Artikel ini membahas analisis etik terkait resusitasi jantung paru (RJP). Beberapa prinsip etik yang dibahas meliputi beneficence, non-maleficence, autonomy, dan justice. RJP dapat memberikan manfaat seperti pemulihan fungsi jantung, namun juga dapat menimbulkan kerusakan otak dan disabilitas berat. Otonomi pasien harus dihormati dalam pengambilan keputusan RJP, meskipun seringkali pasien tidak memiliki
Emergency Severity Index (ESI) adalah sistem triase lima tingkat yang digunakan untuk mengkategorikan pasien di instalasi gawat darurat berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sumber daya yang dibutuhkan. Sistem ini membantu mengidentifikasi pasien kritis dan memprioritaskan perawatan mereka. Namun demikian, penggunaan ESI juga berisiko kesalahan kategorisasi seperti overtriage dan undertriage jika tidak diterapkan dengan ben
Dokumen ini membahas epidemiologi penyakit stroke pada seorang pasien laki-laki berumur 60 tahun. Pasien mengalami stroke ringan sejak 4 tahun lalu yang disebabkan oleh tingginya kolesterol dan hipertensi yang tidak terkendali. Pengobatan yang dilakukan pasien lebih banyak menggunakan pengobatan alternatif tanpa hasil yang jelas.
The document summarizes the work of George McBean, an artist who worked for 36 years with UNICEF using visual communication techniques like illustration, comics and animation to raise awareness about human rights issues. Some key points:
- McBean pioneered the use of visual literacy research and visual techniques to communicate important health information to pre-literate communities in remote areas.
- His work challenged established UN practices by showing visual media could effectively impart knowledge to non-literate audiences in a way words alone could not.
- Over his career he produced thousands of illustrations, comics, animations and other visual materials on topics like child rights, health, hygiene and more to educate communities around the world.
Tiffany St James: The Social Impact of TechnologyLike Minds
The document discusses the social effects of increasing technology and the internet. It notes that the amount of information created has exploded, with 5 exabytes now created every two days compared to the entire history of the world until 2003 being only 5 exabytes. It examines trends in internet usage, including that over half of office space is now empty, and issues of digital inclusion and how news and information spreads. It concludes by discussing how social media can be used for both good and ill, and both individuals and businesses are impacted by changing digital lifestyles.
I025 - Submission for Russell Egnor Media Awards - Writing - Feature - Chris Watt, NNSY Public Affairs Specialist - Finding The Balance - Released 11/1/14
Emergency Severity Index (ESI) adalah sistem triase lima tingkat yang digunakan untuk mengkategorikan pasien di instalasi gawat darurat berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan sumber daya yang dibutuhkan. Sistem ini membantu mengidentifikasi pasien kritis dan memprioritaskan perawatan mereka. Namun demikian, penggunaan ESI juga berisiko kesalahan kategorisasi seperti overtriage dan undertriage jika tidak diterapkan dengan ben
Dokumen ini membahas epidemiologi penyakit stroke pada seorang pasien laki-laki berumur 60 tahun. Pasien mengalami stroke ringan sejak 4 tahun lalu yang disebabkan oleh tingginya kolesterol dan hipertensi yang tidak terkendali. Pengobatan yang dilakukan pasien lebih banyak menggunakan pengobatan alternatif tanpa hasil yang jelas.
The document summarizes the work of George McBean, an artist who worked for 36 years with UNICEF using visual communication techniques like illustration, comics and animation to raise awareness about human rights issues. Some key points:
- McBean pioneered the use of visual literacy research and visual techniques to communicate important health information to pre-literate communities in remote areas.
- His work challenged established UN practices by showing visual media could effectively impart knowledge to non-literate audiences in a way words alone could not.
- Over his career he produced thousands of illustrations, comics, animations and other visual materials on topics like child rights, health, hygiene and more to educate communities around the world.
Tiffany St James: The Social Impact of TechnologyLike Minds
The document discusses the social effects of increasing technology and the internet. It notes that the amount of information created has exploded, with 5 exabytes now created every two days compared to the entire history of the world until 2003 being only 5 exabytes. It examines trends in internet usage, including that over half of office space is now empty, and issues of digital inclusion and how news and information spreads. It concludes by discussing how social media can be used for both good and ill, and both individuals and businesses are impacted by changing digital lifestyles.
I025 - Submission for Russell Egnor Media Awards - Writing - Feature - Chris Watt, NNSY Public Affairs Specialist - Finding The Balance - Released 11/1/14
Dokumen tersebut membahas tentang Do Not Resuscitate (DNR) yang merupakan perintah untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru pada pasien henti jantung. Dibahas pula aspek-aspek hukum, etik, dan pelaksanaannya di Indonesia yang memerlukan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien beserta keluarganya serta pendokumentasian yang memadai. "
Dokumen tersebut membahas tentang Do Not Resuscitate (DNR) yang merupakan perintah untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru pada pasien henti jantung. Dibahas pula aspek-aspek hukum, etik, dan pelaksanaannya di Indonesia yang memerlukan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien beserta keluarganya serta pendokumentasian yang memadai. "
Dokumen tersebut membahas tentang penghentian bantuan hidup pada pasien yang kondisinya tidak tertolong lagi, termasuk membedakan antara withdrawing (menghentikan) dan withholding (tidak memberikan) terapi, serta menjelaskan dasar hukum dan etika yang mendukung keputusan tersebut. Dokumen tersebut juga membahas berbagai pendapat yang berbeda terkait penghentian terapi serta peran dokter dan perawat dalam proses pengambilan ke
Konsultasi Perioperatif bagi Dokter Spesialis Penyakit Dalam.pptxAgusMahendra13
Dokumen tersebut membahas tentang peran dokter spesialis penyakit dalam dalam memberikan konsultasi preoperatif kepada pasien sebelum menjalani tindakan bedah. Konsultasi ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi medis pasien, menentukan tes tambahan yang diperlukan, serta mengoptimalkan kondisi pasien agar risiko operasi dapat dikurangi. Dokter spesialis penyakit dalam harus memberikan saran sesuai dengan komp
1. Dokumen tersebut berisi ringkasan penyakit gagal jantung kongestif (CHF) yang mencakup definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan pendukung, komplikasi, dan penatalaksanaan CHF.
