SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
TUGAS PAPER KIMIA KOORDINASI
TEORI ORBITAL MOLEKUL DAN LIGAN FIELD THEORY
Disusun oleh :
Iing Akhirudin (3325150447)
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA
2017
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada pembahasan sebelumnya kita telah mempelajari teori-teori yang menjelaskan
bagaimana pembentukkan senyawa kompleks dapat terjadi yang mana melibatkan iteraksi
antara ligand dan atom pusatnya. Teori tersebut adalah teori ikatan valensi dan teori medan
Kristal (CFT).
Pada teori ikatan valensi, senyawa kompleks dapat terjadi karena adanya orbital hibridisasi
dari senyawa kompleks tersebut yang melibatkan adanya interaksi ikatan kovalen antara ligan
dan atom pusat sehingga pada teori ini dapat menggambarkan bentuk geometri dari suatu
senyawa kompleks. Namun, pada senyawa kompleks yang memiliki sifat kemagnetan orbital
hibridisasi yang terbentuk terlalu dipaksakan dan bergantung pada fakta sifat kemagnetan
senyawa kompleks tersebut. Selain itu juga, teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan warna
dan kestabilan dari suatu senyawa kompleks.
Untuk melengkapi teori ikatan valensi, maka lahirlah teori medan kristal yang dimana
menjelaskan sejumlah besar fakta tentang senyawa kompleks, namun pada teori tersebut
memiliki kelemahan yang serius, yaitu anggapan interaksi antara ion pusat dengan ligan-
ligannya hanya merupakan interaksi elektrostatik yang mana anggapan tersebut tidak tepat.
Bila pembentukan suatu kompleks hanyalah melibatkan interaksi elektrostatik, maka senyawa-
senyawa kompleks seperti [Ni(CO)4], [Fe(CO)5], dan [Cr(CO)6] tidak mungkin terbentuk karena
baik atom pusat maupun ligannya adalah tidak bermuatan. Dalam faktanya senyawa-senyawa
tersebut diperoleh bersifat stabil. Disamping itu, medan yang ditimbulkan oleh ligan-ligan netral,
misalnya [Co(H2O)6]3+
, seharusnya lebih lemah dibandingakn medan yang ditimbulkan oleh
ligan yang bermuatan negative, misalnya pada kompleks [CoF6]3-
. Dalam faktanya kekuatan
medan kristal yang ditimbulkan oleh [Co(H2O)6]3+
lebih kuat dibandingkan medan kristal yang
ditimbulkan oleh [CoF6]3-
.
Dari kelemahan teori medan Kristal (CFT), terciptalah teori baru yaitu teori orbital molekul
(MOT). Teori orbital molekul (MOT) merupakan gabungan antara teori ikatan valensi dan teori
medan Kristal.
BAB II
PEMBAHASAN
Teori orbital molekul didasarkan pada hasil eksperimen dengan metode resonansi spin
elektron yang menunjukkan adanya pemakaian bersama pasangan elektron oleh atom pusat
dengan ligan. Hal ini menunjukkan pada pembentukkan senyawa kompleks disamping terjadi
interaksi elektrostatik atau interaksi ionic, juga terjadi interaksi kovalen.
Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menyangkut interaksi
elektrostatik dan interaksi kovalen . Berdasarkan teori orbital molekul, pada pembentukkan
senyawa kompleks, orbital-orbital pada atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan saling
berinteraksi membentuk orbital-orbital molekul baru. Berdasarkan pedekatan linier, orbital-
orbital molekul senyawa kompleks dianggap merupakan kombinasi linier dari orbital-orbital atom
pusat dan orbital-orbital ligan. Perbedaan energy antara orbital-orbital atom pusat dengan ligan
dapat diabaikan oleh karena itu dalam menggambarkan orbital molekul senyawa kompleks
cukup digambarkan dengan orbital-orbital valensinya.
Pada saat adanya interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen yang ditimbulkan dari
interaksi antara atom pusat dan ligan, maka orbital-orbital yang terdapat pada atom pusat akan
mengalami kenaikkan tingkatan energy tertentu setiap orbitalnya sehingga memiliki orbital
ikatan (orbital bonding) dan orbital tidak berikatan (Orbital Anti-Bonding). Sebagai contoh,
berikut adalah diagram energy yang dihasilkan dari F3B.NH3:
Pada diagram orbital ini dapat dilihat bahwa
pasangan electron bebas yang berasal dari
atom N menempati orbital bonding BN (pada
energy yang lebih rendah) dan menstabilkan
senyawa kompleks tersebut.
A. Pembentukkan orbital sigma (σ) pada suatu senyawa kompleks
Orbital molekul terbentuk sebagai gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan
orbital atom dari ligan, di mana orbital-orbital tersebut memiliki bentuk simetri yang sama.
Misalkan pada senyawa kompleks oktahedral, ligan mendekat ke logam sepanjang sumbu x, y,
dan z, sehingga orbital simetri σ nya membentuk kombinasi ikatan dan anti-ikatan pada orbital
eg (dz2
dan dx2
−y2
), sedangkan orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) yang tersisa menjadi orbital tidak
berikatan. Beberapa interaksi ikatan dan anti-ikatan yang lemah dengan orbital s dan p logam
juga terjadi, sehingga menghasilkan total 6 orbital molekul ikatan dan 6 orbital anti-ikatan.
Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika posisinya segaris
dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung ion pusat dan ligan. Adapun
orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan orbital atom dari logam adalah orbital s
atau orbital hasil hibridisasi antara orbital s dan p.
Untuk memudahkan dalam mempelajari teori orbital molekul kita dapat melihat suatu
diagram orbital molekul kompleks oktahedral dibawah ini :
 Diagram orbital molekul kompleks octahedral
Pada gambar disamping dapat
dijelaskan sebagai brikut :
 Metal valenci orbital merupakan orbital
logam atau ion logam pada keadaan
bebas atau sebelum ada interaksi
dengan ligan
 ML6 molecular orbital merupakan
orbital molekul kompleks octahedral
yang melibatkan baik interaksi
elektrostatik maupun interaksi kovalen
 Ligand δ-orbital merupakan orbital-
orbital dari ligan sebelum terjadi
interaksi dengan orbital-orbital atom
logam, disebut juga orbital-orbital
kelompok ligan.
Pada saat logam atau ion logam mengadakan interaksi elektrostatik dengan ligan-ligan
maka semua orbital yang ada akan mengalami kenaikkan energy. Tiga orbital p meskipun
mengalami kenaikkan tingkat energi tetapi tetap dalam keadaan dasarnya karena interaksi
ligan-ligan dengan ketiga orbital p tersebut adalah sama kuat. Lima orbital d dari logam atau ion
logam mengalami pemisahan menjadi orbital eg dan t2g. setelah mengalami kenaikkan tingkat
energy orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul kompleks octahedral. Namun untuk
menjelaskan kemagnetan dari suatu senyawa kompleks octahedral dapat diterangkan dari
