Dokumen tersebut membahas tentang Do Not Resuscitate (DNR) yang merupakan perintah untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru pada pasien henti jantung. Dibahas pula aspek-aspek hukum, etik, dan pelaksanaannya di Indonesia yang memerlukan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien beserta keluarganya serta pendokumentasian yang memadai. "
Tindakan keperawatan untuk pasien isolasi sosial meliputi melatih pasien berinteraksi secara bertahap dengan berkenalan dengan perawat dan pasien lain, serta melatih keluarga untuk merawat pasien dengan membina hubungan, memberikan dukungan, dan menjadwalkan kegiatan bersama.
Dokumen tersebut merupakan materi pelatihan tentang Code Blue & EWS yang mencakup tujuan pelatihan untuk mampu melakukan Resusitasi Jantung Paru secara berurutan, mengenali kejadian henti nafas dan jantung, serta melakukan teknik kompresi, ventilasi, dan pemberian posisi pemulihan. Juga dijelaskan mengenai penggunaan alat bantu napas seperti masker dan AED untuk memberikan kejutan listrik pada
Dokumen tersebut berisi ceklis keselamatan operasi yang digunakan untuk memastikan keselamatan pasien sebelum, selama, dan sesudah operasi. Ceklis tersebut berisi daftar pertanyaan untuk memverifikasi identitas pasien, prosedur yang akan dilakukan, kemungkinan risiko dan komplikasi, serta langkah-langkah keselamatan lainnya.
Tindakan keperawatan untuk pasien isolasi sosial meliputi melatih pasien berinteraksi secara bertahap dengan berkenalan dengan perawat dan pasien lain, serta melatih keluarga untuk merawat pasien dengan membina hubungan, memberikan dukungan, dan menjadwalkan kegiatan bersama.
Dokumen tersebut merupakan materi pelatihan tentang Code Blue & EWS yang mencakup tujuan pelatihan untuk mampu melakukan Resusitasi Jantung Paru secara berurutan, mengenali kejadian henti nafas dan jantung, serta melakukan teknik kompresi, ventilasi, dan pemberian posisi pemulihan. Juga dijelaskan mengenai penggunaan alat bantu napas seperti masker dan AED untuk memberikan kejutan listrik pada
Dokumen tersebut berisi ceklis keselamatan operasi yang digunakan untuk memastikan keselamatan pasien sebelum, selama, dan sesudah operasi. Ceklis tersebut berisi daftar pertanyaan untuk memverifikasi identitas pasien, prosedur yang akan dilakukan, kemungkinan risiko dan komplikasi, serta langkah-langkah keselamatan lainnya.
IPE adalah pendidikan terintegrasi untuk meningkatkan kolaborasi antar profesi kesehatan. IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama dan mempelajari peran masing-masing untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. IPE bermanfaat untuk menurunkan komplikasi pasien, biaya rumah sakit, dan meningkatkan akses layanan kesehatan.
Hemofilia adalah gangguan genetik yang diturunkan secara x-linked resesif yang disebabkan oleh kelainan produksi faktor pembekuan darah seperti faktor VIII dan IX, menyebabkan perdarahan yang sulit dihentikan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan berkepanjangan setelah luka atau operasi.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan dasar-dasar pelaksanaan perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS. Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dengan mengurangi penderitaan fisik, emosional, sosial dan spiritual yang disebabkan oleh penyakit."
Dokumen tersebut membahas tentang standar dokumentasi keperawatan, yang meliputi tujuan, prinsip, kaidah penulisan, dan komponen-komponen standar dokumentasi keperawatan seperti komunikasi, akuntabilitas dan kewajiban, serta keamanan informasi pasien.
Dokumen tersebut memberikan 10 pertanyaan dan jawaban mengenai topik bencana dan travel medicine. Secara ringkas, dokumen tersebut membahas:
1) Definisi bencana alam dan buatan manusia
2) Tahapan penanggulangan bencana
3) Triase korban bencana
Dokumen tersebut membahas tentang gizi bayi dan anak, termasuk penilaian status gizi, kebutuhan gizi, masalah gizi, dan pemberian makanan seperti ASI, susu formula, dan makanan pendamping ASI. Dokumen ini juga menjelaskan tentang defisiensi vitamin tertentu seperti vitamin E dan K pada bayi.
