Dokumen tersebut membahas konsep kedwibahasaan dan bilingualisme serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, proses pemerolehan bahasa kedua, pengukuran kedwibahasaan, dan pengaruh kedwibahasaan terhadap individu dan masyarakat."
Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas varian-varian bahasa yang ada. Satu varian diberi status “tinggi” dan dipakai untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status “rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan.
Diglosia (diglossia) adalah situasi bahasa dengan pembagian fungsional atas varian-varian bahasa yang ada. Satu varian diberi status “tinggi” dan dipakai untuk penggunaan resmi atau pengggunaan publik dan mempunyai ciri-ciri yang lebih kompleks dan konservatif, varian lain mempunyai status “rendah” dan dipergunakan untuk komunikasi tak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran komunikasi lisan.
Tindak ujaran merupakan satuan terkecil dari bahasa untuk mengespresikan makna, suatu perkataan yang mengekspresikan suatu tujuan. Tujuan tindak ujaran adalah 1) Representatif, 2) Direktif, 3) Komisif, 4) Ekspresif, dan 5) Deklarasi. Pelaksanaan tindak ujaran dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Perkembangan bahasa manusia dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Perkembangan Prasekolah, 2) Perkembangan Ujaran Kambinatori, dan 3) Perkembangan masa sekolah.
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu mengunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Bagaimana percakapan di bus kota atau sedang di kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat juga di sebut sebagai peristiwa tutur? Secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur, sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan dilakukan oleh orang-orang yang tidak segaja untuk bercakap-cakap, dan mengunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat di sebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat.
Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
Tindak ujaran merupakan satuan terkecil dari bahasa untuk mengespresikan makna, suatu perkataan yang mengekspresikan suatu tujuan. Tujuan tindak ujaran adalah 1) Representatif, 2) Direktif, 3) Komisif, 4) Ekspresif, dan 5) Deklarasi. Pelaksanaan tindak ujaran dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Perkembangan bahasa manusia dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Perkembangan Prasekolah, 2) Perkembangan Ujaran Kambinatori, dan 3) Perkembangan masa sekolah.
Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan,di dalam, tempat, dan situasi tertentu. Jadi interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu mengunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa kita dapati juga dalam acara diskusi di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Bagaimana percakapan di bus kota atau sedang di kereta api yang terjadi di antara penumpang yang tidak saling kenal (pada mulanya) dengan topik pembicaraan tidak menentu, tanpa tujuan, dengan ragam bahasa yang berganti-ganti, apakah dapat juga di sebut sebagai peristiwa tutur? Secara sosiolinguistik percakapan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai peristiwa tutur, sebab pokok percakapan tidak menentu (berganti-ganti menurut situasi), tanpa tujuan dilakukan oleh orang-orang yang tidak segaja untuk bercakap-cakap, dan mengunakan ragam bahasa yang berganti-ganti. Sebuah percakapan baru dapat di sebut sebagai sebuah peristiwa tutur kalau memenuhi syarat.
Menurut Dell Hymes (1972) seorang pakar sosiolinguistik terkenal, bahwa suatu peristiwa tutur mempunyai delapan komponen, dan dibentuk menjadi akronim SPEAKING (diangkat dari Wadhaugh 1990):
Perkembangan bahasa pada anak-anak sangat penting karena anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya (social skill) melalui berbahasa. Melalui bahasa, anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa sehingga orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak dan menciptakan suatu hubungan sosial. Proses perkembangan tersebut melalui berbagai tahapan-tahapan perkembangan bahasa anak, mulai kanak-kanak sampai dengan penguasaan usia sekolah. Dalam tahapan penguasaan bahasa inilah peran orang tua sebagai orang terdekat sangat dibutuhkan.
Setiap ragam bahasa yang digunakan di suatu daerah memiliki perbedaan-perbedaan, antara lain pada tataran lafal, tata bahasa, dan tata makna.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat menentukan variasi bahasa (subdialek, dialek, perbedaan bahasa)
Jika suatu kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal repertoire yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka kelompok orang tsb adalah sebuah masyarakat bahasa/tutur (Speech Commnunity)
Sosiolinguistik adalah kajian tentang ciri khas variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa, dan pemakai bahasa karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu masyarakat tutur
Alih kode pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek. Rujukannya adalah komunitas bahasa atau dialek. Para penutur yang sedang beralih kode dari minimum dua komunitas dari bahasa-bahasa (dialek) yang sedang mereka praktekkan. Sebaliknya pergantian (alih) ragam bukan berarti berganti komunitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa alih kode hanya dilakukan oleh dua pihak yang memiliki dua komunitas bahasa yang sama. Sedangkan alih ragam hanya terjadi di satu komunitas dan satu bahasa saja. Sementara itu, Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Hal ini biasanya berhubungan dengan karakteristk penutur, seperti latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan. Biasanya ciri menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga ada keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergense kebahasaan (linguistic convergence).
