2. Rumah Gadang Mande Rubiah terletak di Kecamatan Lunang Silaut dengan jarak ± 157 Km
dari Kota Painan, dan ±3,5 jam dari kota Padang. Objek Wisata Rumah Gadang Mande
Rubiah diperkirakan sudah ada sejak abad ke 14. pendiriannya memiliki kaitan yang sangat
erat dengan Kerajaan Pagaruyuang yang terletak di Batusangkar.
Konon dikisahkan ketika terjadi huru-hara di Kerajaan Pagaruyung seorang Putri Bundo
Kandung yang bernama Putri Salasiah Pinang Masak melarikan diri dan kemudian
membangun isatana di hilir Batang Lunang. Maka sesuai dengan kisah tersebut diyakini
adaya keturunan Mande Rubiah di daerah ini. Latar belakang inilah yang kemudian menjadi
daya tarik wisata budaya sehingga Rumah Gadang ini banyak dikunjungi para wisatawan.
Dilakosi ini banyak terdapat peninggalan sejarah yang dianggap keramat oleh masyarakat
setempat, diantaranya Tanduak Binauang, Talua Garudo dan berbagai jenis keris.
Disamping itu, anda juga dapat melihat keunikan keuburan Cindua Mato dan Bundo
Kanduang yang telah ada sejak dulunya. Apabila anda berada di lokasi ini, anda bisa
berdialog langsung tentang sejarah Bundo Kanduang dengan seorang Mande yang mendiami
rumah gadang tersebut yang dipercaya merupakan keturunan Bundo kanduang.
LEGENDA :Kerajaan Mande Rubiah
==============================
Kerajaan yang disebut-sebut sebagai pewaris tahta Bundo Kanduang yang dikenal sebagai
Raja Perempuan Pagarruyung yang paling termasyhur dan melegenda di tengah-tengah
masyarakat Minangkabau.
Hubungan antara dua kerajaan besar ini diungkapkan dalam Kaba Cindua Mato yang sama
melegendanya dengan Bundo Kanduang. Menurut cerita rakyat Minangkabau itu, disaat
terjadi pertempuran hebat antara Pagarruyung dengan Kerajaan Singiang-Ngiang (selama
lebih kurang 23 tahun), Bundo Kanduang dengan beberapa pengikutnya mengirab (terbang)
ke langit. Bahasa itu tentu hanyalah sebagai kiasan dari kenyataan yang sebenarnya bahwa
Bundo Kanduang melarikan diri ke Nagari Lunang dan mendirikan sebuah kerajaan kecil di
daerah itu. Untuk menyembunyikan identitasnya, Bundo Kanduang menukar namanya
dengan Mande Rubiah, yang kata awal bahasa itu dalam bahasa Minangkabau memiliki
makna yang sama.
Bundo Kanduang bagi banyak ahli sejarah tetap saja sebagai tokoh yang misterius
keberadaannya. Hal ini bisa jadi karena Minangkabau sebelum Islam masuk ke daerah ini
tidak mengenal tradisi menulis, sehingga sejarah hanya diwariskan secara lisan dari mulut
kemulut. Tidak hanya itu, tetapi sejarah pun dibungkus dalam bentuk cerita yang disebut di
Ranah Minang sebagai Kaba. Berbagai kisah semisal asal keturunan Minangkabau dari
Iskandar Zulkarnain (Alexander Agung). Dalam Tambo Minangkabau disebutkan bahwa
Iskandar Zulkarnain memiliki tiga orang anak laki-laki. Ketiga orang anak ini adalah
Maharaja Alif, Maharaja Dipang dan Maharaja Diraja. Anak Iskandar Zulkarnain yang
terakhir ini datang kedaratan Minangkabau sewaktu Gunung Marapi masih sebesar telur itik.
Maharaja Diraja inilah yang kemudian dipercayai sebagai nenek moyang orang
Minangkabau.
3. Di Lunang juga terdapat komplek makam Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Puti Bungsu,
Cindua Mato dan beberapa pengikutnya. Kuburan Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Puti
Bungsu dan beberapa orang pengikutnya terletak dalam satu komplek. Sementara itu kuburan
Cindua Mato terpisah hampir satu kilometer dari komplek makam Bundo Kanduang. Entah
mengapa makam Cindua Mato terpisah dari komplek makam yang Bundo Kanduang, yang
penting semua makam manusia-manusia yang sering dijumpai dalam mitos Minangkabau itu
sama-sama dikeramatkan.
Yang juga sangat menarik bagi pengunjung adalah nisan-nisan di setiap kuburan itu yang
unik. Nisan yang tidak biasanya dijumpai di Minangkabau itu khabarnya didatangkan dari
Aceh, makanya orang-orang setempat juga menyebutnya sebagai Nisan Aceh. Bentuk nisan
itu seperti penggada Bima yang sering dijumpai di film-film. Mempunyai ukiran yang tidak
terpikirkan oleh manusia sekarang bagaimana cara orang-orang dimasa ratusan tahun lalu itu
membuatnya.
Bundo Kanduang, yang kemudian berganti nama menjadi Mande Rubiah, sampai sekarang
tahta kebesarannya masih berlanjut hingga Mande Rubiah VII. Keberadaan Mande Rubiah
sebagai penerus kebesaran Bundo Kanduang diakui di tengah-tengah masyarakat tidak hanya
di Nagari Lunang, akan tetapi sampai ke daerah-daerah yang pernah dipengaruhi oleh
kekuasaan Minangkabau seperti Indopuro, Muko-Muko (Bengkulu), Jambi, dan Palembang.
Bahkan sampai sekarang masih ada masyarakat dari Air Bangis, yang mencari nenek moyang
mereka ke Nagari Lunang.
Mande Rubiah VII, sebagai pewaris tahta Bundo Kanduang menjadi pemimpin bagi
masyarakat, tidak hanya secara simbolik tapi berlaku dalam berbagai kegiatan adat, agama,
bahkan pemerintahan. Dalam tataran adat, Mande Rubiah VII yang melantik atau
mensyahkan penghulu nan salapan (pimpinan adat). Selain itu Mande Rubiah VII juga
memberikan keputusan akhir tentang apa yang dimusyawarahkan oleh pimpinan adat. Bila
Mande Rubiah VII setuju makakeputusan berlaku, bila keputusan itu kurang berkenan di hati
Mande Rubiah VII, maka keputusan harus ditinjau ulang kembali.
Jejak-jejak sejarah yang ditinggalkan Bundo Kanduang di Kerajaan Mande Rubiah, selain
peninggalan-peninggalan kuno yang ada di istana seperti; manuskrip, senjata-senjata, dan
alat-alat rumah tangga kerajaan yang telah berusia ratusan tahun, di sekitar komplek Istana
Mande Rubiah juga dapat ditemukan kuburan para tokoh yang melegenda di Minangkabau
(Bundo Kanduang, Dang Tuanku, Rajo Mudo, Puti Bungsu, dan Cindua Mato). Namun yang
terpenting jejak yang ditinggalkan Bundo Kanduang di Nagari Lunang adalah pengaruh
Mande Rubiah di tengah-tengah masyarakat yang semakin mengukuhkan bahwa beliau
benar-benar sebagai penerus kebesaran tahta Ratu Minangkabau.
Di copy dari Anugrah Tour.com