2. Manusia
• Menurut Soediman Kartodihaprodjo mengemukakan bahwa manusia sebagai
makhluk hidup, tersusun atas 4 (empat) unsur dasar atau esensial, yaitu:
1. Raga, unsur jasmaniah, yakni badan manusia sebagaimana yang dipelajari dalam
biologi.
2. Rasa, manusia dapat merasakan bertanggungjawab, cinta, benci, senang, sedih
berhasrat, puas, baik, buruk, indah, adil, tidak adil, mengingini, menolak, acuh, dan
sebagainya. kesemuanya ini adalah aspek afektif (rasa suka tidak suka) dan
konotatif (kemauan hasrat) yang bersumber atau mewujudkan rasa dari manusia.
3. 3. Rasio, manusia memiliki kemampuan untuk memperoleh pengetahuan objektif,
membedakan satu hal dari hal lain, menetapkan batas sesuatu hal, membandingkan,
memahami hubungan dan menghubungkan antara hal satu dan hal lainnya yang
kesemuanya berdasarkan atau sesuai dengan hukum-hukum logika. Hal ini
merupakan aspek kognitif yang kesemuanya bersumber atau mewujudkan unsur
rasio (akal budi) dari manusia.
4. Rukun, manusia selalu hidup berkelompok, besar atau kecil, hidup berkelompok ini
memungkinkan manusia kerja sama dalam memenuhi kebutuhan hidup masing-
masing untuk mewujudkan kehidupan berbahagia.
Hanya dengan hidup berkelompok manusia dapat mempertahankan keberadaannya
sebagai suatu jenis makhluk hidup.
Hanya dalam hidup berkelompok manusia terlindungi, merasakan keakraban dengan
sesama, dan dapat menghayati serta mengembangkan kemanusiannya secara wajar.
Kesemuanya ini adalah unsur rukun dari manusia.
4. • Unsur raga, rasio dan rasa di bawah pengaruh unsur rukun
mewujudkan watak yang menyebabkan tiap manusia individual
memiliki kepribadian atau individualitasnya yang membedakan
manusia yang satu dengan yang lain.
• Interaksi dalam jangka waktu yang lama secara turun temurun di
bawah pengaruh lingkungan alamiah yang sama mewujudkan
watak (kepribadian) umum yang sama tanpa menghilangkan watak
khas (kepribadian) masing-masing pada semua anggota kelompok
yang membedakannya dari watak (kepribadian) umum kelompok
yang lain.
• Aspek lain dari eksistensi manusia adalah bahwa manusia itu selalu
berada dengan sesamanya.
5. • Paul Vinogradoff, mengatakan “no human being stands entirely
isolated in this world” (tidak ada manusia yang kehidupannya
sepenuhnya terisolasi atau terasing dari segala realitas lain,
termasuk sesama manusia di dunia ini).
• Sunaryati Hartono, mengatakan bahwa manusia adalah
serempak individu dan anggota masyarakat atau makhluk sosial;
manusia sebagai individu dan manusia sebagai makhluk sosial
dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.
• Aristoteles, mengatakan bahwa manusia itu adalah “Zoon
Politikon”. Artinya bahwa manusia sebagai makhluk yang selalu
ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia.
6. • Hans kelsen menurut Soediman Kartodihaprodjo menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan “zoon politikon” adalah “man is a social and political being”, yang artinya
manusia itu adalah makhluk sosial dan politik, yang berarti makhluk yang dikodratkan
hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat, dan makhluk yang
terbawa oleh kodrat sebagai makhluk sosial itu selalu berorganisasi.
• Zoon politikon hendak diberi arti sebagai berikut: manusia selalu hidup dalam suatu
pergaulan hidup (man is social being) dan selalu berorganisasi (is a political being).
• Selaku makhluk sosial, manusa tidak dapat hidup seorang diri lepas dari masyarakat.
• Ia harus hidup berkelompok, karena hidup berkelompok akan menjamin terlindunginya
kepentingan-kepentingannya.
• Manusia akan membutuhkan masyarakat yang mana ia akan mempertahankan hidup
masyarakat tempat ia hidup dan juga untuk memenuhi kepentingan individunya, maka
manusia mempertahankan diri untuk memperjuangkan hidupnya.
7. Dalam diri manusia terdapat hasrat atau nafsu:
A. Hasrat yang individualistis (egoistis)
Hal ini tampak pada hasrat untuk berjuang memperjuangkan hidupnya.
Perjuangan untuk hidup adalah perjuangan akan pengakuan individualitasnya.
Manusia dalam hidupnya akan selalu berusaha mempertahankan “aku” nya.
Yang menyebabkan manusia berusaha, bertindak atau berjuang adalah
egoismenya, yaitu sifat individualistis pada diri manusia.
8. B. Hasrat yang kolektivitas (transpersonal atau organis)
Hasrat ini menyebabkan manusia berusaha berhubungan dengan manusia lain
membentuk kehidupan bersama, menghendaki ketertiban, kedamaian, persatuan, cinta
kasih dan sebagainya, karena tidak menghendaki kepentingannya terganggu.
