SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Download to read offline
MAKALAH TOKSIKOLOGI
KERACUNAN GIGITAN ULAR BERBISA
Oleh:
FARMASI C
 Mely Utami W. (201210410311208)
 Kartika Puspa Dewi (201210410311097)
 Novi Fachrunnisa (201210410311051)
 Septia Alfionika (201210410311045)
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2013/2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil'alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
Toksikologi tentang “Keracunan Gigitan Ular Berbisa”.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik yang konstruktif serta saran dari para pembaca, untuk
penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna sehingga dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amiin.
Malang, Juni 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan
atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang
dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada
beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering
terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat
gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan
informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies
ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki
sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk
menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa
dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah
yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan
bisa merupakan suatu kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi
kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi
merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.
Patofisologi atau proses bisa ular masuk ke dalam tubuh untuk setiap ular kurang lebih
sama.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana patofisiologi akibat gigitan ular berbisa?
2. Apakah tanda-tanda gigitan ular berbisa?
3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
gigitan ular berbisa?
4. Apa saja komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang mendapatkan gigitan ular
berbisa?
C. TUJUAN
1. Mempelajari patofisiologi akibat gigitan ular berbisa
2. Menjelaskan tanda-tanda gigitan ular berbisa
3. Menguraikan cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
gigitan ular berbisa
4. Menjelaskan beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang
mendapatkan gigitan ular berbisa
BAB II
PEMBAHASAN
I. PATOFISIOLOGI GIGITAN ULAR
Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa ular
dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring
ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa
setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman
yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang
dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang
akan dikeluarkan.
Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk
mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari
air. Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular
terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase.
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami pendarahan kesan
daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan darah merah yang mana
darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya akan
berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau batuk
berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis
Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan darah yang banyak akan
mengancam nyawa mangsa. Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan
anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasanya full paralysis akan memakan waktu
lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah
gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda-
tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat
gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria,
haematomisis, melena dan batuk darah.
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular
tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat
dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan
saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran
gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
 Ciri-ciri ular tidak berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan luka halus berbentuk lengkungan
 Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan dua luka gigitan utama akibat gigi taring
 JENIS-JENIS RACUN ULAR
Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut
bersifat:
- Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise
otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang
terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma.
- Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau
menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri
sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas
gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis,
hematemesis, gagal ginjal.
- Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
- Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot
jantung.
- Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.
- Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat patukan
- Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada
korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan
ketubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku,
dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai
spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala
dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal,
pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh,
infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
II. GEJALA KLINIS
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
1. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan
karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
2. Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual,
hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
 Derajat Gigitan Ular (Parrish)
1. Derajat 0
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan minimal, diameter 1 cm
2. Derajat I
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
3. Derajat II
- Sama dengan derajat I
- Petechie, echimosis
- Nyeri hebat dalam 12 jam
4. Derajat III
- Sama dengan derajat I dan II
- Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh
5. Derajat IV
- Sangat cepat memburuk.
III. PERTOLONGAN PERTAMA DAN PERAWATAN LANJUTAN
Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular
sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau
orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk
menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari
komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi
gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan
medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas;
imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat
atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau
kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah
bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan
terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan
pendarahan lokal.
Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.
Terapi yang dianjurkan meliputi :
a) Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
b) Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan
lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang
tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan.
Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan
jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak
dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat
menyebabkan efek sistemik yang lebih berat.
c) Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan
nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan
shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba
memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot
rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.
d) Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e) Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f) Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
g) Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka
sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia,
antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular.
Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang
luas.
Indikasi SABU (Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya gejala venerasi sistemik dan
edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way
(Depkes, 2001) :
 Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika
derajat meningkat maka diberikan SABU
 Derajat II: 3-4 vial SABU
 Derajat III: 5-15 vial SABU
 Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
 ANTIDOT
Pada tahun 2000 bulan Desember terdapat produk baru yaitu Crotalinae Polyvalent
Immune Fab (ovine) antivenon yang berasal dari serum domba. Serum Fab ini ternyata
lima kali lebih poten dan efektif sebagai anti bisa dan jarang terdapat komplikasi akibat
pem- beriannya. Penggunaan serum Fab dianjurkan diencer- kan dalam 250 ml NaCl
0,9% dan pemberiannya lebih dari satu jam melalui intravena. Untuk pasien yang masih
sangat kecil (berat badan kurang dari 10 kg), volume cairan dapat disesuaikan. Jumlah
penggunaan anti bisa ular tergantung derajat beratnya kasus. Kasus dengan derajat none
tidak diberikan anti bisa, untuk kasus dengan derajat minimal diberikan 1-5 vial
sedangkan moderate dan severe lebih dari 15 vial
 DESKRIPSI
Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah an- tisera murni yang dibuat dari plasma
kuda yang memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang bersifat neurotoksik (seperti
ular dari jenis Naja sputatrix – Ular Kobra, Bungarus fasciatus – Ular Belang) dan yang
bersifat hemotoksik (ular Agkistrodon rho- dostoma – Ular Tanah) yang banyak ditemu-
kan di Indonesia, serta mengandung fenol sebagai pengawet. Serum Anti Bisa Ular
Polivalen berupa cairan bening kekuningan.
 SUB KELAS TERAPI
Obat yang Mempengaruhi Sistem Imun
 KOMPOSISI
 Zat aktif :
Setiap mL mengandung anti bisa ular :
 Agkistrodon rhodostoma ≥ 10 LD50
 Bungarus fasciatus ≥ 25 LD50
 Naja sputatrix ≥ 25 LD50
 Zat tambahan:
 Fenol 2,5 mg
 INDIKASI
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa dari jenis Naja sputatrix,
Bungarus fasciatus, Agkistrodon rhodostoma.
 CARA KERJA OBAT
Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasuk- kan zat-zat Anti yang mampu
menetralisir bisa ular yang beredar dalam darah penderita.
 POSOLOGI
Jumlah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita pada saat akan
menerima antisera.
Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 mL yang bila ditambahkan ke dalam larutan
fisiologis menjadi larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan
40-80 tetes/ menit, diulang 6 jam kemudian.
Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-gejala tidak berkurang atau
bertambah) Serum Anti Bisa Ular Polivalen dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai
mak- simum 80 – 100 mL.
Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung
sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan.
Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-anak sama dengan dosis untuk
orang dewasa. Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan desensitisasi.
 Pemberian secara Intravena :
1. Hasil uji kepekaan harus negatif
2. Penyuntikan harus dilakukan secara perlahan
3. Penderita harus diamati paling sedikit selama 1 (satu) jam
 INTERAKSI OBAT
Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.
 PENGARUH ANAK
Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming yang parah
karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih besar.
;Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan
dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose); disebabkan hal ini
dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang
diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan
pasien
 PENGARUH KEHAMILAN
Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan. Keuntungan
penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan serum anti
bisa ular.
 PENGARUH MENYUSUI
Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi kemungkinan
risiko pada bayi.
 KONTRAINDIKASI
Penderita yang terbukti alergi terhadap antisera kuda.
 PERINGATAN & PERHATIAN
Karena tidak ada reaksi netralisasi silang (cross-neutralization) Serum Anti Bisa
Ular Polivalen ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia
bagian Timur (misalnya ular-ular dari jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus,
Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cystsa).
Dapat diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit asma berat jika sudah
menunjukkan tanda-tanda keracunan sistemik. Bukan untuk pemberian lokal pada tempat
yang digigit. Perhatikan Petunjuk Pemakaian Anti- sera.
 PENYIMPANAN
Serum anti bisa ular harus disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C.
 JANGAN DIBEKUKAN.
Masa daluarsa 2 tahun.
 KEMASAN
Dus : 10 Vial @ 5 mL
 BIOSAVE
Dus : 1 vial @ 5 mL
IV. KOMPLIKASI PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA
1. Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat,lemah dan tak teratur, pembengkakan, dan
perubahan warna yang hebat didaerah gigitan penting diperhatikan untuk menduga
adanya efek keracunan yang lanjut.
2. Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah gigitan.
3. Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat sehingga sedapat mungkin penderita
memperoleh perawatan intensif di rumah sakit.
 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah :
1. Menghalangi / memperlambat absorbsi bisa ular
2. Menetralkan bisa ular yang sudah masuk kedalam sirkulasi darah
3. Mengatasi efek local dan sistemik.
 SEBELUM PENDERITA DIBAWA KE PUSAT PELAYANAN KESEHATAN,ADA
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganate untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Penderita di istirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan.
3. Jangan memanipulasi daerah gigitan
4. Penderita dilarang berjalan dan minum minuman yang ber alcohol.
5. Apabila gejala timbul secara cepat,sementara belum tersedia Anti Bisa Ular,maka ikat
daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan ini berguna jika dilakukan sekitar
lebih dari 30 menit paska gigitan ular. Tujuannya adalah : Menahan aliran limfe , bukan
menahan aliran vena atau arteri.
6. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang
bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
7. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu
 SETELAH PENDERITA TIBA DI PUSAT PELAYANAN KESEHATAN
1. Dibawa ke Emergency Room, dan melakukan ABC (Penatalaksanaan Airway
Breathing and Circulation).
2. Pada penatalaksanaan sirkulasi,berikan infuse (Cairan yang bersifat Kristaloid)
3. Beri pertolongan pertama pada gigitan (perban ketat luka gigitan,imobilisasi
dengan bidai bila perlu).
4. Sampel darah untuk pemeriksaan : Trombosit, Kreatinin, Urea dan, elektrolit
5. Periksa waktu pembekuan darah,jika >10 menit,maka menunjukan kemungkinan
adanya koagulopati.
6. Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular,Serum kuda yang di kebalkan)Polivalen 1
ml.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya.
Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat
menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi
pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang
menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban.
Korban yang terkena gigitan ular harus segera diberi pertolongan pertama sebelum
dibawa dan dirawat di rumah sakit. Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai
pengelolaan gigitan ular. Untuk mengobati korban gigitan ular dianjurkan menggunakan
serum anti bisa ular.
DAFTAR PUSTAKA
http://ifan050285.wordpress.com/2010/03/24/penatalaksanaan-keracunan-akibat-gigitan-ular-
berbisa/
http://dr-medical.blogspot.com/2008/12/snake-bite-gigitan-ular.html
http://masmamad.blogspot.com/2009/09/penatalaksanaan-gigitan-ular-snake-bite.html
http://www.pom.go.id/RacunUlarBerbisa.pdf
http://pkugombong.blogspot.com/gigitan-ular-snake-bite.html

