SlideShare a Scribd company logo
IMPLIKATUR PENGGUNAAN BAHASA DALAM KOMENTATOR SEPAK BOLA DI ANTV
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang Masalah
Komunikasi adalah hal mendasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal tersebut muncul dan berkembang seiring
dengan besarnya manfaat komunikasi yang didapatkan manusia. Manfaat tersebut berupa dukungan identitas diri, untuk membangun
kontak sosial dengan orang di sekitar kita, baik itu lingkungan rumah, sekolah, kampus maupun lingkungan kerja (Mulyana, 2001: 4).
Selain itu, komunikasi digunakan untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Jadi, komunikasi dapat berkembang
dengan bertukarnya informasi yang dimiliki oleh setiap manusia. Tindakan komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.
Ada yang dilakukan secara langsung seperti percakapan tatap muka dan yang dilakukan secara tidak langsung seperti komunikasi
lewat medium atau alat perantara seperti surat kabar, majalah, radio, film, dan televisi. Media televisi telah menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari peradaban kehidupan manusia, hampir dalam keseharian manusia selalu berhubungan dengan media komunikasi
massa yang paling berpengaruh ini.
Ketika menginginkan informasi, manusia dapat menonton siaran berita di televisi, juga ketika orang ingin memperoleh hiburan, maka
televisi selalu dapat menyajikan tayangan-tayangan hiburan yang menarik. Dengan menonton televisi maka akan banyak hal baru
yang dapat diketahui manusia. Singkat kata, kini manusia hidupnya sudah sangat bergantung dengan media televisi. Siaran televisi
telah memungkinkan masyarakat luas dapat dengan cepat dan mudah mengetahui berbagai perkembangan mutakhir yang terjadi di
berbagai penjuru dunia. Siaran TV juga mempunyai daya jangkau yang luas dan mampu menembus batasan wilayah geografis, sistem
politik, sosial, dan budaya masyarakat pemirsa. Televisi potensi sebagai salah satu unsur yang bisa mempengaruhi sikap, pandangan,
gaya hidup, orientasi dan motivasi masyarakat.
Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam.
Berbagai jenis program itu dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu: (1) program informasi (news), (2) program hiburan (non
news/entertainment). Program informasi kemudian dibagi lagi kedalam jenis berita keras (hardnews) yang merupakan laporan berita
terkini yang harus segera disiarkan. Dan berita lunak (softnews) yang merupakan kombinasi dari fakta, gossip dan opini. Sementara
program hiburan terbagi atas tiga kelompok besar yaitu: musik, drama, permainan (gameshow), pertunjukkan dan sport (Morrisan,
2005: 100).
Sepakbola merupakan olahraga popular dan merakyat di muka bumi ini, tentu saja karena banyak diminati setiap orang. Tayangan
sepakbola sendiri bisa dinikmati untuk segala jenis usia, baik anak-anak, orang dewasa, maupun orang tua. Namun demikian, tidak
bisa dipungkiri, bahwa fenomena sepakbola memang bisa membuat kita terpana. Sepakbola telah menjelma menjadi ideologi
universal di muka bumi.
Dengan banyaknya tayangan sepakbola di televisi, orang sanggup untuk duduk berjam-jam di depan televisi. Bahkan rela bangun
tengah malam untuk menyaksikan tim kesayangannya bermain dan tidak memikirkan resiko apa yang akan didapat apabila pada pagi
harinya akan melakukan suatu aktivitas. Bagi stasiun televisi itu sangat menguntungkan karena stasiun televisi sendiri bisa
mendapatkan penonton yang banyak dengan rating yang besar. ANTV sebagai salah satu stasiun televisi di Indonesia memanjakan
pemirsanya dengan tayangan langsung pertandingan sepakbola nasional dari ajang Djarum Indonesia Super League, yang melibatkan
15 klub terbaik.
Secara rinci alasan dipilihnya komentator sepak bola di Antv sebagai objek kajian penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Sepak bola menjadi hal yang paling digemari semua masyarakat di penjuru dunia.
b. Banyak televisi yang menyiarkan secara langsung pertandingan sepak bola.
c. Komemtator sepak bola adalah sebagai pengantar informasi dari kejadian yang terjadi dilapangan kepada pemirsa dilayar kaca.
Sehingga komentator sepak bola harus bisa membuat atmosfir di layar kaca sesuai dengan atmosfir dilapangan.
2. Identifikasi masalah
1. Bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada komentator sepak bola di Antv .
2. Implikatur yang terjadi pada bahasa yang diucapkan oleh komentator sepak bola di Antv.
3. Faktof yang mengakibatkan adanya pemakain implikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv.
4. Tujuan pemakaian ilplikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv.
3. Pembatasan masalah
1. Bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada komentator sepak bola di Antv .
2. Implikatur yang terjadi pada bahasa yang diucapkan oleh komentator sepak bola di Antv.
3. Faktof yang mengakibatkan adanya pemakain implikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv
4. Rumusan masalah
1. Bagaimana bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada komentator sepak bola di Antv ?
2. Bagaimana Implikatur yang terjadi pada bahasa yang diucapkan oleh komentator sepak bola di Antv?
3. Apa saja faktof yang mengakibatkan adanya pemakain implikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv?
5. Tujuan penelitian
1. Mengidentifikasi bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada komentator sepak bola di Antv.
2. Mendeskripsikan Implikatur yang terjadi pada bahasa yang diucapkan oleh komentator sepak bola di Antv.
3. Mengetahui faktof yang mengakibatkan adanya pemakain implikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv.
6. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilaporkan agar dapat memberikan masukan (sumbangan pikiran) dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam
studi bahasa Indonesia terutama yang menyangkut tentang ilmu pragmatik, dalam hal ini menyangkut implikatur percakapan
komentator sepak bola di Antv.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain di dalam usahanya untuk memperkaya wawasan ilmu pragmatik dan
mengetahui hal-hal yang terungkap dalam implikatur percakapan, khususnya implikatur percakapan komentator sepak bola di Antv.
B. KAJIAN PUSTAKA
1. Penelitian Relefan
Penelitian mengenai implikatur percakapan sudah banyak dilakukan diantaranya dapat dipaparkan yaitu skripsi Chotamul Hidayah
berjudul “Implikatur Percakapan dalam Pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta (Kajian Pragmatik)”. Hasil penelitiannya
adalah (1) tuturan yang mengandung implikatur pada pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta berjenis tindak tutur asertif,
direktif, komisif, maupun ekspresif. Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang banyak ditemukan, (2) dalam penerapan
prinsip kerjasama (PKS) dan prinsip kesopanan pada implikatur percakapan dalam pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta
terjadi pelanggaran terhadap maksim kuantitas, kualitas, relevansi, maupun cara. Pelanggaran terhadap maksim-maksim kerjasama
tersebut sebagian besar diciptakan untuk menerapkan maksim-maksim prinsip kesopanan, (3) implikatur percakapan dalam
pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta memiliki fungsi kompetitif (competitive), menyenangkan (convivial), bekerjasama
(collaborative), dan bertentangan (conflictive). Dari keempat fungsi tersebut, fungsi kompetitif paling banyak ditemukan.
Skripsi Anwar dengan judul “Analisis Penggunaan Implikatur Percakapan Antara Resepsionis dan Tamu Check In di Guest House
Paradiso Surakarta ”. Hasil penelitiannya yaitu (1) Implikatur yang tercipta berbeda antara tuturan yang satu dengan yang lain. Hal itu
disebabkan adanya fakta berbeda yang terjadi di setiap percakapan, (2) semua percakapan yang dibahas dalam analisis mempunyai
keterkaitan yang sangat erat dengan teori prinsip kerjasama Grice. Dalam percakapan tersebut memang maksim-maksim kerjasama
Grice bersifat mengambang sehingga kerjasamanya bersifat kasat mata. Namun demikian, para resepsionis telah mampu
menggunakannya dan memposisikannya secara benar.
2. Kajian Teori
a) Pengertian Pragmatik
Pragmatik adalah satu cabang dari linguistik yang menjadi objek bahasa dalam penggunaanya, seperti komunikasi lisan maupun tulis.
Menurut Lecch (Wijan,1996:3)pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata
bahasa yang terdiri dari fonologi,morfologi,sintaksis dan semantik. Didalam bahasa pragmatik terkadang juga memperhatikan suara
dan struktur kalimat beserta makna kalimat tersebut.
Wijan (1996:2) menjelaskan bahwa makna yang dikaji oleh prakmatik adalah makna yang terikat. Semantik tidak bisa dipisahkan
dengan kajian pemakaian bahasa. Konteks tuturan dalam bentuk yang berbeda dapat mempunyai arti yang sama, sedangkan tuturan
yang sama dapat mempunyai arti atau maksud yang lain.
b) Peristiwa Tutur
Dala studi pragmatik terdapat pula peristiwa tutur. Peristiwa tutur merupakan faktor lain yang mempengaruhi bentuk makna dan
makna wacana. Menurut Yule (2006:99) peristiwa tutur adalah suatu kegiatan di mana peserta berinteraksi dengan bahasa dalam caracara konvensional untuk mencapai satu hasil.
c) Situasi tutur
Situasi tutur dibutuhkan untuk memahami satu bahasa dimana peristiwa tutur itu terjadi. Tuturan agar dapat dipahami menurut Leech
(Wijan,1996:10) menyebutkan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi prakmatik.
d) Pengertian Implikatur
Istilah „implikatur‟ dipakai oleh Grice untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan atau dimaksudkan oleh penutur,
yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur (Brown danYule, 1996: 31). Dalam suatu tindak percakapan, setiap
bentuk tuturan (utterance) pada dasarnya mengimplikasikan sesuatu. Implikasi tersebut adalah proposisi yang biasanya tersembunyi di
balik tuturan yang diucapkan, dan bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Pada gejala demikian tuturan berbeda dengan
implikasi (Wijana, 1996: 37). Adanya perbedaan antara tuturan dan implikasi kadang-kadang dapat menyulitkan mitra tutur untuk
memahaminya, namun pada umumnya antara penutur dan mitra tutur sudah saling berbagi pengalaman dan pengetahuan sehingga
percakapan dapat berjalan dengan lancar. Dengan demikian, implikatur mengisyaratkan adanya perbedaan antara tuturan dengan
maksud yang ingin disampaikan.
Menurut Wijana (1996: 38), dengan tidak adanya keterkaitan semantik antara suatu tuturan dengan yang diimplikasikan, maka dapat
diperkirakan bahwa sebuah tuturan akan memungkinkan menimbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya. Dalam contoh (1),
(2), dan (3) berikut ini terlihat bahwa tuturan (+) Bambang datang memungkinkan memunculkan reaksi yang bermacam-macam
Rokoknya disembunyikan, Aku akan pergi, dan Kamarnya dibersihkan. Masing-masing reaksi itu memunculkan implikasi yang
berbeda-beda.
(1) + Bambang datang
- Rokoknya disembunyikan
(2) + Bambang datang
- Aku akan pergi dulu
(3) + Bambang datang
- Kamarnya dibersihkan
Jawaban (-) dalam (1) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah perokok, tetapi ia tidak pernah membeli rokok. Merokok
kalau ada yang memberi, dan tidak pernah memberi temannya, dan sebagainya. Jawaban (-) dalam (2) mungkin mengimplikasikan
bahwa (-) tidak senang dengan Bambang. Akhirnya jawaban (-) dalam (3) mengimplikasikan bahwa Bambang adalah seorang
pembersih. Ia akan marah-marah melihat sesuatu yang kotor. Penggunaan kata mungkin dalam menafsirkan implikatur yang
ditimbulkan oleh sebuah tuturan tidak terhindarkan sifatnya sehubungan dengan banyaknya kemungkinan implikasi yang melandasi
kontribusi (-)
dalam (1), (2), (3).
Menurut Levinson implikatur percakapan (conversational implcature) merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena
empat hal:
1) konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik.
2) konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda dengan yang dikatakan secara lahiriah.
3) konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isideskripsi semantik.
4) konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat.
(http://lisadypragmatik.blogspot.com/2011/06/pragmatik-oleh-sidon.html).
Sebagai contoh adalah sebagai berikut:
(4) A: Jam berapa sekarang?
B: Korannya sudah datang.
Kalimat (4A) dan (4B) tidak berkaitan secara konvensional. Namun, pembicara kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang
disampaikan sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama, sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran biasa
diantarkan. Marmo Soemarmo (1994:172) menyatakan bahwa kebanyakan dari apa yang diucapkan seseorang dalam percakapan
sehari-harinya mengandung implikatur sebagai contohnya adalah percakapan dua orang yang duduk sebangku dalam bus kota sebagai
berikut:
Hari itu sangat panas, apalagi dengan keadaan bus yang sesak. Salah satu orang diantara keduanya (peneliti andaikan sebagai B)
mengeluarkan rokok dari sakunya dan merokok. Tidak lama kemudian muncullah percakapan seperti di bawah ini:
A: cuaca hari ini sangat panas
B: maaf . . . . . . .
Dengan mengerti implikatur yang ingin diungkapkan si A, si B memahami bahwa ujaran si A bukanlah ujaran yang memberikan
informasi bahwa “cuaca hari ini sangat panas”, melainkan sebuah permintaan agar ia tidak merokok, maka ia pun meminta maaf dan
mematikan rokoknya.
e) Jenis Implikatur
Grice, seperti diungkap oleh Thomas menyebut dua macam implikatur, yaitu:
1) Implikatur Konvensional
Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika, ujaran yang mengandung implikatur jenis ini,
seperti diungkap oleh Gunarwan (2004:14) dapat dicontohkan dengan penggunaan kata bahkan. Contoh:
(5) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya.
Contoh (5) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan.
2) Implikatur Konversasional
Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu. Contoh:
(6) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat besok.
Contoh (6) di atas merupakan implikatur konversasional yang bermakna “tidak” dan merupakan jawaban atas pertanyaan maukah
Anda menghadiri selamatan sunatan anak saya?.
(http://tulisanmakyun.blogspot.com/2011/06/linguistik pragmatik.html)
C. METODE PENELITIAN
1. Subjek dan Objek Kajian
Subjek penelitian atau populasi adalah merupakan tempat- tempat data yang diteliti ditemukan. Subjek atau populasi adalah
keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa (Subroto,1992:32).Subjek dari dari penelitian ini adalah komentator sepak bola di
Antv.
Objek penelitian atau sampel adalah sebgian dari satu populasi yang dijadikan objek penelitian langsung (Subroto,1992:32)
Sedangkan Objek dari penelitian ini adalah bentuk tuturan komentator sepak bola di Antv.
2. Teknik pemerolehan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian sangat penting. Penyediaan data merupakan upaya seorang peneliti dalam menyediakan
data yang berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993 :5).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik rekam dan catat untuk memperoleh data. Teknik rekam adalah teknik yang
dilakukan dengan perekaman yang menggunakan tape recorder tertentu sebagai alatnya. Teknik catat adalah teknik yang dilakukan
pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (Sudaryanto,1993:135)
Dalam penelitian ini, akan menggunakan teknik simak catat. Jadi dalam penelitian ini peneliti merekam percakapan komentator sepak
bola di Antv. Setelah diadakan perekaman, menyimak tuturan-tuturan tersebut dan mentranskripsikannya dalam kartu data. Tujuan
pentranskripsian ini adalah agar peneliti mudah mengamati data- data yang nantinya akan dianalisis.
3. Teknik analisis data
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka setelah data diklasifikasikan, peneliti menganalisis data dengan metode padan.
Menurut Sudaryanto (1993:13-14), metode padan merupakan analisis data yang memiliki alat penentu di luar bahasa, terlepas, dan
tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik referensial dan teknik
prakmatis. Teknik referensial digunakan untuk mendeskripsikan bentuk bentuk implikatur, sedangkan teknik pragmatis digunakan
untuk menjelaskan implikasi dan mengetahui faktor yang menyebabkan pemakaian implikatur.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah televisi. Yaitu siaran sepak bola yang ditayangkan oleh Antv, kemudian
direkam dengan alat perekam. Langkah selanjutnya mencari data- data yang berhubungan dengan implikatur. Setelah data didapatkan
kemudian data dianalisis dengan teori yang sudah ada. Terakhir adalah menyimpulkan hasil penelitian.
D. JADWAL KEGIATAN
No Kegiatan Tujuan/ Minggu kePenanggung jawab
1. Penyusunan draf unstrumen penelitian Memperoleh draf instrumen penelitian / Peneliti 1, 2, 3
1.1 Penentuan sempel penelitian Memperoleh sempel tuturan percakapan komentator sepak bola yang akan diteliti / Peneliti 3,4
2. Sosialisasi instrumen penelitian Memperoleh unstrumen penelitian yang siap untuk dipakai / Peneliti 5,6
3. Pengumpulan data
3.1 Pemilihan informal Mencari informasi program yang akan direkam / Peneliti 7,
3.2 Perekaman data Memperoleh data dalam bentuk rekama 8, 9
3.3 Pentranskripsian data Memperoleh data yang tela ditrankripsi ke dalam implikatur percakapan./ Peneliti 10, 11, 12
4. Analisis data
4.1 Analisis bentuk tuturan implikatur bahasa. Menganalisis data dengan tori bentuk tuturan implikatur bahasa / Peneliti 13, 14, 15
4.2 Analisis implikatur bahasa Menganalisis data dengan teori implikatur bahasa / Peneliti. 16,17,18
4.3 Analisis faktor implikatur bahasa Menganalisis faktor- faktor yang menyebabkan implikatur bahasa / Peneliti 19, 20,21
5. Pelaporan Tersususnya laporan penelitian/ Peneliti. 22
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rofik. 2002. “Analisis Penggunaan Implikatur Percakapan Antara Resepsionis
dan Tamu Check in di Guest House Paradiso Surakarta”. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Brown, Gillian dan Yule, George. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Hidayah , Chotamul. 2006. “ Implikatur Percakapan dalam Pembelajaran di SD Plus
Al Firdaus Surakarta (Kajian Pragmatik)”.Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Hidayah, Chotamul, dkk. 2005. “ Analisis Implikatur Percakapan dalam Pembelajaran
DiSekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) An Nur Gemolong Sragen”. Laporan Program Penelitian Inovatif Mahasiswa Provinsi Jawa
Tengah. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Soemarmo, Marmo. 1994. PELLBA 7. Yogyakarta : Kanisius
Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitisn Linguistik Struktural. Surakarta :
Sebelas Maret Press.
Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik; Ke Arah Memahami Metode Linguistik.
Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
_________ . 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.as Maret.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi Ofset.
(http://lisadypragmatik.blogspot.com/2011/06/pragmatik-oleh-sidon.html).
(http://tulisanmakyun.blogspot.com/2011/06/linguistik pragmatik.html)
PROPOSAL PENELITIAN
IMPLIKATUR PENGGUNAAN BAHASA DALAM KOMENTATOR SEPAK BOLA DI ANTV
Disusun Oleh:
Yusuf Subekti
(08003023)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2011
Proposal Menulis Karya Ilmiah (Analisis Tindak Tutur)
Proposal
Menulis Karya Ilmiah
“Analisis Tindak Tutur dan Implikasi dalam Wacana Iklan”
Oleh:
Titis Safitri
Dosen Pembimbing:
Yulia Sri Hartati, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
PADANGPANJANG
2012

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Analisis Tindak Tutur dan Implikasi dalam Wacana Iklan”.
Proposal ini disusun sebagai tugas akhir semester V dalam mata kuliah Menulis Karya Ilmiah pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Padangpanjang.
Dalam penyusunan proposal ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Yulia Sri Hartati, M.Pd sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingan serta semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan proposal ini.
2. Muadsyah HS sebagai pengelola pustaka yang telah memberikan bantuan dalam pengerjaan proposal ini.
3. Kepada teman-teman yang telah membantu penulis dalam pengerjaan proposal.
Penulis menyadari proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata, mudah-mudahan proposal ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Padangpanjang, 21 Desember 2012

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Fokus Masalah
C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian

BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teori
1. Pengertian Bahasa
2. Jenis Bahasa
3. Fungsi Bahasa
4. Pengertian Pragmatik
5. Pengertian Implikatur
B. Kerangka Konseptual
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian
B. Sumber Data
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
D. Teknik Analisis Data
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia. Dengan bahasa
manusia dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, baik secara lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, tentu saja akan sangat sulit bagi manusia
untuk menyampaikan kemauannya, ide, pendapat, perasaan, pesan dan sebagainya.
Menurut Kridalaksaana (dalam Kencono, 1982:2-2), “Bahasa adalah system lambing bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh anggota kelompok
social untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri”.
Tindak tutur atau pragmatik adalah suatu cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yang terikat dengan konteksnya.
Pragmatik juga dapat diartikan sebagai telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsirnya. Faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi
antara lain; penutur, lawan tutur, situasi, tujuan pembicaraan, konteks, jalur, media dan peristiwa.
Didalam pragmatik dijelaskan bahwa bahasa itu tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu (lokusi), tetapi dengan bahasa seseorang
juga bias melakukan sesuatu (ilokusi) dan mempengaruhi orang lain (perlokusi).
Media untuk menyampaikan bahasa pun bermacam-macam, baik media cetak maupun elektronik. Bahasa berkaitan erat dengan media
komunikasi massa. Melalui media komunikasi massa seseorang dapat menyampaikan pesan atau informasi kepada khalayak umum, seperti
penyampaian iklan pada media cetak.
Kecanggihan media informasi dan komunikasi memberikan peluang kepada pengguna bahasa untuk menyalurkan ide atau pemikirannya, salah
satunya melalui media iklan. Iklam merupakan media yang tepat untuk berkomunikasi dengan konsumen agar produk dan jasa yang ditawarkan
diminati banyak orang. Iklan yang diterbitkan harus kreatif, menarik dan sifatnya mengajak pembaca.
Memahami bahasa adalah hal penting dalam strategi pemasaran sebuah iklan. Penelitian penyampaian bahasa sebagai pesan dalam sebuah
wacana iklan merupakan bentuk tuturan yang telah direncanakan dan mempunyai tujuan tertentu. Sukses atau tidaknya pemasaran iklan tersebut
tergantung pada bahasa yang digunakan.
Pilihan kata pada penggunaan bahasa dalam wacana iklan pasti terlebih dahulu dipikirkan baik buruknya, cocok atau tidaknya bahasa tersebut
dipakai sebelum iklan diterbitkan. Setiap iklan tentu memiliki cara penyampaian pesan yang berbeda-beda. Dan inilah menjadi ciri khusus dari
bahasa iklan tersebut. Dari cara penyampaian pesan tersebut dapat memudahkan pembaca dalam memahami maksud tuturan dalam wacana
iklan.
Salah satu media untuk menyampaikan iklan adalah koran. Koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan dan berisikan kabar
(berita) serta informasi. Didalam Koran tersebut, pembaca dapat memperoleh informasi terbaru dan terkini yang sedang menjadi topik
pembicaraan banyak orang.
Dari berbagai macam nama Koran dalam penelitian ini, penulis memilih Koran Singgalang sebagai sumber datanya. Penulis akan menggunakan
analisis tindak tutur dan implikasinya dalam wacana iklan.
Berdasarkan uraian diatas, cirri khusus dari bahasa iklan adalah cara penyampaian pesan yang berbeda-beda. Dari cara penyampaian pesan
tersebut, penulis bermaksud meneliti tentang tindak tutur dan implikasinya dalam wacana iklan. Oleh karena itu, penulis memberikan judul
penelitian dengan, “Analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan”.
B. Fokus Masalah
Berdasarkan pembahasan dari latar belakang masalah, penelitian ini difokuskan pada, “Analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan
mobil”.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus masalah diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah, “Bagaimanakah analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan
mobil?”
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah, “Menganalisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan mobil”.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, untuk mengetahui analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan mobil.
2. Pembaca, untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan mobil.
3. Guru, supaya bias menerapkan pembelajaran tentang analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan.
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Kajian Teori
1. Pengertian Bahasa
Menurut Gorys Keraf ( 1989 :1), “Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh aat ucap
manusia”. Semua orang menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Dengan adanya
bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada disekitar manusia: peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil
cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang-orang sebagai
bahan komunikasi. Komunikasi melalui bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan
sekitarnya.
Menurut Kridalaksana (dalam Agustina, 1995:1), “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota
kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri”. Batasan tersebut diperinci menjadi: bahasa adalah sebuah
sistem, bahasa merupakan sebuah sistem lambing, bahasa itu bermakna, bahasa bersifat konvensional sistem bunyi, bersifat arbitrer, produktif,
unik, universal, bahasa mempunyai variasi-variasi dan bahasa sebagai media pengidentifikasian diri.
Prof. Anderson (dalam Tarigan, 1986:2-3) mengemukakan adanya delapan prinsip dasar bahasa, yaitu: 1) bahasa adalah suatu sistem, 2) bahasa
adalah vocal, 3) bahasa tersusun dari lambing-lambang manasuka (arbitrer), 4) bahasa bersifat unik, 5) bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan,
6) bahasa adalah alat komunikasi, 7) bahasa berhubungan erat dengan budaya tempatnya berada, 8) bahasa itu berubah-rubah.
Menurut Plato (dalam http://carapedia.com/pengertian.definisi.bahasa.info 494.html), “Bahasa adalah pernyataan pikiran seseorang dengan
perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat
mulut”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi,
berinteraksi, bekerja sama dan mengidentifikasikan diri.
2. Jenis Bahasa
Dra. Agustina M.Hum (1995:4-5) mengemukakan jenis bahasa ditinjau dari segi media yang digunakan, yaitu; 1) bahasa lisan (spoken language), 2)
bahasa tulisan (written language), 3) bahasa isyarat (gesture language). Bahasa lisan adalah bahasa yang menggunakan bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia sebagai medianya. Berkomunikasi lewat bahasa lisan menghendaki para partisipannya berhadapan, baik langsung maupun tak
langsung. Bahasa tulisan adalah yang menggunakan tulisan atau lambing yang berupa huruf-huruf sebagai medianya. Bahasa tulisan berhubungan
erat dengan bahasa lisan, karena bahasa tulisan tidak akan ada kalau tidak ada bahasa lisan. Bahasa isyarat disebut juga bahasa nonverbal karena
bahasa ini tidak menggunakan bunyi dan tulisan sebagai medianya tetapi menggunakan isyarat.
3. Fungsi Bahasa
Gorys Keraf (1989 : 3-6) mengemukakan fungsi bahasa ada empat, yaitu; 1) alat untuk menyatakan ekspresi diri, 2) sebagai alat komunikasi, 3) alat
untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, 4) alat untuk mengadakan control sosial. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa
menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Sebagai
alat komunikasi, dengan adanya komunikasi seseorang dapat menyampaikan semua yang dirasakan dan dipikirkannya kepada orang lain. Bahasa
sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, seseorang mencoba menyesuaikan dirinya dengan semua orang melalui bahasa. Bila ia
dapat menyesuaikan dirinya maka ia pun dengan mudah membaurkan dirinya (integrasi) dengan segala macam tata-krama di lingkungannya.
Bahasa sebagai alat mengadakan control sosial, semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan mempergunakan
bahasa. Semua tutur dimaksudkan untuk mendapatkan tanggapan.
Halliday (dalam Agustina, 1995:8), merinci fungsi bahasa menjadi tujuh jenis. Ketujuh jenis tersebut adalah: 1) fungsi instrumental, untuk
menghasilkan tindakan-tindakan komunikatif dalam kondisi tertentu, 2) fungsi regulasi, untuk mengatur orang lain, 3) fungsi representasional,
untuk menjelaskan fakta dan pengetahuan, 4) fungsi interaksional, untuk memantapkan ketahanan dan kelangsungan komunikasi sosial, 5) fungsi
personal, untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam, 6) fungsi heuristik, untuk memperoleh dan
mempelajari ilmu pengetahuan, 7) fungsi imajinatif, untuk melayani penciptaan gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif.
4. Pengertian Pragmatik
Menurut George (dalam Tarigan, 1986:32), “Pragmatik adalah telaah mengenai keseluruhan perilaku insan, terutama sekali dalam hubungannya
dengan tanda-tanda dan lambang-lambang”. Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insane berperilaku dalam keseluruhan situasi pemberian
tanda dan penerimaan tanda.
Menurut Levinson (dalam Tarigan, 1986:33), “ Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi
suatu laporan pemahaman bahasa atau telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan
konteks-konteks secara tepat”.
Menurut Charles Morris (dalam Tarigan, 1986:33), “ Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan para penafsirnya.” Teori
pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan para penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda
kalimat suatu proposi (rencana atau masalah).
Selanjutnya, menurut Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan (1986:33), “Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam
teori semantik”. Jadi, dapat dikatakan pragmatik memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh
referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pragmatk adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yang terikat
dengan konteksnya.
5. Pengertian Implikatur
Menurut Grice (dalam Wijana, 1996: 37-39) dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation mengemukakan bahwa tuturan dapat
mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian daari tuturan bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur
(implicature). Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan
konsekuensi mutlak.
Menurut Agustina (1995: 54), “Konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan
apa yang diimplikasi”. Konsep implikatur percakapan ini diajukan Grice untuk menanggulangi makna bahasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh
teori semantic biasa. Konsep implikatur dapat memberikan suatu penjelasan yang eksplisit tentang kemungkinan apa yang diucapkan secara
lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud dan pemakai bahasa itu mengerti atau dapat menangkap pesan yang dimaksud dalam ungkapannya.
Selanjutnya, dapat dilihat dari contoh wacana iklan: “Pesta Ertiga 2012, dengan hadiah menarik Motor Suzuki NEX dan puluhan hadiah menarik
lainnya”. Tuturan tersebut mengimplikasikan bahwa adanya penarikan undian berhadiah. Didalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan
mitra tutur dapat secara lancer berkomunikasi karena mereka berdua memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang
dipertuturkan itu. Diantara penutur dan lawan tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu
saling dimengerti. Jadi, dapat dikatakan implikasi itu merupakan maksud dan tanggapan dari apa yang dituturkan.
B. Kerangka Konseptual
Pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yang terikat dengan konteksnya. Pragmatik juga dapat diartikan
sebagai telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsirnya.
Konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasi.
ANALISIS
IMPLIKATUR
PRAGMATIK
FUNGSI BAHASA
JENIS BAHASA
BAHASA
KEBAHASAAN
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Moleong (1998: 2), “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan kata-kata
atau lisan objek yang diamati”. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk menjelaskan kondisi suatu sistem
pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang.
Menurut Nazir (2005: 54), “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set
kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Menurut Bagdan dan Taylor (dalam Moleong, 1998: 21), “Penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati”.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan yang terdapat dalam wacana iklan. Wacana yang terdapat dalam Koran Singgalang, berupa
wacana iklan mobil.
Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak. Menurut Mahsun (2005:90), “Metode simak adalah metode yang
digunakan untuk menyimak penggunaan bahasa”. Menyimak di sini bukan hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga
penggunaan bahasa secara tertulis.
Di dalam penggunaan secara tertulis harus dilakukan dengan menggunakan teknik cata yaitu mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi
penelitiannya dari penggunaan bahasa secara tertulis. Teknik tersebut dapat digunakan pada penelitian penggunaan bahasa secara tertulis. Jadi,
wacana iklan mobil “Ertiga” yang diteliti merupakan penggunaan bahasa tertulis.
Data Analisis Tindak Tutur dan Implikasi dalam Wacana Mobil
No
Tuturan
Implikasi
1.
2.
3.
Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah teknik pilah. Teknik pilah merupakan teknik yang digunakan dalam menentukan
identitas objek sasaran penelitian yang berupa satuan lingual. Unsur penentu dalam penganalisisan data yaitu daya pilah pragmatis, yang alat
penentunya berasal dari mitra tutur yang mendengarkan tuturan tersebut.
Daya pilah pragmatis dilakukan dengan memilah-milah satuan lingual menjadi tuturan dalam suatu percakapan dalam sebuah wacana.
Contoh pada wacana iklan mobil yang ada pada Koran Singgalang: “Pesta Ertiga 2012 dengan hadiah menarik motor Suzuki NEX dan puluhan
hadiah menarik lainnya”. Tuturan tersebut mengimplikasikan bahwa adanya penarikan undian berhadiah. Dapat juga mengimplikasikan bahwa
pelangan yang mengikuti pesta Ertiga akan mendapatkan hadiah.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina. 1995. Pragmatik Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Padang: IKIP Padang Press.
Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Fajar Interprata Offset.
Moleong, Lexy. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Plato. 2010. “Definisi Bahasa”. http://carapedia.com/pengertian.definisi.bahasa.info494.html.
Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa Bandung.
Wijana, I Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Wacana Kampanye

Diakses 6 Desember 2012.

WACANA KAMPANYE POLITIK PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA MEDAN, PERIODE 2010-2015
Oleh : Lidia Sianturi 06
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer digunakan oleh masyarakat untuk berhubungan dan bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri (Harimurti Kridalaksana, 1994:24). Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam interaksi manusia.
Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaaan dan pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa
manusia akan lumpuh dalam komunikasi maupun interaksi antara individu maupun kelompok. Dengan demikian, manusia tidak dapat terlepas dari
bahasa karena pentingnya fungsi bahasa dalam kehidupannya.
Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang informasi yang dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung.
Oleh karena itu, setiap manusia harus memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya
sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut harus dipahami. Kegiatan
semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik. Pragmatik merupakan subdisiplin linguistik interdisipliner yang tidak hanya
terbatas pada kerangka teori saja namun merupakan ilmu yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Pragmatik cenderung mengkaji fungsi
ujaran atau fungsi bahasa daripada bentuk atau strukturnya. Dengan kata lain, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke arah
formalisme. Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik
secara lisan maupun tulisan yang berwujud tuturan.
Dalam kajian ilmu pragmatik juga dibahas tentang implikatur. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah implikatur dalam wacana
kampanye politik. Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Dilihat
dari sudut pandang pragmatik, dalam kampanye politik banyak implikatur di balik janji-janji yang disampaikan kepada rakyat. Pada dasarnya
wacana kampanye politik ini lekat dengan situasi politik partai yang terkait dengan dukung- mendukung. Hal ini dijumpai ketika adanya pemilihan
umum baik pemilihan presiden dan wakilnya, calon legislatif, dan pemilihan umum kepala daerah. Tahun 2010 memiliki arti penting bagi seluruh
masyarakat Medan karena tahun tersebut diadakan pemilihan umum calon walikota dan wakil walikota yang diadakan tanggal 9 Juli 2010 yang
diawali dengan kampanye yang sangat menarik. Nama-nama pasangan calon Walikota dan wakil Walikota Medan yang terpilih adalah: no. urut 1
pasangan Dr. H. Sjahrial R. Anas-Drs. H. Yahya Sumardi. No. urut 2 pasangan Sigit Pramono Asri, S.E.-Ir. Hj. Nurlisa Ginting, M.Sc. No. urut 3
pasangan Indra Sakti Harahap, S.T., M.Sc.-Dr. Delyuzar, S.P., PA(K). No. urut 4 pasangan H. Bahdin Nur Tanjung, S.E., M.M.-Drs. H. Kasim Siyo. No.
urut 5 pasangan Drs. H. Joko Susilo-Amir Mirza Hutagalung, S.E. No. urut 6 pasangan H. Rahudman Harahap-H. Djulmi Eldin. No. urut 7 pasangan
Prof. Dr. H.M. Arif Nasution, M.A.-H. Supratikno W.S., S.E. No. urut 8 pasangan Ir. H. Maulana Pohan, M.M.-H. Ahmad Arif, S.E.,M.M. No. urut 9
pasangan H. Ajib Shah-Dr. Ir. Binsar Situmorang, M.Si. No. urut 10 pasangan dr. Sofyan Tan-Nelly Armayanti, S.P., M.Sp.
Perubahan sistem pemilihan yang ditetapkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi yang berbasis pada perolehan suara telah membuat para caleg
mengubah strategi. Sistem perolehan suara terbanyak mau tidak mau membawa atmosfer kompetisi yang semakin ketat. Tidak hanya dengan
partai lawan, tetapi juga dengan rekan separtai kekuatan figur menjadi sangat penting. Salah satu cara memperkenalkan figur tersebut melalui
berbagai atribut kampanye yang dianggap simbol reprentasi calon legislatif. Meskipun tidak memberikan pengaruh signifikan, nyatanya baliho
digunakan para caleg untuk mencitrakan dirinya dengan menggunakan kata-kata atau gambar yang unik. Strategi berkomunikasi untuk
menyampaikan pesan dan menarik perhatian rakyat menjadi prioritas utama bagi para juru kampanye.
Kajian implikatur dianggap penting karena terikat konteks untuk menjelaskan maksud implisit dari tindak tutur penuturnya. Dengan demikian
praanggapan lawan tutur bermacam-macam bergantung pada referensi dan pemahaman konteks yang dimilikinya untuk membuat inferensi
terhadap implikatur dari seseorang penutur. Untuk memahami bentuk-bentuk bahasa yang implikatif perlu adanya pengkajian dan analisis yang
mendalam. Selain itu, dalam mengkaji dan menganalisis memerlukan kepekaan dengan konteks yang melingkupi peristiwa kebahasaan itu, supaya
maksud terselubung di balik wacana kampanye politik benar-benar dimengerti oleh masyarakat.
Dengan melihat secara khusus teks-teks yang digunakan dalam wacana kampanye politik saat ini, kita dapat membangun kesimpulan tentang
kedudukan bahasa dalam kampanye tersebut. Bahasa-bahasa dalam wacana kampanye politik tersebut berdiri sebagai sesuatu yang harus dibaca
dan dilihat. Kata-kata tersebut memberi kita ide dan visi baru yang mempengaruhi cara berpikir kita. Untuk dapat mempengaruhi pembaca,
wacana kampanye politik biasanya ditampilkan dengan suatu gaya pengungkapan yang khas. Kekhasan dari wacana kampanye itu sangat menarik.
Dalam memahami implikatur dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015 ini,
pembaca sangat terbantu dengan adanya ilustrasi gambar dengan berbagai karakter , ukuran dan penguatan kata-kata. Kedudukan gambar cukup
penting dalam menarik perhatian khalayak karena lebih mudah diingat daripada kata-kata yang mempunyai banyak maksud yang bisa digali
didalamnya. Dan salah satu kekhasan gambar adalah sebagai alat ungkap pesan secara visual menawarkan kesempatan luas untuk didayagunakan
sebagai alat memperjelas pesan, mudah dimengerti, menarik perhatian dalam rangka mengajak sesuatu maksud atau gagasan kepada khalayak.
Dengan demikian, aspek desain komunikasi visual dalam rangkaian wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan
periode 2010-2015 merupakan upaya persuasif bersifat mengajak, menginformasikan, menegaskan, dan menyuruh atau memerintah. Sedangkan
tujuannya adalah untuk mempengaruhi pembaca, merangsang perhatian, menimbulkan tindakan, merangsang tindakan, supaya memilih sesuai
dengan kehendak khalayak.
Grice (1967 dalam Soemarmo, 1988:170) mengemukakan bahwa untuk dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien diperlukan kaidah
penggunaan bahasa. Kaidah ini terdiri dari 2 pokok, yaitu: (1) prinsip koperatif yang menyatakan “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya
percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” (2) empat maksim percakapan yang terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas,
maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Beliau juga menyatakan, apabila salah satu dari empat maksim tersebut tidak dipatuhi berarti
sipembaca bermaksud menyatakan sesuatu dibalik yang diucapkannya. Dengan demikian, ucapan tersebut mempunyai implikatur karena
mempunyai maksud dibalik ucapan itu (Lubis, 1993: 74)
Wacana kampanye politik ini jelas mengandung implikatur dan hal ini sangat menarik. Untuk menemukan implikatur yang terdapat pada suatu
ujaran dibutuhkan kaidah pertuturan. Kaidah tersebut terdiri dari: (1) penentuan makna dasar dari ucapan itu, (2) penentuan implikaturnya yang
terdiri dari penganutan prinsip kooperatifnya, nilai evaluatifnya dan kemungkinan kesimpulannya (Siregar, 1997:39)
Bentuk wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015 pada media luar ruang seperti baliho
juga tidak terlepas dari tindak tutur. Dalam menelaah implikatur harus benar-benar disadari pentingnya konteks ucapan tuturan. Tuturan wacana
kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010-2015 memiliki keunikan tersendiri dan sangat menarik untuk
diteliti karena banyak pesan-pesan yang dapat diungkapkan di dalamnya. Dengan alasan inilah peneliti tertarik untuk mengangkat “Implikatur
dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010-2015” sebagai judul penelitian.
1.2 Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Implikatur apa sajakah yang terdapat dalam wacana kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010-2015?
2. Tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010-2015?
1.2.1
Batasan Masalah
Suatu penelitian harus dibatasi supaya terarah dan tujuannya tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis pragmatik yang meliputi
implikatur dan tindak tutur yang terdapat dalam wacana kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010-2015.
Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah wacana kampanye politik yang penulis batasi hanya pada media cetak khususnya baliho.
Sedangkan data yang digunakan untuk analisis, penulis batasi mulai rangkaian periode yaitu tahun 2010.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menentukan implikatur yang terdapat dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan wakil Walikota Medan, periode 20102015.
2. Menentukan dan menganalisis jenis-jenis tindak tutur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan
periode 2010-2015.
1.4 Manfaat
Penelitian ini memiliki manfaat baik untuk diri peneliti sendiri maupun orang lain, adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian
ini adalah :
1. Memberikan pengalaman tersendiri bagi peneliti dengan mengetahui implikatur dalam wacana kampanye politik pemilihan calon
Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 – 2015.
2. Menambah sumber bacaan, memperkaya ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan kepada peneliti-peneliti
lainnya yang ingin menganalisis tentang implikatur dalam sebuah wacana kampanye politik.
3. Memberikan sumbangan pikiran untuk pengajaran Pragmatik Indonesia, khususnya bidang implikatur dalam sebuah wacana kampanye
politik.
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah: 1 rancangan atau buram surat, dsb. 2 ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret: satu istilah dapat
mengandung dua – yang berbeda; 3 gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi
untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 1988:546).
Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini diperlukan beberapa konsep, yaitu konsep implikatur dan konsep wacana
kampanye politik.
2.1.1 Konsep Implikatur
Implikatur merupakan satu kajian bidang ilmu Pragmatik. Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda
dengan yang sebenarnya diucapkan atau dengan kata lain tuturan yang disampaikan itu dicakup dalam dua bagian yaitu apa yang disampaikan
(makna dasar) dan apa yang diimplikasikan (makna lain/implikaturnya).
2.1.2 Konsep Wacana Kampanye Politik
Wacana adalah kesatuan tutur yang merupakan; satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh
seperti novel, buku, artikel, pidato atau kotbah (Alwi, dkk. 2003:1265). Wacana merupakan penggunan bahasa dalam komunikasi baik lisan
maupun tulisan (Yule, 1996:143). Wacana yang dimaksud adalah satu kesatuan semantik bukan kesatuan gramatikal. Kesatuannya dilihat dari
kesatuan maknanya bukan dari bentuknya (morfem, klausa, kata atau kalimat).
Kampanye politik merupakan proses menyampaikan pesan-pesan politik yang salah satu fungsinya memberikan pendidikan politik bagi
masyarakat. Setiap partai politik selalu berusaha menemukan cara-cara paling efektif untuk merekrut massa sebanyak-banyaknya. Salah satu cara
merekrut massa tersebut adalah melalui pesan-pesan politik dari para kandidat. Pesan-pesan tersebut semakin bervariasi baik bentuknya maupun
media yang digunakan. Media iklanlah yang paling banyak dipilih oleh para kandidat. Media iklan tersebut diantaranya media cetak, media
elektronik, dan media luar ruang seperti baliho, spanduk, poster, dll. Cara memperkenalkan figur tersebut melalui berbagai atribut kampanye yang
dianggap sebagai simbol reprentasi caleg dengan menggunakan kata-kata atau gambar yang unik untuk menarik perhatian masyarakat.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pragmatik
Menurut Yule, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki sipenutur (dalam Cahyono,
1955:213). Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan, implikatur, inferensi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur
wacana (Levinson, 1983 dalam Soemarmo, 1988:169).
Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada implikatur tindak tutur yang merupakan bagian dari
suatu tuturan, dan konteks yang mempunyai peranan penting dalam situasi tuturan.
2.2.2 Implikatur
Menurut Gunpers (dalam Lubis, 1991:68), inferensi (implikatur) adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks.
Selalu benar apa yang dimaksud oleh sipembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh sipendengar sehingga terkadang jawaban si
pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat yang lain supaya
dapat ditanggapi oleh si pendengar
Hal yang memungkinkan berlangsungnya situasi percakapan seperti di atas dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik umum yang menurut
H. Paul grice (1967 dalam Soemarmo, 1988:171) disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup peraturan tentang bagaimana
percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Kaidah ini terdiri dari 2 pokok, yaitu: (1) prinsip koperatif yang menyatakan “katakan apa
yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” (2) empat maksim percakapan yang terdiri
dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan.
Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Konstribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan
pada bukti-bukti yang memadai. Misalnya seorang harus mengatakan bahwa Indonesia adalah ibukota Jakarta, bukan kota-kota yang lain kecuali
kalau benar-benar tidak tahu. Akan tetapi, bila terjadi hal yang sebaliknya, tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa terjadi.
Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan
bicaranya.
Contoh:
(4) Tetangga saya hamil
(5) Tetangga saya yang perempuan hamil
Ujaran (4) di atas lebih ringkas, juga tidak menyimpang nilai kebenaran (truth value). Setiap orang tentu mengetahui bahwa wanitalah yang
mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang perempuan dalam tuturan (5) sifatnya berlebihan. Kata hamil dalam (4) sudah menyarankan
tuturan itu. Kehadiran yang perempuan dalam (5) justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas. Hal ini bertentangan dengan maksim kuantitas.
Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan konstribusi yang relevansi dengan masalah pembicaraan.
Contoh:
(6) + Ani, ada telepon untuk kamu.
- Saya lagi di belakang, Bu!
Jawaban (-) pada (6) di atas sipintas tidak berhubungan, tetapi bila diamati, hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban (-) pada (6)
mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu. Fenomena (6) mengisyaratkan bahwa fenomena relevansi tindak ucap
peserta konstribusinya tidak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi memungkinkan pula pada apa yang diimplikasikan ujaran itu
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak takabur, tidak taksa, dan tidak belebihan
serta runtut.
Contoh:
(7) + let’s stop and get something to eat!
- Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S!
Dalam (7) tokoh (-) menjawab ajakan (+) secara langsung, yakni dengan mengeja satu per satu kata Mc Donalds penyimpangan ini dilakukan
karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya.
Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaraanya mengikuti dasar-dasar atau
maksim di atas. Apabila terdapat tanda-tanda bahwa salah satu dasar atau maksim tersebut tidak diikuti, maka ucapan itu mempunyai implikatur
(Siregar 1997:30)
Contoh:
A. Nasinya sudah masak. Implikaturnya adalah silakan dimakan.
B. Saya punya sepeda. Implikaturnya adalah sepeda saya boleh Anda pakai.
Kalimat-kalimat di atas mempunyai implikatur karena keduanya tidak sesuai dengan maksim kuantitas (sesuatu yang jelas masih
dinyatakan). Jadi, pendengarnya harus memutuskan bahwa ada makna lain dibalik ucapan itu. Dan karena disetiap percakapan kita harus
menganggap bahwa prinsip kooperatifnya selalu diikuti, maka tugas pendengarnya adalah menetapkan atau mengolah ucapan itu untuk
menentukan makna dibaliknya dengan mempergunakan kaidah-kaidah yang ada
2.2.3 Tindak Tutur
Menurut Searle, dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang,
kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku atau tindak
tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari
komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula
berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah (dalam Rani, 2004:158)
Teori tindak tutur dikemukakan oleh John R. Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language. Ia
membagi praktik penggunaan bahasa menjadi tiga macam tindak tutur, yaitu:
1. Tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’
atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. Dalam tindak ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan sipenutur, tetapi
bermaksud untuk memberi tahu petutur (dalam Lubis, 1991:9)
Contoh: Saya lapar, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama tunggal (sipenutur), dan lapar mengacu ke ‘perut yang kosong dan perlu
diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta makanan.
2. Tindak ‘ilokusi’ yaitu tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Pada tindak tutur ini, penutur mengucapkan kalimat
bukan dimaksudkan untuk memberi tahu penutur saja, tetapi ada keinginan petutur melakukan tindakan.
Contoh: Saya lapar yang maksudnya adalah meminta makanan merupakan suatu tindak ilokusi. Begitu juga kalimat “ Saya mohon bantuan Anda”
bukan hanya suatu pernyataan saja, tetapi maksudnya adalah si penutur benar-benar meminta bantuan.
3. Tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan
kalimat itu (Nababan, 1989:18, dalam Lubis, 1993:9)
Contoh: darikalimat Saya lapar yang dituturkan oleh sipenutur menimbulkan efek kepada pendengar yaitu dengan memberikan atau menawarkan
makanan kepada penutur.
Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan “predikasi”, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi
dengan ‘akibat suatu ungkapan’. Atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu, ilokusi
sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan lain-lain. Perlokusi adalah hasil dari ucapan
tersebut terhadap pendengarnya
Kalimat: Nilai raportmu bagus sekali!
Dari segi lokusi, ini hanya sebuah pernyataan bahwa nilai raport itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, dapat berupa pujian atau ejekan. Pujian
kalau nilai raportnya memang bagus, dan ejekan kalau nilainya tidak bagus. Dari segi perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih
(muram) dan sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih.
Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan, tetapi mengharuskan si pedengar mengolahnya sehingga makna
yang sebenarnya dapat ditentukannya.
Jadi, kalimat: nilai raportmu bagus sekali bermakna dasar sebuah raport bernilai bagus. Prinsip kooperatifnya di sini dijalankan karena
sipembicara menyatakan sesuai dengan tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan sebagai berikut: si pembicara menyatakan
sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna dibalik ujaran tersebut.
Dalam hal ini, konteks dan penuturnya memegang peranan untuk menyatakan nilai evaluatifnya. Jika yang menyatakan itu adalah orang
tua kepada anaknya yang menunjukkan raportnya dan air muka orang tua itu tidak jernih, maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah kekesalan.
Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai raport tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa
guru-gurunya tidak jujur atau juga mungkin hanya merasa sedih atau mungkin juga dapat menangis, atau ia menyatakan akan berusaha sekuat
mungkin. Dan inilah nilai perlokusi.
Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni:
1. Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat,
melaporkan.
2. Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah,
memohon, menuntut, memberi nasihat
3. Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan.
4. Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam
ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa
dan sebagainya.
5. Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi
nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya.
2.2.4 Konteks
Konteks berasal dari bahasa latin ‘contexere’ yang berarti ‘menjalin bersama’. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar
belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan dirinya, yang terjalin bersama.
Hymes (1972, dalam Chaer, 1995:62), sorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan
komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah:
1. S (Setting and Scane).
2. P (Participants).
3. E (Ends), merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
4. A (Act sguence), mengacu kepada bentuk ujaran dan isi ujaran.
5. K (Keys), mengacu pada nada, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau.
6. I (Instrumentalities),
7. N (Norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur.
8. G (Genres), mengacu pada jenis penyampaian.
Setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, sedangkan scane mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi
psikologis pembicaraan. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara
di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang
perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita boleh berbicara keras-keras, tetapi di
ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.
Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan
penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi dalam khotbah di mesjid,
Khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa
yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda apabila berbicara dengan orang tua atau
gurunya bila dibandingkan kalau ia berbicara dengan teman sebayanya.
Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan
suatu kasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan
terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam
peristiwa tutur di ruang kajian linguistik, dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya, namun
mungkin ada diantara para mahasiswa datang hanya untuk memandang wajah ibu dosen yang cantik itu.
Act Sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana
penggunaannya, dan apa hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan
biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.
Keys mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat,
dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat.
Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon.
Instrumentatalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek atau register.
Norms of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara
berinterupsi, bertanya dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa dan sebagainya.
2.3 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Adapun sumber
tersebut adalah seperti berikut.
Wijana (2001) meneliti implikatur dalam wacana pojok. Dia menyimpulkan tentang fakta bahwa sebuah tuturan khususnya tuturan yang
diutarakan untuk maksud mengritik, mengecam, memberikan cara-cara dengan sopan, seperti halnya wacana pojok dikreasikan sedemikian rupa
dengan tuturan-tuturan yang berimplikatur. Dalam hal ini kajian pragmatik harus memberikan kepastian konteks agar semakin sempit atau
terbatas kemungkinan implikatur yang dapat ditimbulkan oleh sebuah tuturan.
Dewana (2001), dalam skripsinya Pasangan Bersesuaian dalam Wacana Persidangan (Analisis Implikatur Percakapan). Dia menyimpulkan
tentang penerapan prinsip kerja sama serta empat maksim percakapan pasangaan bersesuaian yang terdapat pada analisis implikatur percakapan
dalam wacana persidangan adalah pola panggilan-jawaban, pola permintaan pemersilahan-penerimaan, pola permintaan informasi-pemberian,
pola penawaran-penerimaan, pola penawaran-penolakan.
Anina (2006) meneliti tentang implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa wacana
humor berbahasa Indonesia memilki karakteristik wujud lingual implikatur percakapan seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif. Selain itu,
implikasi pragmatis implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia memiliki fungsi menghibur, menyindir, memerintah, dan
mengejek.
Dari uraian di atas, penelitian terhadap implikatur dalam wacana khususnya wacana kampanye politik masih sedikit. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini akan diteliti bagaimana bentuk implikatur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota Medan periode 2010-2015 dan pesan-pesan apa yang tersirat dibalik konteks yang dituturkan.
Diposkan oleh HUT_DO_PI di 03.26
http://hutdopi08.blogspot.com/2013/06/wacana-kampanye.html
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