Dokumen tersebut merupakan asuhan keperawatan untuk hipertensi yang mencakup pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan untuk masalah-masalah yang sering dialami pasien hipertensi seperti resiko penurunan curah jantung, nyeri akut, gangguan sirkulasi, intoleransi aktivitas, ketidakseimbangan nutrisi, dan kurangnya pengetahuan.
Majalah ini membahas berbagai topik terkait penyakit ginjal dan hipertensi. Beberapa artikel membahas tentang pentingnya diet protein rendah dalam menunda perburukan fungsi ginjal pada pasien gagal ginjal kronik. Artikel lain membahas tentang nefropati IgA, pengobatan dosis tunggal infeksi saluran kemih, hipertensi pada diabetes dan kehamilan, serta nefropati akibat penyakit tropis. Majalah ini bertuju
Dokumen tersebut membahas kasus pasien laki-laki berusia 55 tahun dengan diagnosis hipertensi stadium 1. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 150/80 mmHg. Dokumen ini memberikan penjelasan mengenai pendekatan diagnosis, manajemen, dan edukasi pasien hipertensi."
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptxMariaankira
Perawatan paliatif memberikan manfaat bagi kualitas hidup pasien, seperti meningkatkan kualitas hidup dan mengontrol gejala secara signifikan. Perawatan paliatif juga dapat meningkatkan efisiensi biaya dengan mengurangi pemeriksaan, perawatan, dan rawat inap yang mahal di akhir hayat pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang rujukan dan transportasi pasien trauma. Prinsip utama adalah tidak boleh melukai pasien lebih lanjut (do no further harm). Rujukan hanya dilakukan jika RS tidak mampu menangani pasien, setelah stabilisasi. Transportasi harus diantisipasi masalahnya, dengan petugas terlatih dan peralatan memadai. Komunikasi antar RS sangat penting.
1. ACS-HF (acute decompensated HF in the setting of ACS) sangat terkait dengan hasil jangka pendek dan jangka panjang yang lebih buruk dibandingkan populasi pasca ACS lainnya atau etiologi dari HF akut lainnya.
2. Bukti terkini mendukung penggunaan ACEi, ARB, MRAs, dan beta blocker dalam pengobatan ACS-HF setelah stabilnya kondisi pasien, sedangkan peran agen antihiperglikemik masih perlu
Dokumen tersebut membahas manfaat buah ciplukan yang banyak digunakan sebagai obat herbal, diantaranya untuk mengobati penyakit jantung, asma, kurap, menurunkan demam dan tekanan darah tinggi, membersihkan kencing kotor, mengobati kanker payudara, menghilangkan kuning pada bayi, menyadarkan orang pingsan, mengobati stroke, menambah kecerdasan, mengobati kencing manis dan diabetes, menghil
Dokumen ini membahas tentang trend dan isu HIV berdasarkan usia. Terdapat tiga bab utama yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Bab pendahuluan menjelaskan latar belakang dan tujuan penulisan dokumen. Bab isi membahas tentang prevalensi HIV pada berbagai kelompok usia dan isu-isu yang terkait. Bab penutup berisi kesimpulan dan ucapan terima kasih.
Dokumen tersebut membahas tentang Do Not Resuscitate (DNR) yang merupakan perintah untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru pada pasien henti jantung. Dibahas pula aspek-aspek hukum, etik, dan pelaksanaannya di Indonesia yang memerlukan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien beserta keluarganya serta pendokumentasian yang memadai. "
Dokumen tersebut membahas tentang Do Not Resuscitate (DNR) yang merupakan perintah untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru pada pasien henti jantung. Dibahas pula aspek-aspek hukum, etik, dan pelaksanaannya di Indonesia yang memerlukan komunikasi yang baik antara dokter dan pasien beserta keluarganya serta pendokumentasian yang memadai. "
Dokumen tersebut membahas tentang penghentian bantuan hidup pada pasien yang kondisinya tidak tertolong lagi, termasuk membedakan antara withdrawing (menghentikan) dan withholding (tidak memberikan) terapi, serta menjelaskan dasar hukum dan etika yang mendukung keputusan tersebut. Dokumen tersebut juga membahas berbagai pendapat yang berbeda terkait penghentian terapi serta peran dokter dan perawat dalam proses pengambilan ke
Konsultasi Perioperatif bagi Dokter Spesialis Penyakit Dalam.pptxAgusMahendra13
Dokumen tersebut membahas tentang peran dokter spesialis penyakit dalam dalam memberikan konsultasi preoperatif kepada pasien sebelum menjalani tindakan bedah. Konsultasi ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi medis pasien, menentukan tes tambahan yang diperlukan, serta mengoptimalkan kondisi pasien agar risiko operasi dapat dikurangi. Dokter spesialis penyakit dalam harus memberikan saran sesuai dengan komp
1. Dokumen tersebut berisi ringkasan penyakit gagal jantung kongestif (CHF) yang mencakup definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, gejala, pemeriksaan pendukung, komplikasi, dan penatalaksanaan CHF.
