2. Gigitan ular kasus gawat darurat
WHO (2009) neglected tropical disease.
Angka kematian sekitar 125.000 dari 5 juta kasus per tahun termasuk
100.000 kematian dari 2 juta kasus di Asia.
Indonesia sekitar 20 kasus kematian dari ribuan kasus gigitan ular per
tahun.
3. VENOMOUS SNAKE
1. Elapidae memiliki taring depan yang relative pendek. Termasuk dalam
family ini adalah cobras, king cobra, kraits, coral snakes, Australasian snakes and sea
snakes.
4. 2. VIPERIDAE memiliki taring yang relative panjang yang secara normal terlipat datar
terhadap rahang atas tetapi ketika menyerang taring tersebut akan berdiri. Terdapat 2
subfamili, typical vipers (Viperinae) dan pit-vipers (Crotalinae).
5. NON-VENOMOUS SNAKE
Paradise or flying snakes (Chrysopelea species), striped keelbacks (Amphiesma species), kukri
snakes (Oligodon species), checkered keelbacks or Asian water snake (Xenochrophis species),
wolf snakes (Lycodon or Dinodon species), bridle snakes (Dryocalamus) and rat snakes (Ptyas,
Elaphe, Coelognathus, Goniosoma etc.)
6. Venom enzim : Hidrolase pencernaan (proteinase, exopeptidase, endopeptidase, dan
fosfolipase
Zinc metalloproteinases/ metalloproteases: Merusak endotel vaskular,
mengakibatkan perdarahan.
Procoagulant enzymes: zat pengaktif faktor X, prothrombin dan faktor koagulan yang
menstimulasi pembekuan darah
Phospholipase A2 (lecithinase): Merusak mitokondria, sel darah merah, leukosit,
platelet, saraf tepi, otot skeletal, endotel vaskular, dan membran-membran lain,
menghasilkan aktifitas neurotoksik di presinaps, dan memicu pelepasan histamin dan
antikoagulan.
Acetylcholinesterases: dapat menyebabkan fasikulasi.
Hyaluronidase: meningkatkan penyebaran bisa ke seluruh jaringan.
Enzim proteolitik : meningkatkan permeabilitas vaskular
7. DAERAH LOKAL
Pembengkakan dan memar peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
disebabkan oleh racun endopeptidase, hemoragin metaloproteinase, polipeptida yang
merusak membran, fosfolipase, dan autacoid endogen yang dikeluarkan oleh racun.
Nekrosis jaringan lokal aksi langsung miotoksin dan sitotoksin, dan iskemia yang
disebabkan oleh trombosis; kompresi pembuluh darah
HIPOTENSI DAN SYOK
Gigitan ular peningkatan permeabilitas vasculer kebocoran plasma dan darah
hipovolemia
8. GANGGUAN PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH
Enzim prokoagulan mengaktifkan koagulasi intravaskular, menghasilkan koagulopati dan darah yang
tidak dapat dikoagulasi.
Aktivitas antikoagulan disebabkan oleh fosfolipase.
NEUROTOKSISITAS
Polipeptida neurotoksik dan PLA2 dari ular dapat menyebabkan kelumpuhan dengan memblok
transmisi pada neuromuscular junction
MYOTOKSIK
PLA Myotoxins dan metaloproteinase melepaskan ke dalam aliran darah mioglobin, enzim otot, asam
urat, kalium, dan konstituen otot lainnya merupakan neurotoksin presinaptik
9. Akut Kidney Injury
Konsentrasi tinggi β2-microglobulin, retinal binding protein, and N-acetyl
glucosaminidase memnyebabkan kegagalan reabsorbsion tubulus proximal dan
merusak tubulus tersebut
Peningkatan Permeabilitas Kapiler Menyeluruh
metalloproteases merusak endotelium pembuluh darah menyebabkan edema paru,
edema konjungtiva, periorbital, retina dan edema wajah
10. Gejala dan tanda lokal di bagian yang digigit
Fang marks
Nyeri lokal
Perdarahan lokal
Memar
Penyebaran pembengkakan lokal
Limfangitis
Pembesaran kelenjar getah bening
Peradangan (pembengkakan,
kemerahan, panas)
Blistering
Infeksi lokal, pembentukan abses
Nekrosis
11. Gejala dan tanda umum (sistemik)
Umum
Ketakutan, kecemasan, mual, muntah, malaise, sakit perut, kelemahan, kantuk
• Kardiovaskular
Gangguan visual, pusing, pingsan, kolaps, syok, hipotensi, jantung aritmia, kerusakan miokard
(berkurang fraksi ejeksi).
