Outline
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Alih Daya
Lembur
Pengupahan
Pemutusan Hubungan Kerja
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
PKWT – Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
PKWT dibuat berdasarkan (i) jangka waktu, atau (ii) selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu diatur dalam perjanjian kerja;
Ketentuan lebih lanjut PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Alih Daya - Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai:
penyerahan sebagian pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja;
persyaratan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
syarat-syarat pekerjaan yang dapat dilakukan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
peralihan hubungan kerja dari perusahaan pemborongan/penyediaan jasa pekerja ke perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan...
Outline
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Alih Daya
Lembur
Pengupahan
Pemutusan Hubungan Kerja
Penggunaan Tenaga Kerja Asing
PKWT – Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
PKWT dibuat berdasarkan (i) jangka waktu, atau (ii) selesainya suatu pekerjaan tertentu;
Jangka waktu atau selesainya pekerjaan tertentu diatur dalam perjanjian kerja;
Ketentuan lebih lanjut PKWT diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Alih Daya - Perubahan UU Ketenagakerjaan dalam UU Cipta Kerja
UU Cipta Kerja menghapus ketentuan mengenai:
penyerahan sebagian pekerjaan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyediaan jasa pekerja;
persyaratan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
syarat-syarat pekerjaan yang dapat dilakukan pemborongan dan penyediaan jasa pekerja;
peralihan hubungan kerja dari perusahaan pemborongan/penyediaan jasa pekerja ke perusahaan pemberi pekerjaan dalam hal tidak dipenuhinya persyaratan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan...
Bagi yang Membuituhkan CONTOH PERATURAN PERUSAHAAN LENGKAP, Kami menjual dengan harga HANYA Rp 500 Ribu saja. Untuk Pemesanan Silahkan Hubungi : 0878-7063-5053 (Fast Response) HARD-Hi SMART CONSULTING.
Bagi yang Membuituhkan CONTOH PERATURAN PERUSAHAAN LENGKAP, Kami menjual dengan harga HANYA Rp 500 Ribu saja. Untuk Pemesanan Silahkan Hubungi : 0878-7063-5053 (Fast Response) HARD-Hi SMART CONSULTING.
DAMPAK KEBIJAKAN UPAH KFC TERHADAP KINERJA KARYAWAN DIMASA PANDEMIArtyoRizqiSyabhantar
Berikut adalah tugas UAS Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjut Semester Genap 2020/2021 yang membahas tentang kebijakan upah masa pandemi di perusahaan yang bergerak di bidang F&B yaitu KFC
2. 1. PengertianUpah
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (30) UU 13/2003:
Upah adalah hak pekerja/buruh yang
diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu
perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau
jasa yang telah atau akan dilakukan.
3. Pasal 1 PP No. 8/1981 tentang Perlindungan Upah
Upah adalah suatu penerimaan
sebagai imbalan dari
pengusaha kepada buruh
untuk sesuatu pekerjaan atau
jasa yang telah atau akan
dilakukan, dinyatakan atau
dinilai dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut suatu
persetujuan, atau peraturan
perundang-undangan dan
dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara
pengusah dengan buruh,
termasuk tunjangan baik untuk
4. Upah dari Sudut Nilai
1. Upah nominal, yaitu jumlah
yang berupa uang;
2. Upah riil, yaitu banyaknya
barang yang dapat dibeli
dengan jumlah uang itu.
5. Upah dari Sudut Bentuk
1. Upah berupa uang;
2. Upah berupa barang, termasuk
pengobatan, perawatan,
pengangkutan, perumahan, jasa
dan sebagainya.
6. Kebijakan pengupahan yang melindungi
pekerja/buruh sebagaimana diatur dalam Pasal
88 ayat (3) UU No. 13/2003 meliputi :
1. Upah minimum
2. Upah kerja lembur
3. Upah tidak masuk kerja karena
berhalangan
4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan
kegiatan lain diluar pekerjaannya
5. Upah karena menjalankan hak waktu
istirahat kerjanya
6. Bentuk dan cara pembayaran upah
7. Denda dan potongan upah
8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan
upah
9. Struktur dan skala pengupahan yang
proporsional
10. Upah untuk pembayaran pesangon; dan
11. Upah untuk kepentingan pajak
penghasilan.
7. Berbagai Macam SistemUpah
Menurut sistem upah ini, upah ditentukan berdasarkan
jangka waktu buruh melakukan pekerjaan :
a. Untuk tiap jam diberikan upah per jam
b. Untuk bekerja diberikan upah harian
c. Untuk seminggu bekerja diberi upah
mingguan
d. Untuk sebulan diberi upah bulanan
e. Dan sebagainya.