More Related Content

What's hot

Antomi Fisiologi Sistem Endokrin
Antomi Fisiologi Sistem EndokrinAntomi Fisiologi Sistem Endokrin
Antomi Fisiologi Sistem EndokrinHetty Astri
 
FARMAKOLOGI ANTITUSIF
FARMAKOLOGI ANTITUSIFFARMAKOLOGI ANTITUSIF
FARMAKOLOGI ANTITUSIFSapan Nada
 
Presentasi Sistem Saraf Otonom
Presentasi Sistem Saraf OtonomPresentasi Sistem Saraf Otonom
Presentasi Sistem Saraf OtonomLia Oktaviani
 
FARMAKOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
FARMAKOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)FARMAKOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
FARMAKOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)Sulistia Rini
 
Power Point Anatomi & Fisiologi (Sistem Saraf)
Power Point   Anatomi & Fisiologi (Sistem Saraf)Power Point   Anatomi & Fisiologi (Sistem Saraf)
Power Point Anatomi & Fisiologi (Sistem Saraf)basil_miaw
 
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)Sulistia Rini
 
Format pengkajian-askep-pada-pasien-hemodialisa
Format pengkajian-askep-pada-pasien-hemodialisaFormat pengkajian-askep-pada-pasien-hemodialisa
Format pengkajian-askep-pada-pasien-hemodialisaYabniel Lit Jingga
 
Kanal ion-sebagai-target-aksi-obat
Kanal ion-sebagai-target-aksi-obatKanal ion-sebagai-target-aksi-obat
Kanal ion-sebagai-target-aksi-obatMuzakkar Ilyas
 
Patofisiologi sistem endokrin 2
Patofisiologi sistem endokrin 2Patofisiologi sistem endokrin 2
Patofisiologi sistem endokrin 2Dedi Kun
 
Konsep dasar fisiologi, patologi, dan patofisiologis
Konsep dasar fisiologi, patologi, dan patofisiologisKonsep dasar fisiologi, patologi, dan patofisiologis
Konsep dasar fisiologi, patologi, dan patofisiologisanisya nana
 
Model dan konsep dasar keperawatan jiwa
Model dan konsep dasar keperawatan jiwaModel dan konsep dasar keperawatan jiwa
Model dan konsep dasar keperawatan jiwaAgus Arianto
 

What's hot (20)

Antomi Fisiologi Sistem Endokrin
Antomi Fisiologi Sistem EndokrinAntomi Fisiologi Sistem Endokrin
Antomi Fisiologi Sistem Endokrin
 
FARMAKOLOGI ANTITUSIF
FARMAKOLOGI ANTITUSIFFARMAKOLOGI ANTITUSIF
FARMAKOLOGI ANTITUSIF
 
Ppt malaria
Ppt malariaPpt malaria
Ppt malaria
 
Presentasi Sistem Saraf Otonom
Presentasi Sistem Saraf OtonomPresentasi Sistem Saraf Otonom
Presentasi Sistem Saraf Otonom
 
Fisiologi Kulit
Fisiologi KulitFisiologi Kulit
Fisiologi Kulit
 
Ckd
CkdCkd
Ckd
 
PPT Hematologi
PPT Hematologi PPT Hematologi
PPT Hematologi
 
FARMAKOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
FARMAKOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)FARMAKOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
FARMAKOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)
 
Sp rpk
Sp rpkSp rpk
Sp rpk
 
Rematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shbRematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shb
 
Power Point Anatomi & Fisiologi (Sistem Saraf)
Power Point   Anatomi & Fisiologi (Sistem Saraf)Power Point   Anatomi & Fisiologi (Sistem Saraf)
Power Point Anatomi & Fisiologi (Sistem Saraf)
 
Memahami Autoimun
Memahami AutoimunMemahami Autoimun
Memahami Autoimun
 
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
ASKEP PATEN DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)
 
Format pengkajian-askep-pada-pasien-hemodialisa
Format pengkajian-askep-pada-pasien-hemodialisaFormat pengkajian-askep-pada-pasien-hemodialisa
Format pengkajian-askep-pada-pasien-hemodialisa
 
imunoserologi
imunoserologiimunoserologi
imunoserologi
 
Kanal ion-sebagai-target-aksi-obat
Kanal ion-sebagai-target-aksi-obatKanal ion-sebagai-target-aksi-obat
Kanal ion-sebagai-target-aksi-obat
 
Patofisiologi sistem endokrin 2
Patofisiologi sistem endokrin 2Patofisiologi sistem endokrin 2
Patofisiologi sistem endokrin 2
 
Konsep dasar fisiologi, patologi, dan patofisiologis
Konsep dasar fisiologi, patologi, dan patofisiologisKonsep dasar fisiologi, patologi, dan patofisiologis
Konsep dasar fisiologi, patologi, dan patofisiologis
 
Kuliah sistem imun+alergi
Kuliah sistem imun+alergiKuliah sistem imun+alergi
Kuliah sistem imun+alergi
 
Model dan konsep dasar keperawatan jiwa
Model dan konsep dasar keperawatan jiwaModel dan konsep dasar keperawatan jiwa
Model dan konsep dasar keperawatan jiwa
 

Viewers also liked

First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjingFirst Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjingAfifah Izzah
 
