Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa atau dialek. Para penutur yang sedang beralih kode dari minimum dua komunitas dari bahasa-bahasa (dialek) yang sedang mereka praktekkan. Sebaliknya pergantian (alih) ragam bukan berarti berganti komunitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alih kode hanya dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama. Sedangkan alih ragam hanya terjadi di satu komunitas dan satu bahasa saja. Sementara itu, Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Pemerolehan bahasa selain bahasa asli menghasilkan kedwibahasaan. Hal ini terjadi karena dua bahasa yang berkontak sebagai penutur bahasa dapat mempelajari unsur-unsur bahasa lainnya. Kontak bahasa terjadi karena pendukung masing-masing bahasa itu dapat menjadi dwibahasawan berdasarkan alasan-alasan tertentu. Seperti perpindahan penduduk dengan alasan politik, sosial atau ekonomi, nasionalisme, faktor budaya dan pendidikan, faktor perkawinan, dsb.
Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa atau dialek. Para penutur yang sedang beralih kode dari minimum dua komunitas dari bahasa-bahasa (dialek) yang sedang mereka praktekkan. Sebaliknya pergantian (alih) ragam bukan berarti berganti komunitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alih kode hanya dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama. Sedangkan alih ragam hanya terjadi di satu komunitas dan satu bahasa saja. Sementara itu, Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Pemerolehan bahasa selain bahasa asli menghasilkan kedwibahasaan. Hal ini terjadi karena dua bahasa yang berkontak sebagai penutur bahasa dapat mempelajari unsur-unsur bahasa lainnya. Kontak bahasa terjadi karena pendukung masing-masing bahasa itu dapat menjadi dwibahasawan berdasarkan alasan-alasan tertentu. Seperti perpindahan penduduk dengan alasan politik, sosial atau ekonomi, nasionalisme, faktor budaya dan pendidikan, faktor perkawinan, dsb.
Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur
n this era of globalization The international relationship in every sector is significant. Accordingly, the
translation works in various subject fields are strongly needed . In order to fulfill such needs, the linguists and
translators play important roles to produce good translation works as fast as possible.The question is that how fast
a translation work could be done, and how could translation work be categorized as a good one. This writing aims
to discuss some of specific problems facing the translators in the case of texts from various European languages into
English and some examples into Indonesian. These problems are of both a linguistic and non-lingistic character.The
writing is descriptive in nature and based on the library research.
Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur
n this era of globalization The international relationship in every sector is significant. Accordingly, the
translation works in various subject fields are strongly needed . In order to fulfill such needs, the linguists and
translators play important roles to produce good translation works as fast as possible.The question is that how fast
a translation work could be done, and how could translation work be categorized as a good one. This writing aims
to discuss some of specific problems facing the translators in the case of texts from various European languages into
English and some examples into Indonesian. These problems are of both a linguistic and non-lingistic character.The
writing is descriptive in nature and based on the library research.
Los animales son seres únicos y auténticos por esa naturalidad y ternura que los distingue y que nos hacen muy felices al tenerlos como mascotas o simplemente observándolos así que tenemos que valorarlos y brindarles responsabilidad y amor si son nuestras mascotas sino lo son decirles al dueño que lo sea así contribuimos a un ambiente de armonía.
Alih kode ialah peristiwa pengalihan dari satu kode ke kode yang lain. Penggunaan alih
kode ini disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Seseorang dapat menggunakan
alih kode saat berada dalam situasi tertentu, situasi yang dapat menyebabkan seseorang itu
harus mengalihkan kode yang dimaksud.
Lain pula dengan campur kode, hal ini terjadi apalagi seorang penutur menggunakan
suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa
lainnya. Kita bisa melihat campur kode dari karakteristik penutur, bagaimana ia
menyampaikan, dari situlah bisa kita tahu latar belakang sosial, pendidikan, keagaaman, dan
sebagainya.
Pada akhirnya, kedua hal ini sering dijumpai dalam masyarakat, karena baik alih kode
maupun campur kode, dapat terjadi dengan adanya komunikasi. Setiap komunikasi yang
dilakukan, bahkan tanpa kita sadari telah menggunakan alih kode dan campur kode. Hal ini
terjadi karena faktor utama terjadinya kedua hal tersebut ialah adanya penutur dan lawan
bicara. Dan juga alih kode yang sering digunakan ialah adanya orang ketiga, inilah yang
paling sering digunakan dalam lingkup pelajar maupun masyarakat.
1. Alih kode terjadi untuk menyesuaikan diri dengan peran, atau adannya tujuan tertentu
seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya mengubah situasi dari
resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya
untuk menetralisasi situasi dan menghormati kehadiran mitra tutur ketiga, biasanya penutur dan mitra tutur beralih kode, apalagi
bila latar belakang kebahasaan mereka berbeda. Untuk membangkitkan rasa humor
Campur kode dapat terjadi tanpa adanya sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut adanya pencampuran bahasa, tetapi
dapat juga disebabkan faktor kesantaian, kebiasaan atau tidak adanya padanan yang tepat. terjadi apabila seorang penutur
menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya
berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri
menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa
tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi.
Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence). Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Campur kode ke dalam (innercode-mixing):
Campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
2. Campur kode ke luar (outer code-mixing): campur kode yang berasal dari bahasa asing. Latar belakang terjadinya campur kode
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
1. sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutur
2. kebahasaan(linguistik type)
latar belakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasi peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan
atau menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antaraperanan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi
bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
1. penyisipan kata,
2. menyisipan frasa,
3. penyisipan klausa,
4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
5. penyisipan bentuk baster (gabungan pembentukan asli dan asing).
Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazin terjadi dalam masyarakat multilingual dalam menggunakan
dua bahasa atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi dengan masing-masing bahasa yang
digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu sedangkan
campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain
yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah
kode. Unsur bahasa lain hanya disisipkan pada kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam
peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa Indonesia kejawa-jawaan.
Thelander mebedakan alih kode dan campur kode dengan apabila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa
suatu bahasa ke klausa bahasa lain disebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu periswa tutur klausa atau frasa yang
digunakan terdiri atas kalusa atau frasa campuran (hybrid cluases/hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi
mendukung fungsinya sendiri disebut sebagai campur kode.
Interferensi ialah masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yg mengakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yg
dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologis, gramatikal, leksikal maupun semantis. Dalam peristiwa interferensi
terjadi transfer, yaitu penggunaan kaidah bahasa tertentu pada bahasa lainnya.
Jenis interferensi meliputi:
1. Interferensi progesif
Interferensi terjadi dalam bentuk masuknya unsur bahasa yang dikuasai lebih dulu ke bahasa yang dikuasai
kemudian. Interferensi jenis ini banyak ditemukan dalam Injil dan kitab-kitab lain dalam Alkitab Perjanjian Baru,
karena Alkitab Perjanjian Baru ditulis dengan menggunakan bahasa Yunani oleh orang Ibrani yang berbahasa ibu
Aram dan Ibrani.
2. Interferensi regresif
Interferensi regresif adalah masuknya unsur bahasa yang dikuasai kemudian ke bahasa yang sudah dikuasai lebih
dulu.
Interferensi hanya dapat terjadi bila seseorang dapat berbicara dalam 2 bahasa atau lebih.
Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu:
1. faktor kontak bahasa.
Bahasa-bahasa yang digunakan dalam masyarakat itu saling berhubungan sehingga perlu digunakan alat
pengungkap gagasan. Karena faktor tersebut maka terdapat interferensi performansi atau interferensi sistemis.
2. kemampuan berbahasa yang akan mengakibatkan interferensi belajar muncul.