Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Batuan metamorf
1. BATUAN METAMORF
ANALISIS BATUAN METAMORF
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan
metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat
adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC <
T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf.
Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20
km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah
mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi
fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses -proses
tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan
kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis,
sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru
dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas
diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang
dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan
metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat.
Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut
adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara
mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara
diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen
permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam
batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit
dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen
telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu
tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari
material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada
awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing
terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum
terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di
sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di
sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari
tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian
2. dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan
tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1) metamorfisme
tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade
metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan
batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, -
beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak,
malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian
lagi bertekstur beku atau igneous).
Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium
dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan
pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1)
Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/
kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional,
terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau
sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 3.10).
Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa
batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit
bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11).
penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.
4. Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
Pengenalan Batuan Metamorf
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas
pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak
sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran
atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin
diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini
terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika
disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari
tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun
oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur,
misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling
dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium),
tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh
penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau
klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan
belahan batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan
pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini
mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran
mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit
(Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik
yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose
5. nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non
foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya
sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses
metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti
kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada.
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).
6. Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton,
1985).
Struktur Batuan Metamorf
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok
besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak
memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
Struktur Foliasi
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit,
felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah
mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya
sangat halus (dalam mineral lempung).
7. d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya
sudah mulai agak kasar.
Struktur Non Foliasi
a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam.
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan
asal.
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang
berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang
berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah
mendekati tipe struktur filit.
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang
tertanam pada masa dasar milonit.
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar
dalam masa dasar yang lebih halus.
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam.
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus
ataufibrous.
Tekstur Batuan Metamorf
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti
kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi
kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih
mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut
dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan
dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat
mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast
sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast.
Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling
sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara
pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan
yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau
penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan
asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik.
Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa
atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan
umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini
dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
8. Tekstur Kristaloblastik
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi
atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan
akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada
Gambar 3.13.
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya
disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam.
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan
berarah dengan bentuk mineral pipih.
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik
yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral.
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa
diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama
dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran
butirnya lempung.
Komposisi Batuan Metamorf
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya
sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain
yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik,
hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral
tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress
adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik
dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit -aktinolit,
hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit.
Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya
berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
9. Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik
berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast
euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan
meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit
di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H.
Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
10. Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982)
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut.
Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku
dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur
dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan
kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih
mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi
sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral
(contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan
(contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan
temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang
ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin
dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang
mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme
berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan
penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan
permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya.
Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk
skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran.
Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat
khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme
tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran
sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik
dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa
11. dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung
feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan
batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam
kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis
menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku
tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral,
seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur
granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi
utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol
(biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa
plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai
komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit
berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit
garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah
mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada.
Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau
aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai
skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen.
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat
seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
13. Macam-macam Batuan Metamorfisme
1. Slate
Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen Shale
atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi
(slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained).
Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone
Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah
Ukuran butir : Very fine grained
Struktur : Foliated (Slaty Cleavage)
Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite
Derajat metamorfisme : Rendah
Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis
2. Filit
Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite mica dan klorit.
Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.
14. Asal : Metamorfisme Shale
Warna : Merah, kehijauan
Ukuran butir : Halus
Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose)
Komposisi : Mika, kuarsa
Derajat metamorfisme : Rendah – Intermediate
Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang
3. Gneiss
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan
tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar,
mika dan amphibole.
Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit
Warna : Abu-abu
Ukuran butir : Medium – Coarse grained
Struktur : Foliated (Gneissic)
Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis
kaya amphibole dan mika.
15. 4. Sekis
Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit, horndlende. Mineral
pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan
dengan kristal yang mengkilap.
Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt
Warna : Hitam, hijau, ungu
Ukuran butir : Fine – Medium Coarse
Struktur : Foliated (Schistose)
Komposisi : Mika, grafit, hornblende
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet
5. Marmer
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami perubahan dan
rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan
tanpa foliasi.
Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone
16. Warna : Bervariasi
Ukuran butir : Medium – Coarse Grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kalsit atau Dolomit
Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi
Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi
dengan HCl.
6. Kuarsit
Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika batupasir (sandstone)
mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit,
butir-butir kuarsa mengalami rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir
terhapus oleh proses metamorfosis .
Asal : Metamorfisme sandstone (batupasir)
Warna : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah
Ukuran butir : Medium coarse
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kuarsa
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi
Ciri khas : Lebih keras dibanding glass
17. 7. Milonit
Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis mineral-mineral
pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini
lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose.
Asal : Metamorfisme dinamik
Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru
Ukuran butir : Fine grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Dapat dibelah-belah
8. Filonit
Merupakan batuan metamorf dengan derajat metamorfisme lebih tinggi dari Slate. Umumnya
terbentuk dari proses metamorfisme Shale dan Mudstone. Filonit mirip dengan milonit, namun
memiliki ukuran butiran yang lebih kasar dibanding milonit dan tidak memiliki orientasi. Selain itu,
filonit merupakan milonit yang kaya akan filosilikat (klorit atau mika)
Asal : Metamorfisme Shale, Mudstone
Warna : Abu-abu, coklat, hijau, biru, kehitaman
Ukuran butir : Medium – Coarse grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Beragam (kuarsa, mika, dll)
Derajat metamorfisme : Tinggi
Ciri khas : Permukaan terlihat berkilau
18. 9. Serpetinit
Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini
dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses
metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan
batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit.
Asal : Batuan beku basa
Warna : Hijau terang / gelap
Ukuran butir : Medium grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Serpentine
Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari
19. 10. Hornfels
Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur dan
intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil. Hornfels
bersifat padat tanpa foliasi.
Asal : Metamorfisme kontak shale dan claystone
Warna : Abu-abu, biru kehitaman, hitam
Ukuran butir : Fine grained
Struktur : Non foliasi
Komposisi : Kuarsa, mika
Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak
Ciri khas : Lebih keras dari pada glass, tekstur merata