SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
TUGAS INDIVIDU
SOSIOLOGI HUKUM
Nama:
OKTAVIANUS RUDO
A01111066
Dosen Pengajar :
PAULUS NYANGKAR S.SH.,M.Si
SALFIEUS SEKO SH.,MH
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
FAKULTAS HUKUM
PONTIANAK
2014
A. Paradigma Hukum
Istilah paradigma dikenalkan oleh Thomas Khun, dipahami sebagai suatu
konsep tentang hal-hal yang besar dan mendasar. Pengertian paradigma dicoba
dirumuskan Masterman dan Freiderichs. Mereka berpendapat bahwa paradigma
merupakan pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan yang mestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan
(dicipta). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari,
persoalan apa yang mesti harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawab, serta
aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang
dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut.
Menurut Satjipto Rahardjo, sebelum itu Robert Merton (1984) telah
menggunakannya untuk membicarakan temuan-temuan (materials) yang
dikodifikasikan, melalui teknik untuk menggelar the complete of assumptions,
consepts and basic propositions employed in a social logical. Merton melihat
bahwa tujuan penciptaan paradigma adalah untuk memberikan a provisional
guide for eduquate and fruitful functional analysis.
Paradigma dipakai sebagai sinonim dari model. Keduanya berhubungan
dengan teknik analisis dan interpretasi data. Berhadapan dengan sejumlah data,
seorang ilmuwan (peneliti) dihadapkan pada pertanyaan: bagaimana
memahaminya. Analisis berarti membuat kategorisasi, menata, memanipulasi dan
mengikhtisarkan. Semua itu dalam rangka mereduksi data sehingga memperoleh
bentuk yang dapat dipahami (intelligible) dan diinterpretasikan. Paradigma dan
model membantu untuk memahami data. Hal ini dilakukan dengan
mengemukakan asumsi dan postulat yang ada dibedakan, sebagai sarana untuk
melakukan kategorisasi, pengiktisaran, dan sebagainya. Lebih dari itu juga dapat
dicari implikasi politik dan ideology, sehingga sang ilmuwan mampu keluar dari
implikasi data yang sempit.
Begitu besar gema pemikiran paradigma dari Khun sehingga hampir
seluruh cabang keilmuwan menyampaikan respon melalui berbagai versi yang
dianggap mewakili nuansa pemikiran yang salama ini berkembang dalam disiplin
ilmu masing-masing. Para ilmuwan melihat seberapa jauh pengaruh, implikasi,
dan konsepsi pemikiran Khun dalam bidang sejarah, ekonomi politik, sosiologi,
filsafat, hukum, budaya, dan agama.
Paradigma dalam hukum hukum, menurut Sutjipto Raharjo adalah konsep
spiritual yang ada di dalam hukum yang lebih besar serta melampaui hukum
positif. Konsep spiritual mengikuti pemikiran Paul Scolten yang memahami
dengan unsur moral dalam hukum yang kehadirannya dirasakan secara langsung
begitu saja. Oleh Scolten dimasukkan ke dalam kategori irrasional yang secara
teknis disebut asas hokum melalui rechts vending. Pendapatnya yang amat
terkenal adalah hukum itu ada dalam perundang-undangan tetapi masih harus
ditemukan. Di situlah Scotlen mengemukakan teorinya tentang penemuan hukum
yang didasari oleh pemahaman mengenai tata hukum sebagai suatu sistem yang
terbuka. Dalam keyakinannya, Scolten mengatakan bahwa pada suatu saat asass
hukum itu sulit untuk ditarik dari perundang-undangan, tetapi tetap diyakini
bahwa asas itu ada yang ruang linkupnya tidak hanya meliputi suatu bidang
hukum tertentu, melainkan seluruh hukum. Teori Scolten merupakan pemikiran
yang menarik untuk dikaitkan dengan masalah paradigma.
a. Hukum sebagai sistem nilai
Salah satu paradigm hukum adalah nilai sehingga hukum dapat dilihat sebagai
sosok nilai pula. Hukum sebagai perwujudan niali-nilai mengandung arti
bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Menurut Fuller hukum tidak dapat
diterima sebagai hukum, kecuali apabila bertolak dari moralitas tertentu.
Hukum harus mampu memenuhi ukuran moral tertentu dan ia tidak layak
disebut hukum apabila memperlihatkan kegagalan-kegagalan sebagai berikut:
1. Kegagalan untuk mengeluarkan aturan (to achief rules).
2. Kegagalan untuk mengumumkan aturan tersebut kepada public (to
publicize)
3. Kegagalan karena menyalahgunakan perundang-undangan yang berlaku
surut (retroactive legislation)
4. Kegagalan karena membuat aturan-aturan yang saling bertentangan
(contraditory rules)
5. Kegagalan karena menuntut dilakukannya perilaku di luar kemampuan
orang yang diatur (beyond the power of the affected)
6. Kegagalan karena sering melakukan perubahan
7. Kegagalan untuk menyerasikan aturan dengan praktik penerapannya.
Donald Black, salah seorang sosiologi hukum Amerika terkemuka, sama
sekali menolak untuk membicarakan nilai-nilai, sebab sosiologi hukum
seharusnya konsisten sebagai ilmu menegnai fakta, sehingga segal sesuatunya
harus hanya didasarkan pada apa yang dapat diamati dan dikualifikasikan.
Berseberangan dengan Donald Black, maka Philip Selznick dan kawan-
kawannya dari Berkeley berpendapat bahwa hakikat dari hukum justru terletak
pada karakteristik dari hukum sebagai institusi yang menunjang dan
melindungi nilai-nilai. Sejak hukum menjadi cagar niali (sanctuary), yaitu
tempat nilai dan moral disucikan, maka bangsa-bangsa pun berbeda dalam
praksis hukumnya. Sosiologi hukum harus mengahadapi kenyataan tersebut
apabial ia ingin menjelaskan perebdaan-perebdaan tesrsebut.
Bangsa Indonesia juga mengalami konflik nilai-nilai dalam hukum. Di
satu pihak ingin hidup dengan mendasarkan pada kehidupan berorentiasi
kepada niali-nilai komunal, seperti musyawarah dan kebapakan, tetapi pada
waktu yang sama, disadari atau tidak, digunakan doktrin besar rule of law.
Dalam sosiologi hukum, konflik-konflik seperti itu dijelaskan dari interaksi
antara nilai-nilai tertentu dengan struktur sosial di mana nilai-nilai itu
dijalankan. Struktur sosial ini adalah realitas sosiologis yang merupakan modal
suatu bahasa untuk memahami dan mempraktikan perlindungan hak asasi
manusia.
b. Hukum sebagai ideologi
Karl Marx dapat disebut sebagai sosioologi hukum pada saat
mengemukakan pendapatnya mengenai pengadilan terhadap pencurian kayu di
tahun 1842-1843. Ia mengatakan bahwa hukum adalah tatanan peraturan untuk
kepentingan orang berpunya dalam masyarakat. Melalui pendapat tersebut
maka ideologi sebagai paradigm hukum pertama-tama dirumuskan. Menurut
Marx, maka hukum merupakan bangunan atas yang ditopang oleh interaksi
antara kekuatan-kekuatan dalam sektor ekonomi.
Paradigma ideologi dalam hukum juga dijumpai dalam bidang hukum
kontrak. Hukum kontrak sebagaimana lazim dikenal sekarang adalah produk
dari abad ke-19. Pada abad ke-18, kontrak bukan merupakan hasil dari
persetujuan individual, melainkan implementasi praksis kebiasaan dan kaidah
tradisional. Ideologi komunal tersebut tidak mengenal kontra sebagai hasil
suatu persetujuan.
Ideologi sebagai paradigma tidak membiarakan hukum sebagai suatu
lembaga yang netral. Dunia menjadi sangat tersentak, pada waktu
menyaksikan praktik Negara Jerman-Nazi, sebagai Negara hukum. Ternyata
Negara hukum Jerman tidak menghalangi praktik untuk melakukan genocide
