SlideShare a Scribd company logo
1 of 19
BATUAN METAMORF 
ANALISIS BATUAN METAMORF 
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan 
metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat 
adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < 
T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. 
Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 
km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah 
mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi 
fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses -proses 
tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. 
Pembentukan Batuan Metamorf 
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan 
kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, 
sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru 
dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan 
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas 
diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme. 
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang 
dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan 
metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. 
Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut 
adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara 
mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara 
diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai 
kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen 
permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam 
batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit 
dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen 
telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu 
tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari 
material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada 
awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing 
terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum 
terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di 
sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar. 
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di 
sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari 
tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup 
sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian
dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan 
tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain. 
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1) metamorfisme 
tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade 
metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan 
batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, - 
beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, 
malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian 
lagi bertekstur beku atau igneous). 
Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium 
dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986). 
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan 
pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) 
Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ 
kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, 
terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau 
sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 3.10). 
Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa 
batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit 
bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). 
penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.
Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).
Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982). 
Pengenalan Batuan Metamorf 
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas 
pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak 
sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran 
atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin 
diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini 
terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika 
disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari 
tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun 
oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, 
misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling 
dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), 
tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh 
penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau 
klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan 
belahan batuan yang berkembang kurang baik. 
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan 
pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini 
mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah 
termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran 
mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit 
(Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik 
yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose
nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non 
foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes. 
Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya 
sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses 
metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti 
kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada. 
Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).
Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton, 
1985). 
Struktur Batuan Metamorf 
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok 
besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya 
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak 
memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. 
Struktur Foliasi 
a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, 
felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran. 
b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah 
mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih. 
c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya 
sangat halus (dalam mineral lempung).
d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya 
sudah mulai agak kasar. 
Struktur Non Foliasi 
a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam. 
b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan 
asal. 
c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang 
berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus. 
d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang 
berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah 
mendekati tipe struktur filit. 
e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang 
tertanam pada masa dasar milonit. 
f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar 
dalam masa dasar yang lebih halus. 
g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam. 
h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus 
ataufibrous. 
Tekstur Batuan Metamorf 
Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti 
kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi 
kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih 
mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut 
dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan 
dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat 
mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast 
sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. 
Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling 
sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara 
pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan 
yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau 
penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan 
asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. 
Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa 
atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan 
umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini 
dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
Tekstur Kristaloblastik 
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi 
atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan 
akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada 
Gambar 3.13. 
a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya 
disebut porfiroblast. 
b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam. 
c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan 
berarah dengan bentuk mineral pipih. 
d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik 
yang sejajar dan terarah. 
e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral. 
f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral. 
Tekstur Palimpset 
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa 
diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto. 
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik. 
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran 
butirnya lebih besar dari pasir. 
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama 
dengan pasir. 
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran 
butirnya lempung. 
Komposisi Batuan Metamorf 
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya 
sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain 
yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, 
hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral 
tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf 
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress 
adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik 
dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit -aktinolit, 
hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. 
Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya 
berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985). 
A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik 
berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast 
euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan 
meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit 
di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H. 
Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982) 
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut. 
Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku 
dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur 
dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan 
kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih 
mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi 
sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral 
(contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan 
(contoh granulit). 
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan 
temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang 
ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin 
dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang 
mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme 
berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan 
penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini 
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan 
permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala 
memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. 
Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita 
menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk 
skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. 
Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat 
khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme 
tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran 
sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik 
dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa
dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung 
feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan 
batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam 
kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis 
menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku 
tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu. 
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, 
seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur 
granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi 
utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara 
umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut: 
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol 
(biasanya hornblende) dan plagioklas. 
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa 
plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai 
komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit 
berasal dari batuan beku. 
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit 
garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah 
mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar. 
Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang 
equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. 
Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels. 
Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau 
aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau 
ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai 
skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit. 
Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok 
serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari 
alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen. 
Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat 
seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan 
penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).
Macam-macam Batuan Metamorfisme 
1. Slate 
Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen Shale 
atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi 
(slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained). 
Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone 
Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah 
Ukuran butir : Very fine grained 
Struktur : Foliated (Slaty Cleavage) 
Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite 
Derajat metamorfisme : Rendah 
Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis 
2. Filit 
Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite mica dan klorit. 
Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.
Asal : Metamorfisme Shale 
Warna : Merah, kehijauan 
Ukuran butir : Halus 
Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose) 
Komposisi : Mika, kuarsa 
Derajat metamorfisme : Rendah – Intermediate 
Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang 
3. Gneiss 
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan 
tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, 
mika dan amphibole. 
Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit 
Warna : Abu-abu 
Ukuran butir : Medium – Coarse grained 
Struktur : Foliated (Gneissic) 
Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika 
Derajat metamorfisme : Tinggi 
Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis 
kaya amphibole dan mika.
4. Sekis 
Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit, horndlende. Mineral 
pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan 
dengan kristal yang mengkilap. 
Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt 
Warna : Hitam, hijau, ungu 
Ukuran butir : Fine – Medium Coarse 
Struktur : Foliated (Schistose) 
Komposisi : Mika, grafit, hornblende 
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi 
Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet 
5. Marmer 
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami perubahan dan 
rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan 
tanpa foliasi. 
Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone
Warna : Bervariasi 
Ukuran butir : Medium – Coarse Grained 
Struktur : Non foliasi 
Komposisi : Kalsit atau Dolomit 
Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi 
Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi 
dengan HCl. 
6. Kuarsit 
Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika batupasir (sandstone) 
mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, 
butir-butir kuarsa mengalami rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir 
terhapus oleh proses metamorfosis . 
Asal : Metamorfisme sandstone (batupasir) 
Warna : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah 
Ukuran butir : Medium coarse 
Struktur : Non foliasi 
Komposisi : Kuarsa 
Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi 
Ciri khas : Lebih keras dibanding glass
7. Milonit 
Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis mineral-mineral 
pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini 
lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose. 
Asal : Metamorfisme dinamik 
Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru 
Ukuran butir : Fine grained 
Struktur : Non foliasi 
Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan 
Derajat metamorfisme : Tinggi 
Ciri khas : Dapat dibelah-belah 
8. Filonit 
Merupakan batuan metamorf dengan derajat metamorfisme lebih tinggi dari Slate. Umumnya 
terbentuk dari proses metamorfisme Shale dan Mudstone. Filonit mirip dengan milonit, namun 
memiliki ukuran butiran yang lebih kasar dibanding milonit dan tidak memiliki orientasi. Selain itu, 
filonit merupakan milonit yang kaya akan filosilikat (klorit atau mika) 
Asal : Metamorfisme Shale, Mudstone 
Warna : Abu-abu, coklat, hijau, biru, kehitaman 
Ukuran butir : Medium – Coarse grained 
Struktur : Non foliasi 
Komposisi : Beragam (kuarsa, mika, dll) 
Derajat metamorfisme : Tinggi 
Ciri khas : Permukaan terlihat berkilau
9. Serpetinit 
Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini 
dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses 
metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan 
batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit. 
Asal : Batuan beku basa 
Warna : Hijau terang / gelap 
Ukuran butir : Medium grained 
Struktur : Non foliasi 
Komposisi : Serpentine 
Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari
10. Hornfels 
Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur dan 
intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil. Hornfels 
bersifat padat tanpa foliasi. 
Asal : Metamorfisme kontak shale dan claystone 
Warna : Abu-abu, biru kehitaman, hitam 
Ukuran butir : Fine grained 
Struktur : Non foliasi 
Komposisi : Kuarsa, mika 
Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak 
Ciri khas : Lebih keras dari pada glass, tekstur merata