IMPLIKATUR DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI KOPERASI SISWA SMA N 2 LUBUK BASUNG
BAB I
PENDAHULUAN
1.

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari proses komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk mempermudah
manusia menyelesaikan pekerjaan mereka. Proses komunikasi tersebut dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal. Pada
komunikasi verbal, tuturan merupakan hal terpenting saat proses komunikasi terjadi. Hal ini dikarenakan, tuturan merupakan tindak
praktek sosio-budaya yang tidak hanya memiliki makna literal, tetapi juga makna nonliteral. Salah satu contoh dari proses komunikasi
verbal tersebut adalah dalam transaksi jual beli.
Dalam transaksi jual beli, komunikasi yang baik akan menghasilkan transaksi yang baik pula. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemahaman
yang sama akan makna tuturan baik dari sang pembeli maupun dari pihak penjual sendiri. Untuk memahami makna literal maupun
nonliteral dalam transaksi jual beli, diperlukan penjelasan fungsional, eksplisit, dan kontekstual yang lazimnya tidak terjangkau oleh
penjelasan linguistik formal. Salah satu cara untuk memahami makna tuturan tersebut adalah dengan memahami implikatur dari
tuturan itu sendiri.
Implikatur merupakan subkajian dalam pragmatik yang mengkaji makna di balik sebuah tuturan. Implikatur merupakan bagian dari
tindak tutur dalam sebuah peristiwa tutur yang memiliki keragaman fungsi dalam berbagai konteks. Implikatur merupakan produk
sosio-budaya penutur, sehingga implikatur memiliki kekhasan tersendiri yang menuntut penjelasan fungsional, eksplisit, dan
kontekstual.
Kenyataannya dengan banyaknya ragam tuturan, salah maksud tutur merupakan masalah bertutur yang tidak dapat dihindari antara
penutur (Pn) dan mitra tutur (Mt). Apabila tidak ada kesamaan pemahaman akan implikatur saat peristiwa tutur terjadi, maka dapat
terjadi salah maksud tutur antara Pn dan Mt.
Sebagai contoh, dalam transaksi jual beli di Koperasi siswa SMA N 2 Lubuk Basung. Interaksi antara siswa dengan petugas koperasi
dalam sebuah transaksi juga memiliki berbagai fungsi komunikasi dan tujuan, misalnya menyampaikan informasi, meminta informasi,
menyuruh, mengajak, memuji, dan menolak. Interaksi antara siswa dan petugas koperasi dalam sebuah transaksi hendaknya berjalan
dengan baik agar tidak terjadi salah maksud tutur. Contohnya, seorang siswa bermaksud untuk bergurau dengan bertutur „kuenya kok
mahal-mahal?.‟ Meskipun siswa tersebut hanya bermaksud untuk bergurau, namun apabila tidak adanya kesamaan pemahaman
makna tuturan, maka petugas koperasi tersebut dapat menganggap tuturan si siswa sebagai sebuah penghinaan. Hal ini diakibatkan
adanya kendala tujuan ketika melakukan transaksi, yaitu penutur memiliki tujuan yang berbeda dengan mitra tutur, serta tidak adanya
kerja sama yang baik antara siswa sebagai Pn dan petugas koperasi sebagai Mt. Selain itu, kendala situasi dan kondisi Mt pada saat
terjadi interaksi antara siswa denan petugas koperasi juga dapat mempengaruhi perbedaan maksud tersebut.
Perlu adanya sebuah kajian implikatur dalam memahami makna tuturan pada transaksi jual beli untuk mencegah kesalahan-kesalahan
maksud tutur. Atas dasar hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti implikatur dalam transaksi jual beli di koperasi siswa SMA N 2
Lubuk Basung.
1.

B.

Fokus Masalah

Dari latar belakang di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah implikatur dalam transaksi jual beli di koperasi SMA N 2
Lubuk Basung.
1.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dan agar permasalahan yang dibahas tidak meluas, maka masalah penelitian ini akan dibatasi pada
implikatur dalam transaksi jual beli di koperasi SMA N 2 Lubuk Basung, beserta implikasi pragmatisnya. Implikatur di luar transaksi
jual beli tidak diteliti dalam penelitian ini.
1.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, fokus masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam
pertanyaan berikut, yaitu “Bagaimanakah Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung?”
1.

E.

Pertanyaan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka disusun pertanyaan penelitian berupa:
1.
2.
1.

Bagaimanakah Wujud Tuturan Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung?
Bagaimanakah Implikasi Pragmatis Wujud Tuturan Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung?
F. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini, yaitu:
1.
2.

Mendeskripsikan Wujud Tuturan Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung?
Mendeskripsikan Implikasi Pragmatis Wujud Tuturan Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk
Basung?
1.

G. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai bentuk implikatur dalam transaksi jual beli di SMA N 2 Lubuk Basung ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak berikut:
1.
2.
3.

Bagi guru bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru bahasa Indonesia sebagai salah satu alternasi
bahan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran memahami maksud sebuah tuturan.
Bagi peneliti lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perbandingan untuk melanjutkan penelitian yang lebih mendalam
tentang implikatur
Bagi peneliti sendiri, penelitian ini berguna untuk menerapkan ilmu serta sebagai syarat mata kuliah Metode Penelitian Kebahasaan.

BAB II
KAJIAN TEORI
1.

A. Kajian Teoritis

Relevansi antara asumsi penelitian dengan kenyataan di lapangan membutuhkan teori-teori. Berkaitan dengan masalah penelitian,
teori yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu: (1) tindak tutur, (2) implikatur, (3) penafsiran wujud tutur, maksud, dan konteks.
1.

1.

Tindak Tutur

Austin (1962) (dalam Gunarwan, 1994:45) membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu (1) tindak lokusioner
atau lokusi, (2) tindak ilokusioner atau ilokusi, dan (3) tindak perlokusioner atau perlokusi. Tindak lokusioner adalah tindak tutur
untuk menyatakan sesuatu. Tindak lokusinoner merupakan tindak tutur yang relatif mudah untuk diidentifikasikan karena
pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan dalam situasi tutur. Jadi, lokusi suatu kalimat
adalah makna dasar dan referensi dalam kalimat tersebut. Tindak ilokusioner adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan
melakukan sesuatu. Tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasikan karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan
lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian, tindak ilokusi merupakan bagian sentral
untuk memahami tindak tutur. Tindak perlokusioner adalah tindak tutur yang mengacu kepada efek yang dihasilkan penutur dengan
mengatakan sesuatu.
Scarle (yang dikutip oleh Leech, 1993:164) membagi tindak tutur berdasarkan garis ilokusinya menjadi lima kategori, yaitu: (a)
representatif, (b) direktif, (c) komisif, (d) ekspesif, dan (e) deklarasi. Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat
penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya, seperti melaporkan, menyatakan, menunjukkan, dan menyebutkan. Tindak
tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan
dalam ujaran itu, seperti menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur
yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu, seperti
memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, dan mengeluh. Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya
untuk melakukan apa yang disebutkan dalam uajrannya, seperti berjanji, bersumpah, dan mengancam. Tindak tutur deklarasi yaitu
tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru, seperti
memutuskan, membatalkan, mengizinkan, dan memberi maaf.
1.

2.

Implikatur

Grice (yang dikutip oleh Wijana, 1996:37) mengatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan
merupakan bagian dari tuturan bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur. Manaf (2005:1) menjelaskan
siratan makna adalah maksud penutur yang tidak dinyatakan (secara eksplisit) oleh penutur, tetapi dikomunikasikan di dalam
percakapan. Siratan makna yang dikemukakan Manaf ini sama dengan pengertian implikatur yang dikemukakan Grice. Lebih jauh,
Grice mengelompokkan implikatur menjadi dua, yaitu implikatur konvensional dan implikatur nonkonvensional (percakapan).
Implikatur konvensional dapat ditangkap dengan memahami makna gramatikal kata-kata di dalam sebuah tuturan. Sebaliknya,
implikatur percakapan hanya dapat ditangkap hanya jika sebuah tuturan dihubungkan dengan sebuah konteksnya. Implikatur
konvensional dapat ditemukan di dalam tuturan berikut ini.
(1) Hanya Doni yang selamat dalam kecelakaan bus kemarin.
Dengan melihat makna gramatikal, terutama pada kata hanya dapat diinferensikan bahwa implikatur konvensional dari tuturan
tersebut adalah „tidak ada penumpang lain dalam bus it yang selamat saat kecelekaan terjadi.‟
(2) Ujian sudah dekat
Tuturan di atas sebagai jawaban atas pertanyaan kenapa tidak mau pergi bermain bersama kami? Dan mengandung implikatur bahwa
„penutur menolak untuk bermain bersama temannya.‟ Implikatur percakapan tuturan (2) diinferensikan dengan menghubungkan
tuturan dengan konteks saat tuturan itu dituturkan. Jadi, implikatur percakapan merupakan ujaran yang menyiratkan sesuatu yang
berbeda antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasikan berdasarkan konteks yang diketahui oleh pembicara dan
pendengar. Nababan (1987:28) mengatakan bahwa konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan antara apa yang
diucapkan dengan apa yang diimplikasikan.
Levinson (1983) melihat kegunaan konsep implikatur itu terdiri atas empat, yaitu:
(1) dapat menjelaskan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik, (2) dapat
memberikan suatu penjelasan yang tegas/eksplisit tentang bagaimana kemungkinan bahwa apa yang diucapkannya secara lahiriah
berbeda dengan apa yang dimaksud dan bahwa pemakai bahasa itu mengerti pesan yang dimaksud, (3) dapat menyederhanakan
pemerian semantik dari perbedaan hubungna antar klausa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata-kata dengan struktur
yang sama, (4) dapat menerangkan berbagai fakta/gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan dari/atau berlawanan (dalam
Nababan: 1987:28-30).
Agar implikatur percakapan mencapai hasil yang baik inferensi harus dipandu oleh seperangkat asumsi. Menurut Grice (1975) ,
perangkat asumsi ini terdiri atas empat aturan percakapan yang dikenal dengan Prinsip Kerjasama (Cooperative Principle). Keempat
aturan percakapan itu, yaitu (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas, (3) maksim hubungan, dan (4) maksim cara. Maksim kualitas
berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan, oleh karena itu: (a) jangan menuturkan sesuatu yang anda yakini tidak
benar, (b) jangan menuturkan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan. Maksim kuantitas berhubungan dengan jumlah
informasi yang diberikan, oleh karena itu: (a) informasi yang anda berikan hendaknya seinformatif yang diperlukan, (b) jangan
memberikan informasi yang kurang atau melebihi yang dibutuhkan. Maksim hubungan berisi ketentuan yang dapat menjalin
hubungan antara makna dan bentuk pengungkapannya, oleh karena itu usahakan tindak tutur anda ada hubungan dengan maksud
anda. Maksim cara terdiri atas empat aturan, yaitu: (a) hindari pernyataan yang samar-samar atau tidak jelas, (b) hindari ketaksaan, (c)
usahakan agar tuturan ringkas, dan (d) usahakan bertutur secara teratur.
1.

3.

Penafsiran Wujud Tutur, Konteks, dan Maksud

Tuturan selalu diwujudkan dalam konteks tertentu. Konteks memegang peranan penting dalam menafsirkan makna tuturan karena
makna tuturan dapat berbeda-beda dalam konteks yang berbeda. Atau dengan kata lain, suatu tuturan dapat bermakna lain sama sekali
dati yang dimaksudkan oleh penutur (Pn) disebabkan perbedaan konteks saat tuturan berlangsung. Kemampuan menafsirkan makna
tuturan itu dalam banyak hal bergantung kepada kemampuan mitra tuturan (Mt) menghubungjan tuturan itu dengan konteks yang
melingkupinya.
Konteks tuturan dibentuk oleh berbagai unsur, seperti: penutur, mitra tutur, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat,
kode, dan saluran. Unsur-unsur itu berhubungan pula dengan unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa, antara lain
yang dikemukakan oleh Hymes (1972) yang tercakup dalam akronim SPEAKING. Kepanjangan dari SPEAKING itu sendiri adalah
setting atau scene (latar), participants (peserta tutur), ends (hasil), act sequences (urutan tindak), key (cara), instrumentalities (sarana),
norms (norma), dan genre (jenis).
Unsur-unsur Pn, Mt, dan benda atau situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) yang menjadi acuan di dalam konteks tuturan dapat
dirinci. Rincian dapat memberi keterangan bagi eksistensi dan hubungannya dengan Pn yang memperkenalkannya pada percakapan.
Rincian dalam konteks yang perlu diketahui antara lain sebagai berikut.
Pertama, konteks linguistik atau ko-teks (Brown dan Yule: 1996:99). Ko-teks suatu kata merupakan sekelompok kata lain yang
digunakan dalam frase atau kalimat yang sama. Ko-teks mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna kata yang dituturkannya.
Sebagai contoh, kata „bisa‟ sebagai homonim dalam kalimat „Ular itu memiliki bisa‟ dan „Anak itu bisa mengerjakan soal tersebut‟
memiliki makna yang berbeda. Bagaimana mengetahui makna yang terandung di dalamnya? Biasanya untuk mengetahuinya
berdasarkan konteks linguistiknya.
Kedua, konteks fisik yang melibatkan ciri-ciri yang dimiliki oleh manusia, benda, binatang secara fisik, atau cirri luar yang
menyangkut milik. Apabila ada pawang ular sedang memegang mulut ular dan mengeluarkan sesuatu dari mulut ular itu sambil
berkata „Bisanya sudah tidak berbahaya lagi‟, makna kata „bisa‟ dapat ditafsirkan melalui konteksnya.
Ketiga, situasi tutur (speech situation) dan peritiwa tutur (speech event). Situasi tutur meliputi siapa Pn, dan Mt, konteks tuturan, dan
tujuan tuturan. Suparno (1998:12) menyebutkan bahwa peristiwa tutur meliputi: percakapan, pidato, do‟a, surat, dan sebagainya.
Dalam peristiwa tutur terdapat tindak berbahasa, yaitu apa yang sedang dilakukan Pn ketika dia sedang berbahasa dalam peristiwa
berbahasa tertentu.
1.