Dokumen tersebut merupakan asuhan keperawatan untuk hipertensi yang mencakup pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan untuk masalah-masalah yang sering dialami pasien hipertensi seperti resiko penurunan curah jantung, nyeri akut, gangguan sirkulasi, intoleransi aktivitas, ketidakseimbangan nutrisi, dan kurangnya pengetahuan.
Majalah ini membahas berbagai topik terkait penyakit ginjal dan hipertensi. Beberapa artikel membahas tentang pentingnya diet protein rendah dalam menunda perburukan fungsi ginjal pada pasien gagal ginjal kronik. Artikel lain membahas tentang nefropati IgA, pengobatan dosis tunggal infeksi saluran kemih, hipertensi pada diabetes dan kehamilan, serta nefropati akibat penyakit tropis. Majalah ini bertuju
Dokumen tersebut membahas kasus pasien laki-laki berusia 55 tahun dengan diagnosis hipertensi stadium 1. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 150/80 mmHg. Dokumen ini memberikan penjelasan mengenai pendekatan diagnosis, manajemen, dan edukasi pasien hipertensi."
2023 PRINSIP PP DAN ETIKA KEMKES dr. Maria.pptxMariaankira
Perawatan paliatif memberikan manfaat bagi kualitas hidup pasien, seperti meningkatkan kualitas hidup dan mengontrol gejala secara signifikan. Perawatan paliatif juga dapat meningkatkan efisiensi biaya dengan mengurangi pemeriksaan, perawatan, dan rawat inap yang mahal di akhir hayat pasien.
Dokumen tersebut membahas tentang rujukan dan transportasi pasien trauma. Prinsip utama adalah tidak boleh melukai pasien lebih lanjut (do no further harm). Rujukan hanya dilakukan jika RS tidak mampu menangani pasien, setelah stabilisasi. Transportasi harus diantisipasi masalahnya, dengan petugas terlatih dan peralatan memadai. Komunikasi antar RS sangat penting.
1. ACS-HF (acute decompensated HF in the setting of ACS) sangat terkait dengan hasil jangka pendek dan jangka panjang yang lebih buruk dibandingkan populasi pasca ACS lainnya atau etiologi dari HF akut lainnya.
2. Bukti terkini mendukung penggunaan ACEi, ARB, MRAs, dan beta blocker dalam pengobatan ACS-HF setelah stabilnya kondisi pasien, sedangkan peran agen antihiperglikemik masih perlu
Dokumen tersebut membahas manfaat buah ciplukan yang banyak digunakan sebagai obat herbal, diantaranya untuk mengobati penyakit jantung, asma, kurap, menurunkan demam dan tekanan darah tinggi, membersihkan kencing kotor, mengobati kanker payudara, menghilangkan kuning pada bayi, menyadarkan orang pingsan, mengobati stroke, menambah kecerdasan, mengobati kencing manis dan diabetes, menghil
Dokumen ini membahas tentang trend dan isu HIV berdasarkan usia. Terdapat tiga bab utama yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Bab pendahuluan menjelaskan latar belakang dan tujuan penulisan dokumen. Bab isi membahas tentang prevalensi HIV pada berbagai kelompok usia dan isu-isu yang terkait. Bab penutup berisi kesimpulan dan ucapan terima kasih.
Reumatoid artritis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada sendi, menimbulkan nyeri dan bengkak serta dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Penyakit ini umumnya menyerang sendi-sendi tangan dan kaki secara simetris."
Lordosis adalah gangguan pada tulang belakang dimana tulang belakang membengkok ke belakang sehingga menyebabkan pasien terlihat bongkok. Ini disebabkan oleh kegagalan segmentasi bagian belakang tulang vertebra. Gejala lordosis bervariasi untuk setiap orang namun biasanya berupa penonjolan bokong. Pemeriksaan sinar X dan MRI digunakan untuk menilai kebengkokan dan sudutnya.
Hematologi mempelajari darah dan organ pembentuk darah serta penyakitnya. Darah terdiri atas plasma, sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Sel darah merah mengangkut oksigen, sel darah putih bertugas dalam pertahanan tubuh, dan trombosit berperan dalam proses pembekuan darah.
Dokumen tersebut membahas tentang sistem imun, terdiri dari definisi imunologi, sistem imun, dan imunitas. Kemudian membahas tentang fungsi sistem imun yang meliputi pertahanan terhadap agen eksojen dan endogen, homeostatis, dan pengawasan. Selanjutnya menjelaskan tentang respon imun yang terdiri dari non-spesifik dan spesifik.
Dokumen tersebut membahas tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan dari filsafat Yunani Kuno hingga saat ini. Pancasila diusulkan sebagai paradigma pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia agar lebih kontekstual, namun belum sepenuhnya dilaksanakan. Diperlukan situasi yang kondusif agar ilmu pengetahuan dapat berkembang dengan baik.