Variasi bahasa atau ragam bahasa adalah penggunaan bahasa menurut pemakainya, yang berbeda-beda berdasarkan topik yang dibicarakan, hubungan pembicara, kawan bicara, dan orang yang dibicarakan serta medium pembicaraan.
3. APA ITU BILINGUALISME?
• Bilingualisme (Ingg:bilingualism) :kedwibahasaan
• Istilah kedwibahasaan menurut Chaer, (2004: 84) merupakan hal yang berkenaan
dengan pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur dalam aktivitasnya sehari-
hari.
• Bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur
dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian (Fishman 1975:73)
• Bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua
bahasa dengan sama baiknya (Bloomfield, 1933:56)
• Bilingualisme adalah kemampuan menggunakan bahasa dengan sama baik atau
hampir sama baiknya, yang secara teknis mengacu pada pengetahuan dua buah
bahasa bagaimana pun tingkatannya (Robert Lado, 1964:214)
• Bilingualisme adalah praktik penggunaan bahasa secara bergantian, dari bahasa
yang satu ke bahasa yang lain, oleh seorang penutur (Mackey, 1962:12)
• Bilingualisme adalah pemakaian dua bahasa oleh seorang penutur atau
masyarakat ujaran (Hartman dan Stork, 1927:27).
• Dewasa ini bilingualisme mencakup pengertian yang luas: dari penguasaan
sepenuhnya atas dua bahasa, hingga pengetahuan minimal akan bahasa kedua.
Berapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung pada sering
tidaknya dia menggunakan bahasa kedua tersebut. (Alwasilah, 1993:73). RUMAH
4. APA ITU BILINGUAL?
• Bilingual: dwibahasawan
• Orang yang mampu atau bisa menggunakan
dua bahasa (Kridalaksana, 1984:29)
• Orang yang dapat menggunakan kedua
bahasa disebut orang yang bilingual (dalam
bahasa Indonesia disebut juga
kedwibahasaan) (Chaer dan Leonie,
2010:84-85).
RUMAH
5. LATAR BELAKANG TERJADINYA
BILINGUALISME
• Pemerolehan bahasa selain bahasa asli menghasilkan
kedwibahasaan. Hal ini terjadi karena dua bahasa yang
berkontak sebagai penutur bahasa dapat mempelajari
unsur-unsur bahasa lainnya. Kontak bahasa terjadi
karena pendukung masing-masing bahasa itu dapat
menjadi dwibahasawan berdasarkan alasan-alasan
tertentu. Seperti perpindahan penduduk dengan alasan
politik, sosial atau ekonomi, nasionalisme, faktor
budaya dan pendidikan, faktor perkawinan, dsb.
(Komaruddin:1989).
RUMAH
6. MENGIDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENDORONG
TERJADINYA KEDWIBAHASAAN
Berdasarkan latar belakang terjadinya kedwibahasaan, dapat
diidentifikasikan yang menjadi faktor-faktor pendukung terjadinya
kedwibahasaan adalah:
1. faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya.
2. faktor pendidikan.
3. faktor perkawinan.
4. faktor perpindahan penduduk.
Lalu adanya kedwibahasaan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor
ekstern dan intern. Faktor ekstern yaitu pergaulan hidup di keluarga, pergaulan
di masyarakat, serta kemajuan (teknologi), komunikasi, dan
transportasi. Sedangkan faktor intern yang memengaruhi ragam kedwibahasaan
seseorang adalah tahapan usia pemeroleh, usia belajar B2 (bahasa ke dua),
berdasarkan konteks, berdasarkan hakikat tanda dalam kontak bahasa,
tingkat pendidikan, keresmian komunikasi, dan kesosialan.
RUMAH
7. MENGIDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR
PENGHAMBAT TERJADINYA KEDWIBAHASAAN
Jika seorang dwibahasawan akan
menyampaikan suatu pesan lewat bahasa kepada
pendengarnya, ada dua faktor yang menghambat
perjalanan pesan itu sebelum ia dapat diujarkan
oleh penuturnya, yaitu sebagai berikut.
1. faktor dari kaidah beberapa bahasa yang
dikenalnya, tentunya berbeda satu dari yang
lainnya
2. faktor yang berasal dari pertimbangan
komunikasi.