1. Sistem Upah Jangka Waktu
8. 2. Sistem Upah Potongan
(Payment by Result)
Sistem ini biasanya digunakan
untuk mengganti sistem, upah
jangka waktu, dimana atau
bilamana hasil pekerjaan tidak
memuaskan atau tidak
memenuhi target yang
disepakati, maka upahnya
dipotong.
Manfaat dari sistem upah semacam ini
adalah :
1. Buruh mendaapat dorongan untuk
bekerja giat, karena makin banyak ia
menghasilkan, makin banyak pula
upah yang diterimanya
2. Produktivitas buruh dinaikkan
setinggi-tingginya
3. Barang modal seperti alat dan
sebgaianya, digunakan secara
intensif
9. 1. Kegiatan buruh yang berlebihan.
2. Buruh kurang mengindahkan tindakan
untuk menjaga keselamatan dan
kesehatannya, pokoknya bekerja
semaksimal mungkin untuk hasil yang
semaksimal mungkin.
3. Upah tidak tetap, kalau kadang sedang bisa
bekerja baik dapat upah baik, namun bila
sedang kena masa sakit upahnya merosot.
Kelemahan Upah
dengan sistem
potong
10. 3. Sistem Upah Permufakatan
Sistem upah semacam ini pada
dasarnya adalah upah potongan,
yaitu upah untuk hasil pekerjaan
tertentu.
4. Sistem Skala Upah Berubah
(Sliding scale)
Pada sistem semacam ini terdapat
hubungan antara upah dengan
harga penjualan hasil perusahaan.
5. Upah Indeks
Pada sistem ini, upah banyak
tergantung pada naik /turunnya
indeks biaya penghidupan.
11. 6. Sistem Pembagian Keuntungan
Disamping upah yang diterima pada waktu-waktu
tertentu, pada penutupan tahun buku bilamana
ternyata majikan mendapat keuntungan yang cukup
besar, kepada buruh diberikan sebagian dari
keuntungan (bonus).
6. Sistem Pembagian Keuntungan
Disamping upah yang diterima pada waktu-waktu
tertentu, pada penutupan tahun buku bilamana
ternyata majikan mendapat keuntungan yang cukup
besar, kepada buruh diberikan sebagian dari
keuntungan (bonus).
13. 1. Teori Upah Hukum Alam
Menurut teori ini, upah ditetapkan berdasarkan jumlah
biaya yang harus dikeluarkan bagi pemulihan kembali
tenaga buruh yang telah dikeluarkan saat ia bekerja, agar
dapat dipergunakan kembali dalam proses produksi.
TEORI PENGUPAHAN
2. Teori Upah Hukum Besi.
Teori ini diberikan nama teori upah hukum besi oleh
Lassalle, sebagai upah mematahkan teori upah hukum
alamnya Ricardo yang sangat liberal.
Teori pengupahan dalam alam ekonomi liberal dianggap
kejam, dimana buruh yang dengan segala susah payah
menciptakan keuntungan bagi majikan hanya
mendapatkan upah sebatas untuk keharusan hidup saja.
3. Teori Pesediaan Upah atau Teori Dana Upah.
Menurut Stewart Mill Sr, dalam suatu masyarakat untuk
pembayaran upah sebenarnya sudah tersdia suatu
jumlah dana tertentu.
4. Teori Upah Etika.
Golongan agama yang sangat memperhatikan nasib
buruh, menghendaki supaya soal upah itu juga ditinjau
dari sudut etika, yaitu bahwa upah itu harus menjamin
penghidupan yang baik bagi buruh dan keluarganya.
5. Teori Upah Sosial.
Teori upah sosial ini, dahulu dilakukan dinegara sosialis,
bukan lagi berdasarkan upah atas produktivitas suatu
pekerjaan, tetapi semata-mata didasarkan atas
kebutuhan buruh.