terhadap ras yahudi. Kritik juga ditujukan kepada para praktisi yuris yang telah
menjadi budak teknis-yuridis dari dominasi suatu ideologi yang immoral.
Mereka menafsirkan kembali perundang-undangan sebelum tahun 1933
dengan mengesampingkan interprestasi yang di lakukan selama itu da
menggantikannya dengan penafsiran yang mengacu kepada ideologi nasional-
sosialistis. Ideologi yang berhubungan dengan ras di Amerika Serikat, itu
ideologi keunggulan kulit putih telah menimbulkan penyebutan keadilan
berdasar atas kelas (class justice, white justice). Kendatipun hukumnya
menyatakan asas persamaan dihadapan hukum, tetapi Amerika terbeah dua
menjadi Amerika putih dan hitam, dimana penduduk hitam ditempatkan di
bawah penduduk kulit putih.
Peter Gabel dan Jay M. Feinman mengamati perubahan-perubahan dalam
sosial ekonomi yang memunculkan ideologi berbeda dan yang pada gilirannya
membentuk konsep tentang kontrak. Ideologi tersebut berfungsi untuk
melegitimasi praksis kontrak dalam konteks tatanan sosial ekonomi yang
berbeda-beda. Legitimasi kontrak pada abad ke-29 adalah ideologi tentang
persaingan bebas sebagai konsekuensi dari interaksi antara individu secara
sukarela, yang pada dasarnya bebas dan sederajad satu sama lain. Ideologi
tersebut mengabaikan kenyataan tentang terbatasnya kebebasan pasar yang
muncul dari posisi kelas seseorang dan pendistribusian kekayaan yang tidak
sama. Konsekuensi hukum dari mistifikasi legitimasi tersebut adalah
pemisahan hukum kontrak dari hukum tentang pemilikan dan hukum tentang
hubungan yang bersifat non-konsensual.
Pada abad ke-20 berlangsung suatu transformasi yang memberantakan
aturan-aturan lama, persis abad ke-19 memberantakan tatanan abad ke-18. Di
sini juga terjadi transformasi dari pikiran ideologis yang dibutuhkan untuk
membenarkan praksis abad ke-20. Karakteristik esensial kapitalisme abad ke-
20 adalah digantikannya kompetisi tanpa kendali dari pasar bebas oleh
integrasi dan koordinasi dalam ekonomi. Di sini Negara secara besar-besaran
masuk untuk mengatur dan menstabilkan keadaan.
c. Hukum sebagai rekayasa social
Hukum sebagai rekayasa sosial atau sarana rekayasa sosial merupakan
fenomena yang menonjol pada abad ke-20 ini. Tidak seperti halnya dalam
suasana tradisional, dimana hukum lebih merupakan pembadanan dari kaidah-
kaidah sosial yang sudah tertanam dalam masyarakat, hukum sekarang sudah
menjadi sarana yang sarat dengan keputusan politik. Secara pasti penggunaan
hukum sebagai sarana rekayasa sosial dipelopori oleh Roscoe Pound, yang
pada tahun 1912 melontarkan suatu paket gagasan yang kemudian dikenal
dengan sebagai program aliran hukum sosiologis. Program tersebut
dirumuskan dalam tulisannya berjudul Scope and Purposive of Sociological
Jurispridence. Program Pound tersebut makna sosiologisnya terlihat pada
sifatnya yang :
1. Lebih diarahkan kepada bekerjanya hukum daripada kepada isinya yang
abstrak
2. Memandang hukum sebagai lembaga sosial yang dapat dikembangkan
melalui usaha manusia dan menganggap sebagai kewajiban mereka untuk
menemukan cara-cara terbaik dalam memajukan dan mengarahkan usaha
sedemikian itu
3. Lebih menekankan pada tujuan-tujuan sosial yang dilayani oleh hukum
daripada sanksinya.
4. Menekankan, bahwa aturan-aturan hukum itu harus lebi dipandang sebagai
pedoman untuk mencapai hasil-hasil yang dianggap adil oleh masyarakat
daripada sebagai kerangka yang kaku.
Penggunaan hukum sebagai sarana rekayasa sosial tidak dapat dilepaskan
dari anggapan serta faham bahwa hukuman itu merupakan sarana (instrumen)
yang dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan yang jelas. Penggunaan hukum
sebagai sarana rekayasa sosial membawa kita kepada penelitian mengenai
kaitan antara pembuatan hukum atau cara-cara yang dilakukan oleh hukum
dengan hasil atau akibat yang kemudian muncul. Adam Podgorecki
mengajukan beberapa langkah yang harus ditempuh, apabila pembuatan
hukum ingin memberikan akibat seperti dikehendaki. Adapun langkah-langkah
dalam rekayasa sosial itu antara lain :
1. Mendeskripsikan situasi yang dihadapi dengan baik
2. Analisis terhadap penilaian-penilaian mengenai situasi tersebut dan
menentukan jenjang susunannya.
3. Melakukan verifikasi hipotesa-hipotesa
4. Pengukuran efek hukum yang dibuat.
Sesungghnya proses rekayasa sosial dengan menggunakan hukum merupakan
proses yang tidak berhenti pada pengukuran efektivitasnya, melainkan bergulir
terus. Proses yang bersambungan terus itu mengandung arti, bahwa temuan-
temuan dalam pengukuran akan menjadi umpan balik untuk semakin
mendekatkan hukum kepada tujuan yang ingin dicapainya.
B. Sosilogi hukum
Hubungan Timbal Balik antara Hukum dan Perubahan Sosial
Pendekatan yang berlawanan dari pakar reformasi sosial Inggris Jeremy
Bentham dan pakar Jerman Friedrich Karl Von Savigny telah memberikan
paradigma yang saling bertolak belakang tentang hal (proposition) ini. Pada
permulaan era industrialisasi dan urbanisasi di Eropa, Bentham mengharapkan
agar reformasi hukum dapat merespons dengan cepat kebutuhan-kebutuhan sosial
dan untuk merestrukturisasi masyarakat. Dia dengan gratis memberi saran
kepada pemimpin-pemimpin Revolusi Perancis, karena ia percaya bahwa negara-
negara dengan tahap perkembangan ekonomi yang sama memerlukan “obat”
(remedies) yang sama untuk masalah ekonomi mereka. Pada kenyataannya,
adalah filosofi Bentham dan semua pengikutnya, yang mengubah Parlemen
Inggris – dan parlemen di negara-negara lainnya – ke dalam instrumen-instrumen
legislatif aktif untuk membawa reformasi sosial sebagian untuk merespons dan
sebagian sebagai stimulan untuk kebutuhan-kebutuhan sosial yang dirasakan.
Juga menulis pada waktu yang sama, Savigny , seperti yang telah saya bahas di
Bab 2, menghujat reformasi hukum yang menyapu (the sweeping legal reforms)
yang dibawa oleh Revolusi Perancis yang mengancam untuk menginvasi Eropa
Barat. Ia percaya bahwa adat populer yang dikembangkan secara penuh, dapat
membentuk dasar dari perubahan hukum. Karena adat tumbuh dari kebiasaan
dan kepercayaan dari orang-orang tertentu, dan bukan karena pernyataan
humanitas abstrak, maka perubahan hukum adalah kodifikasi dari adat dan hal itu
adalah perubahan berskala nasional, dan bukan universal (He believed that only
fully developed popular customs could form the basis of legal change. Since
customs grow out of the habits and beliefs of specific people, rather that
expressing those of an abstract humanity, legal changes are codifications of
customs and they can only be national, never universal).
Satu abad kemudian, hubungan antara hukum dan perubahan sosial tetap
controversial. “Tetap ada 2 pendapat yang bertolak belakang tentang hubungan
antara kaidah-kaidah hukum (legal precepts) dan sikap-sikap dan perilaku
masyakarat. Menurut pendapat yang satu, hukum ditentukan oleh perasaan
keadilan (sense of justice) dan sentimen moral dari populasi, dan legislasi hanya
dapat mencapai hasil bila tetap berada dekat secara relatif dengan norma-norma
sosial yang berlaku (prevailing social norms). Menurut pendapat yang lain,
hukum, khususnya legislasi, adalah wahana (vehicle) melalui mana evolusi sosial