Kelas b, kelompok 9 (maulana m. ibrahim 544, desita n. 558 , nurrizki s. 532,...
Kelas b, kelompok 9 (maulana m. ibrahim 544, desita n. 558 , nurrizki s. 532,...Kelas b, kelompok 9 (maulana m. ibrahim 544, desita n. 558 , nurrizki s. 532,...
Kelas b, kelompok 9 (maulana m. ibrahim 544, desita n. 558 , nurrizki s. 532,...Viktoria Lampard
 
Serum anti bisa ular
Serum anti bisa ularSerum anti bisa ular
Serum anti bisa ularWira Nugraha
 
Nilai Anggota PIK-KRR Melati
Nilai Anggota PIK-KRR MelatiNilai Anggota PIK-KRR Melati
Nilai Anggota PIK-KRR MelatiNovi Fachrunnisa
 
City of Novi AVL Applications for Fleet Management
City of Novi AVL Applications for Fleet ManagementCity of Novi AVL Applications for Fleet Management
City of Novi AVL Applications for Fleet ManagementChristopher Blough
 
Jadwal Piket Penjualan di Kopsis
Jadwal Piket Penjualan di KopsisJadwal Piket Penjualan di Kopsis
Jadwal Piket Penjualan di KopsisNovi Fachrunnisa
 
Laporan tetap pratikum Kimia (Penentuan Perubahan Entalpi Reaksi)
Laporan  tetap pratikum  Kimia (Penentuan  Perubahan  Entalpi  Reaksi)Laporan  tetap pratikum  Kimia (Penentuan  Perubahan  Entalpi  Reaksi)
Laporan tetap pratikum Kimia (Penentuan Perubahan Entalpi Reaksi)Novi Fachrunnisa
 
Denah Kelas 3A SMP Negeri 1 Dompu, Th 2008/2009
Denah Kelas 3A SMP Negeri 1 Dompu, Th 2008/2009Denah Kelas 3A SMP Negeri 1 Dompu, Th 2008/2009
Denah Kelas 3A SMP Negeri 1 Dompu, Th 2008/2009Novi Fachrunnisa
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CNovi Fachrunnisa
 

Viewers also liked (20)

First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjingFirst Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
First Aid - Gigitan ular, kucing, dan anjing
 
Penanganan Gawat Darurat Pada Gigitan ular
Penanganan Gawat Darurat Pada Gigitan ularPenanganan Gawat Darurat Pada Gigitan ular
Penanganan Gawat Darurat Pada Gigitan ular
 
Askep gigitan ular AKPER PEMKAB MUNA
Askep gigitan ular  AKPER PEMKAB MUNA Askep gigitan ular  AKPER PEMKAB MUNA
Askep gigitan ular AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep gawat darurat pada gigitan ular
Askep gawat darurat pada gigitan ularAskep gawat darurat pada gigitan ular
Askep gawat darurat pada gigitan ular
 
Gigitan ular
Gigitan ularGigitan ular
Gigitan ular
 
Kelas b, kelompok 9 (maulana m. ibrahim 544, desita n. 558 , nurrizki s. 532,...
Kelas b, kelompok 9 (maulana m. ibrahim 544, desita n. 558 , nurrizki s. 532,...Kelas b, kelompok 9 (maulana m. ibrahim 544, desita n. 558 , nurrizki s. 532,...
Kelas b, kelompok 9 (maulana m. ibrahim 544, desita n. 558 , nurrizki s. 532,...
 
Serum anti bisa ular
Serum anti bisa ularSerum anti bisa ular
Serum anti bisa ular
 
Wound bed preparation
Wound bed preparationWound bed preparation
Wound bed preparation
 
Preskas bisa ular
Preskas bisa ularPreskas bisa ular
Preskas bisa ular
 
Askep gigitan ular
Askep gigitan ularAskep gigitan ular
Askep gigitan ular
 
Nilai Anggota PIK-KRR Melati
Nilai Anggota PIK-KRR MelatiNilai Anggota PIK-KRR Melati
Nilai Anggota PIK-KRR Melati
 
City of Novi AVL Applications for Fleet Management
City of Novi AVL Applications for Fleet ManagementCity of Novi AVL Applications for Fleet Management
City of Novi AVL Applications for Fleet Management
 
Jadwal Piket Penjualan di Kopsis
Jadwal Piket Penjualan di KopsisJadwal Piket Penjualan di Kopsis
Jadwal Piket Penjualan di Kopsis
 
Nama-Nama Paduka FC
Nama-Nama Paduka FCNama-Nama Paduka FC
Nama-Nama Paduka FC
 
Catatan
CatatanCatatan
Catatan
 
Laporan tetap pratikum Kimia (Penentuan Perubahan Entalpi Reaksi)
Laporan  tetap pratikum  Kimia (Penentuan  Perubahan  Entalpi  Reaksi)Laporan  tetap pratikum  Kimia (Penentuan  Perubahan  Entalpi  Reaksi)
Laporan tetap pratikum Kimia (Penentuan Perubahan Entalpi Reaksi)
 
Denah Kelas 3A SMP Negeri 1 Dompu, Th 2008/2009
Denah Kelas 3A SMP Negeri 1 Dompu, Th 2008/2009Denah Kelas 3A SMP Negeri 1 Dompu, Th 2008/2009
Denah Kelas 3A SMP Negeri 1 Dompu, Th 2008/2009
 