kekutan medan ligan atau harga 10Dq.
Contoh 1 : Pembentukkan diagram orbital molekul komplek untuk [Co(NH3)6]3+
Fakta eksperimen menunjukkan bahwa ion kompleks [Co(NH3)6]3+
memiliki bentuk
octahedral dan bersifat diamagnetic. Atom pusat ion kompleks tersebut adalah Co3+
dengan
konfiguarasi elektron: [Ar] 3d6
. Jumlah elektron pada orbital 3d dari atom pusat dan elektron-
elektron yang didonorkan oleh ligan NH3 adalah 18 elektron. 18 elektron tersebut diisikan pada
orbital molekul kompleks octahedral seperti dibawah ini:
Cara pengsisin 18 elektron pada orbital molekul kompleks [Co(NH3)6]3+
adalah sebagai
berikut. Pertama, mengisikan 6 elektron pada orbital-orbital alg, tul, dan eg. kedua, mengisikan 6
elektron yang tersisa pada orbital t2g secara berpasangan karena kompleks [Co(NH3)6]3+
merupakan kompleks dengan medan kuat sehingga menghasilkan low spin, dengan harga
10Dq > P. Sifat diamagnetic ion kompleks [Co(NH3)6]3+
ditunjukkan dengan berpasangannya
semua elektron yang terdapat pada orbital molekul kompleks.
Contoh 2: Pembentukan diagram orbital molekul untuk kompleks [CoF6]3-
Fakta experimen menunjukkan bahwa ion kompleks [CoF6]3-
memiliki bentuk octahedral
dan bersifat paramagnetik dengan kemagnetan setara dengan adanya 4 elektron tidak
berpasangan. Atom pusat ion tersebut adalah Co3+
dengan konfiguarasi elektron: [Ar] 3d6
.
Jumlah elektron pada orbital 3d dari atom pusat dan elektron-elektron yang didonorkan oleh
ligan F-
adalah 18 elektron. 18 elektron tersebut diisikan pada orbital molekul kompleks
octahedral seperti dibawah ini:
Cara pengisian 18 elektron pada orbital molekul ion kompleks [CoF6]3-
adalah sebagai
berikut: Pertama, mengisikan 6 pasang elektron pada orbital-orbital alg, tul, dan eg. kedua,
mengisikan 3 elektron yang pada orbital t2g dan 2 elektron pada orbital eg*
karena ion
kompleks[CoF6]3-
merupakan kompleks dengan medan lemah sehingga menghasilkan high
spin, dan harga 10Dq < P. Ketiga, memasangkan 1 elektron yang tersisa dengan salah satu
elektron tak berpasangan yang terdapat pada orbital t2g,. Sifat paramagnetic ion kompleks
[CoF6]3-
ditunjukkan dengan adanya 4 elektron tidak berpasangan pada orbital molekul
kompelks tersebut.
Berikut adalah beberapa diagram energy yang mungkin terjadi pada senaywa kompleks
menurut teori orbital molekul :
B. Pembentukkan orbital phi (π) pada suatu senyawa kompleks
Orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan
orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam. Ikatan π pada kompleks
oktahedral terbentuk dengan dua cara yaitu: melalui orbital p ligan yang tidak digunakan pada
ikatan σ, ataupun melalui orbital molekul π atau π* yang terdapat pada ligan. Dalam
pembentukan ikatan π ini, ligan dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan
elektron yang didonorkan oleh logam. Orbital-orbital p logam digunakan untuk ikatan σ,
sehingga interaksi π terjadi melalui orbital d, yakni dxy, dxz dan dyz.
Diagram orbital senyawa kompleks oktahedral Diagram orbital senyawa kompleks terahedral
Diagram orbital senyawa kompleks segiempat planar
Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan, sehingga
meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan ikatan π juga
dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia.
Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian orbital π yang
dimiliki oleh ligan tersebut.
1) Ligan akseptor phi (π)
Ligan ini terbentuk karena orbtal phinya kosong. orbital ligan yang kosong, mempunyai
energi tinggi, elektron dari orbital t2g akan mengisi orbital molekul bonding dengan energi
rendah. akibatnya ∆0 akan bertambah.
2) ligan donor phi (π)
Sejumblah ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan mengalami overlap
dengan orbital t2g dari logam, sehingga menghasilkan ikatan π. Orbital ligan yang terisi
elektron memiliki energi rendah sehingga elektron ligan mengisi orbital bonding t2g. elektron
dari orbital logam t2g mengisi orbital antibonding t2g, sehingga ∆0 lebih kecil.
C. Ligand Field Theory
Konsep dari teori orbital molekul berguna dalam memahami reaktivitasnya senyawa
koordinasi Salah satu cara dasar penerapan konsep MOT untuk koordinasi kimia ada di Ligand
Field Theory. Teori medan ligan melihat efek atom donor energi orbital d di kompleks logam.
Pada saat ligand mengikat atom pusat maka akan terjadi interaksi antara ligand dan atom pusat
yang menyebabkan meningkatnya energy orbital d pada atom pusat, hal tersebut yang akan
difokuskan dalam bab ini. Efek meningkatnya orbital d pada atom pusat tergantung pada ligand
yang membentuk geometri senyawa kompleks dengan atom pusat, ligand yang dapat
membentuk geometri senyawa kompleks tetrahedral dengan atom pusat akan memiliki efek
yang berbeda dengan ligand yang dapat membentuk geometri senyawa kompleks octahedral
dengan atom pusat, karena keduanya akan berinteraksi dengan cara yang berbeda dengan
orbital d.
Misalkan suatu senyawa kompleks dengan bentuk geometri octahedral, diasumsikan
semua enam ligannya terletak disepanjang sumbu x, y, dan z.
Ada 2 orbital d yang akan berinteraksi sangat kuat dengan ligan tersebut, yaitu orbital
dx2
-y2
dan dz2
. Bersama-sama, orbital atom pusat dengan orbital ligan keduanya berinteraksi
dan akan membentuk ikatan baru dan orbital antibonding. Berikut adalah kelima orbital d :
Logam biasanya memiliki elektron d yang jauh lebih tinggi energinya daripada atom
donor (seperti oksigen, sulfur, nitrogen atau fosfor). Oleh karena itu kombinasi orbital
antibonding akan lebih dekat ke orbital d atom pusat, karena keduanya memiliki energy yang
relative tinggi. Sedangkan kombinasi orbital bonding akan lebih dekat dengan orbital ligan,
karena keduanya memiliki energy yang relative rendah.
Orbital dx2
-y2
dan dz2
pada senyawa kompleks bentuk geomtri octahedral, keduanya
akan dinaikkan energi yang relatif tinggi dengan ikatan sigma yang berinteraksi dengan orbital
donor. Jika orbital d dari atom pusat telah terisi elektron, maka dimungkinkan skema diagram
orbitalnya sebagai berikut :
 Diasumsikan enam ligan semuanya terletak di sepanjang sumbu x, y dan z
 Orbital dx2
-y2
dan dz2
terletak disepanjang sumbu ikatan
 Kedua orbital ini akan dinaikkan energinya yang relatif tinggi
 Orbital ini seperti tingkat antibonding
 Orbital ini terkadang disebut juga sebagai orbital “eg”
 Sedangakan tiga orbital d lainnya, dxy , dxz dan dyz , semuanya terletak di antara ligan atau