yang terprogram dapat dilakukan” (Aubert, 1969: 69). Pada satu sisi ekstrim,
terdapat pandangan bahwa hukum adalah peubah tak bebas (dependent variable),
yang ditentukan dan dibentuk oleh pamali-pamali yang ada (current mores) dan
opini-opini dari masyarakat. Menurut pendapat / posisi ini, perubahan hukum
adalah tidak mungkin kecuali didahului oleh perubahan sosial; reformasi hukum
tidak dapat melakukan apa-apa kecuali mengkodifikasi hukum. Jelas hal ini tidak
benar, dan mengabaikan fakta bahwa sepanjang sejarah institusi-institusi hukum
telah ditemukan untuk “mempunyai peranan yang jelas, dan bukan pengertian
yang meraba-raba, sebagai suatu instrumen yang mengatur (set off), memonitor,
atau meregulasi fakta atau kecepatan dari perubahan sosial” (Friedman, 1969:
29). Pendapat ekstrim lainnya diberikan oleh pakar hukum Soviet, seperti P.P.
Gureyev dan P.I. Sedugin (1977), yang melihat hukum sebagai instrumen untuk
melakukan rekayasa sosial (social engineering). Pendapat mereka adalah,
“selama periode transisi dari kapitalisme ke sosialisme, Negara Soviet telah
menggunakan legislasi secara luas untuk mengarahkan masyarakat, memulai dan
mengembangkan bentuk-bentuk sosial ekonomi, menghapuskan setiap bentuk
eksploitasi, dan meregulasi berdasarkan tenaga kerja dan konsumsi dari produk-
produk tenaga kerja sosial (products of social labour). Ia menggunakan legislasi
untuk membuat dan meningkatkan lembaga-lembaga sosialis demokratis, untuk
membuat hukum dan ketertiban yang keras (firm law and order), melindungi
sistem sosial dan keamanan Negara, dan mengembangkan sosialisme” (Gureyev
dan Sedugin, 1977: 12).
Pandangan-pandangan ini menggambarkan 2 ekstrim dari pendapat
(continuum) yang berkaitan dengan hubungan antara hukum dan perubahan
sosial. Masalah keterkaitan (interplay) antara hukum dan perubahan sosial jelas
bukanlah masalah yang sederhana. Jelasnya, pertanyaannya adalah : Apakah
hukum mengubah masyarakat ? atau Apakah perubahan sosial mengubah hukum
? Kedua pendapat ini kemungkinan benar. Namun, akan lebih tepat untuk
menanyakan, di bawah kondisi-kondisi apakah hukum dapat menyebabkan
perubahan sosial, pada level apakah, dan sejauh mana ? Begitu pula, persyaratan
agar perubahan sosial dapat mengubah hukum juga harus dijelaskan lebih jauh.
Pada umumnya, di masyarakat yang sangat urban dan sangat
terindustrialisasi seperti Amerika Serikat, hukum telah memainkan peran yang
besar dalam perubahan sosial, dan sebaliknya, atau sekurangnya lebih besar
daripada pada kasus masyarakat tradisional atau dalam pemikiran sosiologi
tradisional (Nagel, 1970: 10). Ada beberapa cara untuk menggambarkan
hubungan timbal balik ini. Sebagai contoh, dalam domain hubungan antar
keluarga, urbanisasi dengan apartemen-apartemen yang kecil, telah mengurangi
keinginan untuk tinggalnya keluarga dari tiga generasi di dalam satu rumah
tangga. Perubahan sosial ini telah menyebabkan adanya hukum-hukum
keamanan jaring sosial (social security laws) yang pada gilirannya telah
membantu perubahan dalam tenaga kerja dan institusi sosial bagi orang yang
berusia lanjut. Perubahan dalam hubungan induk semang-penyewa (landlord-
tenant relationship) telah mengubah hukum tata bangunan (housing codes), yang
menyebabkan perubahan dalam hubungan perinduksemangan. Sebagai akibat
dari perubahan teknologi, hubungan antara pemilik properti dengan individu-
individu lainnya telah menjadi “kurang pribadi” (more impersonal) dan
kemungkinan besar telah mengarah ke kerugian (injury), dan sebagai hasilnya,
telah menyebabkan perubahan definisi hukum tentang “uang simpanan” (fault),
yang pada gilirannya telah mengubah sistem asuransi Amerika. Akhirnya, dalam
konteks hubungan antara majikan dengan pegawai (employer-employee
relations), dalam sejarah Amerika sebelum tahun 1930an (masa depresi besar
Amerika – penerjemah) telah mengaktifkan aturan dan statuta (precedents and
statutes) yang menjamin hak buruh untuk membentuk serikat buruh, dan ketika
Undang-Undang Wagner telah diundangkan, persentase jumlah buruh dalam
serikat buruh telah meningkat, walaupun juga telah mencapai titik kejenuhan
(Nagel, 1970:1).
Walaupun ada gambaran yang jelas tentang adanya hubungan timbal balik
antara hukum dan perubahan sosial, untuk tujuan analisis, saya akan memandang
hal ini sebagai hal yang mandiri (unilateral). Di sini, di seksi selanjutnya saya
akan membahas kondisi-kondisi dimana perubahan sosial telah menyebabkan
peubahan hukum; kemudian, dalam seksi berikutnya, saya akan membahas
hukum sebagai instrumen perubahan sosial.
a. Kelompok-kelompok sosial dan hukum
Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari
hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang
terjadi di antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah
kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh
kesamaan-kesamaan kepentingan bersama.Kelompok atau group
adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi satu sama lain, pada
umumnya hanya untuk melakukan pekerjaan, untuk meningkatan
hubungan antar individu, atau bisa saja untuk keduanya. Sebuah
kelompok suatu waktu dibedakan secara kolektif, sekumpulan orang
yang memiliki kesamaan dalam aktifitas umum namun dengan arah
interaksi terkecil.
b. Stratifikasi Sosial dan Hukum
Lapisan–lapisan yang terjadi dimasyarakat akan membawa perbedaan
dalam perlakuan dan pemberian fasilitas yang akan diterima oleh
masing-masing lapisan tersebut. Sebagai contoh bagi mereka yang
memiliki banyak uang, akan mudah sekali mendapatkan tanah,
kekuasaan, dan mungkin juga kehormatan, bagi mereka yang memiliki
kekuasaan akan mudah dalam mendapatkan uang agar kaya.
Lapisan-lapisan masyarakat seperti tersebut diatas dikenal dengan Social
Stratification1[1]. Istilah staratification berasal dari kata stratum ( strata) yang berarti
lapisan. Menurut Pitrim A. Sorokin social stratification adalah pembedaan penduduk
atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat ( hierarkis). Di India dikenal
dengan adanya empat lapisan masyarakat ( kasta) yaitu:
1. Kasta Brahmana ( dalam kelompok ini adalah para pendeta)
2. Kasta Ksatria ( dalam kelompok ini adalah golongan bangsawan dan tentara)
3. Kasta vaicya ( masuk dalam kelompok ini adalah para pedagang)
4. Kasta sudra ( adalah terdiri dari rakyat jelata)
Masyarakat yang tidak termasuk dalam golongan-golongan diatas dikelompokan dalam
golongan paria. Kriteria yang dipakai untuk menggolong-golongkan masyarakat dalam
lapisan-lapisan tertentu adalah:
- Ukuran kekayaan
- Ukuran kekuasaan
- Ukuran kehormatan
- Ukuran ilmu pengetahuan.
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau porsi seseorang dalam satu kelompok sosial.
Kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya
sehubungan dengan orang-orang lain dalam arti lingkungan pergaulanya, prestisenya,
dan hak-hak serta kewajibannya. Kedudukan tersebut dibagi2[3];
1. Ascribed status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan, yang diperoleh karena kelahiran.
Contoh seorang bangsawan.
2. Achieved status adalah keduudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha
yang disengaja.