Prosedur pendaftaran pasien rawat jalan di rumah sakit meliputi penerimaan pasien baru di bagian pendaftaran untuk mengisi data diri, kemudian ditujukan ke poliklinik. Setelah pemeriksaan, pasien bisa pulang, dirawat, dirujuk ke rumah sakit lain, atau dijadwalkan berobat ulang. Pasien lama langsung ke poliklinik dengan menggunakan kartu berobat.
Dokumen tersebut merangkum strategi pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan deficit perawatan diri, meliputi proses orientasi, kerja, dan terminasi untuk membantu klien belajar tentang kebersihan diri, berpakaian, makan, dan BAB yang benar.
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahimAchmad Wahid
PENANGGULANGAN KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM, kanker payudara dan kanker leher rahim
merupakan kanker terbanyak di Indonesia yang
memerlukan tindakan/intervensi kesehatan
masyarakat dalam bentuk program penanggulangan
nasional
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang standar pelayanan minimal rumah sakit dan indikator untuk mengukur kinerja rumah sakit seperti input, proses, output, dan outcome.
2. Juga membahas tentang penghitungan efisiensi rumah sakit seperti bed occupancy rate, length of stay, dan bed turn over.
3. Selain itu juga membahas tentang peraturan internal rumah sakit atau hospital by laws.
Dokumen tersebut membahas aspek hukum praktik mandiri perawat di Indonesia. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa perawat diizinkan melakukan tindakan medik tertentu sesuai peraturan, namun perlu pengaturan hukum lebih lanjut untuk perlindungan perawat khususnya di daerah terpencil. Dokumen juga membahas peraturan terkait praktik keperawatan di Indonesia serta usulan Rancangan Undang-Und
Etika merupakan pertimbangan keputusan antara yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang berdasar atas nilai moral dan kesusilaan. Kode etik perawat berfungsi sebagai pedoman perilaku dan menjalin hubungan profesional serta sarana pengaturan diri sebagai profesi. Prinsip-prinsip etika keperawatan meliputi autonomy, beneficience, justice, non-maleficience, veracity, fidelity, confidentiality, akuntabilitas, nilai m
program K3 MFK terintegrasi di Puskesmas.pptxNIKEN70
Berisi program manajemen risiko dan pengelolaan fasilitas serta keselamatan (MFK) di Puskesmas yang mencakup 7 program utama yaitu mutu dan keselamatan pasien, manajemen risiko, MFK dan K3, PPI, serta terintegrasi dalam RUK dan RPK. Terdapat berbagai kegiatan seperti identifikasi risiko, penyusunan panduan, simulasi, pelatihan, evaluasi, dan lainnya guna menjamin keamanan, kenyamanan, dan efisiensi fas
Informed consent bertujuan agar pasien mendapatkan informasi yang memadai untuk mengambil keputusan terkait terapi yang akan dilakukan. Dokter harus menjelaskan diagnosis, tindakan, manfaat, risiko, dan alternatif terapi kepada pasien. Informasi yang diberikan harus lengkap dan sesuai kebutuhan pasien untuk memungkinkan pembuatan keputusan bersama antara dokter dan pasien.
IPE adalah pendidikan terintegrasi untuk meningkatkan kolaborasi antar profesi kesehatan. IPE terjadi ketika dua atau lebih profesi kesehatan belajar bersama dan mempelajari peran masing-masing untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. IPE bermanfaat untuk menurunkan komplikasi pasien, biaya rumah sakit, dan meningkatkan akses layanan kesehatan.
Hemofilia adalah gangguan genetik yang diturunkan secara x-linked resesif yang disebabkan oleh kelainan produksi faktor pembekuan darah seperti faktor VIII dan IX, menyebabkan perdarahan yang sulit dihentikan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan berkepanjangan setelah luka atau operasi.
Dokumen tersebut membahas tentang pengertian dan dasar-dasar pelaksanaan perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS. Perawatan paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dengan mengurangi penderitaan fisik, emosional, sosial dan spiritual yang disebabkan oleh penyakit."
Dokumen tersebut membahas tentang standar dokumentasi keperawatan, yang meliputi tujuan, prinsip, kaidah penulisan, dan komponen-komponen standar dokumentasi keperawatan seperti komunikasi, akuntabilitas dan kewajiban, serta keamanan informasi pasien.
