Dokumen tersebut membahas tentang envenomasi (keracunan akibat bisa) yang dapat terjadi akibat gigitan atau sengatan dari berbagai hewan seperti ular berbisa, mamalia beracun, serangga beracun, dan hewan laut beracun. Dokumen ini juga menjelaskan gejala klinis dan penatalaksanaan yang perlu dilakukan untuk berbagai jenis envenomasi tersebut.
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
ENVENOMASI
1. ENVENOMASI
DEFINISI
Menurut arti bahasa, envenomasi adalah keracunan akibat bisa. Kasus envenomasi ini merupakan kasus
kegawatdaruratan yang perlu penanganan secara cepat dan tepat. Envenomasi adalah proses dimana racun
disuntikkan dengan gigitan (atau sengatan) dari hewan berbisa. Racun adalah zat atau senyawa yang
masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Semua bahan yang bersifat racun pasti
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan efek yang merugikan pada makhluk hidup. Keracunan lebih
sering dikaitkan dengan gejala klinis dan juga paparan racun yang tidak disengaja. Kebanyakan racun
ditransmisikan melalui gigitan pada kulit korban, tetapi beberapa racun ada yang diterapkan secara
eksternal, terutama untuk jaringan yang sensitif seperti jaringan yang mengelilingi mata.
JENIS-JENIS ENVENOMASI
A. Mamalia Beracun
Gigitan mamalia ke manusia biasanya menimbulkan edema lokal, luka dengan nyeri ringan, dan sedikit
menimbulkan efek sistemik. Beberapa contohnya antara lain :
- The short-tailed shrew, ditemukan di Amerika Utara
- The solenodon, ditemukan di Amerika Tengah
- The platypus, ditemukan di Australia dengan racun dihasilkan oleh kelenjar di dasar kaki belakang.
B. Gigitan Ular Berbisa
Ciri-ciri ular tidak berbisa :
- Bentuk kepala :segiempat panjang
- Gigi taring : kecil
- Bekas gigitan : luka halus berbentuk
lengkungan
Ciri-ciri ular berbisa:
- Bentuk kepala : segitiga
- Gigi taring : dua besar di rahang atas
- Bekas gigitan : dua luka gigitan utama akibat
gigi taring
Gambar 1. Perbedaan ular berbisa dengan ular yang tidak berbisa
Gejala klinis
1) Gigitan Elapidae
a. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang
berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
b. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
c. Setelah digigit ular
paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan,
sehingga sukar bicara, susah menelan, otot lemas, kelopak mata
menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah, pandangan kabur, mati rasa
di sekitar mulut. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
2. 2) Gigitan Viperidae
a. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah
beberapa jam berupa bengkak di dekat gigitan yang
menyebar ke seluruh anggota badan.
b. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau
setelah beberapa jam.
c. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan
di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau
ditandai dengan perdarahan hebat.
3) Gigitan Hydropiidae (ular laut)
a. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal,
berkeringat, dan muntah.
b. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya
timbul kaku dan nyeri menyeluruh, dilatasi pupil,
spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria
yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (ini
penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti
jantung.
4) Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae
a. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan,
ekimosis, nyeri di daerah gigitan, semua ini indikasi perlunya
pemberian polivalen crotalidae antivenin.
b. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
3. Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa
ular dapat dibedakan menjadi bisa hemotoksik,
yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan
sistem pembuluh darah; bisa neurotoksik, yaitu
bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak;
dan bisa sitotoksik, yaitu bisa yang hanya bekerja
pada lokasi gigitan.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit
menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang
yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang
diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik,
nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening.
Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan
banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah
tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar
getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari
famili Viperidae)
4. C. Hewan Laut (Marine Animal)
-ubur : The Box Jellyfish Irukandji
-Ringed Octopus / gurita
D. Sengatan Serangga
1. Black Widow (latrodectus mactans)
- kecuali merasa sarang telurnya
terancam
- Gejala awal : seperti tercocok peniti (pinprick
sensation), sakit tumpul (dull ache)
- Gejala sistemik : kram beberapat otot,
berkeringat, vomitus, hipertensi
2. Arizona Recluse Spider: (Loxosceles
arizonica)
ditemukan di
arizona,
california, texas
dan mexico
5. asimptomatik
3. Arizona Bark Scorpion (Centruroides
sculpturatus)
lakukan tap tes
Agitasi, takikardi, penjalaran ke sekitar mata, otot
fasik, susah kontrol pernafasan.