B.

Penelitian yang Relevan

Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1.
2.

Nila Krishnawaty (2006), meneliti tentang Implikatur Dalam Dialog Pasambahan Pada Upacara Perkawinan di Nagari Alahan Panjang
Kabupaten Solok. Dalam penelitian ini ditemukan jenis tindak tutur serta ragam implikatur yang digunakan dalam upacara perkawinan.
Desi Gusma Dewi (2007), meneliti Implikatur Pasambahan Manjampuik Marapulai di Kenagarian Pauh V, Padang. Dalam penelitian ini
ditemukan bentuk-bentuk implikatur dan penggunaanya dalam upacara perkawinan.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan itu adalah dari segi objek kajiannya. Objek penelitian yang
akan dilakukan adalah tuturan dalam transaksi jual beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung yang membahas bentuk implikatur serta
implikasi pragmatis dari tuturan tesebut.
1.

C. Kerangka Konseptual

Dalam kegiatan transaksi jual beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung, siswa dan penjaga koperasi biasa menggunakan tindak tutur
dalam pelaksanaannya. Tindak tutur tersebut banyak macamnya dan mengandung banyak arti. Agar tidak terjadi kesalahan dalam
komunikasi, maka baik pelaku tutur maupun mitra tutur harus sama-sama mengetahui apa maksud dari tuturan yang diucapkan
masing-masing pihak. Apabila terjadi perbedaan pernafsiran, maka dapat terjadi perkelahian yang disebabkan salah pengertian.
Karenanya diperlukan pemahaman implikatur yang tepat pada saat tuturan itu terjadi. Oleh karena itulah, tuturan dalam transaksi jual
beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung hendaknya dikaji berdasarkan implikatur serta implikasi pragmatis dari tuturan yang
digunakan.
Bagan Kerangka Konseptual
Tuturan siswa dan penjaga koperasi dalam transaksi jual beli
Implikatur
Bentuk
implikatur
Implikasi
pragmatis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan data yang
diperoleh dari informan penelitian. Nazir (1983:63) menyebut metode deskriptif sebagai suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Selanjutnya, Kirk dan Miller (dalam Moleong, 1998:4) memaparkan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia, baik secara kawasannya maupun secara
peristilahannya.
1.

B.

Latar, Entri, dan Kehadiran Peneliti

Penelitian ini dilakukan di SMA N 2 Lubuk Basung. SMAN 2 Lubuk Basung merupakan salah satu SMA yang terletak di Kecamatan
Lubuk Basung, Kabupaten Agam. SMA N 2 Lubuk Basung dikenal sebagai sekolah unggul yang banyak menghasilkan siswa-siswa
berprestasi. Jumlah siswa di SMA N 2 Lubuk Basung kurang lebih 650 orang dengan latar belakang berbeda-beda.
Entri dalam penelitian ini adalah tuturan dalam transaksi jual beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung yang difokuskan kepada
bentuk implikatur pada tuturan dalam transaksi jual beli serta implikasi pragmatis pada tuturan dalam transaksi jual beli di Koperasi
SMA N 2 Lubuk Basung.
Peneliti adalah alumni SMA N 2 Lubuk Basung dan penduduk asli Lubuk Basung. Dalam mengumpulkan data, peneliti langsung
terjun ke lapangan dalam melakukan observasi. Selain itu, peneliti juga mencatat tuturan yang diucapkan informan dengan alat tulis
serta merekamnya dengan alat perekam.
1.

C. Informan Penelitian

Untuk mendapatkan informasi tentang penelitian ini, diperlukan beberapa informan yaitu siswa dan petugas koperasi di SMA N 2
Lubuk Basung. Menurut Moleong (1998:90), persyaratan dalam menentukan dan memilih seorang informan, yaitu: jujur, taat pada
peraturan, suka berbicara, tidak termasuk anggota salah satu kelompok yang bertentangan dengan latar belakang penelitian. Oleh
sebab itu, umur informan dibatasi 15-20 tahun. Persyaratan yang lain, informan mempunyai alat ucap yang lengkap dan sempurna,
serta dapat menyimak dengan baik. Oleh karena itu, peneliti hanya mengambil data dengan teknik observasi dengan cara mencatat
tuturan yang terjadi pada transaksi jual beli di koperasi SMA N 2 Lubuk Basung.
1.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan instrumen untuk mendapatkan data yang relevan dari siswa dan penjaga koperasi SMA N 2 Lubuk
Basung. Instrumen itu adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan lembar observasi, alat tulis, dan alat perekam.
1.

E.

Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik rekam dan catat. Teknik rekam dengan menggunakan
tape recorder digunakan sebagai alat perekam tuturan siswa dan penjaga koperasi dalam transaksi jual beli di SMA N 2 Lubuk
Basung. Teknik catat digunakan untuk melakukan pencatatan pada kertas yang telah disediakan, terutama pada bagian yang
mengandung tindak tutur. Pencatatan ini dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat tulis.
1.

F.

Teknik Analisis Data

Teknik analisi data dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) mentranskripsikan data yang telah
direkam ke dalam bentuk tulisan; (2) data yang telah ditranskripsikan kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis tindak tutur, bentuk
implikatur, serta implikasi pragmatis dari tuturan yang diucapkan; (3) melakukan analisis berdasarkan jenis tindak tutur, bentuk
implikatur, serta implikasi pragmatis dari tuturan yang diucapkan; (4) menyimpulkan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, G dan Yule G. 1996. Analisis Wacana. Terjemahan oleh I. Soetikno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Brown, Penelope and Stephen C. Levinson. 1987. Politeness. New York: University Press.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan M. D. D. Oka dari judul asli “The Principles of Pragmatics.” Jakarta:
Universitas Indonesia.
Dewi, Desi Gusma. 2007. “Implikatur Pasambahan Manjampuik Marapulai di Kenagarian Pauh V, Padang.” Skripsi. Padang: FBSS
UNP.
Khrisnawaty, Nila. 2006. “Implikatur Dalam Dialog Pasambahan Pada Upacara Perkawinan di Nagari Alahan Panjang, Kabupaten
Solok.” Skripsi. Padang: FBSS UNP.
Manaf, Ngusman Abdul. 2005. “Melacak Siratan Makna di dalam Tuturan Tidak Langsung di dalam Bahasa Indonesia.” Dalam
Seminar Nasional Bahasa Indonesia dan Pengajarannya. Padang: Universitas Negeri Padang.
Moleong, L. J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Raja Karya.
Nababan, P. W. J. 1993. Sosiolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Nasir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Suparno. 1998. Analisis Wacana, Bahan Ajar Kapita Selekta Bidang Studi. Tidak Diterbitkan. Malang: IKIP Malang.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
http://catatannyasulung.wordpress.com/2011/06/05/implikatur-dalam-transaksi-jual-beli-di-koperasi-siswa-sma-n-2-lubuk-basung/
Analisis Implikatur Iklan Djarum 76 Versi Kontes Jin
ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN IKLAN DJARUM 76 VERSI KONTES JIN
Disusun sebagai nilai Uji Kompetensi Mata Kuliah Pragmatik
Dosen Penganpu: Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum.
Oleh
Nur Hady Eko Setiawan
K 1209050
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM IKLAN
DJARUM 76 VERSI KONTES JIN
Oleh: Nur Hady Eko Setiawan
ABSTRAK
Iklan djarum 76 seringkli muncul dengan berbagai versi yang mampu menarik perhatian dan canda tawa kepada penikmat media massa.
Percakapan yang disampaikan oleh pemain-pemainnya seringkali memunculkan suatu makna atau maksud dibalik tuturan tersebut. Implikatur
percakapan sering muncul apabila seorang penikmat media massa iklan djarum76 mengetahui dan memahami perkembangan masalah publik
yang sedang hangat diperbincangkan. Kesamaan repotoar menjadi jembatan penghubung tersampaikannya implikatur dari iklan djarum 76 versi
kontes jin. Oleh karena itu, pemahaman terhadap implikatur akan memperlancar komunikasi publik pada media iklan djarum 76 versi kontes jin.
Kata kunci : kesamaan reportoar, implikatur percakapan, iklan djarum 76 versi kontes jin.
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan suatu alat yang paling utama untuk berkomunikasi antar manusia. Dengan kata lain, manusia akan sangat tergantung sekali
pada suatu bahasa dan mengingat juga bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam hal ini
tentulah antar manusia akan terjadi suatu interaksi (komunikasi) untuk berbagai tujuan.
Bahasa yang digunakan oleh manusia bukanlah bahasa yang statis, tetapi bahasa yang selalu berkembang sesuai kebutuhan manusia sebagai
penggunanya. Berbagai fenomena yang muncul di dalam kehidupan praktis akan berpengaruh besar terhadap suatu bahasa. Sering kali kaidahkaidah bahasa yang disepakati mengalami stagnasi menghadapi fenomena penggunaan bahasa pada tataran praktis.
Pengkajian suatu bahasa pada tataran struktural saja sering kali tidak menghasilkan suatu kajian yang maksimal. Kondisi praktis penggunaan
bahasa sering kali keluar dari kaidah-kaidah struktural, tetapi proses komunikasi yang terjadi tidak menemui suatu kendala dan justru
menghasilkan suatu komunikasi yang lebih efektif dan efisien. Hal itulah yang mendorong suatu kajian terhadap suatu bahasa tidak hanya dari
sudut pandang struktural saja, melainkan harus dikaitkan dengan aspek-aspek di luar struktur bahasa.
Salah satu kajian bahasa yang mampu mengakomodasi aspek-aspek di luar bahasa dalam pengkajiannya adalah pragmatik maupun analisis
wacana. Dalam dua bidang kajian ini, pengkajian suatu bahasa dengan melibatkan aspek-aspek luar bahasa yang turut serta mamberi makna dalam
suatu komunikasi. Melibatkan aspek-aspek di luar bahasa sangatlah tepat ketika melihat fenomena penggunaan bahasa pada tataran praktis yang
cukup beragam.
Percakapan pada hakikatnya adalah peristiwa berbahasa lisan antara dua orang partisipan atau lebih yang pada umumnya terjadi dalam suasana
santai. Percakapan merupakan wadah yang memungkinkan terwujudnya prinsip-prinsip kerjasama dan sopan santun dalam peristiwa berbahasa.
Untuk itu perlu memahami implikatur percakapan, agar apa yang diucapkan dapat dipahami oleh lawan tutur.
Salah satu bagian dari kajian pragmatik adalah implikatur percakapan. Dalam suatu komunikasi, di dalamnya dapat dipastikan akan terjadi suatu
percakapan. Percakapan yang terjadi antar pelibat sering kali mengandung maksud-maksud tertentu yang berbeda dengan struktur bahasa yang
digunakan. Dalam kondisi tersebut suatu penggunaan bahasa sering kali mempunyai maksud-maksud yang tersembunyi di balik penggunaan
bahasa secara struktural. Pada kondisi seperti itulah suatu kajian implikatur percakapan mempunyai peran yang tepat untuk mengkaji suatu
penggunaan bahasa.
Pada iklan yang ditayangkan di televisi pastilah mengandung faktor-faktor yang mampu mempengaruhi penonton sehingga timbul kesepahaman
makna. Faktor-faktor yang saling mendekatkan antara pemeran dan penonton tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap berlangsungnya
proses komunikasi di dalam tayangan iklan. Dalam makalah ini akan dipaparkan suatu kajian implikatur percakapan yang terjadi di dalam Djarum
76 versi kontes jin.
Dalam iklan Djarum 76 versi kontes jin tersebut sering sekali muncul suatu percakapan yang mengandung maksud-maksud tertentu yang terkadang
berbeda dengan apa yang terkandung dalam pertuturan yang muncul. Dalam hal ini pengkajian dari sudut implikatur percakapan dimungkinkan
dapat memperjelas proses komunikasi yang terjadi. Oleh karena itu, peneliti akan mengkaji lebih mendalam mengenai implikatur iklan Djarum 76
versi Kontes Jin.
KAJIAN TEORI
Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Berkaitan dengan pengertian, berikut beberapa pengertian tentang implikatur yang
dikemukakan oleh ahli-ahli bahasa. Menurut Brown dan Yule (1996 : 31) istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan,
disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur. Pendapat itu bertumpu pada
suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harfiah.
Senada dengan pendapat itu, Grice, H.P., menunjukkan bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah proposisi yang diimplikasikan melalui ujaran
dari sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu 3 bagian dari hal yang dinyatakan sebelumnya (Gazdar,
1979:38). HampIr sama dengan pendapat Brown dan Yule, tetapi Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu tuturan yang
turut memberi makna. Lebih singkat lagi, Grice, H.P (Suyono, 1990:14) mengatakan implikatur percakapan sebagai salah satu aspek kajian
pragmatik yang perhatian utamanya adalah mempelajari ‘maksud suatu ucapan’ sesuai dengan konteksnya. Implikatur cakapan dipakai untuk
menerangkan makna implisit dibalik “apa yang diucapkan atau dituliskan” sebagai “sesuatu yang dimplikasikan”.
Berangkat dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur percakapan adalah suatu bagian dari kajian pragmatik yang lebih
mengkhususkan kajian pada suatu makna yang implisit dari suatu percakapan yang berbeda dengan makna harfiah dari suatu percakapan. Untuk
lebih memperjelas pemahaman tentang implikatur ini, berikut akan dipaparkan beberapa ciri-ciri implikatur menurut beberapa ahli. Menurut
Nababan (1987:39) ada 4, sebagai berikut:
1. Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu, umpamanya dengan menambahkan klausa yang mengatakan bahwa
seseorang tidak mau memakai implikatur percakapan itu, atau memberikan suatu konteks untuk membatalkan implikatur itu.
2. Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan.
3. Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai. Oleh karena itu, isi
implikatur percakapan tidak termasuk dalam arti kalimat yang dipakai.
4. Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada kebenaran yang dikatakan. Oleh karena itu, implikatur tidak
didasarkan atas apa yang dikatakan, tetapi atas tindakan yang mengatakan hal itu.
Senada dengan pendapat sebelumnya Grice, H.P (Mujiyono, 1996:40) mengemukakan ada 5 ciri-ciri dari implikatur percakapan, yakni:
1. Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat dibatalkan baik dengan cara eksplisit ataupun dengan cara kontektual (cancellable).
2. Ketidakterpisahan implikatur percakapan dengan cara menyatakan sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan
sesuatu itu, sehingga orang memakai tuturan bermuatan implikatur untuk menyampaikannya (nondetachable).
3. Implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat yang dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam makna
konvensional kalimat itu (nonconventional).
4. Kebenaran isi implikatur tidak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa
yang dikatakan (calcutable).
5. Implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya (indeterminate).
Masih tentang ciri-ciri, menurut Levinson, C. Stephen (1997:119) terdapat 4 ciri utama dari suatu implikatur percakapan, yakni:
1. Cancellability, maksudnya sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa ditarik jika ada kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara
menambah beberapa premis/alasan tambahan pada premis-premis asli.
2. Non-detachability, adalah implikatur dilekatkan pada isi semantik dari apa yang dituturkan, tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak
dapat dipisahkan dari suatu tuturan
3. Calculability, dimaksudkan untuk setiap implikatur yang diduga harus memungkinkan untuk menyusun suatu argumen yang menunjukkan
bahwa makna harfiah suatu tuturan dipadu dengan prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya.
4. Non-conventionality, artinya untuk mengetahui makna harfiah, dapat diduga implikaturnya dalam suatu konteks, implikatur tidak dapat
sebagai bagian dari makna itu.
Tiga pendapat tentang ciri-ciri dari suatu implikatur percakapan pada dasarnya sama. Ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu
implikatur percakapan memiliki ciri-ciri, yakni : (1) Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu (cancellability), (2) Biasanya
tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan (nondetachable), (3)
Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai (nonconventional), dan (4)
draft penting implikatur

More Related Content

Similar to draft penting implikatur

disain PenelitianKebahasaan
disain PenelitianKebahasaandisain PenelitianKebahasaan
disain PenelitianKebahasaan
Fransiskus Rahelianto Florus
 
Variasi Bahasa Dalam Program Talk Show Mata Najwa
Variasi Bahasa Dalam Program Talk Show Mata NajwaVariasi Bahasa Dalam Program Talk Show Mata Najwa
Variasi Bahasa Dalam Program Talk Show Mata Najwa
Indri Sukmawati Rahayu
 
Tm 1 transformasi dunia cyber
Tm 1 transformasi dunia cyberTm 1 transformasi dunia cyber
Tm 1 transformasi dunia cyber
RifkyAnanKurniawan
 
makalah bahasa indonesia.docx
makalah bahasa indonesia.docxmakalah bahasa indonesia.docx
makalah bahasa indonesia.docx
DRAGON723401
 
LAPORAN MAGANG LUDDY REVISI AKHIR
LAPORAN MAGANG LUDDY REVISI AKHIRLAPORAN MAGANG LUDDY REVISI AKHIR
LAPORAN MAGANG LUDDY REVISI AKHIRLuddy Kausar
 
Masnilia Andisan- Esei Penulisan Ilmiah.docx
Masnilia Andisan- Esei Penulisan Ilmiah.docxMasnilia Andisan- Esei Penulisan Ilmiah.docx
Masnilia Andisan- Esei Penulisan Ilmiah.docx
MASNILIAANDISANBA211
 
Makalah komunikasi
Makalah komunikasiMakalah komunikasi
Makalah komunikasi
Septian Muna Barakati
 
MODUL TEORI PRODUKSI ACARA TELEVISI
MODUL TEORI PRODUKSI ACARA TELEVISIMODUL TEORI PRODUKSI ACARA TELEVISI
MODUL TEORI PRODUKSI ACARA TELEVISI
Firdaus Azwar Ersyad
 
Implikatur shintia
Implikatur shintiaImplikatur shintia
Hubungan antara-kebiasaan-menonton-acara-informasi-di-televisi-terhadap-peril...
Hubungan antara-kebiasaan-menonton-acara-informasi-di-televisi-terhadap-peril...Hubungan antara-kebiasaan-menonton-acara-informasi-di-televisi-terhadap-peril...
Hubungan antara-kebiasaan-menonton-acara-informasi-di-televisi-terhadap-peril...Melva Amma Kalian
 
BMMB1134 KETERAMPILAN BERBAHASA - eBook.pdf
BMMB1134 KETERAMPILAN BERBAHASA - eBook.pdfBMMB1134 KETERAMPILAN BERBAHASA - eBook.pdf
BMMB1134 KETERAMPILAN BERBAHASA - eBook.pdf
Ebby EF
 
Proposal cav
Proposal cavProposal cav
Proposal cav
LuThfi D'Lurha
 
Minggu ke 6 aspek komunikasi penyuluhan perikanan
Minggu ke 6 aspek komunikasi penyuluhan perikananMinggu ke 6 aspek komunikasi penyuluhan perikanan
Minggu ke 6 aspek komunikasi penyuluhan perikanan
Syawalina Soerbakti
 
pertemuan 1.pptx
pertemuan 1.pptxpertemuan 1.pptx
pertemuan 1.pptx
anditia3
 
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakatPpt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakatSalma Van Licht
 
APLIKASI KAMUS BAHASA ISYARAT UNTUK ANDROID DAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA KOMUNI...
APLIKASI KAMUS BAHASA ISYARAT UNTUK ANDROID DAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA KOMUNI...APLIKASI KAMUS BAHASA ISYARAT UNTUK ANDROID DAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA KOMUNI...
APLIKASI KAMUS BAHASA ISYARAT UNTUK ANDROID DAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA KOMUNI...
Herfen Suryati
 
Media dan strategi komunikasi
Media dan strategi komunikasiMedia dan strategi komunikasi
Media dan strategi komunikasi
puti andinis15
 
Materi korespondensi
Materi korespondensiMateri korespondensi
Materi korespondensi
hilirbanua
 
Antropologi
Antropologi Antropologi
Antropologi
Cecilliedatala
 

Similar to draft penting implikatur (20)

disain PenelitianKebahasaan
disain PenelitianKebahasaandisain PenelitianKebahasaan
disain PenelitianKebahasaan
 
Variasi Bahasa Dalam Program Talk Show Mata Najwa
Variasi Bahasa Dalam Program Talk Show Mata NajwaVariasi Bahasa Dalam Program Talk Show Mata Najwa
Variasi Bahasa Dalam Program Talk Show Mata Najwa
 
Tm 1 transformasi dunia cyber
Tm 1 transformasi dunia cyberTm 1 transformasi dunia cyber
Tm 1 transformasi dunia cyber
 
makalah bahasa indonesia.docx
makalah bahasa indonesia.docxmakalah bahasa indonesia.docx
makalah bahasa indonesia.docx
 
LAPORAN MAGANG LUDDY REVISI AKHIR
LAPORAN MAGANG LUDDY REVISI AKHIRLAPORAN MAGANG LUDDY REVISI AKHIR
LAPORAN MAGANG LUDDY REVISI AKHIR
 
Masnilia Andisan- Esei Penulisan Ilmiah.docx
Masnilia Andisan- Esei Penulisan Ilmiah.docxMasnilia Andisan- Esei Penulisan Ilmiah.docx
Masnilia Andisan- Esei Penulisan Ilmiah.docx
 
Makalah komunikasi
Makalah komunikasiMakalah komunikasi
Makalah komunikasi
 
MODUL TEORI PRODUKSI ACARA TELEVISI
MODUL TEORI PRODUKSI ACARA TELEVISIMODUL TEORI PRODUKSI ACARA TELEVISI
MODUL TEORI PRODUKSI ACARA TELEVISI
 
Implikatur shintia
Implikatur shintiaImplikatur shintia
Implikatur shintia
 
Hubungan antara-kebiasaan-menonton-acara-informasi-di-televisi-terhadap-peril...
Hubungan antara-kebiasaan-menonton-acara-informasi-di-televisi-terhadap-peril...Hubungan antara-kebiasaan-menonton-acara-informasi-di-televisi-terhadap-peril...
Hubungan antara-kebiasaan-menonton-acara-informasi-di-televisi-terhadap-peril...
 