Dokumen tersebut memberikan 10 pertanyaan dan jawaban mengenai topik bencana dan travel medicine. Secara ringkas, dokumen tersebut membahas:
1) Definisi bencana alam dan buatan manusia
2) Tahapan penanggulangan bencana
3) Triase korban bencana
Dokumen tersebut membahas tentang gizi bayi dan anak, termasuk penilaian status gizi, kebutuhan gizi, masalah gizi, dan pemberian makanan seperti ASI, susu formula, dan makanan pendamping ASI. Dokumen ini juga menjelaskan tentang defisiensi vitamin tertentu seperti vitamin E dan K pada bayi.
Prosedur pendaftaran pasien rawat jalan di rumah sakit meliputi penerimaan pasien baru di bagian pendaftaran untuk mengisi data diri, kemudian ditujukan ke poliklinik. Setelah pemeriksaan, pasien bisa pulang, dirawat, dirujuk ke rumah sakit lain, atau dijadwalkan berobat ulang. Pasien lama langsung ke poliklinik dengan menggunakan kartu berobat.
Dokumen tersebut merangkum strategi pelaksanaan asuhan keperawatan jiwa pada klien dengan deficit perawatan diri, meliputi proses orientasi, kerja, dan terminasi untuk membantu klien belajar tentang kebersihan diri, berpakaian, makan, dan BAB yang benar.
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahimAchmad Wahid
PENANGGULANGAN KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM, kanker payudara dan kanker leher rahim
merupakan kanker terbanyak di Indonesia yang
memerlukan tindakan/intervensi kesehatan
masyarakat dalam bentuk program penanggulangan
nasional
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang standar pelayanan minimal rumah sakit dan indikator untuk mengukur kinerja rumah sakit seperti input, proses, output, dan outcome.
2. Juga membahas tentang penghitungan efisiensi rumah sakit seperti bed occupancy rate, length of stay, dan bed turn over.
3. Selain itu juga membahas tentang peraturan internal rumah sakit atau hospital by laws.
Dokumen tersebut membahas aspek hukum praktik mandiri perawat di Indonesia. Secara ringkas, dokumen menjelaskan bahwa perawat diizinkan melakukan tindakan medik tertentu sesuai peraturan, namun perlu pengaturan hukum lebih lanjut untuk perlindungan perawat khususnya di daerah terpencil. Dokumen juga membahas peraturan terkait praktik keperawatan di Indonesia serta usulan Rancangan Undang-Und
Etika merupakan pertimbangan keputusan antara yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang terhadap orang lain yang berdasar atas nilai moral dan kesusilaan. Kode etik perawat berfungsi sebagai pedoman perilaku dan menjalin hubungan profesional serta sarana pengaturan diri sebagai profesi. Prinsip-prinsip etika keperawatan meliputi autonomy, beneficience, justice, non-maleficience, veracity, fidelity, confidentiality, akuntabilitas, nilai m
program K3 MFK terintegrasi di Puskesmas.pptxNIKEN70
Berisi program manajemen risiko dan pengelolaan fasilitas serta keselamatan (MFK) di Puskesmas yang mencakup 7 program utama yaitu mutu dan keselamatan pasien, manajemen risiko, MFK dan K3, PPI, serta terintegrasi dalam RUK dan RPK. Terdapat berbagai kegiatan seperti identifikasi risiko, penyusunan panduan, simulasi, pelatihan, evaluasi, dan lainnya guna menjamin keamanan, kenyamanan, dan efisiensi fas
Informed consent bertujuan agar pasien mendapatkan informasi yang memadai untuk mengambil keputusan terkait terapi yang akan dilakukan. Dokter harus menjelaskan diagnosis, tindakan, manfaat, risiko, dan alternatif terapi kepada pasien. Informasi yang diberikan harus lengkap dan sesuai kebutuhan pasien untuk memungkinkan pembuatan keputusan bersama antara dokter dan pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang persetujuan tindakan medis, termasuk definisi persetujuan yang terinformasikan dan sukarela, faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas seseorang untuk memberikan persetujuan, dan pertimbangan-pertimbangan etis dalam situasi darurat atau ketika seseorang kehilangan kapasitas.