More Related Content

What's hot

Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantarPolitik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantarUiversitas Muhammadiyah Maluku Utara
 
Sejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - ModernSejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - ModernIzzatul Ulya
 
Aliran aliran hukum pidana
 Aliran aliran hukum pidana  Aliran aliran hukum pidana
Aliran aliran hukum pidana hanggardatu
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Idik Saeful Bahri
 
Prinsip Hukum Islam
Prinsip Hukum IslamPrinsip Hukum Islam
Prinsip Hukum IslamVallen Hoven
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negaranurul khaiva
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1villa kuta indah
 
Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Rizki Gumilar
 
Pengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataPengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataNeyna Fazadiq
 
Dinamika historis konstitusional, sosial politik, kultural, serta konteks k...
Dinamika historis konstitusional, sosial   politik, kultural, serta konteks k...Dinamika historis konstitusional, sosial   politik, kultural, serta konteks k...
Dinamika historis konstitusional, sosial politik, kultural, serta konteks k...idasilfia
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalNuelnuel11
 
Makalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasionalMakalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasionalAdelia Cahyati
 
Sumber hukum
Sumber hukumSumber hukum
Sumber hukumroellys
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Idik Saeful Bahri
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPuspa Bunga
 
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu PolitikHubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu PolitikShelly Selviana
 

What's hot (20)

Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantarPolitik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
 
Sejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - ModernSejarah Konstitusi: Yunani - Modern
Sejarah Konstitusi: Yunani - Modern
 
Aliran aliran hukum pidana
 Aliran aliran hukum pidana  Aliran aliran hukum pidana
Aliran aliran hukum pidana
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
 
Prinsip Hukum Islam
Prinsip Hukum IslamPrinsip Hukum Islam
Prinsip Hukum Islam
 
8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara8. keputusan tata usaha negara
8. keputusan tata usaha negara
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1
 
Hukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di IndonesiaHukum Islam di Indonesia
Hukum Islam di Indonesia
 
Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1Hukum perikatan powerpoint1
Hukum perikatan powerpoint1
 
Pengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdataPengantar hukum perdata
Pengantar hukum perdata
 
Dinamika historis konstitusional, sosial politik, kultural, serta konteks k...
Dinamika historis konstitusional, sosial   politik, kultural, serta konteks k...Dinamika historis konstitusional, sosial   politik, kultural, serta konteks k...
Dinamika historis konstitusional, sosial politik, kultural, serta konteks k...
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
 
Makalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasionalMakalah tentang hukum internasional
Makalah tentang hukum internasional
 
Sumber hukum
Sumber hukumSumber hukum
Sumber hukum
 
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
Hukum perdata internasional - Status personal dalam hukum perdata internasion...
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power point
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu PolitikHubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik
 
