SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
INFORMED CONSENT
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan
terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no
585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan
dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat /
paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.
Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat
digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan
adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan
melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290
/ Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran
sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan
tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk
menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.
Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Tujuan Informed Consent:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik
ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan
melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ).
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan
kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum
dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan
secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).
Sumber: Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Informed consent
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup
untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga
berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan
sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila
informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien.
Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat.
Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi
dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori
terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan,
kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya
berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

Saat untuk memberi informasi
Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk
memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan
penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak
mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan.
Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Add content to your
paragraph here.
Elemen-elemen Informed consent
Suatu informed consent harus meliputi :
1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya
2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar
kemungkinan keberhasilannya
3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila
penyakit tidak diobati
4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi
Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam
penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.

Ruang Lingkup Pemberian Informasi
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan
medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab
orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar
menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan
yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak
memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu
tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus
dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam
kemungkinan pulihnya pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit
tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif.
HAL-HAL YANG DIINFORMASIKAN
Hasil Pemeriksaan
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.
Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan,
maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.
Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi
yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian
yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan
berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang
dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif
pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang
dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat
dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi.
Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari
beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan
terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan
prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
Rujukan/ konsultasi
Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan
dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien
tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu
melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter
lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.
Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan,
biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak
mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa
yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang
dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari
informed consent.
Standar Pengungkapan Yang Dikembangkan Oleh Pengadilan
Dua pendekatan diadaptasi oleh pengadilan dalam menggambarkan lapangan
kewajiban pengungkapan seorang dokter - standar pengungkapan profesional, standar
pengungkapan umum, atau standar pasien secara layak.
Di bawah standar pengungkapan profesional, tugas dokter untuk membuka rahasia
diatur oleh standar pelaku medis, dilakukan di dalam lingkungan yang sama atau serupa.
Standar pengungkapan ini yang diatur seterusnya baik oleh undang-undang maupun hukum
umum pada mayoritas peraturan Amerika Serikat menetapkan bahwa seorang dokter harus
memberi informasi sesuai dengan pelayanan kedokteran terkini. Banyak pengadilan telah
menegakkan standar pelaksana medis dalam komunitas yang sama atau serupa, di bawah
lingkungan yang sama atau serupa. Jika seorang dokter bertugas untuk mengungkapkan suatu
fakta dan jika begitu, fakta apa yang wajib diberitahukan bergantung pada yang biasa
dilakukan pada komunitas setempat.
Standar pengungkapan umum atau standar pasien secara layak, yang ditetapkan
seterusnya oleh undang-undang atau hukum umum dalam peraturan minoritas yang
bermakna, membebankan tugas pada dokter untuk memberitahu setiap informasi yang akan
bergantung pada proses pembuatan keputusan oleh pasien. Hal ini berbeda-beda sesuai
kemampuan pasien untuk memahaminya. Bahkan dalam pengakuan medis ahli yang
mendukung, seseorang dapat saja melanggar standar pengungkapan yang seharusnya dalam
peraturan ini jika juri berkesimpulan bahwa informasi spesifik yang tidak diberitahukan akan
berpengaruh bermakna terhadap keputusan pasien apakah akan menjalani terapi tertentu atau
tidak. Standar umum membiarkan juri untuk memutuskan apakah dokter memberikan
informasi yang cukup pada pasien untuk membuat pilihan terhadap tatalaksana, sedangkan
standar profesional membiarkan dokter untuk menunjukkan apakah ia memberikan informasi
yang cukup sesuai standar pelayanan medis dalam komunitas tersebut. Perkembangan terkini
adalah pengadilan yang mengadaptasi bentuk standar umum.
Sekali telah ditegakkan, baik oleh standar profesional atau umum, bahwa pasien tidak
menerima informasi yang biasanya dibutuhkan untuk membuat pilihan bijak mengenai
apakah akan menolak atau menyetujui terapi, pengadilan akan memperhatikan materi dari
informasi yang kurang tersebut; yaitu akankah seseorang menolak atau menyetujui jika
berada dalam lingkungan yang sama atau serupa. Dengan kata lain, apakah kurangnya
informasi menyebabkan kecacatan/kerugian yang memang sudah diduga atau akankah pasien
tetap menyetujuinya dalam keadaan apapun. Tergantung dari peraturan yang terlibat,
pengadilan telah menetapkan satu dari dua standar yaitu standar objektf (juri memutuskan
apakah pasien dalam keadaan serupa akan menolak terapi) atau standar subyektif (juri
memutuskan apakah pasien yang sebenarnya akan menolak terapi). Kebanyakan peraturan
mengikuti standar objektif.
Siapa yang mengungkapkan ?
Siapa yang bertanggungjawab untuk mendapatkan informed consent pasien pengadilan umumnya telah menempatkan tugas ini pada dokter yang didatangi pasien pada
waktu ada pertanyaan. Pengadilan umumnya mengenali bahwa dokter, bukan perawat atau
paramedis lainnya, berkemampuan untuk mendiskusikan tatalaksana dan penanganannya.
Perawat atau paramedis lainnya mungkin hanya penambah atau pelengkap informasi spesifik
dari dokter dengan informasi umum tergantung situasi pasien. Dokter, selain dari dokter
pertama pasien, memiliki kewajiban yang independen untuk memberi informasi mengenai
risiko, keuntungan, dan alternatif pilihan yang ditujukan padanya.
Pengadilan sangat jelas dalam opini tertulisnya bahwa tanggung jawab untuk
memperoleh informed consent dari pasien tetap dengan dokter dan tidak dapat didelegasikan.
Dokter dapat mendelegasikan otoritasnya (wewenangnya) untuk memperoleh informed
consent kepada dokter lain namun tidak dapat mendelegasikan tanggung-jawabnya untuk
mendapatkan informed consent yang tepat.
Peranan Rumah Sakit
Pertanyaan yang sering muncul, terutama dari dokter yang berpraktek di rumah sakit
adalah ”Apakah rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa pasien
menerima informasi yang cukup meskipun pengadilan telah menempatkan tugas primer
kepada dokter?”
Dalam teori respondeat superior, manajer rumah sakit dapat ditahan dengan dokter
pegawai rumah sakit yang lalai untuk memperoleh informed consent yang dapat
menimbulkan kecacatan dan kegawatan pada pasien. Kebijakan rumah sakit harus mengatur
mengenai bagaimana informed consent diperoleh. Perawat atau petugas rumah sakit lainnya
harus menunda terapi yang sudah direncanakan dokter jika persetujuan yang sebelumnya
sudah diberikan ditarik kembali oleh pasien, sehingga dokter dapat mengklarifikasi kembali
keputusan pasien. Pengadilan cenderung untuk menjatuhkan kewajiban yang lebih ketat
kepada rumah sakit untuk memastikan bahwa dokter memperoleh persetujuan/penolakan
sebelum melakukan tindakan.
Bentuk Persetujuan/Penolakan
Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat.
Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan
menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh
dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya
informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya.
Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan
bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari
informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi.
Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang
merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis
pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan.
Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed
consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh
dokter yang bersangkutan.

Otoritas Untuk Memberikan Persetujuan
Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang
direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan
tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah.
Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama
pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang
ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang
terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak
perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan
yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan
kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan
perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter
dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya.
Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika
pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga,
maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan
mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan
persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika
keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika
tidak ada dilarang undang-undang.
Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien
dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan.

Kemampuan Memberi Perijinan
Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami
informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan
terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana
tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam
usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau
yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti.
Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk
bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi
pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk
memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari
keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada
keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan
pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka
dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat
memberikan perijinan bagi pasien inkompeten.

Pengecualian terhadap materi pemberitahuan
Terdapat empat pengecualian yang dikenal secara umum terhadap tugas dokter untuk
membuat pemberitahuan meskipun keempatnya tidak selalu ada.
Pertama, seorang dokter dapat saja dalam pandangan profesionalnya menyimpulkan
bahwa pemberitahuan memiliki ancaman kerugian terhadap pasien yang memang
dikontradiinkasikan dari sudut pandang medis. Hal ini dikenal sebagai ”keistimewaan
terapetik” atau ”kebijaksanaan profesional”. Dokter dapat memilih untuk menggunakan
kebijaksanaan profesional terapetik untuk menjaga fakta medis pasien atau walinya ketika
dokter meyakini bahwa pemberitahuan akan membahayakan atau merugikan pasien.
Tergantung situasinya, dokter boleh namun tidak perlu membuka informasi ini kepada
keluarga dekat yang diketahui.
Kedua, pasien yang kompeten dapat meminta untuk tidak diberitahu. Pasien dapat
melepaskan haknya untuk membuat informed consent.
Ketiga, dokter berhak untuk tidak menyarankan pasien mengenai masalah yang
diketahui umum atau jika pasien memiliki pengetahuan aktual, terutama berdasarkan
pengalaman di masa lampau.
Keempat, tidak ada keharusan untuk memberitahu pada kasus kegawatdaruratan
dimana pasien tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan sah dan bahaya gagal
pengobatan sangat nyata.
Kasus Kegawatdaruratan dan Informed Consent
Umumnya, hukum melibatkan persetujuan pasien selama keadaan gawat darurat.
Pengadilan biasanya menunda pada keadaan-keadaan yang membutuhkan penanganan segera
untuk perlindungan nyawa atau kesehatan pasien karena tidak memungkinkan untuk
memperoleh persetujuan baik dari pasiennya maupun orang lain yang memegang otoritas atas
nama pasien. Pengadilan mengasumsikan bahwa seorang dewasa yang kompeten, sadar, dan
tenang akan memberikan persetujuan untuk penanganan menyelamatkan nyawa. Penting
untuk didokumentasikan keadaan yang terjadi saat gawat darurat. Pada keadaan tersebut,
dokter harus mencatat hal-hal berikut ini : 1) penanganan untuk kepentingan pasien, 2)
terdapat situasi gawat darurat, 3) keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan
persetujuan dari pasien atau dari orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien.
Kenyataan bahwa tatalaksana yang diberikan mungkin memang disarankan secara
medis atau mungkin akan berguna di waktu mendatang tidaklah cukup untuk melakukannya
tanpa persetujuan. Jika dokter tidak yakin apakah kondisi pasien betul-betul membutuhkan
tindakan segera tanpa persetujuan, maka dokter tersebut perlu melakukan konfirmasi dengan
sejawatnya.
Peraturan umum terkait persetujuan penanganan keadaan gawat darurat pada seorang
anak sama saja dengan orang dewasa. Pengadilan biasanya menunda menyetujui dokter yang
mengobati pasien anak “dewasa muda” (di atas 15 tahun) yang sudah dapat memberi
persetujuan penanganan keadaan gawat darurat terhadap dirinya. Namun, tetap perlu
diperhatikan untuk membuat informed consent dengan menghubungi orang tua atau orang
lain yang bertanggung jawab atas pasien tersebut