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptxMariaankira
Perawatan paliatif memberikan manfaat bagi kualitas hidup pasien, seperti meningkatkan kualitas hidup dan mengontrol gejala secara signifikan. Perawatan paliatif juga dapat meningkatkan efisiensi biaya dengan mengurangi pemeriksaan, perawatan, dan rawat inap yang mahal di akhir hayat pasien.
Artikel ini membahas analisis etik terkait resusitasi jantung paru (RJP). Beberapa prinsip etik yang dibahas meliputi beneficence, non-maleficence, autonomy, dan justice. RJP dapat memberikan manfaat seperti pemulihan fungsi jantung, namun juga dapat menimbulkan kerusakan otak dan disabilitas berat. Otonomi pasien harus dihormati dalam pengambilan keputusan RJP, meskipun seringkali pasien tidak memiliki
Dokumen tersebut membahas tentang penghentian bantuan hidup pada pasien yang kondisinya tidak tertolong lagi, termasuk membedakan antara withdrawing (menghentikan) dan withholding (tidak memberikan) terapi, serta menjelaskan dasar hukum dan etika yang mendukung keputusan tersebut. Dokumen tersebut juga membahas berbagai pendapat yang berbeda terkait penghentian terapi serta peran dokter dan perawat dalam proses pengambilan ke
hubungan etika, disiplin, dan hukum kedokteran dengan tindakan dokterLetitia Kale
Dokter P melakukan pelanggaran etika, hukum, dan disiplin kedokteran dengan melakukan prosedur dilatasi dan curettage tanpa persetujuan pasien dan tanpa melakukan konseling. Pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi berupa teguran, pencabutan izin praktik, atau kewajiban mengikuti pelatihan ulang.
1. Trend Issue
End of Life
(Do Not Resusitation)
Nurul Laili,S.Kep.Ns.,M.Kep
2. Keperawatan
Gawat Darurat
DNR disebut juga sebagai do not attempt resuscitation (DNAR), do
not attempt cardiopulmonary resuscitation (DNACPR), atau allow
natural death (AND).
Kondisi pro dan kontra, sehingga perlu dikaji dari segi bioetik dan
medikolegal secara hati-hati terhadap masing-masing kasus.
.
3. Do not resuscitate (DNR)
DNR adalah perintah untuk
tidak melakukan resusitasi
jantung paru pada pasien
henti jantung. Perdebatan
mengenai aspek hukum DNR
masih terus berlaku.
4. Negara Inggris mengemukakan bahwa orang yang
diberikan label DNR memiliki kemungkinan akan
ditelantarkan dan tidak diberikan penatalaksanaan
yang layak. Selain itu, ada pasien yang memiliki
keinginan euthanasia, terutama pasien dewasa yang
kompeten tetapi menolak RJP secara irasional.
Aspek Keadilan
Beberapa negara menetapkan hukum yang melarang DNR
atas beberapa pertimbangan. Di Cina dan Korea Selatan,
DNR dilarang berdasarkan asas keadilan bahwa tindakan
pengobatan, termasuk RJP harus dilakukan sama pada
setiap orang dalam kondisi dan tempat yang sama.
5. Aspek Etis dan Agama
Aspek lain yang banyak digunakan
untuk menolak DNR adalah aspek
etis dan agama. Agama tidak
memberikan kuasa pada manusia
untuk dapat menentukan hidup dan
mati seseorang, sedangkan
keputusan DNR dianggap dapat
menentukan hidup dan mati
seseorang.
6. Pro Tindakan DNR
Beberapa pertimbangan yang digunakan kelompok pro
terhadap DNR adalah aspek legal dan etis. Rekomendasi
American Heart Association (AHA), sebagai salah satu
panduan yang banyak digunakan di seluruh dunia,
menyatakan bahwa RJP tidak diindikasikan pada semua
pasien. RJP tidak perlu dilakukan pada pasien dengan
kondisi terminal, penyakit irreversible, dan penyakit
dengan prognosis kematian hampir pasti.
7. Aspek Legal
Beberapa organisasi profesi, seperti organisasi
profesi perawat dan dokter anestesi, memiliki
konsensus yang mendukung hak pasien akan
dirinya sendiri. Pasien yang dinyatakan dewasa
secara hukum dan kompeten berhak menolak
pengobatan, termasuk prosedur untuk
menyelamatkan hidup mereka.