14. Upah tetap harus dibayarkan
oleh pengusaha kepada
pekerja/buruh jika:
Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena Pekerja/buruh
menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan
anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan,
seuami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua
atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah
meninggal dunia
Pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang
diperintahkan agamanya
Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat
melakukan pekerjaan
Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada
hari pertama dan kedua masa haidnya
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan
Pekerja/buruh tidak dapat melakukan
pekerjaanya karena sedang menjalankan
kewajiban terhadap Negara
15. Pekerja/buruh bersedia melakukan
pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidak mempekerjakannya, baik
karena kesalahan sendiri maupun halangan
yang seharusnya dapat dihindari
pengusaha
Pekerja/buruh melaksanakan hak
istirahat
Pekerja/buruh melaksanakan tugas
serikat Pekerja/serikat buruh atas
persetujuan pengusaha
Pekerja/buruh melaksanakan tugas
pendidikan dari perusahaan
16. KOMPONEN UPAH
MINIMUM
Peninjauan terhadap besarnya upah minimum provinsi
dan upah minimum Kabupaten atau kota diberlakukan 1
tahun sekali.
Selain upah minimum, Gubernur juga dapat menetapkan
upah minimum sektoral provinsi (UMS provinsi) yang
didasarkan pada kesepakatan upah antara organisasi
perusahaan dengan serikat pekerja atau buruh.
Upah minimum dapat terdiri atas upah minimum
provinsi, upah minimum sektoral provinsi, Upah
Minimum Kabupaten atau kota dan upah minimum
sektoral Kabupaten atau kota.
17. Selain dilakukan pemerintah melalui undang-undang, penetapan
upah dapat juga dilakukan melalui kesepakatan.
Melalui kesepakatan ini biasanya dilakukan bagi pekerja dengan
masa kerja lebih dari 1 tahun sebagaimana diatur dalam
ketentuan pasal 13 ayat (3) Permenakertrans nomor PER-
01/MEN/1999 jo. kepmenakertrans Nomor KEP.266/MEN/2000,
dimana "peninjauan besarnya upah pekerja dengan masa kerja
lebih dari 1 tahun, dilakukan atas kesepakatan tertulis antara
pekerja atau Serikat Pekerja dengan pengusaha."
18. Kebutuhan fisik minimum
(KFM) : periode 1969-1995
Adapun komponen kebutuhan hidup sebagai dasar penetapan upah
minimum sepanjang sejarah telah mengalami 4 kali perubahan yaitu:
Kebutuhan hidup minimum
(KHM): periode 1996-2005
Kebutuhan hidup layak (KHL):
periode 2006-2012 (Permenaker
nomor 17 tahun 2005)
Kebutuhan hidup layak KHL:
periode 2012-sekarang
(Permenaker nomor 13 tahun
2012).
19. A B
Konvensi ILO nomor 131 yang secara khusus mengatur upah minimum di negara-negara
berkembang, Konvensi ini diadopsi tahun 1970. Di dalam Pasal 3 dari konvensi tersebut
mensyaratkan bahwa pihak yang berwenang dalam menentukan upah minimum harus
mempertimbangkan beberapa unsur berikut:
Kebutuhan dari pekerja
dan keluarganya, dengan
mempertimbangkan tingkat
upah secara umum di
negara bersangkutan gaya
hidup, jaminan
perlindungan sosial dan
standar kehidupan relatif
dari kelompok sosial
lainnya.
Faktor ekonomi, termasuk
tingkat pertumbuhan ekonomi
tingkat produktivitas dan
kemampuan untuk mencapai
dan menjaga tingkat pekerjaan
yang tinggi (the desirability of
attaining and maintaining a high
level of employment).
20. • Infographic Style
1. Nilai kebutuhan hidup
layak (KHL)
Pertimbangan upah minimum di Indonesia yang diatur dalam Permenaker nomor
17 tahun 2005 dan perubahan revisi KHL dalam permen nomor 13 tahun 2012.
Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum
meliputi:
5. Kondisi usaha yang paling
tidak mampu (Marjinal)
2. Produktivitas makro
3. Pertumbuhan ekonomi
4. Kondisi pasar kerja
21. Beberapa ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan yang diubah
oleh UU Cipta Kerja adalah sebagai berikut:
3
Masa kerja
tidak
dipertimbang
kan
1
Jenis upah
dikurangi
2
Komponen
hidup layak
tidak
dimasukkan
22. 01
02
1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan
40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu.
Perlindungan terhadap pekerja/buruh juga meliputi perihal waktu
kerja.
Setiap pengusaha wajib melaksakan ketentuan waktu kerja,
sebagaimana diterangkan dalam Pasal 77 dengan Pasal 80 UU No. 13
Tahun 2013.
2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari
dan 40 (empat puluh) jam 1
(satu) minggu untuk 5 (lima)
hari kerja dalam 1(satu)
minggu.