Peningkatan permeabilitas kapiler
Edema wajah dan konjungtiva (chemosis), pembesaran parotis bilateral, efusi pleura dan
perikardial, edema paru, albuminuria masif, hemokonsentrasi.
Neurologis
Mengantuk, paraesthesiae, kelainan rasa dan bau, ptosis, ophthalmoplegia eksternal,
kelumpuhan otot wajah dan otot lainnya yang dipersarafi oleh saraf kranial, aphonia,
regurgitasi melalui hidung, kesulitan menelan, pernapasan dan kelumpuhan secara umum.
Kerusakan otot
Nyeri umum, kekakuan dan nyeri otot, trismus, mioglobinuria, hiperkalemia, henti jantung,
cedera ginjal akut.
12. Sindrom 1
Gejala lokal seperti pembengkakan dengan gangguan perdarahan / pembekuan Viperidae
Sindrom 2
Gejala lokal seperti pembengkakan dengan gangguan perdarahan/pembekuan, syok atau akut
kidney injury Russell’s viper
Sindrom 3
Gejala lokal disertai paralisis King cobra
Sindrom 4
Paralisis dengan gejala lokal minimal atau tidak ada
digigit saat tidur di tanah dengan atau tanpa nyeri perut Krait.
Digigit di laut atau di danau ular laut
Sindrom 5
Kelumpuhan dengan urin berwarna coklat tua dan akut kidney injury Russle viper, Krait. ular
laut
13. PERTOLONGAN PERTAMA
• Segera bawa korban ke lokasi yg aman
• Tenangkan korban
• Baringkan tubuh korban pada posisi nyaman dan aman, idealnya dalam posisi pemulihan
(tengkurap sampai berbaring ke kiri untuk menghindari aspirasi jika korban muntah)
• Imobilisasi dengan pressure pad immobilization palimng direkomendasikan
• Penggunaan metode pertolongan pertama tradisional cenderung tidak berguna dan
berbahaya : insisi lokal, tusukan (tattoing), menghisap racun, mengikat dengan kuat
(menggunakan torniquet), pengolesan bahan herbal dan aplikasi ice pack
14.
15. Tujuan Pertolongan Pertama
Menenangkan korban gigitan ular
Penundaan penyerapan racun sistemik
Mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi
Mengendalikan gejala awal envenoming yang berbahaya
Mengatur transportasi pasien ke tempat di mana mereka dapat menerima perawatan
medis
16. Penilaian primary survey dan resusitasi (A,B,C,D,E)
Anamnesis dan pemeriksaan fisik rinci serta pemeriksaan spesies ular
Tes pembekuan darah sederhana (20 minutes whole blood clotting test)
Antivenom: indikasi, dosis awal, dosis ulang, respons, reaksi
Penanganan gagal organ dan sistem organ
Penanganan ekstremitas yg tergigit
Rehabilitasi
Pemulangan pasien dan follow up
Edukasi untuk mencegah gigitan berulang
17. Penilaian klinis
Anamnesis
• Empat pertanyaan penting:
• Dimana bagian tubuh yang tergigit
• Kapan digigit dan apa yang dilakukan ketika digigit
• Di mana ular itu menggigit atau seperti apa bentuknya
• Apa yang dirasakan atau dikeluhkan pasien
18. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan bagian yang digigit:
• Tingkat pembengkakan, juga tingkat nyeri pada palpasi
• Kelenjar getah bening anggota gerak tubuh harus diraba.
• Mungkin anggota tubuh yang tergigit edema, dingin, nyeri pada
gerakan pasif dan dengan denyut nadi arteri yang tidak bisa diraba.
• Jika mungkin, tekanan intrakompartemen harus diukur dan aliran
darah dan patensi arteri dan vena dinilai (mis. oleh Doppler USG).
• Tanda-tanda awal nekrosis termasuk blistering, penggelapan atau
pucat pada kulit, hilang sensasi dan bau busuk
19. Pemeriksaan umum:
• Tekanan darah dan heart rate.