More Related Content

What's hot

Resume kristal dan kristalografi ii
Resume kristal dan kristalografi iiResume kristal dan kristalografi ii
Resume kristal dan kristalografi iiAdit Kurniawan
 
Identifikasi batuan beku
Identifikasi batuan bekuIdentifikasi batuan beku
Identifikasi batuan bekuadbel Edwar
 
Sedimentasi dan batuan sedimen
Sedimentasi dan batuan sedimenSedimentasi dan batuan sedimen
Sedimentasi dan batuan sedimenAmelia Devi Rizqi
 
Tahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologiTahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologiIndahPasaribu1
 
Mekanisme pengendapan flow batuan piroklastik
Mekanisme pengendapan flow batuan piroklastikMekanisme pengendapan flow batuan piroklastik
Mekanisme pengendapan flow batuan piroklastikDiki Prasetya
 
Petrologi pendahuluan
Petrologi pendahuluanPetrologi pendahuluan
Petrologi pendahuluanMahdi Salam
 
Resume Kristal dan Kristalografi I
Resume Kristal dan Kristalografi IResume Kristal dan Kristalografi I
Resume Kristal dan Kristalografi IAdit Kurniawan
 
Deskripsi Spesies Filum coelenterata (Paleontologi)
Deskripsi Spesies Filum coelenterata (Paleontologi)Deskripsi Spesies Filum coelenterata (Paleontologi)
Deskripsi Spesies Filum coelenterata (Paleontologi)Lastri Mei Liska Harahap
 
contoh laporan praktikum kristalografi dan mineralogi
contoh laporan praktikum kristalografi dan mineralogicontoh laporan praktikum kristalografi dan mineralogi
contoh laporan praktikum kristalografi dan mineralogirezatambang
 
240348988 laporan-hasil-praktikum-mineralogi
240348988 laporan-hasil-praktikum-mineralogi240348988 laporan-hasil-praktikum-mineralogi
240348988 laporan-hasil-praktikum-mineralogiKomar Reza
 
Materi Geologi.//
Materi Geologi.//Materi Geologi.//
Materi Geologi.//mansur p5
 
Laporan praktikum pola pengaliran
Laporan praktikum pola pengaliran Laporan praktikum pola pengaliran
Laporan praktikum pola pengaliran 'Oke Aflatun'
 
Geologi Fisik : Hukum dasar geologi
Geologi Fisik : Hukum dasar geologiGeologi Fisik : Hukum dasar geologi
Geologi Fisik : Hukum dasar geologiMario Yuven
 
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstoneResume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone'Oke Aflatun'
 
mineral-dan-batuan
mineral-dan-batuanmineral-dan-batuan
mineral-dan-batuanALAM SEKITAR
 

What's hot (20)

Deret bowen oke
Deret bowen okeDeret bowen oke
Deret bowen oke
 
Resume kristal dan kristalografi ii
Resume kristal dan kristalografi iiResume kristal dan kristalografi ii
Resume kristal dan kristalografi ii
 
Identifikasi batuan beku
Identifikasi batuan bekuIdentifikasi batuan beku
Identifikasi batuan beku
 
Rijang ppt (2)
Rijang ppt (2)Rijang ppt (2)
Rijang ppt (2)
 
batu Sekis
batu Sekisbatu Sekis
batu Sekis
 
Sedimentasi dan batuan sedimen
Sedimentasi dan batuan sedimenSedimentasi dan batuan sedimen
Sedimentasi dan batuan sedimen
 
Tahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologiTahapan pemetaan geologi
Tahapan pemetaan geologi
 
Mekanisme pengendapan flow batuan piroklastik
Mekanisme pengendapan flow batuan piroklastikMekanisme pengendapan flow batuan piroklastik
Mekanisme pengendapan flow batuan piroklastik
 
Petrologi pendahuluan
Petrologi pendahuluanPetrologi pendahuluan
Petrologi pendahuluan
 
7 geologi-struktur
7 geologi-struktur7 geologi-struktur
7 geologi-struktur
 
Resume Kristal dan Kristalografi I
Resume Kristal dan Kristalografi IResume Kristal dan Kristalografi I
Resume Kristal dan Kristalografi I
 
Deskripsi Spesies Filum coelenterata (Paleontologi)
Deskripsi Spesies Filum coelenterata (Paleontologi)Deskripsi Spesies Filum coelenterata (Paleontologi)
Deskripsi Spesies Filum coelenterata (Paleontologi)
 
Sistem trigonal
Sistem trigonal Sistem trigonal
Sistem trigonal
 
contoh laporan praktikum kristalografi dan mineralogi
contoh laporan praktikum kristalografi dan mineralogicontoh laporan praktikum kristalografi dan mineralogi
contoh laporan praktikum kristalografi dan mineralogi
 
