut suatu Tatanan yang Logis sesuai dengan tokoh-tokoh besar
dalam penelitian teologis. Teologi Sistematika membahas
Apologetika, Polemik dan Ajaran Etika Alkitabiah.
Teologi Praktis
Teologi Praktis meliputi pokok-pokok seperti Homiletika, Organisasi
dan Administrasi Gereja, Ibadat, Pendidikan, dan Penginjilan.
Jadi, integrasinya, Doktrin yang ada di Alkitab ditelaah secara
Eksegetis berdasarkan Historisitasnya [doktrin berkembang dalam
konteks sejarah secara progresif selama pembentukan PL dan PB],
kemudian keduanya Disistematisasikan oleh para ahli untuk tujuan
Praktis atau aplikasi hidup. (Henry C. Thiessen, Teologi
Sistematik, Malang: Gandum Mas, 1993, 31-32)
59. 53 |PENGANTAR DOGMATIKA
B. Sejarah Teologi Sistematika
Berteologi itu pada esensinya bersifat individual tetapi juga bersifat
komunal/bersama atau berteologi itu terjadi dalam kesendirian tetapi
serempak kebersamaan. Oleh karena itu maka berteologi selalu ada
dalam sejarah dan tidak pernah di luar sejarah. Berteologi ada dalam
sejarah, telah dimulai sejak manusia ada di dunia ini. Contoh
sederhana Adam dan Hawa berteologi di taman Eden (Kej. 1, 2 dan
3). Namun sejarah teologi yang akan kita bahas di sini yaitu
berteologi secara sistematis. Kita mulai dengan Gereja mula-mula
dan selanjutnya. Berikut ini bahasan secara singkat sejarah teologi
sistematis.
2.1. Gereja Mula-mula/Gereja Lama:
Origenes
Karya Origenes:
Asas-asas Pertama yang dikarang pada tahun 220-an biasanya
dianggap sebagai ―teologi sistematik” yang pertama.
Origenes tertarik dengan hubungan antara roh dan zat.
Origenes mengajarkan tentang hierarki malaikat-malaikat dan
setan-setan dan pra eksistensi jiwa-jiwa manusia serta
penjelmaannya kembali dalam masa atau masa-masa yang akan
datang dalam bentuk yang makin rohani.
60. 54 |PENGANTAR DOGMATIKA
Jatuh bangunnya sejarah ciptaan adalah sejarah mengenai
pengembalian ke asal
Origenes mempertahankan gagasan kebebasan mahluk sebagai
bentuk perlawanan Kristen terhadap fatalisme Gnostik.
Origenes mengharapkan bahwa oleh ―pendidikan‘, ―dorongan‖ dan
―hukuman‖ semua mahluk rasional akan menjadi bagian dari
pemulihan universal dari kesatuan dan kesempurnaan di dalamnya
―Allah adalah segala dalam segalanya‖.(avis, 2001:59-60)
Gregorius dari Nyssa
Karya Gregorius:
Ia terkenal karena tafsiran-tafsirannya yang bersifat mistik pada
Hidup Musa dan Kidung Agung.
Ia juga merumuskan pernyataan klasik mengenai Trinitas pada
akhir abad ke-4.
Orasi Kateketik Besar merupakan karya tulis Gregorius yang
secara sistematik menguraikan iman Kristen. Karya itu dipakai
sebagai bantuan bagi pengajar katekisasi.
Pengajar harus memperhatikan berbagai latar belakang asal dari
orang yang bertanya-tanya serta calon sidi.
Melawan ateisme, keberadaan Allah harus dibuktikan dari sudut
kebijaksanaan dan seni penciptaan.
Trinitas harus dipertahankan melawan monoteisme Yahudi dan
politeisme orang kafir.
Logos ilahi adalah perantara penciptaan, dan umat manusia
secara khusus adalah hasil berlimpah ruah kasihNya.
61. 55 |PENGANTAR DOGMATIKA
Manusia adalah mahluk berakal budi yang diciptakan untuk
mengambil bagian dan bersukacita dalam berkat-berkat Allah.
Karunia kebebasan telah disalah gunakan untuk menolak hal-hal
yang baik demi hal-hal yang kurang berharga.
Inkarnasi Logos- dalam hal apapun tidak asing bagi ciptaanNya
sendiri – adalah perbuatan bebas kasih Allah, dilaksanakan karena
umat manusia butuh sentuhan agar dapat disembuhkan.
Allah merendahkan diri menunjukkan pembuktian kuasaNya
Keadilan Allah diperlihatkan dalam perbuatan, bahkan si pendusta
telah diperlakukan secara adil dalam karya penebusan.