Fts
FtsFts
Fts
 
hazard di tempat kerja
hazard di tempat kerjahazard di tempat kerja
hazard di tempat kerja
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-CLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Vitamin-C
 

Similar to Makalah Keracunan Bisa Ular

Pertolongan Pertama Pada nak Dengan Gigitan Ular
Pertolongan Pertama Pada nak Dengan Gigitan UlarPertolongan Pertama Pada nak Dengan Gigitan Ular
Pertolongan Pertama Pada nak Dengan Gigitan UlarHanifa Rahmadilla
 
Penanganan-gawat-darurat-pada-gigitan-ular.pptx
Penanganan-gawat-darurat-pada-gigitan-ular.pptxPenanganan-gawat-darurat-pada-gigitan-ular.pptx
Penanganan-gawat-darurat-pada-gigitan-ular.pptxhelmyfirdaus2
 
Gigitan hewan 2020
Gigitan hewan 2020Gigitan hewan 2020
Gigitan hewan 2020IwanHamzah1
 
Modul 4 kb 2 penanganan keracunan
Modul 4 kb 2 penanganan keracunanModul 4 kb 2 penanganan keracunan
Modul 4 kb 2 penanganan keracunanpjj_kemenkes
 
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptxPERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptxLelitasari Danukusumo
 
Gigitan serangga dan binatang berbisa
Gigitan serangga dan binatang berbisaGigitan serangga dan binatang berbisa
Gigitan serangga dan binatang berbisaNers Syamsi
 
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
388562047 envenomasi-dan-intoksitasisasakmuda
 
seminar gigitan hewan berbisa - Copy.pdf
seminar gigitan hewan berbisa - Copy.pdfseminar gigitan hewan berbisa - Copy.pdf
seminar gigitan hewan berbisa - Copy.pdfSulistyaNingsih45
 
Snake Bite SHI - New.pptx
Snake Bite SHI - New.pptxSnake Bite SHI - New.pptx
Snake Bite SHI - New.pptxIgdUlindokter
 
askep-poliomyelitis_compress.pptxgahshshjd
askep-poliomyelitis_compress.pptxgahshshjdaskep-poliomyelitis_compress.pptxgahshshjd
askep-poliomyelitis_compress.pptxgahshshjdAiniAzahraErinatasya
 

Similar to Makalah Keracunan Bisa Ular (20)

Pertolongan Pertama Pada nak Dengan Gigitan Ular
Pertolongan Pertama Pada nak Dengan Gigitan UlarPertolongan Pertama Pada nak Dengan Gigitan Ular
Pertolongan Pertama Pada nak Dengan Gigitan Ular
 
Penanganan-gawat-darurat-pada-gigitan-ular.pptx
Penanganan-gawat-darurat-pada-gigitan-ular.pptxPenanganan-gawat-darurat-pada-gigitan-ular.pptx
Penanganan-gawat-darurat-pada-gigitan-ular.pptx
 
Bab 10 keracunan
Bab 10 keracunanBab 10 keracunan
Bab 10 keracunan
 
Gigitan hewan 2020
Gigitan hewan 2020Gigitan hewan 2020
Gigitan hewan 2020
 
Oray
OrayOray
Oray
 
Modul 4 kb 2 penanganan keracunan
Modul 4 kb 2 penanganan keracunanModul 4 kb 2 penanganan keracunan
Modul 4 kb 2 penanganan keracunan
 
DOC-20221123-WA0006..pptx
DOC-20221123-WA0006..pptxDOC-20221123-WA0006..pptx
DOC-20221123-WA0006..pptx
 
Loaiasis
LoaiasisLoaiasis
Loaiasis
 
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptxPERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
PERTOLONGAN PERTAMA GIGITAN ULAR.pptx
 
Gigitan serangga dan binatang berbisa
Gigitan serangga dan binatang berbisaGigitan serangga dan binatang berbisa
Gigitan serangga dan binatang berbisa
 
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
388562047 envenomasi-dan-intoksitasi
 
Keracunan Bisa Ular
Keracunan Bisa UlarKeracunan Bisa Ular
Keracunan Bisa Ular
 
seminar gigitan hewan berbisa - Copy.pdf
seminar gigitan hewan berbisa - Copy.pdfseminar gigitan hewan berbisa - Copy.pdf
seminar gigitan hewan berbisa - Copy.pdf
 
Snake Bite SHI - New.pptx
Snake Bite SHI - New.pptxSnake Bite SHI - New.pptx
Snake Bite SHI - New.pptx
 
askep-poliomyelitis_compress.pptxgahshshjd
askep-poliomyelitis_compress.pptxgahshshjdaskep-poliomyelitis_compress.pptxgahshshjd
askep-poliomyelitis_compress.pptxgahshshjd
 
FELIN INFECTION PERITONITIS DAN SCABIOSIS,CARA RESTRAIN KELINCI,KUCING ,SAPI ...
FELIN INFECTION PERITONITIS DAN SCABIOSIS,CARA RESTRAIN KELINCI,KUCING ,SAPI ...FELIN INFECTION PERITONITIS DAN SCABIOSIS,CARA RESTRAIN KELINCI,KUCING ,SAPI ...
FELIN INFECTION PERITONITIS DAN SCABIOSIS,CARA RESTRAIN KELINCI,KUCING ,SAPI ...
 