4. Vespidae (wasps/ tawon)
lat
sengatnya tidak
mempunyai
kait-kait,
sehingga tidak
tertinggal pada
tubuh ketika
menyengat mangsanya.
5. APIDAE (Bees/ LEBAH MADU)
-kait dan
tertingal pada tubuh mangsanya setelah
menyengat
menyebabkan neurotoksiks, sedangkan
fosfolipase A dan Hyaluronidase dapat
menyebabkan hemolisis.
6. -oedem, nausea, dyspnoe, oedem
pd wajah, koma dan dapat meninggal; 80% bagi
yang sangat sensitif dapat meninggal
6. CHILOPODA
Gejala : merah dan bengkak pada ekstremitas,
sensai terbakar, gatal, sakit kepala, mual muntah,
palpitasi
E. Gigitan Hewan Tersangka Rabies
Rabies merupakan penyakit endemik di Afrika dan Asia. Penyakit ini merupakan penyakit akibat virus
yang berasal dari hewan yang dapat menimbulkan kematian, ditransmisikan ke manusia melalui kontak
(umumnya gigitan dan cakaran) dengan hewan terinfeksi.
Agen penyebab : Lyssaviruses of the Rhabdoviridaefamily.
Host : canidae, termasuk anjing, rubah, anjing hutan, serigala, kucing, sigung, raccoons, kelelawar
vampire dan musang.
Patogenesis :
penderita rabies.
-reseptor pada sel neuron sampai ke daerah axon.
nervus system
Terdapat dua bentuk epizootic Rabies yaitu urban rabies yang terjadi pada jenis mamalia pet animal dan
sylvatic rabies yang terjadi pada jenis mamalia liar .
Klinis :
: 1 minggu hingga lebih, umumnya 1 bulan
7. dilatasi pupil, keringat berlebihan, halusinasi,
kaku otot, keinginan melawan, dysphagia sehingga hypersalivasi dan hydrophobia.
PENATALAKSANAAN
A. Gigitan Ular Berbisa
Pertolongan pertama (First Aid)
a) cek ABCs (airway, brething, circulation)
b) tenangkan korban yang cemas
c) inspeksi area gigitan : cari tanda gigitan taring (fang marks), edema, eritema, nyeri lokal, perdarahan,
memar, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae)
8. Perawatan di rumah sakit
a. Pengobatan syok/gagal napas
Atasi syok jika timbul.Paralisis otot pernapasan dapat berlangsung beberapa hari dan hal ini memerlukan
intubasi (lihat buku panduan pelatihan APRC/APLS dari UKK PGD-IDAI) dan ventilasi mekanik (lihat
buku panduan pelatihan Ventilasi Mekanik pada Anak dari UKK PGD-IDAI) hingga fungsi pernapasan
normal kembali; atau ventilasi manual (dengan masker atau pipa endotrakeal dan kantung (Jackson Rees)
yang dilakukan oleh staf dan atau keluarga sementara menunggu rujukan ke rumah sakit rujukan yang
9. lebih tinggi terdekat. Perhatikan keamanan fiksasi pipa endotrakeal. Sebagai alternatif lain adalah
trakeostomi elektif.
b. Antibisa
Jika didapatkan gejala sistemik atau lokal yang hebat (pembengkakan pada lebih dari setengah
ekstremitas atau nekrosis berat) berikan antibisa jika tersedia.
Siapkan epinefrinSK atau IM bila syok dan difenhidramin IM untuk mengatasi reaksi alergi yang terjadi
setelah pemberian antibisa ular (lihat di bawah).Berikan antibisa polivalen.Ikuti langkah yang diberikan
dalam brosur antibisa. Dosis yang diberikan pada anak sama dengan dosis pada orang dewasa.Larutkan
antibisa 2-3 kali volume garam normal berikan secara intravena selama 1 jam. Berikan lebihperlahan
pada awalnya dan awasi kemung-kinan terjadi reaksi anafilaksisatau efeksamping yang seriusJika gatal
atau timbul urtikaria, gelisah, demam, batuk atau kesulitan bernapas, hentikan pemberian antibisa dan
berikan epinefrin0.01 ml/kg larutan 1/1000 atau 0.1 ml/kg 1/10.000 SK. Difenhidramin 1.25
mg/kgBB/kali IM, bisa diberikan sampai 4 kali perhari (maksimal 50 mg/kali atau 300 mg/hari). Bila anak
stabil, mulai kembali berikan antibisa perlahan melalui infus.Tambahan antibisa harus diberikan setelah
6 jam jika terjadi gangguan pembekuan darah berulang, atau setelah 1-2 jam, jika pasien terus
mengalami perdarahan atau menunjukkan tanda yang memburuk dari efekneurotoksik atau
kardiovaskular.