• Periksa kulit dan membrane mukosa untuk melihat adanya petekie,
purpura, perdarahan diskoid dan ekimosis, konjungtiva, dan, kemosis
dan fundus optic untuk perdarahan retina.
• Memeriksa gingiva secara menyeluruh, yang dapat memunjukkan
perdarahan sistemik spontan.
• Memeriksa hidung untuk epistaksis.
• Tegangan pada perut yang dapat menunjukkan adanya kemungkinan
perdarahan gastrointestinal atau retroperitoneal.
20. Pemeriksaan laboratorium
20 menit Whole Blood Clotting Test (20WBCT)
hematocrit
Jumlah trombosit
Jumlah leukosit
Kelainan biokimia
Pemeriksaan urin
21. Pemeriksaan lainnya
• Radiografi: X-foto thoraks berguna untuk mendeteksi edema paru,
pendarahan paru dan infark, efusi pleura, dan sekunder bronkopneumonia.
• Ultrasonografi: menilai daerah lokal, termasuk deep vein thrombosis
• Ekokardiografi: mendeteksi fraksi ejeksi ventrikel kiri yang berkurang pada
pasien hipotensi dan syok.
• Pencitraan: Pencitraan CT dan MRI dapat mendeteksi perdarahan dan infark
iskemik di otak (subarachnoid, subdural, otak, otak kecil, batang otak)
• Elektrokardiografi: Kelainan EKG dilaporkan pada korban gigitan ular
termasuk tachyarrhythmias, sinus bradycardia, perubahan gelombang ST-T,
hiperkalemia.
22. Apa itu antivenom?
• Antivenom adalah imunoglobulin biasanya pepsin refined F fragmen
IgG dimurnikan dari plasma kuda, atau keledai (equine) atau domba
(ovine) yang telah diimunisasi dengan racun dari satu atau lebih
spesies ular.
• Monovalen (monospesifik) antivenom menetralkan racun hanya satu
spesies ular.
• Polivalen (polispesifik) antivenom menetralkan racun dari beberapa
spesies yang berbeda
• Di Indonesia polivalen antivenom untuk racun neurotoksik Naja
sputatix, Bungarus fasciatus dan Calloselasma rhodostoma
23. Diindikasikan pd pasien yg pasti atau dicurigai tergigit ular dgn 1 atau lebih tanda
berikut:
• Kelainan hemostatik: perdarahan sistemik spontan jauh dari lokasi gigitan, koagulopati [+
(non-pembekuan) 20WBCT atau tes laboratorium lainnya seperti INR> 1,2 atau waktu
protrombin> 4-5 detik lebih lama dari nilai kontrol laboratorium] atau trombositopenia
[<100 x 109 / liter, atau <100.000 / cu mm]
• Tanda neurotoksik: ptosis, eksternal opthalmoplegia, kelumpuhan
• Kelainan kardiovaskular: hipotensi, syok, aritmia jantung, EKG abnormal
• Acute kidney injury (gagal ginjal): oliguria / anuria, peningkatan kreatinin / urea darah
• Haemoglobin / mioglobin-uria: urin coklat gelap
• Pembengkakan lokal melibatkan lebih dari setengah anggota tubuh yang tergigit dalam
waktu 48 jam setelah gigitan
• Penjalaran pembengkakan yang cepat
• Pembesaran kelenjar getah bening
24. Kontra indikasi antivenom
Tidak ada kontraindikasi mutlak pada pemberian antivenom, kecuali pd pasien yg
mempunyai reaksi terhadap serum kuda atau domba sebelumnya (misal ATS) atau
dengan riwayat atopik spt asma
Perlu diberikan adrenalin 0,1% 0,25mg s.c. sebelum pembarian antivenom pada
pasien dengan riwayat alergi terhadap serum kuda atau domba (pada pemberian
ATS) atau riwayat alergi atopik
25. Pemberian antivenom tergantung reaksi bisa ular dan jenis ularnya
Tidak ada kepastian dosis initial empiris di setiap wilayah
Antivenom harus diberikan sesegera mungkin, namun pada beberapa kasus dapat
diberikan beberapa hari pasca gigitan.