terletak di antara sumbu ikatan. Orbital ini akan berinteraksi secara lemah dengan elektron
donor pada ligand
 Ketiga orbital tersebut lebih seperti orbital nonbonding, dan biasanya disebut orbital "t2g".
Dalam hal ini ada dua kelompok orbital d yang memiliki energy yang berbeda dan hal
tersebut akan mempengaruhi elektron pada orbital d bisa dipasangkan atau tidak berpasangan,
tergantung bagaimana orbital tersebut ditempati. Sebagai contoh pada kasus ion besi (II) yang
memiliki 6 elektron valensi atau konfigurasi elektronnya [Ar] 4d6
maka setiap elektronnya
menempati orbital d.
Namun pada senyawa kompleks K4[Fe(CN)6], dalam hal ini orbital d tidak lagi dalam tingkat
energy yang sama, melainkan ada 2 kemungkinan konfigurasi elektron valensi pada ion besi
(II). Apakah semua elektron valensi pada ion besi (II) berpasangan atau tidak berpasangan ?
Pilihannya tergantung dari berapa energi yang dibutuhkan untuk menempatkan elektron pada
orbital lain diatas orbital d,dan berapa energy yang dibutuhkan untuk menempatkan elektron di
orbital d yang sama agar berpasangan. Jika "splitting energi" cukup rendah dan spin tinggi,
maka elektron pada orbital d tidak berpasangan melainkan menempati orbital lain yang memiliki
energi lebih besar dibandingkan orbital d. Sedangkan "splitting energi" cukup besar dan spin
rendah, maka elektron pada orbital d akan berpasangan.
Konfigurasi elektron suatu logam bisa "spin tinggi" atau "spin rendah", tergantung pada
seberapa besar pemisahan energi antara dua pasang orbital d. Perbedaan antara kasus spin
tinggi dan kasus spin rendah akan mempengaruhi sifat kemagnetan suatu senyawa kompleks.
Suatu senyawa kompleks yang memiliki spin rendah maka senyawa tersebut diamagnetic
karena tidak adanya interaksi dengan magnet, sebaliknya suatu senyawa kompleks yang
memiliki spin tinggi maka senyawa tersebut para magnetic dan akan tertarik ke medan magnet.
karena elektron tidak berpasangan mempengaruhi sifat magnetik suatu material. Ternyata K 4
[Fe (CN) 6 ] bersifat diamagnetik. Jadi, cukup jelas bahwa Senyawa kompleks tersebut memiliki
spin rendah dan perbedaan energy (splitting energy) antara dua tingkat orbital d relatif besar
pada kasus ini.
Selain mempengaruhi sifat magnetik, apakah kompleks itu memiliki spin tinggi atau
rendah juga mempengaruhi reaktivitas. Senyawa dengan elektron berenergi tinggi adalah
Umumnya lebih labil, artinya melepaskan ligan lebih mudah. Oleh karena itu :
 Konfigurasi elektron mempengaruhi sifat magnetik
 Konfigurasi elektron mempengaruhi labilitas (seberapa mudah ligan dilepaskan)
Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya splitting energy orbital d dan
apakah elektron dapat menempati orbital energi yang lebih tinggi daripada berpasangan.
Sebagian didasarkan pada kekuatan medan ligand dan juga bergantung pada muatan pada ion
logam, dan apakah logam berada di tempat baris pertama, kedua atau ketiga dari logam transisi
pada tabel periodik. Semakin tinggi muatan pada logam, semakin besar splitiing energi orbital
dny.
Misalnya, Fe (II) biasanya memiliki spin tinggi dikarenakan splitting energinya kecil
antara tingkat orbital d, sehingga elektron dapat lebih mudah menempati tingkat yang lebih
tinggi daripada berpasangan dengan elektron yangtingkat energinya lebih rendah. Di sisi lain,
Fe (III) biasanya memiliki spin rendah dikarenakan splitting energinya tinggi antara tingkat
orbital d. Dalam hal ini, energy yang dibutuhkan lebih sedikit untuk elektron berpasangan di
tingkat bawah daripada naik ke tingkat yang lebih tinggi. Sehingga dapat diasumsikan :
 Kasus spin tinggi dan spin rendah menyebabkan elektron valensi pada suatu logam apakah
berpasangan atau tidak
 Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 biasanya berputar rendah
 Logam transisi baris pertama biasanya berputar tinggi
 Namun, logam transisi baris 1 akan berputar rendah jika sangat positif (biasanya 3+
atau
lebih)
Energi dari elektron bervariasi dengan bergantung pada: semakin besar muatan pada
nukleus, maka semakin rendah energi elektron. Dan juga, semakin dekat elektron ke nukleus,
semakin rendah energinya. Semakin dekat elektron dengan inti atom maka energy potensialnya
semakin rendah
Logam transisi pada baris kedua dan ketiga pada tabel periodik hampir tidak pernah
memiliki spin tinggi pada suatu senyawa kompleks. Splitting energi orbital d dalam kasus ini
lebih besar daripada untuk logam baris pertama. Dari sudut pandang yang sangat sederhana,
logam baris kedua dan ketiga pada tabel periodic memiliki lebih banyak proton pada inti
atomnya dari logam transisi baris pertama, namun gagasan tersebut tidak secara keseluruhan
menggambarkan logam transisi baris kedua dan ketiga karena nyatanya kekuatan ikatan
logam-ligan lebih besar sangat banyak ditemukan dibaris kedua dan ketiga daripada baris
pertama. Berikut adalah diagram orbital untuk kompleks octahedral termasuk adanya kontribusi
orbital s dan p.
Hasil interaksi antara atom pusat dengan ligand, ditunjukkan pada bagian tengah pada
gambar. Diagram splitting energy orbital d ditunjukkan dalam sebuah kotak. Misalkan diagram
di atas adalah untuk logam transisi baris pertama, kedua, dan ketiga. Namun untuk logam baris
kedua atau ketiga dengan ikatan yang lebih kuat.
Mengapa logam transisi baris kedua dan ketiga membentuk ikatan yang begitu kuat?
Dan obligasi kekuatannya sangat rumit. Secara umum, ada ikatan kovalen yang lebih besar
antara logam transisi baris kedua dan ketida dengan ligannya karena peningkatan tumpang-
tindih orbitalnya, selain itu semua proton pada inti atom yang menarik elektron ligan lebih kuat.
Adapun yang membuat logam transisi baris kedua dan ketiga lebih rendah spin dan energi
untuk memasangkan elektronnya, dikarena logam transisi baris kedua dan ketiga memiliki
orbital lebih besar sehingga ada lebih banyak ruang untuk dua elektron dalam satu orbital,
dengan sedikit tolakan. Akibatnya, elektron jauh lebih mungkin berpasangan dibanding untuk
menempati tingkat energi berikutnya. Oleh karena itu dapat diasumsikan :
 Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 memiliki ikatan yang lebih kuat, yang menyebabkan
splitting energinya lebih besar antara tingkat orbital d
 Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 memiliki orbital yang lebih menyebar, yang mengarah ke
pasangan yang lebih rendah energi