BMMB1134 KETERAMPILAN BERBAHASA - eBook.pdf
BMMB1134 KETERAMPILAN BERBAHASA - eBook.pdfBMMB1134 KETERAMPILAN BERBAHASA - eBook.pdf
BMMB1134 KETERAMPILAN BERBAHASA - eBook.pdf
 
Proposal cav
Proposal cavProposal cav
Proposal cav
 
Minggu ke 6 aspek komunikasi penyuluhan perikanan
Minggu ke 6 aspek komunikasi penyuluhan perikananMinggu ke 6 aspek komunikasi penyuluhan perikanan
Minggu ke 6 aspek komunikasi penyuluhan perikanan
 
pertemuan 1.pptx
pertemuan 1.pptxpertemuan 1.pptx
pertemuan 1.pptx
 
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakatPpt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
Ppt.pengaruih tayangan acara tv terhadap perilaku masyarakat
 
APLIKASI KAMUS BAHASA ISYARAT UNTUK ANDROID DAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA KOMUNI...
APLIKASI KAMUS BAHASA ISYARAT UNTUK ANDROID DAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA KOMUNI...APLIKASI KAMUS BAHASA ISYARAT UNTUK ANDROID DAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA KOMUNI...
APLIKASI KAMUS BAHASA ISYARAT UNTUK ANDROID DAN KOMPUTER SEBAGAI MEDIA KOMUNI...
 
Media dan strategi komunikasi
Media dan strategi komunikasiMedia dan strategi komunikasi
Media dan strategi komunikasi
 
Materi korespondensi
Materi korespondensiMateri korespondensi
Materi korespondensi
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
Antropologi
Antropologi Antropologi
Antropologi
 

More from mujahidah khilafah (Shintia Minandar)

More from mujahidah khilafah (Shintia Minandar) (20)

Drama sebagai teater
Drama sebagai teaterDrama sebagai teater
Drama sebagai teater
 
Rpp drama sebagai teater
Rpp drama sebagai teaterRpp drama sebagai teater
Rpp drama sebagai teater
 
hubungan bahasa dengan Retorika
hubungan bahasa dengan Retorikahubungan bahasa dengan Retorika
hubungan bahasa dengan Retorika
 
Jurnal semantik-nan-cantik
Jurnal semantik-nan-cantikJurnal semantik-nan-cantik
Jurnal semantik-nan-cantik
 
Shinmin
ShinminShinmin
Shinmin
 
Proposal menulis karya ilmiah shintia M
Proposal menulis karya ilmiah shintia MProposal menulis karya ilmiah shintia M
Proposal menulis karya ilmiah shintia M
 
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaanHubungan antara ilmu dengan kebudayaan
Hubungan antara ilmu dengan kebudayaan
 
Mahkota dewa atau phaleria papuana atau phaleriae fructus
Mahkota dewa atau phaleria papuana atau phaleriae fructusMahkota dewa atau phaleria papuana atau phaleriae fructus
Mahkota dewa atau phaleria papuana atau phaleriae fructus
 
Kisi kisi
Kisi kisiKisi kisi
Kisi kisi
 
Paper peserta diskusi
Paper peserta diskusiPaper peserta diskusi
Paper peserta diskusi
 
Bab vi
Bab viBab vi
Bab vi
 
Tugas kel pk dudung
Tugas kel pk dudungTugas kel pk dudung
Tugas kel pk dudung
 
Print peserta
Print pesertaPrint peserta
Print peserta
 
Kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data
Kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan dataKriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data
Kriteria dan teknik pemeriksaan keabsahan data
 
1105113581 shintia bu char
1105113581 shintia bu char1105113581 shintia bu char
1105113581 shintia bu char
 
Istilah variabel dapat diartikan bermacam
Istilah variabel dapat diartikan bermacamIstilah variabel dapat diartikan bermacam
Istilah variabel dapat diartikan bermacam
 
Studi bahasa sebagai sistem tanda
Studi bahasa sebagai sistem tandaStudi bahasa sebagai sistem tanda
Studi bahasa sebagai sistem tanda
 
Variabel penelitian
Variabel penelitianVariabel penelitian
Variabel penelitian
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Rpp
RppRpp
Rpp
 