8. Setelah mendapat informasi lengkap dan
memahami betul implikasi keputusannya, maka
pasien dapat menolak suatu terapi. Perintah
DNR dianggap sebagai dokumen medis legal
yang mencerminkan keputusan dan keinginan
pasien untuk menghindari upaya dalam
mempertahankan kehidupan.
9. Aspek Etis
Pandangan etis terhadap DNR juga dipakai sebagai alasan
pembenaran tindakan tersebut. Melakukan RJP harus
mempertimbangan 4 kaidah bioetika, yaitu:
1. Asas manfaat (beneficence),
2. Prinsip do no harm (nonmaleficence)
3. Perlakuan yang adil (justice)
4. Hak otonomi pasien (autonomy)
Selain itu, beberapa pandangan agama juga membenarkan
dilakukannya DNR, terutama bila RJP tidak akan memberikan hasil
yang terbaik dan justru menambah beban pasien dan keluarga.
10. Keputusan Medis
Perintah DNR dapat juga merupakan bagian dari
keputusan medis. Bila tim medis percaya bahwa RJP
tidak akan berhasil, maka RJP tidak perlu dimulai karena
dokter dapat menghentikan perawatan yang dianggap
sia-sia (futile care). Hal ini memerlukan keterampilan,
pengetahuan, dan kemampuan dokter dan tim medis
lainnya. Keputusan DNR harus dipandang sebagai bagian
dari upaya resusitasi pasien.
11. Kajian Etik Pada DNR
Keputusan DNR dianggap sebagai bagian dari upaya
resusitasi pasien. Oleh karena itu, prinsip etik harus
berdasarkan pengkajian terhadap keseluruhan upaya
RJP, termasuk mempertimbangkan kondisi lingkungan
sekitar. Misalnya, orang Asia sangat menekankan pada
keputusan kelompok/keluarga, sedangkan orang di
Amerika Serikat lebih menekankan pada prinsip otonomi
individual.
12. Prinsip Bioetika Beneficence
Beneficence adalah prinsip keuntungan dalam upaya pemulihan
pasien. Pada prinsip ini, RJP dipandang bermanfaat sebagai upaya
pemulihan kesehatan dan fungsi organ untuk meringankan
kesakitan dan penderitaan pasien.
RJP sangat efektif jika dilakukan pada pasien henti jantung yang
disebabkan gangguan jantung. RJP jarang memperbaiki kondisi
pasien gagal ginjal, kanker, atau penyakit kronis lain. Penyebab
irreversible, seperti syok berkepanjangan, merupakan indikasi untuk
tidak melakukan RJP. Namun, perlu diingat bahwa usia tua bukanlah
kontraindikasi dilakukan RJP.
13. Prinsip Bioetika Non Maleficence
Non maleficence atau do no harm adalah prinsip mencegah
kesakitan pasien meningkat akibat terapi yang diberikan.
Tindakan RJP berkepanjangan atau RJP yang diberikan
terlambat dapat menyebabkan kesakitan lebih lanjut pada
pasien.
Pasien dapat bertahan hidup tetapi berada dalam kondisi
koma persisten, atau status vegetatif. Berdasarkan prinsip
ini, RJP dapat dihentikan jika kerugiannya lebih besar
daripada keuntungan.
14. Prinsip Bioetika Otonomi
Hak otonomi pasien harus dihormati
secara etik, bahkan secara legal. Dalam
menggunakan hak otonominya, pasien
harus dipastikan layak untuk memutuskan
setuju atau tidak dalam suatu tindakan
medis, termasuk RJP.
15. Prinsip Bioetika Otonomi
Pasien dianggap dewasa sesuai dengan peraturan
negara, yakni berusia 18 tahun. Dokter wajib
mendapatkan informed consent, sebagai bukti bahwa
pasien telah menerima dan memahami informasi terkait
kondisi penyakit, prognosis, tindakan medis yang
diusulkan, tindakan alternatif, risiko, dan manfaat dari
masing-masing pilihan. Baik edukasi maupun penjelasan
yang diberikan kepada pasien harus menjadi dasar
shared decision making.