INFORMED CONSENT

Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting. Meski tidak semua pasien
menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap demi tahap
perawatan, tapi langkah penjelasan untuk era saat ini justru diharuskan.
Bagi pasien yang menolak penjelasan bisa diminta untuk menandatangani surat penolakan
penjelasan perawatan, namun dokter atau dokter gigi tetap memberi kesempatan bila suatu
saat pasien berubah pendapat.
Kenapa hal ini begitu penting? Sebab tidak semua kejadian dalam pengobatan berlangsung
exactly just the way we want to. Dunia kedokteran tidak 2+2=4. Tidak ada kepastian dan
garansi dalam dunia kedokteran karena setiap kasus bagaikan teori permutasi kombinasi.
Latar belakang setiap orang berbeda, latar belakang kesehatan berbeda, derajat pengobatan
yang diberikan berbeda, reaksi tubuh terhadap sesuatu berbeda.
Jadi manalah mungkin seorang dokter dan dokter gigi yang juga manusia dapat memenuhi
dengan sempurna seluruh kriteria kasus yang ada, sedangkan setiap orang sudah pasti having
their own limit.
Oleh karena itu selain untuk menjaga kemungkinan „terlantar‟nya pasien oleh dokter atau
dokter gigi yang mempunyai pasien banyak, atau „terlantar‟nya dokter atau dokter gigi karena
harus menghadapi tuntutan hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan penyakit
maka dibuatlah suatu surat perjanjian hitam di atas putih. Ini yang disebut sebagai inform
consent.

Seperti apakah surat inform consent itu?
Intinya inform consent merupakan surat yang menyatakan bahwa pasien diberitahu perihal
penyakit yang dideritanya, kerugian maupun keuntungan dari alternatif perawatan dan
pengobatan yang akan diberikan, penjelasan mengenai biaya yang harus dibayar dan pilihanpilihan lain yang memungkinkan untuk mengatasi penyakitnya.
Jadi pada dasarnya semua pasien berhak mendapatkan penjelasan sejelas-jelasnya dari dokter
dan dokter gigi yang merawat, langsung dari dokternya atau dari brosur yang dokter dan
dokter gigi berikan. Pertanyaan bisa diajukan untuk melengkapi hal-hal yang belum jelas,
atau bisa diberi penjelasan tambahan oleh asisten atau perawat dokter dan dokter gigi.
Perawatan apa saja yang butuh inform consent?
Semua perawatan yang membutuhkan tindakan, bisa dimintakan inform consent. Contohnya
dalam kedokteran gigi Perawatan Saluran Akar atau Pencabutan Gigi. Dalam perawatan gigi
anak, yang menandatangani surat persetujuan adalah orang tua atau wali.

Dokter saya sibuk sekali, sehingga tidak sempat menjelaskan apa-apa. Bagaimana ini?
Dokter yang sangat sibuk karena pasiennya banyak, bisa membuat keterangan tentang suatu
perawatan dalam bentuk tertulis, dan tetap harus disampaikan kepada pasien untuk dibaca
dan dimengerti sebelum perawatan dilaksanakan. Setidaknya dokter Anda pasti punya waktu
untuk bertanya,” Apakah sudah mengerti penjelasan tertulis yang diberikan? Apakah ada
pertanyaan lain yang berkaitan dengan hal tersebut?”
Apakah inform consent mempunyai kekuatan hukum?
Ya. Surat yang ditandatangani dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun
bisa dijadikan bukti. Dan inform consent merupakan salah satu pencegahan diri dari tindakan
malpraktek dan tuntutan malpraktek.
Apakah inform consent mempunyai efek dari segi medis dan dari segi pasien?
Ya, dokter dan dokter gigi akan bertindak lebih hati-hati untuk menghindari tuntutan
malpraktek. Namun dalam hal-hal tertentu hal tersebut bisa menaikkan cost total dari biaya
perawatan pasien. Contoh untuk mendapatkan sterilisasi yang sempurna, harus dipakai
beberapa alas yang disposable dan pembelian bahan ini tentunya harus ditanggung pasien
demi keselamatan pasien sendiri. Kehati-hatian ini juga membuat dokter dan dokter gigi
enggan menempuh resiko yang dapat berakibat fatal, misalnya mencabut gigi yang sedang
dalam keadaan sakit dan terinfeksi. Jadi apakah kita benar-benar perlu menandatangani
surat inform consent sebelum merawat gigi?
Ya, supaya Anda terlindungi. Dokter gigi pun akan terlindungi. Namun sebagai manusia
sosial, hubungan yang baik, dengan komunikasi yang baik, biasanya melindungi seseorang
dari sebuah tuntutan. Ada cerita, seorang pasien mendapatkan hasil perawatan yang tidak
diinginkan dan menuntut seorang spesialis. Kemudian ditanya, kenapa tidak menuntut dokter
umum yang merawat, kan beliau yang sejak awal mempunyai diagnosa salah. Kata pasien,
saya tidak akan menuntut dokter yang saya sukai.
Nah lo…
Contoh Inform Consent:

SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :

(L/P)

Umur/Tgl Lahir :
Alamat :
Telp :

Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang
tua/*suami/*istri/*anak/*wali dari :
Nama :

(L/P)

Umur/Tgl Lahir

Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis
berupa…………………………………………………………………………….
Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan
penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca
tindakan yang dapat terjadi sesuai penjelasan yang diberikan.
Jakarta,………………….20……
Dokter/Pelaksana,
Ttd

(……………………)

Yang membuat pernyataan,
ttd

(…………………………..)

*Coret yang tidak perlu
“Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi
izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan
sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan
dengannya.
Menurut D. Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskan sebagai “suatu
kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap
dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat
dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin
terjadi.
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga)
unsure sebagai berikut :
Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter
Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan
Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.
Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan
munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK
PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes
No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini
tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan
“informed consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif,
dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum
tindakan operasi itu dilakukan.
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien)
kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko
besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat
(1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah
sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan
medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent);
2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan
tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;
3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan
disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda
menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.
TUJUAN PELAKSANAAN INFORMED CONSENT
Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien),
maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan :
Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis
yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis
yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan
standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau
“over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya;
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan
pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat
negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun
dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik.
Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali
jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau karena ketidaktahuan
(ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai
beberapa fungsi sebagai berikut :
1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan tetapi,
urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-kasus sebagai
berikut :
1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi
2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai teknologi baru
yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.
3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan banyak efek
samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.
4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien
5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan riset dan
eksperimen dengan berobjekan pasien.
ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT
Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien)
bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban,
sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan
bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu
perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun
oleh dua pihak.
Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping
terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat
melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum
administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang
digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam
tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum
berlaku adagium “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”.
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah “kesalahan
berat” (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan
tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan
medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien),
sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka
dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan
suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas
tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan
invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa
tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis
dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan
pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa “informed
consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien
dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed
consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi
sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara
pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang
lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.
informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara
dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak
akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai
perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang
ditawarkan pihak lain
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu
pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk
melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya.
Tiga elemen Informed consent
1. Threshold elements
Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke
arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten
disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia
untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak
memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai
tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan
alasan yang reasonable).
Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada
dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah
mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap
tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga
kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu.
2. Information elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding
(pemahaman).
Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga
medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat
mencapai pemahaman yang adekuat.
Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3
standar, yaitu :
o Standar Praktik Profesi
Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan
bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis.
Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan
nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak
diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien.
o Standar Subyektif
Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi,
sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat
keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional
medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien.
o Standar pada reasonable person
Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup
apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam.
3. Consent elements
Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan
authorization (persetujuan).
Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga
harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan
”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya.
Consent dapat diberikan :
a. Dinyatakan (expressed)
o Dinyatakan secara lisan
o Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di
kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko
mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan
tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh
persetujuan tertulis.
b. Tidak dinyatakan (implied)
Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah
laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya.
Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling
banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari.
Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan
lengannya ketika akan diambil darahnya.
Proxy ConsentAdalah consent yang diberikan oelh orang yang bukan si pasien itu
sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi,
dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien,
bukan baik buat orang banyak).
Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak,
orang tua, saudara kandung, dst.
Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat.
Konteks dan Informed ConsentDoktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5
keadaan :
1. Keadaan darurat medis
2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat
3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang
melepaskan haknya memberikan consent.
5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent.
Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental lemah untuk
dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali tidak dianggap
“cakap” menerima informasi yang benar – apalagi membuat keputusan medis. Banyak
keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan
sakitnya.
Sebuah penelitian yang dilakukan Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien pengidap
kanker yang ditanyai sehari sesudah dijelaskan, hanya 60 % yang memahami tujuan dan sifat
tindakan medis, hanya 55 % yang dapat menyebut komplikasi yang mungkin timbul, hanya
40 % yang membaca formulir dengan cermat, dan hanya 27 % yang dapat menyebut tindakan
alternatif yang dijelaskan. Bahkan Grunder menemukan bahwa dari lima rumah sakit yang
diteliti, empat diantaranya membuat penjelasan tertulis yang bahasanya ditujukan untuk dapat
dimengerti oleh mahasiswa tingkat atas atau sarjana dan satu lainnya berbahas setingkat
majalah akademik spesialis.
Keluhan pasien tentang proses informed consent :
o Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis
o Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk
tanya – jawab.
o Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi
o Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk.
Keluhan dokter tentang informed consent
o Pasien tidak mau diberitahu.
o Pasien tak mampu memahami.
o Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi.
o Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit.