More Related Content

What's hot

Kinetika reaksi hidrogen peroksida dengan asam iodida (repaired) (repaired)
Kinetika reaksi hidrogen peroksida dengan asam iodida (repaired) (repaired)Kinetika reaksi hidrogen peroksida dengan asam iodida (repaired) (repaired)
Kinetika reaksi hidrogen peroksida dengan asam iodida (repaired) (repaired)qlp
 
363346658 16-soal-jawab-kinetik-kimia-nop-bahan-uas-docx
363346658 16-soal-jawab-kinetik-kimia-nop-bahan-uas-docx363346658 16-soal-jawab-kinetik-kimia-nop-bahan-uas-docx
363346658 16-soal-jawab-kinetik-kimia-nop-bahan-uas-docxSaya Kamu
 
Penyerangan Nukleofilik pada senyawa organik
Penyerangan Nukleofilik pada senyawa organikPenyerangan Nukleofilik pada senyawa organik
Penyerangan Nukleofilik pada senyawa organikIrma Rahmawati
 
Reaksi friedel-Crafts
Reaksi friedel-CraftsReaksi friedel-Crafts
Reaksi friedel-CraftsAlfiah Alif
 
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimiaLaporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimiawd_amaliah
 
Laporan Praktikum Kimia Anorganik II - Kimia Tembaga
Laporan Praktikum Kimia Anorganik II - Kimia TembagaLaporan Praktikum Kimia Anorganik II - Kimia Tembaga
Laporan Praktikum Kimia Anorganik II - Kimia TembagaAndrio Suwuh
 
Reaksi adisi aldehid dan keton
Reaksi adisi aldehid dan ketonReaksi adisi aldehid dan keton
Reaksi adisi aldehid dan ketonDM12345
 
TOM (Teori Orbital Molekul)
TOM (Teori Orbital Molekul)TOM (Teori Orbital Molekul)
TOM (Teori Orbital Molekul)Farikha Uly
 
Teori orbital molekul
Teori orbital molekulTeori orbital molekul
Teori orbital molekulHarewood Jr.
 
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawabanITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawabanFransiska Puteri
 
45715687 aplikasi-senyawa-kompleks
45715687 aplikasi-senyawa-kompleks45715687 aplikasi-senyawa-kompleks
45715687 aplikasi-senyawa-kompleksandragrup01
 
anorganik Belerang
anorganik Belerang anorganik Belerang
anorganik Belerang Fera Fajrin
 
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalasetonlaporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalasetonqlp
 
Laporan kimfis 1 kelompok i
Laporan kimfis 1 kelompok i Laporan kimfis 1 kelompok i
Laporan kimfis 1 kelompok i Dede Suhendra
 
Bab 11 senyawa kompleks & polimer
Bab 11 senyawa kompleks & polimerBab 11 senyawa kompleks & polimer
Bab 11 senyawa kompleks & polimerImo Priyanto
 
Kimia Organik (Alkohol dan eter)
Kimia Organik (Alkohol dan eter) Kimia Organik (Alkohol dan eter)
Kimia Organik (Alkohol dan eter) nailaamaliaa
 
Asam karboksilat dan turunannya
Asam karboksilat dan turunannyaAsam karboksilat dan turunannya
Asam karboksilat dan turunannyaIndra Yudhipratama
 

What's hot (20)

Kinetika reaksi hidrogen peroksida dengan asam iodida (repaired) (repaired)
Kinetika reaksi hidrogen peroksida dengan asam iodida (repaired) (repaired)Kinetika reaksi hidrogen peroksida dengan asam iodida (repaired) (repaired)
Kinetika reaksi hidrogen peroksida dengan asam iodida (repaired) (repaired)
 
363346658 16-soal-jawab-kinetik-kimia-nop-bahan-uas-docx
363346658 16-soal-jawab-kinetik-kimia-nop-bahan-uas-docx363346658 16-soal-jawab-kinetik-kimia-nop-bahan-uas-docx
363346658 16-soal-jawab-kinetik-kimia-nop-bahan-uas-docx
 
Penyerangan Nukleofilik pada senyawa organik
Penyerangan Nukleofilik pada senyawa organikPenyerangan Nukleofilik pada senyawa organik
Penyerangan Nukleofilik pada senyawa organik
 
Reaksi friedel-Crafts
Reaksi friedel-CraftsReaksi friedel-Crafts
Reaksi friedel-Crafts
 
Kelarutan sebagai fungsi suhu
Kelarutan sebagai fungsi suhuKelarutan sebagai fungsi suhu
Kelarutan sebagai fungsi suhu
 
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimiaLaporan praktikum kesetimbangan kimia
Laporan praktikum kesetimbangan kimia
 
Laporan Praktikum Kimia Anorganik II - Kimia Tembaga
Laporan Praktikum Kimia Anorganik II - Kimia TembagaLaporan Praktikum Kimia Anorganik II - Kimia Tembaga
Laporan Praktikum Kimia Anorganik II - Kimia Tembaga
 
Reaksi adisi aldehid dan keton
Reaksi adisi aldehid dan ketonReaksi adisi aldehid dan keton
Reaksi adisi aldehid dan keton
 
Kimia Organik semester 7
Kimia Organik semester 7Kimia Organik semester 7
Kimia Organik semester 7
 
TOM (Teori Orbital Molekul)
TOM (Teori Orbital Molekul)TOM (Teori Orbital Molekul)
TOM (Teori Orbital Molekul)
 
Teori orbital molekul
Teori orbital molekulTeori orbital molekul
Teori orbital molekul
 
Struktur Kristal
Struktur KristalStruktur Kristal
Struktur Kristal
 
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawabanITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
ITP UNS SEMESTER 2 Latihan soal gravimetri & jawaban
 
