2. PENGUAT DAYA
Secara etimologi, penguatan pada dasarnya berarti membuat menjadi lebih
kuat. Dalam bidang elektronika yang dimaksud dengan penguatan yaitu
memperkuat amplitude dari suatu sinyal. Terdapat dua tipe penguatan
utama, yaitu :
• Penguat tegangan yaitu penguat yang menguatkan tegangan dari sinyal
masukan.
• Penguat arus yaitu penguat yang menguatkan arus dari sinyal masukan.
• Penguat daya yaitu kombinasi dari penguat tegangan dan penguat arus.
Meskipun pada kenyataannya semua penguat adalah penguat daya
karena tegangan tidak akan ada tanpa adanya daya kecuali jika
impedansinya tak terhingga.
3. RANGKAIAN PENGUAT
Efisiensi dari penguat daya didefinisikan sebagai perbandingan dari daya yang
diterima beban dengan daya yang diberikan oleh catu daya. Rangkaian penguat,
terutama untuk sinyal besar, dibedakan menjadi:
• Kelas A
• Kelas B
• Kelas AB
• Kelas C
• Kelas D
• Kelas E
• Kelas F
• Kelas G
• Kelas H
• Kelas T
4. PENGUAT KELAS A
Penguat kelas A merupakan penguat yang titik kerja efektifnya setengah dari
tegangan VCC penguat. Agar penguat kelas A dapat bekerja atau berfungsi
sebagai mana mestinya, maka penguat kelas A memerlukan bias awal yang
menyebabkan penguat dalam kondisi siap untuk menerima sinyal. Karena hal
ini maka penguat kelas A menjadi penguat dengan efisiensi terendah namun
dengan tingkat distorsi (cacat sinyal) terkecil.
5. PENGUAT KELAS A
• Sistem bias penguat kelas A yang populer adalah sistem bias pembagi
tegangan dan sistem bias umpan balik kolektor. Melalui perhitungan
tegangan bias yang tepat, maka kita akan mendapatkan titik kerja
transistor tepat pada setengah dari tegangan VCC penguat.
• Penguat kelas A cocok dipakai pada penguat awal (pre amplifier) karena
mempunyai distorsi yang kecil.
6. PENGUAT KELAS B
Penguat kelas B merupakan penguat yang prinsip kerjanya berdasarkan
tegangan bias dari sinyal input yang masuk. Titik kerja penguat kelas B berada
dititik cut-off transistor. Dalam kondisi tidak ada sinyal input maka penguat
kelas B berada dalam kondisi OFF dan baru bekerja jika ada sinyal input
dengan level diatas 0.6 Volt (batas tegangan bias transistor).
7. PENGUAT KELAS B
Penguat kelas B mempunyai efisiensi yang tinggi karena baru bekerja jika ada
sinyal input. Namun dengan adanya batasan tegangan 0.6 Volt maka
penguat kelas B tidak akan bekerja jika level sinyal input dibawah 0.6 Volt. Hal
ini menyebabkan distorsi (cacat sinyal) yang disebut distorsi cross over, yaitu
cacat pada persimpangan sinyal sinus bagian atas dan bagian bawah.
8. PENGUAT KELAS AB
• Penguat kelas AB merupakan penggabungan dari penguat kelas A dan
penguat kelas B. Penguat kelas AB diperoleh dengan menggeser sedikit titik
kerja transistor sehingga distorsi cross over dapat diminimalkan. Titik kerja
transistor tidak lagi di garis cut-off namun berada sedikit diatasnya.
• Penguat kelas AB merupakan kompromi antara efisiensi dan fidelitas
penguat. Dalam aplikasinya penguat kelas AB banyak menjadi pilihan
sebagai penguat audio.
9. PENGUAT KELAS C
• Penguat kelas C mirip dengan penguat kelas B, yaitu titik kerjanya berada di
daerah cut-off transistor. Perbedaan antara penguat kelas B dan penguat
kelas C adalah pada penguat kelas C hanya perlu satu transistor untuk
bekerja normal tidak seperti kelas B yang harus menggunakan dua transistor
(sistem push-pull). Hal ini karena penguat kelas C khusus dipakai untuk
menguatkan sinyal pada satu sisi atau bahkan hanya puncak-puncak sinyal
saja.
• Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan adalah
frekuensi kerja sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk sinyal. Penguat
kelas C dipakai pada penguat frekuensi tinggi. Pada penguat kelas C sering
ditambahkan sebuah rangkaian resonator LC untuk membantu kerja
penguat. Penguat kelas C mempunyai efisiensi yang tinggi sampai 100 %
namun dengan fidelitas yang rendah.