INFORMED CONSENT
Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting. Meski tidak semua pasien
menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap demi tahap
perawatan, tapi langkah penjelasan untuk era saat ini justru diharuskan.
Bagi pasien yang menolak penjelasan bisa diminta untuk menandatangani surat penolakan
penjelasan perawatan, namun dokter atau dokter gigi tetap memberi kesempatan bila suatu
saat pasien berubah pendapat.
Kenapa hal ini begitu penting? Sebab tidak semua kejadian dalam pengobatan berlangsung
exactly just the way we want to. Dunia kedokteran tidak 2+2=4. Tidak ada kepastian dan
garansi dalam dunia kedokteran karena setiap kasus bagaikan teori permutasi kombinasi.
Latar belakang setiap orang berbeda, latar belakang kesehatan berbeda, derajat pengobatan
yang diberikan berbeda, reaksi tubuh terhadap sesuatu berbeda.
Jadi manalah mungkin seorang dokter dan dokter gigi yang juga manusia dapat memenuhi
dengan sempurna seluruh kriteria kasus yang ada, sedangkan setiap orang sudah pasti having
their own limit.
Oleh karena itu selain untuk menjaga kemungkinan „terlantar‟nya pasien oleh dokter atau
dokter gigi yang mempunyai pasien banyak, atau „terlantar‟nya dokter atau dokter gigi karena
harus menghadapi tuntutan hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan penyakit
maka dibuatlah suatu surat perjanjian hitam di atas putih. Ini yang disebut sebagai inform
consent.
Seperti apakah surat inform consent itu?
Intinya inform consent merupakan surat yang menyatakan bahwa pasien diberitahu perihal
penyakit yang dideritanya, kerugian maupun keuntungan dari alternatif perawatan dan
pengobatan yang akan diberikan, penjelasan mengenai biaya yang harus dibayar dan pilihanpilihan lain yang memungkinkan untuk mengatasi penyakitnya.
Jadi pada dasarnya semua pasien berhak mendapatkan penjelasan sejelas-jelasnya dari dokter
dan dokter gigi yang merawat, langsung dari dokternya atau dari brosur yang dokter dan
dokter gigi berikan. Pertanyaan bisa diajukan untuk melengkapi hal-hal yang belum jelas,
atau bisa diberi penjelasan tambahan oleh asisten atau perawat dokter dan dokter gigi.
Perawatan apa saja yang butuh inform consent?
Semua perawatan yang membutuhkan tindakan, bisa dimintakan inform consent. Contohnya
dalam kedokteran gigi Perawatan Saluran Akar atau Pencabutan Gigi. Dalam perawatan gigi
anak, yang menandatangani surat persetujuan adalah orang tua atau wali.
Informed Consent
Informed consent adalah :
Bukti tertulis tentang persetujuan terhadap prosedur klinik suatu metode kontrasepsi yang
akan dilakukan pada klien.
Harus ditandatangani oleh klien sendiri atau walinya apabila akibat kondisi tertentu klien
tidak dapat melakukan hal tersebut.
Persetujuan diminta apabila prosedur klinik mengandung risiko terhadap keselamatan klien
(baik yang terduga atau tak terduga sebelumnya).
Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) berisi tentang kebutuhan reproduksi klien,
informed choice, dan prosedur klinik yang akan dilakukan; ada penjelasan tentang risiko
dalam melakukan prosedur klinik tersebut; standar prosedur yang akan dilakukan dan upaya
untuk menghindarkan risiko; klien menyatakan mengerti tentang semua informasi tersebut
diatas dan secara sadar memberikan persetujuannya.
Informed consent juga dilakukan pada pasangannya dengan alasan sebagai berikut :
Aspek hukum, hanya saksi yang mengetahui bahwa pasangannya secara sadar telah
memberikan persetujuan terhadap tindakan medik.
Suami tidak dapat menggantikan posisi istrinya untuk memberikan persetujuan (atau
sebaliknya) kecuali pada kondisi khusus / tertentu.
Secara kultural (Indonesia) suami selalu menjadi penentu dalam memberikan persetujuan
tetapi secara hukum, hal tersebut hanya merupakan persetujuan terhadap konsekuensi biaya
dan pemahaman risiko (yang telah dijelaskan sebelumnya) yang mungkin timbul dari
prosedur klinik yang akan dilakukan.
a. Informed choise sebagai pencegahan konflik etik
Dalam pencegahan konflik etik dikenal ada empat butir yang urutannya adalah sebagai
bertikut :
1 Informed consent
Disini informed consen merupakan suatu dialok antara bidan dengan pasien yang didasari
keterbukaan dan pikiran dengan suatu penandatanganan formulir.
2 Negoisasi
Berlangsungnya tawar menawar dengan jalan berunding untuk menbangun atau menerima
guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak atau lebih. Dalam pihak ini
kesepakatan yang ingin dicapai adalah antara bidan dengan klien atau walinya.
3 Persuasi
Ajakan yang diberikan bidan kepada seorang klien dengan cara memberikan alasan yang
meyakinkan klien tersebut.
4 Komite etik
Sekelompok orang yang diberikan tugas tertentu. Segala keputusan yang diawali tidak bisa
hanya oleh satu individuan saja tetapi harus berdasarkan organisasi yang dia miliki. Misalnya
bidan mempunyai suatu organisasi yaitu IBI. Informed choise merupakan butir yang paling
penting kalau informed consent gagal maka butir selanjutnya baru dipergunakan secara
berurutan sesuai dengan kebutuhan.
b. Dimensi Informed consent
Dalam proses informed consent terdapat dua dimensi yang tercakup didalamnya, yaitu:
1 Dimensi yang menyangkut hukum
Dalam hal ini inforcement consent merupakan perlindungan bagi ps terhadap bidan yang
berprilaki memaksakan kehendak. Proses informed choise sudah memuat:
a. Keterbukaan informasi dari bidan terhadap pasien
b. Informasi tersebut harus dimengerti pasien
c. Memberikan kesempatan kepada pasien untum memberikan kesempatan yang terbaik
2 Dimensi yang menyangkut etik.
Dari proses informed consent terkandung nilai – nilai etik sebagai berikut:
a. Menghargai kemandirian / ototnomi pasien
b. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila dibutuhkan atau diminati
sesuai dari informasi yang telah diberikan
c. Bidan menggali keingginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif maupun sebagai
hasil pemikiran yang rasional.
INFORMED CHOICE
• Pengertian
Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif
asuhan yang akan dialaminya. Pilihan (choice) dari persetujuan (consen) perrsetujuan penting
dari sudut pandang Bidan, karena itu berhubungan dengan aspek hukum yang memberikan
otoritas untuk semua prosedure yang akan diberikan oleh Bidan. Sedangkan pilihan (choice)
lebih penting dari sudut pandang wanita ( sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan
) yang memberikan pemahaman masalah yang sesungguhnya ini adalah aspek etika dalam
hubungan dengan otonomi pribadi berarti menentukan sendiri
Hak dan keinginan wanita harus dihormati. Tujuanya adalah untuk mendorong wanita
memilih asuhanya. Peran bidan tidak hanya membuat keputusan dalam manajemen asuhan
kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhanya dan keinginan
terpenuhi. Ini sesuai dengan Kode Etik Internasional Bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993
“Bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong
wanita untuk menerima tanggungjawab untuk hasil dari pilihanya”.
Informed (mendapatkan penjelasan) disini maksudnya “informasi yang lengkapsudah
diberikan dan dimengerti oleh wanita itu menyangkut risiko, manfaat, keuntungan, hasil yang
mungkin dapat diharapkan dari setiap pilihanya”.
Choice (pilihan) berarti ada alternatif lain, dan dari satu pilihan dan wanita itu mengeri
perbedaannya, sehingga dia dapat menentukan mana yang disukai atau sesuai da
kebutuhannya. Dari riwayat yang sudah lama belangsung, petugas kesehatan termasuk bidan
sungkan untuk membagikan informasi maupun
membuat keputusan bersama klien. Ini bertentangan dengan aspek hukum dan untuk sikap
profesionalisme yang wajib dan bersusah payah untuk menjelaskan kepada klien semua
kemungkinan pilihan tindakan dan hasil yang diharapkan dari setiap pilihan.
Dinegara manapun ada hambatan dalam memberdayakan wanita mengenai pelaksanaan
informed choice ini, misalnya sangat kurang informasi yang diperoleh ketika wanita mulai
hamil dan ada prasangka bahwa wanita sendiri enggan mengambil tanggung jawab untuk
membuat keputusan yang sulit dalam kehamilan maupun persalinan. Dari hasil penelitian
yang prnah dilakukan menunjukkan bahwa wanita ingin membuat pilihan atau informasi
yang lengkap agar wanita dapat membuat keputusan, tetapi untuk sebagian besar masih sulit
karena berbagai alasan, misalnya alasan sosial ekonomi, kurangnya pendidikan dan masalah
kesetan, kesulitan bahasa dan pemahaman sistem kesehatan yang tersedia.
• Rekomendasi
1. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai aspek
kehidupan dapat membuat klinis secara teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman
dan memuaskan kliennya.
2. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk dapat oleh siwanita
dengan menggunakan media altematif dan penterjemah kalau perlu, begitu juga tatap muka
langsung.
3. Bidan dan petugas ks lain perlu belajar untuk membantu wanita melatih diri dalam
menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil
sendiri. Ini tidak hanya dapat diterima secara etika tetapi juga melegakan para persona;
kesehatan. Memberikan jaminan bahwa wanita itu sudah diberikan informasi yang lengkap
tentang implikasi dari keputusan mereka telah memenuhi tanggung jawab moral mereka
4. Dengam memfokuskan asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan fakta,
diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin kompetensinya dalan
memberikan pelayanan yang aman. Apabila ada pertentangan maka pertimbangan keamanan
bagi ibu, janin dan sipenolong haras rnenjadi prioritas, dan diadakan negoisasi secara terbuka.
5. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk
saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitrapda wanita dan
sistem asuhan dan suatu tekanan positif terhadap perubahan
• Bentuk asuhan yang ada dalam asuhan kebidanan
Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh oasien, antara lain:
1 Gaya bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium / screenting antenatal
2 Tempat melahirkan (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS), dan kelas perawatan di RS.
3 Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4 Pendampingan waktu melahirkan
5 Klisma dan cukur daerah pubis
6 metode monitor denyut jantung janin.
7 Percepatan persalinan/augmentasi
8 Diet selama proses persalinan
9 Mobilisasi selama proses persalinan
10 Pemakaian obat penghilang sakit
11 Pemecahan ketuban secara rutin
12 Posisi ketika melahirkan
13 Episiotomi
14 Penolong persalinan
15 keterlibatan suami waktu bersalin/kelahiran, misalnya pemotongan tali pusat.
16 Cara memberikan minuman bayi
17 Metode pengontrolan kesuburan
Semua di tentukan bidan atas nama atau dengan alasan demi kepentingan pasien. Dalam
memberikan pelayanan kebidanan, Bidan harus mengukur

