Teori ikatan valensi dapat menjelaskan struktur dan sifat magnetik berbagai senyawa kompleks dengan mengasumsikan pembentukan ikatan antara orbital logam dengan orbital ligan. Namun, teori ini memiliki kelemahan dalam menjelaskan bentuk-bentuk tertentu kompleks dan proses eksitasi elektron yang menyebabkan perbedaan warna pada kompleks.
2. 1. Teori Ikatan Valensi
• Penerapan teori ikatan pada senyawa kompleks
pertama yang cukup berhasil di kemukakan oleh
Linus Pauling (1931) dan dikenal dengan Teori
Ikatan VaIensi (valence bond theory, VBT).
• Teori ini merupakan perluasan dari konsep yang
mengkaitkan antara proses hibridisasi dan bentuk
atau struktur senyawa non-kompleks. Atas dasar
pembentukan ikatan hasil tumpang tindih orbital
hibrida
• Pauling dapat meramalkan bentuk-bentuk geometri
dari berbagai senyawa. Pembentukan ikatan-ikatan
antara atom pusat dengan ligan-ligan dijelaskan
pertama kali berdasarkan teori ikatan valensi.
3. • Teori ikatan valensi juga dapat menjelaskan sifat
magnetik dan kestabilan dari senyawa-senyawa
kompleks.
• Teori Ikatan Valensi (TIV) mencakup dua konsep
penting yaitu eksitasi dan hibridisasi.
• Teori ini mengemukakan bahwa ikatan dalam
kompleks merupakan ikatan kovalen koordinasi hasil
overlap antara orbital ligan yang berisi pasangan
elektron bebas dengan orbital ion logam yang kosong.
• Pada proses pembentukan kompleks, ion pusat
menyiapkan sejumlah orbital kosong yang sesuai
dengan disertai proses hibridisasi.
• Elektron 4s dalam atom logam yang ada dalam
keadaan dasar harus di promosikan ke orbital 3d
sehingga memungkinkan orbital 4s itu ditempati
sepasang elektron dari ligan.
4. Lanjutan
• Dalam teori ini pembentukan kompleks dapat di
pandang sebagai reaksi asam basa Lewis, Iigan
berperan sebagai basa Lewis dan logam sebagai asam
Lewis. Sebagai contoh kompleks karbonil dapat
dijelaskan secara sederhana dengan mengasumsikan
bahwa hibridisasi d2sp3(Oktahedron), dsp3 (trigonal
bipiramida), sp3 (tetrahedron) terjadi dalam molekul-
molekul Co(CO)6, Fe(CO)5 dan Ni(CO)4.
• Untuk menyatakan proses pembentukan kompleks
biasanya orbital logam dituliskan dengan simbol
kotak atau lingkaran untuk menunjukan distribusi
elektron (diberi simbol anak panah ke atas/bawah) dari
logam dan yang diterima logam dari ligan.
11. • Untuk ion logam Pd2+ dan Pt2+
yang memiliki konfigurasi elektron
d8, kompleks yang terbentuk
biasanya berkoordinat 4,
berstruktur bujursangkar, dan
bersifat diamagnetik.
• Dalam keadaan dasar, ion-ion
tersebut paramagnetik, sehingga
ligan dalam kompleks itu harus
menyebabkan dua elektron tak
berpasangan menjadi berpasangan.
Untuk kompleks [PtCl4]2-, Pauling
mengusulkan bahwa satu ligan
menempati satu orbital d, seperti
berikut ini :
12. Khusus untuk ion Ni2+ yang juga segolongan dengan
Pd2+ dan Pt2+, dijumpai kompleks koodinat 4
paramagnetik dengan struktur tetrahedral. Jadi
kelima orbital d mesti ditempati oleh 8 elektron.
Pembentukan kompleks [NiCl4]2- diterangkan sebagi
berikut:
13.
14. • Dari uraian di atas , struktur kompleks dengan ion
logam berkonfigurasi d8(sistem d8) dapat ditentukan jika
sifat kemagnetan kompleksnya telah diketahui.
• Jika bersifat diamagnetik, berarti stukturnya bujursangkar,
jika paramagnetik maka stukturnya tetrahedral.
• Pauling tidak mampu menerangkan mengapa ion logam
sistem d8 membentuk kompleks diamagnetik (dsp2),
sedangkan yang lain paramagnetik (sp3).