Penyelamatan harus diterima melalui iman dan dilaksanakan
melalui keutamaan.
Bila orang memintanya dari Allah, dengan penuh kepercayaan
akan janji-Nya, maka Ia akan memperbaharui jiwa lewat baptisan.
Lewat roti perjamuan yang telah menjadi tubuh-Nya, firman
pemberi kehidupan memelihara orang percaya untuk penyatuan
abadi dengan-Nya dalam kebahagiaan yang tak terkatakan.
Anak Allah harus dikenali lewat akhlak serta keserupaan rohani
mereka dengan Sang Bapa.(Avis, 2001:60-61)
Augustinus
Augustinus menwarkan beberapa tahap nasehat dan contoh-
contoh untuk menyajikan iman Kristen pada tahap awal kepada para
accedentes (orang yang ingin menjadi katekumen).
62. 56 |PENGANTAR DOGMATIKA
a) Pertama, Augustinus menjelaskan sejarah penyelamatan dari
penciptaan sampai ke gereja masa kini dengan tujuan agar tujuan
kasih Allah dalam kenyataan dan peristiwa terkait menjadi nampak.
b) Kedua, Pemantapan ini perlu disusul oleh dorongan moral yang
didasarkan pada kebangkitan akhir, pengadilan akhir, dan harapan
akan kesukacitaan abadi. Kebajikan manusia yang sesungguhnya
adalah kesalehan dan Allah harus dipuja oleh iman, pengharapan
dan kasih.
c) Lalu Augustinus melanjutkan dengan ―membukakan tujuan dari
ketiga karunia tersebut, yaitu: apa yang harus kita percaya, apa yang
harus kita harapkan, dan apa yang harus kita kasihi‖. Iman dijelaskan
secara rinci sesuai pasal-pasal Pengakuan Iman Rasuli
Augustinus membuat pembedaan antara dua jenis ―kasih‖, yaitu
nafsu dan kebaikan hati, cinta-diri dan cinta pemberian Allah,
terhadap Allah dan sesama. (Avis, 2001:61)
Thomas Aquinas
Thomas adalah anggota Ordo Dominikan
Buku Dogmatisnya disebut Summa Theologiae. Isi buku ini banyak
mempengaruhi Gereja Katolik Roma melalui Konsili Trente dan
pemulihan ajaran Thomas Aquinas tahun 1880-1960.
Buku ini belum selesai pada saat penulis meninggal, tahun 1274.
Karya yang sangat besar itu ditulis ―dari iman ke iman‖ dan karena
itu buku ini mampu menangani lebih langsung dari sudut pandang
Kristen banyak tema yang dulu dibahas dalam bukunya Summa
Contra Gentiles. Buku ini menjadi pegangan bagi misionaris dan
63. 57 |PENGANTAR DOGMATIKA
orang-orang yang mungkin mau berpindah agama dari Yudaisme
dan Islam.
Summa Theologiae diawali dengan pengetahuan tentang Allah, apa
saja yang dapat diketahui oleh akal budi, dan apa yang tergantung
pada percaya dalam wahyu ilahi dan apa status bahasa kita
berkenaan dengan Allah. Bagian pertama ini dilanjutkan dengan
pembahasan mendalam mengenai Trinitas, penciptaan dan sifat
manusia.
Bagian kedua dari Summa Theologiae mengambil contoh dari buku
Aristoteles yang berjudul Etica Nicomachea, yang didalamnya
Aquinas menemukanbanyak pemikiran Aristoteles yang sehaluan
dengan pemikiran moral Kristen.
Bagian ketiga dari Summa Theologiae berisi pokok-pokok dogmatis
tentang inkarnasi dan sakramen-sakramen. Tiap pertanyaan penting
dibahas dalam beberapa pasal, yang masing-masing diawali dengan
sub pertanyaan. Sub pertanyaan ini diberi jawaban pertama yang
masuk akal (―Videtur‖, ―Kelihatannya‖). Kemudian Thomas
mengemukakan pendirian lain secara singkat (―Sed contra‖.‖Tetapi
di lain pihak‖), biasanya di ambil Alkitab atau para Bapa Gereja.
Akhirnya Aquinas mengembangkan pendapatnya sendiri
(Respondeo dicendum‖, Aku menjawab‖).
Tidak lama sebelum meninggal, Aquinas mendapat penglihatan.
Pada waktu ia melayani kebaktian, ia menolak untuk meneruskan
penulisan ―Summa‖. ―Aku tak dapat melanjutkannya, karena apa
yang telah saya tulis, sekarang kelihatan seperti jerami.‖ (Alvis, 2001:
64).