240348988 laporan-hasil-praktikum-mineralogi
240348988 laporan-hasil-praktikum-mineralogi240348988 laporan-hasil-praktikum-mineralogi
240348988 laporan-hasil-praktikum-mineralogi
 
Materi Geologi.//
Materi Geologi.//Materi Geologi.//
Materi Geologi.//
 
Laporan praktikum pola pengaliran
Laporan praktikum pola pengaliran Laporan praktikum pola pengaliran
Laporan praktikum pola pengaliran
 
Geologi Fisik : Hukum dasar geologi
Geologi Fisik : Hukum dasar geologiGeologi Fisik : Hukum dasar geologi
Geologi Fisik : Hukum dasar geologi
 
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstoneResume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
Resume batu conglomerate, breksi, sandstone, dan mudstone
 
mineral-dan-batuan
mineral-dan-batuanmineral-dan-batuan
mineral-dan-batuan
 

Viewers also liked

Viewers also liked (20)

Petrologi batuan beku
Petrologi batuan bekuPetrologi batuan beku
Petrologi batuan beku
 
Atmosfer
AtmosferAtmosfer
Atmosfer
 
Presentasi triani
Presentasi trianiPresentasi triani
Presentasi triani
 
Presentasi vigita
Presentasi vigitaPresentasi vigita
Presentasi vigita
 
Batuan
BatuanBatuan
Batuan
 
Hasnah pwpnt
Hasnah pwpntHasnah pwpnt
Hasnah pwpnt
 
Materi laporan lengkap petrologi
Materi laporan lengkap petrologiMateri laporan lengkap petrologi
Materi laporan lengkap petrologi
 
Batuan sedimen
Batuan sedimenBatuan sedimen
Batuan sedimen
 
56852806 solusi-soal-soal-osn-koordinat-bola-langit
56852806 solusi-soal-soal-osn-koordinat-bola-langit56852806 solusi-soal-soal-osn-koordinat-bola-langit
56852806 solusi-soal-soal-osn-koordinat-bola-langit
 
Masswasting
MasswastingMasswasting
Masswasting
 
Presentasi no 6 6_bentuk dan proses pembentukan erosi
Presentasi no 6 6_bentuk dan proses pembentukan erosiPresentasi no 6 6_bentuk dan proses pembentukan erosi
Presentasi no 6 6_bentuk dan proses pembentukan erosi
 
Sedimentasi
SedimentasiSedimentasi
Sedimentasi
 
Pelapukan
PelapukanPelapukan
Pelapukan
 
Erosi & Pelapukan
Erosi & PelapukanErosi & Pelapukan
Erosi & Pelapukan
 
Pelapukan
PelapukanPelapukan
Pelapukan
 
Geografi (erosi)
Geografi (erosi)Geografi (erosi)
Geografi (erosi)
 
Presentasi Geografi kelas X Sedimentasi
Presentasi Geografi kelas X SedimentasiPresentasi Geografi kelas X Sedimentasi
Presentasi Geografi kelas X Sedimentasi
 
Batuan sedimen
Batuan sedimenBatuan sedimen
Batuan sedimen
 
Konservasi mekanik dan kimia
Konservasi mekanik dan kimiaKonservasi mekanik dan kimia
Konservasi mekanik dan kimia
 
Masswasting Geografi Kelas X
Masswasting Geografi Kelas XMasswasting Geografi Kelas X
Masswasting Geografi Kelas X
 

Similar to Batuan metamorf (20)

Batuan metamorfosis
Batuan metamorfosisBatuan metamorfosis
Batuan metamorfosis
 
Ppt batuan metamorf
Ppt batuan metamorfPpt batuan metamorf
Ppt batuan metamorf
 
Materi Geologi : Batuan metamorf
Materi Geologi : Batuan metamorfMateri Geologi : Batuan metamorf
Materi Geologi : Batuan metamorf
 
Deskripsi batuan metamorf
Deskripsi batuan metamorfDeskripsi batuan metamorf
Deskripsi batuan metamorf
 