Transfusi darah tidak diperlukan bila antibisa telah diberikan. Fungsi pembekuan kembali normal setelah
faktor pembekuan diproduksi oleh hati. Tanda neurologi yang disebabkan antibisa bervariasi, tergantung
jenis bisa.
Pemberian antibisa dapat diulangi bila tidak ada respons.Antikolinesterase dapat memperbaiki gejala
neurologi pada beberapa spesies ular (lihat buku standar pediatri untuk penjelasan lebih lanjut).
c. Pengobatan lain
Pembedahan
Mintalah pendapat/pertimbangan bedah jika terjadi pembengkakan pada ekstremitas, denyut nadi
melemah/tidak teraba atau terjadi nekrosis lokal. Tindakan bedah meliputi: Eksisi jaringan nekrosisInsisi
selaput otot (fascia) untuk menghilangkan limb compartments, jika perluSkin grafting, jika terjadi
nekrosis yang luasTrakeostomi (atau intubasi endotrakeal) jika terjadi paralisis otot pernapasan dan
kesulitan menelan.
d. Perawatan penunjang
Berikan cairan secara oral atau dengan NGT sesuai dengan kebutuhan per hari. Buat catatan cairan masuk
dan keluar. Berikan obat pereda rasa sakit. Elevasi ekstremitas jika bengkak. Berikan profilaksis
antitetanus. Pengobatan antibiotik tidak diperlukan kecuali terdapat nekrosis. Hindari pemberian suntikan
intramuskular. Pantau ketat segera setelah tiba di rumah sakit, kemudian tiap jam selama 24 jam karena
racun dapat berkembang dengan cepat.
B. Gigitan hewan tersangka rabies
Penanganan Awal
Pada manusia yang tergigit hewan di daerah tertular rabies perlu diwaspadai . Luka gigitan harus sesegera
mungkin dicuci dengan detergent selama 5 – 10 menit di bawah air yang mengalir sebagai upaya untuk
merusak envelope dari virus rabies. Selanjutnya diberi alcohol 70% atau iodium tincture. Luka sebaiknya
tidak dijahit, bila harus dijahit maka KURIKULUM PTBMMKI 2013/2014 STAF PENDIDIKAN
DAN LATIHAN PTBMMKI 2013.2014
64
10. dilakukan setelah diberi local antiserum dan jahitan tidak boleh terlalu erat sehingga menghalangi
pendarahan atau drainase.
Penanganan lanjutan
-rabies imunoglobulin secara berangsur-angsur ke dalam luka dan dengan infiltrasi di sekitar luka;
secara lokal
-tetanus dan terapi antimikroba dan obat-obatan
untuk mengendalikan infeksi selain rabies
Sumber : WHO Recommendations on Rabies Post-Exposure Treatment and the Correct Technique of
Intradermal immunization against Rabies
Pencegahan
Pencegahan imunologis terhadap rabies pada manusia adalah dengan memberikan Human Rabies
Immunoglobulin (HRIG) secepat mungkin setelah terpajan untuk menetralisir virus pada luka gigitan,
dengan dosis tunggal 20IU/kg BB, setengahnya diinjeksikan ke dalam dan di sekitar luka dan
setengahnya diberikan IM.
11. Selanjutnya diberikan vaksin pada tempat yang berbeda untuk mendapatkan imunitas aktif dengan HDCV
atau RVA dalam 5 dosis0,5 atau 1,0 cc IM pada daerah deltoid. Dosis pertama diberikan segera setelah
gigitan (pada saat yang sama diberikan dosis tunggal HRIG) dan dosis selanjutnya pada hari ke 3, 7, 14
dan 28 setelah dosis pertama
C. Pengobatan sengatan serangga
a. Apidae (lebah madu)
-pelan dengan pisau atau jari
tangan sampai jarum lebah tersebut keluar.
zalf
b. Chilpoda
Reasuransi dan nyeri bantuan dalam bentuk kombinasi analgesik dan obat anti-inflamasi nonsteroid dan
antihistamin dan anxiolytics, jika dianggap aman dalam setiap kasus tertentu. Ketinggian ekstremitas
dan administrasi obat diuretic jika bahaya sindrom kompartment muncul. Korban harus menerima
vaksinasi tetanus toksoid dan harus diamati selama 4 jam sebelumdibuang dari pengawasan medis.