2.2. Gereja Abad Pertengahan (590 –1492)
64. 58 |PENGANTAR DOGMATIKA
Johannes dari Damaskus
Ia adalah pengarang madah (lagu) dan pembela pemujaan ikon abad
ke-8.
Ia adalah penulis buku Pancuran Pengetahuan yang terdiri dari tiga
jilid. Isi buku itu mencakup filosofis yang diilhami dari Aristoteles,
satu kopendium tentang ajaran-ajaran sesat serta dalam keempat
buku jilid 3 Johanes memadukan ajaran bapak-bapak Gereja Yunani.
Pertama-tama tentang Allah: Allah bersifat tidak dapat dimengerti;
tetapi keberadaan-Nya dan keesaan-Nya dapat disimpulkan dari sifat
Alam semesta yang tidak mutlak perlu ada serta keteraturannya;
selain itu Ia menyingkapkan diri-Nya secara memadai demi
kebaikan kita dalam kata-kata kesaksian Hukum Taurat, para nabi,
para rasul dan penulis Injil; dengan itu kita dapat mengetahui bahwa
Allah adalah Tritunggal, walaupun cara keberadaan-Nya tidak dapat
diketahui persis.
Kedua, tentang ciptaan: malaikat-malaikat diciptakan lebih dahulu
dan Iblis adalah yang pertama berpaling dari kebaikan dan menjadi
jahat. Manusia diciptakan menurut citra Allah, yaitu dengan pikiran
dan kemauan bebas, dan menurut rupa Allah, yaitu untuk maju
dalam jalan kebenaran; tetapi manusia jatuh karena keangkuhan dan
menjadi budak dari nafsu dan keinginan, namun Allah tetap
memelihara kita
Ketiga, dalam aturan penyelamatan, Allah telah berusaha
memenangkan kita kembali, akhirnya Ia masuk dalam keberadaan
kita dan bekerja dari dalam, lewat Putra-Nya yang menjadi manusia
Keempat karena Kristus tidak berdosa maka kematian tak dapat
menahan dia; melalui iman dan baptisan kita dipulihkan didalam Dia
65. 59 |PENGANTAR DOGMATIKA
untuk bersekutu dengan Allah, dikembalikan pada jalan keutamaan
dan diperbaharui dalam kehidupan yang dipelihara oleh Perjamuan
Kudus.
Karya Johannes Damaskenus banyak digunakan dalam Gereja
Timur.
Philip Melanchthon
Melanchthon (1497-1560) sang ―guru Jerman‖ adalah orang pertama
yang mensistematisasikan, atau menurut sementara orang,
menjinakan pemikiran Luther.
Gereja adalah hanya mereka yang menerima Buku ini [Alkitab] dan
mendengarkan, mempelajari serta mengikuti pemikirannya dalam
ibadah dan moral
Inti pusat Alkitab serta dari doktrin murni adalah pembenaran oleh
iman. Melanchthon merumuskan gagasan ini [pembenaran oleh
iman] dengan cara yang kurang berbau predestinasi dibandingkan
dengan Marthen Luther: ―Allah menarik orang, tetapi Ia menarik
mereka yang bersedia‖.
Bukunya yang terkenal ―Loci Communes Rerum Theologicarum‖
berisi pokok-pokok umum yang bersifat soteriologis, yaitu dosa,
anugerah, Taurat dan Injil, pembenaran dan iman, pekerjaan iman
dalam kasih dan lambing-lambang sacramental, yang meyakinkan
orang percaya akan janji-janji Allah dan karya keselamatan Kristus.
66. 60 |PENGANTAR DOGMATIKA
Bahkan ajaran sepenuhnya tentang Allah Tritunggal, pengalaman
gereja dalam ibadah, doa, khotbah dan sakramen.
2.3. Gereja Abad Reformasi dan Post Reformasi (1517 – Kini)
Marthen Luther
Teologinya bersifat Kristosentris.
Keselamatan itu hanya berdasarkan anugerah
Katekismus kecil: berisi 10 hukum, PIR, Doa Bapa Kami,
Sakramen Baptisan, dan Perjamuan Kudus.
Garis merah teologisnya ialah pengetahuan tentang Allah dan kita
sendiri, yang saling berhubungan dengan focus tetap pada Kristus
sebagai perantara
Zwingli
Ia menyatakan: suatu doktrin tidak boleh berlawanan
dengan akal, bagi Luther peranan akal dalam teologi jauh lebih
kurang.
Alkitab mempunyai wewenang terakhir. Firman Allah adalah pasti.
Kalau Allah berbicara terjadilah. Firman Allah juga jelas, Akan tetapi
ini tidak berarti bahwa tidak mungkin terjadi salah tafsir. … (Lane,
2005:144-145)