Dasar-dasar Biologi untuk Mahasiswa S1 - UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Dasar-dasar Biologi untuk Mahasiswa S1 - UNIVERSITAS NEGERI SEMARANGDasar-dasar Biologi untuk Mahasiswa S1 - UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
Dasar-dasar Biologi untuk Mahasiswa S1 - UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
 
49994163 litosfer-dan-pedosfer
49994163 litosfer-dan-pedosfer49994163 litosfer-dan-pedosfer
49994163 litosfer-dan-pedosfer
 
Mektan bab 1 proses pembentukan tanah
Mektan bab 1 proses pembentukan tanahMektan bab 1 proses pembentukan tanah
Mektan bab 1 proses pembentukan tanah
 
Litsfer
LitsferLitsfer
Litsfer
 
geologi umum
geologi umum geologi umum
geologi umum
 
Litosfer
LitosferLitosfer
Litosfer
 
Bab 1 fixxx.pdf
Bab 1 fixxx.pdfBab 1 fixxx.pdf
Bab 1 fixxx.pdf
 
Metamorfic Rocks
Metamorfic RocksMetamorfic Rocks
Metamorfic Rocks
 
Petro metamorf
Petro metamorfPetro metamorf
Petro metamorf
 
Dinamika Litosfer ( Geografi Kelas X)
Dinamika Litosfer ( Geografi Kelas X)Dinamika Litosfer ( Geografi Kelas X)
Dinamika Litosfer ( Geografi Kelas X)
 
Macam Batuan dan Pemanfaatannya
Macam Batuan dan PemanfaatannyaMacam Batuan dan Pemanfaatannya
Macam Batuan dan Pemanfaatannya
 
Geologi Rekayasa
Geologi RekayasaGeologi Rekayasa
Geologi Rekayasa
 
Batuan sediment
Batuan sedimentBatuan sediment
Batuan sediment
 
Laporan amali 1 batuan email kelas
Laporan amali 1 batuan email kelasLaporan amali 1 batuan email kelas
Laporan amali 1 batuan email kelas
 
Juli 1
Juli 1Juli 1
Juli 1
 
Litosfer dan pedosfer
Litosfer dan pedosferLitosfer dan pedosfer
Litosfer dan pedosfer
 

Recently uploaded

Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 

Recently uploaded (20)

Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 

Batuan metamorf

  • 1. BATUAN METAMORF ANALISIS BATUAN METAMORF Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses -proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa. Pembentukan Batuan Metamorf Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses metamorfisme. Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik. Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit. Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh, metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar. Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel, sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh kejadian
  • 2. dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan metamorf yang lain. Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua yaitu (1) metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism) dan (2) metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism) (Gambar 3.9). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan meta (-sedimen, - beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous). Gambar: memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986). Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal, pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik, pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km (Gambar 3.10). Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana diikuti juga oleh orogenesa (Gambar 3.11). penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali mencapai ribuan kilometer.
  • 3. Gambar 3.10 memperlihatkan kontak aureole disekitar intrusi batuan beku (Gillen, 1982).
  • 4. Gambar 3.11 penampang yang memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982). Pengenalan Batuan Metamorf Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi. Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti: feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity. Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan batuan yang berkembang kurang baik. Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose
  • 5. nama batuannya sekis; gneisik untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal: struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes. Variasi yang luas dari tekstur, struktur dan komposisi dalam batuan metamorf, membuatnya sulit untuk mendaftar satu atau lebih dari beberapa kenampakkan yang diduga hasil dari proses metamorfisme. Oleh sebab itu hal terbaik untuk mempertimbangkan secara menerus seperti kemungkinan banyaknya perbedaan kenampakan-kenampakan yang ada. Table 3.12 Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen, 1982).
  • 6. Gambar 3.12 Berbagai struktur pada migmatit dengan leukosom (warna terang) (Compton, 1985). Struktur Batuan Metamorf Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur Foliasi a. Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih (biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran. b. Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih. c. Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
  • 7. d. Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai agak kasar. Struktur Non Foliasi a. Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral relatif seragam. b. Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap batuan asal. c. Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus. d. Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit. e. Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit. f. Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus. g. Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai ukuran beragam. h. Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang berbentuk jarus ataufibrous. Tekstur Batuan Metamorf Tekstur yang berkembang selama proses metamorfisme secara tipikal penamaanya mengikuti kata-kata yang mempunyai akhiran -blastik. Contohnya, batuan metamorf yang berkomposisi kristal-kristal berukuran seragam disebut dengan granoblastik. Secara umum satu atau lebih mineral yang hadir berbeda lebih besar dari rata-rata; kristal yang lebih besar tersebut dinamakan porphiroblast. Porphiroblast, dalam pemeriksaan sekilas, mungkin membingungkan dengan fenokris (pada batuan beku), tetapi biasanya mereka dapat dibedakan dari sifat mineraloginya dan foliasi alami yang umum dari matrik. Pengujian mikroskopik porphiroblast sering menampakkan butiran-butiran dari material matrik, dalam hal ini disebut poikiloblast. Poikiloblast biasanya dianggap terbentuk oleh pertumbuhan kristal yang lebih besar disekeliling sisa-sisa mineral terdahulu, tetapi kemungkinan poikiloblast dapat diakibatkan dengan cara pertumbuhan sederhana pada laju yang lebih cepat daripada mineral-mineral matriknya, dan yang melingkupinya. Termasuk material yang menunjukkan (karena bentuknya, orientasi atau penyebarannya) arah kenampakkan mula-mula dalam batuan (seperti skistosity atau perlapisan asal); dalam hal ini porphiroblast atau poikiloblast dikatakan mempunyai tekstur helicitik. Kadangkala batuan metamorf terdiri dari kumpulan butiran-butiran yang berbentuk melensa atau elipsoida; bentuk dari kumpulan-kumpulan ini disebut augen (German untuk “mata”), dan umumnya hasil dari kataklastik (penghancuran, pembutiran, dan rotasi). Sisa kumpulan ini dihasilkan dalam butiran matrik. Istilah umum untuk agregat adalah porphyroklast.
  • 8. Tekstur Kristaloblastik Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik. Berbagai kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar 3.13. a. Tekstur Porfiroblastik: sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast. b. Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral seragam. c. Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih. d. Tekstur Nematoblastik: tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan terarah. e. Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk euhedral. f. Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya berbentuk anhedral. Tekstur Palimpset Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata –blasto. a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik. b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir. c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama dengan pasir. d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung. Komposisi Batuan Metamorf Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu (Tabel 3.13), namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit -aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