• Hal ini merupakan salah satu kelemahan VBT. Masalah itu
akan diterangkan dengan teori medan kristal pada bagian
berikutnya.
•
15.
16.
17. • Dari penjelasan di atas, teori ikatan valensi dapat
menerangkan bahwa kompleks itu berbentuk
oktahedron dan tidak mengandung elektron
tidak berpasangan sehingga bersifat diamagnetik.
• Kemudian setelah ditemukan kompleks
paramagnetik dari ion Co3+ seperti [CoF6]3- yang
memiliki empat elektron tak berpasangan
diperlukan pengaturan elektron lagi.
• Satu usulan untuk menjelaskan kompleks itu
adalah bahwa ion fluorida tidak menggunakan
orbital 3d atom kobalt. Pauling mengusulkan
bahwa ion fluorida dapat berikatan dengan orbital
yang berada lebih luar yaitu 4d, sehingga hibridisasi
sp3d2 yang identik dengan hibridisasi d2sp3 yang
telah diuraikan di atas. Heksafluorokobalt(III)
digambarkan sebagai berikut:
26. Prinsip Elektronetralitas dan Ikatan Balik
• Kejanggalan yang muncul dengan mengasumsikan bahwa pembentukan
kompleks merupakan reaksi antara asam Lewis dan basa Lewis adalah
timbulnya muatan negatif pada logam pusat akibat penerimaan elektron
dari ligan.
• Hal ini menyebabkan kerapatan (densitas) elektron pada ion pusat menjadi
besar dan tentu saja keadaan ini tidak diinginkan (tidak stabil).
Contoh kompleks Co2+ seperti [CoF6]4-.
Enam ligan menyediakan 12 elektron untuk berikatan dengan logam dan
karena semua elektron berasal dari ligan maka ada muatan formal -6
ditambahkan pada ligan yang hanya digunakan untuk menetralisir
muatan +2.
• Dari perhitungan muatan formal kobalt akan menjadi negatif besar dan
seharusnya tidak stabil. Tetapi fakta menunjukkan bahwa kompleks itu
stabil.
• Pauling menjelaskan bahwa ada dua alasan mengapa fakta
menunjukkan bahwa logam tidak bermuatan negatif.
27. • Pertama, karena ligan donor pada umumnya atom yang
berelektronegativitas tinggi, seperti N dan O, sehingga
elektron ikatan tidak akan terdistribusi sama antara
logam dan ligan. Jadi induksi muatan positif pada logam
membantu mengurangi muatan formal negatif ion pusat.
Pauling mengatakan bahwa kompleks akan stabil jika
elektronegativitas ligan sedemikian sehingga logam
dapat mencapai kondisi netral. Aturan semacam ini
dikenal sebagai prinsip elektronegatifitas. Pauling telah
membuat perhitungan semikuantitatif yang
menghubungkan stabilitas kompleks dengan muatan
atom logam pusat. Perhitungan menggunakan persamaan :
P = 16 (∆ χ ) + 3,5 (∆ χ )2
28.
29. • Harga muatan dapat bermanfaat untuk menerangkan
beberapa prinsip secara kualitatif, terutama berkaitan dengan
informasi kestabilan senyawa kompleks.
• Empat molekul air secara efektif menetralisir muatan ionik +2
berelium, tetapi 6 molekul air memberikan terlalu banyak
elektron. Tetapi, Al3+ dapat mengimbangi muatan negatif dari
6 molekul air. Oleh karena itu, [Be(H2O)4]2+ dan [Al(H2O)6]3+
merupakan kompleks stabil, sedangkan [Be(H2O)4]2+ tidak.
• Hal serupa [Al(NH3)6]3+ tidak stabil karena nitrogen dalam
ligan ammonia kurang bersifat elektronegatif untuk
mengurangi muatan negatif yang muncul pada ion pusat.
• Berdasartkan alasan tersebut dapat dipahami bahwa untuk
mengurangi adanya kerapatan elektron yang berlebihan
dalam atom pusat pada oksida logam dan kompleks fluorida
dijumpai atom berada pada tingkat oksidasi tinggi, antara lain
[CoF6]2-, [MnF6]2- , [RuF6]-, [CrO3F]- dan MnO4
-.
30.
31. • Adanya bentuk hibrida resonansi (bentuk II),
kerapatan elektron akan berkurang dari nikel ke
oksigen.
• Pembuktian lebih tepat tentang proses ini
menunjukkan bahwa delokalisasi kerapatan
elektron terjadi karena tumpukan (overlap)
orbital d pada logam dengan orbital ligan
kembali.