draft penting implikatur

  • 1. IMPLIKATUR PENGGUNAAN BAHASA DALAM KOMENTATOR SEPAK BOLA DI ANTV A. PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalah Komunikasi adalah hal mendasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal tersebut muncul dan berkembang seiring dengan besarnya manfaat komunikasi yang didapatkan manusia. Manfaat tersebut berupa dukungan identitas diri, untuk membangun kontak sosial dengan orang di sekitar kita, baik itu lingkungan rumah, sekolah, kampus maupun lingkungan kerja (Mulyana, 2001: 4). Selain itu, komunikasi digunakan untuk menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Jadi, komunikasi dapat berkembang dengan bertukarnya informasi yang dimiliki oleh setiap manusia. Tindakan komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Ada yang dilakukan secara langsung seperti percakapan tatap muka dan yang dilakukan secara tidak langsung seperti komunikasi lewat medium atau alat perantara seperti surat kabar, majalah, radio, film, dan televisi. Media televisi telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari peradaban kehidupan manusia, hampir dalam keseharian manusia selalu berhubungan dengan media komunikasi massa yang paling berpengaruh ini. Ketika menginginkan informasi, manusia dapat menonton siaran berita di televisi, juga ketika orang ingin memperoleh hiburan, maka televisi selalu dapat menyajikan tayangan-tayangan hiburan yang menarik. Dengan menonton televisi maka akan banyak hal baru yang dapat diketahui manusia. Singkat kata, kini manusia hidupnya sudah sangat bergantung dengan media televisi. Siaran televisi telah memungkinkan masyarakat luas dapat dengan cepat dan mudah mengetahui berbagai perkembangan mutakhir yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Siaran TV juga mempunyai daya jangkau yang luas dan mampu menembus batasan wilayah geografis, sistem politik, sosial, dan budaya masyarakat pemirsa. Televisi potensi sebagai salah satu unsur yang bisa mempengaruhi sikap, pandangan, gaya hidup, orientasi dan motivasi masyarakat. Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagai jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Berbagai jenis program itu dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya, yaitu: (1) program informasi (news), (2) program hiburan (non news/entertainment). Program informasi kemudian dibagi lagi kedalam jenis berita keras (hardnews) yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan. Dan berita lunak (softnews) yang merupakan kombinasi dari fakta, gossip dan opini. Sementara program hiburan terbagi atas tiga kelompok besar yaitu: musik, drama, permainan (gameshow), pertunjukkan dan sport (Morrisan, 2005: 100). Sepakbola merupakan olahraga popular dan merakyat di muka bumi ini, tentu saja karena banyak diminati setiap orang. Tayangan sepakbola sendiri bisa dinikmati untuk segala jenis usia, baik anak-anak, orang dewasa, maupun orang tua. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri, bahwa fenomena sepakbola memang bisa membuat kita terpana. Sepakbola telah menjelma menjadi ideologi universal di muka bumi. Dengan banyaknya tayangan sepakbola di televisi, orang sanggup untuk duduk berjam-jam di depan televisi. Bahkan rela bangun tengah malam untuk menyaksikan tim kesayangannya bermain dan tidak memikirkan resiko apa yang akan didapat apabila pada pagi harinya akan melakukan suatu aktivitas. Bagi stasiun televisi itu sangat menguntungkan karena stasiun televisi sendiri bisa mendapatkan penonton yang banyak dengan rating yang besar. ANTV sebagai salah satu stasiun televisi di Indonesia memanjakan pemirsanya dengan tayangan langsung pertandingan sepakbola nasional dari ajang Djarum Indonesia Super League, yang melibatkan 15 klub terbaik. Secara rinci alasan dipilihnya komentator sepak bola di Antv sebagai objek kajian penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Sepak bola menjadi hal yang paling digemari semua masyarakat di penjuru dunia. b. Banyak televisi yang menyiarkan secara langsung pertandingan sepak bola. c. Komemtator sepak bola adalah sebagai pengantar informasi dari kejadian yang terjadi dilapangan kepada pemirsa dilayar kaca. Sehingga komentator sepak bola harus bisa membuat atmosfir di layar kaca sesuai dengan atmosfir dilapangan. 2. Identifikasi masalah 1. Bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada komentator sepak bola di Antv . 2. Implikatur yang terjadi pada bahasa yang diucapkan oleh komentator sepak bola di Antv. 3. Faktof yang mengakibatkan adanya pemakain implikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv. 4. Tujuan pemakaian ilplikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv. 3. Pembatasan masalah 1. Bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada komentator sepak bola di Antv . 2. Implikatur yang terjadi pada bahasa yang diucapkan oleh komentator sepak bola di Antv. 3. Faktof yang mengakibatkan adanya pemakain implikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv 4. Rumusan masalah 1. Bagaimana bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada komentator sepak bola di Antv ? 2. Bagaimana Implikatur yang terjadi pada bahasa yang diucapkan oleh komentator sepak bola di Antv? 3. Apa saja faktof yang mengakibatkan adanya pemakain implikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv? 5. Tujuan penelitian 1. Mengidentifikasi bentuk tuturan yang mengandung implikatur percakapan pada komentator sepak bola di Antv. 2. Mendeskripsikan Implikatur yang terjadi pada bahasa yang diucapkan oleh komentator sepak bola di Antv. 3. Mengetahui faktof yang mengakibatkan adanya pemakain implikatur pada percakapan komentator sepak bola di Antv. 6. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dilaporkan agar dapat memberikan masukan (sumbangan pikiran) dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya dalam studi bahasa Indonesia terutama yang menyangkut tentang ilmu pragmatik, dalam hal ini menyangkut implikatur percakapan komentator sepak bola di Antv. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat membantu peneliti lain di dalam usahanya untuk memperkaya wawasan ilmu pragmatik dan mengetahui hal-hal yang terungkap dalam implikatur percakapan, khususnya implikatur percakapan komentator sepak bola di Antv. B. KAJIAN PUSTAKA
  • 2. 1. Penelitian Relefan Penelitian mengenai implikatur percakapan sudah banyak dilakukan diantaranya dapat dipaparkan yaitu skripsi Chotamul Hidayah berjudul “Implikatur Percakapan dalam Pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta (Kajian Pragmatik)”. Hasil penelitiannya adalah (1) tuturan yang mengandung implikatur pada pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta berjenis tindak tutur asertif, direktif, komisif, maupun ekspresif. Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang banyak ditemukan, (2) dalam penerapan prinsip kerjasama (PKS) dan prinsip kesopanan pada implikatur percakapan dalam pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta terjadi pelanggaran terhadap maksim kuantitas, kualitas, relevansi, maupun cara. Pelanggaran terhadap maksim-maksim kerjasama tersebut sebagian besar diciptakan untuk menerapkan maksim-maksim prinsip kesopanan, (3) implikatur percakapan dalam pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta memiliki fungsi kompetitif (competitive), menyenangkan (convivial), bekerjasama (collaborative), dan bertentangan (conflictive). Dari keempat fungsi tersebut, fungsi kompetitif paling banyak ditemukan. Skripsi Anwar dengan judul “Analisis Penggunaan Implikatur Percakapan Antara Resepsionis dan Tamu Check In di Guest House Paradiso Surakarta ”. Hasil penelitiannya yaitu (1) Implikatur yang tercipta berbeda antara tuturan yang satu dengan yang lain. Hal itu disebabkan adanya fakta berbeda yang terjadi di setiap percakapan, (2) semua percakapan yang dibahas dalam analisis mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan teori prinsip kerjasama Grice. Dalam percakapan tersebut memang maksim-maksim kerjasama Grice bersifat mengambang sehingga kerjasamanya bersifat kasat mata. Namun demikian, para resepsionis telah mampu menggunakannya dan memposisikannya secara benar. 2. Kajian Teori a) Pengertian Pragmatik Pragmatik adalah satu cabang dari linguistik yang menjadi objek bahasa dalam penggunaanya, seperti komunikasi lisan maupun tulis. Menurut Lecch (Wijan,1996:3)pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari fonologi,morfologi,sintaksis dan semantik. Didalam bahasa pragmatik terkadang juga memperhatikan suara dan struktur kalimat beserta makna kalimat tersebut. Wijan (1996:2) menjelaskan bahwa makna yang dikaji oleh prakmatik adalah makna yang terikat. Semantik tidak bisa dipisahkan dengan kajian pemakaian bahasa. Konteks tuturan dalam bentuk yang berbeda dapat mempunyai arti yang sama, sedangkan tuturan yang sama dapat mempunyai arti atau maksud yang lain. b) Peristiwa Tutur Dala studi pragmatik terdapat pula peristiwa tutur. Peristiwa tutur merupakan faktor lain yang mempengaruhi bentuk makna dan makna wacana. Menurut Yule (2006:99) peristiwa tutur adalah suatu kegiatan di mana peserta berinteraksi dengan bahasa dalam caracara konvensional untuk mencapai satu hasil. c) Situasi tutur Situasi tutur dibutuhkan untuk memahami satu bahasa dimana peristiwa tutur itu terjadi. Tuturan agar dapat dipahami menurut Leech (Wijan,1996:10) menyebutkan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi prakmatik. d) Pengertian Implikatur Istilah „implikatur‟ dipakai oleh Grice untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur (Brown danYule, 1996: 31). Dalam suatu tindak percakapan, setiap bentuk tuturan (utterance) pada dasarnya mengimplikasikan sesuatu. Implikasi tersebut adalah proposisi yang biasanya tersembunyi di balik tuturan yang diucapkan, dan bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Pada gejala demikian tuturan berbeda dengan implikasi (Wijana, 1996: 37). Adanya perbedaan antara tuturan dan implikasi kadang-kadang dapat menyulitkan mitra tutur untuk memahaminya, namun pada umumnya antara penutur dan mitra tutur sudah saling berbagi pengalaman dan pengetahuan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Dengan demikian, implikatur mengisyaratkan adanya perbedaan antara tuturan dengan maksud yang ingin disampaikan. Menurut Wijana (1996: 38), dengan tidak adanya keterkaitan semantik antara suatu tuturan dengan yang diimplikasikan, maka dapat diperkirakan bahwa sebuah tuturan akan memungkinkan menimbulkan implikatur yang tidak terbatas jumlahnya. Dalam contoh (1), (2), dan (3) berikut ini terlihat bahwa tuturan (+) Bambang datang memungkinkan memunculkan reaksi yang bermacam-macam Rokoknya disembunyikan, Aku akan pergi, dan Kamarnya dibersihkan. Masing-masing reaksi itu memunculkan implikasi yang berbeda-beda. (1) + Bambang datang - Rokoknya disembunyikan (2) + Bambang datang - Aku akan pergi dulu (3) + Bambang datang - Kamarnya dibersihkan Jawaban (-) dalam (1) mungkin mengimplikasikan bahwa Bambang adalah perokok, tetapi ia tidak pernah membeli rokok. Merokok kalau ada yang memberi, dan tidak pernah memberi temannya, dan sebagainya. Jawaban (-) dalam (2) mungkin mengimplikasikan bahwa (-) tidak senang dengan Bambang. Akhirnya jawaban (-) dalam (3) mengimplikasikan bahwa Bambang adalah seorang pembersih. Ia akan marah-marah melihat sesuatu yang kotor. Penggunaan kata mungkin dalam menafsirkan implikatur yang ditimbulkan oleh sebuah tuturan tidak terhindarkan sifatnya sehubungan dengan banyaknya kemungkinan implikasi yang melandasi kontribusi (-) dalam (1), (2), (3). Menurut Levinson implikatur percakapan (conversational implcature) merupakan konsep yang cukup penting dalam pragmatik karena empat hal: 1) konsep implikatur memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik. 2) konsep implikatur memberikan penjelasan tentang makna berbeda dengan yang dikatakan secara lahiriah. 3) konsep implikatur dapat menyederhanakan struktur dan isideskripsi semantik. 4) konsep implikatur dapat menjelaskan beberapa fakta bahasa secara tepat.
  • 3. (http://lisadypragmatik.blogspot.com/2011/06/pragmatik-oleh-sidon.html). Sebagai contoh adalah sebagai berikut: (4) A: Jam berapa sekarang? B: Korannya sudah datang. Kalimat (4A) dan (4B) tidak berkaitan secara konvensional. Namun, pembicara kedua sudah mengetahui bahwa jawaban yang disampaikan sudah cukup untuk menjawab pertanyaan pembicara pertama, sebab dia sudah mengetahui jam berapa koran biasa diantarkan. Marmo Soemarmo (1994:172) menyatakan bahwa kebanyakan dari apa yang diucapkan seseorang dalam percakapan sehari-harinya mengandung implikatur sebagai contohnya adalah percakapan dua orang yang duduk sebangku dalam bus kota sebagai berikut: Hari itu sangat panas, apalagi dengan keadaan bus yang sesak. Salah satu orang diantara keduanya (peneliti andaikan sebagai B) mengeluarkan rokok dari sakunya dan merokok. Tidak lama kemudian muncullah percakapan seperti di bawah ini: A: cuaca hari ini sangat panas B: maaf . . . . . . . Dengan mengerti implikatur yang ingin diungkapkan si A, si B memahami bahwa ujaran si A bukanlah ujaran yang memberikan informasi bahwa “cuaca hari ini sangat panas”, melainkan sebuah permintaan agar ia tidak merokok, maka ia pun meminta maaf dan mematikan rokoknya. e) Jenis Implikatur Grice, seperti diungkap oleh Thomas menyebut dua macam implikatur, yaitu: 1) Implikatur Konvensional Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika, ujaran yang mengandung implikatur jenis ini, seperti diungkap oleh Gunarwan (2004:14) dapat dicontohkan dengan penggunaan kata bahkan. Contoh: (5) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya. Contoh (5) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan. 2) Implikatur Konversasional Implikatur Konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu. Contoh: (6) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat besok. Contoh (6) di atas merupakan implikatur konversasional yang bermakna “tidak” dan merupakan jawaban atas pertanyaan maukah Anda menghadiri selamatan sunatan anak saya?. (http://tulisanmakyun.blogspot.com/2011/06/linguistik pragmatik.html) C. METODE PENELITIAN 1. Subjek dan Objek Kajian Subjek penelitian atau populasi adalah merupakan tempat- tempat data yang diteliti ditemukan. Subjek atau populasi adalah keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa (Subroto,1992:32).Subjek dari dari penelitian ini adalah komentator sepak bola di Antv. Objek penelitian atau sampel adalah sebgian dari satu populasi yang dijadikan objek penelitian langsung (Subroto,1992:32) Sedangkan Objek dari penelitian ini adalah bentuk tuturan komentator sepak bola di Antv. 2. Teknik pemerolehan data Teknik pengumpulan data dalam penelitian sangat penting. Penyediaan data merupakan upaya seorang peneliti dalam menyediakan data yang berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud (Sudaryanto, 1993 :5). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik rekam dan catat untuk memperoleh data. Teknik rekam adalah teknik yang dilakukan dengan perekaman yang menggunakan tape recorder tertentu sebagai alatnya. Teknik catat adalah teknik yang dilakukan pencatatan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi (Sudaryanto,1993:135) Dalam penelitian ini, akan menggunakan teknik simak catat. Jadi dalam penelitian ini peneliti merekam percakapan komentator sepak bola di Antv. Setelah diadakan perekaman, menyimak tuturan-tuturan tersebut dan mentranskripsikannya dalam kartu data. Tujuan pentranskripsian ini adalah agar peneliti mudah mengamati data- data yang nantinya akan dianalisis. 3. Teknik analisis data Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka setelah data diklasifikasikan, peneliti menganalisis data dengan metode padan. Menurut Sudaryanto (1993:13-14), metode padan merupakan analisis data yang memiliki alat penentu di luar bahasa, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Sedangkan teknik yang digunakan adalah teknik referensial dan teknik prakmatis. Teknik referensial digunakan untuk mendeskripsikan bentuk bentuk implikatur, sedangkan teknik pragmatis digunakan untuk menjelaskan implikasi dan mengetahui faktor yang menyebabkan pemakaian implikatur. 4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah televisi. Yaitu siaran sepak bola yang ditayangkan oleh Antv, kemudian direkam dengan alat perekam. Langkah selanjutnya mencari data- data yang berhubungan dengan implikatur. Setelah data didapatkan kemudian data dianalisis dengan teori yang sudah ada. Terakhir adalah menyimpulkan hasil penelitian. D. JADWAL KEGIATAN No Kegiatan Tujuan/ Minggu kePenanggung jawab 1. Penyusunan draf unstrumen penelitian Memperoleh draf instrumen penelitian / Peneliti 1, 2, 3 1.1 Penentuan sempel penelitian Memperoleh sempel tuturan percakapan komentator sepak bola yang akan diteliti / Peneliti 3,4 2. Sosialisasi instrumen penelitian Memperoleh unstrumen penelitian yang siap untuk dipakai / Peneliti 5,6 3. Pengumpulan data 3.1 Pemilihan informal Mencari informasi program yang akan direkam / Peneliti 7, 3.2 Perekaman data Memperoleh data dalam bentuk rekama 8, 9
  • 4. 3.3 Pentranskripsian data Memperoleh data yang tela ditrankripsi ke dalam implikatur percakapan./ Peneliti 10, 11, 12 4. Analisis data 4.1 Analisis bentuk tuturan implikatur bahasa. Menganalisis data dengan tori bentuk tuturan implikatur bahasa / Peneliti 13, 14, 15 4.2 Analisis implikatur bahasa Menganalisis data dengan teori implikatur bahasa / Peneliti. 16,17,18 4.3 Analisis faktor implikatur bahasa Menganalisis faktor- faktor yang menyebabkan implikatur bahasa / Peneliti 19, 20,21 5. Pelaporan Tersususnya laporan penelitian/ Peneliti. 22 DAFTAR PUSTAKA Anwar, Rofik. 2002. “Analisis Penggunaan Implikatur Percakapan Antara Resepsionis dan Tamu Check in di Guest House Paradiso Surakarta”. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Brown, Gillian dan Yule, George. 1996. Analisis Wacana. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hidayah , Chotamul. 2006. “ Implikatur Percakapan dalam Pembelajaran di SD Plus Al Firdaus Surakarta (Kajian Pragmatik)”.Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Hidayah, Chotamul, dkk. 2005. “ Analisis Implikatur Percakapan dalam Pembelajaran DiSekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) An Nur Gemolong Sragen”. Laporan Program Penelitian Inovatif Mahasiswa Provinsi Jawa Tengah. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Soemarmo, Marmo. 1994. PELLBA 7. Yogyakarta : Kanisius Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitisn Linguistik Struktural. Surakarta : Sebelas Maret Press. Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik; Ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjahmada University Press. _________ . 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.as Maret. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi Ofset. (http://lisadypragmatik.blogspot.com/2011/06/pragmatik-oleh-sidon.html). (http://tulisanmakyun.blogspot.com/2011/06/linguistik pragmatik.html) PROPOSAL PENELITIAN IMPLIKATUR PENGGUNAAN BAHASA DALAM KOMENTATOR SEPAK BOLA DI ANTV Disusun Oleh: Yusuf Subekti (08003023) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 Proposal Menulis Karya Ilmiah (Analisis Tindak Tutur) Proposal Menulis Karya Ilmiah “Analisis Tindak Tutur dan Implikasi dalam Wacana Iklan” Oleh: Titis Safitri Dosen Pembimbing: Yulia Sri Hartati, M.Pd PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT PADANGPANJANG 2012 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Analisis Tindak Tutur dan Implikasi dalam Wacana Iklan”. Proposal ini disusun sebagai tugas akhir semester V dalam mata kuliah Menulis Karya Ilmiah pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Padangpanjang. Dalam penyusunan proposal ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
  • 5. 1. Yulia Sri Hartati, M.Pd sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan bimbingan serta semangat kepada penulis dalam menyelesaikan proposal ini. 2. Muadsyah HS sebagai pengelola pustaka yang telah memberikan bantuan dalam pengerjaan proposal ini. 3. Kepada teman-teman yang telah membantu penulis dalam pengerjaan proposal. Penulis menyadari proposal ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan proposal ini. Akhir kata, mudah-mudahan proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Padangpanjang, 21 Desember 2012 Penulis DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Fokus Masalah C. Pertanyaan Penelitian D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Pengertian Bahasa 2. Jenis Bahasa 3. Fungsi Bahasa 4. Pengertian Pragmatik 5. Pengertian Implikatur B. Kerangka Konseptual BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian B. Sumber Data C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data D. Teknik Analisis Data ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi manusia. Dengan bahasa manusia dapat berinteraksi dengan manusia lainnya, baik secara lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, tentu saja akan sangat sulit bagi manusia untuk menyampaikan kemauannya, ide, pendapat, perasaan, pesan dan sebagainya. Menurut Kridalaksaana (dalam Kencono, 1982:2-2), “Bahasa adalah system lambing bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh anggota kelompok social untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri”. Tindak tutur atau pragmatik adalah suatu cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yang terikat dengan konteksnya. Pragmatik juga dapat diartikan sebagai telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsirnya. Faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi antara lain; penutur, lawan tutur, situasi, tujuan pembicaraan, konteks, jalur, media dan peristiwa. Didalam pragmatik dijelaskan bahwa bahasa itu tidak hanya berfungsi untuk menginformasikan sesuatu (lokusi), tetapi dengan bahasa seseorang juga bias melakukan sesuatu (ilokusi) dan mempengaruhi orang lain (perlokusi). Media untuk menyampaikan bahasa pun bermacam-macam, baik media cetak maupun elektronik. Bahasa berkaitan erat dengan media komunikasi massa. Melalui media komunikasi massa seseorang dapat menyampaikan pesan atau informasi kepada khalayak umum, seperti penyampaian iklan pada media cetak. Kecanggihan media informasi dan komunikasi memberikan peluang kepada pengguna bahasa untuk menyalurkan ide atau pemikirannya, salah satunya melalui media iklan. Iklam merupakan media yang tepat untuk berkomunikasi dengan konsumen agar produk dan jasa yang ditawarkan diminati banyak orang. Iklan yang diterbitkan harus kreatif, menarik dan sifatnya mengajak pembaca. Memahami bahasa adalah hal penting dalam strategi pemasaran sebuah iklan. Penelitian penyampaian bahasa sebagai pesan dalam sebuah wacana iklan merupakan bentuk tuturan yang telah direncanakan dan mempunyai tujuan tertentu. Sukses atau tidaknya pemasaran iklan tersebut tergantung pada bahasa yang digunakan. Pilihan kata pada penggunaan bahasa dalam wacana iklan pasti terlebih dahulu dipikirkan baik buruknya, cocok atau tidaknya bahasa tersebut dipakai sebelum iklan diterbitkan. Setiap iklan tentu memiliki cara penyampaian pesan yang berbeda-beda. Dan inilah menjadi ciri khusus dari bahasa iklan tersebut. Dari cara penyampaian pesan tersebut dapat memudahkan pembaca dalam memahami maksud tuturan dalam wacana iklan. Salah satu media untuk menyampaikan iklan adalah koran. Koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan dan berisikan kabar (berita) serta informasi. Didalam Koran tersebut, pembaca dapat memperoleh informasi terbaru dan terkini yang sedang menjadi topik pembicaraan banyak orang. Dari berbagai macam nama Koran dalam penelitian ini, penulis memilih Koran Singgalang sebagai sumber datanya. Penulis akan menggunakan analisis tindak tutur dan implikasinya dalam wacana iklan. Berdasarkan uraian diatas, cirri khusus dari bahasa iklan adalah cara penyampaian pesan yang berbeda-beda. Dari cara penyampaian pesan tersebut, penulis bermaksud meneliti tentang tindak tutur dan implikasinya dalam wacana iklan. Oleh karena itu, penulis memberikan judul
  • 6. penelitian dengan, “Analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan”. B. Fokus Masalah Berdasarkan pembahasan dari latar belakang masalah, penelitian ini difokuskan pada, “Analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan mobil”. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan fokus masalah diatas, maka pertanyaan penelitian ini adalah, “Bagaimanakah analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan mobil?” D. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah, “Menganalisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan mobil”. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Penulis, untuk mengetahui analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan mobil. 2. Pembaca, untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan mobil. 3. Guru, supaya bias menerapkan pembelajaran tentang analisis tindak tutur dan implikasi dalam wacana iklan. BAB II KERANGKA TEORITIS A. Kajian Teori 1. Pengertian Bahasa Menurut Gorys Keraf ( 1989 :1), “Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh aat ucap manusia”. Semua orang menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegiatan dalam masyarakat akan lumpuh tanpa bahasa. Dengan adanya bahasa sebagai alat komunikasi, maka semua yang berada disekitar manusia: peristiwa-peristiwa, binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, hasil cipta karya manusia dan sebagainya, mendapat tanggapan dalam pikiran manusia, disusun dan diungkapkan kembali kepada orang-orang sebagai bahan komunikasi. Komunikasi melalui bahasa ini memungkinkan tiap orang untuk menyesuaikan dirinya dengan lingkungan fisik dan lingkungan sekitarnya. Menurut Kridalaksana (dalam Agustina, 1995:1), “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri”. Batasan tersebut diperinci menjadi: bahasa adalah sebuah sistem, bahasa merupakan sebuah sistem lambing, bahasa itu bermakna, bahasa bersifat konvensional sistem bunyi, bersifat arbitrer, produktif, unik, universal, bahasa mempunyai variasi-variasi dan bahasa sebagai media pengidentifikasian diri. Prof. Anderson (dalam Tarigan, 1986:2-3) mengemukakan adanya delapan prinsip dasar bahasa, yaitu: 1) bahasa adalah suatu sistem, 2) bahasa adalah vocal, 3) bahasa tersusun dari lambing-lambang manasuka (arbitrer), 4) bahasa bersifat unik, 5) bahasa dibangun dari kebiasaan-kebiasaan, 6) bahasa adalah alat komunikasi, 7) bahasa berhubungan erat dengan budaya tempatnya berada, 8) bahasa itu berubah-rubah. Menurut Plato (dalam http://carapedia.com/pengertian.definisi.bahasa.info 494.html), “Bahasa adalah pernyataan pikiran seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata (ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut”. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan oleh manusia untuk berkomunikasi, berinteraksi, bekerja sama dan mengidentifikasikan diri. 2. Jenis Bahasa Dra. Agustina M.Hum (1995:4-5) mengemukakan jenis bahasa ditinjau dari segi media yang digunakan, yaitu; 1) bahasa lisan (spoken language), 2) bahasa tulisan (written language), 3) bahasa isyarat (gesture language). Bahasa lisan adalah bahasa yang menggunakan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia sebagai medianya. Berkomunikasi lewat bahasa lisan menghendaki para partisipannya berhadapan, baik langsung maupun tak langsung. Bahasa tulisan adalah yang menggunakan tulisan atau lambing yang berupa huruf-huruf sebagai medianya. Bahasa tulisan berhubungan erat dengan bahasa lisan, karena bahasa tulisan tidak akan ada kalau tidak ada bahasa lisan. Bahasa isyarat disebut juga bahasa nonverbal karena bahasa ini tidak menggunakan bunyi dan tulisan sebagai medianya tetapi menggunakan isyarat. 3. Fungsi Bahasa Gorys Keraf (1989 : 3-6) mengemukakan fungsi bahasa ada empat, yaitu; 1) alat untuk menyatakan ekspresi diri, 2) sebagai alat komunikasi, 3) alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, 4) alat untuk mengadakan control sosial. Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Sebagai alat komunikasi, dengan adanya komunikasi seseorang dapat menyampaikan semua yang dirasakan dan dipikirkannya kepada orang lain. Bahasa sebagai alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, seseorang mencoba menyesuaikan dirinya dengan semua orang melalui bahasa. Bila ia dapat menyesuaikan dirinya maka ia pun dengan mudah membaurkan dirinya (integrasi) dengan segala macam tata-krama di lingkungannya. Bahasa sebagai alat mengadakan control sosial, semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan mempergunakan bahasa. Semua tutur dimaksudkan untuk mendapatkan tanggapan. Halliday (dalam Agustina, 1995:8), merinci fungsi bahasa menjadi tujuh jenis. Ketujuh jenis tersebut adalah: 1) fungsi instrumental, untuk menghasilkan tindakan-tindakan komunikatif dalam kondisi tertentu, 2) fungsi regulasi, untuk mengatur orang lain, 3) fungsi representasional, untuk menjelaskan fakta dan pengetahuan, 4) fungsi interaksional, untuk memantapkan ketahanan dan kelangsungan komunikasi sosial, 5) fungsi personal, untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam, 6) fungsi heuristik, untuk memperoleh dan mempelajari ilmu pengetahuan, 7) fungsi imajinatif, untuk melayani penciptaan gagasan-gagasan yang bersifat imajinatif. 4. Pengertian Pragmatik Menurut George (dalam Tarigan, 1986:32), “Pragmatik adalah telaah mengenai keseluruhan perilaku insan, terutama sekali dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang”. Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insane berperilaku dalam keseluruhan situasi pemberian tanda dan penerimaan tanda. Menurut Levinson (dalam Tarigan, 1986:33), “ Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu laporan pemahaman bahasa atau telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat”. Menurut Charles Morris (dalam Tarigan, 1986:33), “ Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan para penafsirnya.” Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan para penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat suatu proposi (rencana atau masalah).