More Related Content

What's hot

Konsep Dasar Komunikasi dalam Keperawatan
Konsep Dasar Komunikasi dalam KeperawatanKonsep Dasar Komunikasi dalam Keperawatan
Konsep Dasar Komunikasi dalam KeperawatanI Gede Purnawinadi
 
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatan
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatanPembayaran provider dalam asuransi kesehatan
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatanSutopo Patriajati
 
Komunikasi Efektif dalam Bidang Pelayanan Kesehatan
Komunikasi Efektif dalam Bidang Pelayanan KesehatanKomunikasi Efektif dalam Bidang Pelayanan Kesehatan
Komunikasi Efektif dalam Bidang Pelayanan KesehatanStefanus Nofa
 
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventifUpaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventifdhewychabi
 
Manajemen mutu dalam pelayanan kesehatan
Manajemen mutu dalam pelayanan kesehatanManajemen mutu dalam pelayanan kesehatan
Manajemen mutu dalam pelayanan kesehatanAndy Rahman
 
Informed Choice dan Informed Consent
Informed Choice dan Informed Consent Informed Choice dan Informed Consent
Informed Choice dan Informed Consent pjj_kemenkes
 
penghitungan dosis obat
penghitungan dosis obatpenghitungan dosis obat
penghitungan dosis obatpjj_kemenkes
 
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan SIMRS
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan SIMRSSistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan SIMRS
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan SIMRSGeri Sugiran Abdul Sukur
 
Kunci Jawaban Quiz Latihan UAS Ilmu Biomedik Dasar Praktikum
Kunci Jawaban Quiz Latihan UAS Ilmu Biomedik Dasar PraktikumKunci Jawaban Quiz Latihan UAS Ilmu Biomedik Dasar Praktikum
Kunci Jawaban Quiz Latihan UAS Ilmu Biomedik Dasar PraktikumCatatan Medis
 
Tugas kdk konsep sistem dalam keperawatan
Tugas kdk konsep sistem dalam keperawatanTugas kdk konsep sistem dalam keperawatan
Tugas kdk konsep sistem dalam keperawatansuhendi darma
 

What's hot (20)

141050362 kasus-pelanggaran-etika-keperawatan(1)
141050362 kasus-pelanggaran-etika-keperawatan(1)141050362 kasus-pelanggaran-etika-keperawatan(1)
141050362 kasus-pelanggaran-etika-keperawatan(1)
 
Konsep Dasar Komunikasi dalam Keperawatan
Konsep Dasar Komunikasi dalam KeperawatanKonsep Dasar Komunikasi dalam Keperawatan
Konsep Dasar Komunikasi dalam Keperawatan
 
Ppt rs
Ppt rsPpt rs
Ppt rs
 
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatan
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatanPembayaran provider dalam asuransi kesehatan
Pembayaran provider dalam asuransi kesehatan
 
Komunikasi Efektif dalam Bidang Pelayanan Kesehatan
Komunikasi Efektif dalam Bidang Pelayanan KesehatanKomunikasi Efektif dalam Bidang Pelayanan Kesehatan
Komunikasi Efektif dalam Bidang Pelayanan Kesehatan
 
Konsep infeksi
Konsep infeksiKonsep infeksi
Konsep infeksi
 
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventifUpaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
Upaya promkes dalam pelayanan kebidanan promotif, preventif
 
Manajemen mutu dalam pelayanan kesehatan
Manajemen mutu dalam pelayanan kesehatanManajemen mutu dalam pelayanan kesehatan
Manajemen mutu dalam pelayanan kesehatan
 
Makalah permasalahan puskesmas
Makalah permasalahan puskesmasMakalah permasalahan puskesmas
Makalah permasalahan puskesmas
 
Kasus moral & etika kesehatan
Kasus moral & etika kesehatanKasus moral & etika kesehatan
Kasus moral & etika kesehatan
 
Poa ria
Poa riaPoa ria
Poa ria
 
Informed Choice dan Informed Consent
Informed Choice dan Informed Consent Informed Choice dan Informed Consent
Informed Choice dan Informed Consent
 
penghitungan dosis obat
penghitungan dosis obatpenghitungan dosis obat
penghitungan dosis obat
 
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan SIMRS
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan SIMRSSistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan SIMRS
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) dan SIMRS
 
Farmakologi cara pemberian obat
Farmakologi cara pemberian obatFarmakologi cara pemberian obat
Farmakologi cara pemberian obat
 
Kunci Jawaban Quiz Latihan UAS Ilmu Biomedik Dasar Praktikum
Kunci Jawaban Quiz Latihan UAS Ilmu Biomedik Dasar PraktikumKunci Jawaban Quiz Latihan UAS Ilmu Biomedik Dasar Praktikum
Kunci Jawaban Quiz Latihan UAS Ilmu Biomedik Dasar Praktikum
 
Tugas kdk konsep sistem dalam keperawatan
Tugas kdk konsep sistem dalam keperawatanTugas kdk konsep sistem dalam keperawatan
Tugas kdk konsep sistem dalam keperawatan
 
Makalah Malpraktek
Makalah MalpraktekMakalah Malpraktek
Makalah Malpraktek
 
Kebijakan promkes
Kebijakan promkesKebijakan promkes
Kebijakan promkes
 
KONSEP K3 RS
KONSEP K3 RSKONSEP K3 RS
KONSEP K3 RS
 

Similar to Informed Consent

19384 id-tanggung-jawab-dokter-terkait-persetujuan-tindakan-medis-informed-co...
19384 id-tanggung-jawab-dokter-terkait-persetujuan-tindakan-medis-informed-co...19384 id-tanggung-jawab-dokter-terkait-persetujuan-tindakan-medis-informed-co...
19384 id-tanggung-jawab-dokter-terkait-persetujuan-tindakan-medis-informed-co...MichelleAngelika
 
A. INFOMRED CONCENT.docx
A. INFOMRED CONCENT.docxA. INFOMRED CONCENT.docx
A. INFOMRED CONCENT.docxYogiAndrew
 
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan ProfesionalIssue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesionalpjj_kemenkes
 
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan ProfesionalIssue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesionalpjj_kemenkes
 
Hub hukum dan tenaga kesehatan dan pasien
Hub hukum dan tenaga kesehatan dan pasienHub hukum dan tenaga kesehatan dan pasien
Hub hukum dan tenaga kesehatan dan pasienElisanggeria22
 
Penyelesaian sengketa medis
Penyelesaian sengketa medisPenyelesaian sengketa medis
Penyelesaian sengketa medisTrini Handayani
 
Penyelesaian sengketa medis
Penyelesaian sengketa medisPenyelesaian sengketa medis
Penyelesaian sengketa medisTrini Handayani
 
Trend Issue End of Life.pptx
Trend Issue End of Life.pptxTrend Issue End of Life.pptx
Trend Issue End of Life.pptxNurulLaili25
 
1. Trend Issue End of Life.pptx
1. Trend Issue End of Life.pptx1. Trend Issue End of Life.pptx
1. Trend Issue End of Life.pptxNurulLaili25
 
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).pptINFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).pptab368
 
Materi tentang Inform Consent_Khusus Mahasiswa Keperawatan
Materi tentang Inform Consent_Khusus Mahasiswa KeperawatanMateri tentang Inform Consent_Khusus Mahasiswa Keperawatan
Materi tentang Inform Consent_Khusus Mahasiswa Keperawatanyohanes meor
 
4 informed consent versi 2
4 informed consent versi 24 informed consent versi 2
4 informed consent versi 2Rientan Permata
 
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)hardione
 

Similar to Informed Consent (20)

Informed consent
Informed consentInformed consent
Informed consent
 
19384 id-tanggung-jawab-dokter-terkait-persetujuan-tindakan-medis-informed-co...
19384 id-tanggung-jawab-dokter-terkait-persetujuan-tindakan-medis-informed-co...19384 id-tanggung-jawab-dokter-terkait-persetujuan-tindakan-medis-informed-co...
19384 id-tanggung-jawab-dokter-terkait-persetujuan-tindakan-medis-informed-co...
 
A. INFOMRED CONCENT.docx
A. INFOMRED CONCENT.docxA. INFOMRED CONCENT.docx
A. INFOMRED CONCENT.docx
 
Dwi AKPER PEMKAB MUNA
Dwi  AKPER PEMKAB MUNA Dwi  AKPER PEMKAB MUNA
Dwi AKPER PEMKAB MUNA
 
Aspek hukum praktek kebidanan
Aspek hukum praktek kebidananAspek hukum praktek kebidanan
Aspek hukum praktek kebidanan
 
Aspek hukum praktek kebidanan
Aspek hukum praktek kebidananAspek hukum praktek kebidanan
Aspek hukum praktek kebidanan
 
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
Aspek hukum dalam praktik kebidanan intan AKPER PEMKAB MUNA
 
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan ProfesionalIssue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
 
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan ProfesionalIssue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
Issue Legal dan Tantangan Praktik Keperawatan Profesional
 
Hub hukum dan tenaga kesehatan dan pasien
Hub hukum dan tenaga kesehatan dan pasienHub hukum dan tenaga kesehatan dan pasien
Hub hukum dan tenaga kesehatan dan pasien
 
Penyelesaian sengketa medis
Penyelesaian sengketa medisPenyelesaian sengketa medis
Penyelesaian sengketa medis
 
Penyelesaian sengketa medis
Penyelesaian sengketa medisPenyelesaian sengketa medis
Penyelesaian sengketa medis
 
Trend Issue End of Life.pptx
Trend Issue End of Life.pptxTrend Issue End of Life.pptx
Trend Issue End of Life.pptx
 
1. Trend Issue End of Life.pptx
1. Trend Issue End of Life.pptx1. Trend Issue End of Life.pptx
1. Trend Issue End of Life.pptx
 
Modul 3 kb 4
Modul 3 kb 4Modul 3 kb 4
Modul 3 kb 4
 
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).pptINFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
INFORMED CONSENT (persetujuan tindakan medis oleh pasien).ppt
 