45715687 aplikasi-senyawa-kompleks
45715687 aplikasi-senyawa-kompleks45715687 aplikasi-senyawa-kompleks
45715687 aplikasi-senyawa-kompleks
 
anorganik Belerang
anorganik Belerang anorganik Belerang
anorganik Belerang
 
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalasetonlaporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
laporan kimia organik - Sintesis dibenzalaseton
 
Laporan kimfis 1 kelompok i
Laporan kimfis 1 kelompok i Laporan kimfis 1 kelompok i
Laporan kimfis 1 kelompok i
 
Bab 11 senyawa kompleks & polimer
Bab 11 senyawa kompleks & polimerBab 11 senyawa kompleks & polimer
Bab 11 senyawa kompleks & polimer
 
Kimia Organik (Alkohol dan eter)
Kimia Organik (Alkohol dan eter) Kimia Organik (Alkohol dan eter)
Kimia Organik (Alkohol dan eter)
 
Asam karboksilat dan turunannya
Asam karboksilat dan turunannyaAsam karboksilat dan turunannya
Asam karboksilat dan turunannya
 

Similar to TEORI ORBITAL MOLEKUL

Lamtiur d sihotang (8136142014)
Lamtiur d sihotang (8136142014)Lamtiur d sihotang (8136142014)
Lamtiur d sihotang (8136142014)Lamtiur Sihotang
 
7. Teori ikatan valensi.pptx
7. Teori ikatan valensi.pptx7. Teori ikatan valensi.pptx
7. Teori ikatan valensi.pptxFebroniaNenomnanu
 
258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereenWarnet Raha
 
Teori orbital molekul kompleks
Teori orbital molekul kompleksTeori orbital molekul kompleks
Teori orbital molekul kompleksElis Primalis
 
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptx
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptxPPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptx
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptxFatihIzzulhaq
 
Struktur Molekul
Struktur MolekulStruktur Molekul
Struktur Molekulmocoz
 
Logistics Engineering Kimia Dasar UISI
Logistics Engineering Kimia Dasar UISILogistics Engineering Kimia Dasar UISI
Logistics Engineering Kimia Dasar UISIPradeka Teklog UISI
 
PPT Ikatan kovalen koordinasi
PPT Ikatan kovalen koordinasiPPT Ikatan kovalen koordinasi
PPT Ikatan kovalen koordinasiAmeliaMoniq1
 
Teori pasangan elektron
Teori pasangan elektronTeori pasangan elektron
Teori pasangan elektronEvi Vironita
 
Ikatan pada Molekul dan Ion Kompleks
Ikatan pada Molekul dan Ion KompleksIkatan pada Molekul dan Ion Kompleks
Ikatan pada Molekul dan Ion KompleksRima-Rochan FbiOne's
 
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,SetyaAyuAprilia2
 
Ikatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
Ikatan Pada Ion dan Molekul KompleksIkatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
Ikatan Pada Ion dan Molekul KompleksRima_Melani
 
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptxkartikasari144
 

Similar to TEORI ORBITAL MOLEKUL (20)

Lamtiur d sihotang (8136142014)
Lamtiur d sihotang (8136142014)Lamtiur d sihotang (8136142014)
Lamtiur d sihotang (8136142014)
 
7. Teori ikatan valensi.pptx
7. Teori ikatan valensi.pptx7. Teori ikatan valensi.pptx
7. Teori ikatan valensi.pptx
 
258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen
 
258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen258028609 makalah-kovalen-kereen
258028609 makalah-kovalen-kereen
 
Teori orbital molekul kompleks
Teori orbital molekul kompleksTeori orbital molekul kompleks
Teori orbital molekul kompleks
 
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptx
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptxPPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptx
PPT KIMDAS BAB 10 KELOMPOK 1 (UTS).pptx
 
Materi Ikatan kimia
Materi Ikatan kimiaMateri Ikatan kimia
Materi Ikatan kimia
 
Struktur Molekul
Struktur MolekulStruktur Molekul
Struktur Molekul
 
Logistics Engineering Kimia Dasar UISI
Logistics Engineering Kimia Dasar UISILogistics Engineering Kimia Dasar UISI
Logistics Engineering Kimia Dasar UISI
 
Kelas 10 007 ikatan kimia
Kelas 10 007 ikatan kimiaKelas 10 007 ikatan kimia
Kelas 10 007 ikatan kimia
 
PPT Ikatan kovalen koordinasi
PPT Ikatan kovalen koordinasiPPT Ikatan kovalen koordinasi
PPT Ikatan kovalen koordinasi
 
Teori pasangan elektron
Teori pasangan elektronTeori pasangan elektron
Teori pasangan elektron
 
Ppt kimin baru
Ppt kimin baruPpt kimin baru
Ppt kimin baru
 
Kuliah 6. Ikatan Kimia.pptx
Kuliah 6. Ikatan Kimia.pptxKuliah 6. Ikatan Kimia.pptx
Kuliah 6. Ikatan Kimia.pptx
 
Ikatan pada Molekul dan Ion Kompleks
Ikatan pada Molekul dan Ion KompleksIkatan pada Molekul dan Ion Kompleks
Ikatan pada Molekul dan Ion Kompleks
 
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
Ikatan ion dan kovalen tunggal, rangkap,
 
ikatan kimia
ikatan kimiaikatan kimia
ikatan kimia
 
Bab 3
Bab 3Bab 3
Bab 3
 
Ikatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
Ikatan Pada Ion dan Molekul KompleksIkatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
Ikatan Pada Ion dan Molekul Kompleks
 
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
1-1. MENGENAL SIFAT BAHAN_LENGKAP.pptx
 

Recently uploaded

PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 

Recently uploaded (20)

PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 

TEORI ORBITAL MOLEKUL

  • 1. TUGAS PAPER KIMIA KOORDINASI TEORI ORBITAL MOLEKUL DAN LIGAN FIELD THEORY Disusun oleh : Iing Akhirudin (3325150447) UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA JAKARTA 2017
  • 2. BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada pembahasan sebelumnya kita telah mempelajari teori-teori yang menjelaskan bagaimana pembentukkan senyawa kompleks dapat terjadi yang mana melibatkan iteraksi antara ligand dan atom pusatnya. Teori tersebut adalah teori ikatan valensi dan teori medan Kristal (CFT). Pada teori ikatan valensi, senyawa kompleks dapat terjadi karena adanya orbital hibridisasi dari senyawa kompleks tersebut yang melibatkan adanya interaksi ikatan kovalen antara ligan dan atom pusat sehingga pada teori ini dapat menggambarkan bentuk geometri dari suatu senyawa kompleks. Namun, pada senyawa kompleks yang memiliki sifat kemagnetan orbital hibridisasi yang terbentuk terlalu dipaksakan dan bergantung pada fakta sifat kemagnetan senyawa kompleks tersebut. Selain itu juga, teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan warna dan kestabilan dari suatu senyawa kompleks. Untuk melengkapi teori ikatan valensi, maka lahirlah teori medan kristal yang dimana menjelaskan sejumlah besar fakta tentang senyawa kompleks, namun pada teori tersebut memiliki kelemahan yang serius, yaitu anggapan interaksi antara ion pusat dengan ligan- ligannya hanya merupakan interaksi elektrostatik yang mana anggapan tersebut tidak tepat. Bila pembentukan suatu kompleks hanyalah melibatkan interaksi elektrostatik, maka senyawa- senyawa kompleks seperti [Ni(CO)4], [Fe(CO)5], dan [Cr(CO)6] tidak mungkin terbentuk karena baik atom pusat maupun ligannya adalah tidak bermuatan. Dalam faktanya senyawa-senyawa tersebut diperoleh bersifat stabil. Disamping itu, medan yang ditimbulkan oleh ligan-ligan netral, misalnya [Co(H2O)6]3+ , seharusnya lebih lemah dibandingakn medan yang ditimbulkan oleh ligan yang bermuatan negative, misalnya pada kompleks [CoF6]3- . Dalam faktanya kekuatan medan kristal yang ditimbulkan oleh [Co(H2O)6]3+ lebih kuat dibandingkan medan kristal yang ditimbulkan oleh [CoF6]3- . Dari kelemahan teori medan Kristal (CFT), terciptalah teori baru yaitu teori orbital molekul (MOT). Teori orbital molekul (MOT) merupakan gabungan antara teori ikatan valensi dan teori medan Kristal.
  • 3. BAB II PEMBAHASAN Teori orbital molekul didasarkan pada hasil eksperimen dengan metode resonansi spin elektron yang menunjukkan adanya pemakaian bersama pasangan elektron oleh atom pusat dengan ligan. Hal ini menunjukkan pada pembentukkan senyawa kompleks disamping terjadi interaksi elektrostatik atau interaksi ionic, juga terjadi interaksi kovalen. Teori orbital molekul merupakan teori yang paling lengkap karena menyangkut interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen . Berdasarkan teori orbital molekul, pada pembentukkan senyawa kompleks, orbital-orbital pada atom pusat dengan orbital-orbital dari ligan saling berinteraksi membentuk orbital-orbital molekul baru. Berdasarkan pedekatan linier, orbital- orbital molekul senyawa kompleks dianggap merupakan kombinasi linier dari orbital-orbital atom pusat dan orbital-orbital ligan. Perbedaan energy antara orbital-orbital atom pusat dengan ligan dapat diabaikan oleh karena itu dalam menggambarkan orbital molekul senyawa kompleks cukup digambarkan dengan orbital-orbital valensinya. Pada saat adanya interaksi elektrostatik dan interaksi kovalen yang ditimbulkan dari interaksi antara atom pusat dan ligan, maka orbital-orbital yang terdapat pada atom pusat akan mengalami kenaikkan tingkatan energy tertentu setiap orbitalnya sehingga memiliki orbital ikatan (orbital bonding) dan orbital tidak berikatan (Orbital Anti-Bonding). Sebagai contoh, berikut adalah diagram energy yang dihasilkan dari F3B.NH3: Pada diagram orbital ini dapat dilihat bahwa pasangan electron bebas yang berasal dari atom N menempati orbital bonding BN (pada energy yang lebih rendah) dan menstabilkan senyawa kompleks tersebut. A. Pembentukkan orbital sigma (σ) pada suatu senyawa kompleks Orbital molekul terbentuk sebagai gabungan/kombinasi dari orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan, di mana orbital-orbital tersebut memiliki bentuk simetri yang sama. Misalkan pada senyawa kompleks oktahedral, ligan mendekat ke logam sepanjang sumbu x, y, dan z, sehingga orbital simetri σ nya membentuk kombinasi ikatan dan anti-ikatan pada orbital eg (dz2 dan dx2 −y2 ), sedangkan orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) yang tersisa menjadi orbital tidak berikatan. Beberapa interaksi ikatan dan anti-ikatan yang lemah dengan orbital s dan p logam juga terjadi, sehingga menghasilkan total 6 orbital molekul ikatan dan 6 orbital anti-ikatan. Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika posisinya segaris dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung ion pusat dan ligan. Adapun orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan orbital atom dari logam adalah orbital s atau orbital hasil hibridisasi antara orbital s dan p. Untuk memudahkan dalam mempelajari teori orbital molekul kita dapat melihat suatu diagram orbital molekul kompleks oktahedral dibawah ini :
  • 4.  Diagram orbital molekul kompleks octahedral Pada gambar disamping dapat dijelaskan sebagai brikut :  Metal valenci orbital merupakan orbital logam atau ion logam pada keadaan bebas atau sebelum ada interaksi dengan ligan  ML6 molecular orbital merupakan orbital molekul kompleks octahedral yang melibatkan baik interaksi elektrostatik maupun interaksi kovalen  Ligand δ-orbital merupakan orbital- orbital dari ligan sebelum terjadi interaksi dengan orbital-orbital atom logam, disebut juga orbital-orbital kelompok ligan. Pada saat logam atau ion logam mengadakan interaksi elektrostatik dengan ligan-ligan maka semua orbital yang ada akan mengalami kenaikkan energy. Tiga orbital p meskipun mengalami kenaikkan tingkat energi tetapi tetap dalam keadaan dasarnya karena interaksi ligan-ligan dengan ketiga orbital p tersebut adalah sama kuat. Lima orbital d dari logam atau ion logam mengalami pemisahan menjadi orbital eg dan t2g. setelah mengalami kenaikkan tingkat energy orbital-orbital dari ligan membentuk orbital molekul kompleks octahedral. Namun untuk menjelaskan kemagnetan dari suatu senyawa kompleks octahedral dapat diterangkan dari kekutan medan ligan atau harga 10Dq. Contoh 1 : Pembentukkan diagram orbital molekul komplek untuk [Co(NH3)6]3+ Fakta eksperimen menunjukkan bahwa ion kompleks [Co(NH3)6]3+ memiliki bentuk octahedral dan bersifat diamagnetic. Atom pusat ion kompleks tersebut adalah Co3+ dengan konfiguarasi elektron: [Ar] 3d6 . Jumlah elektron pada orbital 3d dari atom pusat dan elektron- elektron yang didonorkan oleh ligan NH3 adalah 18 elektron. 18 elektron tersebut diisikan pada orbital molekul kompleks octahedral seperti dibawah ini:
  • 5. Cara pengsisin 18 elektron pada orbital molekul kompleks [Co(NH3)6]3+ adalah sebagai berikut. Pertama, mengisikan 6 elektron pada orbital-orbital alg, tul, dan eg. kedua, mengisikan 6 elektron yang tersisa pada orbital t2g secara berpasangan karena kompleks [Co(NH3)6]3+ merupakan kompleks dengan medan kuat sehingga menghasilkan low spin, dengan harga 10Dq > P. Sifat diamagnetic ion kompleks [Co(NH3)6]3+ ditunjukkan dengan berpasangannya semua elektron yang terdapat pada orbital molekul kompleks. Contoh 2: Pembentukan diagram orbital molekul untuk kompleks [CoF6]3- Fakta experimen menunjukkan bahwa ion kompleks [CoF6]3- memiliki bentuk octahedral dan bersifat paramagnetik dengan kemagnetan setara dengan adanya 4 elektron tidak berpasangan. Atom pusat ion tersebut adalah Co3+ dengan konfiguarasi elektron: [Ar] 3d6 . Jumlah elektron pada orbital 3d dari atom pusat dan elektron-elektron yang didonorkan oleh ligan F- adalah 18 elektron. 18 elektron tersebut diisikan pada orbital molekul kompleks octahedral seperti dibawah ini: Cara pengisian 18 elektron pada orbital molekul ion kompleks [CoF6]3- adalah sebagai berikut: Pertama, mengisikan 6 pasang elektron pada orbital-orbital alg, tul, dan eg. kedua, mengisikan 3 elektron yang pada orbital t2g dan 2 elektron pada orbital eg* karena ion kompleks[CoF6]3- merupakan kompleks dengan medan lemah sehingga menghasilkan high spin, dan harga 10Dq < P. Ketiga, memasangkan 1 elektron yang tersisa dengan salah satu elektron tak berpasangan yang terdapat pada orbital t2g,. Sifat paramagnetic ion kompleks [CoF6]3- ditunjukkan dengan adanya 4 elektron tidak berpasangan pada orbital molekul kompelks tersebut. Berikut adalah beberapa diagram energy yang mungkin terjadi pada senaywa kompleks menurut teori orbital molekul :
  • 6. B. Pembentukkan orbital phi (π) pada suatu senyawa kompleks Orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam. Ikatan π pada kompleks oktahedral terbentuk dengan dua cara yaitu: melalui orbital p ligan yang tidak digunakan pada ikatan σ, ataupun melalui orbital molekul π atau π* yang terdapat pada ligan. Dalam pembentukan ikatan π ini, ligan dapat bertindak sebagai asam Lewis yang menerima pasangan elektron yang didonorkan oleh logam. Orbital-orbital p logam digunakan untuk ikatan σ, sehingga interaksi π terjadi melalui orbital d, yakni dxy, dxz dan dyz. Diagram orbital senyawa kompleks oktahedral Diagram orbital senyawa kompleks terahedral Diagram orbital senyawa kompleks segiempat planar
  • 7. Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan, sehingga meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan ikatan π juga dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia. Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian orbital π yang dimiliki oleh ligan tersebut. 1) Ligan akseptor phi (π) Ligan ini terbentuk karena orbtal phinya kosong. orbital ligan yang kosong, mempunyai energi tinggi, elektron dari orbital t2g akan mengisi orbital molekul bonding dengan energi rendah. akibatnya ∆0 akan bertambah. 2) ligan donor phi (π) Sejumblah ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan mengalami overlap dengan orbital t2g dari logam, sehingga menghasilkan ikatan π. Orbital ligan yang terisi elektron memiliki energi rendah sehingga elektron ligan mengisi orbital bonding t2g. elektron dari orbital logam t2g mengisi orbital antibonding t2g, sehingga ∆0 lebih kecil. C. Ligand Field Theory Konsep dari teori orbital molekul berguna dalam memahami reaktivitasnya senyawa koordinasi Salah satu cara dasar penerapan konsep MOT untuk koordinasi kimia ada di Ligand Field Theory. Teori medan ligan melihat efek atom donor energi orbital d di kompleks logam. Pada saat ligand mengikat atom pusat maka akan terjadi interaksi antara ligand dan atom pusat yang menyebabkan meningkatnya energy orbital d pada atom pusat, hal tersebut yang akan difokuskan dalam bab ini. Efek meningkatnya orbital d pada atom pusat tergantung pada ligand yang membentuk geometri senyawa kompleks dengan atom pusat, ligand yang dapat membentuk geometri senyawa kompleks tetrahedral dengan atom pusat akan memiliki efek yang berbeda dengan ligand yang dapat membentuk geometri senyawa kompleks octahedral
  • 8. dengan atom pusat, karena keduanya akan berinteraksi dengan cara yang berbeda dengan orbital d. Misalkan suatu senyawa kompleks dengan bentuk geometri octahedral, diasumsikan semua enam ligannya terletak disepanjang sumbu x, y, dan z. Ada 2 orbital d yang akan berinteraksi sangat kuat dengan ligan tersebut, yaitu orbital dx2 -y2 dan dz2 . Bersama-sama, orbital atom pusat dengan orbital ligan keduanya berinteraksi dan akan membentuk ikatan baru dan orbital antibonding. Berikut adalah kelima orbital d : Logam biasanya memiliki elektron d yang jauh lebih tinggi energinya daripada atom donor (seperti oksigen, sulfur, nitrogen atau fosfor). Oleh karena itu kombinasi orbital antibonding akan lebih dekat ke orbital d atom pusat, karena keduanya memiliki energy yang relative tinggi. Sedangkan kombinasi orbital bonding akan lebih dekat dengan orbital ligan, karena keduanya memiliki energy yang relative rendah. Orbital dx2 -y2 dan dz2 pada senyawa kompleks bentuk geomtri octahedral, keduanya akan dinaikkan energi yang relatif tinggi dengan ikatan sigma yang berinteraksi dengan orbital donor. Jika orbital d dari atom pusat telah terisi elektron, maka dimungkinkan skema diagram orbitalnya sebagai berikut :  Diasumsikan enam ligan semuanya terletak di sepanjang sumbu x, y dan z  Orbital dx2 -y2 dan dz2 terletak disepanjang sumbu ikatan  Kedua orbital ini akan dinaikkan energinya yang relatif tinggi