  • 7. Selanjutnya, menurut Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan (1986:33), “Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik”. Jadi, dapat dikatakan pragmatik memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang diucapkan. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pragmatk adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yang terikat dengan konteksnya. 5. Pengertian Implikatur Menurut Grice (dalam Wijana, 1996: 37-39) dalam artikelnya yang berjudul Logic and Conversation mengemukakan bahwa tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian daari tuturan bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur (implicature). Karena implikatur bukan merupakan bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi itu bukan merupakan konsekuensi mutlak. Menurut Agustina (1995: 54), “Konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasi”. Konsep implikatur percakapan ini diajukan Grice untuk menanggulangi makna bahasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh teori semantic biasa. Konsep implikatur dapat memberikan suatu penjelasan yang eksplisit tentang kemungkinan apa yang diucapkan secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud dan pemakai bahasa itu mengerti atau dapat menangkap pesan yang dimaksud dalam ungkapannya. Selanjutnya, dapat dilihat dari contoh wacana iklan: “Pesta Ertiga 2012, dengan hadiah menarik Motor Suzuki NEX dan puluhan hadiah menarik lainnya”. Tuturan tersebut mengimplikasikan bahwa adanya penarikan undian berhadiah. Didalam pertuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancer berkomunikasi karena mereka berdua memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Diantara penutur dan lawan tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Jadi, dapat dikatakan implikasi itu merupakan maksud dan tanggapan dari apa yang dituturkan. B. Kerangka Konseptual Pragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal yang terikat dengan konteksnya. Pragmatik juga dapat diartikan sebagai telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsirnya. Konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasi. ANALISIS IMPLIKATUR PRAGMATIK FUNGSI BAHASA JENIS BAHASA BAHASA KEBAHASAAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Menurut Moleong (1998: 2), “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan kata-kata atau lisan objek yang diamati”. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk menjelaskan kondisi suatu sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Menurut Nazir (2005: 54), “Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang”. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki. Menurut Bagdan dan Taylor (dalam Moleong, 1998: 21), “Penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati”. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah tuturan yang terdapat dalam wacana iklan. Wacana yang terdapat dalam Koran Singgalang, berupa wacana iklan mobil. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data dikumpulkan dengan menggunakan metode simak. Menurut Mahsun (2005:90), “Metode simak adalah metode yang digunakan untuk menyimak penggunaan bahasa”. Menyimak di sini bukan hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis. Di dalam penggunaan secara tertulis harus dilakukan dengan menggunakan teknik cata yaitu mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya dari penggunaan bahasa secara tertulis. Teknik tersebut dapat digunakan pada penelitian penggunaan bahasa secara tertulis. Jadi, wacana iklan mobil “Ertiga” yang diteliti merupakan penggunaan bahasa tertulis. Data Analisis Tindak Tutur dan Implikasi dalam Wacana Mobil No Tuturan Implikasi 1. 2. 3. Teknik Analisis Data Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah teknik pilah. Teknik pilah merupakan teknik yang digunakan dalam menentukan identitas objek sasaran penelitian yang berupa satuan lingual. Unsur penentu dalam penganalisisan data yaitu daya pilah pragmatis, yang alat penentunya berasal dari mitra tutur yang mendengarkan tuturan tersebut. Daya pilah pragmatis dilakukan dengan memilah-milah satuan lingual menjadi tuturan dalam suatu percakapan dalam sebuah wacana. Contoh pada wacana iklan mobil yang ada pada Koran Singgalang: “Pesta Ertiga 2012 dengan hadiah menarik motor Suzuki NEX dan puluhan hadiah menarik lainnya”. Tuturan tersebut mengimplikasikan bahwa adanya penarikan undian berhadiah. Dapat juga mengimplikasikan bahwa pelangan yang mengikuti pesta Ertiga akan mendapatkan hadiah.
  • 8. DAFTAR PUSTAKA Agustina. 1995. Pragmatik Dalam Pengajaran Bahasa Indonesia. Padang: IKIP Padang Press. Keraf, Gorys. 1989. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah. Mahsun. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Fajar Interprata Offset. Moleong, Lexy. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Plato. 2010. “Definisi Bahasa”. http://carapedia.com/pengertian.definisi.bahasa.info494.html. Tarigan, Henry Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa Bandung. Wijana, I Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta. Wacana Kampanye Diakses 6 Desember 2012. WACANA KAMPANYE POLITIK PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA MEDAN, PERIODE 2010-2015 Oleh : Lidia Sianturi 06 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer digunakan oleh masyarakat untuk berhubungan dan bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Harimurti Kridalaksana, 1994:24). Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai peranan penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan manusia untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaaan dan pengalamannya kepada orang lain. Tanpa bahasa manusia akan lumpuh dalam komunikasi maupun interaksi antara individu maupun kelompok. Dengan demikian, manusia tidak dapat terlepas dari bahasa karena pentingnya fungsi bahasa dalam kehidupannya. Bahasa merupakan alat pertukaran informasi. Namun, kadang-kadang informasi yang dituturkan oleh komunikator memiliki maksud terselubung. Oleh karena itu, setiap manusia harus memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut harus dipahami. Kegiatan semacam ini akan dapat dianalisis dan dipelajari dengan pragmatik. Pragmatik merupakan subdisiplin linguistik interdisipliner yang tidak hanya terbatas pada kerangka teori saja namun merupakan ilmu yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Pragmatik cenderung mengkaji fungsi ujaran atau fungsi bahasa daripada bentuk atau strukturnya. Dengan kata lain, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke arah formalisme. Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang berwujud tuturan. Dalam kajian ilmu pragmatik juga dibahas tentang implikatur. Salah satu aplikasi bahasa sebagai alat komunikasi adalah implikatur dalam wacana kampanye politik. Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Dilihat dari sudut pandang pragmatik, dalam kampanye politik banyak implikatur di balik janji-janji yang disampaikan kepada rakyat. Pada dasarnya wacana kampanye politik ini lekat dengan situasi politik partai yang terkait dengan dukung- mendukung. Hal ini dijumpai ketika adanya pemilihan umum baik pemilihan presiden dan wakilnya, calon legislatif, dan pemilihan umum kepala daerah. Tahun 2010 memiliki arti penting bagi seluruh masyarakat Medan karena tahun tersebut diadakan pemilihan umum calon walikota dan wakil walikota yang diadakan tanggal 9 Juli 2010 yang diawali dengan kampanye yang sangat menarik. Nama-nama pasangan calon Walikota dan wakil Walikota Medan yang terpilih adalah: no. urut 1 pasangan Dr. H. Sjahrial R. Anas-Drs. H. Yahya Sumardi. No. urut 2 pasangan Sigit Pramono Asri, S.E.-Ir. Hj. Nurlisa Ginting, M.Sc. No. urut 3 pasangan Indra Sakti Harahap, S.T., M.Sc.-Dr. Delyuzar, S.P., PA(K). No. urut 4 pasangan H. Bahdin Nur Tanjung, S.E., M.M.-Drs. H. Kasim Siyo. No. urut 5 pasangan Drs. H. Joko Susilo-Amir Mirza Hutagalung, S.E. No. urut 6 pasangan H. Rahudman Harahap-H. Djulmi Eldin. No. urut 7 pasangan Prof. Dr. H.M. Arif Nasution, M.A.-H. Supratikno W.S., S.E. No. urut 8 pasangan Ir. H. Maulana Pohan, M.M.-H. Ahmad Arif, S.E.,M.M. No. urut 9 pasangan H. Ajib Shah-Dr. Ir. Binsar Situmorang, M.Si. No. urut 10 pasangan dr. Sofyan Tan-Nelly Armayanti, S.P., M.Sp. Perubahan sistem pemilihan yang ditetapkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi yang berbasis pada perolehan suara telah membuat para caleg mengubah strategi. Sistem perolehan suara terbanyak mau tidak mau membawa atmosfer kompetisi yang semakin ketat. Tidak hanya dengan partai lawan, tetapi juga dengan rekan separtai kekuatan figur menjadi sangat penting. Salah satu cara memperkenalkan figur tersebut melalui berbagai atribut kampanye yang dianggap simbol reprentasi calon legislatif. Meskipun tidak memberikan pengaruh signifikan, nyatanya baliho digunakan para caleg untuk mencitrakan dirinya dengan menggunakan kata-kata atau gambar yang unik. Strategi berkomunikasi untuk menyampaikan pesan dan menarik perhatian rakyat menjadi prioritas utama bagi para juru kampanye. Kajian implikatur dianggap penting karena terikat konteks untuk menjelaskan maksud implisit dari tindak tutur penuturnya. Dengan demikian praanggapan lawan tutur bermacam-macam bergantung pada referensi dan pemahaman konteks yang dimilikinya untuk membuat inferensi terhadap implikatur dari seseorang penutur. Untuk memahami bentuk-bentuk bahasa yang implikatif perlu adanya pengkajian dan analisis yang mendalam. Selain itu, dalam mengkaji dan menganalisis memerlukan kepekaan dengan konteks yang melingkupi peristiwa kebahasaan itu, supaya maksud terselubung di balik wacana kampanye politik benar-benar dimengerti oleh masyarakat. Dengan melihat secara khusus teks-teks yang digunakan dalam wacana kampanye politik saat ini, kita dapat membangun kesimpulan tentang kedudukan bahasa dalam kampanye tersebut. Bahasa-bahasa dalam wacana kampanye politik tersebut berdiri sebagai sesuatu yang harus dibaca dan dilihat. Kata-kata tersebut memberi kita ide dan visi baru yang mempengaruhi cara berpikir kita. Untuk dapat mempengaruhi pembaca, wacana kampanye politik biasanya ditampilkan dengan suatu gaya pengungkapan yang khas. Kekhasan dari wacana kampanye itu sangat menarik. Dalam memahami implikatur dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015 ini, pembaca sangat terbantu dengan adanya ilustrasi gambar dengan berbagai karakter , ukuran dan penguatan kata-kata. Kedudukan gambar cukup penting dalam menarik perhatian khalayak karena lebih mudah diingat daripada kata-kata yang mempunyai banyak maksud yang bisa digali didalamnya. Dan salah satu kekhasan gambar adalah sebagai alat ungkap pesan secara visual menawarkan kesempatan luas untuk didayagunakan sebagai alat memperjelas pesan, mudah dimengerti, menarik perhatian dalam rangka mengajak sesuatu maksud atau gagasan kepada khalayak. Dengan demikian, aspek desain komunikasi visual dalam rangkaian wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015 merupakan upaya persuasif bersifat mengajak, menginformasikan, menegaskan, dan menyuruh atau memerintah. Sedangkan tujuannya adalah untuk mempengaruhi pembaca, merangsang perhatian, menimbulkan tindakan, merangsang tindakan, supaya memilih sesuai dengan kehendak khalayak. Grice (1967 dalam Soemarmo, 1988:170) mengemukakan bahwa untuk dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien diperlukan kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini terdiri dari 2 pokok, yaitu: (1) prinsip koperatif yang menyatakan “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” (2) empat maksim percakapan yang terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas,
  • 9. maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Beliau juga menyatakan, apabila salah satu dari empat maksim tersebut tidak dipatuhi berarti sipembaca bermaksud menyatakan sesuatu dibalik yang diucapkannya. Dengan demikian, ucapan tersebut mempunyai implikatur karena mempunyai maksud dibalik ucapan itu (Lubis, 1993: 74) Wacana kampanye politik ini jelas mengandung implikatur dan hal ini sangat menarik. Untuk menemukan implikatur yang terdapat pada suatu ujaran dibutuhkan kaidah pertuturan. Kaidah tersebut terdiri dari: (1) penentuan makna dasar dari ucapan itu, (2) penentuan implikaturnya yang terdiri dari penganutan prinsip kooperatifnya, nilai evaluatifnya dan kemungkinan kesimpulannya (Siregar, 1997:39) Bentuk wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015 pada media luar ruang seperti baliho juga tidak terlepas dari tindak tutur. Dalam menelaah implikatur harus benar-benar disadari pentingnya konteks ucapan tuturan. Tuturan wacana kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010-2015 memiliki keunikan tersendiri dan sangat menarik untuk diteliti karena banyak pesan-pesan yang dapat diungkapkan di dalamnya. Dengan alasan inilah peneliti tertarik untuk mengangkat “Implikatur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Periode 2010-2015” sebagai judul penelitian. 1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Implikatur apa sajakah yang terdapat dalam wacana kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010-2015? 2. Tindak tutur apa sajakah yang terdapat dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010-2015? 1.2.1 Batasan Masalah Suatu penelitian harus dibatasi supaya terarah dan tujuannya tercapai. Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis pragmatik yang meliputi implikatur dan tindak tutur yang terdapat dalam wacana kampanye politik pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan, periode 2010-2015. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah wacana kampanye politik yang penulis batasi hanya pada media cetak khususnya baliho. Sedangkan data yang digunakan untuk analisis, penulis batasi mulai rangkaian periode yaitu tahun 2010. 1.3 Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Menentukan implikatur yang terdapat dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan wakil Walikota Medan, periode 20102015. 2. Menentukan dan menganalisis jenis-jenis tindak tutur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010-2015. 1.4 Manfaat Penelitian ini memiliki manfaat baik untuk diri peneliti sendiri maupun orang lain, adapun manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Memberikan pengalaman tersendiri bagi peneliti dengan mengetahui implikatur dalam wacana kampanye politik pemilihan calon Walikota dan Wakil Walikota Medan periode 2010 – 2015. 2. Menambah sumber bacaan, memperkaya ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan kepada peneliti-peneliti lainnya yang ingin menganalisis tentang implikatur dalam sebuah wacana kampanye politik. 3. Memberikan sumbangan pikiran untuk pengajaran Pragmatik Indonesia, khususnya bidang implikatur dalam sebuah wacana kampanye politik. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah: 1 rancangan atau buram surat, dsb. 2 ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret: satu istilah dapat mengandung dua – yang berbeda; 3 gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 1988:546). Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini diperlukan beberapa konsep, yaitu konsep implikatur dan konsep wacana kampanye politik. 2.1.1 Konsep Implikatur Implikatur merupakan satu kajian bidang ilmu Pragmatik. Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan atau dengan kata lain tuturan yang disampaikan itu dicakup dalam dua bagian yaitu apa yang disampaikan (makna dasar) dan apa yang diimplikasikan (makna lain/implikaturnya). 2.1.2 Konsep Wacana Kampanye Politik Wacana adalah kesatuan tutur yang merupakan; satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam bentuk karangan atau laporan utuh seperti novel, buku, artikel, pidato atau kotbah (Alwi, dkk. 2003:1265). Wacana merupakan penggunan bahasa dalam komunikasi baik lisan maupun tulisan (Yule, 1996:143). Wacana yang dimaksud adalah satu kesatuan semantik bukan kesatuan gramatikal. Kesatuannya dilihat dari kesatuan maknanya bukan dari bentuknya (morfem, klausa, kata atau kalimat). Kampanye politik merupakan proses menyampaikan pesan-pesan politik yang salah satu fungsinya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat. Setiap partai politik selalu berusaha menemukan cara-cara paling efektif untuk merekrut massa sebanyak-banyaknya. Salah satu cara merekrut massa tersebut adalah melalui pesan-pesan politik dari para kandidat. Pesan-pesan tersebut semakin bervariasi baik bentuknya maupun media yang digunakan. Media iklanlah yang paling banyak dipilih oleh para kandidat. Media iklan tersebut diantaranya media cetak, media elektronik, dan media luar ruang seperti baliho, spanduk, poster, dll. Cara memperkenalkan figur tersebut melalui berbagai atribut kampanye yang dianggap sebagai simbol reprentasi caleg dengan menggunakan kata-kata atau gambar yang unik untuk menarik perhatian masyarakat. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik Menurut Yule, pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari tentang makna yang dikehendaki sipenutur (dalam Cahyono, 1955:213). Dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang deiksis, praanggapan, implikatur, inferensi, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana (Levinson, 1983 dalam Soemarmo, 1988:169). Dalam penelitian ini, pembicaraan mengenai kajian pragmatik lebih dibatasi pada implikatur tindak tutur yang merupakan bagian dari suatu tuturan, dan konteks yang mempunyai peranan penting dalam situasi tuturan.
  • 10. 2.2.2 Implikatur Menurut Gunpers (dalam Lubis, 1991:68), inferensi (implikatur) adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks. Selalu benar apa yang dimaksud oleh sipembicara tidak sama dengan apa yang ditanggap oleh sipendengar sehingga terkadang jawaban si pendengar tidak dapat atau sering juga terjadi si pembicara mengulangi kembali ucapannya mungkin dengan cara atau kalimat yang lain supaya dapat ditanggapi oleh si pendengar Hal yang memungkinkan berlangsungnya situasi percakapan seperti di atas dikuasai oleh satu hukum atau kaidah pragmatik umum yang menurut H. Paul grice (1967 dalam Soemarmo, 1988:171) disebut kaidah penggunaan bahasa. Kaidah ini mencakup peraturan tentang bagaimana percakapan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Kaidah ini terdiri dari 2 pokok, yaitu: (1) prinsip koperatif yang menyatakan “katakan apa yang diperlukan pada saat terjadinya percakapan itu dengan memegang tujuan dari percakapan itu.” (2) empat maksim percakapan yang terdiri dari maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim pelaksanaan. Maksim kualitas mewajibkan setiap peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya. Konstribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti yang memadai. Misalnya seorang harus mengatakan bahwa Indonesia adalah ibukota Jakarta, bukan kota-kota yang lain kecuali kalau benar-benar tidak tahu. Akan tetapi, bila terjadi hal yang sebaliknya, tentu ada alasan-alasan mengapa hal demikian bisa terjadi. Maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan memberikan konstribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Contoh: (4) Tetangga saya hamil (5) Tetangga saya yang perempuan hamil Ujaran (4) di atas lebih ringkas, juga tidak menyimpang nilai kebenaran (truth value). Setiap orang tentu mengetahui bahwa wanitalah yang mungkin hamil. Dengan demikian, elemen yang perempuan dalam tuturan (5) sifatnya berlebihan. Kata hamil dalam (4) sudah menyarankan tuturan itu. Kehadiran yang perempuan dalam (5) justru menerangkan hal-hal yang sudah jelas. Hal ini bertentangan dengan maksim kuantitas. Maksim relevansi mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan konstribusi yang relevansi dengan masalah pembicaraan. Contoh: (6) + Ani, ada telepon untuk kamu. - Saya lagi di belakang, Bu! Jawaban (-) pada (6) di atas sipintas tidak berhubungan, tetapi bila diamati, hubungan implikasionalnya dapat diterangkan. Jawaban (-) pada (6) mengimplikasikan bahwa saat itu ia tidak dapat menerima telepon itu. Fenomena (6) mengisyaratkan bahwa fenomena relevansi tindak ucap peserta konstribusinya tidak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi memungkinkan pula pada apa yang diimplikasikan ujaran itu Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak takabur, tidak taksa, dan tidak belebihan serta runtut. Contoh: (7) + let’s stop and get something to eat! - Okay, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S! Dalam (7) tokoh (-) menjawab ajakan (+) secara langsung, yakni dengan mengeja satu per satu kata Mc Donalds penyimpangan ini dilakukan karena ia tidak menginginkan anaknya yang sangat menggemari makanan itu mengetahui maksudnya. Salah satu pegangan atau kaidah percakapan ialah bahwa pendengarnya menganggap bahwa pembicaraanya mengikuti dasar-dasar atau maksim di atas. Apabila terdapat tanda-tanda bahwa salah satu dasar atau maksim tersebut tidak diikuti, maka ucapan itu mempunyai implikatur (Siregar 1997:30) Contoh: A. Nasinya sudah masak. Implikaturnya adalah silakan dimakan. B. Saya punya sepeda. Implikaturnya adalah sepeda saya boleh Anda pakai. Kalimat-kalimat di atas mempunyai implikatur karena keduanya tidak sesuai dengan maksim kuantitas (sesuatu yang jelas masih dinyatakan). Jadi, pendengarnya harus memutuskan bahwa ada makna lain dibalik ucapan itu. Dan karena disetiap percakapan kita harus menganggap bahwa prinsip kooperatifnya selalu diikuti, maka tugas pendengarnya adalah menetapkan atau mengolah ucapan itu untuk menentukan makna dibaliknya dengan mempergunakan kaidah-kaidah yang ada 2.2.3 Tindak Tutur Menurut Searle, dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata, atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku atau tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah (dalam Rani, 2004:158) Teori tindak tutur dikemukakan oleh John R. Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts: An Essay in the Philosophy of Language. Ia membagi praktik penggunaan bahasa menjadi tiga macam tindak tutur, yaitu: 1. Tindak ‘lokusi’ yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. Dalam tindak ini tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan sipenutur, tetapi bermaksud untuk memberi tahu petutur (dalam Lubis, 1991:9) Contoh: Saya lapar, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama tunggal (sipenutur), dan lapar mengacu ke ‘perut yang kosong dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta makanan. 2. Tindak ‘ilokusi’ yaitu tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Pada tindak tutur ini, penutur mengucapkan kalimat bukan dimaksudkan untuk memberi tahu penutur saja, tetapi ada keinginan petutur melakukan tindakan. Contoh: Saya lapar yang maksudnya adalah meminta makanan merupakan suatu tindak ilokusi. Begitu juga kalimat “ Saya mohon bantuan Anda” bukan hanya suatu pernyataan saja, tetapi maksudnya adalah si penutur benar-benar meminta bantuan. 3. Tindak ‘perlokusi’ yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan, 1989:18, dalam Lubis, 1993:9) Contoh: darikalimat Saya lapar yang dituturkan oleh sipenutur menimbulkan efek kepada pendengar yaitu dengan memberikan atau menawarkan makanan kepada penutur. Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan “predikasi”, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi dengan ‘akibat suatu ungkapan’. Atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu, ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakainya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian, dan lain-lain. Perlokusi adalah hasil dari ucapan tersebut terhadap pendengarnya
  • 11. Kalimat: Nilai raportmu bagus sekali! Dari segi lokusi, ini hanya sebuah pernyataan bahwa nilai raport itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, dapat berupa pujian atau ejekan. Pujian kalau nilai raportnya memang bagus, dan ejekan kalau nilainya tidak bagus. Dari segi perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih (muram) dan sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih. Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan, tetapi mengharuskan si pedengar mengolahnya sehingga makna yang sebenarnya dapat ditentukannya. Jadi, kalimat: nilai raportmu bagus sekali bermakna dasar sebuah raport bernilai bagus. Prinsip kooperatifnya di sini dijalankan karena sipembicara menyatakan sesuai dengan tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan sebagai berikut: si pembicara menyatakan sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna dibalik ujaran tersebut. Dalam hal ini, konteks dan penuturnya memegang peranan untuk menyatakan nilai evaluatifnya. Jika yang menyatakan itu adalah orang tua kepada anaknya yang menunjukkan raportnya dan air muka orang tua itu tidak jernih, maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah kekesalan. Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai raport tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau juga mungkin hanya merasa sedih atau mungkin juga dapat menangis, atau ia menyatakan akan berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi. Searle mengklasifikasikan tindak ilokusi berdasarkan maksud ke dalam lima kategori, yakni: 1. Representatif atau assertif yaitu ilokusi yang bertujuan menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. 2. Direktif yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat 3. Komisatif yaitu ilokusi yang terikat pada suatu tindakan di masa depan, misalnya menjanjikan, menawarkan. 4. Ekspresif yaitu ilokusi yang bertujuan mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, menuduh, memuji, mengucapkan belasungkawa dan sebagainya. 5. Deklaratif yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan, misalnya mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan atau membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya. 2.2.4 Konteks Konteks berasal dari bahasa latin ‘contexere’ yang berarti ‘menjalin bersama’. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan dirinya, yang terjalin bersama. Hymes (1972, dalam Chaer, 1995:62), sorang pakar linguistik terkenal mengatakan bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang bila huruf-huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah: 1. S (Setting and Scane). 2. P (Participants). 3. E (Ends), merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. 4. A (Act sguence), mengacu kepada bentuk ujaran dan isi ujaran. 5. K (Keys), mengacu pada nada, cara dan semangat dimana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, serius, mengejek, bergurau. 6. I (Instrumentalities), 7. N (Norm of interaction and interpretation), mengacu pada tingkah laku yang khas dan sikap yang berkaitan dengan peristiwa tutur. 8. G (Genres), mengacu pada jenis penyampaian. Setting berkenaan dengan tempat dan waktu tuturan berlangsung, sedangkan scane mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita boleh berbicara keras-keras, tetapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin. Participants adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi dalam khotbah di mesjid, Khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda apabila berbicara dengan orang tua atau gurunya bila dibandingkan kalau ia berbicara dengan teman sebayanya. Ends merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peristiwa tutur di ruang kajian linguistik, dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya, namun mungkin ada diantara para mahasiswa datang hanya untuk memandang wajah ibu dosen yang cantik itu. Act Sequence mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan apa hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan. Keys mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditunjukkan dengan gerak tubuh dan isyarat. Instrumentalities mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf atau telepon. Instrumentatalities ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek atau register. Norms of interaction and interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara. Genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa dan sebagainya. 2.3 Tinjauan Pustaka Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Adapun sumber tersebut adalah seperti berikut. Wijana (2001) meneliti implikatur dalam wacana pojok. Dia menyimpulkan tentang fakta bahwa sebuah tuturan khususnya tuturan yang diutarakan untuk maksud mengritik, mengecam, memberikan cara-cara dengan sopan, seperti halnya wacana pojok dikreasikan sedemikian rupa