Materi tentang Inform Consent_Khusus Mahasiswa Keperawatan
Materi tentang Inform Consent_Khusus Mahasiswa KeperawatanMateri tentang Inform Consent_Khusus Mahasiswa Keperawatan
Materi tentang Inform Consent_Khusus Mahasiswa Keperawatan
 
Etika keseahatan AKPER PEMKAB MUNA
Etika keseahatan AKPER PEMKAB MUNA Etika keseahatan AKPER PEMKAB MUNA
Etika keseahatan AKPER PEMKAB MUNA
 
4 informed consent versi 2
4 informed consent versi 24 informed consent versi 2
4 informed consent versi 2
 
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
Hak & kewajiban tenaga kesehatan (perawat & apoteker blon ada)
 

More from Yabniel Lit Jingga (20)

Mantri ireng manfaat besar ciplukan
Mantri ireng   manfaat besar ciplukanMantri ireng   manfaat besar ciplukan
Mantri ireng manfaat besar ciplukan
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Tumor tulang shb
Tumor tulang shbTumor tulang shb
Tumor tulang shb
 
Skoliosis shb
Skoliosis shbSkoliosis shb
Skoliosis shb
 
Rematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shbRematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shb
 
Perawatan luka
Perawatan lukaPerawatan luka
Perawatan luka
 
Osteoporosis shb
Osteoporosis shbOsteoporosis shb
Osteoporosis shb
 
Osteomalasia pada anak shb
Osteomalasia pada anak shbOsteomalasia pada anak shb
Osteomalasia pada anak shb
 
Osteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shbOsteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shb
 
Lordosis shb
Lordosis shbLordosis shb
Lordosis shb
 
Anatomi fisiologi sistem hematologi
Anatomi fisiologi sistem hematologiAnatomi fisiologi sistem hematologi
Anatomi fisiologi sistem hematologi
 
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiAnatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
 
Bahan perkuliahan ke 8
Bahan perkuliahan ke 8Bahan perkuliahan ke 8
Bahan perkuliahan ke 8
 
Bahan perkuliahan ke 6
Bahan perkuliahan ke 6Bahan perkuliahan ke 6
Bahan perkuliahan ke 6
 
Bahan perkuliahan ke 5
Bahan perkuliahan ke 5Bahan perkuliahan ke 5
Bahan perkuliahan ke 5
 
Bahan perkuliahan ke 4
Bahan perkuliahan ke 4Bahan perkuliahan ke 4
Bahan perkuliahan ke 4
 
Bahan perkuliahan ke 3
Bahan perkuliahan ke 3Bahan perkuliahan ke 3
Bahan perkuliahan ke 3
 
Bahan perkuliahan ke 2
Bahan perkuliahan ke 2Bahan perkuliahan ke 2
Bahan perkuliahan ke 2
 
Bahan perkuliahan ke 1
Bahan perkuliahan ke 1Bahan perkuliahan ke 1
Bahan perkuliahan ke 1
 