10. PENGUAT KELAS D
• Kelebihan dari penguat kelas D terletak pada efisiensinya, dalam keadaan
ideal efisiensi dari penguat kelas D bisa mencapai 100%. Akan tetapi pada
kenyataannya nilai efisiensi tersebut turun hingga nilai 90-95%. Hal ini
disebabkan oleh ketidak idealan komponen yang digunakan dan juga
proses konversi dari PWM menjadi gelombang sinusoidal pada bagian akhir
dari penguat kelas D. Efisiensi 90-95% ini bisa didapatkan karena proses
penguatan sinyal hanya dilakukan pada sinyal-sinyal tertentu sesuai
kebutuhan.
• Power amplifier kelas D cocok digunakan sebagai power amplifier untuk
audio dengan sistem low tone seperti halnya power untuk subwoofer,
karena keluaran sinyal audio untuk nada menegah (vokal) dan tinggi
(treble) pada penguat kelas D tidak bagus.
11. PENGUAT KELAS E
Seperti halnya penguat kelas C, penguat kelas E juga memerlukan rangkaian
resonansi LC dengan transistor yang hanya bekerja kurang dari setengah duty
cycle. Perbedaan antara penguat kelas C dengan penguat kelas E adalah
wilayah kerjanya. Penguat kelas C bekerja pada daerah aktif (linier).
Sedangkan penguat kelas E, bekerja sebagai switching seperti halnya
penguat kelas D. Biasanya transistor yang digunakan adalah transistor jenis
FET. Dengan digunakannya transistor jenis FET (MOSFET/CMOS), penguat ini
menghasilkan output yang lebih efisien dan cocok untuk sistem yang
memerlukan drive arus besar namun dengan arus input yang sangat kecil.
Oleh karena efisiensinya yang baik, yakni bisa mencapai 100% dan juga
penguat kelas E dapat disederhanakan ke dalam sebuah chip IC, maka
penguat kelas E sering diterapakan pada peralatan transmisi mobile dengan
antena sebagai rangkaian resonansinya.
12. PENGUAT KELAS F
• Penguat kelas F merupakan hasil pengembangan dari penguat kelas E.
Susunan rangkaian penguat kelas F lebih kompleks jika dibandingkan
dengan penguat kelas E. Dalam kondisi ideal, penguat kelas E dan penguat
kelas F sama-sama memilik efisiensi 100%, namun saat kondisi ideal tersebut
tidak tercapai, efisiensi dari penguat kelas F lebih tinggi dibandingkan
dengan penguat kelas E.
• Penguat kelas F meningkatkan efisiensi dengan cara menghilangkan
komponen genap gelombang harmonik dari sinyal input untuk
menghasilkan sinyal kotak. Dengan didapatkannya sinyal kotak maka
transistor akan berada pada kondisi saturasi atau cut-off lebih lama dan
dapat menjalankan fungsinya sebagai switch dengan lebih baik.
13. PENGUAT KELAS G
Kelas G termasuk ke dalam kategori penguat analog. Tujuan dari penguat
kelas G adalah untuk meningkatkan efisiensi dari penguat kelas B/AB. Pada
kelas B/AB, tegangan supply hanya ada satu pasang yang sering dinotasikan
sebagai +VCC dan –VEE misalnya +12V dan –12V (atau ditulis dengan +/-
12volt). Pada penguat kelas G, tegangan supply disusun secara bertingkat
atau disebut dengan rail switching. Selain untuk meningkatkan efisiensi, tujuan
dari teknik penyusunan secara rail switching ini juga untuk mengurangi tingkat
disipasinya. Dengan menggunakan teknik rail switching ini, energi yang
terbuang dari tegangan keluaran transistor akan berkurang.
14. PENGUAT KELAS H
Pada dasarnya penguat kelas H merupakan pengembangan dari penguat
kelas G. Jika pada penguat kelas G menggunakan tegangan supply tetap
yang disusun secara bertingkat, maka pada penguat kelas H menggunakan
tegangan supply variable (dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan). Sehingga
tidak perlu lagi menggunakan metode rail switching. Hal inilah yang
menyebabkan efisiensi dari penguat kelas H lebih tinggi jika dibandingkan
dengan penguat kelas G. Namun untuk penerapan dalam rangkaiannya pun
akan menjadi lebih kompleks dan rumit.
15. PENGUAT KELAS T
Penguat kelas T merupakan amplifier digital dengan menggunakan teknologi
yang disebut Digital Power Processing. Seperti halnya penguat kelas
D, penguat kelas T juga menggunakan konsep modulasi PWM dengan
switching transistor serta filter. Jika pada penguat kelas D, proses sebelumnya
adalah pengolahan dalam bentuk analog, maka pada penguat kelas
T, proses sebelumnya adalah pengolahan dengan memanipulasi bit-bit
digital. Dalam penguat kelas T terdapat audio prosesor dengan proses
umpanbalik yang juga digital untuk koreksi waktu tunda dan fasa. Akibat
prinsip kerjanya yang berada dalam proses digital, maka sinyal keluaran dari
penguat kelas T lebih tahan terhadap noise sehingga gelombang
keluarannya menjadi lebih jernih.