16. Prinsip Bioetika Otonomi
Jika kapasitas pasien menurun akibat obat-
obatan atau komorbid, maka kondisinya harus
dikembalikan terlebih dahulu hingga mampu
memberikan keputusan. Pada kondisi
kegawatdaruratan dan pasien belum sempat
mengambil keputusan, maka pilihan yang
bijaksana adalah dokter memberikan perawatan
medis sesuai standar.
17. Prinsip Bioetika Keadilan
Prinsip keadilan menjamin hak-hak
pasien terpenuhi, dengan
menyeimbangkan tujuan pribadi dan
sosial. Prinsip keadilan diperlukan
untuk mengurangi ketidaksamaan
perlakuan pada pasien
18. Prinsip Bioetika Keadilan
Keputusan DNR dianggap sebagai bagian dari upaya
resusitasi pasien. Oleh karena itu, prinsip etik harus
berdasarkan pengkajian terhadap keseluruhan upaya
RJP, termasuk mempertimbangkan kondisi lingkungan
sekitar. Misalnya, orang Asia sangat menekankan pada
keputusan kelompok/keluarga, sedangkan orang di
Amerika Serikat lebih menekankan pada prinsip otonomi
individual.
19. Hukum Terkait DNR di Indonesia
Belum ada peraturan yang secara jelas mengatur
DNR di Indonesia. Dasar perundang-undangan
yang banyak digunakan sebagai landasan dalam
mempertahankan kehidupan manusia adalah
UUD 1945 pasal 28A perubahan kedua, yaitu
setiap orang berhak hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
20. Hukum Persetujuan Pasien
Pelaksanaan setiap tindakan kedokteran di Indonesia harus
didasarkan pada persetujuan pasien, setelah mendengarkan
penjelasan yang cukup oleh dokter. Hal ini tertulis pada
Undang-Undang no. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pasal 39: Praktik kedokteran diselenggarakan
berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi
dengan pasien, dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan
21. Hukum Persetujuan Pasien
Diperkuat dengan pasal 45: Ayat (1) Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Ayat (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
22. Hukum Tindakan
Kegawatdaruratan
Pada kondisi gawat darurat, tindakan untuk menyelamatkan
nyawa sering dilakukan bersama atau sebelum mendapatkan
persetujuan tindakan. Kode Etik Kedokteran Indonesia
(KODEKI) pasal 17: Setiap dokter wajib melakukan pertolongan
darurat sebagai suatu wujud tugas peri kemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
23. Hukum Tindakan
Kegawatdaruratan
Pada penjelasan pasal 17, dinyatakan bahwa salah
satu alasan yang dapat menggugurkan kewajiban
dokter untuk memberikan pertolongan gawat
darurat adalah pada pasien yang telah mendapat
keputusan medis DNR yang diberikan pada pasien
paliatif
24. Hukum Khusus DNR
Saat ini belum ada kepastian hukum yang
khusus mengatur DNR. Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) no. 37 tahun 2014
mengenai penentuan kematian dan
pemanfaatan organ memiliki bab dan pasal
terkait penghentian atau penundaan terapi
bantuan hidup
25. Hukum Khusus DNR
Pada dasarnya, penghentian dan penundaan
terapi bantuan hidup harus diputuskan oleh tim
dokter yang menangani pasien, setelah
berkonsultasi dengan tim dokter yang ditunjuk
oleh Komite Medik atau Komite Etik. Keluarga
pasien dapat meminta hal ini, tetapi harus dengan
syarat tertentu di antaranya pasien telah
mewasiatkan pesannya
26. Hukum Khusus DNR
Penghentian atau penundaan terapi
bantuan hidup dapat dilakukan pada
pasien dengan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan lagi (terminal state), atau
tindakan medis sudah sia-sia (futile care)
27. Pelaksanaan DNR
Pada pelaksanaannya, DNR pada dasarnya
adalah permintaan pasien atas kepentingan
dirinya. Persetujuan DNR harus dilakukan
dengan mempertimbangkan segala aspek,
terutama untung rugi sebuah upaya
penyelamatan. DNR hanya dilakukan untuk
melindungi otonomi pasien, dan mencegah
bahaya lebih lanjut pada pasien.