Informed Consent

  • 1. INFORMED CONSENT Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting. Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351. Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah: 1. Diagnosa yang telah ditegakkan. 2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan. 3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut. 4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut. 5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain. 6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut. Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran : a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut. b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ). Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah: 1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa. 2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008. Tujuan Informed Consent: a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
  • 2. diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ) Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ). Sumber: Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Informed consent Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada pasien. Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien. Saat untuk memberi informasi Setelah hubungan dokter pasien terbentuk, dokter memiliki kewajiban untuk memberitahukan pasien mengenai kondisinya; diagnosis, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, risiko, alternatif, prognosis dan harapan. Dokter seharusnya tidak mengurangi materi informasi atau memaksa pasien untuk segera memberi keputusan.
  • 3. Informasi yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan pasien.Add content to your paragraph here. Elemen-elemen Informed consent Suatu informed consent harus meliputi : 1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya 2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar kemungkinan keberhasilannya 3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila penyakit tidak diobati 4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan. Ruang Lingkup Pemberian Informasi Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien. Di Florida dinyatakan bahwa setiap orang dewasa yang kompeten memiliki hak dasar menentukan tindakan medis atas dirinya termasuk pelaksanaan dan penghentian pengobatan yang bersifat memperpanjang nyawa. Beberapa pengadilan membolehkan dokter untuk tidak memberitahukan diagnosis pada beberapa keadaan. Dalam mempertimbangkan perlu tidaknya mengungkapkan diagnosis penyakit yang berat, faktor emosional pasien harus dipertimbangkan terutama kemungkinan bahwa pengungkapan tersebut dapat mengancam kemungkinan pulihnya pasien. Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif. HAL-HAL YANG DIINFORMASIKAN Hasil Pemeriksaan
  • 4. Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Misalnya perubahan keganasan pada hasil Pap smear. Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien. Risiko Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut. Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter. Sebagian kalangan berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien. Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien. Alternatif Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme. Terdapat tiga pilihan terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi. Dokter harus menjelaskan prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul. Rujukan/ konsultasi Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya. Prognosis Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan, biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa
  • 5. yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari informed consent. Standar Pengungkapan Yang Dikembangkan Oleh Pengadilan Dua pendekatan diadaptasi oleh pengadilan dalam menggambarkan lapangan kewajiban pengungkapan seorang dokter - standar pengungkapan profesional, standar pengungkapan umum, atau standar pasien secara layak. Di bawah standar pengungkapan profesional, tugas dokter untuk membuka rahasia diatur oleh standar pelaku medis, dilakukan di dalam lingkungan yang sama atau serupa. Standar pengungkapan ini yang diatur seterusnya baik oleh undang-undang maupun hukum umum pada mayoritas peraturan Amerika Serikat menetapkan bahwa seorang dokter harus memberi informasi sesuai dengan pelayanan kedokteran terkini. Banyak pengadilan telah menegakkan standar pelaksana medis dalam komunitas yang sama atau serupa, di bawah lingkungan yang sama atau serupa. Jika seorang dokter bertugas untuk mengungkapkan suatu fakta dan jika begitu, fakta apa yang wajib diberitahukan bergantung pada yang biasa dilakukan pada komunitas setempat. Standar pengungkapan umum atau standar pasien secara layak, yang ditetapkan seterusnya oleh undang-undang atau hukum umum dalam peraturan minoritas yang bermakna, membebankan tugas pada dokter untuk memberitahu setiap informasi yang akan bergantung pada proses pembuatan keputusan oleh pasien. Hal ini berbeda-beda sesuai kemampuan pasien untuk memahaminya. Bahkan dalam pengakuan medis ahli yang mendukung, seseorang dapat saja melanggar standar pengungkapan yang seharusnya dalam peraturan ini jika juri berkesimpulan bahwa informasi spesifik yang tidak diberitahukan akan berpengaruh bermakna terhadap keputusan pasien apakah akan menjalani terapi tertentu atau tidak. Standar umum membiarkan juri untuk memutuskan apakah dokter memberikan informasi yang cukup pada pasien untuk membuat pilihan terhadap tatalaksana, sedangkan standar profesional membiarkan dokter untuk menunjukkan apakah ia memberikan informasi yang cukup sesuai standar pelayanan medis dalam komunitas tersebut. Perkembangan terkini adalah pengadilan yang mengadaptasi bentuk standar umum. Sekali telah ditegakkan, baik oleh standar profesional atau umum, bahwa pasien tidak menerima informasi yang biasanya dibutuhkan untuk membuat pilihan bijak mengenai
  • 6. apakah akan menolak atau menyetujui terapi, pengadilan akan memperhatikan materi dari informasi yang kurang tersebut; yaitu akankah seseorang menolak atau menyetujui jika berada dalam lingkungan yang sama atau serupa. Dengan kata lain, apakah kurangnya informasi menyebabkan kecacatan/kerugian yang memang sudah diduga atau akankah pasien tetap menyetujuinya dalam keadaan apapun. Tergantung dari peraturan yang terlibat, pengadilan telah menetapkan satu dari dua standar yaitu standar objektf (juri memutuskan apakah pasien dalam keadaan serupa akan menolak terapi) atau standar subyektif (juri memutuskan apakah pasien yang sebenarnya akan menolak terapi). Kebanyakan peraturan mengikuti standar objektif. Siapa yang mengungkapkan ? Siapa yang bertanggungjawab untuk mendapatkan informed consent pasien pengadilan umumnya telah menempatkan tugas ini pada dokter yang didatangi pasien pada waktu ada pertanyaan. Pengadilan umumnya mengenali bahwa dokter, bukan perawat atau paramedis lainnya, berkemampuan untuk mendiskusikan tatalaksana dan penanganannya. Perawat atau paramedis lainnya mungkin hanya penambah atau pelengkap informasi spesifik dari dokter dengan informasi umum tergantung situasi pasien. Dokter, selain dari dokter pertama pasien, memiliki kewajiban yang independen untuk memberi informasi mengenai risiko, keuntungan, dan alternatif pilihan yang ditujukan padanya. Pengadilan sangat jelas dalam opini tertulisnya bahwa tanggung jawab untuk memperoleh informed consent dari pasien tetap dengan dokter dan tidak dapat didelegasikan. Dokter dapat mendelegasikan otoritasnya (wewenangnya) untuk memperoleh informed consent kepada dokter lain namun tidak dapat mendelegasikan tanggung-jawabnya untuk mendapatkan informed consent yang tepat. Peranan Rumah Sakit Pertanyaan yang sering muncul, terutama dari dokter yang berpraktek di rumah sakit adalah ”Apakah rumah sakit memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa pasien menerima informasi yang cukup meskipun pengadilan telah menempatkan tugas primer kepada dokter?” Dalam teori respondeat superior, manajer rumah sakit dapat ditahan dengan dokter pegawai rumah sakit yang lalai untuk memperoleh informed consent yang dapat
  • 7. menimbulkan kecacatan dan kegawatan pada pasien. Kebijakan rumah sakit harus mengatur mengenai bagaimana informed consent diperoleh. Perawat atau petugas rumah sakit lainnya harus menunda terapi yang sudah direncanakan dokter jika persetujuan yang sebelumnya sudah diberikan ditarik kembali oleh pasien, sehingga dokter dapat mengklarifikasi kembali keputusan pasien. Pengadilan cenderung untuk menjatuhkan kewajiban yang lebih ketat kepada rumah sakit untuk memastikan bahwa dokter memperoleh persetujuan/penolakan sebelum melakukan tindakan. Bentuk Persetujuan/Penolakan Rumah sakit memiliki tugas untuk menjamin bahwa informed consent sudah didapat. Istilah untuk kelalaian rumah sakit tersebut yaitu ”fraudulent concealment”. Pasien yang akan menjalani operasi mendapat penjelasan dari seorang dokter bedah namun dioperasi oleh dokter lain dapat saja menuntut malpraktik dokter yang tidak mengoperasi karena kurangnya informed consent dan dapat menuntut dokter yang mengoperasi untuk kelanjutannya. Bentuk persetujuan tidaklah penting namun dapat membantu dalam persidangan bahwa persetujuan diperoleh. Persetujuan tersebut harus berdasarkan semua elemen dari informed consent yang benar yaitu pengetahuan, sukarela dan kompetensi. Beberapa rumah sakit dan dokter telah mengembangkan bentuk persetujuan yang merangkum semua informasi dan juga rekaman permanen, biasanya dalam rekam medis pasien. Format tersebut bervariasi sesuai dengan terapi dan tindakan yang akan diberikan. Saksi tidak dibutuhkan, namun saksi merupakan bukti bahwa telah dilakukan informed consent. Informed consent sebaiknya dibuat dengan dokumentasi naratif yang akurat oleh dokter yang bersangkutan. Otoritas Untuk Memberikan Persetujuan Seorang dewasa dianggap kompeten dan oleh karena itu harus mengetahui terapi yang direncanakan. Orang dewasa yang tidak kompeten karena penyakit fisik atau kejiwaan dan tidak mampu mengerti tentu saja tidak dapat memberikan informed consent yang sah. Sebagai akibatnya, persetujuan diperoleh dari orang lain yang memiliki otoritas atas nama pasien. Ketika pengadilan telah memutuskan bahwa pasien inkompeten, wali pasien yang ditunjuk pengadilan harus mengambil otoritas terhadap pasien.
  • 8. Persetujuan pengganti ini menimbulkan beberapa masalah. Otoritas seseorang terhadap persetujuan pengobatan bagi pasien inkompeten termasuk hak untuk menolak perawatan tersebut. Pengadilan telah membatasi hak penolakan ini untuk kasus dengan alasan yang tidak rasional. Pada kasus tersebut, pihak dokter atau rumah sakit dapat memperlakukan kasus sebagai keadaan gawat darurat dan memohon pada pengadilan untuk melakukan perawatan yang diperlukan. Jika tidak cukup waktu untuk memohon pada pengadilan, dokter dapat berkonsultasi dengan satu atau beberapa sejawatnya. Jika keluarga dekat pasien tidak setuju dengan perawatan yang direncanakan atau jika pasien, meskipun inkompeten, mengambil posisi berlawanan dengan keinginan keluarga, maka dokter perlu berhati-hati. Terdapat beberapa indikasi dimana pengadilan akan mempertimbangkan keinginan pasien, meskipun pasien tidak mampu untuk memberikan persetujuan yang sah. Pada kebanyakan kasus, terapi sebaiknya segera dilakukan (1) jika keluarga dekat setuju, (2) jika memang secara medis perlu penatalaksanaan segera, (3) jika tidak ada dilarang undang-undang. Cara terbaik untuk menghindari risiko hukum dari persetujuan pengganti bagi pasien dewasa inkompeten adalah dengan membawa masalah ini ke pengadilan. Kemampuan Memberi Perijinan Perijinan harus diberikan oleh pasien yang secara fisik dan psikis mampu memahami informasi yang diberikan oleh dokter selama komunikasi dan mampu membuat keputusan terkait dengan terapi yang akan diberikan. Pasien yang menolak diagnosis atau tatalaksana tidak menggambarkan kemampuan psikis yang kurang. Paksaan tidak boleh digunakan dalam usaha persuasif. Pasien seperti itu membutuhkan wali biasanya dari keluarga terdekat atau yang ditunjuk pengadilan untuk memberikan persetujuan pengganti. Jika tidak ada wali yang ditunjuk pengadilan, pihak ketiga dapat diberi kuasa untuk bertindak atas nama pokok-pokok kekuasaan tertulis dari pengacara. Jika tidak ada wali bagi pasien inkompeten yang sebelumnya telah ditunjuk oleh pengadilan, keputusan dokter untuk memperoleh informed consent diagnosis dan tatalaksana kasus bukan kegawatdaruratan dari keluarga atau dari pihak yang ditunjuk pengadilan tergantung kebijakan rumah sakit. Pada keadaan dimana terdapat perbedaan pendapat diantara anggota keluarga terhadap perawatan