Hukum Islam
Hukum IslamHukum Islam
Hukum Islam
 

Similar to Paradigma hukum

Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismIsnaldi Utih
 
1. dimyati
1. dimyati1. dimyati
1. dimyatirizquna
 
214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528Yori Feriyandi
 
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMULANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMUKuliahMandiri.org
 
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxPPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxFiaHarleni
 
650 article text-1407-1-10-20190719
650 article text-1407-1-10-20190719650 article text-1407-1-10-20190719
650 article text-1407-1-10-20190719Yori Feriyandi
 
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptMATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptKukuhDt
 
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.pptBAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.pptasifsardari
 
hahah.docx
hahah.docxhahah.docx
hahah.docxTenouye
 
56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukumocoysan
 
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdfFILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdfmuhidinsaja1
 

Similar to Paradigma hukum (20)

Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
 
Hukum non doktrinal
Hukum non doktrinalHukum non doktrinal
Hukum non doktrinal
 
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan InterdisiplinerKebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
Kebuntuan Dari Pendekatan Legalitas Formal Menuju Pendekatan Interdisipliner
 
1. dimyati
1. dimyati1. dimyati
1. dimyati
 
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisiplinerKebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
Kebuntuan dari pendekatan legalitas formal menuju pendekatan interdisipliner
 
214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528214 article text-740-1-10-20160528
214 article text-740-1-10-20160528
 
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMULANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
LANDASAN FILOSOFIS MAZHAB HUKUM PROGRESIF: TINJAUAN FILSAFAT ILMU
 
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptxPPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
PPT SOSIOLOGI HUKUM.pptx
 
650 article text-1407-1-10-20190719
650 article text-1407-1-10-20190719650 article text-1407-1-10-20190719
650 article text-1407-1-10-20190719
 
Perbandingan hukum 1
Perbandingan hukum 1Perbandingan hukum 1
Perbandingan hukum 1
 
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).pptMATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
MATERI-KULIAH-SOSKUM-kelas-A-C-ba-desi (4).ppt
 
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.pptBAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
BAHAN-1-PENGANTAR-ILMU-HUKUM-1.ppt
 
Pengantar Ilmu Hukum
Pengantar Ilmu HukumPengantar Ilmu Hukum
Pengantar Ilmu Hukum
 
Paradigma Hukum
Paradigma HukumParadigma Hukum
Paradigma Hukum
 
penyebab manusia menaati hukum
penyebab manusia menaati hukumpenyebab manusia menaati hukum
penyebab manusia menaati hukum
 
hahah.docx
hahah.docxhahah.docx
hahah.docx
 
56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum
 
Teori hukum part ii
Teori hukum part iiTeori hukum part ii
Teori hukum part ii
 
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdfFILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
FILKUM_5_2023__Analitycal_Jurisprudence_2023Mey (1).pdf
 
Sinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukumSinopsis pranata hukum
Sinopsis pranata hukum
 

Recently uploaded

Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxrahmaamaw03
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 

Recently uploaded (20)

Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 

Paradigma hukum

  • 1. TUGAS INDIVIDU SOSIOLOGI HUKUM Nama: OKTAVIANUS RUDO A01111066 Dosen Pengajar : PAULUS NYANGKAR S.SH.,M.Si SALFIEUS SEKO SH.,MH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA FAKULTAS HUKUM PONTIANAK 2014
  • 2. A. Paradigma Hukum Istilah paradigma dikenalkan oleh Thomas Khun, dipahami sebagai suatu konsep tentang hal-hal yang besar dan mendasar. Pengertian paradigma dicoba dirumuskan Masterman dan Freiderichs. Mereka berpendapat bahwa paradigma merupakan pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang mestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan (dicipta). Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang mesti harus dijawab, bagaimana seharusnya menjawab, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan-persoalan tersebut. Menurut Satjipto Rahardjo, sebelum itu Robert Merton (1984) telah menggunakannya untuk membicarakan temuan-temuan (materials) yang dikodifikasikan, melalui teknik untuk menggelar the complete of assumptions, consepts and basic propositions employed in a social logical. Merton melihat bahwa tujuan penciptaan paradigma adalah untuk memberikan a provisional guide for eduquate and fruitful functional analysis. Paradigma dipakai sebagai sinonim dari model. Keduanya berhubungan dengan teknik analisis dan interpretasi data. Berhadapan dengan sejumlah data, seorang ilmuwan (peneliti) dihadapkan pada pertanyaan: bagaimana memahaminya. Analisis berarti membuat kategorisasi, menata, memanipulasi dan mengikhtisarkan. Semua itu dalam rangka mereduksi data sehingga memperoleh bentuk yang dapat dipahami (intelligible) dan diinterpretasikan. Paradigma dan model membantu untuk memahami data. Hal ini dilakukan dengan mengemukakan asumsi dan postulat yang ada dibedakan, sebagai sarana untuk melakukan kategorisasi, pengiktisaran, dan sebagainya. Lebih dari itu juga dapat dicari implikasi politik dan ideology, sehingga sang ilmuwan mampu keluar dari implikasi data yang sempit. Begitu besar gema pemikiran paradigma dari Khun sehingga hampir seluruh cabang keilmuwan menyampaikan respon melalui berbagai versi yang dianggap mewakili nuansa pemikiran yang salama ini berkembang dalam disiplin ilmu masing-masing. Para ilmuwan melihat seberapa jauh pengaruh, implikasi, dan konsepsi pemikiran Khun dalam bidang sejarah, ekonomi politik, sosiologi, filsafat, hukum, budaya, dan agama.
  • 3. Paradigma dalam hukum hukum, menurut Sutjipto Raharjo adalah konsep spiritual yang ada di dalam hukum yang lebih besar serta melampaui hukum positif. Konsep spiritual mengikuti pemikiran Paul Scolten yang memahami dengan unsur moral dalam hukum yang kehadirannya dirasakan secara langsung begitu saja. Oleh Scolten dimasukkan ke dalam kategori irrasional yang secara teknis disebut asas hokum melalui rechts vending. Pendapatnya yang amat terkenal adalah hukum itu ada dalam perundang-undangan tetapi masih harus ditemukan. Di situlah Scotlen mengemukakan teorinya tentang penemuan hukum yang didasari oleh pemahaman mengenai tata hukum sebagai suatu sistem yang terbuka. Dalam keyakinannya, Scolten mengatakan bahwa pada suatu saat asass hukum itu sulit untuk ditarik dari perundang-undangan, tetapi tetap diyakini bahwa asas itu ada yang ruang linkupnya tidak hanya meliputi suatu bidang hukum tertentu, melainkan seluruh hukum. Teori Scolten merupakan pemikiran yang menarik untuk dikaitkan dengan masalah paradigma. a. Hukum sebagai sistem nilai Salah satu paradigm hukum adalah nilai sehingga hukum dapat dilihat sebagai sosok nilai pula. Hukum sebagai perwujudan niali-nilai mengandung arti bahwa kehadirannya adalah untuk melindungi dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Menurut Fuller hukum tidak dapat diterima sebagai hukum, kecuali apabila bertolak dari moralitas tertentu. Hukum harus mampu memenuhi ukuran moral tertentu dan ia tidak layak disebut hukum apabila memperlihatkan kegagalan-kegagalan sebagai berikut: 1. Kegagalan untuk mengeluarkan aturan (to achief rules). 2. Kegagalan untuk mengumumkan aturan tersebut kepada public (to publicize) 3. Kegagalan karena menyalahgunakan perundang-undangan yang berlaku surut (retroactive legislation) 4. Kegagalan karena membuat aturan-aturan yang saling bertentangan (contraditory rules) 5. Kegagalan karena menuntut dilakukannya perilaku di luar kemampuan orang yang diatur (beyond the power of the affected) 6. Kegagalan karena sering melakukan perubahan 7. Kegagalan untuk menyerasikan aturan dengan praktik penerapannya.
  • 4. Donald Black, salah seorang sosiologi hukum Amerika terkemuka, sama sekali menolak untuk membicarakan nilai-nilai, sebab sosiologi hukum seharusnya konsisten sebagai ilmu menegnai fakta, sehingga segal sesuatunya harus hanya didasarkan pada apa yang dapat diamati dan dikualifikasikan. Berseberangan dengan Donald Black, maka Philip Selznick dan kawan- kawannya dari Berkeley berpendapat bahwa hakikat dari hukum justru terletak pada karakteristik dari hukum sebagai institusi yang menunjang dan melindungi nilai-nilai. Sejak hukum menjadi cagar niali (sanctuary), yaitu tempat nilai dan moral disucikan, maka bangsa-bangsa pun berbeda dalam praksis hukumnya. Sosiologi hukum harus mengahadapi kenyataan tersebut apabial ia ingin menjelaskan perebdaan-perebdaan tesrsebut. Bangsa Indonesia juga mengalami konflik nilai-nilai dalam hukum. Di satu pihak ingin hidup dengan mendasarkan pada kehidupan berorentiasi kepada niali-nilai komunal, seperti musyawarah dan kebapakan, tetapi pada waktu yang sama, disadari atau tidak, digunakan doktrin besar rule of law. Dalam sosiologi hukum, konflik-konflik seperti itu dijelaskan dari interaksi antara nilai-nilai tertentu dengan struktur sosial di mana nilai-nilai itu dijalankan. Struktur sosial ini adalah realitas sosiologis yang merupakan modal suatu bahasa untuk memahami dan mempraktikan perlindungan hak asasi manusia. b. Hukum sebagai ideologi Karl Marx dapat disebut sebagai sosioologi hukum pada saat mengemukakan pendapatnya mengenai pengadilan terhadap pencurian kayu di tahun 1842-1843. Ia mengatakan bahwa hukum adalah tatanan peraturan untuk kepentingan orang berpunya dalam masyarakat. Melalui pendapat tersebut maka ideologi sebagai paradigm hukum pertama-tama dirumuskan. Menurut Marx, maka hukum merupakan bangunan atas yang ditopang oleh interaksi antara kekuatan-kekuatan dalam sektor ekonomi. Paradigma ideologi dalam hukum juga dijumpai dalam bidang hukum kontrak. Hukum kontrak sebagaimana lazim dikenal sekarang adalah produk dari abad ke-19. Pada abad ke-18, kontrak bukan merupakan hasil dari persetujuan individual, melainkan implementasi praksis kebiasaan dan kaidah