28. Pelaksanaan DNR
Penilaian ketidakberhasilan terapi oleh dokter
tidak serta merta menjadi alasan DNR. Penilaian
kesia-siaan sepihak oleh dokter tidak menjadi
prioritas jika dibandingkan dengan keputusan
keluarga. Oleh karena itu, pelaksanaan DNR
membutuhkan upaya komunikasi dan
dokumentasi.
29. Upaya Komunikasi
Tidak ada waktu yang paling
tepat untuk mendiskusikan DNR
dengan pasien, karena seringkali
pasien dan keluarga
mempercayakan keputusan
dokter. Namun, dokter harus
mempertimbangkan kondisi dan
kesiapan pasien menerima
informasi tersebut.
Komunikasi merupakan bagian yang sangat
penting dalam pengambilan keputusan DNR. Perlu
diketahui bahwa pemahaman dokter atau tenaga
medis mengenai DNR tidak sama dengan apa yang
pasien dan keluarganya pahami. Beberapa pasien
mungkin memahami DNR sebagai penolakan
pemberian obat-obatan. Dokter harus menjelaskan
bahwa DNR berarti tidak akan dilakukan RJP bila
terjadi kasus henti nafas dan henti jantung,
sehingga pasien tetap mendapatkan terapi
maksimal termasuk perawatan intensif jika
diperlukan.
30. Upaya Dokumentasi
Setelah komunikasi yang baik, pasien akan dapat
memberikan keputusan bersama dokter. Hasil
keputusan tersebut harus didokumentasikan secara
baik. DNR harus dituliskan dengan jelas pada status
pasien, termasuk detail diskusi yang terjadi dan
kesimpulan yang diambil. Penjelasan dokter,
pertanyaan pasien, serta jawabannya harus dituliskan
dalam rekam medis
31. Upaya Dokumentasi
Dokumen DNR harus memuat tindakan dan obat yang
ditolak pasien, lengkap dengan hal-hal pengecualian.
Misalnya, pasien menolak untuk dilakukan RJP dan
pemberian obat bantuan hidup saat mengalami henti
jantung, kecuali henti jantung yang disebabkan
komplikasi prosedur, seperti syok anafilaksis akibat
penggunaan obat/ zat dan komplikasi kateterisasi
jantung.
33. Keputusan DNR
Tidak Kaku
Keputusan DNR tidak bersifat kaku. Bila dalam perjalanan
penyakitnya pasien berkeinginan mengubah
keputusannya, maka pendokumentasian harus dilakukan
dengan baik. Revisi keputusan DNR harus diketahui oleh
semua dokter dan petugas kesehatan yang merawat
pasien, misalnya dengan menarik tanda khusus
sebelumnya.
34. Kesimpulan
Do not resuscitate (DNR) adalah perintah untuk tidak
melakukan upaya penyelamatan pasien henti jantung
dengan melakukan resusitasi jantung paru (RJP).
Keputusan DNR perlu dikaji dari segi bioetik dan
medikolegal secara hati-hati terhadap masing-masing
kasus.
35. Kesimpulan
RJP harus mempertimbangan 4 kaidah bioetika, yaitu
asas manfaat (beneficence), prinsip do no harm (non
maleficence), perlakuan yang adil (justice), dan hak
otonomi pasien (autonomy).
Oleh karena itu perintah DNR dapat menjadi bagian
keputusan medis, di mana RJP tidak perlu dimulai jika
perawatan dianggap sia-sia (futile care).
36. Kesimpulan
Pelaksanaan DNR pada dasarnya adalah
permintaan pasien atas kepentingan dirinya.
DNR hanya dilakukan untuk melindungi
otonomi pasien, dan mencegah bahaya lebih
lanjut pada pasien.
37. Kesimpulan
Di Indonesia, tidak ada kepastian hukum yang khusus mengatur
DNR. Berbagai hukum dan undang-undang yang berlaku
menyebutkan bahwa setiap orang berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya, setiap tindakan medis harus
berdasarkan kesepakatan antara dokter dengan pasien, dan
setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai
suatu wujud tugas peri kemanusiaan. Namun kewajiban dokter
untuk memberikan pertolongan gawat darurat dapat gugur
pada pasien yang telah mendapat keputusan medis DNR yang
diberikan pada pasien paliatif