Dokumen tersebut membahas tentang etika Pancasila sebagai sistem etika. Pancasila dijelaskan sebagai pedoman etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai keTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai ideal yang harus diwujudkan dalam kehidupan nyata sebagai pedoman bagi tindakan dan munculnya nilai lain. Pancasila di
Teks tersebut membahas tentang Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia. Pancasila berasal dari nilai-nilai pandangan hidup bangsa Indonesia yang kemudian dijadikan dasar filsafat negara. Pancasila sebagai ideologi negara memiliki ciri sebagai ideologi yang terbuka, komprehensif, dan berakar pada budaya bangsa. Teks juga membandingkan Pancasila dengan ideologi-ideologi besar lain seperti liberalisme, komunisme, dan s
Dokumen tersebut membahas sejarah perkembangan nilai-nilai Pancasila sejak zaman pra-kemerdekaan hingga era reformasi. Beberapa nilai yang telah berkembang sejak dahulu antara lain nilai keagamaan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan kesejahteraan. Nilai-nilai tersebut kemudian dijadikan dasar negara Indonesia melalui proses yang dimulai sejak BPUPKI hingga disahkannya Pancasila pada
1. Editorial
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 11, Nopember 2009
Analisis Etik Terkait
Resusitasi Jantung Paru
Ferryal Basbeth,* Budi Sampurna**
*Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jakarta
**Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
505
Pendahuluan
Tujuan pelayanan kegawat-daruratan kardiovaskuler
adalah untuk mempertahankan hidup, mengembalikan
kesehatan seperti semula, mengurangi penderitaan,
membatasi kecacatan dan mengembalikan penderita dari
kematian klinis. Keputusan tentang Resusitasi Jantung Paru
(RJP) sangat rumit dan sering dibuat dalam hitungan detik
oleh tenaga medis tanpa mengetahui apakah penderita
mempunyai advanced directives atau tidak. Advanced di-
rectives adalah dokumen yang sah secara hukum, yang ditulis
sebelum penderita menderita penyakit yang bersifat inca-
pacitating. Petunjuk yang ada dalam advanced directives
ini dapat membebas-tugaskan tenaga medis dalam me-
ngambil keputusan, dengan kata lain advanced directives
adalah pernyataan tentang keinginan penderita mengenai
tindakan medis apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak
dilakukan pada waktu penderita dalam keadaan incompe-
tency. Beberapa penelitian menunjukkan pemberian RJP
sering bertentangan dengan keinginan pasien.1-4
Padahal
setiap keputusan harus dibuat dengan belas kasih,
berdasarkan prinsip-prinsip etik dan referensi ilmiah yang
ada.4
Hasil beberapa studi mengenai RJP memperlihatkan
bahwa hasil RJP hingga saat ini masih buruk. RJP dapat
berhasil pada waktu dilakukan pembedahan jantung, henti
jantung yang disaksikan langsung, irama jantung yang tidak
beraturan (ventricular fibrillation atau tachycardia).5
Panduan/pedoman yang ada saat ini mengindikasikan
agar tindakan RJP dapat mengembalikan kehidupan ketika
henti jantung terjadi karena berbagai sebab kelainan jantung
yang ada. Undang-undang juga secara tidak langsung
menyatakan persetujuan dilakukannya tindakan RJP sebagai
penanganan kegawat-daruratan serta respon standard
terhadap henti jantung.5
Padahal RJP bukan tindakan yang
tepat terhadap kematian yang terjadi karena usia lanjut,
penderita yang menderita demensia berat, dan mungkin
sedang atau yang mengalami kemunduran fisik sebelum henti
jantung, penderita dengan kanker, HIV/AIDS.1,4
Prinsip Etik
Padaawaldanakhirresusitasi,perbedaanetikdannorma-
norma budaya harus dipertimbangkan. Meskipun prinsip-
prinsip etik tentang beneficence, non maleficence, autonomy
dan justice dapat diterima di seluruh budaya, tetapi prioritas
2. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 11, Nopember 2009506
prinsip-prinsip tersebut dapat bervariasi antara kebudayaan
yang berbeda. DiAmerika Serikat sebagian besar penekanan
pada otonomi individual. Di Eropa lebih menekankan pada
penyedia layanan kesehatan otonomi yang menjadi tugas
mereka dalam mengambil keputusan bila timbul masalah.
Sedangkan di Asia keputusan kelompok masyarakat men-
dominasi keputusan yang diambil. Dikatakan bahwa resu-
sitasi adalah paduan usaha antara data ilmiah dan nilai-nilai
sosial sedangkan pada saat yang sama juga terdapat upaya
mempertahankan otonomi budaya, sehingga dokter harus
memainkan peranan penting dalam mengambil keputusan
berdasarkan data ilmiah dan keinginan (preferensi) pasien.1,4
Prinsip Beneficence
Prinsip beneficence pada RJP adalah pemulihan
kesehatan dan fungsi-fungsinya serta meringankan rasa sakit
dan penderitaan. Resusitasi elektif yang dilakukan pada
tahun 1940an dan awal 1950 seperti perawatan pernafasan
intensif meningkatkan harapan hidup pasien poliomyelitis
bulbar dari 15% menjadi lebih dari 50%. Satu dekade
kemudian, 14 dari 20 pasien (70%) yang ditangani dengan
pemijatan jantung paru tertutup dapat bertahan hidup.