  • 9. pasien atau keluarga yang tidak dekat secara emosional atau bertempat tinggal jauh, maka dianjurkan menggunakan laporan legal dan formal untuk menentukan siapa yang dapat memberikan perijinan bagi pasien inkompeten. Pengecualian terhadap materi pemberitahuan Terdapat empat pengecualian yang dikenal secara umum terhadap tugas dokter untuk membuat pemberitahuan meskipun keempatnya tidak selalu ada. Pertama, seorang dokter dapat saja dalam pandangan profesionalnya menyimpulkan bahwa pemberitahuan memiliki ancaman kerugian terhadap pasien yang memang dikontradiinkasikan dari sudut pandang medis. Hal ini dikenal sebagai ”keistimewaan terapetik” atau ”kebijaksanaan profesional”. Dokter dapat memilih untuk menggunakan kebijaksanaan profesional terapetik untuk menjaga fakta medis pasien atau walinya ketika dokter meyakini bahwa pemberitahuan akan membahayakan atau merugikan pasien. Tergantung situasinya, dokter boleh namun tidak perlu membuka informasi ini kepada keluarga dekat yang diketahui. Kedua, pasien yang kompeten dapat meminta untuk tidak diberitahu. Pasien dapat melepaskan haknya untuk membuat informed consent. Ketiga, dokter berhak untuk tidak menyarankan pasien mengenai masalah yang diketahui umum atau jika pasien memiliki pengetahuan aktual, terutama berdasarkan pengalaman di masa lampau. Keempat, tidak ada keharusan untuk memberitahu pada kasus kegawatdaruratan dimana pasien tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan sah dan bahaya gagal pengobatan sangat nyata. Kasus Kegawatdaruratan dan Informed Consent Umumnya, hukum melibatkan persetujuan pasien selama keadaan gawat darurat. Pengadilan biasanya menunda pada keadaan-keadaan yang membutuhkan penanganan segera untuk perlindungan nyawa atau kesehatan pasien karena tidak memungkinkan untuk memperoleh persetujuan baik dari pasiennya maupun orang lain yang memegang otoritas atas
  • 10. nama pasien. Pengadilan mengasumsikan bahwa seorang dewasa yang kompeten, sadar, dan tenang akan memberikan persetujuan untuk penanganan menyelamatkan nyawa. Penting untuk didokumentasikan keadaan yang terjadi saat gawat darurat. Pada keadaan tersebut, dokter harus mencatat hal-hal berikut ini : 1) penanganan untuk kepentingan pasien, 2) terdapat situasi gawat darurat, 3) keadaan tidak memungkinkan untuk mendapatkan persetujuan dari pasien atau dari orang lain yang memegang otoritas atas nama pasien. Kenyataan bahwa tatalaksana yang diberikan mungkin memang disarankan secara medis atau mungkin akan berguna di waktu mendatang tidaklah cukup untuk melakukannya tanpa persetujuan. Jika dokter tidak yakin apakah kondisi pasien betul-betul membutuhkan tindakan segera tanpa persetujuan, maka dokter tersebut perlu melakukan konfirmasi dengan sejawatnya. Peraturan umum terkait persetujuan penanganan keadaan gawat darurat pada seorang anak sama saja dengan orang dewasa. Pengadilan biasanya menunda menyetujui dokter yang mengobati pasien anak “dewasa muda” (di atas 15 tahun) yang sudah dapat memberi persetujuan penanganan keadaan gawat darurat terhadap dirinya. Namun, tetap perlu diperhatikan untuk membuat informed consent dengan menghubungi orang tua atau orang lain yang bertanggung jawab atas pasien tersebut INFORMED CONSENT Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting. Meski tidak semua pasien menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap demi tahap perawatan, tapi langkah penjelasan untuk era saat ini justru diharuskan. Bagi pasien yang menolak penjelasan bisa diminta untuk menandatangani surat penolakan penjelasan perawatan, namun dokter atau dokter gigi tetap memberi kesempatan bila suatu saat pasien berubah pendapat. Kenapa hal ini begitu penting? Sebab tidak semua kejadian dalam pengobatan berlangsung exactly just the way we want to. Dunia kedokteran tidak 2+2=4. Tidak ada kepastian dan garansi dalam dunia kedokteran karena setiap kasus bagaikan teori permutasi kombinasi. Latar belakang setiap orang berbeda, latar belakang kesehatan berbeda, derajat pengobatan yang diberikan berbeda, reaksi tubuh terhadap sesuatu berbeda. Jadi manalah mungkin seorang dokter dan dokter gigi yang juga manusia dapat memenuhi dengan sempurna seluruh kriteria kasus yang ada, sedangkan setiap orang sudah pasti having their own limit.
  • 11. Oleh karena itu selain untuk menjaga kemungkinan „terlantar‟nya pasien oleh dokter atau dokter gigi yang mempunyai pasien banyak, atau „terlantar‟nya dokter atau dokter gigi karena harus menghadapi tuntutan hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan penyakit maka dibuatlah suatu surat perjanjian hitam di atas putih. Ini yang disebut sebagai inform consent. Seperti apakah surat inform consent itu? Intinya inform consent merupakan surat yang menyatakan bahwa pasien diberitahu perihal penyakit yang dideritanya, kerugian maupun keuntungan dari alternatif perawatan dan pengobatan yang akan diberikan, penjelasan mengenai biaya yang harus dibayar dan pilihanpilihan lain yang memungkinkan untuk mengatasi penyakitnya. Jadi pada dasarnya semua pasien berhak mendapatkan penjelasan sejelas-jelasnya dari dokter dan dokter gigi yang merawat, langsung dari dokternya atau dari brosur yang dokter dan dokter gigi berikan. Pertanyaan bisa diajukan untuk melengkapi hal-hal yang belum jelas, atau bisa diberi penjelasan tambahan oleh asisten atau perawat dokter dan dokter gigi. Perawatan apa saja yang butuh inform consent? Semua perawatan yang membutuhkan tindakan, bisa dimintakan inform consent. Contohnya dalam kedokteran gigi Perawatan Saluran Akar atau Pencabutan Gigi. Dalam perawatan gigi anak, yang menandatangani surat persetujuan adalah orang tua atau wali. Dokter saya sibuk sekali, sehingga tidak sempat menjelaskan apa-apa. Bagaimana ini? Dokter yang sangat sibuk karena pasiennya banyak, bisa membuat keterangan tentang suatu perawatan dalam bentuk tertulis, dan tetap harus disampaikan kepada pasien untuk dibaca dan dimengerti sebelum perawatan dilaksanakan. Setidaknya dokter Anda pasti punya waktu untuk bertanya,” Apakah sudah mengerti penjelasan tertulis yang diberikan? Apakah ada pertanyaan lain yang berkaitan dengan hal tersebut?” Apakah inform consent mempunyai kekuatan hukum? Ya. Surat yang ditandatangani dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun bisa dijadikan bukti. Dan inform consent merupakan salah satu pencegahan diri dari tindakan malpraktek dan tuntutan malpraktek. Apakah inform consent mempunyai efek dari segi medis dan dari segi pasien? Ya, dokter dan dokter gigi akan bertindak lebih hati-hati untuk menghindari tuntutan malpraktek. Namun dalam hal-hal tertentu hal tersebut bisa menaikkan cost total dari biaya perawatan pasien. Contoh untuk mendapatkan sterilisasi yang sempurna, harus dipakai beberapa alas yang disposable dan pembelian bahan ini tentunya harus ditanggung pasien demi keselamatan pasien sendiri. Kehati-hatian ini juga membuat dokter dan dokter gigi enggan menempuh resiko yang dapat berakibat fatal, misalnya mencabut gigi yang sedang
  • 12. dalam keadaan sakit dan terinfeksi. Jadi apakah kita benar-benar perlu menandatangani surat inform consent sebelum merawat gigi? Ya, supaya Anda terlindungi. Dokter gigi pun akan terlindungi. Namun sebagai manusia sosial, hubungan yang baik, dengan komunikasi yang baik, biasanya melindungi seseorang dari sebuah tuntutan. Ada cerita, seorang pasien mendapatkan hasil perawatan yang tidak diinginkan dan menuntut seorang spesialis. Kemudian ditanya, kenapa tidak menuntut dokter umum yang merawat, kan beliau yang sejak awal mempunyai diagnosa salah. Kata pasien, saya tidak akan menuntut dokter yang saya sukai. Nah lo… Contoh Inform Consent: SURAT PERSETUJUAN/PENOLAKAN MEDIS KHUSUS Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : (L/P) Umur/Tgl Lahir : Alamat : Telp : Menyatakan dengan sesungguhnya dari saya sendiri/*sebagai orang tua/*suami/*istri/*anak/*wali dari : Nama : (L/P) Umur/Tgl Lahir Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK untuk dilakukan Tindakan Medis berupa……………………………………………………………………………. Dari penjelasan yang diberikan, telah saya mengerti segala hal yang berhubungan dengan penyakit tersebut, serta tindakan medis yang akan dilakukan dan kemungkinana pasca tindakan yang dapat terjadi sesuai penjelasan yang diberikan. Jakarta,………………….20……
  • 13. Dokter/Pelaksana, Ttd (……………………) Yang membuat pernyataan, ttd (…………………………..) *Coret yang tidak perlu “Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya. Menurut D. Veronika Komalawati, SH , “informed consent” dirumuskan sebagai “suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi. Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 (tiga) unsure sebagai berikut : Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan. Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Hal ini tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan “informed consent” karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan. Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu : 1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent); 2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien;
  • 14. 3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya. TUJUAN PELAKSANAAN INFORMED CONSENT Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis (pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan : Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya; Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya. Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut : 1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia 2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri 3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien 4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter 5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional 6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan 7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Pada prinsipnya iformed consent deberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-kasus sebagai berikut : 1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi 2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai teknologi baru yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya. 3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll. 4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien 5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan riset dan eksperimen dengan berobjekan pasien. ASPEK HUKUM INFORMED CONSENT Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter, dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
  • 15. Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan. Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”. Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah “kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana. Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya; Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP. Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa “informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang berkenaan dengan informed consent ini. informed Consent Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi informasi secukupnya. Tiga elemen Informed consent
  • 16. 1. Threshold elements Elemen ini sebenarnya tidak tepat dianggap sebagai elemen, oleh karena sifatnya lebih ke arah syarat, yaitu pemberi consent haruslah seseorang yang kompeten (cakap). Kompeten disini diartikan sebagai kapasitas untuk membuat keputusan medis. Kompetensi manusia untuk membuat keputusan sebenarnya merupakan suaut kontinuum, dari sama sekali tidak memiliki kompetensi hingga memiliki kompetensi yang penuh. Diantaranya terdapat berbagai tingkat kompetensi membuat keputusan tertentu (keputusan yang reasonable berdasarkan alasan yang reasonable). Secara hukum seseorang dianggap cakap (kompeten) apabila telah dewasa, sadar dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah pengampuan. Dewasa diartikan sebagai usia telah mencapai 21 tahun atau telah pernah menikah. Sedangkan keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila mempunyai penyakit mental sedemikian rupa sehingga kemampuan membuat keputusan menjadi terganggu. 2. Information elements Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, disclosure (pengungkapan) dan understanding (pemahaman). Pengertian ”berdasarkan pemahaman yang adekuat membawa konsekuensi kepada tenaga medis untuk memberikan informasi (disclosure) sedemikian rupa sehingga pasien dapat mencapai pemahaman yang adekuat. Dalam hal ini, seberapa ”baik” informasi harus diberikan kepada pasien, dapat dilihat dari 3 standar, yaitu : o Standar Praktik Profesi Bahwa kewajiban memberikan informasi dan kriteria ke-adekuat-an informasi ditentukan bagaimana BIASANYA dilakukan dalam komunitas tenaga medis. Dalam standar ini ada kemungkinan bahwa kebiasaan tersebut di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial setempat, misalnya resiko yang ”tidak bermakna” (menurut medis) tidak diinformasikan, padahal mungkin bermakna dari sisi sosial pasien. o Standar Subyektif Bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus memadai untuk pasien tersebut dalam membuat keputusan. Kesulitannya adalah mustahil (dalam hal waktu/kesempatan) bagi profesional medis memahami nilai-nilai yang secara individual dianut oleh pasien. o Standar pada reasonable person Standar ini merupakan hasil kompromi dari kedua standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan telah memenuhi kebutuhan umumnya orang awam. 3. Consent elements