RUMAH
8. PEMBAGIAN KEDWIBAHASAAN
Menurut Chaer dan Agustina (2004:170)
ada beberapa jenis pembagian kedwibahasaan
berdasarkan tipologi kedwibahasaan, yaitu
sebagai berikut.
1. Kedwibahasaan Majemuk (Compound
Bilingualism)
2. Kedwibahasaan Koordinatif/Sejajar
3. Kedwibahasaan Subordinatif (Kompleks)
SELANJUTNYA
9. • Menurut Paul, (2004:235 ), terdapat beberapa pendapat
lain oleh pakar kedwibahasaan dalam tipologi
kedwibahasaan di antaranya yaitu sebagai berikut.
Baeten Beardsmore menambahkankan satu derajat lagi
yaitu kedwibahasaan awal (inception bilingualism)
Pohl berpendapat bahwa tipologi bahasa lebih didasarkan
pada status bahasa yang ada didalam masyarakat, maka ia
membagi kedwibahasaan menjadi tiga tipe yaitu
1. Kedwibahasaan Horizontal (Horizontal Bilingualism)
2. Kedwibahasaan Vertikal (Vertical Bilinguism)
3. Kedwibahasaan Diagonal (Diagonal Bilingualism)
SELANJUTNYA
10. • Menurut Arsenan tipe kedwibahasaan pada
kemampuan berbahasa diklasifikasikan menjadi
dua bagian yaitu:
1. kedwibahasaan produktif (produktif
bilingualisme) atau kedwibahasaan aktif atau
kedwibahasaan simetrik (symmetrical
bilingualisme)
2. kedwibahasaan reseptif (reseptive bilingualisme)
atau kedwibahasaan pasif atau kedwibahasaan
asimetrik (asymetrical bilingualism)
SELANJUTNYA
11. • Tarigan (2009:5) mengkasifikasikan kedwibahasaan dengan
berbagai cara, berdasarkan beberapa sudut pandang, yaitu
sebagai berikut
A. Berdasarkan Hipotesis Ambang.
Hipotesis ini dikemukakan oleh Cummins (1976) , maka
kedwibahasaan dibedakan sebagai berikut.
1. kedwibahasaan subtraktif (subtractive bilingualism)
2. kedwibahasaan aditif (additive bilingualism)
B. Berdasarkan Tahap Usia Pemerolehan
• kedwibahasaan masa kecil (infant bilingualism)
• kedwibahasaan masa kanak-kanak (child bilingualism)
• kedwibahasaan masa remaja (adolesence bilungalism)
• kedwibahasaan masa dewasa (adult bilingualism)
C. Berdasarkan usia belajar bahasa kedua (B2)
• Kedwibahasaan serentak (simultaneous bilingualism)
• Kedwibahasaan berurutan (Sequential bilingualism)
RUMAH
12. PROSES PEMEROLEHAN KEDWIBAHASAAN
Secara umum, proses pemerolehan bahasa kedua lebih mengacu
pada belajar-mengajar bahasa asing atau bahasa lainnya. Di antara sekian
banyak faktor yang dapat kita temui di dalam kelas ada tiga faktor penting
dan mendasar, yaitu:
• faktor orang
• faktor interaksi dinamis
• faktor responsi
Dalam pemerolehan bahasa pertama atau bahasa kedua ada
landasan teoritis atau pandangan terhadap pemerolehan bahasa yaitu
1. pandangan navistis
2. pandangan behavioritis
3. pandangan kognitif
Terdapat pandangan lain yang dikemukakan oleh Krashen dan
Terrel (Akhadiah,dkk,1997:2.5) yang membagai dua cara pemerolehan
bahasa kedua yaitu:
• pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin
• pemerolehan bahasa kedua secara alamiah
RUMAH
13. KONSEP DAN KATEGORI PEMILIHAN
BAHASA DALAM KEDWIBAHASAAN
1. memilih satu variasi dari bahasa yang
sama (intra language variation).
2. melakukan alih kode (code switching)
3. melakukan campur kode (code mixing)
RUMAH
14. FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN BAHASA
• Evin-Tripp (dikutip Rokhman, 2007:3)
mengidentifikasikan empat faktor utama
sebagai penanda pemilihan bahasa penutur
dalam interaksi sosial, yaitu
• (1) latar (waktu dan tempat) dan situasi;
• (2) partisipan dalam interaksi,
• (3) topik percakapan,
• (4) fungsi interaksi.
RUMAH
15. PENDEKATAN PEMILIHAN BAHASA
• Kajian pemilihan bahasa menurut Fasold
(dikutip Chaer dan Agustina, 1995:205) dapat
dilakukan berdasarkan tiga pendekatan, yaitu
sebagai berikut.