Askep malaria
Askep malariaAskep malaria
Askep malaria
 
Askep malaria
Askep malariaAskep malaria
Askep malaria
 
Askep polio mielitis
Askep polio mielitisAskep polio mielitis
Askep polio mielitis
 
Bakteri
BakteriBakteri
Bakteri
 

More from Novi Fachrunnisa

Brain abscess ec sinusitis
Brain abscess ec sinusitisBrain abscess ec sinusitis
Brain abscess ec sinusitisNovi Fachrunnisa
 
Laporan tetap pratikum Kimia (Larutan Asam Basa)
Laporan  tetap pratikum  Kimia (Larutan Asam Basa)Laporan  tetap pratikum  Kimia (Larutan Asam Basa)
Laporan tetap pratikum Kimia (Larutan Asam Basa)Novi Fachrunnisa
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolNovi Fachrunnisa
 
Diskusi 1 Biokimia Kelompok 2
Diskusi 1 Biokimia Kelompok 2Diskusi 1 Biokimia Kelompok 2
Diskusi 1 Biokimia Kelompok 2Novi Fachrunnisa
 
Sintesis histamin h1 selektif antagonis
Sintesis histamin h1 selektif antagonisSintesis histamin h1 selektif antagonis
Sintesis histamin h1 selektif antagonisNovi Fachrunnisa
 
Makalah kimia farmasi analisis
Makalah kimia farmasi analisisMakalah kimia farmasi analisis
Makalah kimia farmasi analisisNovi Fachrunnisa
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
 
Menentukan ld50 (lethal dose) sipermetrin
Menentukan ld50 (lethal dose) sipermetrinMenentukan ld50 (lethal dose) sipermetrin
Menentukan ld50 (lethal dose) sipermetrinNovi Fachrunnisa
 

More from Novi Fachrunnisa (20)

Kasus di ICCU
Kasus di ICCUKasus di ICCU
Kasus di ICCU
 
Brain abscess ec sinusitis
Brain abscess ec sinusitisBrain abscess ec sinusitis
Brain abscess ec sinusitis
 
Botani
BotaniBotani
Botani
 
Laporan tetap pratikum Kimia (Larutan Asam Basa)
Laporan  tetap pratikum  Kimia (Larutan Asam Basa)Laporan  tetap pratikum  Kimia (Larutan Asam Basa)
Laporan tetap pratikum Kimia (Larutan Asam Basa)
 
Jacked kelas paduka
Jacked kelas padukaJacked kelas paduka
Jacked kelas paduka
 
Daftar Komisaris X2
Daftar Komisaris X2Daftar Komisaris X2
Daftar Komisaris X2
 
Daftar Komisaris
Daftar KomisarisDaftar Komisaris
Daftar Komisaris
 
Baju Kelas Paduka1012
Baju Kelas Paduka1012Baju Kelas Paduka1012
Baju Kelas Paduka1012
 
Absent Siswa Baru 2011
Absent Siswa Baru 2011Absent Siswa Baru 2011
Absent Siswa Baru 2011
 
Tabel Langkah Catur
Tabel Langkah CaturTabel Langkah Catur
Tabel Langkah Catur
 
Praktikum Botani Farmasi
Praktikum Botani FarmasiPraktikum Botani Farmasi
Praktikum Botani Farmasi
 
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet ParasetamolLaporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
Laporan Praktikum Pembuatan Tablet Parasetamol
 
Cabean
CabeanCabean
Cabean
 
Diskusi 1 Biokimia Kelompok 2
Diskusi 1 Biokimia Kelompok 2Diskusi 1 Biokimia Kelompok 2
Diskusi 1 Biokimia Kelompok 2
 
Soal formulasi dasar 2
Soal formulasi dasar 2Soal formulasi dasar 2
Soal formulasi dasar 2
 
Sintesis histamin h1 selektif antagonis
Sintesis histamin h1 selektif antagonisSintesis histamin h1 selektif antagonis
Sintesis histamin h1 selektif antagonis
 
Makalah kimia organik ii
Makalah kimia organik iiMakalah kimia organik ii
Makalah kimia organik ii
 
Makalah kimia farmasi analisis
Makalah kimia farmasi analisisMakalah kimia farmasi analisis
Makalah kimia farmasi analisis
 
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
 
Menentukan ld50 (lethal dose) sipermetrin
Menentukan ld50 (lethal dose) sipermetrinMenentukan ld50 (lethal dose) sipermetrin
Menentukan ld50 (lethal dose) sipermetrin
 