Kouwenhoven et al melaporkan bahwa tingkat pemulangan
pasien di RS John Hopkins berkisar 14% pada tahun 1985,
dan di bawah 10% pada tahun 1994. Tingkat kesuksesan
sekitar 70% tidak pernah dipublikasikan.5
Keuntungan
terbesar dari tindakan RJP, dengan kemungkinan hidup lebih
dari 20%, telah dilaporkan pada henti jantung selama tindakan
anestesi, overdosis obat, dan penyakit jantung koroner atau
aritmia ventriculer primer. Pada tahun 1995 tingkat
pemulangan pasien hanya sekitar 17%, yang diikuti oleh
pelaksanaan tindakan RJP pada pasien di ruang unit jantung
koroner terpadu dan dimonitor oleh pegawai yang terlatih.5
Jarang sekali pasien bertahan hidup setelah dilakukan
RJP ketika henti jantung yang timbul disebabkan oleh
penyakit selain jantung atau disfungsi organ. Harapan hidup
pasien setelah dilakukan tindakan RJP sangat buruk (<5%)
bila henti jantung terjadi pada pasien dengan gagal ginjal,
kanker (kecuali dengan penyakit yang minimal), atauAIDS;
dan dengan tidak adanya penyakit penyebab yang irrevers-
ible, diikuti dengan trauma, perdarahan, hipotensi yang
berkepanjangan atau pneumonia. Dibatasinya pelaksanaan
RJP telah meningkatkan derajat harapan hidup pasien sebesar
10,5% setelahtindakanRJP,meskipun7-10% lainnyaditunda
untuk dilakukan RJP.5
RJP yang dimulai dengan cepat di Seattle menghasilkan
tingkat harapan hidup sebesar 36%, itu merupakan angka
tertinggi yang dicapai dibandingkan dengan data yang
terdapat di literatur saat ini. Pada daerah lalu lintas yang
mempunyai sistem yang lebih buruk angka keberhasilan RJP
lebih rendah. Secara spesifik di kota NewYork dan Chicago
tingkat harapan hidup setelah tindakan RJP kurang dari 2%,
hal itu terjadi karena RJP yang terlambat terkait dengan
padatnya arus lalu lintas.5
Usia bukan merupakan salah satu kontraindikasi
dilakukannya tindakan RJP. Walaupun dikatakan proses
penuaan berkaitan dengan akumulasi berbagai kelemahan
dan penyakit, dengan terdapatnya perawatan jangka panjang
dan penurunan fungsi tubuh, masih menjadi salah satu
perkiraan hasil RJP yang buruk.5
Prinsip Non Maleficence (Do No Harm)
Tingkat kerusakan otak berkaitan dengan tindakan RJP
bervariasi antara 10-83%. Pada salah satu penelitian, 55 dari
60 anak meninggal karena pemberian RJP yang berke-
panjangan; lima lainnya bertahan hidup pada kondisi coma
persistent atau status vegetative di rumah sakit. Banyak
pasien dengan disabilitas berat yang diikuti dengan
kerusakan otak berada dalam kondisi yang sama dengan
kematian. RJP menjadi berbahaya dan bersifat merusak ketika
risiko kerusakan otak relatif tinggi. Oleh karena gangguan
aliran darah ke otak atau ke jantung dapat menyebabkan
kerusakan berat, RJP dapat dikatakan berhasil hanya jika
dilakukan tepat waktu. Seorang investigator dari Swedia
melaporkan bahwa harapan hidup melebihi 80% pada
pemberian RJP oleh orang di sekitar korban dan ambulan
datang kurang dari 2 menit, akan tetapi angka ini menjadi
lebih buruk bahkan kurang dari 6% ketika ambulan datang
lebih dari 6 menit atau tidak ada orang di sekitar korban yang
melakukan RJP. Pada beberapa negara di Amerika Serikat,
walaupun petugas gawat darurat sudah membatasi
dilakukannya tindakan RJP di lapangan, masih dapat
ditemukan bukti RJP yang tidak dikehendaki. Bahkan
didapatkan 7% pasien yang dipulangkan dari rumah sakit
tidak menghendaki dilakukannya RJP.5
Tindakan RJP
dikatakan tidak merusak jika keuntungan yang didapatkan
lebih besar.5
Prinsip Otonomi
Otonomi pasien harus dihormati secara etik dan di
sebagian besar negara dihormati secara legal. Akan tetapi
hal itu membutuhkan kemampuan komunikasi seorang pasien
untuk dapat menyetujui atau menolak tindakan medis
termasuk RJP. Di Amerika Serikat, pasien dewasa dianggap
memiliki kapasitas dalam mengambil keputusan kecuali jika
pengadilan telah menyatakan bahwa mereka tidak kompeten
untuk membuat keputusan tindakan medis sedangkan di
negara lain keputusan pengadilan tidak diperlukan untuk
penderita-penderita dengan incompetency seperti pada
penderita penyakit jiwa.1,4,5
Informed consent mensyaratkan bahwa pasien dapat
menerima dan memahami informasi yang akurat tentang
kondisi mereka dan prognosis, jenis tindakan medik yang
diusulkan, tindakan alternatif lainnya, risiko dan manfaat dari
tindakan medis tersebut. Pasien juga harus dinilai kapa-
sitasnya dalam mengambil keputusan. Bila pasien ragu-ragu
maka dia harus dianggap mempunyai kapasitas, dan bila
kapasitas dalam mengambil keputusan tersebut terganggu
Analisis Etik Terkait Resusitasi Jantung Paru
3. Analisis Etik Terkait Resusitasi Jantung Paru
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 11, Nopember 2009 507
oleh karena obat-obatan, penyakit-penyakit penyerta, maka
kapasitas pasien harus dikembalikan terlebih dahulu. Dalam
keadaan darurat, dan preferensi pasien belum jelas, dengan
waktu yang terbatas untuk mengambil keputusan maka adalah
bijaksana untuk memberikan perawatan medis yang stan-
dard.1,4
Pasien biasanya tidak mempunyai rencana tentang apa
yang terjadi pada akhir kehidupannya (end of life), banyak
yang tidak ingin menyiapkan advanced directives, living
wills (surat wasiat) atau mendiskusikan RJP. Dokter juga
jarang mendiskusikan hal-hal tersebut dengan pasien-
pasiennya, bahkan jika pasien tersebut menderita sakit yang
parah.Banyak pasienmemilikipemahamanyangsamar-samar
tentang RJP dan konsekuensi-konsekuensinya. Masyarakat
umumnya berharap banyak tentang kemungkinan untuk
bertahan hidup dari serangan jantung. Beberapa penderita
mungkin akan menolak dilakukan RJP karena mereka
mengetahui adanya defisit sensorik berat yang timbul setelah
serangan tersebut. Akan tetapi banyak penelitian tentang
kualitas hidup penderita yang selamat dari serangan jantung
menyatakan bahwa risiko tersebut dapat diterima.1, 4
Baik dokter dan penderita mungkin mempunyai persepsi
yang berbeda tentang kualitas hidup. Dokter mempunyai
kewajiban untuk menerangkan kepada pasien tentang RJP
dan hasilnya. Pengambilan keputusan yang tepat dapat
terjadi bila penderita mempunyai pemahaman yang baik
tentang persepsi dan hasil resusitasi. Masalah kemudian
dapat timbul karena banyak dokter tidak dapat memprediksi
secara akurat tentang kemungkinan hidup dari serangan
jantung, sehingga penderita tidak dapat dipaksa untuk
mengambil persetujuan tentang tindakan RJP.4
Baik Kant
maupun Rawls mengatakan sebuah keputusan moral otonom
harus rasional dan tidak memihak salah satu pembuat
keputusan. Rawls mengatakan dengan jelas bahwa pembuat
keputusan,parapemilih,tidakmengetahuimasadepanmereka
dalam suatu komunitas. Dari prinsip tersebut para ahli
menyimpulkan bahwa pasien harus dapat menentukan
pengobatannya sendiri. Prinsip tersebut mengharuskan kita
mengkaji ulang dan menyelesaikan dua masalah. Pertama,
pasien selalu memikirkan hasil dari keputusan tindakan medis
tersebut oleh karena itu tidak harus selalu berdasarkan prinsip
otonomi bahkan ketika keputusan tentang tindakan medis
tersebut tidak dapat meeredakan rasa nyeri, atau penderitaan.