• A. Pendekatan Sosiologi
• B. Pendekatan Psikologi sosial
• C. Pendekatan Antropologi
RUMAH
16. CARA MENGUKUR KEDWIBAHASAAN
• Robert Lado (1961) mengemukakan agar dalam pengukuran
kedwibahasaan seseorang dilakukan melalui kemampuan
berbahasa dengan menggunakan indikator tataran kebahasaan.
• Kelly (1969) menyarankan agar kedwibahasaan seseorang diukur
dengan cara mendeskripsikan kemampuan seseorang dari masing-
masing bahasa dengan menggunakan indikator elemen kebahasaan
kemudian dikorelasikan untuk menentukan keterampilan
berbahasa.
• Lambert (1955) mengajukan teknik pengukuran kedwibahasaan
dengan mengungkapkan dominasi bahasa, artinya bahasa mana
dari kedua bahasa itu yang dominan.
• Mackey (1968) memberikan teknik pengukuran kedwibahasaan
dengan menggunakan tes ketrampilan berbahasa pada masing-
masing bahasa
SELANJUTNYA
17. Jakobovits (1970) memberikan desain teknik pengukuran kedwibahasaan
dengan cara:
1. menghitung jumlah tanggapan terhadap rangsangan dalam B1,
2. menghitung jumlah tanggapan dalam rangsangan dalam B2 terhadap B1,
3. menghitung perbedaan total antara B1 dan B2,
4. menghitung jumlah tanggapan dalam B1 terhadap rangsangan dalam B1,
5. menghitung jumlah tanggapan dalam B2 terhadap rangsangan dalam B2,
6. menghitung tanggapan dalam B2 terhadap rangsangan dalam B1,
7. menghitung jumlah tanggapan dalam B1 terhadap rangsangan dalam B2,
8. menghitung tanggapan terjemahan terhadap rangsangan dalam B2
9. menyatakan hasil dalam bentuk presentase, dan
10. menghitung tanggapan dua bahasa terhadap rangsangan B1 dan B2 jika
memungkinkan.
SELANJUTNYA
18. • Mackey (1956) mengemukakan
bahwa pengukuran kedwibahasaan
dapat dilakukan melalui beberapa
aspek, yaitu sebagai berikut.
A. aspek tingkat
B. aspek fungsi
C. aspek pergantian
D.aspek interferensi
RUMAH
19. TINDAK LANJUT KEDWIBAHASAAN
• Kedwibahasaan mengalami
perkembangan dalam berbagai
bentuk, secara umum perkembangan
kelanjutan kedwibahasaan dapat
diimplementasikan dengan konsep
tetap berdwibahasa.
RUMAH
20. PENGARUH KEDWIBAHASAAN TERHADAP INDIVIDU
• bidang kognitif
• penampilan kognitif
• penampilan akademik
PENGARUH KEDWIBAHASAAN TERHADAP MASYARAKAT
• Di masyarakat, kedwibahasaan memiliki pengaruh yang penting
terutama dalam hal mobilitas sosial
PENGARUH KEDWIBAHASAAN TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA
a. Model pendidikan yang mengarah pada asimilasi bahasa dan budaya
1. pendekatan submersion
2. program dwibahasa transisional
B. Model pendidikan yang mengarah pada diversifikasi budaya
1. program maintenance
2. program immersion RUMAH
21. DAFTAR PUSTAKA
Bintara, A.A. 2014. Linguistik dan Kedwibahasaan. [Online]. Diakses dari:
https://pangeransastra.wordpress.com/2014/10/13/linguistik-dan-kedwibahasaan/
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Suwito. 1983. Perkenalan Awal, Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset
Solo.
Hudson, R.A. 1980. Sociolinguistics. London: Cambridge University Press.
Kamaruddin.1989. Kedwibahasaan dan Pendidikan Bahasa. Jakarta: Depdikbud
Wikipedia 2018. Kedwibahasaan. [Online]. Diakses dari:
https://id.wikipedia.org/wiki/Kedwibahasaan
Mu’in, F. 2008. Kedwibahasaan. [Online]. Diakses dari:
https://fatchulfkip.wordpress.com/2008/10/08/kedwibahasaan/
Nuzulia,D. 2011. Kedwibahasaan. [Online]. Diakses dari:
https://arerariena.wordpress.com/2011/02/02/kedwibahasaan/
Sulistyaningsih, L. S. Kedwibahasaan (Bilingualisme). [Online[. Diakses dari:
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/1
96012161986032-LILIS_ST._SULISTYANINGSIH/Kedwibahasaan_(Bilingulisme)x.pdf
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa
RUMAH