Makalah Keracunan Bisa Ular

  • 1. MAKALAH TOKSIKOLOGI KERACUNAN GIGITAN ULAR BERBISA Oleh: FARMASI C  Mely Utami W. (201210410311208)  Kartika Puspa Dewi (201210410311097)  Novi Fachrunnisa (201210410311051)  Septia Alfionika (201210410311045) PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2013/2014
  • 2. KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil'alamin, puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Toksikologi tentang “Keracunan Gigitan Ular Berbisa”. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik yang konstruktif serta saran dari para pembaca, untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin. Malang, Juni 2014 Penyusun
  • 4. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa. Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya. Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa merupakan suatu kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik. Patofisologi atau proses bisa ular masuk ke dalam tubuh untuk setiap ular kurang lebih sama.
  • 5. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana patofisiologi akibat gigitan ular berbisa? 2. Apakah tanda-tanda gigitan ular berbisa? 3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan gigitan ular berbisa? 4. Apa saja komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang mendapatkan gigitan ular berbisa? C. TUJUAN 1. Mempelajari patofisiologi akibat gigitan ular berbisa 2. Menjelaskan tanda-tanda gigitan ular berbisa 3. Menguraikan cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan gigitan ular berbisa 4. Menjelaskan beberapa komplikasi yang dapat dialami oleh penderita yang mendapatkan gigitan ular berbisa
  • 6. BAB II PEMBAHASAN I. PATOFISIOLOGI GIGITAN ULAR Bisa ular diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Bisa ular dikeluarkan dari lubang pada gigi-gigi taring yang terdapat di rahang atas. Gigi taring ular dapat tumbuh hingga 20 mm pada rattlesnake (ular derik) yang besar. Dosis bisa setiap gigitan tergantung pada waktu yang berlalu sejak gigitan terakhir, derajat ancaman yang dirasakan ular, dan ukuran mangsa. Lubang hidung ular merespon panas yang dikeluarkan mangsa, yang memungkinkan ular untuk mengubah-ubah jumlah bisa yang akan dikeluarkan. Semua metode injeksi venom ke dalam korban (envenomasi) adalah untuk mengimobilisasi secara cepat dan mulai mencernanya. Sebagian besar bisa terdiri dari air. Protein enzimatik pada bisa menginformasikan kekuatan destruktifnya. Bisa ular terdiri dari bermacam polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan darah merah yang mana darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan merebak sertamerta dan biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian adalah jarang, kehilangan darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa. Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasanya full paralysis akan memakan waktu lebih kurang 12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy. Tanda- tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria, haematomisis, melena dan batuk darah. Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat
  • 7. dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.  Ciri-ciri ular tidak berbisa: 1. Bentuk kepala segiempat panjang 2. Gigi taring kecil 3. Bekas gigitan luka halus berbentuk lengkungan  Ciri-ciri ular berbisa: 1. Bentuk kepala segitiga 2. Dua gigi taring besar di rahang atas 3. Bekas gigitan dua luka gigitan utama akibat gigi taring  JENIS-JENIS RACUN ULAR Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut bersifat: - Neurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan, kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan koma. - Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin. Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin. Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal. - Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot. - Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung. - Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat terganggunya kardiovaskuler. - Cytolitik: zat ini yang aktif menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada tempat patukan - Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran bisa.
  • 8. Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ketubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae). II. GEJALA KLINIS Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular. 1. Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit). 2. Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi (ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
  • 9.  Derajat Gigitan Ular (Parrish) 1. Derajat 0 - Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam - Pembengkakan minimal, diameter 1 cm 2. Derajat I - Bekas gigitan 2 taring - Bengkak dengan diameter 1 – 5 cm - Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam 3. Derajat II - Sama dengan derajat I - Petechie, echimosis - Nyeri hebat dalam 12 jam 4. Derajat III - Sama dengan derajat I dan II - Syok dan distres nafas / petechie, echimosis seluruh tubuh 5. Derajat IV - Sangat cepat memburuk. III. PERTOLONGAN PERTAMA DAN PERAWATAN LANJUTAN Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan medis.
  • 10. Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas; imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan pendarahan lokal. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan penyerapan bisa. Terapi yang dianjurkan meliputi : a) Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril. b) Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik yang lebih berat. c) Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock, shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal. d) Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka diberikan satu dosis toksoid tetanus. e) Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular. f) Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik. g) Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular.