  • 12. dengan tuturan-tuturan yang berimplikatur. Dalam hal ini kajian pragmatik harus memberikan kepastian konteks agar semakin sempit atau terbatas kemungkinan implikatur yang dapat ditimbulkan oleh sebuah tuturan. Dewana (2001), dalam skripsinya Pasangan Bersesuaian dalam Wacana Persidangan (Analisis Implikatur Percakapan). Dia menyimpulkan tentang penerapan prinsip kerja sama serta empat maksim percakapan pasangaan bersesuaian yang terdapat pada analisis implikatur percakapan dalam wacana persidangan adalah pola panggilan-jawaban, pola permintaan pemersilahan-penerimaan, pola permintaan informasi-pemberian, pola penawaran-penerimaan, pola penawaran-penolakan. Anina (2006) meneliti tentang implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia. Dia menyimpulkan bahwa wacana humor berbahasa Indonesia memilki karakteristik wujud lingual implikatur percakapan seperti kalimat deklaratif, interogatif, imperatif. Selain itu, implikasi pragmatis implikatur percakapan dalam wacana humor berbahasa Indonesia memiliki fungsi menghibur, menyindir, memerintah, dan mengejek. Dari uraian di atas, penelitian terhadap implikatur dalam wacana khususnya wacana kampanye politik masih sedikit. Oleh karena itu, pada kesempatan ini akan diteliti bagaimana bentuk implikatur dalam Wacana Kampanye Politik Pemilihan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Medan periode 2010-2015 dan pesan-pesan apa yang tersirat dibalik konteks yang dituturkan. Diposkan oleh HUT_DO_PI di 03.26 http://hutdopi08.blogspot.com/2013/06/wacana-kampanye.html -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- IMPLIKATUR DALAM TRANSAKSI JUAL BELI DI KOPERASI SISWA SMA N 2 LUBUK BASUNG BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah lepas dari proses komunikasi. Komunikasi dilakukan untuk mempermudah manusia menyelesaikan pekerjaan mereka. Proses komunikasi tersebut dilakukan baik secara verbal maupun nonverbal. Pada komunikasi verbal, tuturan merupakan hal terpenting saat proses komunikasi terjadi. Hal ini dikarenakan, tuturan merupakan tindak praktek sosio-budaya yang tidak hanya memiliki makna literal, tetapi juga makna nonliteral. Salah satu contoh dari proses komunikasi verbal tersebut adalah dalam transaksi jual beli. Dalam transaksi jual beli, komunikasi yang baik akan menghasilkan transaksi yang baik pula. Oleh sebab itu, dibutuhkan pemahaman yang sama akan makna tuturan baik dari sang pembeli maupun dari pihak penjual sendiri. Untuk memahami makna literal maupun nonliteral dalam transaksi jual beli, diperlukan penjelasan fungsional, eksplisit, dan kontekstual yang lazimnya tidak terjangkau oleh penjelasan linguistik formal. Salah satu cara untuk memahami makna tuturan tersebut adalah dengan memahami implikatur dari tuturan itu sendiri. Implikatur merupakan subkajian dalam pragmatik yang mengkaji makna di balik sebuah tuturan. Implikatur merupakan bagian dari tindak tutur dalam sebuah peristiwa tutur yang memiliki keragaman fungsi dalam berbagai konteks. Implikatur merupakan produk sosio-budaya penutur, sehingga implikatur memiliki kekhasan tersendiri yang menuntut penjelasan fungsional, eksplisit, dan kontekstual. Kenyataannya dengan banyaknya ragam tuturan, salah maksud tutur merupakan masalah bertutur yang tidak dapat dihindari antara penutur (Pn) dan mitra tutur (Mt). Apabila tidak ada kesamaan pemahaman akan implikatur saat peristiwa tutur terjadi, maka dapat terjadi salah maksud tutur antara Pn dan Mt. Sebagai contoh, dalam transaksi jual beli di Koperasi siswa SMA N 2 Lubuk Basung. Interaksi antara siswa dengan petugas koperasi dalam sebuah transaksi juga memiliki berbagai fungsi komunikasi dan tujuan, misalnya menyampaikan informasi, meminta informasi, menyuruh, mengajak, memuji, dan menolak. Interaksi antara siswa dan petugas koperasi dalam sebuah transaksi hendaknya berjalan dengan baik agar tidak terjadi salah maksud tutur. Contohnya, seorang siswa bermaksud untuk bergurau dengan bertutur „kuenya kok mahal-mahal?.‟ Meskipun siswa tersebut hanya bermaksud untuk bergurau, namun apabila tidak adanya kesamaan pemahaman makna tuturan, maka petugas koperasi tersebut dapat menganggap tuturan si siswa sebagai sebuah penghinaan. Hal ini diakibatkan adanya kendala tujuan ketika melakukan transaksi, yaitu penutur memiliki tujuan yang berbeda dengan mitra tutur, serta tidak adanya kerja sama yang baik antara siswa sebagai Pn dan petugas koperasi sebagai Mt. Selain itu, kendala situasi dan kondisi Mt pada saat terjadi interaksi antara siswa denan petugas koperasi juga dapat mempengaruhi perbedaan maksud tersebut. Perlu adanya sebuah kajian implikatur dalam memahami makna tuturan pada transaksi jual beli untuk mencegah kesalahan-kesalahan maksud tutur. Atas dasar hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti implikatur dalam transaksi jual beli di koperasi siswa SMA N 2 Lubuk Basung. 1. B. Fokus Masalah Dari latar belakang di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah implikatur dalam transaksi jual beli di koperasi SMA N 2 Lubuk Basung. 1. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dan agar permasalahan yang dibahas tidak meluas, maka masalah penelitian ini akan dibatasi pada implikatur dalam transaksi jual beli di koperasi SMA N 2 Lubuk Basung, beserta implikasi pragmatisnya. Implikatur di luar transaksi jual beli tidak diteliti dalam penelitian ini. 1. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, fokus masalah, dan pembatasan masalah di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan berikut, yaitu “Bagaimanakah Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung?” 1. E. Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka disusun pertanyaan penelitian berupa: 1. 2. 1. Bagaimanakah Wujud Tuturan Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung? Bagaimanakah Implikasi Pragmatis Wujud Tuturan Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung? F. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penelitian ini, yaitu: 1. 2. Mendeskripsikan Wujud Tuturan Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung? Mendeskripsikan Implikasi Pragmatis Wujud Tuturan Bentuk Implikatur dalam Transaksi Jual Beli di Koperasi Siswa SMA N 2 Lubuk Basung?
  • 13. 1. G. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai bentuk implikatur dalam transaksi jual beli di SMA N 2 Lubuk Basung ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak berikut: 1. 2. 3. Bagi guru bahasa Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru bahasa Indonesia sebagai salah satu alternasi bahan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran memahami maksud sebuah tuturan. Bagi peneliti lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan perbandingan untuk melanjutkan penelitian yang lebih mendalam tentang implikatur Bagi peneliti sendiri, penelitian ini berguna untuk menerapkan ilmu serta sebagai syarat mata kuliah Metode Penelitian Kebahasaan. BAB II KAJIAN TEORI 1. A. Kajian Teoritis Relevansi antara asumsi penelitian dengan kenyataan di lapangan membutuhkan teori-teori. Berkaitan dengan masalah penelitian, teori yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu: (1) tindak tutur, (2) implikatur, (3) penafsiran wujud tutur, maksud, dan konteks. 1. 1. Tindak Tutur Austin (1962) (dalam Gunarwan, 1994:45) membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran, yaitu (1) tindak lokusioner atau lokusi, (2) tindak ilokusioner atau ilokusi, dan (3) tindak perlokusioner atau perlokusi. Tindak lokusioner adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak lokusinoner merupakan tindak tutur yang relatif mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan dalam situasi tutur. Jadi, lokusi suatu kalimat adalah makna dasar dan referensi dalam kalimat tersebut. Tindak ilokusioner adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu dan melakukan sesuatu. Tindak ilokusi sangat sukar diidentifikasikan karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu terjadi, dan sebagainya. Dengan demikian, tindak ilokusi merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur. Tindak perlokusioner adalah tindak tutur yang mengacu kepada efek yang dihasilkan penutur dengan mengatakan sesuatu. Scarle (yang dikutip oleh Leech, 1993:164) membagi tindak tutur berdasarkan garis ilokusinya menjadi lima kategori, yaitu: (a) representatif, (b) direktif, (c) komisif, (d) ekspesif, dan (e) deklarasi. Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya, seperti melaporkan, menyatakan, menunjukkan, dan menyebutkan. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu, seperti menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu, seperti memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, dan mengeluh. Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melakukan apa yang disebutkan dalam uajrannya, seperti berjanji, bersumpah, dan mengancam. Tindak tutur deklarasi yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru, seperti memutuskan, membatalkan, mengizinkan, dan memberi maaf. 1. 2. Implikatur Grice (yang dikutip oleh Wijana, 1996:37) mengatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan bersangkutan. Proposisi yang diimplikasikan itu disebut implikatur. Manaf (2005:1) menjelaskan siratan makna adalah maksud penutur yang tidak dinyatakan (secara eksplisit) oleh penutur, tetapi dikomunikasikan di dalam percakapan. Siratan makna yang dikemukakan Manaf ini sama dengan pengertian implikatur yang dikemukakan Grice. Lebih jauh, Grice mengelompokkan implikatur menjadi dua, yaitu implikatur konvensional dan implikatur nonkonvensional (percakapan). Implikatur konvensional dapat ditangkap dengan memahami makna gramatikal kata-kata di dalam sebuah tuturan. Sebaliknya, implikatur percakapan hanya dapat ditangkap hanya jika sebuah tuturan dihubungkan dengan sebuah konteksnya. Implikatur konvensional dapat ditemukan di dalam tuturan berikut ini. (1) Hanya Doni yang selamat dalam kecelakaan bus kemarin. Dengan melihat makna gramatikal, terutama pada kata hanya dapat diinferensikan bahwa implikatur konvensional dari tuturan tersebut adalah „tidak ada penumpang lain dalam bus it yang selamat saat kecelekaan terjadi.‟ (2) Ujian sudah dekat Tuturan di atas sebagai jawaban atas pertanyaan kenapa tidak mau pergi bermain bersama kami? Dan mengandung implikatur bahwa „penutur menolak untuk bermain bersama temannya.‟ Implikatur percakapan tuturan (2) diinferensikan dengan menghubungkan tuturan dengan konteks saat tuturan itu dituturkan. Jadi, implikatur percakapan merupakan ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasikan berdasarkan konteks yang diketahui oleh pembicara dan pendengar. Nababan (1987:28) mengatakan bahwa konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan antara apa yang diucapkan dengan apa yang diimplikasikan. Levinson (1983) melihat kegunaan konsep implikatur itu terdiri atas empat, yaitu: (1) dapat menjelaskan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik, (2) dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas/eksplisit tentang bagaimana kemungkinan bahwa apa yang diucapkannya secara lahiriah berbeda dengan apa yang dimaksud dan bahwa pemakai bahasa itu mengerti pesan yang dimaksud, (3) dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungna antar klausa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata-kata dengan struktur yang sama, (4) dapat menerangkan berbagai fakta/gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan dari/atau berlawanan (dalam Nababan: 1987:28-30). Agar implikatur percakapan mencapai hasil yang baik inferensi harus dipandu oleh seperangkat asumsi. Menurut Grice (1975) , perangkat asumsi ini terdiri atas empat aturan percakapan yang dikenal dengan Prinsip Kerjasama (Cooperative Principle). Keempat aturan percakapan itu, yaitu (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas, (3) maksim hubungan, dan (4) maksim cara. Maksim kualitas berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan, oleh karena itu: (a) jangan menuturkan sesuatu yang anda yakini tidak benar, (b) jangan menuturkan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan. Maksim kuantitas berhubungan dengan jumlah informasi yang diberikan, oleh karena itu: (a) informasi yang anda berikan hendaknya seinformatif yang diperlukan, (b) jangan memberikan informasi yang kurang atau melebihi yang dibutuhkan. Maksim hubungan berisi ketentuan yang dapat menjalin hubungan antara makna dan bentuk pengungkapannya, oleh karena itu usahakan tindak tutur anda ada hubungan dengan maksud
  • 14. anda. Maksim cara terdiri atas empat aturan, yaitu: (a) hindari pernyataan yang samar-samar atau tidak jelas, (b) hindari ketaksaan, (c) usahakan agar tuturan ringkas, dan (d) usahakan bertutur secara teratur. 1. 3. Penafsiran Wujud Tutur, Konteks, dan Maksud Tuturan selalu diwujudkan dalam konteks tertentu. Konteks memegang peranan penting dalam menafsirkan makna tuturan karena makna tuturan dapat berbeda-beda dalam konteks yang berbeda. Atau dengan kata lain, suatu tuturan dapat bermakna lain sama sekali dati yang dimaksudkan oleh penutur (Pn) disebabkan perbedaan konteks saat tuturan berlangsung. Kemampuan menafsirkan makna tuturan itu dalam banyak hal bergantung kepada kemampuan mitra tuturan (Mt) menghubungjan tuturan itu dengan konteks yang melingkupinya. Konteks tuturan dibentuk oleh berbagai unsur, seperti: penutur, mitra tutur, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan saluran. Unsur-unsur itu berhubungan pula dengan unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa, antara lain yang dikemukakan oleh Hymes (1972) yang tercakup dalam akronim SPEAKING. Kepanjangan dari SPEAKING itu sendiri adalah setting atau scene (latar), participants (peserta tutur), ends (hasil), act sequences (urutan tindak), key (cara), instrumentalities (sarana), norms (norma), dan genre (jenis). Unsur-unsur Pn, Mt, dan benda atau situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) yang menjadi acuan di dalam konteks tuturan dapat dirinci. Rincian dapat memberi keterangan bagi eksistensi dan hubungannya dengan Pn yang memperkenalkannya pada percakapan. Rincian dalam konteks yang perlu diketahui antara lain sebagai berikut. Pertama, konteks linguistik atau ko-teks (Brown dan Yule: 1996:99). Ko-teks suatu kata merupakan sekelompok kata lain yang digunakan dalam frase atau kalimat yang sama. Ko-teks mempunyai pengaruh kuat pada penafsiran makna kata yang dituturkannya. Sebagai contoh, kata „bisa‟ sebagai homonim dalam kalimat „Ular itu memiliki bisa‟ dan „Anak itu bisa mengerjakan soal tersebut‟ memiliki makna yang berbeda. Bagaimana mengetahui makna yang terandung di dalamnya? Biasanya untuk mengetahuinya berdasarkan konteks linguistiknya. Kedua, konteks fisik yang melibatkan ciri-ciri yang dimiliki oleh manusia, benda, binatang secara fisik, atau cirri luar yang menyangkut milik. Apabila ada pawang ular sedang memegang mulut ular dan mengeluarkan sesuatu dari mulut ular itu sambil berkata „Bisanya sudah tidak berbahaya lagi‟, makna kata „bisa‟ dapat ditafsirkan melalui konteksnya. Ketiga, situasi tutur (speech situation) dan peritiwa tutur (speech event). Situasi tutur meliputi siapa Pn, dan Mt, konteks tuturan, dan tujuan tuturan. Suparno (1998:12) menyebutkan bahwa peristiwa tutur meliputi: percakapan, pidato, do‟a, surat, dan sebagainya. Dalam peristiwa tutur terdapat tindak berbahasa, yaitu apa yang sedang dilakukan Pn ketika dia sedang berbahasa dalam peristiwa berbahasa tertentu. 1. B. Penelitian yang Relevan Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: 1. 2. Nila Krishnawaty (2006), meneliti tentang Implikatur Dalam Dialog Pasambahan Pada Upacara Perkawinan di Nagari Alahan Panjang Kabupaten Solok. Dalam penelitian ini ditemukan jenis tindak tutur serta ragam implikatur yang digunakan dalam upacara perkawinan. Desi Gusma Dewi (2007), meneliti Implikatur Pasambahan Manjampuik Marapulai di Kenagarian Pauh V, Padang. Dalam penelitian ini ditemukan bentuk-bentuk implikatur dan penggunaanya dalam upacara perkawinan. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu. Perbedaan itu adalah dari segi objek kajiannya. Objek penelitian yang akan dilakukan adalah tuturan dalam transaksi jual beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung yang membahas bentuk implikatur serta implikasi pragmatis dari tuturan tesebut. 1. C. Kerangka Konseptual Dalam kegiatan transaksi jual beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung, siswa dan penjaga koperasi biasa menggunakan tindak tutur dalam pelaksanaannya. Tindak tutur tersebut banyak macamnya dan mengandung banyak arti. Agar tidak terjadi kesalahan dalam komunikasi, maka baik pelaku tutur maupun mitra tutur harus sama-sama mengetahui apa maksud dari tuturan yang diucapkan masing-masing pihak. Apabila terjadi perbedaan pernafsiran, maka dapat terjadi perkelahian yang disebabkan salah pengertian. Karenanya diperlukan pemahaman implikatur yang tepat pada saat tuturan itu terjadi. Oleh karena itulah, tuturan dalam transaksi jual beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung hendaknya dikaji berdasarkan implikatur serta implikasi pragmatis dari tuturan yang digunakan. Bagan Kerangka Konseptual Tuturan siswa dan penjaga koperasi dalam transaksi jual beli Implikatur Bentuk implikatur Implikasi pragmatis BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan data yang diperoleh dari informan penelitian. Nazir (1983:63) menyebut metode deskriptif sebagai suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Selanjutnya, Kirk dan Miller (dalam Moleong, 1998:4) memaparkan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia, baik secara kawasannya maupun secara peristilahannya. 1. B. Latar, Entri, dan Kehadiran Peneliti Penelitian ini dilakukan di SMA N 2 Lubuk Basung. SMAN 2 Lubuk Basung merupakan salah satu SMA yang terletak di Kecamatan Lubuk Basung, Kabupaten Agam. SMA N 2 Lubuk Basung dikenal sebagai sekolah unggul yang banyak menghasilkan siswa-siswa berprestasi. Jumlah siswa di SMA N 2 Lubuk Basung kurang lebih 650 orang dengan latar belakang berbeda-beda. Entri dalam penelitian ini adalah tuturan dalam transaksi jual beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung yang difokuskan kepada bentuk implikatur pada tuturan dalam transaksi jual beli serta implikasi pragmatis pada tuturan dalam transaksi jual beli di Koperasi SMA N 2 Lubuk Basung.
  • 15. Peneliti adalah alumni SMA N 2 Lubuk Basung dan penduduk asli Lubuk Basung. Dalam mengumpulkan data, peneliti langsung terjun ke lapangan dalam melakukan observasi. Selain itu, peneliti juga mencatat tuturan yang diucapkan informan dengan alat tulis serta merekamnya dengan alat perekam. 1. C. Informan Penelitian Untuk mendapatkan informasi tentang penelitian ini, diperlukan beberapa informan yaitu siswa dan petugas koperasi di SMA N 2 Lubuk Basung. Menurut Moleong (1998:90), persyaratan dalam menentukan dan memilih seorang informan, yaitu: jujur, taat pada peraturan, suka berbicara, tidak termasuk anggota salah satu kelompok yang bertentangan dengan latar belakang penelitian. Oleh sebab itu, umur informan dibatasi 15-20 tahun. Persyaratan yang lain, informan mempunyai alat ucap yang lengkap dan sempurna, serta dapat menyimak dengan baik. Oleh karena itu, peneliti hanya mengambil data dengan teknik observasi dengan cara mencatat tuturan yang terjadi pada transaksi jual beli di koperasi SMA N 2 Lubuk Basung. 1. D. Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini digunakan instrumen untuk mendapatkan data yang relevan dari siswa dan penjaga koperasi SMA N 2 Lubuk Basung. Instrumen itu adalah peneliti sendiri yang dibantu dengan lembar observasi, alat tulis, dan alat perekam. 1. E. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik rekam dan catat. Teknik rekam dengan menggunakan tape recorder digunakan sebagai alat perekam tuturan siswa dan penjaga koperasi dalam transaksi jual beli di SMA N 2 Lubuk Basung. Teknik catat digunakan untuk melakukan pencatatan pada kertas yang telah disediakan, terutama pada bagian yang mengandung tindak tutur. Pencatatan ini dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat tulis. 1. F. Teknik Analisis Data Teknik analisi data dalam penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) mentranskripsikan data yang telah direkam ke dalam bentuk tulisan; (2) data yang telah ditranskripsikan kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis tindak tutur, bentuk implikatur, serta implikasi pragmatis dari tuturan yang diucapkan; (3) melakukan analisis berdasarkan jenis tindak tutur, bentuk implikatur, serta implikasi pragmatis dari tuturan yang diucapkan; (4) menyimpulkan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Brown, G dan Yule G. 1996. Analisis Wacana. Terjemahan oleh I. Soetikno. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Brown, Penelope and Stephen C. Levinson. 1987. Politeness. New York: University Press. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan M. D. D. Oka dari judul asli “The Principles of Pragmatics.” Jakarta: Universitas Indonesia. Dewi, Desi Gusma. 2007. “Implikatur Pasambahan Manjampuik Marapulai di Kenagarian Pauh V, Padang.” Skripsi. Padang: FBSS UNP. Khrisnawaty, Nila. 2006. “Implikatur Dalam Dialog Pasambahan Pada Upacara Perkawinan di Nagari Alahan Panjang, Kabupaten Solok.” Skripsi. Padang: FBSS UNP. Manaf, Ngusman Abdul. 2005. “Melacak Siratan Makna di dalam Tuturan Tidak Langsung di dalam Bahasa Indonesia.” Dalam Seminar Nasional Bahasa Indonesia dan Pengajarannya. Padang: Universitas Negeri Padang. Moleong, L. J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Raja Karya. Nababan, P. W. J. 1993. Sosiolinguistik, Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Nasir, Muhammad. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Suparno. 1998. Analisis Wacana, Bahan Ajar Kapita Selekta Bidang Studi. Tidak Diterbitkan. Malang: IKIP Malang. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset. http://catatannyasulung.wordpress.com/2011/06/05/implikatur-dalam-transaksi-jual-beli-di-koperasi-siswa-sma-n-2-lubuk-basung/ Analisis Implikatur Iklan Djarum 76 Versi Kontes Jin ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN IKLAN DJARUM 76 VERSI KONTES JIN Disusun sebagai nilai Uji Kompetensi Mata Kuliah Pragmatik Dosen Penganpu: Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum. Oleh Nur Hady Eko Setiawan K 1209050 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 ANALISIS IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM IKLAN DJARUM 76 VERSI KONTES JIN Oleh: Nur Hady Eko Setiawan ABSTRAK Iklan djarum 76 seringkli muncul dengan berbagai versi yang mampu menarik perhatian dan canda tawa kepada penikmat media massa. Percakapan yang disampaikan oleh pemain-pemainnya seringkali memunculkan suatu makna atau maksud dibalik tuturan tersebut. Implikatur percakapan sering muncul apabila seorang penikmat media massa iklan djarum76 mengetahui dan memahami perkembangan masalah publik yang sedang hangat diperbincangkan. Kesamaan repotoar menjadi jembatan penghubung tersampaikannya implikatur dari iklan djarum 76 versi kontes jin. Oleh karena itu, pemahaman terhadap implikatur akan memperlancar komunikasi publik pada media iklan djarum 76 versi kontes jin. Kata kunci : kesamaan reportoar, implikatur percakapan, iklan djarum 76 versi kontes jin. PENDAHULUAN Bahasa merupakan suatu alat yang paling utama untuk berkomunikasi antar manusia. Dengan kata lain, manusia akan sangat tergantung sekali pada suatu bahasa dan mengingat juga bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain. Dalam hal ini tentulah antar manusia akan terjadi suatu interaksi (komunikasi) untuk berbagai tujuan.
  • 16. Bahasa yang digunakan oleh manusia bukanlah bahasa yang statis, tetapi bahasa yang selalu berkembang sesuai kebutuhan manusia sebagai penggunanya. Berbagai fenomena yang muncul di dalam kehidupan praktis akan berpengaruh besar terhadap suatu bahasa. Sering kali kaidahkaidah bahasa yang disepakati mengalami stagnasi menghadapi fenomena penggunaan bahasa pada tataran praktis. Pengkajian suatu bahasa pada tataran struktural saja sering kali tidak menghasilkan suatu kajian yang maksimal. Kondisi praktis penggunaan bahasa sering kali keluar dari kaidah-kaidah struktural, tetapi proses komunikasi yang terjadi tidak menemui suatu kendala dan justru menghasilkan suatu komunikasi yang lebih efektif dan efisien. Hal itulah yang mendorong suatu kajian terhadap suatu bahasa tidak hanya dari sudut pandang struktural saja, melainkan harus dikaitkan dengan aspek-aspek di luar struktur bahasa. Salah satu kajian bahasa yang mampu mengakomodasi aspek-aspek di luar bahasa dalam pengkajiannya adalah pragmatik maupun analisis wacana. Dalam dua bidang kajian ini, pengkajian suatu bahasa dengan melibatkan aspek-aspek luar bahasa yang turut serta mamberi makna dalam suatu komunikasi. Melibatkan aspek-aspek di luar bahasa sangatlah tepat ketika melihat fenomena penggunaan bahasa pada tataran praktis yang cukup beragam. Percakapan pada hakikatnya adalah peristiwa berbahasa lisan antara dua orang partisipan atau lebih yang pada umumnya terjadi dalam suasana santai. Percakapan merupakan wadah yang memungkinkan terwujudnya prinsip-prinsip kerjasama dan sopan santun dalam peristiwa berbahasa. Untuk itu perlu memahami implikatur percakapan, agar apa yang diucapkan dapat dipahami oleh lawan tutur. Salah satu bagian dari kajian pragmatik adalah implikatur percakapan. Dalam suatu komunikasi, di dalamnya dapat dipastikan akan terjadi suatu percakapan. Percakapan yang terjadi antar pelibat sering kali mengandung maksud-maksud tertentu yang berbeda dengan struktur bahasa yang digunakan. Dalam kondisi tersebut suatu penggunaan bahasa sering kali mempunyai maksud-maksud yang tersembunyi di balik penggunaan bahasa secara struktural. Pada kondisi seperti itulah suatu kajian implikatur percakapan mempunyai peran yang tepat untuk mengkaji suatu penggunaan bahasa. Pada iklan yang ditayangkan di televisi pastilah mengandung faktor-faktor yang mampu mempengaruhi penonton sehingga timbul kesepahaman makna. Faktor-faktor yang saling mendekatkan antara pemeran dan penonton tersebut sedikit banyak akan berpengaruh terhadap berlangsungnya proses komunikasi di dalam tayangan iklan. Dalam makalah ini akan dipaparkan suatu kajian implikatur percakapan yang terjadi di dalam Djarum 76 versi kontes jin. Dalam iklan Djarum 76 versi kontes jin tersebut sering sekali muncul suatu percakapan yang mengandung maksud-maksud tertentu yang terkadang berbeda dengan apa yang terkandung dalam pertuturan yang muncul. Dalam hal ini pengkajian dari sudut implikatur percakapan dimungkinkan dapat memperjelas proses komunikasi yang terjadi. Oleh karena itu, peneliti akan mengkaji lebih mendalam mengenai implikatur iklan Djarum 76 versi Kontes Jin. KAJIAN TEORI Implikatur merupakan salah satu bagian dalam pragmatik. Berkaitan dengan pengertian, berikut beberapa pengertian tentang implikatur yang dikemukakan oleh ahli-ahli bahasa. Menurut Brown dan Yule (1996 : 31) istilah implikatur dipakai untuk menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan apa yang sebenarnya yang dikatakan oleh penutur. Pendapat itu bertumpu pada suatu makna yang berbeda dengan makna tuturan secara harfiah. Senada dengan pendapat itu, Grice, H.P., menunjukkan bahwa sebuah implikatur merupakan sebuah proposisi yang diimplikasikan melalui ujaran dari sebuah kalimat dalam suatu konteks, sekalipun proposisi itu sendiri bukan suatu 3 bagian dari hal yang dinyatakan sebelumnya (Gazdar, 1979:38). HampIr sama dengan pendapat Brown dan Yule, tetapi Grice mencoba mengaitkan suatu konteks yang melingkupi suatu tuturan yang turut memberi makna. Lebih singkat lagi, Grice, H.P (Suyono, 1990:14) mengatakan implikatur percakapan sebagai salah satu aspek kajian pragmatik yang perhatian utamanya adalah mempelajari ‘maksud suatu ucapan’ sesuai dengan konteksnya. Implikatur cakapan dipakai untuk menerangkan makna implisit dibalik “apa yang diucapkan atau dituliskan” sebagai “sesuatu yang dimplikasikan”. Berangkat dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa implikatur percakapan adalah suatu bagian dari kajian pragmatik yang lebih mengkhususkan kajian pada suatu makna yang implisit dari suatu percakapan yang berbeda dengan makna harfiah dari suatu percakapan. Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang implikatur ini, berikut akan dipaparkan beberapa ciri-ciri implikatur menurut beberapa ahli. Menurut Nababan (1987:39) ada 4, sebagai berikut: 1. Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu, umpamanya dengan menambahkan klausa yang mengatakan bahwa seseorang tidak mau memakai implikatur percakapan itu, atau memberikan suatu konteks untuk membatalkan implikatur itu. 2. Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan. 3. Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai. Oleh karena itu, isi implikatur percakapan tidak termasuk dalam arti kalimat yang dipakai. 4. Kebenaran isi dari suatu implikatur percakapan bukan tergantung pada kebenaran yang dikatakan. Oleh karena itu, implikatur tidak didasarkan atas apa yang dikatakan, tetapi atas tindakan yang mengatakan hal itu. Senada dengan pendapat sebelumnya Grice, H.P (Mujiyono, 1996:40) mengemukakan ada 5 ciri-ciri dari implikatur percakapan, yakni: 1. Dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat dibatalkan baik dengan cara eksplisit ataupun dengan cara kontektual (cancellable). 2. Ketidakterpisahan implikatur percakapan dengan cara menyatakan sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu, sehingga orang memakai tuturan bermuatan implikatur untuk menyampaikannya (nondetachable). 3. Implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat yang dipakai, tetapi isi implikatur tidak masuk dalam makna konvensional kalimat itu (nonconventional). 4. Kebenaran isi implikatur tidak tergantung pada apa yang dikatakan, tetapi dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan (calcutable). 5. Implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya (indeterminate). Masih tentang ciri-ciri, menurut Levinson, C. Stephen (1997:119) terdapat 4 ciri utama dari suatu implikatur percakapan, yakni: 1. Cancellability, maksudnya sebuah kesimpulan yang tidak mungkin bisa ditarik jika ada kemungkinan untuk menggagalkannya dengan cara menambah beberapa premis/alasan tambahan pada premis-premis asli. 2. Non-detachability, adalah implikatur dilekatkan pada isi semantik dari apa yang dituturkan, tidak pada bentuk linguistik, maka implikatur tidak dapat dipisahkan dari suatu tuturan 3. Calculability, dimaksudkan untuk setiap implikatur yang diduga harus memungkinkan untuk menyusun suatu argumen yang menunjukkan bahwa makna harfiah suatu tuturan dipadu dengan prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya. 4. Non-conventionality, artinya untuk mengetahui makna harfiah, dapat diduga implikaturnya dalam suatu konteks, implikatur tidak dapat sebagai bagian dari makna itu. Tiga pendapat tentang ciri-ciri dari suatu implikatur percakapan pada dasarnya sama. Ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu implikatur percakapan memiliki ciri-ciri, yakni : (1) Sesuatu implikatur percakapan dapat dibatalkan dalam hal tertentu (cancellability), (2) Biasanya tidak ada cara lain untuk mengatakan apa yang dikatakan dan masih mempertahankan implikatur yang bersangkutan (nondetachable), (3) Implikatur percakapan mempersyaratkan pengetahuan terlebih dahulu arti konvensional dari kalimat yang dipakai (nonconventional), dan (4)