16. PERBEDAAN ANTAR PENGUAT
• Periode tegangan output dikuatkan
• Posisi titik kerja (Q-point)
• Efisiensi daya
• Gain tegangan
• Gain arus
17. RANGKAIAN PUSH-PULL
• Pada system penguatan, rangkaian penguat kelas A memiliki efisiensi yang
terbilang kecil, akan tetapi hasil penguatan kelas A hanya mengalami
sedikit distorsi sehingga hasil penguatan kelas A mengalami cacat sinyal
yang minim. Dalam rangka untuk mendapatkan efisiensi hasil penguatan
yang tinggi, maka dalam rangkaian push pull, pada umumnya digunakan
penguat kelas B dan kelas AB. Konfigurasi push pull memungkinkan
setengah periode sinyal positif dan setengah periode sinyal negatif muncul
di terminal output.
• Pada penguat kelas B, transistor akan aktif hanya bila tegangan AC
menyala, karena tegangan bias DC nya mendekati nol atau titik kerja
mendekati daerah cut off.
18. RANGKAIAN PUSH-PULL
Terdapat beberapa macam konfigurasi push pull yang bisa digunakan.
Diantaranya adalah dengan menggunakan transistor komplementer. Pada
konfigurasi ini, digunakan dua buah transistor yang berbeda (pnp dan npn).
Salah satu transistor akan aktif saat tegangan input AC bernilai positif
sehingga akan menguatkan sinyal setengah periode bernilai positif
sedangkan transistor kedua tidak aktif. Pada setengah periode berikutnya,
tegangan input AC bernilai negatif sehingga transistor pertama tidak aktif dan
transistor kedua aktif. Transistor kedua akan menguatkan setengah periode
tegangan input AC yang bernilai negatif. Maka, pada terminal output akan
didapatkan sinyal tegangan output yang gelombang penuh hasil penguatan
dari gelombang input.
20. RANGKAIAN PUSH-PULL
Dalam rangka mencegah terjadinya cacat silang (Cross Over
Distortion), maka digunakanlah penguat kelas AB, yaitu titik lengang berada
dekat dengan daerah cut-off, sehingga pada saat tegangan input masih
bernilai nol, sudah ada bias tegangan yang dapat menembus threshold
voltage transistor. Untuk itu, dapat digunakan dioda, karena dioda
mempunyai threshold voltage yang besarnya sama dengan threshold voltage
pada transistor. Pemasangan dioda memungkinkan keberadaan bias
tegangan yang dapat menembus nilai threshold voltage saat tegangan
inputnya masih bernilai nol.
22. RANGKAIAN PUSH-PULL
Transistor Q1 berfungsi untuk menguatkan tegangan sedangkan dioda
berfungsi untuk memberikan bias tegangan saat tegangan input AC
masih bernilai nol untuk mengurangi efek crossover distortion.
23. RANGKAIAN PUSH-PULL
Pada konfigurasi ini, nilai tegangan V input akan berbeda dengan tegangan
sumber function generator Vs karena ada drop tegangan. Percobaan
dilakukan beberapa kali dengan variasi tegangan output saat terpancung,
saat maksimum, dan untuk beberapa nilai peak to peak tertentu.
Rangkaian Penguat Daya dengan Hambatan Sumber Rs
24. KESIMPULAN
Prinsip kerja push pull secara umum:
• Saat tegangan input AC bernilai positif untuk setengah periode gelombang yang
pertama, salah satu transistor aktif, dan penguatan terjadi sedangkan transistor
yang lain tidak aktif
• Saat tegangan input AC bernilai negatif untuk setengah periode gelombang
yang kedua, transistor yang tadinya tidak aktif menjadi aktif, sedangkan yang
tadinya aktif menjadi tidak aktif sehinnga dapat melengkapi sinyal gelombang
yang telah dikuatkan selama setengah periode pertama
Sifat threshold voltage pada terminal basis-emitter transistor sering
mengakibatkan distorsi bentuk pada tegangan output yang disebut
crossover distortion, karena tegangan input harus menembus threshold
voltage terlebih dahulu sebelum transistor bisa bekerja.
25. KESIMPULAN
Untuk mengurangi distorsi, bisa digunakan dioda yang mampu
memberikan voltage bias yang berlawanan polaritas dengan threshold
voltage transistor sehingga tegangan input AC tidak perlu melawan
tegangan transistor.
Tegangan output dibatasi oleh sumber tegangan DC. Jika lebih
besar, maka tegangan output akan terpancung.
Daya input adalah daya yang disuplai sumber tegangan DC untuk
mengaktifkan sifat transistor.
Daya output adalah daya keluaran AC pada terminal output yang akan
digunakan.
Efisiensi daya untuk penguat push pull tinggi, hingga mencapai hampir 50 %
pada hasil pengukuran dan 78,5 % secara teori.