Kedua, merupakan prinsip keadilan yang menghasilkan
kemampuan untuk menerima sesuatu, bukan otonomi. Dalam
formulasi terbarunya Beuchamp dan Childress lebih akurat
mengatakan prinsip ini sebagai “penghormatan terhadap
otonomi”.6
Ada beberapa bukti bahwa wali pengganti yang
bertindak atas nama pasien pada saat pasien telah kehi-
langan kapasitas pengambilan keputusan, ternyata pasien
tidak secara tepat dapat mengatakan keinginan yang
sebenarnya. Sekitar sepertiga penderita ginjal kronik mene-
rima keputusan yang diambil oleh wali pengganti, ternyata
keputusan itu bertentangan dengan keinginannya.4, 5
Prinsip Keadilan (Justice)
Pemikiran tentang prinsip keadilan meliputi dibuatnya
hak-hak untuk menerima sesuatu, persaingan untuk
mendapatkan kepentingan pribadi dan menyeimbangkan
tujuan sosial. Masalahnya adalah seharusnya diperlukan nilai
moral keadilan untuk menyediakan perawatan medis kepada
yang memerlukannya dengan efek yang bermanfaat, karena
keadilan diperlukan untuk mengurangi ketidaksamaan dalam
perlakuan yang sering timbul dalam masyarakat. Dokter harus
menyesuaikan diri dengan sumber penghasilan masyarakat
untuk merawat mereka berdasarkan sumber penghasilan yang
secara umum disediakan seperti dari asuransi pribadi, atau
pemerintah atau dukungan institusi secara langsung. Akan
tetapi, untuk menentukan apakah diperlukan nilai keadilan
moral untuk kelayakan minimal dalam memberikan pelayanan
medis harus dinilai seberapa penting masalah yang dihadapi,5
oleh karena itu diusulkan pelayanan kesehatan dasar
sebaiknya: (1) mencegah, mengobati, dan mengusahakan one-
year survival lebih dari 75 persen (2) menghasilkan lebih
sedikit toksisitas atau disabilitas jangka panjang (3) dapat
memberikan manfaat dan (4) secara nyata lebih mengun-
tungkan daripada memberatkan.5
Prinsip Kesia-siaan (Principle of Futility)
“Futility” adalah kata yang berarti tidak adanya ke-
untungan. Kata “sia-sia” berasal dari bahasa Latin “futilis”,
yang berarti mudah meleleh atau mengalir. Penggunaan kata
ini berasal dari legenda Yunani ketika Raja Argos dibunuh
atas kejahatan yang dilakukannya, kemudian istri dan anak-
anaknya dikutuk selama-lamanya untuk mengumpulkan air
dengan menggunakan ember yang bocor ke suatu tempat
sehingga saat sampai di tempat tujuan ember tersebut
kosong.7
Definisi “sia-sia”, “tidak berguna” atau “futility”
digunakan untuk menggambarkan ketidakbergunaan atau
tidak adanya efek, khususnya tidak adanya efek yang
diinginkan dan jika diasumsikan bahwa efek yang diinginkan
intervensi medis adalah untuk sesuatu yang bermanfaat bagi
pasien maka sia-sia menggambarkan ketiadaan manfaat
tersebut.7-9
Dalam Roget’s Link Thesaurus sia-sia digunakan
dengan konsep umum inutility, sama dengan kata-kata seperti
tidak berguna, inefficacy, kebodohan, ketidakmampuan,
unfruitfulness,suatu pekerjaan yang sia-sia bahkan tidak
berharga dan hanya lelucon dan dengan konsep umum
absurditas seperti “kedunguan,” ”omong kosong,” “kesa-
lahan,” “kekacauan,” “keledai,” “omong kosong,” “non-
sen.”9
Dikatakan juga kesia-siaan menggambarkan ketiadaan
manfaat tanpa pertimbangan biaya.7
Bagaimana jika tindakan intervensi medis yang
dilakukan memberikan sedikit manfaat? Siapakah yang
harusnya memutuskan untuk dilakukannya tindakan
tersebut? Ketika kehidupan seseorang digambarkan dengan
penyakit lanjut, ketergantungan penuh dengan orang lain,
4. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 11, Nopember 2009
Analisis Etik Terkait Resusitasi Jantung Paru
508
demensia, sedangkan keuntungan yang didapat dari
tindakan RJP ternyata tidak adekuat dan tidak sesuai yang
diharapkan? Memberikan hak sepenuhnya kepada pasien
untuk memutuskan tindakan yang akan dilakukan tidak akan
menyelesaikan masalah. Ketika permasalahan yang terkait
dengan kematian dan koma menjadi sangat sulit maka perlu
ketegasan tentang tujuan sebenarnya yang akan dicapai.5
Jika resusitasi adalah sia-sia maka setiap kerugian yang terjadi
akan membawa sesuatu yang tidak menguntungkan/
membahayakan keseimbangan,7
sehingga melakukan
tindakan tanpa tujuan yang berguna adalah suatu hal yang
tidak efektif.5
Tomlinson dan Brody mengakui bahwa untuk
menyatakan suatu tindakan atau intervensi medik harus
melibatkan keseimbangan yang kompleks antara ketidak-
pastian dan kewajiban akan tanggung jawab. Schneiderman
dan Jacker telah mempelajari tentang makna kesia-siaan dan
membuat definisi kuantitatif dari sia-sia yang membutuhkan