  • 9.  Orbital ini seperti tingkat antibonding  Orbital ini terkadang disebut juga sebagai orbital “eg”  Sedangakan tiga orbital d lainnya, dxy , dxz dan dyz , semuanya terletak di antara ligan atau terletak di antara sumbu ikatan. Orbital ini akan berinteraksi secara lemah dengan elektron donor pada ligand  Ketiga orbital tersebut lebih seperti orbital nonbonding, dan biasanya disebut orbital "t2g". Dalam hal ini ada dua kelompok orbital d yang memiliki energy yang berbeda dan hal tersebut akan mempengaruhi elektron pada orbital d bisa dipasangkan atau tidak berpasangan, tergantung bagaimana orbital tersebut ditempati. Sebagai contoh pada kasus ion besi (II) yang memiliki 6 elektron valensi atau konfigurasi elektronnya [Ar] 4d6 maka setiap elektronnya menempati orbital d. Namun pada senyawa kompleks K4[Fe(CN)6], dalam hal ini orbital d tidak lagi dalam tingkat energy yang sama, melainkan ada 2 kemungkinan konfigurasi elektron valensi pada ion besi (II). Apakah semua elektron valensi pada ion besi (II) berpasangan atau tidak berpasangan ? Pilihannya tergantung dari berapa energi yang dibutuhkan untuk menempatkan elektron pada orbital lain diatas orbital d,dan berapa energy yang dibutuhkan untuk menempatkan elektron di orbital d yang sama agar berpasangan. Jika "splitting energi" cukup rendah dan spin tinggi, maka elektron pada orbital d tidak berpasangan melainkan menempati orbital lain yang memiliki energi lebih besar dibandingkan orbital d. Sedangkan "splitting energi" cukup besar dan spin rendah, maka elektron pada orbital d akan berpasangan. Konfigurasi elektron suatu logam bisa "spin tinggi" atau "spin rendah", tergantung pada seberapa besar pemisahan energi antara dua pasang orbital d. Perbedaan antara kasus spin tinggi dan kasus spin rendah akan mempengaruhi sifat kemagnetan suatu senyawa kompleks. Suatu senyawa kompleks yang memiliki spin rendah maka senyawa tersebut diamagnetic karena tidak adanya interaksi dengan magnet, sebaliknya suatu senyawa kompleks yang memiliki spin tinggi maka senyawa tersebut para magnetic dan akan tertarik ke medan magnet. karena elektron tidak berpasangan mempengaruhi sifat magnetik suatu material. Ternyata K 4 [Fe (CN) 6 ] bersifat diamagnetik. Jadi, cukup jelas bahwa Senyawa kompleks tersebut memiliki spin rendah dan perbedaan energy (splitting energy) antara dua tingkat orbital d relatif besar pada kasus ini. Selain mempengaruhi sifat magnetik, apakah kompleks itu memiliki spin tinggi atau rendah juga mempengaruhi reaktivitas. Senyawa dengan elektron berenergi tinggi adalah Umumnya lebih labil, artinya melepaskan ligan lebih mudah. Oleh karena itu :  Konfigurasi elektron mempengaruhi sifat magnetik  Konfigurasi elektron mempengaruhi labilitas (seberapa mudah ligan dilepaskan) Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya splitting energy orbital d dan apakah elektron dapat menempati orbital energi yang lebih tinggi daripada berpasangan. Sebagian didasarkan pada kekuatan medan ligand dan juga bergantung pada muatan pada ion logam, dan apakah logam berada di tempat baris pertama, kedua atau ketiga dari logam transisi
  • 10. pada tabel periodik. Semakin tinggi muatan pada logam, semakin besar splitiing energi orbital dny. Misalnya, Fe (II) biasanya memiliki spin tinggi dikarenakan splitting energinya kecil antara tingkat orbital d, sehingga elektron dapat lebih mudah menempati tingkat yang lebih tinggi daripada berpasangan dengan elektron yangtingkat energinya lebih rendah. Di sisi lain, Fe (III) biasanya memiliki spin rendah dikarenakan splitting energinya tinggi antara tingkat orbital d. Dalam hal ini, energy yang dibutuhkan lebih sedikit untuk elektron berpasangan di tingkat bawah daripada naik ke tingkat yang lebih tinggi. Sehingga dapat diasumsikan :  Kasus spin tinggi dan spin rendah menyebabkan elektron valensi pada suatu logam apakah berpasangan atau tidak  Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 biasanya berputar rendah  Logam transisi baris pertama biasanya berputar tinggi  Namun, logam transisi baris 1 akan berputar rendah jika sangat positif (biasanya 3+ atau lebih) Energi dari elektron bervariasi dengan bergantung pada: semakin besar muatan pada nukleus, maka semakin rendah energi elektron. Dan juga, semakin dekat elektron ke nukleus, semakin rendah energinya. Semakin dekat elektron dengan inti atom maka energy potensialnya semakin rendah Logam transisi pada baris kedua dan ketiga pada tabel periodik hampir tidak pernah memiliki spin tinggi pada suatu senyawa kompleks. Splitting energi orbital d dalam kasus ini lebih besar daripada untuk logam baris pertama. Dari sudut pandang yang sangat sederhana, logam baris kedua dan ketiga pada tabel periodic memiliki lebih banyak proton pada inti atomnya dari logam transisi baris pertama, namun gagasan tersebut tidak secara keseluruhan menggambarkan logam transisi baris kedua dan ketiga karena nyatanya kekuatan ikatan logam-ligan lebih besar sangat banyak ditemukan dibaris kedua dan ketiga daripada baris pertama. Berikut adalah diagram orbital untuk kompleks octahedral termasuk adanya kontribusi orbital s dan p. Hasil interaksi antara atom pusat dengan ligand, ditunjukkan pada bagian tengah pada gambar. Diagram splitting energy orbital d ditunjukkan dalam sebuah kotak. Misalkan diagram
  • 11. di atas adalah untuk logam transisi baris pertama, kedua, dan ketiga. Namun untuk logam baris kedua atau ketiga dengan ikatan yang lebih kuat. Mengapa logam transisi baris kedua dan ketiga membentuk ikatan yang begitu kuat? Dan obligasi kekuatannya sangat rumit. Secara umum, ada ikatan kovalen yang lebih besar antara logam transisi baris kedua dan ketida dengan ligannya karena peningkatan tumpang- tindih orbitalnya, selain itu semua proton pada inti atom yang menarik elektron ligan lebih kuat. Adapun yang membuat logam transisi baris kedua dan ketiga lebih rendah spin dan energi untuk memasangkan elektronnya, dikarena logam transisi baris kedua dan ketiga memiliki orbital lebih besar sehingga ada lebih banyak ruang untuk dua elektron dalam satu orbital, dengan sedikit tolakan. Akibatnya, elektron jauh lebih mungkin berpasangan dibanding untuk menempati tingkat energi berikutnya. Oleh karena itu dapat diasumsikan :  Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 memiliki ikatan yang lebih kuat, yang menyebabkan splitting energinya lebih besar antara tingkat orbital d  Logam transisi baris ke-2 dan ke-3 memiliki orbital yang lebih menyebar, yang mengarah ke pasangan yang lebih rendah energi