INTOKSIKASI
Intoksikasi adalah kondisi yang terjadi akibat pemberian zat psikoaktif dan menyebabkan gangguan pada
tingkat kesadaran , kognisi , persepsi , penilaian , yang berpengaruh pada fungsi lainnya. Intoksikasi
merupakan salah salah satu kegawatdaruratan medis yang sering terjadi dan dapat terjadi dimana saja.
Baik itu di rumah, lingkungan kerja, dan bahkan di pegunungan. Keracunan bukanlah hal yang dianggap
remeh dikarenakan dapat mengakibatkan kematian jika tidak ditangani dengan benar. Oleh karena itu,
penanggulanan keracunan harus diketahui oleh semua masyarakat. Khususnya pertolongan pertama
dalam mengatasi keracunan sebelum pertolongan lanjut dari dokter.
Gejala umum
Turunnya frekuensi nafas, pupil yang melebar (dilatasi), turunnya laju nafas, denyut jantung menjadi
lebih cepat atau lebih lambat, pusing, diare, cramp perut, keringat dingin, halusinasi, air liur yang
berlebihan (hipersalivasi), sianosis (kebiruan pada kulit), penurunan kesadaran.
Penanganan
1. Menghentikan penyerapan racun
a. Intoksikasi Makanan
1. Encerkan racun yang ada di lambung dengan : air, susu, atau norit.
2. Kosongkan lambung (efektif bila racun tertelan sebelum 4 jam) dengan cara :
- Dimuntahkan :
Bisa dilakukan dengan cara mekanik (menekan reflek muntah di tenggorokan)
Kontraindikasi :
Cara ini tidak boleh dilakukan pada keracunan zat korosif (asam/basa kuat, minyak tanah, bensin),
kesadaran menurun dan penderita kejang.
- Bilas lambung :
• Pasien telungkup, kepala dan bahu lebih rendah.
• Bilas dengan : air, larutan norit, Natrium bicarbonat 5 %, atau asam asetat 5 %.
• Pembilasan sampai 20 kali, rata-rata volume 250 cc.
Kontraindikasi :
keracunan zat korosif & kejang.
- Bilas Usus Besar : bilas dengan pencahar, diuretik
b. Racun melalui inhalasi
- Pindahkan penderita ke tempat aman dengan udara yang segar.
12. - Pernafasan buatan penting untuk mengeluarkan udara beracun yang terhisap, jangan menggunakan
metode mouth to mouth.
2. Pengobatan simptomatis / mengatasi gejala
- Gangguan sistem pernafasan dan sirkulasi : RJP
- Gangguan sistem susunan saraf pusat :
• Kejang : beri diazepam atau fenobarbital
• Odem otak : beri manitol atau dexametason.
3. Pengobatan spesifik dan antidotum
a. Keracunan Asam / Basa Kuat (Asam Klorida,
Asam Sulfat, Asam Cuka Pekat, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida).
- Dapat mengenai kulit, mata atau ditelan.
- Gejala : nyeri perut, muntah dan diare.
- Tindakan :
• Keracunan pada mata :
- Posisi kepala ditengadahkan dan miring ke sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya. Buka
kelopak mata perlahan dan aliri dengan aquades atau NaCl 0,9% secara perlahan samapai zat racunnya
diperkirakan sudah hilang (hindari bekas larutan pencucian mengenai wajah atau mata lainnya)
selanjutnya tutup mata dengan kassa steril.
• Keracunan ditelan / tertelan :
- asam kuat dinetralisir dengan antasida
- basa kuat dinetralisir dengan sari buah atau cuka
- jangan bilas lambung atau tindakan emesis
- beri antibiotik dan antiinflamasi.
c. Keracunan formalin
- bilas lambung dengan larutan amonia 0,2 %, kemudian diberi minum norit / air susu
d. Keracunan insektisida
- berikan pencahar, bilas lambung
e. Keracunan senyawa hidrokarbon
- jangan dimuntahkan, beri pencahar, bilas lambung
f. Keracunan karbon mono-oksida
- berikan oksigen
Referensi
1. Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia Region,
World Health Organization, 2005.
2. Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia, 2002.
3. Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28, Number
3, March, 2001.
4. Djoko, Widodo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing
5. Aggarwal Praveen, Handa Rohini. Acute Poisoning – Management Guidelines. New Delhi : India
Institute of Medical Sciences, Ansari Nagar
6. Hoving D.J Van. 2011. Emergency management of acute poisoning. Tygerberg, South Africa :
African Journal of Emergency Medicine (http://www.afjem.org/article/S2211-419X(11)00042-
5/fulltext)
7. IPD (buku ilmu penyakit dalam)