  • 9. Gambar 3.13 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985). A. Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam blastomilonit.
  • 10. Tabel 3.13 Ciri-ciri fisik mineral-mineral penyusun batuan metamorf (Gillen, 1982) Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf, kita harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur (Tabel 3.14). Nama yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik yang dipunyai batuan (contoh granulit). Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa
  • 11. dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu. Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai berikut: Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas. Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku. Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar. Hornfels: Berbutir halus, batuan metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada. Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels. Milonit: Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit, milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa. Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera, rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit. Serpentinit: Batuan yang hampir seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti olivin dan piroksen. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country rock) pada kontak batuan beku.
  • 12. Tabel 3.14 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).
  • 13. Macam-macam Batuan Metamorfisme 1. Slate Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfosisme batuan sedimen Shale atau Mudstone (batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang sangat halus (very fine grained). Asal : Metamorfisme Shale dan Mudstone Warna : Abu-abu, hitam, hijau, merah Ukuran butir : Very fine grained Struktur : Foliated (Slaty Cleavage) Komposisi : Quartz, Muscovite, Illite Derajat metamorfisme : Rendah Ciri khas : Mudah membelah menjadi lembaran tipis 2. Filit Merupakan batuan metamorf yang umumnya tersusun atas kuarsa, sericite mica dan klorit. Terbentuk dari kelanjutan proses metamorfosisme dari Slate.
  • 14. Asal : Metamorfisme Shale Warna : Merah, kehijauan Ukuran butir : Halus Stuktur : Foliated (Slaty-Schistose) Komposisi : Mika, kuarsa Derajat metamorfisme : Rendah – Intermediate Ciri khas : Membelah mengikuti permukaan gelombang 3. Gneiss Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan tekanan yang tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi dari kuarsa, feldspar, mika dan amphibole. Asal : Metamorfisme regional siltstone, shale, granit Warna : Abu-abu Ukuran butir : Medium – Coarse grained Struktur : Foliated (Gneissic) Komposisi : Kuarsa, feldspar, amphibole, mika Derajat metamorfisme : Tinggi Ciri khas : Kuarsa dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis kaya amphibole dan mika.
  • 15. 4. Sekis Schist (sekis) adalah batuan metamorf yang mengandung lapisan mika, grafit, horndlende. Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang mengkilap. Asal : Metamorfisme siltstone, shale, basalt Warna : Hitam, hijau, ungu Ukuran butir : Fine – Medium Coarse Struktur : Foliated (Schistose) Komposisi : Mika, grafit, hornblende Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi Ciri khas : Foliasi yang kadang bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet 5. Marmer Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas sehingga mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya tersusun dari kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan tanpa foliasi. Asal : Metamorfisme batu gamping, dolostone
  • 16. Warna : Bervariasi Ukuran butir : Medium – Coarse Grained Struktur : Non foliasi Komposisi : Kalsit atau Dolomit Derajat metamorfisme : Rendah – Tinggi Ciri khas : Tekstur berupa butiran seperti gula, terkadang terdapat fosil, bereaksi dengan HCl. 6. Kuarsit Adalah salah satu batuan metamorf yang keras dan kuat. Terbentuk ketika batupasir (sandstone) mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami rekristalisasi, dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir terhapus oleh proses metamorfosis . Asal : Metamorfisme sandstone (batupasir) Warna : Abu-abu, kekuningan, cokelat, merah Ukuran butir : Medium coarse Struktur : Non foliasi Komposisi : Kuarsa Derajat metamorfisme : Intermediate – Tinggi Ciri khas : Lebih keras dibanding glass
  • 17. 7. Milonit Milonit merupakan batuan metamorf kompak. Terbentuk oleh rekristalisasi dinamis mineral-mineral pokok yang mengakibatkan pengurangan ukuran butir-butir batuan. Butir-butir batuan ini lebih halus dan dapat dibelah seperti schistose. Asal : Metamorfisme dinamik Warna : Abu-abu, kehitaman, coklat, biru Ukuran butir : Fine grained Struktur : Non foliasi Komposisi : Kemungkinan berbeda untuk setiap batuan Derajat metamorfisme : Tinggi Ciri khas : Dapat dibelah-belah 8. Filonit Merupakan batuan metamorf dengan derajat metamorfisme lebih tinggi dari Slate. Umumnya terbentuk dari proses metamorfisme Shale dan Mudstone. Filonit mirip dengan milonit, namun memiliki ukuran butiran yang lebih kasar dibanding milonit dan tidak memiliki orientasi. Selain itu, filonit merupakan milonit yang kaya akan filosilikat (klorit atau mika) Asal : Metamorfisme Shale, Mudstone Warna : Abu-abu, coklat, hijau, biru, kehitaman Ukuran butir : Medium – Coarse grained Struktur : Non foliasi Komposisi : Beragam (kuarsa, mika, dll) Derajat metamorfisme : Tinggi Ciri khas : Permukaan terlihat berkilau
  • 18. 9. Serpetinit Serpentinit, batuan yang terdiri atas satu atau lebih mineral serpentine dimana mineral ini dibentuk oleh proses serpentinisasi (serpentinization). Serpentinisasi adalah proses proses metamorfosis temperatur rendah yang menyertakan tekanan dan air, sedikit silica mafic dan batuan ultramafic teroksidasi dan ter-hidrolize dengan air menjadi serpentinit. Asal : Batuan beku basa Warna : Hijau terang / gelap Ukuran butir : Medium grained Struktur : Non foliasi Komposisi : Serpentine Ciri khas : Kilap berminyak dan lebih keras dibanding kuku jari
  • 19. 10. Hornfels Hornfels terbentuk ketika shale dan claystone mengalami metamorfosis oleh temperatur dan intrusi beku, terbentuk di dekat dengan sumber panas seperti dapur magma, dike, sil. Hornfels bersifat padat tanpa foliasi. Asal : Metamorfisme kontak shale dan claystone Warna : Abu-abu, biru kehitaman, hitam Ukuran butir : Fine grained Struktur : Non foliasi Komposisi : Kuarsa, mika Derajat metamorfisme : Metamorfisme kontak Ciri khas : Lebih keras dari pada glass, tekstur merata