Disini manusia tidak mementingkan dirinya sendiri, tetapi mementingkan masyarakat
atau kepentingan umum. Hasrat kolektivitas ini bersifat pasif, tidak mendorong untuk
bertindak.
C. Hasrat yang bersifat mengatur atau menjaga keseimbangan
Hidup ini akan selalu merupakan pertentangan terus menerus yang tajam antara hasrat
individualis dan kolektif, apabila tidak ada hasrat yang bersifat mengatur atau menjaga
keseimbangan (mengkompromikan).
fungsi tersebut mengendalikan, mengatur, memberi serta bersifat menciptakan
keserasian dan sintetis.
• Ketiga hasrat di atas merupakan dasar psikologis dari hukum.
9. Fungsi Jaringan relasi dan interaksi sosial Manusia:
1. Secara fisik, masyarakat itu memungkinkan dilakukannya kerja sama dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik yang tidak mungkin dicapai secara
sendiri, serta mempertahankan eksistensi manusia sebagai suatu jenis
makhluk hidup.
2. Secara psikis, untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikis manusia yang
terbawa oleh kodrat sebagai makhluk sosial, seperti kebutuhan
berkomunikasi dengan sesamanya.
10. • Di dalam relasi sosial pada umumnya setiap orang tidak mau
dirugikan, dibahayakan, ketidakpastian. Oleh karena itu setiap
orang ingin adanya kepastian, kepastian merupakan kebutuhan
atau kepentingan manusia.
• Untuk memenuhi kebutuhan itulah manusia mencoba
menciptakan patokan-patokan yang dapat dijadikan pegangan,
sehingga secara rasional dapat meramalkan (memprediksi)
kemungkinan yang dapat terjadi.
• Dalam keadaan ini diharapkan atau dituntut cara berperilaku
tertentu pada sesamanya dalam hubungannya setiap kali terjadi
dalam situasi sosial tertentu.
11. • Dalam dinamika kehidupan kemasyarakatan, tuntutan cara
berperilaku dalam hubungan antara yang satu dengan yang lainnya
mengambarkan proses objektivitas, berkembang dan kemudian
memperoleh kekuatan objektif.
• Artinya, tuntuan cara berperilaku itu memiliki daya berlaku secara
umum, berlaku bagi setiap orang yang berada dalam situasi sosial
yang sama; artinya, semua orang yang berada dalam situasi sosial
yang sama dituntut untuk melakukan cara berperilaku tertentu itu.
• Tuntutan berperilaku dengan cara tertentu yang mempunyai
kekuatan berlaku secara objektif itu disebut norma atau kaidah.
12. Masyarakat
• Manusia sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat tidak selalu
menyadari, bahwa di dalam hidupnya sehari-hari sebetulnya dia diperlakukan
atau bersikap tindak menurut suatu pola tertentu.
• Misalnya seseorang sejak dia lahir berada dalam pola tertentu dengan
mematuhinya dengan mencontoh orang lain (misal: orang tua, saudara,
tetangga, dan lingkungan) atau berdasarkan petunjuk-petunjuk yang
diberikan atau diajarkan (edukasi) kepadanya.
13. • Dilihat dari kenyataan hidup manusia, maka ada hasrat untuk
hidup tentram, damai, pantas atau seyogyanya.
• Hidup pantas atau seyogyannya menurut pandangan individu
tidaklah sama.
• Agar terjadi kesesuaian antar individu dan masyarakat atau dalam
individu guna memenuhi kebutuhannya, maka disinilah perlu ada
patokan atau pedoman hidup.
• Diberikan patokan atau pedoman agar tidak menyebabkan hidup
yang tidak seyogyanya atau sepantasnya. Patokan atau pedoman
itulah disebut sebagai kaidah atau norma (norm).
14. Pengelompokkan Tata Kaidah:
1. Tata kaidah dengan aspek kehidupan pribadi, yang terdiri dari:
a. Kaidah kepercayaan atau keagamaan (ketuhanan)
b. Kaidah kesusilaan
2. Tata kaidah dengan aspek kehidupan antar pribadi, yang terdiri dari:
a. Kaidah kesopanan atau adat
b. Kaidah hukum
15. Kaidah
kepercayaan
Kaidah
Kesusilaan
Kaidah
Kesopanan/Adat
Kaidah Hukum
Tujuan Umat Manusia; Penyempurnaan
manusia; Jangan sampai manusia jahat
Perbuatan yang konkrit; ketertiban
masyarakat; Jangan sampai ada korban
Isi Ditujukan kepada sikap batin Ditujukan kepada sikap lahir
Asal Usul Dari Tuhan Diri sendiri Kekuasaan luar yang memaksa
Sanksi Dari Tuhan Dari diri sendiri Dari masyarakat
secara tidak resmi
Dari masyarakat
secara resmi
Daya Kerja Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban
Membebani
kewajiban dan
memberi hak