Jam kerja dalam per hari
selama 8 jam atau 40 jam
selama seminggu. Melalui
perubahan UU Cipta Kerja
diatur pula waktu untuk
pekerjaan khusus yang bisa
kurang dari 8 jam per hari
atau pekerjaan yang bisa
lebih dari 8 jam per hari.
Berdasarkan Omnibus
Law
23. Jika ada pengusaha yang mempekerjakan
pekerja/buruh melebihi waktu kerja
sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang
Ketenagakerjaan maka berlaku baginya syarat-
syarat berikut:
1. Ada persetujuan pekerja/buruh
yang bersangkutan.
2. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan
paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari
dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu)
minggu.
Dalam UU Ketenagakerjaan, waktu
kerja lembur paling banyak hanya 3
jam per hari dan 14 jam per minggu.
Sedangkan dalam Omnibus Law Cipta
Kerja waktu kerja lembur diperpanjang
menjadi maksimal 4 jam per hari dan
18 jam per minggu.
24. 1) Istirahat Mingguan
Dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b UU
Ketenagakerjaan dijelaskan: "Istirahat mingguan 1
(satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu atau 2(dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja
dalam 1 (satu) minggu."
Sementara dalam UU Cipta Kerja, Pasal 79 ayat
(2) huruf b tersebut mengalami perubahan di mana
aturan 5 hari kerja itu dihapus, sehingga berbunyi:
istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam
1 minggu.
Waktu Istirahat dan Cuti
Pasca Omnibus Law
2) Istirahat Panjang
Dalam Pasal 79 Ayat (2) huruf d UU Ketenagakerjaan
disebutkan bahwa pekerja berhak atas istirahat panjang
sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada
tahun ketujuh dan kedelapan masing masing satu bulan
jika telah bekerja selama 6 tahun secara terus-menerus
pada perusahaan yang sama.
Ketentuannya: pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi
atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan
selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6
tahun. Namun dalam UU Cipta Kerja regulasi terkait hak
cuti panjang tersebut tak diatur melainkan menyerahkan
aturan itu kepada perusahaan atau diatur melalui
perjanjian kerja sama yang disepakati.
25. PERUBAHAN KETENTUAN UPAH PASCA DITETAPKANNYA
OMNIBUS LAW
1) Upah satuan hasil dan waktu
Undang-undang Ketenagakerjaan tidak
mengatur upah satuan hasil dan waktu.
Sementara, dalam RUU Ciptaker, upah
satuan hasil dan waktu diatur dalam
Pasal 88 B. Dalam ayat (2) pasal 88 B
tersebut juga dijelaskan bahwa ketentuan
lebih lanjut mengenai upah satuan hasil
dan waktu diatur dalam peraturan
pemerintah (pp).
2) Upah Minimum Sektoral dan Upah
Minimum Kabupaten/Kota
Dalam UU Ketenagakerjaan, upah minimum
ditetapkan di tingkat provinsi,
kabupaten/kotamadya, dan sektoral diatur
lewat Pasal 89 dan diarahkan pada
pencapaian kelayakan hidup.
26. Namun, Omnibus Law Ciptaker menghapus pasal
tersebut dan menggantinya menjadi Pasal 88 C.
Dalam pasal pengganti tersebut upah sektoral
dihapuskan sedangkan penetapan upah minimum
provinsi diatur dan ditetapkan gubernur berdasarkan
kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan dengan syarat
tertentu.
Dalam pasal 89 UUK tersebut, upah minimum provinsi
ditetapkan Gubernur dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau
Bupati/Walikota. Sedangkan penghitungan komponen
serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup
layak diatur dengan Keputusan Menteri.
27. Kondisi ekonomi
ketenagakerjaan yang
diatur dalam Pasal 88 C
didasarkan data dan
bersumber dari
lembaga yang
berwenang di bidang
statistik. Sementara,
syarat tertentu meliputi
pertumbuhan ekonomi
daerah dan inflasi pada
kabupaten/kota yang
terkait.
Ketentuan mengenai tata
cara penetapan upah
minimum diatur dalam
peraturan pemerintah.
Yang tak berubah adalah
upah minimum
kabupaten/kota tetap
harus lebih tinggi dari
upah minimum provinsi.
Omnibus Law Ciptaker
mencantumkan pasal baru,
yakni Pasal 90 B yang
mengecualikan ketentuan
upah minimum untuk UMKM.
Upah pekerja UMKM diatur
berdasarkan kesepakatan
antara pekerja dan pemberian
kerja sedangkan tata cara
pengaturan upah pekerja
untuk UMKM diatur lebih lanjut
di dalam PP.
.