Antivenom dapat diberikan selama 2 minggu atau lebih bila pasien terdapat gangguan
hemostatik
26.
27.
28. Cara Pemberian antivenom
Antivenom beku-kering (lyophilised) dilarutkan, biasanya dengan 10 ml air steril untuk injeksi
per ampul. Metode pemberian yang direkomendasikan:
• Injeksi intravena: injeksi intravena lambat (tidak lebih dari 2 ml / menit)
• Infus intravena: antivenom beku-kering atau cair diencerkan dalam sekitar 5 ml cairan
isotonic per KgBB (mis. sekitar 250 ml saline isotonik atau 5% dekstrosa dalam kasus pasien
dewasa) dan diinfuskan selama sekitar 30-60 menit.
• Injeksi antivenom intramuskular: antivenoms setelah injeksi intramuskular, diserap perlahan
melalui limfatik. Tingkat antivenom dalam darah tidak tercapai dengan cepat, Maksimal 5-
10 ml diberikan pada setiap tempat dengan injeksi intramuskular diikuti dengan pijatan
untuk membantu penyerapan
29. Perawatan konservatif ketika tidak ada antivenom tersedia
Langkah-langkah konservatif yang disarankan adalah sebagai berikut:
• Envenoming neurotoksik dengan paralisa pernapasan: ventilasi
• Kelainan hemostatik – istirahat (bed rest); transfusi dari faktor pembekuan dan
trombosit; idealnya fresh frozen plasma (FFP) atau cryoprecipitate dengan
konsentrat trombosit atau, jika ini tidak tersedia, darah lengkap segar.
• Shock, kerusakan miokard: hipovolemia harus diperbaiki dengan koloid /
kristaloid, dikendalikan oleh pengamatan tekanan vena sentral
• Cedera ginjal akut: pengobatan konservatif atau dialysis.
• Urin berwarna coklat tua (mioglobinuria atau haemoglobinuria): memperbaiki
hypovolemia dengan cairan intravena, memperbaiki asidosis dengan infus
intravena lambat 50-100 mmol natrium bikarbonat.
• Envenoming lokal yang parah: local nekrosis, sindrom intrakompartemen dan
bahkan trombosis pembuluh darah besar lebih mungkin terjadi pada pasien yang
tidak dapat diobati dengan antivenom. Intervensi bedah mungkin diperlukan.
30. 1. Antivenom:
Manfaat: direkomendasikan untuk perawatan gangguan pendarahan / pembekuan darah,
syok / hipotensi, pasca sinapsis neurotoksisitas (kobra, rhabdomyolysis (ular laut).
Risiko: early anaphylactic and pyrogenic reactions, late serum sickness-like reactions
2. Adrenalin (epinefrin)
Manfaat: Terapi early antivenom reactions
Risiko: pendarahan otak pada pasien tua dengan penyakit serebrovaskular yang
mendasarinya
3. Faktor pembekuan darah
Manfaat: untuk mempercepat pemulihan hemostasis normal pada pasien sudah diberikan
antivenom dan untuk perawatan konservatif gangguan pendarahan / pembekuan darah,
ketika antivenom tidak tersedia
Risiko: kematian pernah dilaporkan (reaksi atau mungkin trombosis)
31. 4. Antihistamin (H1 blocker) dan kortikosteroid
Manfaat: Late serum sickness-type reactions
5. Antibiotik
Manfaat: mengobati infeksi luka gigitan primer dan sekunder, profilaksis luka nekrotik
atau pebggunaan instrumen non-steril
6. Renal replacement therapy and assisted ventilation:
Manfaat: live saving pada pasien acute kidney injury and respiratory failure
7. Anticolinesterase (neostigmine) dengan atropin
Manfaat: dapat dengan cepat memperbaiki transmisi neuromusculer pada pasien dengan
post-synaptic neurotoxicity
Risiko: efek samping muskarinik, krisis kolinergik
32. 8. Metode pertolongan tradisional (sayatan, tourniquets, hisap, tato, obat herbal
topikal, "snakestone" hitam, sengatan listrik dll.)
Risiko: berbahaya dan tidak berguna seharusnya tidak pernah digunakan
9. Bantalan tekanan P3K imobilisasi, transportasi cepat ke perawatan medis
Manfaat: mengurangi penyebaran racun dan risiko kematian dini