  • 17. Elemen ini terdiri dari dua bagian yaitu, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan) dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan, misrepresentasi ataupun paksaan. Pasien juga harus bebas dari ”tekanan” yang dilakukan tenaga medis yang bersikap seolah-olah akan ”dibiarkan” apabila tidak menyetujui tawarannya. Consent dapat diberikan : a. Dinyatakan (expressed) o Dinyatakan secara lisan o Dinyatakan secara tertulis. Pernyataan tertulis diperlukan apabila dibutuhkan bukti di kemudian hari, umumnya pada tindakan yang invasif atau yang beresiko mempengaruhi kesehatan penderita secara bermakna. Permenkes tentang persetujuan tindakan medis menyatakan bahwa semua jenis tindakan operatif harus memperoleh persetujuan tertulis. b. Tidak dinyatakan (implied) Pasien tidak menyatakannya, baik secara lisan maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku (gerakan) yang menunjukkan jawabannya. Meskipun consent jenis ini tidak memiliki bukti, namun consent jenis inilah yang paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-hari. Misalnya adalah seseorang yang menggulung lengan bajunya dan mengulurkan lengannya ketika akan diambil darahnya. Proxy ConsentAdalah consent yang diberikan oelh orang yang bukan si pasien itu sendiri, dengan syarat bahwa pasien tidak mampu memberikan consent secara pribadi, dan consent tersebut harus mendekati apa yang sekiranya akan diberikan oleh pasien, bukan baik buat orang banyak). Umumnya urutan orang yang dapat memberikan proxy consent adalah suami/istri, anak, orang tua, saudara kandung, dst. Proxy consent hanya boleh dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan ketat. Konteks dan Informed ConsentDoktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan : 1. Keadaan darurat medis 2. Ancaman terhadap kesehatan masyarakat 3. Pelepasan hak memberikan consent (waiver)
  • 18. 4. Clinical privilege (penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent. 5. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent. Contextual circumstances juga seringkali mempengaruhi pola perolehan informed consent. Seorang yang dianggap sudah pikun, orang yang dianggap memiliki mental lemah untuk dapat menerima kenyataan, dan orang dalam keadaan terminal seringkali tidak dianggap “cakap” menerima informasi yang benar – apalagi membuat keputusan medis. Banyak keluarga pasien melarang para dokter untuk berkata benar kepada pasien tentang keadaan sakitnya. Sebuah penelitian yang dilakukan Cassileth menunjukkan bahwa dari 200 pasien pengidap kanker yang ditanyai sehari sesudah dijelaskan, hanya 60 % yang memahami tujuan dan sifat tindakan medis, hanya 55 % yang dapat menyebut komplikasi yang mungkin timbul, hanya 40 % yang membaca formulir dengan cermat, dan hanya 27 % yang dapat menyebut tindakan alternatif yang dijelaskan. Bahkan Grunder menemukan bahwa dari lima rumah sakit yang diteliti, empat diantaranya membuat penjelasan tertulis yang bahasanya ditujukan untuk dapat dimengerti oleh mahasiswa tingkat atas atau sarjana dan satu lainnya berbahas setingkat majalah akademik spesialis. Keluhan pasien tentang proses informed consent : o Bahasa yang digunakan untuk menjelaskan terlalu teknis o Perilaku dokter yang terlihat terburu-buru atau tidak perhatian, atau tidak ada waktu untuk tanya – jawab. o Pasien sedang dalam keadaan stress emosional sehingga tidak mampu mencerna informasi o Pasien dalam keadaan tidak sadar atau mengantuk. Keluhan dokter tentang informed consent o Pasien tidak mau diberitahu. o Pasien tak mampu memahami. o Resiko terlalu umum atau terlalu jarang terjadi. o Situasi gawat darurat atau waktu yang sempit. INFORMED CONSENT Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting. Meski tidak semua pasien menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap demi tahap perawatan, tapi langkah penjelasan untuk era saat ini justru diharuskan. Bagi pasien yang menolak penjelasan bisa diminta untuk menandatangani surat penolakan penjelasan perawatan, namun dokter atau dokter gigi tetap memberi kesempatan bila suatu
  • 19. saat pasien berubah pendapat. Kenapa hal ini begitu penting? Sebab tidak semua kejadian dalam pengobatan berlangsung exactly just the way we want to. Dunia kedokteran tidak 2+2=4. Tidak ada kepastian dan garansi dalam dunia kedokteran karena setiap kasus bagaikan teori permutasi kombinasi. Latar belakang setiap orang berbeda, latar belakang kesehatan berbeda, derajat pengobatan yang diberikan berbeda, reaksi tubuh terhadap sesuatu berbeda. Jadi manalah mungkin seorang dokter dan dokter gigi yang juga manusia dapat memenuhi dengan sempurna seluruh kriteria kasus yang ada, sedangkan setiap orang sudah pasti having their own limit. Oleh karena itu selain untuk menjaga kemungkinan „terlantar‟nya pasien oleh dokter atau dokter gigi yang mempunyai pasien banyak, atau „terlantar‟nya dokter atau dokter gigi karena harus menghadapi tuntutan hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan penyakit maka dibuatlah suatu surat perjanjian hitam di atas putih. Ini yang disebut sebagai inform consent. Seperti apakah surat inform consent itu? Intinya inform consent merupakan surat yang menyatakan bahwa pasien diberitahu perihal penyakit yang dideritanya, kerugian maupun keuntungan dari alternatif perawatan dan pengobatan yang akan diberikan, penjelasan mengenai biaya yang harus dibayar dan pilihanpilihan lain yang memungkinkan untuk mengatasi penyakitnya. Jadi pada dasarnya semua pasien berhak mendapatkan penjelasan sejelas-jelasnya dari dokter dan dokter gigi yang merawat, langsung dari dokternya atau dari brosur yang dokter dan dokter gigi berikan. Pertanyaan bisa diajukan untuk melengkapi hal-hal yang belum jelas, atau bisa diberi penjelasan tambahan oleh asisten atau perawat dokter dan dokter gigi. Perawatan apa saja yang butuh inform consent? Semua perawatan yang membutuhkan tindakan, bisa dimintakan inform consent. Contohnya dalam kedokteran gigi Perawatan Saluran Akar atau Pencabutan Gigi. Dalam perawatan gigi anak, yang menandatangani surat persetujuan adalah orang tua atau wali. Informed Consent Informed consent adalah : Bukti tertulis tentang persetujuan terhadap prosedur klinik suatu metode kontrasepsi yang akan dilakukan pada klien. Harus ditandatangani oleh klien sendiri atau walinya apabila akibat kondisi tertentu klien tidak dapat melakukan hal tersebut. Persetujuan diminta apabila prosedur klinik mengandung risiko terhadap keselamatan klien (baik yang terduga atau tak terduga sebelumnya). Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) berisi tentang kebutuhan reproduksi klien, informed choice, dan prosedur klinik yang akan dilakukan; ada penjelasan tentang risiko dalam melakukan prosedur klinik tersebut; standar prosedur yang akan dilakukan dan upaya untuk menghindarkan risiko; klien menyatakan mengerti tentang semua informasi tersebut diatas dan secara sadar memberikan persetujuannya. Informed consent juga dilakukan pada pasangannya dengan alasan sebagai berikut : Aspek hukum, hanya saksi yang mengetahui bahwa pasangannya secara sadar telah memberikan persetujuan terhadap tindakan medik. Suami tidak dapat menggantikan posisi istrinya untuk memberikan persetujuan (atau sebaliknya) kecuali pada kondisi khusus / tertentu. Secara kultural (Indonesia) suami selalu menjadi penentu dalam memberikan persetujuan tetapi secara hukum, hal tersebut hanya merupakan persetujuan terhadap konsekuensi biaya dan pemahaman risiko (yang telah dijelaskan sebelumnya) yang mungkin timbul dari prosedur klinik yang akan dilakukan.
  • 20. a. Informed choise sebagai pencegahan konflik etik Dalam pencegahan konflik etik dikenal ada empat butir yang urutannya adalah sebagai bertikut : 1 Informed consent Disini informed consen merupakan suatu dialok antara bidan dengan pasien yang didasari keterbukaan dan pikiran dengan suatu penandatanganan formulir. 2 Negoisasi Berlangsungnya tawar menawar dengan jalan berunding untuk menbangun atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak atau lebih. Dalam pihak ini kesepakatan yang ingin dicapai adalah antara bidan dengan klien atau walinya. 3 Persuasi Ajakan yang diberikan bidan kepada seorang klien dengan cara memberikan alasan yang meyakinkan klien tersebut. 4 Komite etik Sekelompok orang yang diberikan tugas tertentu. Segala keputusan yang diawali tidak bisa hanya oleh satu individuan saja tetapi harus berdasarkan organisasi yang dia miliki. Misalnya bidan mempunyai suatu organisasi yaitu IBI. Informed choise merupakan butir yang paling penting kalau informed consent gagal maka butir selanjutnya baru dipergunakan secara berurutan sesuai dengan kebutuhan. b. Dimensi Informed consent Dalam proses informed consent terdapat dua dimensi yang tercakup didalamnya, yaitu: 1 Dimensi yang menyangkut hukum Dalam hal ini inforcement consent merupakan perlindungan bagi ps terhadap bidan yang berprilaki memaksakan kehendak. Proses informed choise sudah memuat: a. Keterbukaan informasi dari bidan terhadap pasien b. Informasi tersebut harus dimengerti pasien c. Memberikan kesempatan kepada pasien untum memberikan kesempatan yang terbaik 2 Dimensi yang menyangkut etik. Dari proses informed consent terkandung nilai – nilai etik sebagai berikut: a. Menghargai kemandirian / ototnomi pasien b. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila dibutuhkan atau diminati sesuai dari informasi yang telah diberikan c. Bidan menggali keingginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif maupun sebagai hasil pemikiran yang rasional. INFORMED CHOICE • Pengertian Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya. Pilihan (choice) dari persetujuan (consen) perrsetujuan penting dari sudut pandang Bidan, karena itu berhubungan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedure yang akan diberikan oleh Bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita ( sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan ) yang memberikan pemahaman masalah yang sesungguhnya ini adalah aspek etika dalam hubungan dengan otonomi pribadi berarti menentukan sendiri Hak dan keinginan wanita harus dihormati. Tujuanya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhanya. Peran bidan tidak hanya membuat keputusan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhanya dan keinginan terpenuhi. Ini sesuai dengan Kode Etik Internasional Bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993 “Bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong
  • 21. wanita untuk menerima tanggungjawab untuk hasil dari pilihanya”. Informed (mendapatkan penjelasan) disini maksudnya “informasi yang lengkapsudah diberikan dan dimengerti oleh wanita itu menyangkut risiko, manfaat, keuntungan, hasil yang mungkin dapat diharapkan dari setiap pilihanya”. Choice (pilihan) berarti ada alternatif lain, dan dari satu pilihan dan wanita itu mengeri perbedaannya, sehingga dia dapat menentukan mana yang disukai atau sesuai da kebutuhannya. Dari riwayat yang sudah lama belangsung, petugas kesehatan termasuk bidan sungkan untuk membagikan informasi maupun membuat keputusan bersama klien. Ini bertentangan dengan aspek hukum dan untuk sikap profesionalisme yang wajib dan bersusah payah untuk menjelaskan kepada klien semua kemungkinan pilihan tindakan dan hasil yang diharapkan dari setiap pilihan. Dinegara manapun ada hambatan dalam memberdayakan wanita mengenai pelaksanaan informed choice ini, misalnya sangat kurang informasi yang diperoleh ketika wanita mulai hamil dan ada prasangka bahwa wanita sendiri enggan mengambil tanggung jawab untuk membuat keputusan yang sulit dalam kehamilan maupun persalinan. Dari hasil penelitian yang prnah dilakukan menunjukkan bahwa wanita ingin membuat pilihan atau informasi yang lengkap agar wanita dapat membuat keputusan, tetapi untuk sebagian besar masih sulit karena berbagai alasan, misalnya alasan sosial ekonomi, kurangnya pendidikan dan masalah kesetan, kesulitan bahasa dan pemahaman sistem kesehatan yang tersedia. • Rekomendasi 1. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai aspek kehidupan dapat membuat klinis secara teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan kliennya. 2. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk dapat oleh siwanita dengan menggunakan media altematif dan penterjemah kalau perlu, begitu juga tatap muka langsung. 3. Bidan dan petugas ks lain perlu belajar untuk membantu wanita melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri. Ini tidak hanya dapat diterima secara etika tetapi juga melegakan para persona; kesehatan. Memberikan jaminan bahwa wanita itu sudah diberikan informasi yang lengkap tentang implikasi dari keputusan mereka telah memenuhi tanggung jawab moral mereka 4. Dengam memfokuskan asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin kompetensinya dalan memberikan pelayanan yang aman. Apabila ada pertentangan maka pertimbangan keamanan bagi ibu, janin dan sipenolong haras rnenjadi prioritas, dan diadakan negoisasi secara terbuka. 5. Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitrapda wanita dan sistem asuhan dan suatu tekanan positif terhadap perubahan • Bentuk asuhan yang ada dalam asuhan kebidanan Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh oasien, antara lain: 1 Gaya bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium / screenting antenatal 2 Tempat melahirkan (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS), dan kelas perawatan di RS. 3 Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan 4 Pendampingan waktu melahirkan 5 Klisma dan cukur daerah pubis 6 metode monitor denyut jantung janin. 7 Percepatan persalinan/augmentasi 8 Diet selama proses persalinan 9 Mobilisasi selama proses persalinan 10 Pemakaian obat penghilang sakit
  • 22. 11 Pemecahan ketuban secara rutin 12 Posisi ketika melahirkan 13 Episiotomi 14 Penolong persalinan 15 keterlibatan suami waktu bersalin/kelahiran, misalnya pemotongan tali pusat. 16 Cara memberikan minuman bayi 17 Metode pengontrolan kesuburan Semua di tentukan bidan atas nama atau dengan alasan demi kepentingan pasien. Dalam memberikan pelayanan kebidanan, Bidan harus mengukur