  • 5. tradisional. Ideologi komunal tersebut tidak mengenal kontra sebagai hasil suatu persetujuan. Ideologi sebagai paradigma tidak membiarakan hukum sebagai suatu lembaga yang netral. Dunia menjadi sangat tersentak, pada waktu menyaksikan praktik Negara Jerman-Nazi, sebagai Negara hukum. Ternyata Negara hukum Jerman tidak menghalangi praktik untuk melakukan genocide terhadap ras yahudi. Kritik juga ditujukan kepada para praktisi yuris yang telah menjadi budak teknis-yuridis dari dominasi suatu ideologi yang immoral. Mereka menafsirkan kembali perundang-undangan sebelum tahun 1933 dengan mengesampingkan interprestasi yang di lakukan selama itu da menggantikannya dengan penafsiran yang mengacu kepada ideologi nasional- sosialistis. Ideologi yang berhubungan dengan ras di Amerika Serikat, itu ideologi keunggulan kulit putih telah menimbulkan penyebutan keadilan berdasar atas kelas (class justice, white justice). Kendatipun hukumnya menyatakan asas persamaan dihadapan hukum, tetapi Amerika terbeah dua menjadi Amerika putih dan hitam, dimana penduduk hitam ditempatkan di bawah penduduk kulit putih. Peter Gabel dan Jay M. Feinman mengamati perubahan-perubahan dalam sosial ekonomi yang memunculkan ideologi berbeda dan yang pada gilirannya membentuk konsep tentang kontrak. Ideologi tersebut berfungsi untuk melegitimasi praksis kontrak dalam konteks tatanan sosial ekonomi yang berbeda-beda. Legitimasi kontrak pada abad ke-29 adalah ideologi tentang persaingan bebas sebagai konsekuensi dari interaksi antara individu secara sukarela, yang pada dasarnya bebas dan sederajad satu sama lain. Ideologi tersebut mengabaikan kenyataan tentang terbatasnya kebebasan pasar yang muncul dari posisi kelas seseorang dan pendistribusian kekayaan yang tidak sama. Konsekuensi hukum dari mistifikasi legitimasi tersebut adalah pemisahan hukum kontrak dari hukum tentang pemilikan dan hukum tentang hubungan yang bersifat non-konsensual. Pada abad ke-20 berlangsung suatu transformasi yang memberantakan aturan-aturan lama, persis abad ke-19 memberantakan tatanan abad ke-18. Di sini juga terjadi transformasi dari pikiran ideologis yang dibutuhkan untuk membenarkan praksis abad ke-20. Karakteristik esensial kapitalisme abad ke- 20 adalah digantikannya kompetisi tanpa kendali dari pasar bebas oleh
  • 6. integrasi dan koordinasi dalam ekonomi. Di sini Negara secara besar-besaran masuk untuk mengatur dan menstabilkan keadaan. c. Hukum sebagai rekayasa social Hukum sebagai rekayasa sosial atau sarana rekayasa sosial merupakan fenomena yang menonjol pada abad ke-20 ini. Tidak seperti halnya dalam suasana tradisional, dimana hukum lebih merupakan pembadanan dari kaidah- kaidah sosial yang sudah tertanam dalam masyarakat, hukum sekarang sudah menjadi sarana yang sarat dengan keputusan politik. Secara pasti penggunaan hukum sebagai sarana rekayasa sosial dipelopori oleh Roscoe Pound, yang pada tahun 1912 melontarkan suatu paket gagasan yang kemudian dikenal dengan sebagai program aliran hukum sosiologis. Program tersebut dirumuskan dalam tulisannya berjudul Scope and Purposive of Sociological Jurispridence. Program Pound tersebut makna sosiologisnya terlihat pada sifatnya yang : 1. Lebih diarahkan kepada bekerjanya hukum daripada kepada isinya yang abstrak 2. Memandang hukum sebagai lembaga sosial yang dapat dikembangkan melalui usaha manusia dan menganggap sebagai kewajiban mereka untuk menemukan cara-cara terbaik dalam memajukan dan mengarahkan usaha sedemikian itu 3. Lebih menekankan pada tujuan-tujuan sosial yang dilayani oleh hukum daripada sanksinya. 4. Menekankan, bahwa aturan-aturan hukum itu harus lebi dipandang sebagai pedoman untuk mencapai hasil-hasil yang dianggap adil oleh masyarakat daripada sebagai kerangka yang kaku. Penggunaan hukum sebagai sarana rekayasa sosial tidak dapat dilepaskan dari anggapan serta faham bahwa hukuman itu merupakan sarana (instrumen) yang dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan yang jelas. Penggunaan hukum sebagai sarana rekayasa sosial membawa kita kepada penelitian mengenai kaitan antara pembuatan hukum atau cara-cara yang dilakukan oleh hukum dengan hasil atau akibat yang kemudian muncul. Adam Podgorecki mengajukan beberapa langkah yang harus ditempuh, apabila pembuatan
  • 7. hukum ingin memberikan akibat seperti dikehendaki. Adapun langkah-langkah dalam rekayasa sosial itu antara lain : 1. Mendeskripsikan situasi yang dihadapi dengan baik 2. Analisis terhadap penilaian-penilaian mengenai situasi tersebut dan menentukan jenjang susunannya. 3. Melakukan verifikasi hipotesa-hipotesa 4. Pengukuran efek hukum yang dibuat. Sesungghnya proses rekayasa sosial dengan menggunakan hukum merupakan proses yang tidak berhenti pada pengukuran efektivitasnya, melainkan bergulir terus. Proses yang bersambungan terus itu mengandung arti, bahwa temuan- temuan dalam pengukuran akan menjadi umpan balik untuk semakin mendekatkan hukum kepada tujuan yang ingin dicapainya. B. Sosilogi hukum Hubungan Timbal Balik antara Hukum dan Perubahan Sosial Pendekatan yang berlawanan dari pakar reformasi sosial Inggris Jeremy Bentham dan pakar Jerman Friedrich Karl Von Savigny telah memberikan paradigma yang saling bertolak belakang tentang hal (proposition) ini. Pada permulaan era industrialisasi dan urbanisasi di Eropa, Bentham mengharapkan agar reformasi hukum dapat merespons dengan cepat kebutuhan-kebutuhan sosial dan untuk merestrukturisasi masyarakat. Dia dengan gratis memberi saran kepada pemimpin-pemimpin Revolusi Perancis, karena ia percaya bahwa negara- negara dengan tahap perkembangan ekonomi yang sama memerlukan “obat” (remedies) yang sama untuk masalah ekonomi mereka. Pada kenyataannya, adalah filosofi Bentham dan semua pengikutnya, yang mengubah Parlemen Inggris – dan parlemen di negara-negara lainnya – ke dalam instrumen-instrumen legislatif aktif untuk membawa reformasi sosial sebagian untuk merespons dan sebagian sebagai stimulan untuk kebutuhan-kebutuhan sosial yang dirasakan. Juga menulis pada waktu yang sama, Savigny , seperti yang telah saya bahas di Bab 2, menghujat reformasi hukum yang menyapu (the sweeping legal reforms) yang dibawa oleh Revolusi Perancis yang mengancam untuk menginvasi Eropa Barat. Ia percaya bahwa adat populer yang dikembangkan secara penuh, dapat membentuk dasar dari perubahan hukum. Karena adat tumbuh dari kebiasaan
  • 8. dan kepercayaan dari orang-orang tertentu, dan bukan karena pernyataan humanitas abstrak, maka perubahan hukum adalah kodifikasi dari adat dan hal itu adalah perubahan berskala nasional, dan bukan universal (He believed that only fully developed popular customs could form the basis of legal change. Since customs grow out of the habits and beliefs of specific people, rather that expressing those of an abstract humanity, legal changes are codifications of customs and they can only be national, never universal). Satu abad kemudian, hubungan antara hukum dan perubahan sosial tetap controversial. “Tetap ada 2 pendapat yang bertolak belakang tentang hubungan antara kaidah-kaidah hukum (legal precepts) dan sikap-sikap dan perilaku masyakarat. Menurut pendapat yang satu, hukum ditentukan oleh perasaan keadilan (sense of justice) dan sentimen moral dari populasi, dan legislasi hanya dapat mencapai hasil bila tetap berada dekat secara relatif dengan norma-norma sosial yang berlaku (prevailing social norms). Menurut pendapat yang lain, hukum, khususnya legislasi, adalah wahana (vehicle) melalui mana evolusi sosial yang terprogram