  • 11. Serum antibisa ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas. Indikasi SABU (Serum Anti Bisa Ular) adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001) :  Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat meningkat maka diberikan SABU  Derajat II: 3-4 vial SABU  Derajat III: 5-15 vial SABU  Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU  ANTIDOT Pada tahun 2000 bulan Desember terdapat produk baru yaitu Crotalinae Polyvalent Immune Fab (ovine) antivenon yang berasal dari serum domba. Serum Fab ini ternyata lima kali lebih poten dan efektif sebagai anti bisa dan jarang terdapat komplikasi akibat pem- beriannya. Penggunaan serum Fab dianjurkan diencer- kan dalam 250 ml NaCl 0,9% dan pemberiannya lebih dari satu jam melalui intravena. Untuk pasien yang masih sangat kecil (berat badan kurang dari 10 kg), volume cairan dapat disesuaikan. Jumlah penggunaan anti bisa ular tergantung derajat beratnya kasus. Kasus dengan derajat none tidak diberikan anti bisa, untuk kasus dengan derajat minimal diberikan 1-5 vial sedangkan moderate dan severe lebih dari 15 vial  DESKRIPSI Serum Anti Bisa Ular Polivalen adalah an- tisera murni yang dibuat dari plasma kuda yang memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang bersifat neurotoksik (seperti ular dari jenis Naja sputatrix – Ular Kobra, Bungarus fasciatus – Ular Belang) dan yang bersifat hemotoksik (ular Agkistrodon rho- dostoma – Ular Tanah) yang banyak ditemu- kan di Indonesia, serta mengandung fenol sebagai pengawet. Serum Anti Bisa Ular Polivalen berupa cairan bening kekuningan.
  • 12.  SUB KELAS TERAPI Obat yang Mempengaruhi Sistem Imun  KOMPOSISI  Zat aktif : Setiap mL mengandung anti bisa ular :  Agkistrodon rhodostoma ≥ 10 LD50  Bungarus fasciatus ≥ 25 LD50  Naja sputatrix ≥ 25 LD50  Zat tambahan:  Fenol 2,5 mg  INDIKASI Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa dari jenis Naja sputatrix, Bungarus fasciatus, Agkistrodon rhodostoma.  CARA KERJA OBAT Imunisasi pasif, pada penyuntikan dimasuk- kan zat-zat Anti yang mampu menetralisir bisa ular yang beredar dalam darah penderita.  POSOLOGI Jumlah dosis yang tepat tergantung tingkat keparahan penderita pada saat akan menerima antisera. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 mL yang bila ditambahkan ke dalam larutan fisiologis menjadi larutan 2 % v/v dan diberikan sebagai cairan infus dengan kecepatan 40-80 tetes/ menit, diulang 6 jam kemudian. Apabila diperlukan (misalnya dalam keadaan gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) Serum Anti Bisa Ular Polivalen dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai mak- simum 80 – 100 mL. Serum Anti Bisa Ular Polivalen yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan.
  • 13. Dosis Serum Anti Bisa Ular Polivalen untuk anak-anak sama dengan dosis untuk orang dewasa. Lakukan uji kepekaan terlebih dahulu, bila peka lakukan desensitisasi.  Pemberian secara Intravena : 1. Hasil uji kepekaan harus negatif 2. Penyuntikan harus dilakukan secara perlahan 3. Penderita harus diamati paling sedikit selama 1 (satu) jam  INTERAKSI OBAT Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.  PENGARUH ANAK Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap envenoming yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas fisik yang lebih besar. ;Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan tidak boleh diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted dose); disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah serum anti bisa ular yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu dinetralisasi bukan berat badan pasien  PENGARUH KEHAMILAN Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko penggunaan serum anti bisa ular.  PENGARUH MENYUSUI Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi kemungkinan risiko pada bayi.  KONTRAINDIKASI Penderita yang terbukti alergi terhadap antisera kuda.
  • 14.  PERINGATAN & PERHATIAN Karena tidak ada reaksi netralisasi silang (cross-neutralization) Serum Anti Bisa Ular Polivalen ini tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya ular-ular dari jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dan lain-lain) dan terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cystsa). Dapat diberikan pada pasien dengan riwayat penyakit asma berat jika sudah menunjukkan tanda-tanda keracunan sistemik. Bukan untuk pemberian lokal pada tempat yang digigit. Perhatikan Petunjuk Pemakaian Anti- sera.  PENYIMPANAN Serum anti bisa ular harus disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C.  JANGAN DIBEKUKAN. Masa daluarsa 2 tahun.  KEMASAN Dus : 10 Vial @ 5 mL  BIOSAVE Dus : 1 vial @ 5 mL IV. KOMPLIKASI PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA 1. Tanda kelemahan, vertigo, nadi cepat,lemah dan tak teratur, pembengkakan, dan perubahan warna yang hebat didaerah gigitan penting diperhatikan untuk menduga adanya efek keracunan yang lanjut. 2. Kemungkinan relaps yang berbahaya timbul 3 hari setelah gigitan. 3. Efek keracunan yang timbul dapat sangat berat sehingga sedapat mungkin penderita memperoleh perawatan intensif di rumah sakit.
  • 15.  PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah : 1. Menghalangi / memperlambat absorbsi bisa ular 2. Menetralkan bisa ular yang sudah masuk kedalam sirkulasi darah 3. Mengatasi efek local dan sistemik.  SEBELUM PENDERITA DIBAWA KE PUSAT PELAYANAN KESEHATAN,ADA BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN 1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganate untuk menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi. 2. Penderita di istirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan. 3. Jangan memanipulasi daerah gigitan 4. Penderita dilarang berjalan dan minum minuman yang ber alcohol. 5. Apabila gejala timbul secara cepat,sementara belum tersedia Anti Bisa Ular,maka ikat daerah proksimal dan distal dari gigitan. Tindakan ini berguna jika dilakukan sekitar lebih dari 30 menit paska gigitan ular. Tujuannya adalah : Menahan aliran limfe , bukan menahan aliran vena atau arteri. 6. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun. 7. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu  SETELAH PENDERITA TIBA DI PUSAT PELAYANAN KESEHATAN 1. Dibawa ke Emergency Room, dan melakukan ABC (Penatalaksanaan Airway Breathing and Circulation). 2. Pada penatalaksanaan sirkulasi,berikan infuse (Cairan yang bersifat Kristaloid) 3. Beri pertolongan pertama pada gigitan (perban ketat luka gigitan,imobilisasi dengan bidai bila perlu). 4. Sampel darah untuk pemeriksaan : Trombosit, Kreatinin, Urea dan, elektrolit 5. Periksa waktu pembekuan darah,jika >10 menit,maka menunjukan kemungkinan adanya koagulopati. 6. Berikan SABU (Serum Anti Bisa Ular,Serum kuda yang di kebalkan)Polivalen 1 ml.
  • 16. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya. Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Korban yang terkena gigitan ular harus segera diberi pertolongan pertama sebelum dibawa dan dirawat di rumah sakit. Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan gigitan ular. Untuk mengobati korban gigitan ular dianjurkan menggunakan serum anti bisa ular.