• Teori ikatan valensi menerangkan bahwa proses
ini melibatkan penggunaan orbital p dari karbon
sehingga orbital ini dapat bertumpukan lagi
membentuk ikatan pi dengan oksigen.
• Teori orbital molekul menjelaskan dengan cara
lain yang akan dibicarakan kemudian.
32. Keunggulan dan Kelemahan Teori Ikatan Valensi
• Dengan adanya pendekatan VBT, kimia koordinasi
berkembang dengan pesat karena hampir semua senyawa
kompleks dapat diinterpretasikan.
• Teori ini sangat sederhana sehingga mudah di terima dan
mempunyai kemampuan yang cukup tinggi dalam
menjelaskan struktur dan sifat magnetik berbagai senyawa
kompleks.
• Kelemahannya adalah bahwa teori ini tidak mampu
menjeleskan secara tepat apakah kompleks koordinat-4
akan tetrahedral atau bujursangkar, dan jika oktahedron
apakah akan mempunyai spin rendah atau spin tinggi.
Salah satu kelemahan itu adalah ion kompleks
[Cu(NH3)2]2+. Ion Cu2+ memiliki struktur elektron d9.
Koordinasi keempat molekul ammonia dimungkinkan
terjadi melalui orbital tetrahedron sp3 seperti dalam
d1pada ion [Cu(NH3)4
]+2.
34. Lanjutan
Dalam pembentukan kompleks , satu elektron dipromosikan dari
3d ke 4p. Jadi, hibridisasi sp 2 memerlukan energi untuk promosi
elektron. Akan tetapi orang tentu akan berpendapat lain mengapa
ikatan yang sama tidak dapat menyediakan energi yang
diperlukan untuk elektron tak berpasangan menjadi berpasangan
seprti pada kompleks Ni2+ yang ditemukan bersifat paramagnetik.
Orang juga berpendapat mengapa elektron hanya di promosikan ke
tingkat yang cukup tinggi (4p) dan tidak lepas oleh oksidasi menjadi
kompleks Cu3+ .Walaupun kompleks Cu3+ dikenal tetapi tidak
stabil dan berfungsi sebagai oksidator kuat. Sebaliknya spesies
isoelektronik Au3+ adalah sangat stabil dan Au2+ tidak di kenal.
Kemudian pengamatan menggunakan resonansi spin elektron
menunjukan bahwa elektron tidak berpasangan tidak berada pada
orbital 4p.
35. • Dalam pembentukan komleks , satu elektron dipromosikan dari 3d
ke 4p. Jadi, hibridisasi sp2 memerlukan energi untuk promosi
elektron.
• Akan tetapi ada yang berpendapat lain mengapa ikatan yang sama
tidak dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk elektron tak
berpasangan menjadi berpasangan seperti pada komleks Ni2+ yang
ditemukan bersifat paramagnetik.
• Orang juga berpendapat mengapa elektron hanya di promosikan ke
tingkat yang cukup tinggi (4p) dan tidak lepas oleh oksidasi menjadi
kompleks Cu3+ .
• Walaupun kompleks Cu3+ dikenal tetapi tidak stabil dan berfungsi
sebagai oksidator kuat. Sebaliknya spesies isoelektronik Au3+ adalah
sangat stabil dan Au2+ tidak di kenal.
• Kemudian pengamatan menggunakan resonansi spin elektron
menunjukan bahwa elektron tidak berpasangan tidak berada pada
orbital 4p.
36. • Teori ikatan valensi juga gagal mendiskusikan bentuk-
bentuk tertentu seperti bentuk tetragonal, bentuk
oktahedron yang mengalami distorsi. Kompleks Cu2+
sebenarnya merupakan kompleks tetragonal hasil
distorsi dari oktahedron. Teori ini tidak menjelaskan hal
itu.
• Kelemahan VBT yang sangat vatal adalah tidak dapat
menjelaskan adanya proses eksitasi elektron. Salah
satu aspek menarik pada senyawa kompleks adalah
munculnya perbedaan antara variasi warna senyawa.
Sebagai contoh [Cu(NH3)4]2+ mempunyai warna biru.
• Tentunya warna ini merupakan hasil darin penyerapan
sinar tampak ketika elektron naik dari keadaan
dasar ke tingkat energi lebih tinggi, VBT sama
sekali tidak mendiskusikan hal itu.