dapat dilakukan” (Aubert, 1969: 69). Pada satu sisi ekstrim, terdapat pandangan bahwa hukum adalah peubah tak bebas (dependent variable), yang ditentukan dan dibentuk oleh pamali-pamali yang ada (current mores) dan opini-opini dari masyarakat. Menurut pendapat / posisi ini, perubahan hukum adalah tidak mungkin kecuali didahului oleh perubahan sosial; reformasi hukum tidak dapat melakukan apa-apa kecuali mengkodifikasi hukum. Jelas hal ini tidak benar, dan mengabaikan fakta bahwa sepanjang sejarah institusi-institusi hukum telah ditemukan untuk “mempunyai peranan yang jelas, dan bukan pengertian yang meraba-raba, sebagai suatu instrumen yang mengatur (set off), memonitor, atau meregulasi fakta atau kecepatan dari perubahan sosial” (Friedman, 1969: 29). Pendapat ekstrim lainnya diberikan oleh pakar hukum Soviet, seperti P.P. Gureyev dan P.I. Sedugin (1977), yang melihat hukum sebagai instrumen untuk melakukan rekayasa sosial (social engineering). Pendapat mereka adalah, “selama periode transisi dari kapitalisme ke sosialisme, Negara Soviet telah menggunakan legislasi secara luas untuk mengarahkan masyarakat, memulai dan mengembangkan bentuk-bentuk sosial ekonomi, menghapuskan setiap bentuk eksploitasi, dan meregulasi berdasarkan tenaga kerja dan konsumsi dari produk- produk tenaga kerja sosial (products of social labour). Ia menggunakan legislasi untuk membuat dan meningkatkan lembaga-lembaga sosialis demokratis, untuk
  • 9. membuat hukum dan ketertiban yang keras (firm law and order), melindungi sistem sosial dan keamanan Negara, dan mengembangkan sosialisme” (Gureyev dan Sedugin, 1977: 12). Pandangan-pandangan ini menggambarkan 2 ekstrim dari pendapat (continuum) yang berkaitan dengan hubungan antara hukum dan perubahan sosial. Masalah keterkaitan (interplay) antara hukum dan perubahan sosial jelas bukanlah masalah yang sederhana. Jelasnya, pertanyaannya adalah : Apakah hukum mengubah masyarakat ? atau Apakah perubahan sosial mengubah hukum ? Kedua pendapat ini kemungkinan benar. Namun, akan lebih tepat untuk menanyakan, di bawah kondisi-kondisi apakah hukum dapat menyebabkan perubahan sosial, pada level apakah, dan sejauh mana ? Begitu pula, persyaratan agar perubahan sosial dapat mengubah hukum juga harus dijelaskan lebih jauh. Pada umumnya, di masyarakat yang sangat urban dan sangat terindustrialisasi seperti Amerika Serikat, hukum telah memainkan peran yang besar dalam perubahan sosial, dan sebaliknya, atau sekurangnya lebih besar daripada pada kasus masyarakat tradisional atau dalam pemikiran sosiologi tradisional (Nagel, 1970: 10). Ada beberapa cara untuk menggambarkan hubungan timbal balik ini. Sebagai contoh, dalam domain hubungan antar keluarga, urbanisasi dengan apartemen-apartemen yang kecil, telah mengurangi keinginan untuk tinggalnya keluarga dari tiga generasi di dalam satu rumah tangga. Perubahan sosial ini telah menyebabkan adanya hukum-hukum keamanan jaring sosial (social security laws) yang pada gilirannya telah membantu perubahan dalam tenaga kerja dan institusi sosial bagi orang yang berusia lanjut. Perubahan dalam hubungan induk semang-penyewa (landlord- tenant relationship) telah mengubah hukum tata bangunan (housing codes), yang menyebabkan perubahan dalam hubungan perinduksemangan. Sebagai akibat dari perubahan teknologi, hubungan antara pemilik properti dengan individu- individu lainnya telah menjadi “kurang pribadi” (more impersonal) dan kemungkinan besar telah mengarah ke kerugian (injury), dan sebagai hasilnya, telah menyebabkan perubahan definisi hukum tentang “uang simpanan” (fault), yang pada gilirannya telah mengubah sistem asuransi Amerika. Akhirnya, dalam konteks hubungan antara majikan dengan pegawai (employer-employee relations), dalam sejarah Amerika sebelum tahun 1930an (masa depresi besar Amerika – penerjemah) telah mengaktifkan aturan dan statuta (precedents and
  • 10. statutes) yang menjamin hak buruh untuk membentuk serikat buruh, dan ketika Undang-Undang Wagner telah diundangkan, persentase jumlah buruh dalam serikat buruh telah meningkat, walaupun juga telah mencapai titik kejenuhan (Nagel, 1970:1). Walaupun ada gambaran yang jelas tentang adanya hubungan timbal balik antara hukum dan perubahan sosial, untuk tujuan analisis, saya akan memandang hal ini sebagai hal yang mandiri (unilateral). Di sini, di seksi selanjutnya saya akan membahas kondisi-kondisi dimana perubahan sosial telah menyebabkan peubahan hukum; kemudian, dalam seksi berikutnya, saya akan membahas hukum sebagai instrumen perubahan sosial. a. Kelompok-kelompok sosial dan hukum Manusia adalah makhluk individu yang tidak dapat melepaskan diri dari hubungan dengan manusia lain. Sebagai akibat dari hubungan yang terjadi di antara individu-individu (manusia) kemudian lahirlah kelompok-kelompok sosial (social group) yang dilandasi oleh kesamaan-kesamaan kepentingan bersama.Kelompok atau group adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi satu sama lain, pada umumnya hanya untuk melakukan pekerjaan, untuk meningkatan hubungan antar individu, atau bisa saja untuk keduanya. Sebuah kelompok suatu waktu dibedakan secara kolektif, sekumpulan orang yang memiliki kesamaan dalam aktifitas umum namun dengan arah interaksi terkecil. b. Stratifikasi Sosial dan Hukum Lapisan–lapisan yang terjadi dimasyarakat akan membawa perbedaan dalam perlakuan dan pemberian fasilitas yang akan diterima oleh masing-masing lapisan tersebut. Sebagai contoh bagi mereka yang memiliki banyak uang, akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan, dan mungkin juga kehormatan, bagi mereka yang memiliki kekuasaan akan mudah dalam mendapatkan uang agar kaya.
  • 11. Lapisan-lapisan masyarakat seperti tersebut diatas dikenal dengan Social Stratification1[1]. Istilah staratification berasal dari kata stratum ( strata) yang berarti lapisan. Menurut Pitrim A. Sorokin social stratification adalah pembedaan penduduk atau masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat ( hierarkis). Di India dikenal dengan adanya empat lapisan masyarakat ( kasta) yaitu: 1. Kasta Brahmana ( dalam kelompok ini adalah para pendeta) 2. Kasta Ksatria ( dalam kelompok ini adalah golongan bangsawan dan tentara) 3. Kasta vaicya ( masuk dalam kelompok ini adalah para pedagang) 4. Kasta sudra ( adalah terdiri dari rakyat jelata) Masyarakat yang tidak termasuk dalam golongan-golongan diatas dikelompokan dalam golongan paria. Kriteria yang dipakai untuk menggolong-golongkan masyarakat dalam lapisan-lapisan tertentu adalah: - Ukuran kekayaan - Ukuran kekuasaan - Ukuran kehormatan - Ukuran ilmu pengetahuan. Kedudukan diartikan sebagai tempat atau porsi seseorang dalam satu kelompok sosial. Kedudukan sosial adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain dalam arti lingkungan pergaulanya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajibannya. Kedudukan tersebut dibagi2[3]; 1. Ascribed status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan, yang diperoleh karena kelahiran. Contoh seorang bangsawan. 2. Achieved status adalah keduudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.