kepastian bahwa intervensi tersebut minimal 100 kali gagal
digunakan. Hal itu menunjukkan bahwa tindakan tersebut
tidak memiliki suatu kejelasan tertentu,5
sehingga diperlukan
diskusi yang mendalam dengan pasien atau keluarga untuk
mengevaluasi keuntungan dan beban atau tanggung jawab
yang masih tersisa.5
Di Unit Perawatan Intensif (ICU)pasien yang meninggal
sebagai akibat dari keputusan dipertahankannya (withhold)
atau ditariknya (withdraw) alat-alat pendukung kehidupan
(life support) adalah sekitar 70-90%. Persentase tersebut
meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu, dan alasan
yang paling umum untuk dilakukannya tindakan medis untuk
mempertahankan (withhold) atau menarik kembali (with-
draw) alat-alat penunjang kehidupan tersebut adalah
persepsi bahwa pasien mempunyai prognosis yang buruk.7-
9
RJP adalah tindakan medis yang paling sering dipertahankan
dan ventilasi mekanis adalah tindakan medis yang paling
sering ditarik kembali,7
kebanyakan unit perawatan intensif
dokter menganjurkan withhold dan withdraw berdasarkan
persepsi futility.7,8
Upaya untuk mengukur kesia-siaan adalah berdasarkan
pada penilaian RJP fisiologis atau fitur prognosis lainnya
yang ternyata memberikan hasil yang tidak banyak ber-
manfaat. Berbagai definisi kesia-siaan termasuk di sini adalah
“gagal untuk memperpanjang hidup”, “gagal untuk mencapai
efek fisiologis pada tubuh” dan “gagal untuk mencapai
manfaat terapetik bagi pasien”.7-9
Waisel dan Troug menyim-
pulkan tiga perbedaan yang konseptual dari definisi kesia-
siaan. Kesia-siaan fisiologis terjadi apabila gagal atau tidak
dapat memberikan tujuan fisiologis. Sebagai contoh ketika
RJP tidak menghasilkan denyut nadi atau ketika transfusi
tidak menghasilkan tekanan darah, maka intervensi tersebut
adalah sia-sia dari perspektif definisi sebuah kesia-siaan
fisiologis. Schneiderman et al, berpendapat bahwa konsep
kesia-siaan fisiologis bukan merupakan “nilai bebas”,
penilaian terapi tersebut adalah sebuah “pilihan nilai” dan
bahwa pilihan yang dibuat adalah nilai pengukuran fungsi
organ daripada nilai hasil untuk pasien. Definisi kesia-siaan
lainnya adalah kesia-siaan yang berpusat pada asas manfaat
(benefit centered), yang didefinisikan sebagai kesia-siaan
yang terdiri dari pertimbangan kuantitatif dan kualitatif.
Perkiraan kuantitatif kesia-siaan adalah saat intervensi medis
dianggap sia-sia jika gagal dalam jumlah yang ditentukan
terakhir kali mencoba, dan disarankan usaha tersebut berhasil
apabiladilakukan100kalisebagaiambangbatasminimalyang
dianggap oleh penilaian profesional pada umumnya.
Komponen kualitatif menggambarkan kesia-siaan yang terjadi
saat kualitas hidup pasien jatuh di bawah ambang batas mini-
mal yang dianggap oleh penilaian professional pada
umumnya. Murphy dan Finucane mengusulkan definisi kesia-
siaan operasional sebagai perlakuan yang sangat tidak
mungkin untuk berhasil dan banyak orang awam maupun
kalangan profesional menganggap bahwa hal tersebut tidak
sepadan dengan biaya.7-9
The American Thoracic Society mengadopsi makna
kesia-siaan dengan lebih konservatif, namun definisinya lebih
samar-samar, dimana dikatakan bahwa intervensi medis
tersebut dikatakan sia-sia jika sudah sangat tidak mungkin
untuk menghasilkan makna kehidupan. Oleh karena itu The
American Thoracic Society memberikan definisi kesia-siaan
berasal dari campuran antara kuantitatif (sangat tidak
mungkin) dan kualitatif (bermakna untuk bertahan hidup).7
American Heart Association mengambil definisi
kualitatif kesia-siaan secara ekstrem, dikatakan bahwa RJP
adalah sia-sia ketika tidak ada yang selamat seperti yang
dilaporkan pada sebuah penelitian yang didesain dengan
baik, dan dibuat untuk mempertimbangkan bahwa tindakan
RJP adalah tidak sia-sia. Definisi yang dikemukakan oleh
American Heart Association tersebut tampaknya untuk
mendukung tidak dilakukan RJP pada situasi-situasi yang
akan membawa lebih banyak kerugiannya daripada
keuntungannya, dan definisi kesia-siaan tersebut konsisten
dengan definisi kesia-siaan yang ada yaitu tidak ada man-
faatnya.7
Do Not Resuscitation (DNR) dan Allow Natural Death
(AND)
Venneman et al, berpendapat bahwa Do Not Resuscita-
tion adalah bermasalah dan harus diganti dengan membiarkan
mati wajar atau Allow Natural Death (AND),10
akan tetapi
beberapa penulis mengatakan bahwa Do Not Resusci-
tation(DNR) tidak sama dengan Allow Natural Death (AND).
Beberapa studi menyimpulkan bahwa 85% dari tenaga
kesehatan umumnya mendukung perubahan DNR ke AND,
dan pada umumnya mereka sepakat bahwa AND bukan
urutan pengganti DNR.10
RJP telah disetujui oleh American
HeartAssociation tahun 1974 dan sejak itu, semakin banyak
rumah sakit dan asosiasi medis profesional telah mengadopsi
pedomanuntukDNRorders.DNRsecaraumumberartibahwa
pasien tidak akan menerima RJP pada saat cardiac arrest.10
Surat Wasiat (Advanced Directives dan Living Wills)
5. Analisis Etik Terkait Resusitasi Jantung Paru
Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 11, Nopember 2009 509
Advanced directives adalah pernyataan ekspresi dari
pikiran seseorang, tentang kepeduliannya terhadap ke-
inginan, atau preferensi pada akhir kehidupan. Advanced
directives dapat didasarkan percakapan penderita atau kata-
kata terakhir, petunjuk tertulis, surat wasiat atau durable
power of attorney. Di Amerika Serikat validitas hukum ad-
vanced directives tersebut bervariasi dari yuridiksi ke
yuridiksi. Pengadilan juga lebih mempertimbangkan ad-
vanced directives yang dibuat secara tertulis daripada kata-
kata pasien yang diingat oleh wali/pengampu. Advanced
directives dan living will harus dipertimbangkan kembali
secara berkala karena keinginan pasien dapat berubah dari
waktu ke waktu.1
Wali/Pengampu dari Pengambil Keputusan (Surrogate
Decision Makers)
Ketika seorang pasien telah kehilangan kapasitas untuk
membuat keputusan medis, maka saudara dekat atau teman-
nya dapat menjadi wali/pengampu dalam membuat keputusan
pengganti bagi pasien. Banyak Negara mempunyai hukum
yang menunjuk wali/pengampu pengganti hukum pembuat
keputusan melalui kuasa hukum perawatan kesehatan untuk
waktu yang lama (durable power of attorney for health care).
Adapun urutan prioritas pembuat keputusan untuk wali yang
ditunjuk adalah sebagai berikut: (1) pasangannya, (2) anak
dewasa, (3) orang tua, (4) saudara kandung, (5) orang yang
dipilih pasien sebagai wali pengganti apabila pasien nanti
dalam keadaan inkapasitas dan (6) perawat kesehatan yang
profesional yang ditunjuk oleh hukum. Pengganti atau wali/
pengampu harus membuat keputusan yang sesuai dengan
keinginan pasien pada saat pasien tidak mempunyai kapa-
sitas dalam mengambil keputusan. Jika keinginan pasien tidak
diketahui maka keputusan yang diambil harus berdasarkan
kepentingan yang terbaik untuk pasien.1
Anak-anak harus dilibatkan dalam pengambilan
keputusan pada tingkat yang sesuai dengan kedewasaan
dan sebaiknya ditanya tentang persetujuan perawatan
kesehatan pasien ketika dia mampu melakukannya. Di banyak
negara berapa usia yang pantas untuk diminta mengambil
keputusan ini berbeda-beda. Jika terdapat konflik antara or-
ang tua dan anak dalam mengambil keputusan maka setiap
upaya harus dilakukan untuk menyelesaikan konflik.1
Daftar Pustaka
1. American Heart Association. Part 2: Ethical Issues. American
Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovascular Care. Journal of American Heart
Association. Circulation 2005;112;IV-6-IV-11
2. Panduan Program Perawatan Didepan ADVANCE CARE PLAN-
NING GUIDE diunduh dari www.healthynh.com/fhc/initiatives/
.../Indonesian%20_Adv%20Direct_.pdf (diakses 20 Mei 2009)
3. Worthington R. Clinical issues on consent: some philosophical
concerns. Journal of Medical Ethics Law and ethics. 2002;28:377-
80.
4. American Heart Association Part 2: Ethical Aspects of CPR and
ECC. ECC Guidelines. Circulation. 2000;102(suppl I):I-12-I-21.
5. Hilberman M, Kutner J, Parsons D, Murphy DJ. Marginally ef-
fective medikal care: ethical analysis of issues in cardiopulmo-
nary resuscitation (CPR). Journal of Medical Ethics. 1997;23:361-
7.
6. Beauchamp TL, Childress JF. Principles of biomedikal ethics
[4thed]. New York: Oxford University Press, 1994.
7. Ardagh M. Futility has no utility in resuscitation medicine. Jour-
nal of Medical Ethics. 2000;26;396-9.
8. Youngner SJ. Who defines futility? JAMA.1988;260:2094-5
9. Gillon R, “Futility”-too ambiguous and pejorative a term? Jour-
nal of Medical Ethics. 1997;23;339-40.
10. Chen Y-Y and Youngner S J, ‘’Allow natural death’’ is not equiva-
lent to ‘’do not resuscitate’’: a response. Journal of Medical
Ethics 2008;34: 887-8.
FS